PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

(1)

PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

Arina Khusnayain Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Fisika

Jurusan Pendidikan Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(2)

ABSTRAK

PENGARUH SKILL ARGUMENTASI MENGGUNAKAN MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL)

TERHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

Oleh

ARINA KHUSNAYAIN

Proses pembelajaran yang berlangsung di sekolah saat ini kurang memperhatikan literasi sains siswa. Hal ini mengakibatkan siswa Indonesia memiliki literasi sains yang masih rendah. Upaya mengembangkan literasi sains siswa dilakukan dengan menerapkan pembelajaran yang mengajak siswa untuk belajar sains dengan membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, fakta, serta pertimbangan argumen. Proses pembelajaran ini mengajak siswa untuk mengasah skill argumentasinya sehingga mampu menyelesaikan permasalahan sains yang ada di lingkungannya. Proses pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat digunakan untuk merangsang siswa menggunakan skill argumentasinya dalam penyelesaian masalah. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mendeskripsikan pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP, dan (2) mengetahui peningkatan literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi. Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 1 Bangunrejo, menggunakan satu kelas yaitu kelas VIIIB


(3)

Arina Khusnayain

iii Posttest. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa: (1) terdapat pengaruh linear yang positif dan signifikan antara skill argumentasiterhadap literasi sains siswa SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan persamaan regresinya adalah Y` = 38,133 + 0,607X, dan (2) terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa SMP dengan menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain rata-rata 0,61 yang termasuk dalam kategori sedang.


(4)

ABSTRACT

THE INFLUENCE ARGUMENTATION SKILL USING PROBLEM BASED LEARNING (PBL) TO SCIENCE LITERACY OF

STUDENT JUNIOR HIGH SCHOOL By

ARINA KHUSNAYAIN

Learning process in schools today less attention to scientific literacy of students. This resulted Indonesian students have scientific literacy is still low. Efforts to develop scientific literacy of students is done by applying learning invites students to learn science by confirming something by reason, facts, and consideration of the arguments. This learning process invites students to hone their skills so that the argument that science is able to solve the problems existing in the

environment. The learning process of Problem Based Learning (PBL) can be used to stimulate the students to use problem-solving skills in the argument. This study aims : (1) to describe the influence of argumentation skills to junior high students' science literacy, and (2) Knowing increase science literacy junior high school students by using argumentation skills. The research was conducted at SMP Negeri 1 Bangunrejo, using a class that VIIIB class with 32 students and the number of samples using the One-Group Pretest design - posttest. The results showed that: (1) there is a positive linear influence and significant correlation


(5)

Arina Khusnayain

v between skill argument against science literacy school students with a

contribution of 53.7% and the regression equation is `Y = 38.133 + 0.607 X, and (2) a significant increase scientific literacy of students from SMP by using argumentation skills, the value of N-average gain of 0.61 is included in the medium category.


(6)

Judul Skripsi

Nama Mahasiswa

No. Pokok Mahasiswa

Program Studi

Jurusan Fakultas

PENGARUH SXILL ARGUMEMASI MENGGI}NAKAN

MODEL Pf,MBELAJARAN PROBLEM BASED LEAfrNING PBL)MRHADAP LITERASI SAINS SISWA SMP

Nma(&+sna?oin

0913022081

Pendidikan Fisika

Pendidikan MIPA

Keguruan dan IImu Pendidikan

MENYETUJUI

lrKsmisi Pembimbing'

Ilr.

Agus Suyatna,

M.St

NrP

19600821 198503 1004

2. Ketua Jurusan Pendidikan MIPA

.-, {l

(

c(

/"

,(

\Xffir

-r-Dr. Caswita,

M.$i.

NIP

19671004 199303

I

004

rrahtnano M.Si,


(7)

Tim Penguji

Ketua

MENGESAHKAI\

: Dr. Abdnrrahmar, M.Si.

15 198503 }:fr13

,'''.ii't'

",',6

Sekretaris

: Dr. Agus SuYatnan M.SL

, , ,. :"': ':, ,i:ir:

,,.

Penguji

, :,,. ...:., .t. ti

,. .

.,i,,ri,:,,

Bukar Pembimbing :

I)*.Ifud*hg

RO*tdi*i.lM..S

.,t, ,it. "i::rij,1rir,.rr,


(8)

SURAT PER}TYATAAII

Sq1a yang bertanda tangan di bawah ini adalah:

Itlma

IIPM

Fakultas/Jurusan kogram Studi

Almat

Arina Khusnayain

0913022081

FKIPIP MIPA

Pendidikan Fisika

Desa Sidoluhur Kecamatan Bangunrejo Kabupaten

Lampung Tengah

rilenyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang penrah

diajukan

rtuk

memproleh gelar kesarjaffun di suatu perguruum tinggi, dan sepanjang

pagetahHo saya juga tidak terdapat karya atau peadapat yang pernah ditulis atau

diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang tertulis diacu dalam naskah ini dan

e€but

dalam daftar pustaka.

Bandar Lampung I 1 Juni 2013

Yang Menyatakan,

Arina

Kh.fintifi;

}IPM. A913,022AS1


(9)

xv

xv

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... . xv

DAFTAR TABEL……… xviii

DAFTAR GAMBAR………... xix

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah... 3

C. Tujuan Penelitian ... 4

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kerangka Teoritis ... 6

1. Skill Argumentasi ... 6

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) ... 10

3. Literasi Sains ... 16

B. Kerangka Pemikiran ... 20

C. Hipotesis ... 22

III. METODE PENELITIAN A. Populasi Penelitian ... 23

B. Sampel Penelitian ... 23

C. Variabel Penelitian ... 23

D. Desain Peneltian ... 24


(10)

xvi

F. Analisis Instrumen ... 26

1. Uji Validitas ... 26

2. Uji Reliabiitas ... 27

G. Teknik Pengumpulan Data ... 28

H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis ... 29

1. Perhitungan Skor N-gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi ... 29

2. Perhitungan Data Skill Agumentasi dan Data Posttest Literasi Sains ... 30

3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains ... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 35

1. Uji Instrumen Penelitian ... 35

2. Tahapan Pelaksanaan ... 39

3. Data Hasil Penelitian ... 41

4. Pengujian Hipotesis ... 44

a. Hipotesis Pertama ... 45

b. Hipotesis Kedua ... 49

B. Pembahasan ... 50

1. Pengaruh Skill Argumentasi Terhadap Literasi Sains Siswa ... 50

2. Peningkatan Literasi Sains Siswa Akibat Skill Argumentasi ... 54

V. KESIMPULANDAN SARAN A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN LAMPIRAN I. PERANGKAT PEMBELAJARAN 1. Pemetaan ... 63

2. Silabus ... 66

3. RPP ... 70


(11)

xvii

5. Kunci Jawabaan LKS ... 81

6. Kisi – Kisi Posttest ... 84

7. Soal Posttest (Penilaian Produk LP 1) ... 91

8. Lembar Penilaian Psikomotor (LP 2) ... 94

9. Rubrikasi Skill Argumentasi ... 95

10.Soal Skill Argumentasi (LP 3) ... 97

11.Lembar Penilalain Afektif (LP 4) ... 99

12.Lembar Penilaian Keterampilan Sosial) (LP 5) ... 100

13.Data Pretest Literasi Sains Siswa ... 101

14.Data Posttest Literasi Sains Siswa ... 102

15.Data Skill Argumentasi Siswa ... 103

16.Data Rekapitulasi N-gain Literasi Sains Siswa ... 105

17.Hasil Uji Validitas Soal Literasi Sains ... 107

18.Hasil Uji Reliabilitas Soal Literasi Sains ... 114

19.Hasil Analisis Soal Literasi Sains Menggunakan Anates ... 117

20.Hasil Uji Validitas Soal Skill Argumentasi ... 120

21.Hasil Uji Reliabilitas Soal Skill Argumentasi ... 124

22.Hasil Uji Normalitas Skill Argumentasi-Posttest ... 125

23.Hasil Uji Linearitas Skill Argumentasi-Posttest ... 126

24.Hasil Uji Regresi Linear Sederhana ... 128

25.Hasil Uji Normalitas Pre-Posttest ... 131

26.Hasil Uji Paired Sample t Test ... 133

27.Izin Penelitian ... 135

28.Surat Keterangan Penelitian ... 136

29.Daftar Hadir Seminar Proposal ... 137

30.Kartu Kendali ... 139


(12)

1

I.PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembelajaran sains yang berlangsung selama ini hanya sebatas proses penyampaian informasi (transfer of knowledge) dari guru ke siswa. Padahal pembelajaran sains yang baik seharusnya adalah pembelajaran yang

melibatkan siswa untuk belajar secara langsung. Meliputi berbagai kegiatan, seperti mengamati, menyelidiki, mengumpulkan bukti-bukti ilmiah, mencari berbagai informasi, dan lebih mantap lagi apabila siswa diberikan kesempatan untuk memeriksa dan menggunakan argumen guna membentuk sendiri

konsep sains yang dipelajarinya.

Sangat disayangkan, dalam pembelajaran sains perhatian guru untuk mengembangkan literasi sains siswa sangat kurang. Pada tahun 2009, Indonesia menduduki peringkat 60 dari 65 negara yang terlibat dalam PISA untuk bidang sains. Hal ini menunjukkan bahwa literasi sains siswa Indonesia masih tergolong rendah. Salah satu indikasi rendahnya literasi sains siswa adalah rendahnya motivasi belajar siswa terhadap sains. Adanya literasi sains dalam diri seorang siswa akan membawa siswa menjadi masyarakat yang mampu menguasai materi sains, memiliki kecakapan hidup dan kemampuan


(13)

2 dalam menghadapi permasalahan sains yang muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya mengembangkan literasi sains siswa dapat dilakukan melalui proses pembelajaran sains yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengetahui sains sepenuhnya dengan tidak terlalu banyak menampilkan pengajaran sains sebagai sebuah informasi. Akan tetapi, dengan suatu proses membenarkan sesuatu berdasarkan alasan, perkiraan, evaluasi, dan

pertimbangan argumen yang berbeda. Dalam hal ini, keterampilan argumentasi siswa yang dimunculkan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Rancangan proses pembelajarannya yaitu dengan

menghadapkan siswa untuk melakukan pemecahan masalah yang menjadi topik pembelajaran. Setiap siswa akan mengamati dan memecahkan masalah berdasarkan sudut pandang pribadi siswa. Perbedaan cara penyelesaian masalah antara siswa yang satu dengan yang lainnya akan memunculkan sikap untuk saling mempertahankan argumen dengan berbagai cara. Mulai dengan mengumpulkan bukti dan fakta yang ada. Siswa juga akan saling mempengaruhi satu sama lain.

Proses pembelajaran yang dirancang seperti hal tersebut di atas dapat dilakukan dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning. Adanya keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa diharapkan dapat menjadikan siswa sebagai masyarakat yang memiliki literasi sains dalam dirinya. Yaitu, dapat mengaplikasikan pengetahuan dan konsep sains dalam memecahkan permasalahan kehidupan sehari-hari.


(14)

3 Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan guru mata pelajaran IPA Fisika di SMP N I Bangurejo khususnya kelas VIII, diketahui bahwa dalam proses pembelajaran fisika yang dilakukan oleh guru kurang memperhatikan literasi sains siswa. Siswa juga tidak dibiasakan untuk memecahkan

permasalahan dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan topik pembelajaran.

Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan beberapa siswa, diketahui bahwa motivasi belajar sains (khususnya fisika) siswa kurang baik. Hal ini juga menunjukkan bahwa siswa belum memiliki

karakteristik individu yang mempunyai literasi sains. Masalah ini disebabkan karena siswa kurang merasa senang dengan pembelajaran fisika yang

diterapkan sehingga belum timbul kesadaran dalam diri siswa bahwa menyelesaikan pembelajaran dengan berhasil itu sangat penting.

Bertitik tolak dari latar belakang di atas, maka telah dilakukan penelitian eksperimen untuk melihat seberapa besar pengaruh kemampuan

berargumentasi terhadap literasi sains siswa dengan judul “Pengaruh Skill Argumentasi Menggunakan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah


(15)

4 2. Apakah terdapat peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan

skill argumentasi?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa. 2. Mengetahui peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill

argumentasi.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa manfaat, di antaranya adalah sebagai berikut:

1. Menyiapkan para siswa menjadi warga yang memiliki literasi sains, sehingga dapat secara aktif memecahkan masalah-masalah yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.

2. Guru memperoleh tambahan pengetahuan tentang teknik merancang dan mengimplementasikan pembelajaran sains.

3. Sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan pengalaman mengajar sebagai bekal di masa mendatang bagi peneliti.

E. Ruang Lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan ditawarkan untuk itu dan ada upaya untuk mempengaruhi seseorang


(16)

5 dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.

2. Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan pengetahuan sains, mengidentifikasi permasalahan dan menarik

kesimpulan berdasarkan bukti-bukti, dalam rangka membuat keputusan tentang alam dan interaksi manusia dengan alam.

3. Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata,

termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

4. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bangunrejo Semester Genap Tahun Pelajaran 2012/2013 dengan jumlah siswa 192 orang.

5. Materi yang dibelajarkan dalam penelitian ini adalah materi pokok Getaran dan Gelombang.


(17)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teoritis 1. Skill Argumentasi

Menurut Keraf (2003: 3) menyatakan bahwa,

Argumentasi adalah suatu bentuk retorika yang berusaha untuk mempengaruhi sikap dan pendapat orang lain, agar mereka itu percaya dan akhirnya bertindak sesuai dengan apa yang diinginkan oleh penulis atau pembicara.

Inch (2006: 18) mengemukakan bahwa,

Argumentasi adalah satu set pernyataan dimana klaim dibuat, dukungan ditawarkan untuk itu dan ada upaya untuk mempengaruhi seseorang dalam konteks perselisihan. Orang yang membuat klaim diharapkan untuk menawarkan dukungan lebih lanjut dengan menggunakan bukti dan penalaran. Bukti terdiri dari fakta-fakta atau kondisi yang objektif diamati, keyakinan atau pernyataan umum diterima sebagai benar oleh penerima, atau kesimpulan ditetapkan sebelumnya.

Argumentasi merupakan suatu pernyataan yang diberikan kepada orang lain dengan menyertakan bukti dan alasan logis supaya dapat diterima oleh pendengar.

Warnick & Inch dalam Widyartono (2012: 1) menyatakan bahwa, Unsur argumen terdiri atas: (1) pendirian (claim), (2) penalaran (reasoning), dan bukti (evidence).


(18)

7 Lebih lengkap lagi, StephenToulmin, mengembangkan suatu pola

argumentasi yang dikenal sebagai Toulmin`s Argumentation Pattern (TAP). TAP memiliki enam komponen utama yaitu data, claim (pendirian),warrant (dasar kebenaran), backing (dukungan), qualifiers (modalitas), reservation. Berikut ini skema TAP adalah dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.1. Toulmin`s Argumentation Pattern

(Ekanara, 2011: 9)

Argumentasi dalam pembelajaran sains sangat diperlukan untuk

membangun pondasi yang kuat dalam memahami suatu konsep. Selama ini guru kurang menggunakan argumentasi dalam pembelajaran sains. Hal ini mungkin disebabkan karena minimnya kinerja guru. Memang dalam prakteknya, untuk bisa ikut berargumen, siswa perlu memahami

pengetahuan dan fakta dengan baik, serta memiliki keterampilan penalaran yang cukup.

Aufschnaiter dalam Osborne (2012: 1) menyimpulkan bahwa, Siswa hanya bisa terlibat dalam agumentasi ketika mereka

menemukan sesuatu yang mereka kuasai dalam tugas (atau dalam pernyataan yang ditawarkan kepada mereka). Argumentasi

DATA

WARRANT

BACKING

RESERVATION QUALIFIER


(19)

8 membantu siswa untuk meningkatkan apa yang telah mereka tahu. Argumentasi tidak memberikan suatu dampak langsung terhadap pengembangan pemahaman baru siswa. Akan tetapi, argumentasi nampak mempunyai suatu fungsi ganda, 1) mendukung peningkatan pemikiran siswa (dengan cara mengembangkan satu ide yang sama atau ide lain yang berbeda); 2) argumentasi membantu siswa untuk menemukan aspek-aspek yang belum pernah dipikirkan.

Sebuah argumentasi membutuhkan kejelasan dan keyakinan dengan adanya fakta-fakta. Sehingga fakta yang digunakan harus benar adanya. Dalam memberikan sebuah argumen, ada beberapa dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi seperti yang dikemukakan Keraf (2003: 4) bahwa,

Dasar yang penting yang menjadi landasan argumentasi, pertama-tama masalah penalaran. Yaitu bagaimana dapat merumuskan pendapat yang benar sebagai hasil dari suatu proses berpikir untuk merangkaikan fakta-fakta menuju suatu kesimpulan yang dapat diterima oleh akal sehat. Kedua, bagaimanan mengadakan penilaian atau penolakan (kalau perlu) atas pendapat orang lain atau pendapat sendiri yang pernah dicetuskan.

Dalam berargumentasi, seseorang bisa saja bertujuan untuk

mempertahankan argumennya atau mempengaruhi orang lain. Sebaliknya, orang yang menjadi lawan dalam berargumentasi juga memiliki tujuan yang sama yaitu mempengaruhi kita dengan pendapatnya. Usaha dalam berargumen bisa dilakukan dengan memunculkan bukti-bukti untuk memperkuat argumen dan membuat lawan menjadi terpengaruh. Hal ini sejalan dengan Keraf (2003: 102) yang meengemukakan bahwa,

Dasar yang harus diperhatikan sebagai titik tolak argumentasi di antaranya adalah pembicara atau pengarang harus mengetahui tentang subyek yang akan dikemukakannya, sekurang-kurangnya mengenai prinsip ilmiah. Karena argumentasi pertama-tama


(20)

9 didasarkan pada fakta, informasi, evidensi, dan jalan pikiran yang menghubungkan fakta-fakta dan informasi-informasi tersebut. Argumentasi merupakan suatu cara yang berguna untuk memantapkan konsep yang dipelajari oleh siswa. Siswa akan belajar untuk menyelidiki dan mencari berbagai informasi untuk mengambil langkah dalam

penyelesaian masalah yang menjadi topik pembelajaran. Ekanara (2011: 20) mengemukakan bahwa,

Seorang guru yang tidak pernah mengizinkan siswa untuk berargumentasi akan mematikan keterampilan argumentasi yang dimiliki siswa. Guru yang menganggap siswa sebagai botol kosong yang siap diisi dengan konsep-konsep, adalah salah satu contoh lingungan belajar yang tidak mendukung siswa untuk

mengembangkan keterampilan argumentasinya. Oleh karena itu seharusnya sorang guru lebih terbuka dan memberikan siswa

kesempatan untuk berpikir dan mencari sendiri kebenaran mengenai suatu konsep agar pembelajaran yang dilakukan dapat lebih

bermakna.

Salah satu penyebab kesulitan belajar sains karena sains membutuhkan kemampuan argumentasi untuk dapat berkomunikasi. Argumentasi adalah proses yang digunakan seseorang untuk menganalisis informasi kemudian dikomunikasikan kepada orang lain.

Kualitas suatu argumentasi atau kuat lemahnya suatu argumentasi (klaim) ditentukan oleh pemahaman suatu konsep yang didukung data/bukti, warant, backing, dan bagaimana kita mengkonstruk komponen-komponen tersebut sehingga dapat meyakinkan.

Argumen yang kuat memiliki banyak pembenaran yang relevan dan spesifik untuk mendukung kesimpulan dengan bukti-bukti konsep yang


(21)

10 akurat sedangkan ciri-ciri argumentasi yang lemah ditunjukkan dengan tidak adanya pertimbangan pengetahuan ilmiah, tidak akurat, tidak spesifik, dan tidak tepat.

Ekanara (2011: 4) mengemukakan bahwa,

Keterampilan argumentasi akan digunakan siswa dalam

memecahkan setiap masalah yang dihadapinya. Siswa diharapkan menjadi produk pendidikan yang mampu bertahan dan berinovasi dalam kehidupan masyarakat, oleh karena itu diperlukan

kemampuan argumentasi yang baik pada diri siswa. Siswa yang memilki keterampilan argumentasi yang baik diharapkan akan lebih dapat bertahan karena siswa tersebut akan melakukan

pertimbangan-pertimbangan dalam setiap keputusan yang diambilnya.

2. Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Tan dalam Rusman (2010: 229) mengemukakan bahwa,

Pembelajaran berbasis masalah merupakan inovasi dalam

pembelajaran karena dalam PBM kemampuan berpikir siswa betul-betul dioptimalisasikan melalui proses kerja kelompok atau tim yang sistematis, sehingga siswa dapat memberdayakan, mengasah, menguji, dan mengembangkan kemampuan berpikirnya secara berkesinambungan.

Selain itu, Ibrahim dan Nur dalam Rusman (2010: 241) mengemukakan bahwa,

Pembelajaran berbasis masalah merupakan salah satu pendekatan pembelajaran yang digunakan untuk merangsang berpikir tingkat tinggi siswa dalam situasi yang berorientasi pada masalah dunia nyata, termasuk di dalamnya belajar bagaimana belajar.

Berdasarkan pendapat dari beberapa pendapat ahli, dapat dikatakan bahwa model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan model


(22)

11 pembelajaran yang diawali dari adanya suatu masalah dimana siswa harus mencari bagaimana penyelesaian masalah yang ada di bawah bimbingan guru.

Rusman (2010: 232-233) mengemukakan bahwa strategi belajar berbasis masalah memiliki beberapa karakteristik antara lain sebagai berikut:

1) Permasalahan menjadi starting point dalam pembelajaran; 2) Permasalahan yang diangkat adalah permasalahan yang ada di

dunia nyata yang tidak terstruktur;

3) Permasalahan membutuhkan perspektif ganda (multiple perspective);

4) Permasalahan, menantang pengetahuan yang dimiliki oleh siswa, sikap, dan kompetensi yang kemudian membutuhkan identifikasi kebutuhan belajar dan bidang baru dalam belajar; 5) Belajar pengarahan diri menjadi hal yang utama;

6) Pemanfaatan sumber pengetahuan yang beragam,

penggunaannya, dan evaluasi sumber informasi merupakan proses yang esensial dalam PBM;

7) Belajar adalah kolaboratif, komunikasi, dan kooperatif; 8) Pengembangan keterampilan inkuiri dan pemecahan masalah

sama pentingnya dengan penguasaan isi pengetahuan untuk mencari solusi dari sebuah permasalahan;

9) Keterbukaan proses dalam PBM meliputi sintesis dan integrasi dari sebuah proses belajar; dan

10)PBM melibatkan evaluasi dan review pengalaman siswa dan proses belajar.

Hal tersebut di atas sesuai dengan pendapat Fatahullah (2012: 24) yang mengemukakan bahwa,

Ciri utama dari Problem Based Learning adalah disuguhkannya masalah real dan siswa diorganisasikan kedalam kelompok. Dari masalah yang disuguhkan di awal pembelajaran diharapkan siswa dapat menemukan inti permasalahan dan berfikir bagaimana cara menyelesaikan masalah tersebut dengan atau tanpa bimbingan guru.


(23)

12 Selain memiliki karakteristik khusus seperti yang telah dijelaskan tadi, pada strategi belajar berbasis masalah terdapat prinsip-prinsip utama. Charlin, Mann, dan Hansen dalam Ismail (2006: 78-79) mengemukakan bahwa,

PBM berasaskan tiga prinsip utama, yaitu: 1) titik permulaan pembelajaran PBM adalah satu masalah yang pelajar ingin selesaikan, 2) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang dirancang dan ia bukan suatu teknik pembelajaran yang digunakan secara ad hoc dalam konteks pendidikan tradisional, 3) PBM adalah suatu pendekatan pendidikan yang berpusatkan kepada pelajar dan bukan kepada guru.

Berdasarkan penjelasan mengenai pengertian, ciri, karakter, dan prinsip pembelajaran Problem Based Learning (PBL), dapat diketahui bahwa pembelajaran berdasarkan masalah ini memiliki tujuan. Sebagaimana Widyastuti (2010: 1) yang mengemukakan bahwa,

Pembelajaran berdasarkan masalah memiliki tujuan :

1) membantu siswa mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan pemecahan masalah; 2) belajar peranan orang dewasa yang autentik; 3) menjadi pembelajar yang mandiri.

Sebagai sebuah model pembelajaran, dalam penerapannya tentu saja ada kelebihan dan kekurangannya. Tentunya dilihat dari banyak aspek. Model pembelajaran Problem Based Learning juga memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan dan kekurangannya adalah seperti yang dikemukakan oleh Widyastuti (2019: 1) bahwa,

Kelebihan pembelajaran berdasarkan masalah sebagai suatu model pembelajaran adalah:


(24)

13 a)realistik dengan kehidupan siswa; b)konsep sesuai dengan kebutuhan siswa; c)memupuk sifat inkuiri siswa; d)retensi konsep yang kuat; d)memupuk kemampuan problem solving.

Selain itu, kekurangannya adalah:

a)persiapan pembelajaran; b)sulitnya mencari problem yang relevan; c)sering terjadi miss-konsepsi;e)memerlukan waktu yang cukup panjang.

Terkait dengan masalah kesulitan mencari masalah yang relevan, Sanjaya dalam Sudarman (2007: 25) memberikan kriteria memilih bahan

pembelajaran dalam PBL sebagai berikut:

1. Bahan pembelajaran harus mengandung isu-isu yang

mengandung konflik yang bisa bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.

2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar dengan siswa, sehingga setiap siswa dapat mengikutinya dengan baik. 3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan

dengan kepentingan orang banyak (universal), sehingga terasa bermanfaat.

4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki oleh siswa sesuai dengan kurikulum yang berlaku.

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk mempelajarinya.

Berawal dari menentukan masalah, guru dituntut untuk membimbing siswa dalam pembelajaran PBM ini. Dengan adanya pedoman pemilihan bahan pelajaran, diharapkan dapat memudahkan guru untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna untuk siswa. Rusman (2010: 234-235) mengemukakan peran guru dalam pembelajaran berbasis masalah, yaitu:

1. Menyiapkan perangkat berpikir siswa

Beberapa hal yang dapat dilakukan guru untuk menyiapkan siswa dalam pembelajaran ini adalah :1) Membantu siswa mengubah cara berpikir; 2) Menjelaskan apakah pembelajaran berbasis masalah itu? Pola apa yang akan dialami oleh siswa?; 3) Memberi siswa ikhtisar siklus pembelajaran berbasis


(25)

14 masalah, struktur dan batasan waktu; 4) Mengkomunikasikan tujuan, hasil, dan harapan; 5) Menyiapkan siswa untuk pembaharuan dan kesulitan yang akan menghadang; dan 6) Membantu siswa merasa memiliki masalah.

2. Menekankan belajar kooperatif

Pembelajaran berbasis masalah menyediakan cara untuk inquiry yang bersifat kolaboratif dan belajar. Bray, dkk (2000) menggambarkan inquiry kolaboratif sebagai proses dimana orang melakukan refleksi dan kegiatan secara berulang-ulang, mereka bekerja dalam tim untuk menjawab pertanyaan

penting. Dalam proses pembelajaran ini, siswa belajar bahwa bekerja dalam tim dan kolaborasi itu penting untuk

mengembangkan proses kognitif yang berguna untuk meneliti lingkungan, memahami permasalahan, mengambil dan

menganalisis data penting, dan mengelaborasi solusi. 3. Memfasilitasi pembelajaran kelompok kecil dalam

pembelajaran berbasis masalah

Belajar dalam kelompok kecil lebih mudah dilakukan apabila anggota berkisar antara 1-10 siswa atau bahkan lebih sedikit dengan satu orang guru. Guru dapat menggunakan berbagai teknik belajar kooperatif untuk menggabungkan kelompok-kelompok tersebut dalam langkah-langkah yang beragam dalam siklus pembelajaran untuk menyatukan ide, berbagai hasil belajar, dan penyatuan ide.

4. Melaksanakan pembelajaran berbasis masalah Guru mengatur lingkungan belajar untuk mendorong penyatuan dan perlibatan siswa dalam masalah. Guru juga memainkan peran aktif dalam memfasilitasi inquiry kolaboratif dan proses belajar siswa.

Dalam pembelajaran PBM, siswa diajak untuk memahami fenomena dalam keseharian dan membangun konsep sains yang ada pada fenomena tersebut. Ibrahim, Nur, dan Ismail dalam Rusman (2010: 243)

mengemukakan langkah-langkah model pembelajaran berbasis masalah (Problem Based Learning) sebagai berikut.


(26)

15 Tabel 2.1. Sintaks Model PBL

Fase-fase Tingkah laku guru Fase 1

Orientasi siswa pada masalah

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, memotivasi siswa terlibat pada aktivitas pemecahan masalah yang dipilih

Fase 2 Mengorganisasikan siswa untuk belajar

Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut

Fase 3 Membimbing

penyelidikan individual maupun

kelompok

Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen untuk mendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah

Fase 4 Mengembangkan

dan menyajikan hasil karya

Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai dengan laporan dan model yang membantu mereka untuk membagi tugas dengan temannya

Fase 5 Menganalisis dan mengevaluasi proses

pemecahan masalah

Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan proses yang mereka gunakan.

Fogarty dalam Rusman (2010: 243) mengemukakan bahwa,

PBM dimulai dengan masalah yang tidak terstruktur-sesuatu yang kacau. Dari kekacauan ini, siswa menggunakan berbagai

kecerdasannya melalui diskusi dan penelitian untuk menentukan isu nyata yang ada. Langkah-langkah yang akan dilalui siswa dalam sebuah proses PBM adalah 1) menemukan masalah; 2)

mendefinisikan masalah; 3) mengumpulkan fakta; 4) pembuatan hipotesis; 5) penelitian; 6) rephrasing masalah; 7) menyuguhkan alternatif; 8) mengusulkan solusi.


(27)

16 Dengan menerapkan pembelajaran Problem Based Learning (PBL)

diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep siswa dibandingkan dengan pembelajaran yang hanya mendengarkan penjelasan guru. Selain itu, produk dari pembelajaran ini adalah memberikan pengalaman siswa untuk menyelesaikan berbagai permasalahan dalam kehidupan sehari-hari sebagai bekal untuk menghadapi permasalahan yang akan muncul di kemudian hari.

3. Literasi Sains

Menurut Echols & Shadily dalam Adisendjaja (2010: 4) bahwa,

Literasi sains terbentuk dari dua kata, yaitu literasi dan sains. Literasi berasal dari kata Literacy yang berarti melek huruf/gerakan

pemberantasan buta huruf. Sedangkan istilah sains berasal dari bahasa Inggris Science yang berarti ilmu pengetahuan.

Pemahaman seseorang terhadap sains serta kemampuan untuk mengaplikasikan sains dalam kehidupan bermasyarakat bisa disebut sebagai literasi sains. Memahami apa yang harus dilakukan dalam berbagai permasalahan yang ditemui dalam masyarakat.

Firman (2007: 2) mengemukakan bahwa,

Literasi sains didefinisikan sebagai kemampuan menggunakan kemampuan sains mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami serta membuat keputusan berkenaan alam dan perubahan yang dilakukan terhadap alam melalui aktivitas manusia.

Lebih lengkap lagi, PISA dalam Nurbaeti (2009: 9) mengemukakan bahwa,


(28)

17 Literasi sains adalah kemampuan menggunakan kemampuan sains, mengidentifikasi pertanyaan, dan menarik kesimpulan berdasarkan bukti-bukti dalam rangka memahami karakteristik sains sebagai penyelidikan ilmiah, kesadaran akan betapa sains dan teknologi membentuk lingkungan material, intelektual dan budaya, serta keinginan untuk terlibat dalam isu-isu terkait sains sebagai manusia yang reflektif. Literasi sains juga didefinisikan sebagai pengetahuan, nilai-nilai dan kemampuan siswa saat ini yang dihubungkan dengan kebutuhan masa yang akan datang.

Secara keseluruhan, literasi sains memiliki pengertian sebagai sebuah cara atau metode yang digunakan untuk dapat memahami berbagai peristiwa sains yang terjadi di alam sekitar. Literasi sains menuntun cara untuk menyikapi berbagai fenomena-fenomena alam yang terjadi. Dengan begitu, akan terwujudlah kehidupan yang seimbang antara manusia dan berbagai makhluk hidup yang ada di muka bumi. Dengan adanya literasi sains di setiap diri manusia, dapat dipastikan bahwa tidak akan terjadi hal-hal buruk di alam akibat ulah manusia.

Untuk mewujudkan manusia yang memiliki literasi sains, dapat dimulai dengan mengembangkan literasi sains pada siswa. Ada tiga kompetensi ilmiah dalam literasi sains yang harus dicapai oleh siswa untuk dapat mengembangkan literasi sainsnya. Ketiga kemampuan siswa ini adalah seperti yang dikemukakan oleh Ministry of Education New Zealand dalam Hendriyani (2009: 8) bahwa,

Ada tiga kompetensi ilmiah dalam literasi sains, yaitu kemampuan mengidentifikasi isu-isu ilmiah, kemampuan menjelaskan fenomena-fenomena secara ilmiah, kemampuan menggunakan bukti ilmiah.

Emiliannur (2010: 1) menuliskan PISA membagi dimensi literasi sains sebagai berikut:


(29)

18 a. “Content” Literasi Sains

Dalam dimensi konsep ilmiah (scientific concepts) siswa perlu menangkap sebuah konsep kunci/esensial untuk dapat memahami fenomena alam tertentu dan perubahan yang terjadi akibat

kegiatan manusia. Hal ini merupakan gagasan besar pemersatu yang membantu menjelaskan aspek-aspek lingkungan fisik. PISA mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mempersatukan

konsep-konsep fisika, kimia, biologi, serta ilmu pengetahuan bumi dan antariksa (IPBA).

b. “Process” Literasi Sains

PISA mengakses kemampuan untuk menggunakan pengetahuan dan pemahaman ilmiah, seperti kemampuan siswa untuk

mencari, menafsirkan dan memperlakukan bukti-bukti.PISA menguji lima proses semacam itu, yakni: (i) mengenali pertanyaan ilmiah, (ii) mengidentifikasi bukti, (iii) menarik kesimpulan, (iv) mengkomunikasikan kesimpulan, (v) dan menunjukkan pemahaman konsep ilmiah.

c. ”Context” Literasi Sains

Konteks literasi sains dalam PISA lebih pada kehidupan sehari-hari daripada kelas dan laboratorium. Sebagaimana dengan bentuk-bentuk literasi lainnya, konteks melibatkan isu-isu yang penting dalam kehidupan secara umum seperti juga terhadap kepedulian pribadi. Pertanyaan-pertanyaan dalam PISA

dikelompokkan menjadi tiga area tempat sains diterapkan, yaitu : (i) kehidupan dan kesehatan, (ii) bumi dan lingkungan, (iii) serta teknologi.

Untuk bisa mengembangkan literasi sainsnya, siswa harus mengalami sebuah proses yang dinamakan dengan proses sains. Ketika siswa sedang mengalami proses sains, sama dengan siswa mengalami proses mental untuk membentuk sikap ketika muncul suatu permasalahan dan berusaha melibatkan dirinya untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. PISA dalam Masudin (2011: 1) menetapkan lima komponen proses sains dalam penilaian literasi sains, yaitu:

a. Mengenal pertanyaan ilmiah, yaitu pertanyaan yang dapat

diselidiki secara ilmiah, seperti mengidentifikasi pertanyaan yang dapat dijawab oleh sains.

b. Mengidentifikasi bukti yang diperlukan dalam penyelidikan ilmiah. Proses ini melibatkan identifikasi atau pengajuan bukti


(30)

19 yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan dalam suatu

penyelidikan sains, atau prosedur yang diperlukan untuk memperoleh bukti itu.

c. Menarik dan mengevaluasi kesimpulan. Proses ini melibatkan kemampuan menghubungkan kesimpulan dengan bukti yang mendasari atau seharusnya mendasari kesimpulan itu.

d. Mengkomunikasikan kesimpulan yang valid, yakni

mengungkapkan secara tepat kesimpulan yang dapat ditarik dari bukti yang tersedia.

e. Mendemonstrasikan pemahaman terhadap konsep-konsep sains, yakni kemampuan menggunakan konsep-konsep dalam situasi yang berbeda dari apa yang telah dipelajarinya.

Apabila siswa mampu melewati kelima komponen proses sains dengan baik, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut memiliki karakter literasi sains dalam dirinya. Sebagaimana Poedjiaji dalam Hendrawati (2012: 1) menyatakan bahwa,

Seseorang yang memiliki literasi sains dan teknologi adalah yang memiliki kemampuan untuk menyelesaikan masalah menggunakan konsep-konsep sains yang diperoleh dalam pendidikan sesuai jenjangnya, mengenal produk teknologi yang ada di sekitarnya beserta dampaknya, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat hasil teknologi yang

disederhanakan dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai dan budaya masyarakat.

Selanjutnya, Rubba dalam Hendrawati (2012: 1) mengemukakan bahwa,

Karakteristik individu yang memiliki literasi sains adalah sebagai berikut: a) bersikap positif terhadap sains; b) mampu menggunakan proses sains; c) berpengetahuan luas tentang hasil-hasil riset; d) memiliki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat; e) memiliki

pengertian hubungan antara sains, teknologi, masyarakat, dan nilai-nilai manusia; f) berkemampuan membuat keputusan dan terampil menganalisis nilai untuk pemecahan masalah-masalah masyarakat yang berhubungan dengan sains tersebut.


(31)

20 Untuk dapat mengukur literasi sains siswa, PISA tahun 2003 dalam

Hermawan (2011: 15) menetapkan bahwa,

Ada 3 komponen proses sains dalam penilaian literasi sains sebagai berikut; 1) mendeskripsikan, menjelaskan, memprediksi gejala sains. 2) memahami penyelidikan sains. 3) menginterpretasikan bukti dan kesimpulan sains.

B. Kerangka Pemikiran

Untuk dapat berargumen, siswa harus mampu memberikan penjelasan kritis dan perlu berpikir kreatif. Hal tersebut bisa didapatkan dengan melakukan pengamatan, bereksperimen, dan mengevaluasi bukti. Namun, perlu diingat bahwa siswa tak akan mampu merancang proses belajarnya sendiri. Guru harus membimbing dan mendampingi siswa dalam setiap aktivitas belajarnya untuk dapat membantu siswa dalam membangun sebuah konsep sains.

Oleh karena itu, pembelajaran Problem Based Learning (PBL) dapat

digunakan guru dalam membimbing aktivitas belajar siswa untuk mengamati, bereksperimen, dan mengevaluasi bukti yang didapatnya. Dalam pembelajaran sains, pengetahuan sains bukanlah sebuah informasi. Siswa harus mulai

dibiasakan untuk membangun konsepnya sendiri tentunya dengan bimbingan guru. Dengan model pembelajaran ini, dirancanglah sebuah pembelajaran yang mengharuskan siswa untuk memberikan argumen terhadap permasalahan yang dimunculkan saat proses belajar berlangsung. Berangkat dari sebuah permasalahan, menganalisis permasalahan, dan mengungkapkan pendapat atau argumennya tentang masalah tersebut dengan baik. Pembelajaran seperti ini diharapkan dapat meningkatkan literasi sains siswa. Menumbuhkan


(32)

benih-21 benih masyarakat yang peduli dan kritis terhadap berbagai fenomena sains yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.

Adapun diagram pemikirannya adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang menggunakan satu kelas. Pada penelitian ini dilakukan pengujian untuk mengetahui pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP. Pada penelitian terdapat tiga bentuk variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel moderator. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah skill argumentasi (X), sedangkan variabel terikatnya adalah literasi sains siswa (Y), dan pembelajaran berbasis masalah (PBL) adalah variabel moderatornya (Z). Untuk mendapatkan

gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat dan pengaruh variabel moderator terhadap variabel bebas dan variabel terikat, maka dapat dijelaskan dengan paradigma pemikiran seperti berikut ini :

Pembelajaran Materi Getaran dan

Gelombang

Skill Argumentasi

Literasi Sains

menerapkan

memunculkan

Proses pembelajaran

Problem Based Learning


(33)

22

Gambar 2.3. Bagan Paradigma Pemikiran Keterangan :

X = skill argumentasi Y = literasi sains siswa

Z = pembelajaran berbasis masalah (PBL)

r = pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa SMP

C. Hipotesis

Hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut :

1. Hipotesis pertama: Ada pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa.

2. Hipotesis kedua: Ada peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill argumentasi.

x

Z

Y

r


(34)

23

III. METODE PENELITIAN

A. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII SMP Negeri 1 Bangunrejo Lampung Tengah pada semester genap tahun pelajaran 2012/2013 yang terdiri dari lima kelas yaitu VIIIA sampai VIIIF dan berjumlah 192 siswa.

B. Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik Purposive Sampling, yaitu penentuan sampel dari anggota populasi dengan pertimbangan tertentu (Sugiono, 2008: 124) pertimbangan tertentu yang dilakukan dalam memilih satu kelas sebagai sampel adalah dengan melihat keaktifan dan prestasi belajar fisika siswa semester ganjil tahun pelajaran 2012/2013. Berdasarkan keaktifan dan rata-rata prestasi siswa, siswa kelas VIIIB memiliki keaktifan dan prestasi yang lebih baik sehingga kelas VIIIB ditetapkan sebagai sampel.

C. Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas (X) yaitu skill argumentasi yang diukur dengan menggunakan lembar penilaian skill


(35)

24 sains yang diukur dengan menggunakan tes literasi sains dalam bentuk soal pilihan jamak. Untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat yang didukung dengan variabel moderator (Z) yaitu model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

D. Desain Penelitian

Penelitian ini adalah studi eksperimen dengan menggunakan sebuah kelas yang menjadi sampel dalam penelitian yaitu kelas VIIIB. Penelitian ini terdiri dari satu variabel bebas dan satu variabel terikat serta satu variabel moderator. Variabel bebas adalah skill argumentasi, sedangkan variabel terikatnya adalah literasi sains, dan variabel moderatornya adalah model pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Desain penelitian yang digunakan adalah Minimal Control (One Group Pretest-Posttest) yaitu menggunakan satu grup kontrol dengan menggunakan pretest (tes awal) dan posttest (tes akhir). Jadi pada desain ini, terdapat pretest sebelum diberi perlakuan dan posttest setelah diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Menurut Sugiono (2009: 111), desain penelitian tersebut adalah:

Tabel 3.1. Desain penelitian Minimal Control (One-Group Pretest-Posttest)

Pretest Perlakuan Posttest

O1 X O2

Keterangan: O1 = nilai pretest

X = penerapan skill argumentasi menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


(36)

25 Pada awal pertemuan pembelajaran fisika, kelas yang menjadi sampel

diberikan tes awal (pretest) untuk melihat kemampuan literasi sains siswa, kemudian diberikan perlakuan yaitu penerapan argumentasi dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL).

Selanjutnya dilakukan penilaian skill argumentasi melalui soal yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Pada akhir pembelajaran, siswa diberikan tes akhir (posttest) berupa soal-soal yang berbasis literasi sains. Hasil tes awal (pretest) dan tes akhir (posttest) tersebut dihitung dengan uji paired samples t test untuk mengetahui peningkatan literasi sains siswa dan N-gain untuk menganalisis kategori literasi sains siswa secara deskriptif.

Sedangkan hasil posttest dan hasil observasi skill argumentasi dihitung dengan regresi linear sederhana untuk mengetahui pengaruh skill argumentasi

terhadap literasi sains siswa.

E. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Skill argumentasi menggunakan instrumen berbentuk lembar penilaian yang digunakan untuk menilai argumentasi siswa melalui soal pilihan beralasan yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung. Lembar penilaian skill argumentasi siswa ini diadaptasi dari Toulmin`s Argumentation Pattern (TAP).

2. Literasi sains menggunakan instrumen berbentuk soal pilihan jamak yang digunakan pada saat pretest dan posttest.


(37)

26 F. Analisis Instrumen

Sebelum instrumen digunakan dalam sampel, instrumen harus diuji terlebih dahulu dengan menggunakan uji validitas dan uji reliabilitas.

1. Uji Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan dan dapat mengungkap data dari variabel yang diteliti. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (ketepatan). Sebuah tes dikatakan memiliki validitas jika hasilnya sesuai dengan kriterium, dalam arti memiliki kesejajaran antara hasil tes tersebut dengan kriterium.

Untuk menguji validitas instrumen digunakan rumus korelasi product moment yang dikemukakan oleh Pearson dengan rumus:

= Ʃ − Ʃ (Ʃ )

Ʃ 2− Ʃ 2 { Ʃ 2− Ʃ 2}

Keterangan:

= koefesian korelasi yang menyatakan validitass = skor butir soal

= skor total = jumlah sampel

(Arikunto, 2008:72)

Dengan kriteria pengujian jika korelasi antar butir dengan skor total lebih dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan valid, atau sebaliknya jika korelasi antar butir dengan skor total kurang dari 0,3 maka instrumen tersebut dinyatakan tidak valid. Dan jika r hitung > r tabel dengan α = 0,05 maka koefesien korelasi tersebut signifikan.


(38)

27 Item yang mempunyai korelasi positif dengan kriterium (skor total) serta korelasi yang tinggi, menunjukkan bahwa item tersebut mempunyai validitas yang tinggi pula. Biasanya syarat minimum untuk dianggap memenuhi syarat adalah kalau r = 0,3.(Sugiono, 2010:188)

Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan kriterium uji bila correlated item – total correlation lebih besar dibandingkan dengan 0,3 maka data merupakan construck yang kuat (valid).

2. Uji Reliabilitas

Instrumen yang reliabel adalah instrumen yang digunakan beberapa kali untuk mengukur objek yang sama, akan menghasilkan data yang sama. Perhitungan untuk mencari harga reliabilitas instrumen didasarkan pada pendapat Arikunto (2008:109) yang menyatakan bahwa untuk menghitung reliabilitas dapat digunakan rumus alpha, yaitu:

11 = −

1 1−

Ʃ�12

�2

Dimana:

11 = reliabilitas yang dicari

Ʃ�12 = jumlah varians skor tiap-tiap item

�2 = varians total

(Arikunto, 2008:109)

Uji reliabilitas merupakan indeks yang menunjukan sejauh mana alat pengukuran dapat dipercaya atau diandalkan. Reliabilitas instrumen diperlukan untuk mendapatkan data sesuai dengan pengukuran. Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji reliabilitas dengan menggunakan


(39)

28 SPSS 17.0 dengan metode Alpha Cronbach`s yang diukur berdasarkan skala alpha cronbach`s 0 sampai 1.

Menurut Sayuti dan Saputri (2010:30), kuesioner dinyatakan reliabel jika mempunyai nilai koefesien alpha, maka digunakan ukuran kemantapan alpha yang diinterpretasikan sebagai berikut:

1. Nilai Alpha Cronbach`s 0,00 sampai dengan 0,20 berarti kurang reliabel.

2. Nilai Alpa Cronbach`s 0,21 sampai dengan 0,40 berarti agak reliabel. 3. Nilai Alpha Cronbach`s 0,40 sampai dengan 0,60 berarti cukup

reliabel.

4. Nilai Alpha Cronbach`s 0,61 sampai dengan 0,80 berarti reliabel. 5. Nilai Alpha Cronbach`s 0,81 sampai dengan 1,00 berarti sangat

reliabel.

Setelah instrumen valid dan reliabel, kemudian disebarkan kepada sampel yang sesungguhnya. Skor total setiap siswa diperoleh dengan

menjumlahkan skor setiap nomor soal.

G. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan lembar pengumpulan data berbentuk tabel yang diperolah dari skor untuk skill argumentasi serta skor pretest dan posttest untuk literasi sains.


(40)

29 H. Teknik Analisis Data dan Pengujian Hipotesis

1. Perhitungan Skor N-Gain Literasi Sains dan Skor Skill Argumentasi Untuk menganalisis kategori literasi sains siswa digunakan skor gain yang ternormalisasi. N-gain diperoleh dari pengurangan skor prestest dengan posttest dibagi oleh skor maksimum dikurang skor prestest. Jika dituliskan dalam persamaan adalah:

Keterangan: g = N-gain Spost = Skor posttest Spre = Skor pretest Smax = Skor maksimum Kategori:

Tinggi : 0,7≤N-gain≤ 1 Sedang : 0,3≤N-gain≤ 0,7 Rendah : N-gain < 0,3

(Meltzer, 2002)

Perhitungan ini digunakan untuk menganalisis peningkatan literasi sains siswa. Peningkatan skor antara tes awal dan tes akhir dari variabel merupakan indikator adanya peningkatan atau penurunan literasi sains pada pembelajaran fisika dengan pengaruh skill argumentasi, sedangkan penilaian skill argumentasi dilakukan dengan melakukan penilaian argumentasi melalui soal yang diberikan pada saat proses pembelajaran berlangsung.

pre pre post

S S

S S

g

  


(41)

30 Proses analisis untuk data skill argumentasi adalah dengan melakukan penilaian skill argumentasi dengan menggunakan kerangka penilaian kualitas argumen. Perhitungan skor rata-rata dan presentasenya adalah:

� − = � ℎ� � � � � �

� ℎ��

% � � � � � �= � ℎ�

� � 100%

2. Pengujian Data Skill Argumentasi dan Data Posttest Literasi Sains Data skor skill argumentasi dan posttest literasi sains dari penelitian dianalisis untuk menguji hipotesis pertama dengan melakukan uji sebagai berikut :

a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap hasil tes akhir (posttest) literasi sains dan hasil observasi skill argumentasi menggunakan program komputer. Pada penelitian ini uji normalitas digunakan dengan uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji

normalitas, dihitung dengan menggunakan program komputer, yaitu SPSS 17.0 dengan metode kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu:

H0 : data tidak terdistribusi secara normal H1 : data terdistribusi secara normal


(42)

31 Pedoman pengambilan keputusan:

1. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0 diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal. 2. Nilai Sig. atau signifikasi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1

diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Linearitas

Uji linearitas bertujuan untuk mengetahui apakah dua variabel

mempunyai hubungan yang linear atau tidak secara signifikan. Uji ini biasanya digunakan sebagai prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linear. Pengujian dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 dengan metode Test for Linearity pada taraf signifikan 0,05. Dua variabel dikatakan mempunyai hubungan yang linear bila

signifikasi (Linearity) kurang dari 0,05; dan jika F hitung > F tabel maka H0 ditolak dan sebaliknya. Serta jika t hitung > t tabel maka H0 ditolak dan sebaliknya.

(Priyatno, 2010:73)

c. Uji Regresi Linier Sederhana

Uji regresi linier sederhana dilakukan untuk menghitung persamaan regresinya. Dengan menghitung persamaan regresinya maka dapat diprediksi seberapa tinggi nilai variabel terikat jika nilai variabel bebas diubah-ubah serta untuk mengetahui arah hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat apakah positif atau negatif.


(43)

32

= +

Dengan:

= Ʃ Ʃ

2 Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

= Ʃ − Ʃ Ʃ

Ʃ 2 − Ʃ 2

(Priyatno, 2010:55)

Untuk memudahkan dalam menguji hubungan antara variabel dilakukan dengan menggunakan program SPSS.17 dengan uji Regression Linear.

3. Pengujian Data Pretest dan Posttest Literasi Sains

Data pretest dan posttest penguasaan konsep dari penelitian dianalisis untuk menguji hipotesis kedua dengan melakukan uji sebagai berikut : a. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan terhadap data pretest dan data posttest penguasaan konsep menggunakan program komputer. Pada penelitian ini uji normalitas yang digunakan adalah uji kolmogorov smirnov. Dasar dari pengambilan keputusan uji normalitas, dihitung

menggunakan program komputer yaitu SPSS 17.0 dengan metode kolmogorov smirnov yang berdasarkan pada besaran probabilitas atau nilai signifikasi. Caranya adalah menentukan terlebih dahulu hipotesis pengujiannya yaitu :

H0 : data tidak terdistribusi secara normal H1 : data terdistribusi secara normal


(44)

33 Pedoman pengambilan keputusan:

1. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas < 0,05 maka H0 diterima dengan arti bahwa data tidak terdistribusi normal. 2. Nilai Sig. atau signifikansi atau nilai probabilitas > 0,05 maka H1

diterima dengan arti bahwa data terdistribusi normal.

b. Uji Paired Samples T Test

Uji Paired Samples T Test atau lebih dikenal dengan pre-post design dilakukan untuk menganalisis data pretest dan posttest literasi sains akibat pengaruh dari skill argumentasi siswa. Dasar pemikiran sederhana, yaitu apabila suatu perlakuan tidak memberi pengaruh maka perbedaan rata-rata adalah nol. Pada uji ini juga akan terlihat peningkatan atau penurunan literasi sains secara signifikan.

Ketentuannya bila t hitung lebih kecil dari t tabel, maka H0 diterima, dan H1 ditolak. Tetapi sebaliknya bila t hitung lebih besar dari t tabel maka H0 ditolak dan H1 diterima. Secara signifikan bila Sig (2-tailed) < 0,025, maka H0 ditolak dan sebaliknya. Untuk memudahkan dalam menguji hal tersebut maka dilakukan dengan menggunakan program SPSS 17.0 yaitu uji Paired Samples T Test.

Adapun hipotesis penelitian yang akan diuji adalah sebagai berikut: Hipotesis pertama

H0 : Tidak terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains siswa.


(45)

34 H1 : Terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains

siswa.

Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill argumentasi.

H1 : Terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill argumentasi.


(46)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh linear yang positif dan signifikan skill argumentasi

terhadap literasi sains siswa SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan persamaan regresinya adalah Y` = 38,133 + 0,607X

2. Terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa SMP dengan

menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain rata-rata 0,61 yang termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas , maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menerapkan skill argumentasi dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan literasi sains siswa


(47)

57 2. Agar literasi sains siswa semakin berkembang , maka pembelajaran

berorientasi literasi sains perlu diterapkan pada pembelajaran IPA yang berlangsung di sekolah.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. dan Sawamura, H. (2009). Developing an Argument Learning

Environment Using Agent-Based ITS (ALES). Education Data Mining. 1, 200-209.

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 10 Oktober 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X Di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Diakses 14 Maret 2012 dari http://www.scribd.com/doc.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Eduran, S., Ardac, D., dan Yakmaci-Guzel, B. (2006). Learning to Teach Argumentation Case Studies of Pre=Service Secondry Science Teachers. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tecnology Education. 2, (2), 1-14.

Ekanara, Bambang. 23 Agustur 2011. Hubungan Kemampuan Penalaran Dengan Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Sistem Pencernaan Melalui Pembelajaran Problem Based Learning. Diakses 16 November 2012 dari http://epository.upi.edu/

Emiliannur. 20 Juni 2010. Literacy Science. Diakses 30 November 2012 dari http://emiliannur.wordpress.com/

Fatahullah, Amal. 9 Januari 2012. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa SMA. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

Hendrawati, Sri. Februari 2012. Literasi Sains dan Tekonologi. Diakses 14 Maret 2012 dari http://srihendrwati.blogspot.com/


(49)

60 Hendriyani, Yeni. September 2009. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu

Terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa. Diakses 14 Maret 2012 dari http://mgmpipadepok.files.wordpress.com//

Hermawan, Agung. 2011. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dengan Pembelajaran Direct Instructions (DI) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Inch, E.S., Warnick, B., dan Endres, D. 2006. Fifth Edition Critical thinking and

Communication The Use os reason in Argument. Boston:Pearson Education Inc.

Ismail, Zurida., Syed Idros, N., Samsudin, M. A. 2006. Kaidah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.

Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Masudin. 26 Maret 2011. Literasi Sains dan Aspek Pengukurannya. Diakses 14

Maret 2012 dari http://utlebaksiu.wordpress.com/

Nurbaeti, Isna.30 September 2009. Penggunaan Skenario Baru Asesmen Kinerja Dalam Menilai Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran Konsep

Pencemaran Lingkungan. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Osborne, Jonathan. 2012. Peranan Argumen Dalam Pendidikan Sains. Diakses 7 November 2012 dari http://hamdu-dialy.blogspot.com/

Perkins, D. N. (1985), Postprimary Education Has Little Impact on informal Reasoning. Journal of Research in Science Teaching. 41, (10), 994-1020. Prayitno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS. Yogyakarta:

Mediakom.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Saputra, Arif.2011. Perbandingan Keterampilan Proses Sains Siswa Antara Model

Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5F) Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta. Widyartono, Didin. 11 Januari 2012. Argumen dan Penalaran. Diakses 8


(50)

61 Widyastuti. 22 Agustus 2010. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

dan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Konteks (Contextual Teaching And Learning). Diakses 26 September 2012 dari http://blog.unsri.ac.d/


(1)

34 H1 : Terdapat pengaruh skill argumentasi terhadap literasi sains

siswa.

Hipotesis kedua

H0 : Tidak terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill argumentasi.

H1 : Terjadi peningkatan literasi sains siswa dengan menggunakan skill argumentasi.


(2)

56

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:

1. Terdapat pengaruh linear yang positif dan signifikan skill argumentasi

terhadap literasi sains siswa SMP dengan kontribusi sebesar 53,7% dan persamaan regresinya adalah Y` = 38,133 + 0,607X

2. Terjadi peningkatan yang signifikan dari literasi sains siswa SMP dengan

menggunakan skill argumentasi, dengan nilai N-gain rata-rata 0,61 yang termasuk dalam kategori sedang.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian di atas , maka penulis memberikan saran sebagai berikut:

1. Pembelajaran dengan menerapkan skill argumentasi dapat dijadikan salah satu alternatif bagi guru-guru di sekolah sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan literasi sains siswa


(3)

57 2. Agar literasi sains siswa semakin berkembang , maka pembelajaran

berorientasi literasi sains perlu diterapkan pada pembelajaran IPA yang berlangsung di sekolah.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Abbas, S. dan Sawamura, H. (2009). Developing an Argument Learning

Environment Using Agent-Based ITS (ALES). Education Data Mining. 1, 200-209.

Adisendjaja, Yusuf Hilmi. 10 Oktober 2010. Analisis Buku Ajar Biologi SMA Kelas X Di Kota Bandung Berdasarkan Literasi Sains. Diakses 14 Maret 2012 dari http://www.scribd.com/doc.

Arikunto, Suharsimi. 2008. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Eduran, S., Ardac, D., dan Yakmaci-Guzel, B. (2006). Learning to Teach Argumentation Case Studies of Pre=Service Secondry Science Teachers. Eurasia Journal of Mathematics, Science and Tecnology Education. 2, (2), 1-14.

Ekanara, Bambang. 23 Agustur 2011. Hubungan Kemampuan Penalaran Dengan Keterampilan Argumentasi Siswa Pada Konsep Sistem Pencernaan Melalui Pembelajaran Problem Based Learning. Diakses 16 November 2012 dari http://epository.upi.edu/

Emiliannur. 20 Juni 2010. Literacy Science. Diakses 30 November 2012 dari http://emiliannur.wordpress.com/

Fatahullah, Amal. 9 Januari 2012. Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Pada Mata Pelajaran Fisika Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar dan Aktivitas Belajar Siswa SMA. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Firman, H. (2007). Laporan Analisis Litersi Sains Berdasarkan Hasil PISA Nasional Tahun 2006. Jakarta : Pusat Penelitian Pendidikan Balitbang Depdiknas.

Hendrawati, Sri. Februari 2012. Literasi Sains dan Tekonologi. Diakses 14 Maret 2012 dari http://srihendrwati.blogspot.com/


(5)

60 Hendriyani, Yeni. September 2009. Pengaruh Pembelajaran IPA Terpadu

Terhadap Pengembangan Literasi Sains Siswa. Diakses 14 Maret 2012 dari http://mgmpipadepok.files.wordpress.com//

Hermawan, Agung. 2011. Perbandingan Penerapan Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) Dengan Pembelajaran Direct Instructions (DI) Terhadap Literasi Sains Siswa SMP. Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung. Inch, E.S., Warnick, B., dan Endres, D. 2006. Fifth Edition Critical thinking and

Communication The Use os reason in Argument. Boston:Pearson Education Inc.

Ismail, Zurida., Syed Idros, N., Samsudin, M. A. 2006. Kaidah Mengajar Sains. Kuala Lumpur: PTS Professional Publishing.

Keraf, Gorys. 2003. Argumentasi dan Narasi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Masudin. 26 Maret 2011. Literasi Sains dan Aspek Pengukurannya. Diakses 14

Maret 2012 dari http://utlebaksiu.wordpress.com/

Nurbaeti, Isna.30 September 2009. Penggunaan Skenario Baru Asesmen Kinerja Dalam Menilai Literasi Sains Siswa Pada Pembelajaran Konsep

Pencemaran Lingkungan. Diakses 16 November 2012 dari http://repository.upi.edu/

Osborne, Jonathan. 2012. Peranan Argumen Dalam Pendidikan Sains. Diakses 7 November 2012 dari http://hamdu-dialy.blogspot.com/

Perkins, D. N. (1985), Postprimary Education Has Little Impact on informal Reasoning. Journal of Research in Science Teaching. 41, (10), 994-1020. Prayitno, Duwi. 2010. Paham Analisis Statistik Dengan Data SPSS. Yogyakarta:

Mediakom.

Rusman. 2010. Model-Model Pembelajaran. Jakarta: PT.RajaGrafindo Persada. Saputra, Arif.2011. Perbandingan Keterampilan Proses Sains Siswa Antara Model

Pembelajaran Learning Cycle 5 Fase (LC 5F) Dengan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL). Skripsi. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung:Alfabeta. Widyartono, Didin. 11 Januari 2012. Argumen dan Penalaran. Diakses 8


(6)

61 Widyastuti. 22 Agustus 2010. Pendekatan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL)

dan Pendekatan Pembelajaran Berbasis Konteks (Contextual Teaching And Learning). Diakses 26 September 2012 dari http://blog.unsri.ac.d/