bahasa jawa dan generasi bangsa

PELESTARIAN BUDAYA DAERAH BERBASIS KEARIFAN
LOKAL

BAHASA DAERAH, IDENTITAS, SOPAN SANTUN,
BUTUHKAH?
DIAJUKAN UNTUK MENGIKUTI KOMPETISI
ESAI NASIONAL
FESTIVAL ILMIAH MAHASISWA 2014
STUDI ILMIAH MAHASISWA UNS
Diusulkan oleh
Muhammad Haidar Fakhri (3210131028/2013)

Politeknik Elektronika Negeri Surabaya
Surabaya
Tahun 2014

1

I

ndonesia merupakan sebuah negara yang dianugrahi kebudayaan yang

beragam. Khazanah yang terkandung di dalamnya tidak datang tiba-tiba atau

muncul sendiri. Harta itu ada karena kearifan lokal yang terbentuk malalui proses
yang lama. Proses yang dimuat dikearifan lokal memiliki peran untuk menentukan
identitas dan budaya yang akan dimiliki oleh sistem disuatu masyarakat. Kearifan
lokal bisa diartikan sebagai seperangkat pengetahuan, nilai dan norma tertentu
yang terbentuk dari hasil adaptasi dan pengalaman hidup suatu kelompok sosial
yang tinggal di suatu lokasi tertentu. Lingkungan dan pengalaman hidup tersebut
telah mengajarkan manusia untuk mengembangkan pola pemikiran dan pola
tindakan tertentu, karena hanya dengan cara itulah mereka dapat berdamai dengan
lingkungan, dengan diri mereka sendiri, dengan sesamanya, dan dengan anggota
kelompok lain. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah sesuatu yang bersifat
fungsional bagi kehidupan suatu kelompok tertentu (Djajadi, 2010).
Bisa dibayangkan ketika suatu sistem yang bermukim lama dapat
membentuk suatu kebudayaannya sendiri yang memiliki nilai dan norma, tentu
sistem itu akan mencoba dipertahankan. Memegang teguh apa yang diwariskan
menjadi suatu hal yang wajar dikarenakan leluhur mendoktrin suatu warisan
tersebut memang bagus dan harus tetap dilestarikan.
Bangsa Indonesia yang menganut dan mempunyai jati diri berupa budaya
ketimuran dikenal memiliki sifat yang santun, ramah, jujur dan apa adanya

terhadap orang luar atau istilah jawanya adalah bloko suto. Kemudian Indonesia
juga terkenal akan bahasanya yang beragam. Negeri martim ini mempunyai tidak
kurang dari 1.128 suku yang tersebar dari Sabang sampai Merauke. Dari sekian
banyak suku tentu mempunyai adat istiadat yang berbeda, bergantung pada norma
dan nilai yang mengakar. Kita ambil suku yang banyak tersebar di Indonesia yaitu
suku Jawa. Suku jawa yang memiliki norma dan nilai yang secara umum cocok
untuk mewakili kepribadian maupun identitas bangsa Indonesia. Sopan, santun,
bloko suto, andap asor dan lain sebagainya memang bisa mencerminkan
Indonesia.

2

Pergeseran dan Unggah-ungguh
Pada kondisi kekinian ini banyak fenomena-fenomena yang terjadi pada
generasi muda. Tak lepas dari topik sebelumnya yaitu masalah kearifan lokal dan
identitas bangsa, bahwa pergeseran budaya mulai terjadi di Indonesia. Salah satu
masalah yang terbahas kali ini adalah masalah unggah-ungguh atau sopan santun
yang diambil contoh dari bahasa Jawa.
Sedikit mengorek kembali pelajaran bahasa Jawa, bahwa bahasa Jawa
mempunyai beberapa tingkatan dalam penggunaannya sehari-hari. Secara umum

ada tiga tingkatan bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi oleh masyarakat
Jawa. Pertama krama ngoko, pada umumnya bahasa ngoko ini digunakan dengan
teman seumuran. Kedua krama madya digunakan saat kita menemui orang yang
belum kita kenal terutama seumuran. Terakhir krama inggil, bahasa ini digunakan
ketika berbicara dengan orang tua.
Kondisi sekarang ini banyak anak muda yang tidak tahu bagaimana
menggunakan tata krama yang baik ketika bercengkrama dengan orang lain.
Mereka tidak tahu harus harus berbicara seperti apa, sebagai contoh pada saat
berbicara dengan orang tua mereka menggunakan krama ngoko. Jelas dari bahasa
yang digunakan sudah salah. Bahasa saja salah, bagaiaman dengan kelakuan
mereka nanti? Gejala ini merupakan salah satu buntut dari pada perubahan sosial.
Menurut Selo Soemardjan perubahan sosial adalah segala perubahan-perubahan
pada lembaga-lembaga bermasyarakat di dalam suatu masyarakat, yang
mempengaruhi sistem sosialnya, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap dan pola
perilaku di antara kelompok-kelompok dalam masyarakat (Soemardjan, 1991).
Akan nampak suatu bias yang terjadi dari tahun ke tahun atau dari generasi ke
generasi tentang perubahan sosial. Arnold Toynbee, berpendapat bahwa sejarah
peradaban adalah rangkaian siklus kemunduran dan pertumbuhan. Akan tetapi,
masing-masing peradaban memiliki kemampuan meminjam kebudayaan lain dan
belajar dari kesalahannya untuk mencapai tingkat peradaban yang tinggi.

Kebudayaan erat kaitannya dengan sosial di masyarakat (Ruswanto, 2009). Tentu
sosial tersebut bergantung pada kebudayaan yang mereka anut sejak dulu. Begitu
halnya dengan sebuah sopan santun berbahasa.

3

Bagaimana cara merekonstruksi kembali akar yang rapuh?
Lebih jauh lagi diharapkan pada generasi muda khususnya dari berbahasa
inilah akan timbul rasa hormat terutama pada orang tua. Rasa hormat itu
ditunjukkan dengan sopan santun dan mengerti bagaimana mengimplementasikan
sikap yang benar. Dari situlah akan terbentuk suatu kepribadian yang luhur dan
tetap berlandaskan pada identitas orang Jawa. Menurut Koentjraningrat
kepribadian ialah sebagai susunan dari unsur-unsur akal dan jiwa yang
menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu yang berada pada setiap
individu.
Perkataan atau bahasa merupakan sebuah gambaran awal dari perbuatan
yang akan kita lakukan. Jika perkataan atau bahasa sudah tidak sopan atau malah
menjurus ke kasar, dikhawatirkan perbuatannya nanti akan semakin tidak karuan.
Oleh sebab itu, perlu adanya pendewasaan kembali atau rekonstruksi ulang
terhadap penanaman nilai, norma, sopan santun yang mulai luntur di masyarakat.

Lalu bagaimana cara merekonstruksi akar yang rapuh? Siapa saja yang berperan
dalam rekonstruksi ini? Apa yang dibutuhkan dalam pembangunan kembali sopan
santun?
Lingkungan dan Kebiasaan sejak dini
Lingkungan tentu akan menjadi cerminan dari penghuninya. Dimulai dari
lingkungan yang terkecil yaitu keluarga. Keluarga dalam hal penanaman sopan
santun paling berdampak besar. Ajaran orang tua yang ditanamkan sejak dini akan
tersimpan dalam memori, terutama pada saat anak mencapai umur 1-5 tahun.
Pada saat itulah anak akan merekam dengan baik apa yang diajarkan oleh orang
tua kepada anaknya. Diusia itu anak sudah mampu berbahasa cukup lancar dan
meniru semua perkataan serta perbuatan yang ia lihat. Sosial yang baik
menandakan kesiapan para orang tua dalam mendidik anaknya.
Saat anak diajarkan sopan santun yang baik sejak dini akan nampak ketika
dewasa kelak. Idealnya ketika anak yang sudah diajarkan tentu akan menerapkan
apa yang ia peroleh dari yang dibiasakannya sejak dulu. Jika tidak menggunakan
kebiasaan yang anak peroleh dari orang tuanya dulu, ia akan merasa aneh saat
menggunakan dengan bahasa yang berbeda atau tidak sesuia yang diajarkan. Akan

4


terlihat mana anak yang sudah ditanamkan soal sopan santun maupun beretika.
Perlu diketahui juga anak merupakan cerminan dari orang tua.
Pendidikan Formal Melalui Muatan Lokal dan Hari Berbahasa Daerah
Pendidikan yang berkualitas akan lebih menjamin kompetensi sumber
daya manusia yang dihasilkan. Begitupun juga dengan pendidikan formal yang
dienyam anak. Lebih kedalam tentang pendidikan formal, penerapan kurikulum
baru yaitu kurikulum 2013 seolah menjawab keresahan orang tua. Permasalahan
yang ditakutkan orang tua saat ini adalah moral anak yang semakin
mengkhawatirkan. Pendidikan karakter cukup ditekankan pada kurikulum baru
ini. Selain terampil dan berpengetahuan luas akan ada sikap serta moral mulia
yang ditekankan pada kurikulum 2013.
Namun ada beberapa yang disayangkan ketika pengajaran muatan lokal
seperti bahasa daerah atau kesenian ini hanya ada ketika berada sekolah dasar
saja. Ditambah lagi muatan lokal diserahkan kembali kepada daerah yang
bersangkutan, apakah akan di ambil atau tidak itu terserah daerah masing-masing.
Tentu kita berharap muatan lokal tersebut tetap diajarkan kepada siswa meski
berbatas sampai sekolah dasar. Pemaksimalan perlu juga ditekankan supaya usaha
selama 6 tahun mengajarkan budi pekerti luhur tidak sia-sia. Sebenarnya pada usia
6-12 tahun ini memang pendidikan karakter lebih memiliki porsi yang lebih
dibandingkan yang lain. Tetapi juga tak menutup kemungkinan pendidikan

karakter juga akan diajarkan pada tingkat SMP dan SMA. Bagaiaman cara
menerapkan budaya berbahasa daerah dan sopan santun? Menggunakan hari
tertentu untuk menggunakana bahasa daerah. Atau kita sebut “Hari Berbahasa
Daerah”. Jadi dalam seminggu ada hari dimana anak atau bahkan seluruh
perangkat sekolah menggunakan bahasa daerah dalam proses belajar mengajar
baik di dalam maupun di luar kelas. Hal ini bertujuan untuk memberikan rasa
bangga selain yang sebelumnya diharapkan yaitu nilai sopan santun berbahasa
maupun beretika. Perangkat sekolah juga perlu diikutkan dalam program ini
dengan maksud memberikan contoh kepada para siswa bagaiaman sopan santun
dan berbahasa yang baik di lingkungan.

5

Tentu pada tiap pengambilan kebijakan ada yang pro ataupun kontra.
Tetapi setidaknya ada usaha yang diterapkan di suatu institusi dalam rangka
menanamkan pendidikan karakter yang baik. Sudah sewajarnya dalam proses
yang berlangsung akan ada evaluasi-evaluasi yang bersifat membangun pada
program yang berjalan.
Menjaga dan Berpartisipasi Aktif
Bahasa daerah merupakan salah satu kearifan lokal yang harus kita jaga

keberadaanya. Meski kita mempunyai bahasa persatuan yaitu bahasa Indonesia,
tetapi kita juga mempunyai bahasa daerah masing-masing. Bahasa daerah yang
kita gunakan sekarang merupakan warisan nenek moyang yang wajib dijaga dan
kita lestarikan.
Bahasa daerah juga merupakan sebuah identitas atau jati diri yang luhur.
Bahasa Jawa sebagai salah satu contoh bahasa daerah yang ingin menunjukkan
nilai luhur dengan penggunaan strata bahasanya. Memiliki nilai historis yang pada
intinya lebih memberikan penghormatan kepada yang lebih tua. Mengajarkan
akan pentingnya sebuah bahasa yang merujuk kepada sikap yang sopan dan
santun sesuai nilai-nilai dan norma orang Jawa harapkan.
Pengenalan dan penanaman sejak dini merupakan salah satu kontribusi
penting orang tua dalam mendidik anaknya. Secara formal pemberian mata
pelajaran muatan lokal yaitu bahasa daerah saat tingkat sekolah dasar menambah
langkah postif. Meski hanya sampai tingkat dasar muatan lokal berupa bahasa
daerah, namun diharapakan kebiasaan ini dapat dilanjutkankan pada tingkat SMP
dan SMA dengna cara mencangankan “Hari Berbahasa Daerah”. Pemberian
contoh oleh perangkat sekolah juga diharapkan mampu mendongkrak kamus
kosakata dan tentunya yang utama yaitu sopan santun kepada para siswa.

Daftar Pustaka

Djajadi, Iqbal, 2010, “Kearifan Ilmiah & Kearifan Lokal: Pedoman Bagi
Perumusan Kearifan Lokal Kalbar”, makalah yang
dipresentasikan pada Kongres Kebudayaan Kalimantan
Barat II diselenggarakan oleh Balai Pelestarian Sejarah dan
Nilai Tradisional Pontianak di Ketapang 2 Desember.
Ruswanto. 2009. Sosiologi. Penerbit CV. Mefi Caraka. Jakarta
Soemardjan, Selo. 1991. Setangkai Bunga Sosiologi. Fakultas Ekonomi UI.

Lampiran
Biodata Peserta

Muhammad Haidar Fakhri
Seorang pemuda rupawan kelahiran kota Reyog Ponorogo
ini lahir pada tanggal 1 Juli 1994 dan sekarang menempuh
pendidikan tinggi di Politeknik Elektronika Negeri
Surabaya prodi Sistem Pembangkitan Energi. Mahasiswa
yang ramah senyum ini berdomisili di jalan Gebang
Wetan, 7b Surabaya. Semenjak SMA ia sudah menyukai
bidang penelitian dan berorganisasi. Beberapa kali ia mengikuti serangkaian
lomba karya tulis ilmiah tingkat provinsi maupun tingkat nasional. Mahasiswa

teknik yang mempunyai hobi membaca ini sekarang juga aktif di Badan Eksekutif
Mahasiswa PENS sebagai staf muda Kementrian Luar Negeri. Seseorang yang
mempunyai moto hidup “Doa x Kerja = Kesuksesan” mempunyai cita-cita ingin
menjadi seorang menteri pada Indonesia emas mendatang. Jika ingin
menghubungi dan berkenalan lebih dekat lagi, maka bisa menghubunginya lewat
email fakhrialex@gmail.com, Facebook: Muhammad Haidar Fakhri atau pada
nomor 085856877358.