Pseudomonas fluorescens sebagai agens antagonis

Gambar 3. Sporodokia Trichoderma viride Sumber: Anonim, 2010 T. viride memiliki kemampuan produksi antibiotik gliotoksin dan piridin serta enzim β-1-3 glukanase, β-1-4 glukanase, kitinase, dan selulase. Mekanisme T. viride sebagai agens hayati yang lain adalah mikoparasitisme dengan cara pertumbuhan miselium T. viride yang panjang akan melingkari hifa jamur inang dan menyebabkan jamur inang menjadi hancur. Agrios 1988, juga menyatakan bahwa mekanisme pengendalian hayati T. viride dapat melalui antibiosis dan lisis. Sifat-sifat yang mendukung aktivitas antagonisme Trichoderma adalah tumbuh cepat dan memproduksi antibiotik seperti trichodermin, suzukalicin, dan alamethicin. Selain itu, Trichoderma juga memproduksi antibiotik volatil yang memiliki aktivitas metabolit tinggi, dan toleran terhadap zat metabolit yang diproduksi oleh jamur lainnya Djafarudin, 2000.

2.4. Pseudomonas fluorescens sebagai agens antagonis

Bakteri Pseudomonas fluorescens berbentuk batang lurus atau tegak lengkung, berukuran 0,5 – 1,0 x 1,5 – 5,0 µm, tidak spiral, bergerak dengan satu atau beberapa flagelum polar, dan bersifat gram negative Gambar 4. Bakteri P. fluorescens hidup secara aerob, mempunyai tipe pernapasan secara tegas dari metabolisme, dengan oksigen sebagai penerima elektron akhir terminal, mempunyai tipe metabolisme respirasi tidak fermentatif, dan menggunakan denitrifikasi sebagai pilihan. Beberapa bakteri adalah kemolitotrof fakultatif, yang menggunakan H 2 sebagai sumber energi, sedangkan mekanisme respirasinya bersifat aerob Soesanto, 2008. P. fluorescens termasuk ke dalam bakteri yang dapat hidup pada bagian tanaman permukaan daun dan akar dan sisa tanaman yang membusuk, tanah dan air sisa- sisa makanan yang membusuk, serta kotoran hewan Supriadi, 2006. Sebagian besar P. fluorescens adalah penghuni rizosfer, secara agresif mengkoloni akar dan biasa disebut dengan rizobacteria. P. fluorescens mengeluarkan pigmen kuning kehijauan pada medium yang kekurangan unsur besi. P. fluorescens membentuk pigmen berpendar fluorescein. Fluorescein disebut juga dengan resorcinolphthalein yang berbeda dengan antibiotik pyoverdin Soesanto, 2008. Gambar 4. Sel Pseudomonas fluorescens Sumber: Anonim, 2000 Klasifikasi Pseudomonas berdasarkan Muray 1948 dalam Bergey’s Manual of Systematic Bacteriology 1984 adalah sebagai berikut: Kerajaan : Prokariota Divisi : Gracilicutes Kelas : Proteobacteria Bangsa : Pseudomobadaceae Marga : Pseudomonas Spesies : Pseudomonas fluorescens Koloni bakteri berbentuk bulat, tepi rata, fluidal dan mengeluarkan pigmen berwarna kuning kehijauan pada medium King’s B. Pigmen tersebut membedakan bakteri yang termasuk ke dalam kelompok P. fluorescens dengan kelompok lain Arwiyanto dkk., 2007. Brock dan Madigan 1988 melaporkan bahwa bakteri Pseudomonas bisa menekan pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah. Kemampuan P. fluorescens sebagai agens pengendalian hayati adalah karena kemampuannya bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraseluler yang bersifat antagonis melawan patogen Kloepper dan Schroth, 1978 dalam Septiana, 2009. Secara umum, metabolit sekunder yang dihasilkan oleh P. fluorescens memegang peranan penting dalam pengendalian hayati penyakit tanaman. Metabolit sekunder yang berperan penting dalam pengendalian hayati, yaitu siderofor, pterin, pirol, fenazin, dan aneka senyawa antibiotika. Metabolit sekunder tertentu berperan di dalam membunuh secara langsung atau hanya menghambat patogen. Produksi metabolit sekunder antimikroba dan pengaruhnya terhadap patogen tanaman sangat tergantung pada faktor lingkungan, seperti kimia tanah, suhu, dan potensi air Soesanto, 2008. Siderofor adalah senyawa organik selain antibiotik yang dapat berperan dalam pengendalian hayati penyakit tumbuhan. Siderofor diproduksi secara ekstrasel, senyawa ini memiliki berat molekul rendah dengan afinitas yang sangat kuat terhadap besi III. Dengan demikian, senyawa siderofor merupakan pesaing terhadap mikroorganisme lain Fravel, 1988. Selain peranannya sebagai agen pengangkutan besi III, siderofor juga aktif sebagai faktor pertumbuhan, dan beberapa diantaranya berpotensi sebagai antibiotik Neilands, 1981 dalam Septiana, 2009.

2.5 Media Tumbuh