PENDEKATAN MULTIKULTUR BERBASIS CONTENT DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI SMA YP UNILA BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRACT

CONTENT BASED MULTICULTURAL APPROACH IN CIVIC EDUCATION LEARNING AT SMA YP UNILA BANDAR LAMPUNG

By Hermi Yanzi

The Multicultural education paradigm points the education as cultural transformation domain which revealed discriminative practice in educational process. Multicultural education can be presented in various approaches, that is;

content oriented programs, student oriented programs and socially oriented programs. This research focuses on multicultural approach’s problems that emphasizes on the content of civic education learning; therefore the objective of this research is to obtain a description about content based multicultural approach in civic educational learning at SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung. This research uses qualitative approach. The populations in this research are civic education subject teacher, students and headmaster. Observation sheet, interview and documentation are used as data collecting instrument. Analysis Interactive Model from Milles and Huberman is used to analyze the data in conducting the data collecting, data reduction, data presentation and conclusion making.

Research result shows that multicultural approach used by civic education subject teacher at SMA Yayasan Pembina Unila emphasizes on material content (content oriented programs) by embedding on multicultural values: democracy values and Human Rights values. However, at learning implementation found that there is dominant values applied and there are several democracy values and Human Right values which are not dominantly appeared in learning as to indicator of democracy values and Human Rights values, the learning procedure has not yet follow multicultural education learning stages as well. This is caused by the teacher lack of understanding about values essence of Human Rights and democracy that should be taught comprehensively. Class arrangement, media and strategy including learning result evaluation criteria by using multicultural approach has not achieved the standard yet. Hence, multicultural education with its various approaches needs comprehension, practice and open minded either in thought and also attitude that must be possessed by teacher to carry out it in learning, the suggestion proposed is that the headmaster needs to provide chance and delegate the teacher to attend education and training related to teaching ability improvement as such teaching ability in applying this multicultural approach. Keywords: multicultural approach, democracy values and Human Right values


(2)

ABSTRAK

PENDEKATAN MULTIKULTUR BERBASIS

CONTENT

DALAM PEMBELAJARAN PENDIDIKAN

KEWARGANEGARAAN DI SMA YP UNILA

BANDAR LAMPUNG

Oleh

Hermi Yanzi

Perspektif pendidikan multikultur memandang pendidikan sebagai ruang transformasi budaya yang membongkar praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Pendidikan multikultur dapat disajikan dalam berbagai pedekatan, yaitu; content oriented programs, student oriented programs dan socially oriented programs. Penelitian ini terfokus pada masalah pendekatan multikultur yang menekankan pada isi dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, oleh karena itu tujuan penelitian ini untuk mendapatkan gambaran tentang pendekatan multikultur berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, siswa dan kepala sekolah. Instrumen pengumpul data menggunakan panduan observasi, wawancara dan dokumentasi. Analisis data menggunakan Analysis Interactive Model dari Milles and Huberman, dilakukan melalui pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendekatan multikultur yang digunakan oleh guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila menekankan pada isi materi (content oriented programs) dengan menanamkan nilai-nilai multikultur, yaitu nilai demokrasi dan nilai hak asasi manusia. Tetapi dalam pelaksanaan pembelajaran terdapat nilai-nilai yang dominan diterapkan dan ada beberapa nilai demokrasi dan nilai hak asasi manusia yang tidak dominan muncul dalam pembelajaran sebagaimana indikator nilai demokrasi dan nilai hak asasi manusia serta prosedur pembelajarannya belum mengikuti tahapan pembelajaran pendidikan multikultur. Hal ini disebabkan diantaranya oleh ketidak-pahaman guru terhadap esensi nilai-nilai dari nilai hak asasi manusia dan demokrasi yang harus diajarkan secara menyeluruh. Mengenai pengaturan kelas, media dan strategi termasuk kriteria penilaian hasil belajar dengan pendekatan multikultur belum memenuhi syarat. Oleh karena itu pendidikan multikultur dengan berbagai pendekatannya memerlukan pemahaman, latihan dan adanya keterbukaan baik secara pemikiran maupun sikap yang harus dimiliki oleh guru untuk mampu melaksanakannya dalam pembelajaran, saran yang diajukan adalah perlunya kepala sekolah memberi kesempatan dan mengirim guru untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang peningkatan kemampuan mengajar seperti kemampuan mengajar menerapkan pendekatan multikultur ini. Kata Kunci. pendekatan multikultur, nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai hak asasi manusia


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1

Kesimpulan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses pembelajaran pendekatan multikultur dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung, sesuai dengan objek penelitian sebagai berikut:

1. Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multikultur yang menekankan pada isi materi atau kurikulum (content oriented programs) atau berbasis content memungkinkan terakomodasinya nilai-nilai keberagaman bangsa, terutama bagi bangsa Indonesia. Pembelajaran di SMA Yayasan Pembina Unila telah dilaksanakan dengan mengacu kepada kandungan pesan UU. No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas Pasal 4 Ayat 1, bahwa pola pendidikan harus bernuansakan multikultural dalam rangka membelajarkan siswa untuk mampu dan terbiasa hidup bersama dalam suasana penuh dengan perbedaan dimana membelajarkan siswa untuk mampu dan terbiasa hidup bersama dalam suasana penuh dengan perbedaan.

2. Guru mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung dalam melaksanakan pembelajaran menggunakan pendekatan multikultur yang memiliki kecenderungan berbasis content atau mengkolaborasikan nilai-nilai multikultur dalam


(4)

pelaksanaan pembelajarannya. Kegiatan awal para guru melakukan analisis content materi yang memiliki kandungan nilai-nilai multikultur yang ditambahkan menjadi pesan materi, dalam pelaksanaannya para guru menanamkan nilai-nilai multikultur yaitu nilai demokrasi dan nilai HAM. Pada akhir pembelajaran kegiatan evaluasi dilakukan dengan lebih banyak pada menyimpulkan catatan proses selama pembelajaran berlangsung dengan menggunakan skala pengamatan. Penekanan keberhasilan pembelajaran lebih kepada aspek afektif yaitu siswa mampu hidup berdampingan dalam suasana yang penuh dengan perbedaan. Sebagai indikatornya ia mampu menerapkan nilai-nilai demokrasi dan nilai-nilai HAM.

3. Pelaksanaan pendekatan multikultur di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung menggunakan pendekatan yang menekankan pada isi (content oriented programs) atau berbasis content dengan berbagai kekhasan dalam pelaksanaanya diantaranya dengan membelajarkannya dipadukan dengan berbagai macam model pembelajaran seperti

pembelajaran holistik, terpadu dan kontekstual.

4. Dalam Pelaksanaan pembelajar belum mengikuti tahapan dalam

pembelajaran pendidikan multikultur atau pendekatan multikultur. Materi hanya dibahas dalam diskusi kelompok seperti biasa.

5. Nilai-nilai multikultur tidak di bahas secara eksplisit tetapi terimplisit pada materi pelajaran. Muncul tidaknya nilai-nilai multikultur dalam proses pembelajaran dipengaruhi oleh karakteristik materi yang diajarkan


(5)

6. Kondisi kelas yang ada di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung masih konvensional, seharusnya kelas yang proses pembelajarannya dengan menggunakan pendekatan multikultur harus disetting sedemikian rupa, yang memungkinkan siswa mendapat kemudahan menggali

informasi dan kecakapan tentang bagaimana seharusnya berinteraksi dengan teman yang berbeda budaya.

7. Media yang dipakai dalam proses pembelajaran di SMA Yayasan Pembina Unila belum lengkap, karena pada saat materi belajar tentang Menghargai persamaan kedudukan warga negara tanpa membedakan ras, agama, gender, golongan, budaya, dan suku hanya diberikan teorinya saja tanpa disajikan dengan media audio visual seperti film dokumenter. Walaupun sekolah ini terbilang sekolah yang memiliki fasilitas yang memadai seperti LCD, tetapi penggunaanya hanya sebatas alat bantu guru dalam

mempresentasikan materinya, tetapi penggunaanya belum maksimal. Akibatnya pembelajaran hanyalah sebuah cerita, karena siswa hanya belajar larut dalam teori saja, tanpa melihat faktanya berupa pemutaran film yang mengandung unsur persoalan kultur dalam kehidupan sehari-hari.

8. Strategi pembelajaran yang dilakukan oleh guru-guru Pendidikan

Kewarganegaraan SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung masih monoton, terlihat dari kegiatan siswa yang hanya sebatas membahas materi dalam kelompok, presentasi, sumbang saran dan guru menengahi suasana pembelajaran dengan bertindak sebagai narasumber. Seharusnya


(6)

kegiatan siswa diselingi dengan mengkaji kasus yang ditayangkan lewat media belajar seperti film dokumenter, sehingga akan membuat siswa tidak merasa bosan. Selain itu juga pembelajaran masih sebatas terjadi di ruang kelas, jika memungkinkan siswa dapat diajak belajar di luar kelas.

9. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru pendidikan

kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila menanamkan nilai multikultur dalam hal ini penanaman nilai demoktrasi lebih dominan nampak pada nilai: kebebasan dan tanggung jawab, persamaan,

keterbukaan, menghilangkan prasangka, berpikir kritis, solidaritas dalam kelompok walaupun berasal dari latar belakang yang berbeda. Dalam hal pembelajaran nilai HAM (hak asasi manusia) lebih banyak nampak pada penanaman nilai kebenaran, kesamaan dan keadilan, penghormatan pada martabat manusia, penerimaan atau penghargaan kebhinekaan, kebebasan dan tanggungjawab serta kerjasama. Padahal nilai-nilai yang ditanamkan tersebut harus menyeluruh dan proporsional sebagai nilai-nilai kebaikan yang harus dimiliki oleh siswa.

10.Terhadap adanya beberapa nilai-nilai yang tidak nampak atau kecederungannya kurang dibelajarkan disebabkan oleh beberapa hal diantaranya adalah:

a. Konteks materi yang diajarkan tidak mengarak kepada penanaman nilai tersebut, seperti nilai penghormatan pada hukum. Kemungkinan tidak nampak ketika materinya membahas tentang persamaan


(7)

b. Diakibatkan kelalaian guru, yang disebabkan kekurang pahamann guru terhadap pesan-pesan nilai yang harus disampaikan.

c. Strategi guru yang tidak tepat sehingga hanya nampak nilai-nilai tertentu saja dan berulang karena strategi yang dikuasai guru hanya itu-itu saja.

5.2

Saran

Berdasarkan kesimpulan yang telah dikemukakan, dapat disampaikan saran-saran yang perlu menjadi bahan masukan bagi kepala sekolah dan semua pihak yang mempunyai kepentingan terhadap dunia pembelajaran.

a. Kepala Sekolah perlu memberi kesempatan dan mengirim guru untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan tentang peningkatan kemampuan mengajar seperti kemampuan mengajar menerapkan pendekatan multikultur.

b. Guru perlu memahami secara benar esensi nilai yang akan diajarkan sebagai bagian dari pesan materi yang disampaikan. Kegiatan ini diawali dengan menganalisis materi pada saat menyusun perencanaan

pembelajaran. Seorang guru yang profesional sudah seharusnya menguasai berbagai metode, pendekatan dan strategi dalam pembelajaran termasuk pendekatan multikultur dalam penenlitian ini.


(8)

c. Guru perlu membuat analisis materi dan tujuan pembelajaran, menetapkan kriteria pencapaian tujuan pembelajaran, menata ruang kelas, kreatif dalam memilih dan memanfaat media dan sumber belajar yang tepat, untuk lebih memfokuskan pelayanan pendidikan sesuai dengan karakteristik dan prinsip perkembangan siswa, memenuhi kebutuhan belajarnya serta menempatkan siswa sebagai fokus pembelajaran.


(9)

I. PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan sesuatu yang sangat penting bagi pembentukan karakter sebuah peradaban dan kemajuan yang mengiringinya. Tanpa pendidikan, sebuah bangsa atau masyarakat akan sulit mendapatkan kemajuannya sehingga menjadi bangsa atau masyarakat yang kurang beradab. Karena itu, sebuah peradaban yang memberdayakan akan lahir dari suatu pola pendidikan dalam skala luas yang tepat guna dan efektif bagi konteks dan mampu menjawab segala tantangan zaman. Namun, setelah melihat fakta akhir-akhir ini, ternyata pendidikan yang tepat guna itu belum berjalan dan bahkan mungkin ada yang salah dalam penerapannya.

Banyak sekali kehidupan yang eksklusif-destruktif terjadi di masyarakat dalam beberapa dasawarsa terakhir yang tidak terlepas dari peran pendidikan di

dalamnya. Karena itu, kehidupan yang harmonis, inklusif dan toleran harus bisa diciptakan saat ini juga. Tentu yang paling sistematis dan efektif adalah melalui pendidikan dengan berbagai pendekatan, yakni pendidikan dengan pendekatan multikultur, dengan harapan terwujudnya sebuah kehidupan yang harmonis, damai, selaras dan berperadaban dengan mengedepankan semangat saling bekerja sama dalam menegakkan kebenaran dan kebaikan serta menjauhi segala bentuk kerusakan dan sangat membahayakan bagi eksistensi kemanusiaan manusia itu sendiri, seperti perpecahan kelompok yang disebabkan karena adanya konflik


(10)

yang berhubungan dengan perbedaan secara kultur yang dibawa sejak lahir secara

kodrati.

Menurut para ahli sosiologi pendidikan, terdapat relasi timbal-balik (resiprokal) antara dunia pendidikan dengan kondisi sosial masyarakat. Relasi ini bermakna bahwa apa yang berlangsung dalam dunia pendidikan merupakan gambaran dari kondisi yang sesungguhnya di dalam kehidupan masyarakat yang kompleks. Demikian juga sebaliknya, kondisi masyarakat, baik dalam aspek kemajuan, peradaban, dan sejenisnya, tercermin dalam kondisi dunia pendidikannya. Oleh karena itu, majunya dunia pendidikan dapat dijadikan cerminan majunya masyarakat dan dunia pendidikan yang berjalan kurang baikjuga menjadi cerminan kondisi masyarakat yang juga penuh dengan persoalan.

Masyarakat, sebagaimana dikatakan Gunawan (200;54), memiliki fungsi sebagai penerus budaya suatu dari satu generasi ke generasi selanjutnya. Proses ini berlangsung secara dinamis, sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan masyarakat. Sedangkan media untuk alih budaya ini adalah pendidikan dan interaksi sosial. Dalam kerangka ini, pendidikan dapat diartikan sebagai proses sosialisasi, yaitu sosialisasi nilai, pengetahuan, sikap dan keterampilan antar generasi.

Ditinjau dari peran dan tanggung jawab guru dalam mewujudkan keberhasilan pembelajaran di kelas, guru memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Peran guru untuk mewujudkan keberhasilan anak didik dalam belajar berkisar 90%, sedangkan anak didik hanya 10% (Naim 2008; 206).


(11)

Hal ini menunjukkan bahwa peran guru sangat menentukan karakteristik dan

kemampuan anak didik dalam memahami materi pelajaran. Jika guru rendah motivasi mengajarnya dan sempit pengetahuannya, maka anak didik pun akan rendah motivasi belajarnya dan sempit pula pengetahuan yang dimilikinya.

Pembelajaran di sekolah sudah tidak sesuai lagi menggunakan sistem paksaan yang jauh dari demokratis dan bahkan menenggelamkan HAM (hak asasi manusia) seseorang, tetapi lebih pada proses memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap dalil atau dasar tentang segala sesuatu yang diketahui, pendidikan yang membebaskan, demokratis dan menjunjung tinggi HAM dengan memandang perebadaan adalah sebagai anugrah. Dengan demikian karakteristik pembelajaran di sekolah dapat dikatakan kontekstual, yaitu memberikan landasan atau dalil secara tekstual terhadap segala sesuatu yang dikerjakan. Misalnya anak didik mengerti mengapa umat Islam wajib shalat lima waktu sehari semalam, anak didik mengerti alasan atau dalil mengapa umat Islam diwajibkan menjalankan ibadah puasa Ramadhan. Anak didik juga mengetahui mengapa manusia dilarang bertengkar, konflik dan sejenisnya. Selain itu, anak didik juga dapat memahami bagaimana hidup bermasyarakat secara damai, rukun dan saling membantu, manusia dilarang berzina, mencuri dan juga dilarang melakukan korupsi.

Perspektif pendidikan multikultur, memandang pendidikan sebagai ruang

tranformasi budaya yang membongkar praktik-praktik diskriminatif dalam proses pendidikan. Dalam konteks ini, pendidikan multikultural merupakan pendekatan progresif, pendekatan ini sejalan dengan prinsif penyelenggaraan pendidikan yang termaktub dalam Undang Undang dan Sistem Pendidikan (Sisdiknas) Tahun 2003


(12)

Pasal 4 ayat 1, yang berbunyi bahwa pendidikan diselenggarakan secara

demokratis dan berkeadilan serta tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM), nilai agama, nilai kultur, dan kemajemukan bangsa.

Pembelajaran di jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) hendaknya lebih menekankan pada optimalisasi peran rasionalitas anak didik. Pembelajaran lebih bersifat rasionalisasi teori-teori dan pembiasaan perbedaan pendapat. Hal ini penting karena anak didik pada dasarnya terlahir membawa kecerdasan yang majemuk dan masing-masing kecerdasan memiliki irama perkembangan berbeda antara anak didik satu dengan yang lain sebagai akibat dari perkembangan pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki. Dalam konteks sosial budaya masyakat di Indonesia, hal ini penting dipersiapkan sebagai bekal untuk mampu bertahan hidup dalam masyarakat yang multikultur.

Ada dua hal yang penting perlu disampaikan di jenjang SMA dengan harapan para lulusan sudah memiliki kemapanan daya rasionalitas dan terbiasa menghadapi perbedaan atau problema kehidupan. Pertama, guru harus mampu mendesain pembelajarannya dengan lebih menekankan aspek rasionalitas terhadap nilai-nilai multikultural. Konsekuensinya, guru harus mampu melakukan rasionalisasi terhadap nilai-nilai multikultural di sekolah dalam hal ini pembelajaran di kelas. Kedua, guru harus menyadari bahwa mengajar memiliki sifat yang sangat

kompleks karena melibatkan aspek pedagogis, psikologis dan didaktis secara bersamaan. Aspek pedagogis menunjukkan pada kenyataan bahwa mengajar di sekolah berlangsung dalam suatu lingkungan pendidikan, karena itu guru harus mendampingi peserta didik menuju kesuksesan belajar atau kedewasaan. Aspek


(13)

psikologis menunjukkan pada kenyataan bahwa peserta didik yang belajar pada

umumnya memiliki taraf perkembangan kejiwaan atau kedewasaan yang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga menuntut materi yang berbeda pula. Selain itu aspek psikologis menunjukkan pada kenyataan bahwa proses belajar itu sendiri mengandung variasi.

Untuk mengakomodasi kondisi pendidikan secara ideal sebagaimana uraian di atas, diperlukan sebuah pendekatan dalam pembelajaran yang mampu

menanamkan nilai-nilai sosial dalam masyarakat yang penuh keberagaman. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan pemahaman kehidupan sosial memiliki posisi strategis untuk mengembangkan kondisi pendidikan yang mencerminkan situasi masyarakat Indonesia yang multikultur.

Tuntutan UU Sisdiknas Tahun 2003 Pasal 4 Ayat 1, pola pendidikan harus bernuansakan multikultur dalam rangka membelajarkan siswa untuk mampu dan terbiasa hidup bersama dalam suasana penuh dengan perbedaan. Hal ini juga yang dilakukan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung selain dengan dasar pertimbangan kondisi sub kultur siswanya yang beragam dari sisi suku, agama dan budaya yang dimiliki.

Pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multikultur

memungkinkan terakomodasinya nilai-nilai keberagaman bangsa, terutama bangsa Indonesia. Pembelajaran multikultural di SMA Yayasan Pembina Unila telah dilaksanakan dengan mengacu kepada pesan UU Sisdiknas Tahun 2003 dimana membelajarkan siswa untuk mampu dan terbiasa hidup bersama dalam suasana


(14)

penuh dengan perbedaan. Pelaksanaannya dikemas dalam proses pembelajaran

dengan memadukan materi pembelajaran dengan nilai-nilai multikultur. Yang menjadi keunikannya adalah nilai-nilai multikultur yaitu nilai demokrasi dan HAM tidak dibahas secara spesifik tetapi di integrasikan dalam pesan materi pembelajaran. Proses pembelajaran lebih banyak dilakukan dengan diskusi kelompok dan pemecahan kasus-kasus yang memungkinkan tergalinya nilai-nilai multikultur yang harus dipahami oleh siswa.

Tentu saja dengan berbagai keterbatasan pendidikan multikultur dalam praktik banyak mengalami tantangan dan kendala baik dalam masyarakat itu sendiri maupun pihak luar. Tantangan dan kendala dari dalam terutama dari kelompok masyarakat yang menghendaki kemapanan dan kebiasaan hidup linear, mereka enggan hidup dalam perbedaan dan semuanya harus sama atau satu paham. Sementara itu tantangan dan kendala dari luar terutama berkenaan dengan kebijakan secara politik dan adanya infiltrasi dari kebudayaan lain.

Program pendidikan multikultur dapat disajikan tipologinya berdasarkan pendekatan yang penekanan utamanya yaitu: a) content oriented program, b)

student oriented program dan c) socially oriented program.

Menurut program yang berorientasi pada isi (content oriented program)

pendidikan multikultur disajikan dengan menghadapkan siswa pada berbagai jenis budaya sebagai materi yang harus diperkenalkan, meskipun terkadang sangat bertolak belakang dengan kebudayaan. Tujuan utama memasukkan materi perbedaan kelompok budaya ke dalam kurikulum dan materi pendidikan adalah


(15)

agar dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang kelompok-kelompok budaya

lain.

Program yang berorientasi pada siswa (student oriented program), pendidikan multikultur hendaknya memperhatikan berbagai perbedaan latar belakang siswa, untuk ini harus berhati-hati karena jangan sampai menyinggung perasaan siswa karena dari kelompok minoritas dan jangan lupa bahwa pendidikan multikultur ini justru sebagai usaha untuk saling menghargai dan menghormati kelompok yang berbeda. Menurut Banks (1994) yang perlu dicatat bahwa:

Program ini harus dapat mengangkat tentang keberagaman etnik, budaya, jenis kelamin, sehingga program yang berorientasi siswa ini adalah

intended to increase the academis echievement of these group, even when they do not involve extensive changes in the cotent of the curriculum.

Melalui program pendidikan multikultural yang berorientasi siswa ini sangat diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun eksistensinya sebagai warga masyarakat dan mereka dapat saling belajar. Program ini dapat juga dipandang sebagai program kompensasi dengan saling belajar dan memahami perbedaan kultur diantara mereka.

Sedangkan program yang berorientasi pada sosial (socially oriented program) merupakan program pendidikan multikultur yang bukan untuk meningkatkan kemampuan akademik ataupun pengetahuan multikultur, tetapi meningkatkan rasa toleran budaya dan ras serta harga diri. Menurut Banks (1994) kategori program ini:

Meliputi tidak hanya di desain untuk menstruktur dan menghapuskan prasangka (perbedaan suku), tetapi juga didesain untuk mningkatkan semua jenis kontak antar ras, yaitu: program untuk menghapuskan perasaan perbedaan guru minoritas, program anti bias dan sebagainya. Dengan program belajar kooperatif (cooverative learning programs).


(16)

Pada prinsipnya pembelajaran di sekolah harus mampu membelajarkan pendidikan multikultur sebagaimana pesan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003. Setiap guru mata pelajaran hendaknya mampu mengemas materi pelajaran bernuansakan nilai-nilai multikultural. Mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran sampai pada tahap pengevaluasian pembelajarannya.

Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang memberikan pemahaman kehidupan sosial memiliki posisi strategis untuk mengembangkan kondisi pendidikan yang mencerminkan situasi masyarakat Indonesia yang multikultural. Usaha mewujudkan keberhasilan pembelajaran di kelas guru memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat besar, terlebih pada penanaman dan pembiasaan nilai-nilai multikultural pada anak didik.

Di lain pihak pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multikultur di sekolah masih banyak mengalami kendala, diantaranya tingkat pemahaman warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pengambil

kebijakan, guru sebagai pelaksana di kelas, termasuk tingkat kesadaran siswa akan pentingnya pemahaman dan membiasakan diri menerapkan nilai-nilai

multikultural serta persepsi masyarakat dalam hal ini orangtua masih rendah. Kehidupan sekolah yang masih berkelompok dan terkotak-kotak karena perbedaan jender, kelas sosial, suku bahkan agama masih sering dijumpai. Padahal fakta kehidupan sosial seperti itu sangat membahayakan keutuhan dan kesatuan bangsa.


(17)

Tingkat pemahaman guru dan daya dukung warga sekolah menentukan

keberhasilan pembelajaran bernuansakan nilai-nilai multikultural. Dalam hal ini pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultural.

Di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat materi pendidikan kewarganegaraan, sebagai usaha membentuk warganegara yang baik, yaitu berkarakter sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia.

Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang ada di sekolah pada umumnya dan juga terjadi di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung dapat dikatakan lebih menekankan pada aspek kognitif saja, oleh karena itu

pembelajaran yang dilakukan oleh guru hanya sebatas pengkajian teoritis. Belum kepada anak diajak untuk memaknai suatu pristiwa kehidupan yang senyatanya terjadi di lingkungan masyarakat. Sehingga pada akhirnya memunculkan individu-individu yang egoistis, sukuisme dan primordial. Padahal hal itu semua sangat bertentangan dengan pola kehidupan bangsa Indonesia ini yang penuh dengan keberagaman budaya.

Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa bangsa Indonesia sangat rawan terhadap konflik, akibat dari bersinggungannya berbagai aspek kehidupan, mulai dari masalah kelas-kelas sosial dalam masyarakat hingga mengarah kepada SARA, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi keutuhan bangsa. Untuk itu, sebagai pendidik tentunya sudah saatnya kita berpikir, bagaimana kita mampu merekayasa sebuah pembelajaran yang mampu merubah pola pikir keberagaman itu menjadi sebuah pemahaman konsep untuk bersatu secara utuh.


(18)

Dalam usaha mengatasi itu semua tentu berbagai upaya perlu dilakukan

diantaranya melalui media pendidikan dalam hal ini sekolah, dengan

pembelajaran yang memberikan pemahaman akan makna kehidupan yang penuh dengan keberagaman, termasuk juga memberikan keteladanan kepada siswa. Untuk itu pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai multikultural merupakan sesuatu yang mendesak untuk di lakukan dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merencanakan sebuah penelitian yang berjudul ”Pendekatan Multikultur Berbasis Content Dalam Pembelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan”

1.2

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah pendekatan multikultur berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dari pembelajaran ini akan di teliti tentang persiapan pembelajaran, proses dan evaluasi pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultur yang

menekankan pada isi atau kurikulum (content oriented programs) di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pembelajaran

menggunakan pendekatan multikultur yang berorientasi pada isi (content oriented programs) atau berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan


(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dipilih dan dirumuskan di atas, Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pembelajaran menggunakan pendekatan multikultur yang berorientasi pada isi (content oriented programs) atau berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sehingga didapat suatu informasi keunikan yang seperti apakah pelaksanaan pendekatan pendidikan multikultur dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menekankan pada isi (content oriented programs) atau berbasis content.

1.5

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dan sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak, antara lain:

A. Secara umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultural. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi belajar siswa.

B. Secara khusus

1. Bagi peneliti, dengan melakukan penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan memperluas serta memperdalam wawasan dalam dinamika pengetahuan khusunya yang berkenaan dengan masalah proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta


(20)

pemahaman tentang pendidikan berbhineka tunggal ika atau

pendidikan multikultural.

2. Bagi Lembaga, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada lembaga (FKIP Unila) dalam rangka mengembangkan proses dan materi perkuliahan tentang pentingnya pendekatan multikultur dalam proses pembelajaran akan kebutuhan kajian teori.

3. Bagi Program Studi PPKn FKIP Unila, sebagai salah satu referensi bagi dosen dan mahasiswa untuk memahami dan melaksanakan aplikasi desain pembelajaran dan penerapan pendekatan multikultural. 4. Bagi Guru pada umumnya, sebagai salah satu referensi untuk

memahami dan melaksanakan aplikasi desain pembelajaran dan pendekatan multikultural dalam rangka meningkatkan hasil belajar.


(1)

agar dapat meningkatkan pengetahuan siswa tentang kelompok-kelompok budaya

lain.

Program yang berorientasi pada siswa (student oriented program), pendidikan multikultur hendaknya memperhatikan berbagai perbedaan latar belakang siswa, untuk ini harus berhati-hati karena jangan sampai menyinggung perasaan siswa karena dari kelompok minoritas dan jangan lupa bahwa pendidikan multikultur ini justru sebagai usaha untuk saling menghargai dan menghormati kelompok yang berbeda. Menurut Banks (1994) yang perlu dicatat bahwa:

Program ini harus dapat mengangkat tentang keberagaman etnik, budaya, jenis kelamin, sehingga program yang berorientasi siswa ini adalah intended to increase the academis echievement of these group, even when they do not involve extensive changes in the cotent of the curriculum. Melalui program pendidikan multikultural yang berorientasi siswa ini sangat diharapkan dapat membantu siswa dalam membangun eksistensinya sebagai warga masyarakat dan mereka dapat saling belajar. Program ini dapat juga dipandang sebagai program kompensasi dengan saling belajar dan memahami perbedaan kultur diantara mereka.

Sedangkan program yang berorientasi pada sosial (socially oriented program) merupakan program pendidikan multikultur yang bukan untuk meningkatkan kemampuan akademik ataupun pengetahuan multikultur, tetapi meningkatkan rasa toleran budaya dan ras serta harga diri. Menurut Banks (1994) kategori program ini:

Meliputi tidak hanya di desain untuk menstruktur dan menghapuskan prasangka (perbedaan suku), tetapi juga didesain untuk mningkatkan semua jenis kontak antar ras, yaitu: program untuk menghapuskan perasaan perbedaan guru minoritas, program anti bias dan sebagainya. Dengan program belajar kooperatif (cooverative learning programs).


(2)

Pada prinsipnya pembelajaran di sekolah harus mampu membelajarkan pendidikan multikultur sebagaimana pesan Undang-Undang Sisdiknas Tahun 2003. Setiap guru mata pelajaran hendaknya mampu mengemas materi pelajaran bernuansakan nilai-nilai multikultural. Mulai dari penyusunan perencanaan, pelaksanaan pembelajaran sampai pada tahap pengevaluasian pembelajarannya. Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran yang

memberikan pemahaman kehidupan sosial memiliki posisi strategis untuk mengembangkan kondisi pendidikan yang mencerminkan situasi masyarakat Indonesia yang multikultural. Usaha mewujudkan keberhasilan pembelajaran di kelas guru memiliki peranan dan tanggung jawab yang sangat besar, terlebih pada penanaman dan pembiasaan nilai-nilai multikultural pada anak didik.

Di lain pihak pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan multikultur di sekolah masih banyak mengalami kendala, diantaranya tingkat pemahaman warga sekolah dalam hal ini kepala sekolah selaku pengambil

kebijakan, guru sebagai pelaksana di kelas, termasuk tingkat kesadaran siswa akan pentingnya pemahaman dan membiasakan diri menerapkan nilai-nilai

multikultural serta persepsi masyarakat dalam hal ini orangtua masih rendah. Kehidupan sekolah yang masih berkelompok dan terkotak-kotak karena perbedaan jender, kelas sosial, suku bahkan agama masih sering dijumpai. Padahal fakta kehidupan sosial seperti itu sangat membahayakan keutuhan dan kesatuan bangsa.


(3)

Tingkat pemahaman guru dan daya dukung warga sekolah menentukan

keberhasilan pembelajaran bernuansakan nilai-nilai multikultural. Dalam hal ini pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultural.

Di setiap jenis, jalur dan jenjang pendidikan wajib memuat materi pendidikan kewarganegaraan, sebagai usaha membentuk warganegara yang baik, yaitu berkarakter sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia.

Pembelajaran Pendidikan kewarganegaraan yang ada di sekolah pada umumnya dan juga terjadi di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung dapat dikatakan lebih menekankan pada aspek kognitif saja, oleh karena itu

pembelajaran yang dilakukan oleh guru hanya sebatas pengkajian teoritis. Belum kepada anak diajak untuk memaknai suatu pristiwa kehidupan yang senyatanya terjadi di lingkungan masyarakat. Sehingga pada akhirnya memunculkan individu-individu yang egoistis, sukuisme dan primordial. Padahal hal itu semua sangat bertentangan dengan pola kehidupan bangsa Indonesia ini yang penuh dengan keberagaman budaya.

Sebagaimana kita pahami bersama, bahwa bangsa Indonesia sangat rawan terhadap konflik, akibat dari bersinggungannya berbagai aspek kehidupan, mulai dari masalah kelas-kelas sosial dalam masyarakat hingga mengarah kepada SARA, hal ini sangat tidak menguntungkan bagi keutuhan bangsa. Untuk itu, sebagai pendidik tentunya sudah saatnya kita berpikir, bagaimana kita mampu merekayasa sebuah pembelajaran yang mampu merubah pola pikir keberagaman itu menjadi sebuah pemahaman konsep untuk bersatu secara utuh.


(4)

Dalam usaha mengatasi itu semua tentu berbagai upaya perlu dilakukan

diantaranya melalui media pendidikan dalam hal ini sekolah, dengan

pembelajaran yang memberikan pemahaman akan makna kehidupan yang penuh dengan keberagaman, termasuk juga memberikan keteladanan kepada siswa. Untuk itu pembelajaran yang menerapkan nilai-nilai multikultural merupakan sesuatu yang mendesak untuk di lakukan dengan baik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka penulis merencanakan sebuah penelitian yang berjudul ”Pendekatan Multikultur Berbasis Content Dalam Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan”

1.2

Fokus Penelitian

Fokus dalam penelitian ini adalah pendekatan multikultur berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan. Dari pembelajaran ini akan di teliti tentang persiapan pembelajaran, proses dan evaluasi pembelajaran pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultur yang

menekankan pada isi atau kurikulum (content oriented programs) di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung.

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian, maka masalah yang akan diungkap dalam penelitian ini adalah “Bagaimanakah pembelajaran

menggunakan pendekatan multikultur yang berorientasi pada isi (content oriented programs) atau berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan


(5)

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang dipilih dan dirumuskan di atas, Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran tentang pembelajaran menggunakan pendekatan multikultur yang berorientasi pada isi (content oriented programs) atau berbasis content dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan di SMA Yayasan Pembina Unila Bandar Lampung, mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Sehingga didapat suatu informasi keunikan yang seperti apakah pelaksanaan pendekatan pendidikan multikultur dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan yang menekankan pada isi (content oriented programs) atau berbasis content.

1.5

Kegunaan Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang berarti dan sumbangan pemikiran terhadap berbagai pihak, antara lain:

A. Secara umum

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dengan menggunakan pendekatan multikultural. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi belajar siswa.

B. Secara khusus

1. Bagi peneliti, dengan melakukan penelitian ini dapat memperkaya ilmu pengetahuan dan memperluas serta memperdalam wawasan dalam dinamika pengetahuan khusunya yang berkenaan dengan masalah proses pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan serta


(6)

pemahaman tentang pendidikan berbhineka tunggal ika atau

pendidikan multikultural.

2. Bagi Lembaga, diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran kepada lembaga (FKIP Unila) dalam rangka mengembangkan proses dan materi perkuliahan tentang pentingnya pendekatan multikultur dalam proses pembelajaran akan kebutuhan kajian teori.

3. Bagi Program Studi PPKn FKIP Unila, sebagai salah satu referensi bagi dosen dan mahasiswa untuk memahami dan melaksanakan aplikasi desain pembelajaran dan penerapan pendekatan multikultural. 4. Bagi Guru pada umumnya, sebagai salah satu referensi untuk

memahami dan melaksanakan aplikasi desain pembelajaran dan pendekatan multikultural dalam rangka meningkatkan hasil belajar.