Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Strep
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus
The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Streptococcus Thermophilus
Nurzainah Ginting, Elsegustri Pasaribu Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract: The objectives of this research were to study the colour, texture, taste and biological living of yoghurt. The yoghurt was treated with various temperature and various kinds of milk and using Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus. Factorial randomized block was used and the first factor was temperature, i.e. T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C), T4 (51°C); and the second factor was various kinds of milk, i.e. S1 (Skim Cow Milk), S2 (Fresh Cow Milk), S3 (Full Cream Cow Milk) and S4 (Fresh Buffalo Milk). The results showed that interaction of temperature, i.e. 44°C with Fresh Cow Milk had highly significantly effect on texture and colour of the yoghurt but did not effect on the taste. There were biological living in all of different temperature of yoghurt which were indicated by coagulation in the end of incubate process. Key words: milk, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan jenis susu dalam pembuatan yoghurt dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streprococcus thermophilus terhadap warna, tekstur, rasa, dan uji biologis dari yoghurt yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAKF) 4 x 4 dengan 2 ulangan, di mana terdapat 2 faktor perlakuan yaitu faktor temperatur inkubasi (T) dengan taraf T1: 30°C, T2: 37°C, T3: 44°C, T4: 51°C . Faktor berikutnya yaitu jenis susu (S) yaitu S1: penggunaan susu skim sebagai bahan dasar, S2: susu sapi segar, S3: susu full krim, S4: susu kerbau segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara temperatur 44°C dan jenis susu sapi segar berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur, warna dari yoghurt yang dihasilkan dan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa. Pada uji biologik diperoleh hasil pengamatan bahwa pada tiap temperatur dan jenis susu yang digunakan didapati adanya aktivitas dari bakteri biakan yang ditandai dengan adanya penggumpalan pada masa akhir inkubasi. Kata kunci: susu, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.
Pendahuluan
Susu adalah substansi cair yang disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003) menyatakan susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.
Susu sapi segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambah apapun. Ciri-cirinya adalah
berwarna putih kekuning-kuningan, tidak tembus cahaya. Kekuningan karena memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo, 1997). Potter (1986) menyatakan susu bubuk full krim adalah susu yang dikeringkan hingga sekitar 97% total zat padatnya. Biasanya dalam susu full krim telah ditambahkan berbagai macam vitamin dan mineral. Susu kerbau jauh lebih banyak mengandung lemak susu, lebih tinggi daripada susu sapi (Williamson and Payne, 1993). Susu kerbau banyak dipakai untuk membuat makanan, misalnya yoghurt, es krim, dan berbagai jenis keju. Susu skim adalah susu yang mengandung semua kandungan susu kecuali lemaknya yang telah
73
Nurzainah Ginting dan Elsegustri Pasaribu: Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt..
dikurangi hingga 0,5% (Potter, 1986)
sehingga susu ini cocok untuk bayi. Karena
susu skim mengandung lemak yang lebih
sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E
juga rendah. Vitamin yang bersifat larut
dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B
kompleks dan asam askorbat (vitamin C)
dapat ditemukan dalam susu skim.
Produk-produk olahan susu telah
diketahui memegang peranan penting dalam
makanan manusia di berbagai negara.
Dengan tingkat nutrisinya yang tinggi,
produk olahan susu dapat dijadikan
makanan tambahan walau susu/olahannya
hanya mewakili sekitar 10% konsumsi total
protein. Salah satu produk olahan susu
adalah yoghurt. Yoghurt adalah susu yang
diasamkan melalui proses fermentasi. Hasil
olahan susu ini berbentuk seperti bubur.
Yoghurt dapat menurunkan kadar kolesterol
darah, menjaga kesehatan lambung dan
mencegah penyakit kanker saluran
pencernaan. Manfaat yang terakhir ini
dikarenakan yoghurt mengandung bakteri
hidup sebagai probiotik dari makanan yang
menguntungkan bagi mikroflora dalam
saluran pencernaan. Selain itu
mengkonsumsi yoghurt membolehkan
seseorang yang menderita kelainan lactoce
intolerence seolah mampu mengkonsumsi
susu (McLean, 1993). Lactoce intolerence
adalah suatu kelainan dari seseorang yang
akan diare setiap minum susu dikarenakan
memiliki kekurangan laktosa dalam usus
kecilnya. Laktosa adalah enzim yang
tersebar pada laktosa disakarida di dalam
glukosa dan galaktose. Jika terdapat laktosa
tidak dikenal atau tidak diketahui, maka
laktosa yang dicerna dalam usus tetap
tinggal pada usus dan sebagai hasil dari
osmosis, air bergerak ke usus dan
menyebabkan diare. Pada yoghurt
laktosanya telah difermentasikan ke dalam
bentuk asam laktat di mana setiap orang
memiliki enzim untuk mencernanya.
Pada pembuatan yoghurt dilakukan
proses fermentasi dengan memanfaatkan
bakteri asam laktat misalnya dari golongan
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc
thermophilus. Streptococcus thermophilus
berkembang biak lebih cepat dan
menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam
dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian
merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus
bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik
dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi
peptida penstimulasi dan asam amino untuk
dapat dipakai oleh Sreptococcus
thermophilus.
Mikroorganisma
ini
sepenuhnya bertanggung jawab atas
pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003). Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Menurut Eckles (1980) pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C, biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10 – 43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu optimum bagi organisma secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisma mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C. Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui suhu yang paling optimal untuk bakteri berkembang biak secara aktif.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Fakultas Pertanian USU selama dua bulan yaitu Oktober sampai November 2003. Bahan yang digunakan adalah susu sapi segar, susu kerbau, susu full krim, susu skim, dan air. Selain itu adalah bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan 1:1.
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4 x 4 dengan 2 (dua) kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah faktor Temperatur (T) yaitu T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C) dan T4 (51°C). Selain faktor temperatur adalah jenis susu (S) yaitu S1 (susu skim), S2 (susu sapi segar), S3 (susu full krim), dan S4 (susu kerbau segar). Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah yang diamati, dipelajari dengan sidik ragam dengan model matematik:
Yijk= µ + αi + αj + βk+ (αβ)ij + ∑ijk
Adapun peubah yang diamati adalah secara fisik yaitu warna, yaitu warna sebelum dan sesudah susu ditambah dengan bakteri. Selain itu adalah tekstur, yaitu dilihat bagaimana interaksi antara jenis susu dan temperatur berpengaruh terhadap tekstur dari hasil akhir yoghurt tersebut. Juga rasa yaitu dengan keempat jenis susu yang digunakan maka akan diuji rasa mana yang paling disukai oleh panelis yang mewakili berbagai tingkatan usia, ekonomi, dan latar belakang budaya yang berbeda. Selain
74
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
peubah yang disebut di atas, peubah lainnya adalah uji biologi, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap level temperatur yang dicobakan.
Pada pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau segar dikumpulkan dari peternak, sementara susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak 500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya susu yang digunakan adalah 500 cc untuk tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu 60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap susu yang sudah diberi biakan ditutup dalam wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 30°C dan dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu wadah yang berisi susu yang sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan dari inkubator, dibiarkan sebentar pada suhu kamar dan dimasukkan ke refrigerator bersuhu 5°C.
Untuk perlakuan temperatur 37°C, proses awalnya sama, hanya saja wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke inkubator bersuhu 37°C selama 10-11 jam. Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah berisi susu dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir perlakuan 51°C dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 51°C selama 6 jam. Sesudah susu berubah menjadi yoghurt selalu disimpan di dalam refrigerator untuk menghambat perkembangbiakan yang berlebihan agar yoghurt tidak menjadi terlalu asam. Pengambilan data dari uji organoleptik terdiri atas:
1. uji warna Skala Hedonik
Putih Putih Kekuningan Kuning Kuning Tua
Skala Numerik
1 2 3 4
2. uji tekstur Skala Hedonik
Encer Agak Kental Kental Menggumpal
Skala Numerik
1 2 3 4
3. uji rasa Skala Hedonik Tidak Suka Agak Suka
Skala Numerik 1 2
Suka
3
Sangat Suka
4
Selain uji di atas, dilakukan juga uji
mikrobiologik untuk mengetahui ada
tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap
perlakuan temperatur.
Hasil dan Pembahasan
Pada uji keragaman pengaruh temperatur inkubasi dan jenis susu pada warna yoghurt, ternyata faktor perlakuan suhu yang berbeda terhadap jenis susu menghasilkan perbedaan yang sangat nyata di mana T3 (44°C) menunjukkan warna yang lebih kuning Hal ini membuktikan bahwa bakteri memerlukan suhu tertentu untuk berkembang biak secara optimum dan sesuai dengan pernyataan Eckles(1980) bahwa tiap jenis bakteri memiliki suhu optimum untuk perkembangbiakan. Jenis susu S2 (susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) memiliki skala warna yang paling tinggi, yaitu kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu sapi segar dan susu full krim memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda, hanya saja susu full krim telah melalui proses pengolahan seperti pengeringan sehingga sekitar 97% zat padatnya (Potter, 1986). Bahkan beberapa produk susu full krim mendapat penambahan bahan nutrisi lain sehingga lebih lengkap.
Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari lemak susu.
Tekstur dari yoghurt yang dihasilkan menentukan apakah yoghurt tersebut berkualitas baik. Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat (Legowo, 2002). Faktor berbagai level temperatur dan jenis susu serta interaksi dari kedua faktor tersebut terhadap tekstur yoghurt menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Perlakuan dengan temperatur 44°C dengan memakai susu full krim menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap perlakuan dengan temperatur 44°C memakai susu skim. Artinya pada temteratur optimum untuk berkembang biak, susu skim yang kandungan lemaknya
75
Nurzainah Ginting dan Elsegustri Pasaribu: Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt..
sebagian sudah dibuang memiliki tekstur
yang lebih encer daripada susu full krim.
Menurut Gilliland (1986) beberapa faktor
yang mempengaruhi tekstur yoghurt adalah
perlakuan pada susu sebelum
diinokulasikan, ketersediaan nutrisi, bahan-
bahan pendorong, produksi metabolis oleh
lactobacilli, interaksi dengan bakteri biakan
lainnya, penanganan bakteri sebelum
digunakan dan juga ada atau tidaknya
antibiotika dalam susu. Tekstur yoghurt susu
kerbau adalah yang paling padat
dikarenakan susu kerbau memiliki
kandungan lemak yang lebih tinggi
dibandingkan jenis susu lainnya.
Rasa yoghurt yang diamati adalah
melalui pemberian yoghurt polos (tanpa
ditambahi perasa apapun) kepada panelis.
Yoghurt biasanya memiliki citarasa asam
menyegarkan yang tajam (Davies and Law,
1984) dan aroma yang khas. Dari tiap
perlakuan di mana total rataan yang paling
tinggi adalah pada perlakuan dengan
menggunakan susu full krim dan yang
terendah dihasilkan pada yoghurt berbahan
susu kerbau. Hal ini berarti yoghurt
berbahan susu full krim lebih disukai dari
yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi
karena masyarakat Indonesia lebih
mengenal dan lebih sering mengkonsumsi
susu sapi dan berbagai produk hasil
olahannya seperti susu skim dan full krim
daripada susu kerbau.
Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt
berbahan susu kerbau cenderung lebih asam
dibanding berbahan susu full krim, karena
produksi asam oleh bakteri lebih cepat
dikarenakan bakteri yang juga berkembang
lebih cepat (Davies and Law, 1984) pada
susu kerbau dibandingkan dengan jenis susu
lainnya. Rasa asam pada yoghurt merupakan
indikasi
perkembangbiakan
dari
percampuran bakteri yang berjalan baik dan
cepat (Driessen, 1981). Rasa asam pada
yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya
asam laktat yang telah terbentuk sebagai
hasil kerja dari bakteri (Eckles, 1980).
Menurut Adnan (1984) keasaman yang
tercapai dapat mengganggu pertumbuhan
bakteri yang tidak dikehendaki, terutama
bakteri yang menyebabkan diare seperti
Clostridium difficile pada orang dewasa dan
Rotavirus pada anak-anak.
Lebih diminatinya yoghurt berbahan
dasar susu full krim karena yoghurt terasa
lebih enak, kandungan lemaknya tidak
terlalu tinggi seperti susu kerbau sehingga
rasanya tidak mengakibatkan cepat muak.
Pada uji mikrobiologik disimpulkan
bahwa pada semua level temperatur tetap
ada aktivitas bakteri yaitu ditandakan dengan adanya penggumpalan pada tekstur yoghurt serta aromanya yang asam. Pada tekstur yang encer atau tidak padat, maka kemungkinan besar bakteri tidak berkembang optimal (suhu 30°C) atau bakteri sebagian mati (suhu 51°C).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan 1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C yang digunakan sebagai suhu inkubasi berpengaruh terhadap warna, tekstur yoghurt sedangkan pada rasa tidak berpengaruh. 2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar, susu full krim, dan susu skim yang digunakan sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh terhadap warna, tekstur, rasa yoghurt. 3.Ada interaksi yang nyata antara temperatur °C dan jenis susu yang digunakan. 4.Hasil yang paling baik diperoleh pada temperatur 44°C dengan pemakaian susu sapi full krim sebagai bahan dasarnya.
Saran 1. Susu yang dipakai adalah susu yang baru, tidak disimpan terlalu lama sehingga merupakan media terbaik untuk bekteri berkembang biak. 2. Temperatur yang digunakan sebaiknya tidak rendah ataupun tinggi untuk menyediakan temperatur yang optimum bagi bakteri berkembang biak.
Daftar Pustaka
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Yogyakarta: Andi Offset.
Davies, F. L. and Law B. A. 1984. Advances in The Microbiology and Biochemistry of Cheese & Fermented Milk. London: Elsevies Applied Science.
Driessen, F. 1981. Mixed Culture
Fermentations, P. Bushell & J.
Slater.
London:
Educations
Academic Press.
Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. 4th Edition,
76
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Bombay, New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd. Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Technology. Canada: University ofguelph. Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Food. Florida, USA: CRC Press. Legowo, A. M. 13 September 2002. Yoghurt untuk Kesehatan. Kompas. McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You: Nutritional Value of Yughurt. The National Yoghurt Association. Puspowardoyo, H. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani–Nabati. Yogyakarta: Kanisius. Potter, N. N. 1986. Food Science. New York: Von Nostrand Reinhold Company. Susanto, A. 2000. Si Putih Kaya Gizi. Kompas Cyber Media, diakses 9 Mei 2003. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: UGM Press.
77
Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus
The effect of Temperature in Making Yoghurt from Various Kind of Milk, Using Lactobacillus Bulgaricus and Streptococcus Thermophilus
Nurzainah Ginting, Elsegustri Pasaribu Jurusan Peternakan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract: The objectives of this research were to study the colour, texture, taste and biological living of yoghurt. The yoghurt was treated with various temperature and various kinds of milk and using Lactobacillus bulgaricus and Streptococcus thermophilus. Factorial randomized block was used and the first factor was temperature, i.e. T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C), T4 (51°C); and the second factor was various kinds of milk, i.e. S1 (Skim Cow Milk), S2 (Fresh Cow Milk), S3 (Full Cream Cow Milk) and S4 (Fresh Buffalo Milk). The results showed that interaction of temperature, i.e. 44°C with Fresh Cow Milk had highly significantly effect on texture and colour of the yoghurt but did not effect on the taste. There were biological living in all of different temperature of yoghurt which were indicated by coagulation in the end of incubate process. Key words: milk, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.
Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh temperatur dan jenis susu dalam pembuatan yoghurt dengan menggunakan bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streprococcus thermophilus terhadap warna, tekstur, rasa, dan uji biologis dari yoghurt yang dihasilkan. Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok faktorial (RAKF) 4 x 4 dengan 2 ulangan, di mana terdapat 2 faktor perlakuan yaitu faktor temperatur inkubasi (T) dengan taraf T1: 30°C, T2: 37°C, T3: 44°C, T4: 51°C . Faktor berikutnya yaitu jenis susu (S) yaitu S1: penggunaan susu skim sebagai bahan dasar, S2: susu sapi segar, S3: susu full krim, S4: susu kerbau segar. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi antara temperatur 44°C dan jenis susu sapi segar berpengaruh sangat nyata terhadap tekstur, warna dari yoghurt yang dihasilkan dan tidak berpengaruh nyata terhadap rasa. Pada uji biologik diperoleh hasil pengamatan bahwa pada tiap temperatur dan jenis susu yang digunakan didapati adanya aktivitas dari bakteri biakan yang ditandai dengan adanya penggumpalan pada masa akhir inkubasi. Kata kunci: susu, yoghurt, Lactobacillus bulgaricus, Streptococcus thermophilus.
Pendahuluan
Susu adalah substansi cair yang disekresikan oleh kelenjar mamae oleh semua mamalia. Bagian utamanya adalah air, lemak, protein, gula, dan abu. Susanto (2003) menyatakan susu merupakan sumber kalsium, fosfor, vitamin B, dan protein yang sangat baik. Mutu protein susu setara dengan protein daging dan telur. Protein susu sangat kaya akan lisin, yaitu salah satu asam amino esensial yang sangat dibutuhkan tubuh.
Susu sapi segar adalah air susu hasil pemerahan yang tidak dikurangi atau ditambah apapun. Ciri-cirinya adalah
berwarna putih kekuning-kuningan, tidak tembus cahaya. Kekuningan karena memiliki kandungan vitamin A yang tinggi (Puspardoyo, 1997). Potter (1986) menyatakan susu bubuk full krim adalah susu yang dikeringkan hingga sekitar 97% total zat padatnya. Biasanya dalam susu full krim telah ditambahkan berbagai macam vitamin dan mineral. Susu kerbau jauh lebih banyak mengandung lemak susu, lebih tinggi daripada susu sapi (Williamson and Payne, 1993). Susu kerbau banyak dipakai untuk membuat makanan, misalnya yoghurt, es krim, dan berbagai jenis keju. Susu skim adalah susu yang mengandung semua kandungan susu kecuali lemaknya yang telah
73
Nurzainah Ginting dan Elsegustri Pasaribu: Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt..
dikurangi hingga 0,5% (Potter, 1986)
sehingga susu ini cocok untuk bayi. Karena
susu skim mengandung lemak yang lebih
sedikit maka kandungan vitamin A, D, dan E
juga rendah. Vitamin yang bersifat larut
dalam air, termasuk di dalamnya vitamin B
kompleks dan asam askorbat (vitamin C)
dapat ditemukan dalam susu skim.
Produk-produk olahan susu telah
diketahui memegang peranan penting dalam
makanan manusia di berbagai negara.
Dengan tingkat nutrisinya yang tinggi,
produk olahan susu dapat dijadikan
makanan tambahan walau susu/olahannya
hanya mewakili sekitar 10% konsumsi total
protein. Salah satu produk olahan susu
adalah yoghurt. Yoghurt adalah susu yang
diasamkan melalui proses fermentasi. Hasil
olahan susu ini berbentuk seperti bubur.
Yoghurt dapat menurunkan kadar kolesterol
darah, menjaga kesehatan lambung dan
mencegah penyakit kanker saluran
pencernaan. Manfaat yang terakhir ini
dikarenakan yoghurt mengandung bakteri
hidup sebagai probiotik dari makanan yang
menguntungkan bagi mikroflora dalam
saluran pencernaan. Selain itu
mengkonsumsi yoghurt membolehkan
seseorang yang menderita kelainan lactoce
intolerence seolah mampu mengkonsumsi
susu (McLean, 1993). Lactoce intolerence
adalah suatu kelainan dari seseorang yang
akan diare setiap minum susu dikarenakan
memiliki kekurangan laktosa dalam usus
kecilnya. Laktosa adalah enzim yang
tersebar pada laktosa disakarida di dalam
glukosa dan galaktose. Jika terdapat laktosa
tidak dikenal atau tidak diketahui, maka
laktosa yang dicerna dalam usus tetap
tinggal pada usus dan sebagai hasil dari
osmosis, air bergerak ke usus dan
menyebabkan diare. Pada yoghurt
laktosanya telah difermentasikan ke dalam
bentuk asam laktat di mana setiap orang
memiliki enzim untuk mencernanya.
Pada pembuatan yoghurt dilakukan
proses fermentasi dengan memanfaatkan
bakteri asam laktat misalnya dari golongan
Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcuc
thermophilus. Streptococcus thermophilus
berkembang biak lebih cepat dan
menghasilkan baik asam maupun CO2. Asam
dan CO2 yang dihasilkan tersebut kemudian
merangsang pertumbuhan dari Lactobacillus
bulgaricus. Di sisi lain, aktivitas proteolitik
dari Lactobacillus bulgaricus memproduksi
peptida penstimulasi dan asam amino untuk
dapat dipakai oleh Sreptococcus
thermophilus.
Mikroorganisma
ini
sepenuhnya bertanggung jawab atas
pembentukan tekstur dan rasa yoghurt (Goff, 2003). Temperatur memegang peranan penting bagi pertumbuhan bakteri. Dalam pengembangbiakannya dengan cara membelah diri, bakteri memerlukan temperatur dan keadaan lingkungan tertentu sehingga daur hidupnya dapat terus berjalan. Menurut Eckles (1980) pengaruh temperatur terhadap mikroorganisma dapat digolongkan 3 bagian yaitu temperatur rendah yaitu di bawah 10°C, biasanya pertumbuhan mikroorganisma menjadi lambat pada temperatur ini. Temperatur sedang yaitu 10 – 43°C. Diantara susu ini akan didapati suhu optimum bagi organisma secara mayoritas. Temperatur tinggi yaitu di atas 43°C. Kebanyakan mikroorganisma mati pada temperatur sekitar dan di atas 60°C. Pada penelitian ini diharapkan dapat diketahui suhu yang paling optimal untuk bakteri berkembang biak secara aktif.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Fakultas Pertanian USU selama dua bulan yaitu Oktober sampai November 2003. Bahan yang digunakan adalah susu sapi segar, susu kerbau, susu full krim, susu skim, dan air. Selain itu adalah bakteri Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus dengan perbandingan 1:1.
Metode penelitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4 x 4 dengan 2 (dua) kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah faktor Temperatur (T) yaitu T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C) dan T4 (51°C). Selain faktor temperatur adalah jenis susu (S) yaitu S1 (susu skim), S2 (susu sapi segar), S3 (susu full krim), dan S4 (susu kerbau segar). Pengaruh perlakuan terhadap semua peubah yang diamati, dipelajari dengan sidik ragam dengan model matematik:
Yijk= µ + αi + αj + βk+ (αβ)ij + ∑ijk
Adapun peubah yang diamati adalah secara fisik yaitu warna, yaitu warna sebelum dan sesudah susu ditambah dengan bakteri. Selain itu adalah tekstur, yaitu dilihat bagaimana interaksi antara jenis susu dan temperatur berpengaruh terhadap tekstur dari hasil akhir yoghurt tersebut. Juga rasa yaitu dengan keempat jenis susu yang digunakan maka akan diuji rasa mana yang paling disukai oleh panelis yang mewakili berbagai tingkatan usia, ekonomi, dan latar belakang budaya yang berbeda. Selain
74
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
peubah yang disebut di atas, peubah lainnya adalah uji biologi, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap level temperatur yang dicobakan.
Pada pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau segar dikumpulkan dari peternak, sementara susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak 500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya susu yang digunakan adalah 500 cc untuk tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu 60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap susu yang sudah diberi biakan ditutup dalam wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 30°C dan dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu wadah yang berisi susu yang sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan dari inkubator, dibiarkan sebentar pada suhu kamar dan dimasukkan ke refrigerator bersuhu 5°C.
Untuk perlakuan temperatur 37°C, proses awalnya sama, hanya saja wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke inkubator bersuhu 37°C selama 10-11 jam. Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah berisi susu dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir perlakuan 51°C dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 51°C selama 6 jam. Sesudah susu berubah menjadi yoghurt selalu disimpan di dalam refrigerator untuk menghambat perkembangbiakan yang berlebihan agar yoghurt tidak menjadi terlalu asam. Pengambilan data dari uji organoleptik terdiri atas:
1. uji warna Skala Hedonik
Putih Putih Kekuningan Kuning Kuning Tua
Skala Numerik
1 2 3 4
2. uji tekstur Skala Hedonik
Encer Agak Kental Kental Menggumpal
Skala Numerik
1 2 3 4
3. uji rasa Skala Hedonik Tidak Suka Agak Suka
Skala Numerik 1 2
Suka
3
Sangat Suka
4
Selain uji di atas, dilakukan juga uji
mikrobiologik untuk mengetahui ada
tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap
perlakuan temperatur.
Hasil dan Pembahasan
Pada uji keragaman pengaruh temperatur inkubasi dan jenis susu pada warna yoghurt, ternyata faktor perlakuan suhu yang berbeda terhadap jenis susu menghasilkan perbedaan yang sangat nyata di mana T3 (44°C) menunjukkan warna yang lebih kuning Hal ini membuktikan bahwa bakteri memerlukan suhu tertentu untuk berkembang biak secara optimum dan sesuai dengan pernyataan Eckles(1980) bahwa tiap jenis bakteri memiliki suhu optimum untuk perkembangbiakan. Jenis susu S2 (susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) memiliki skala warna yang paling tinggi, yaitu kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu sapi segar dan susu full krim memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda, hanya saja susu full krim telah melalui proses pengolahan seperti pengeringan sehingga sekitar 97% zat padatnya (Potter, 1986). Bahkan beberapa produk susu full krim mendapat penambahan bahan nutrisi lain sehingga lebih lengkap.
Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari lemak susu.
Tekstur dari yoghurt yang dihasilkan menentukan apakah yoghurt tersebut berkualitas baik. Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat (Legowo, 2002). Faktor berbagai level temperatur dan jenis susu serta interaksi dari kedua faktor tersebut terhadap tekstur yoghurt menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Perlakuan dengan temperatur 44°C dengan memakai susu full krim menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap perlakuan dengan temperatur 44°C memakai susu skim. Artinya pada temteratur optimum untuk berkembang biak, susu skim yang kandungan lemaknya
75
Nurzainah Ginting dan Elsegustri Pasaribu: Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt..
sebagian sudah dibuang memiliki tekstur
yang lebih encer daripada susu full krim.
Menurut Gilliland (1986) beberapa faktor
yang mempengaruhi tekstur yoghurt adalah
perlakuan pada susu sebelum
diinokulasikan, ketersediaan nutrisi, bahan-
bahan pendorong, produksi metabolis oleh
lactobacilli, interaksi dengan bakteri biakan
lainnya, penanganan bakteri sebelum
digunakan dan juga ada atau tidaknya
antibiotika dalam susu. Tekstur yoghurt susu
kerbau adalah yang paling padat
dikarenakan susu kerbau memiliki
kandungan lemak yang lebih tinggi
dibandingkan jenis susu lainnya.
Rasa yoghurt yang diamati adalah
melalui pemberian yoghurt polos (tanpa
ditambahi perasa apapun) kepada panelis.
Yoghurt biasanya memiliki citarasa asam
menyegarkan yang tajam (Davies and Law,
1984) dan aroma yang khas. Dari tiap
perlakuan di mana total rataan yang paling
tinggi adalah pada perlakuan dengan
menggunakan susu full krim dan yang
terendah dihasilkan pada yoghurt berbahan
susu kerbau. Hal ini berarti yoghurt
berbahan susu full krim lebih disukai dari
yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi
karena masyarakat Indonesia lebih
mengenal dan lebih sering mengkonsumsi
susu sapi dan berbagai produk hasil
olahannya seperti susu skim dan full krim
daripada susu kerbau.
Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt
berbahan susu kerbau cenderung lebih asam
dibanding berbahan susu full krim, karena
produksi asam oleh bakteri lebih cepat
dikarenakan bakteri yang juga berkembang
lebih cepat (Davies and Law, 1984) pada
susu kerbau dibandingkan dengan jenis susu
lainnya. Rasa asam pada yoghurt merupakan
indikasi
perkembangbiakan
dari
percampuran bakteri yang berjalan baik dan
cepat (Driessen, 1981). Rasa asam pada
yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya
asam laktat yang telah terbentuk sebagai
hasil kerja dari bakteri (Eckles, 1980).
Menurut Adnan (1984) keasaman yang
tercapai dapat mengganggu pertumbuhan
bakteri yang tidak dikehendaki, terutama
bakteri yang menyebabkan diare seperti
Clostridium difficile pada orang dewasa dan
Rotavirus pada anak-anak.
Lebih diminatinya yoghurt berbahan
dasar susu full krim karena yoghurt terasa
lebih enak, kandungan lemaknya tidak
terlalu tinggi seperti susu kerbau sehingga
rasanya tidak mengakibatkan cepat muak.
Pada uji mikrobiologik disimpulkan
bahwa pada semua level temperatur tetap
ada aktivitas bakteri yaitu ditandakan dengan adanya penggumpalan pada tekstur yoghurt serta aromanya yang asam. Pada tekstur yang encer atau tidak padat, maka kemungkinan besar bakteri tidak berkembang optimal (suhu 30°C) atau bakteri sebagian mati (suhu 51°C).
Kesimpulan dan Saran
Kesimpulan 1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C yang digunakan sebagai suhu inkubasi berpengaruh terhadap warna, tekstur yoghurt sedangkan pada rasa tidak berpengaruh. 2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar, susu full krim, dan susu skim yang digunakan sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh terhadap warna, tekstur, rasa yoghurt. 3.Ada interaksi yang nyata antara temperatur °C dan jenis susu yang digunakan. 4.Hasil yang paling baik diperoleh pada temperatur 44°C dengan pemakaian susu sapi full krim sebagai bahan dasarnya.
Saran 1. Susu yang dipakai adalah susu yang baru, tidak disimpan terlalu lama sehingga merupakan media terbaik untuk bekteri berkembang biak. 2. Temperatur yang digunakan sebaiknya tidak rendah ataupun tinggi untuk menyediakan temperatur yang optimum bagi bakteri berkembang biak.
Daftar Pustaka
Adnan, M. 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Yogyakarta: Andi Offset.
Davies, F. L. and Law B. A. 1984. Advances in The Microbiology and Biochemistry of Cheese & Fermented Milk. London: Elsevies Applied Science.
Driessen, F. 1981. Mixed Culture
Fermentations, P. Bushell & J.
Slater.
London:
Educations
Academic Press.
Eckles, C. H., W. B. Combs, H. Macy. 1980. Milk and Milk Products. 4th Edition,
76
Jurnal Agribisnis Peternakan, Vol.1, No.2, Agustus 2005
Bombay, New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing Company Ltd. Goff, D. 2003. Yoghurt, Diary Science, and Technology. Canada: University ofguelph. Gilliland, S.E. 1986. Bacterial Starter Cultures for Food. Florida, USA: CRC Press. Legowo, A. M. 13 September 2002. Yoghurt untuk Kesehatan. Kompas. McLean, V.A. 1983. Yoghurt and You: Nutritional Value of Yughurt. The National Yoghurt Association. Puspowardoyo, H. 1997. Mikrobiologi Pangan Hewani–Nabati. Yogyakarta: Kanisius. Potter, N. N. 1986. Food Science. New York: Von Nostrand Reinhold Company. Susanto, A. 2000. Si Putih Kaya Gizi. Kompas Cyber Media, diakses 9 Mei 2003. Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Yogyakarta: UGM Press.
77