Sikap Generasi Penerus Bangsa Menyikapi Kemerdekaan
Enam Puluh Sikap Generasi Implementasi Delapan Tahun Kita
Penerus Bangsa Perlindungan Sudah Merdeka! Menyikapi Kemerdekaan Ham Dan Supremasi Hukum REFERENSI TEBING TINGGI DELI
SPIRIT KEMERDEKAAN SPIRIT KEMERDEKAAN ESA HILANG MEDIA PEMERINTAH KOTA TEBING TINGGI DUA TERBILANG SINERGI AGUSTUS 2013
1
Indonesia Merdeka
SALAM REDAKSI REFERENSI TEBING TINGGI DELI SINERGI
TERBIT SEJAK 16 Juli 2002 SK WALIKOTA TEBING TINGGI
NO.480.05/286 TAHUN 2002
“Bahwa kemerdekaan itu adalah hak segala bangsa…” Inilah kalimat
KETUA PENGARAH :
pertama termaktub dalam pembukaan UUD 1945. Paling tidak ada dua
Ir.Umar Zunaidi Hasibuan, MM kata peting dalam kalimat itu, pertama kemerdekaan dan kedua hak.
( WaliKota Tebing Tinggi )
Kemerdekaan dimaknai sebagai hak manusia yang paling hakiki dan sudah sejak dari azali diberikan Yang Maha Kuasa kepada manusia. Ke-
WAKIL KETUA PENGARAH :
merdekaan itu, bisa dalam bentuk kemerdekaan spiritual, mental dan
H. Irham Taufik, SH, M.AP material, di mana tak ada satu kekuatan pun yang bisa menjajahnya. (Wakil WaliKota Tebing Tinggi )
Kemudian hak dapat dimaknai sebagai sesuatu yang melekat dalam diri setiap manusia, di mana manusia lain harus memahaminya,
PENGENDALI :
menghormatinya serta menjaganya agar tidak dirampas oleh orang
H. Johan Samose Harahap, SH, MSP
lain. Antar hak dan kemerdekaan, keduanya merupakan satu kesatuan
(Sekdako Tebing Tinggi Deli )
dalam diri setiap individu. Artinya, jika seseorang telah mendapatkan haknya, maka otomatis dia menjadi merdeka, demikian pula seba-
PENANGGUNG JAWAB : liknya.
Ir. H. Zainul Halim
Bangsa Indonesia secara formal telah meraih kemerdekaan dan hakn-
(Asisten Administrasi Umum )
ya sejak 17 Agustus 1945, saat wakil rakyat Indonesia Soekrno-Hatta meproklamirkan kemerdekaan RI. Namun persoalannya kemudian,
PIMPINAN REDAKSI :
hingga 67 tahun sesudah proklamasi itu, benarkah bangsa ini telah
Ahdi Sucipto, SH
meraih kemerdekaan itu secara substantive. Jangan-jangan kita cuma
(Kabag Adm. Humas PP)
mengalami kemerdekaan formalistic tanpa memperoleh kemerdekaan
REDAKSI : substantif.
Rizal Syam, Khairul Hakim, Juanda
Edisi SINERGI Agustus 2013 ini, mencoba untuk mengupas persoalan
BENDAHARA :
ini dalam kerangka yang lebih komprehensif dengan mencoba menya-
Jafet Candra Saragih
dur sejumlah tulisan terkait persoalan kemerdekaan itu. Ada tulisan sejumlah pakar, diantarnya Adnan Buyung Nasution yang dikenal
KOORDINATOR LIPUTAN : sebagai pendekar HAM.
Drs Abdul Khalik, MAP
Kami jug amenyajikan sejumlah tulisan terkait berbagai hal, mulai
SEKRETARIS REDAKSI :
dari masalah pendidikan, kesehatan, lingkungan hidup yang berkaitan Dian Astuti dengan kota kita tercinta Tebingtinggi. Selian itu, sejumlah tulisan
LAYOUT DESAIN GRAFIS
juga mewarnai SINERGI kali ini, misalnya di halaman, hokum, wanita,
Edi Suardi, S.Sos
agama, juga parlementaria. Ada sisi lain yang kami sorot, misalnya
Aswin Nasution, ST masalah social dan pluralitas.
FOTOGRAFER :
Ada sejumlah puisi dari pelajar kota ini yang kami tampilkan. Diper-
Sulaiman Tejo
kaya dengan cerpen yang menghanyutkan buah karya sejumlah anak
Chairul Fadhli Tebing.
KOORDINATOR DISTRIBUSI
Harus kami akui, hingga kini masih sulit menemukan anak-anak
RIDUAN
Tebing, biak pelajar dan mahasiswa yang mau menulis secara kon- sisten di media massa terutama cetak seperti majalah kesayangan LIPUTAN DAN REPORTER : kita ini. Sekal lagi kami mengundang rekan sekalian biak pelajar dan Wartawan Unit Pemko Tebing Tinggi mahasiswa bahkan guru untuk mau menulis dan menelurkan berbagai ide dan gagasan di majalah tercinta ini. Bukankah redaks menyediakan biaya lelah kalian berpikir menulis sesuatu itu secara pantas. Redaksi menerima tulis,photo juga surat berisi saran
penyempurnaan dari pembaca dengan melampirkan Berpikirlah, tulislah pikiran kalian, kemudian antar ke meja redaksi. tanda pengenal (KTP, SIM, Paspor) dan Redaksi berhak
Niscaya kami akan memperhatikannya dan mencatatnya sebagai karya mengubah tulisan sepanjang tidak mengubah isi dan maknanya. tulis. Jika kemudian layak untuk dimuat, maka kami akan memuatnya
Tulisan dikirim ke alamat redaksi :
dengan senang hati. Dari meja redaksi kami sambut kehadiran anda
Bagian Administrasi Humasy Pimpinan dan Protokol Sekreariat
sekalian dengan penuh sukacita. Salam… Daerah Kota Tebing Tinggi
Jl,Dr Sutomo No : 14 Kota Tebing Tinggi Deli Deli Eimail : [email protected] Facebook : [email protected]
SINERGI AGUSTUS 2013
- • Mengakhiri Bulan Ramadhan 1434 H Sa- fari Ramadhan Pemko Kunjungi Mesjid Al Haq • Walikota Tebing Tinggi Tinjau Pospam Lebaran Pemudik Motor Dihimbau Jangan Melebihi Kapasitas • 267 Warga Binaan Lapas Tebing Tinggi Dapat Remisi LebaranMakna Id • Tingkat Kehadiran PNS Pemko T.Tinggi 97 Persen
25. PEMKO KITA • 86 Ahli Madya Kebidanan Akbid Pemko Diwisuda • Kejari Tebing Tinggi Sosialisasikan Pen- gelolaan Keuangan Daerah • Walikota Tebing Tinggi Kukuhkan 54 Ang- gota Paskibraka • BAZ T.Tinggi Salurkan Zakat Kepada 1000 Dhuafa
59. TEPIAN • Riffat Hassan Redaksi JUANDA Redaksi KHARUL HAKIM Sekretaris Redaksi DIAN ASTUTI Pimpinan Redaksi AHDI SUCIPTO.SH Bendahara JAFET CHANDRA SARAGIH Redaksi RIZAL SYAM Koordinator Liputan Drs.ABDUL KHALIK.MAP Distributor RIDWAN Foto Grafer Sinergi FADHLI Layout Desain Grafis EDI SUWARDI.S.Sos Layout Desain Grafis ASWIN NAST.ST Foto Grafer Sinergi SULAIMAN
58. IKLAN OVOP GRATIS
57. PUISI
53. INFONASIONAL • Presiden Apresiasi Keikutsertaan Kongres As Di Perayaan Hut Ri • KPK Luncurkan Radio "Kanal KPK" 54 . INFORMASI TEKNOLOGI • Jaringan Pita Lebar, Katalisator Perekono- mian Indonesia • Cyber Crime Marak, Perlu e-Goverment
52. OLAH RAGA • Asian Games 2014 Jadi Target Pasangan Ganda Indonesia
47. RAGAM PLURALIS • Maninjau, Negeri Para Inspirator Dan Pembaharu
44. SASTRA • Gadis Berkerudung Merah46. Sastra
43. AGAMA • ‘PNS Harus Bisa Jadi Solusi Permasalahan Bangsa’
34. LENSA PEMKO
24. PARLEMENTARIA • 289 Caleg Berebut 25 Kursi DPRD Tebing Tinggi
SINERGI AGUSTUS 2013
23. HUKUM • Komisi III: Narkoba Seharusnya Jadi Isu Utama Pidato Presiden SBY
21. LINGKUNGAN HIDUP • “Making Ecosystem Services Count”
20. EKONOMI • Kreatifitas Kerajinan Bunga Kertas Yang Perlu Perhatian
19. KESEHATAN • Risiko Dan Solusi Mudik Menggunakan Sepeda Motor
18. PENDIDIKAN • 16,6 Juta Anak Usia Sekolah Terima Ban- tuan BSM
9. UTAMA • Sikap Generasi Penerus Bangsa Menyikapi Kemerdekaan • Implementasi Perlindungan Ham Dan Su- premasi Hukum
8. SINERGITAS • Enam Puluh Delapan Tahun Kita Sudah Merdeka!
4. MOMENTUM
3 DAFTAR ISI SINERGI EDISI 128 AGUSTUS 2013
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013 MOMENTUM
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013 5 5
MOMENTUM
Indonesia
MOMENTUM
Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013
6
MOMENTUM MOMENTUM
SINERGI AGUSTUS 2013
7
7
SINERGI AGUSTUS 2013
Enam Puluh Delapan Tahun
Kita Sudah Merdeka!
Oleh Khairul Hakim
Enam puluh delapan
sudah kita merdeka, tapi apa yang kita lihat? Duh, harga-harga bahan pokok mahal, me- nyebabkan biaya hidup semakin mem- bubung. Biaya pendidikan tinggi, tak terjangkau masyarakat kelas bawah. Walhasil, orang-orang miskin tak per- nah mengenyam pendidikan secara sempurna. Tak dipungkiri, kemiskinan senantiasa merayap dalam hidup dan kehidupan masyarakat. Kontras den- gan itu, pejabat-pejabat kita menari- nari di atas penderitaan dan kemiski- nan masyarakat akar rumput. Korupsi, yang menyengsarakan segenap dimensi kehidupan itu, hingga kini terus saja dipertontonkan oleh pejabat yang tak punya hati nurani. Memalukan! Seringkali kita mendengar kekuasaan bergerak tanpa batas. Penguasa se- wenang-wenang dan bertindak tanpa kendali. Atas nama ketertiban para peda- gang miskin yang tengah berjualan digre- bek, sampai-sampai wajah anak pedagang bakso tersiram kuah panas. Rakyat jelata tergusur dari tanah yang hanya sejengkal, demi pembangunan yang tidak pernah dirasakannya. Pelajar miskin dikeluarkan dari sekolah, hanya karena belum mem- bayar uang sekolah. Lengkaplah sudah, lebih lima puluh juta rakyat miskin negeri ini akan tetap miskin dan sepertinya tak akan mampu untuk mengubah diri. Duh! Enam puluh delapan tahun sudah kita merdeka, tapi masih saja pikiran sem- pit nan eksklusif merasuk dalam dada setiap umat. Segenap perbedaan yang muncul di tengah masyarakat ditang- gapi dengan cara permusuhan. Ketika ada yang berbeda dalam hal penda- pat, ras, suku, agama dan prinsip: maka “musnahkan mereka” adalah kata sad- is dari mereka yang tak memaklumi betapa alamiahnya sebuah perbedaan. Berawal dari sini terciptalah gesekan.
Karena persoalan sepele, masih ada saja orang-orang berdemo dengan cara anark- is. Sebaliknya, tetap juga aparat bertindak arogan dan sesuka hati dalam mensuper- visi para demonstran tersebut. Semua berkecamuk. Seakan kerusuhan adalah bagian sejati dari negeri ini. Keseluruhan kejadian itu menunjukkan situasi yang jauh dari kedamaian dan ketenteraman. Enam puluh delapan tahun sudah kita merdeka, tengoklah, betapa takluknya kita pada kehendak dunia internasional dalam menentukan nasib bangsa sendiri. Menyedihkan sekali. Konon, sejak tahun 1967 menurut Kwik Kian Gie -seorang ekonom senior- hanya sekitar dua ta- hun saja negara yang kita cintai ini begitu mandiri dalam bersikap, yaitu pada masa pemerintahan Gus Dur. Kolonialisme dan imperialisme yang berganti kulit jadi ka- pitalisme dan telah diplot sebagai musuh bersama masih sangat terasa dalam kes- eharian kita. Lalu, mana ekonomi rakyat yang sering didengung-dengungkan itu? Bukankah hari ini ekonomi kita sudah di- kuasai oleh pemilik modal? Bukankah itu bagian dari kapitalisme yang menyesat- kan? Tidakkah mereka memperhatikan pedagang kecil miskin (walaupun peda- gang masih tetap dalam keadaan miskin) hanya berharap sesuap nasi dari usahan- ya. Sedangkan para pemilik modal terse- but berusaha menimbun kekayaannya. Enam puluh delapan tahun sudah kita merdeka, kendati demikian hukum tidak pernah tegak dengan tegap di negeri ini. Law inforcement hanya cuap-cuap elit politik. Prilaku penegak hukum yang serakah dan menyimpang berujung pada tindakan ketidakadilan. Si Mbok- mbok nun di penghujung kampung sana, hanya mencuri tiga biji buah cokelat di- hukum berbulan-bulan. Kemudian ada pekerja rumah makan dituduh mencuri piring yang tidak pernah dilakukannya, harus mendekam dalam penjara. Se- mentara para koruptor yang menyeng- sarakan rakyat, diberi hukuman ringan dan tidak sebanding dengan kejahatan yang dilakukannya. Padahal mereka adalah pelaku extraordinary crime. Mari kita kenang sejenak sejarah masa lalu, yang terjadi pada kehidupan Nabi Muhammad. Suatu hari elit dari bani Makhzum mengajukan proposal un- tuk meredusir hukuman potong tangan terhadap seorang pencuri perempuan dari kaumnya. Untuk membawa usulan tersebut diutuslah Usamah bin Zaid, agar melalui Usamah yang dikenal dekat den- gan Nabi, keringanan hukuman dapat diberikan. Melihat hal ini, segera sang Nabi mengumpulkan para sahabatnya, kemudian beliau berorasi dengan lan- tang: “Saudara-saudara sekalian, sung- guh kehancuran masyarakat terdahulu disebabkan mereka tidak pernah meneg- akkan keadilan dalam menjalankan hu- kum. Jika pencuri berasal dari kalangan terhormat (kelompok elit masyarakat), penegakkan hukuman diabaikan. Na- mun bila pencuri berasal dari kalangan masyarakat kelas bawah, maka hukuman dilaksanakan secara keras. Demi Tuhan, seandainya Fatimah putriku mencuri, aku sendiri yang akan memotong tangannya.” Pesan moral yang muncul dari riway- at ini adalah, bahwa hukum baru dis- ebut hukum kalau ia diterapkan dalam prinsip keadilan dan kesetaraan. Tan- pa memandang apakah dia elit atau masyarakat awam: semua sama saja! Para pemimpin bangsa kita hendaknya dapat belajar dari sejarah masa lalu. Enam puluh delapan tahun kita sudah merdeka, akankah kesejahteraan rakyat, keadilan bagi semua dan kedamaian sejati dapat menjadi milik kita. Semua dari kita wajib berjuang untuk itu. Semoga saja!
Indonesia Merdeka
8 SINERGITAS
SINERGI AGUSTUS 2013
9 UTAMA
Sikap Generasi Penerus Bangsa Menyikapi Kemerdekaan
Upaya pemahaman sejarah
perjalanan bangsa oleh generasi penerus merupakan bagian dari usaha menem- patkan bangsa dalam konteks perubahan zaman yang terus berlangsung, sehingga sumber-sumber sejarah sebuah bangsa akan dapat dijadikan sebagai pemer- satu dan pengikat identitas bangsa di tengah percaturan dan perkembangan hubungan negara bangsa. Ketika seorang warga negara menampilkan gambaran sejarah, maka usaha negara adalah men- coba sejauh mungkin memperkenalkan visi kesejarahan yang relatif tunggal dan memberikan gambaran tentang se- buah sejarah nasional yang dapat dipa- hami dari generasi ke generasi. Melalui penegasan kesejarahan nasional maka identitas bangsa akan terus terpelihara dalam kesatuan kehidupan kebangsaan. Semakin penting suatu peristiwa akan semakin tinggi pula nilai simboliknya. Peristiwa yang memiliki nilai simbolik tinggi akan lebih mengandung makna dalam sejarah perjalanan bangsa, antara lain mengenai sejarah perjuangan bangsa dalam rangka merebut kemerdekaan. Proklamasi Kemerdekaan negara Indo- nesia pada 17 Agustus 1945 merupakan buah dan puncak perjuangan bangsa Indonesia sejak berbad-abad sebelumn- ya. Peristiwa pembebasan bangsa In- donesia dari belenggu penjajahan itu makin mengarah kepada pencapaian tujuan ketika masyarakat Nusantara memasuki gerbang abad ke-20 den- gan terjadinya perubahan fundamental dalam strategi perjuangan, yakni dari perjuangan bersenjata kepada perjuan- gan politik melalui berbagai pergerakan dan beragam organisasi sosial politik. Terdapat benang merah yang sangat jelas dan kuat antara momentum berdirinya berbagai organisasi sosial politik (dimu- lai dengan berdirinya Sarikat Dagang Is- lam pada 1905 dan Budi Utomo 1908) dan berkumandangnya Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 dengan Proklama- si Kemerdekaan 1945. Ketiganya meru- pakan satu rangkaian tonggak-tonggak penting perjuangan pergerakan nasional yang monumental sebagai ikhtiar kole- ktif bangsa Indonesia membebaskan diri dari imperalisme dan kolonialisme serta membangun jiwa dan raga sebagai suatu bangsa, yaitu bangsa Indonesia. Dalam konteks ini kita mendapati secara konkret wujud bangsa Indonesia yang dalam istilah Benedict Anderson imag- ined communitiesatau “komunitas terbayang. Menurut Indonesianis ini, bangsa merupakan suatu komunitas terbayang yang memiliki ikatan keber- samaan dan persatuan sebagai anggota komunitas bangsa tersebut. Inilah yang memungkinkan begitu orang bersedia melenyapkan nyawa pihak lain, bahkan rela membayar perjuangannya den- gan nyawa sendiri demi mewujudkan suatu komunitas terbayang itu. Pada- hal para anggota bangsa terkecil seka- lipun tidak bakal tahu dan tak akan ke- nal dengan sebagian anggota bangsa yang lain, tidak pernah bertatap muka dengan mereka, bahkan mungkin tidak pernah mendengar tentang mereka.
Presiden Soekarno dalam Sidang BPUPKI tanggal 18 Agustus 1945 pada acara pe- rumusan Undang-Undang Dasar menga- takan “Negara Indonesia harus diban- gun dalam satu mata rantai yang kokoh dan kuat dalam lingkungan kemakmuran bersama. Kebangsaan yang dianjurkan bukan kebangsaan yang menyendiri den- gan hanya mencapai Indonesia merdeka, tetapi harus menuju pula pada kekeluar- gaan bangsa-bangsa menuju persatuan dunia. Internasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak berakar di dalam buminya nasionalisme. Nasionalisme tidak dapat hidup subur kalau tidak hidup dalam taman sarinya internasionalisme.
Makna yang terkandung dalam pidato tersebut, memberikan pesan kepada gen- erasi penerus bangsa untuk secara bahu- membahu membangun bangsa dalam kerangka persatuan. Melalui persatuan dan itikad bulat segenap komponen bangsa akan menjadikan bangsa ini yang kokoh dan kuat sehingga tujuan penca- paian negara sejahtera sebagaimana ter- maktub dalam Pembukaan akan dengan mudah tercapai. Indonesia adalah negara yang suku bangsa dan kekayaannya be- raneka ragam, oleh karenanya, prinsip optimalisasi segenap keanekaragaman yang dimiliki harus menjadi tujuan uta- ma. Indonesia bukan satu negara untuk satu orang, bukan satu negara untuk satu golongan, tetapi semua buat se- mua, semua buat satu. Indonesia harus memiliki keyakinan diri untuk sanggup membela negara sendiri dan memiliki kekuatan yang nyata sebagai bangsa.
Pada tingkatan sekarang, segenap kom- ponen bangsa harus terlebih dahulu sa- dar akan kemampuan dan potensi yang dimiliki dan menyatupadukan segenap kehendak rakyat dalam rangka menca- pai tujuan membentuk negara sejahtera. Enam puluh dua tahun adalah usia ke- merdekaan bangsa Indonesia. Nilai ke- merdekaan yang sudah dinikmati selama puluhan tahun ini merupakan modal dasar dalam melaksanakan proses pem- bangunan nasional. Namun dalam usia yang sudah sedemikian, bangsa Indone- sia masih terus berada dalam pasang su- rut. Proses pembangunan bangsa Indo- nesia memang sempat tersendat akibat adanya berbagai musibah dan bencana alam yang akhir-akhir ini sering terjadi. Tsunami, gempa, banjir, kekeringan, ga- gal panen, flu burung, polio, dan lain sebagainya, merupakan sebagian dari peristiwa alam atau peristiwa sosial yang menjadi penghambat kelancaran proses pembangunan. Di samping itu, ada hal lain yang memprihatinkan, yaitu mun- culnya perilaku sosial yang kurang men- dukung pada proses pengisian nilai-nilai kemerdekaan Indonesia. Tindak pidana korupsi, kolusi, nepotisme, pelanggaran hukum dan HAM, masih terus berlang- sung Oleh sebab itu, melalui peringatan hari kemerdekaan Indonesia dapat di- jadikan sebagai momentum melakukan refleksi nasional, memaknai kembali nilai-nilai yang dikandung dalam ke- merdekaan negara Indonesia dan men- umbuhkan kembali karakter perjuangan bangsa sebagai ciri khas dalam mendiri- kan dan membangun bangsa. Karakter bangsa adalah ciri khas yang dimiliki oleh sebuah bangsa, inilah yang mem- bedakan suatu bangsa dengan bangsa lain. Hal inilah yang harus terus dikem- bangkan dalam rangka mewujudkan pen- citraan bangsa dalam membangun dan berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain.
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013 UTAMA
Kemerdekaan merupakan hasil dari proses kerja dan usaha para pejuang masa lalu, persoalan ke depan yang harus dilakukan oleh generasi penerus bangsa adalah bagaimana memaknai konteks kemerdekaan tersebut disesuaikan dengan hal-hal yang berkembang dalam rangka pen- capaian tujuan bangsa dan kondisi sosial politik bangsa. Dengan de- mikian, segenap komponen bangsa dituntut untuk dapat mengedepankan makna kemerdekaan sesuai dengan keberadaan dan spesifikasi bidang dalam konteks pencapaian tujuan pe- nyelenggaraan negara secara optimal. Konteks kemerdekaan harus dimak- nai melalui per wujudan bersatupa- dunya segenap aspek, sumber daya, dan penyelenggara negara dalam sis- tem penyelenggaraan negara menuju tercapainya masyarakat sejahtera.
Seiring dengan perkembangan ke- hidupan global dan tuntutan sebagai akibat dari adanya kemajuan dalam segala bidang, kemerdekaan bangsa harus kita terjemahkan dalam format pembentukan kedaulatan ekonomi, demokratisasi, serta kebebasan se- luruh rakyat Indonesia dari segala bentuk belenggu kemiskinan, kebo- dohan, dan keterbelakangan. Indi- kator-indikator ekonomi dan sosial inilah yang menentukan makna dan tingkat pencapaian kemerdekaan, sekaligus juga untuk menandai adan- ya kemajuan bangsa dalam perjala- nan sejarah penyelenggaraan negara.
Di era globalisasi saat ini, makna ke- merdekaan merupakan sebuah fakta interdependensi di mana bangsa, kelompok, dan individu masyarakat saling tergantung satu sama lain un- tuk secara bersama-sama memajukan peradaban dan pengembangan ke- manusiaan. Tak jarang dalam proses interdependensi demikian muncul berbagai perbenturan kepentingan ataupun konflik peradaban yang se- cara tidak langsung akan meng- giring masyarakat untuk terper- osok ke dalam perangkap politik identitas sempit bersifat komunal.
Ekses negatif dari arus globalisasi dan liberalisasi apabila tidak direspons secara arif, khususnya oleh para elite politik kita, justru akan mengan- cam makna kemerdekaan di tingkat individual di masyarakat. Oleh ka- rena itu, pengukuhan terhadap nilai- nilai dasar dari nasionalisme yang telah dibentuk sejak kemerdekaan, yaitu kecintaan terhadap pluralisme bangsa, solidaritas dan persatuan, merupakan ihwal yang esensial un- tuk dikembangkan sebagai upaya mengisi makna kemerdekaan kita.
Pluralisme tersebut di atas men- jadi faktor yang sangat menentu- kan dalam perjalanan panjang se- jarah bangsa Indonesia, masa lalu, masa kini, dan masa depan. Untuk itu perlu ada kesadaran dan komit- men seluruh bangsa guna menghor- mati kemajemukan bangsa Indonesia dalam upaya mempersatukan kehidu- pan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara demi tetap tegaknya Ne- gara Kesatuan Republik Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Kini tantangan dan kebutuhan bang- sa telah berubah. Medan perjuangan telah bergeser jauh dibanding era Proklamasi Kemerdekaan tahun 1945. Kondisi yang ada di hadapan bangsa telah berubah secara mendasar. Se- cara umum kondisi saat ini dalam berbagai aspek telah jauh berkem- bang dan maju dibanding era revo- lusi kemerdekaan tahun 1945. Namun demikian di sisi lain masih didapati kondisi buruk yang hidup di negeri ini, antara lain masih maraknya ko- rupsi, kolusi, dan nepotisme, lemahn- ya penegakan hukum, belum opti- malnya penerapan demokrasi, masih munculnya konflik bersenjata antar- kelompok masyarakat, menurunnya penerapan nilai-nilai agama dan mor- al, berkembangnya pergaulan bebas, dan maraknya penyalahgunaan narko- ba. Seiring dengan itu sebagai damp- ak negatif globalisasi, di berbagai be- lahan dunia, termasuk di Indonesia, berkembang “kolonialisme gaya baru, antara lain melalui politik, mi- liter, ekonomi, dan budaya yang san- gat merugikan kepentingan dan ke- daulatan negara-negara berkembang. Mengingat besarnya persoalan yang dihadapi bangsa tersebut, diperlu- kan kekuatan yang besar dan hebat untuk mengatasi dan menyelesaikan- nya. Kekuatan itu akan terbentuk jika dapat diwujudkan peneguhan kembali ikatan batin atau komitmen semua warga negara kepada cita-cita nasionalnya, yang disertai pembaruan tekad bersama untuk melaksanakan- nya secara konsisten dan konsekuen. Terkait dengan ini, hendaknya kita pahami bersama bahwa peneguhan kembali ikatan batin dan pembaru- an tekad bersama dari seluruh kom- ponen bangsa merupakan kesempatan sejarah yang lain yang tidak kalah heroiknya dibanding kesempatan seja- rah di sekitar zaman Proklamasi. Itu- lah kesempatan yang bisa kita tangkap dan kita kembangkan dalam semangat yang serupa dengan mereka yang me- nangkap kesempatan sejarah dalam zaman revolusi kemerdekaan dahulu. Mengingat pada zaman Proklamasi 1945 kaum pemuda telah memain- kan sejarah sangat penting, maka sekarang ini kaum pemuda dipanggil kembali untuk mengambil peran kes- ejarahan yang lain (another historical opportunity), yaitu untuk berjuang kembali mengatasi dan menyelesai- kan masalah-masalah bangsa yang berkembang dewasa ini bersama-sa- ma komponen bangsa yang lain secara demokratis dan konstitusional. Kaum pemuda, baik secara perorangan mau- pun kelompok dan organisasi, dapat mengambil peran sesuai ruang lingkup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya. Baik hal itu dilakukan dalam kapasi- tasnya sebagai pengurus karang taru- na atau remaja masjid, aktivis LSM, kader organisasi, pegawai pemer- intah, pegawai swasta, guru, dosen, peneliti, politisi, polisi dan tentara, nelayan, petani, dan lain sebagainya.
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013
11 UTAMA
Terkait dengan ini, kaum pemuda hendakn- ya menyadari bahwa “penjajahan gaya baru yang tengah melanda berbagai negara berkembang, termasuk di negeri kita, tidak kalah merusaknya dibanding penjajahan bersenjata pada zaman dahulu. Oleh karena itu, kehidupan bangsa hendaknya dikem- balikan dengan mengacu kepada nilai-nilai luhur bangsa yang berlandaskan ajaran agama, moral, dan etika. Kaum pemuda da- pat membentuk budaya sendiri yang men- gakar kepada kepribadian dan adat istiadat masyarakat kita sendiri yang telah berkem- bang selama ratusan tahun, yang berciri religius, persaudaraan, persahabatan, dan harmoni dengan alam dan masyarakat. Bu- daya kita tersebut memiliki kelebihan dan keunggulan dibanding budaya impor dari negara maju yang bermuatan hedonisme, individualisme, dan liberalisme. Untuk itu- lah, kaum pemuda hendaknya memegang erat budaya bangsa serta mengembangkan- nya secara terus menerus agar sesuai dengan perkembangan zaman selama tidak menjadi kehilangan ciri khas dan substansi asalnya. Peneguhan kembali ikatan batin dan pemb- aruan tekad bersama oleh kaum pemuda itu sangat membutuhkan kesadaran sejarah pertumbuhan bangsa dan perjalanan bangsa pada masa lalu yang dipenuhi masa pasang dan surut serta suka duka. Terkait dengan ini, penting bagi kaum muda untuk mem- pelajari sejarah bangsa kita secara utuh, obyektif, dan kritis. Berbagai lembaran se- jarah Indonesia memberikan pelajaran dan pengalaman penting bagaimana seharusn- ya kaum pemuda memainkan peran dan membuat sejarah saat ini dan masa datang. Terkait dengan hal ini, kaum pemuda hen- daknya memiliki penghargaan yang tinggi kepada para pahlawan, pejuang, dan tokoh pada masa lalu yang telah mengukir dan membuat sejarah. Mereka telah memberi- kan pengabdian jauh di atas standar kewa- jaran, bahkan mengorbankan jiwa dan rag- anya untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. Adalah sangat penting kaum muda menempatkan mereka pada tempat terhormat dengan tetap menyadari bahwa mereka juga tetap manusia yang tidak luput dari salah dan kekurangan. Prinsip kaum pe- muda dalam hal ini adalah apa-apa yang baik dari mereka hendaknya diteruskan, dan apa yang tidak baik, hendaknya ditinggalkan.
Perjuangan kemerdekaan adalah perjuan- gan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang lebih baik, adil, dan sejahtera. Nilai dasar perjuangan berperan sebagai pemicu membangkitkan semangat bangsa dalam upaya pembangunan segala bidang, baik politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan, dan keagamaan. Saat ini, su- dah seharusnya segenap komponen bangsa bahu membahu menyatukan langkah me- majukan bangsa, khusus untuk penyeleng- gara negara perwujudannya dapat dilakukan melalui perumusan kebijakan pemerinta- han yang menjunjung tinggi nilai kemanu- siaan dan nilai-nilai kebenaran. Untuk gen- erasi muda, momentum kemerdekaan dapat dijadikan sebagai pemicu membangkitkan semangat kebangsaan dan patriotisme.
Akhirnya, momentum peringatan ke- merdekaan dapat dijadikan sebagai bagian dari upaya memperkaya pengetahuan ten- tang sejarah perjuangan bangsa yang dihara- pkan akan membantu membentuk dan me- matangkan kepribadian dan meneguhkan tekad serta semangat penyelenggara negara dan generasi bangsa untuk membangun masyarakat dan bangsa sesuai ruang ling- kup tugas, pekerjaan, dan pengabdiannya. Disadur dari Artikel HM Hidayat Nur Wa- hid (Mantan Ketua MPR RI). Abdul Khalik. Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013 UTAMA
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN
HAM DAN SUPREMASI HUKUM
Oleh: Dr. Iur. Adnan Buyung Nasution
Persoalan hak-hak asasi manusia (HAM)
merupakan masalah hukum dan politik yang saya geluti sejak akhir tahun 1960-an dan awal dasawarsa 1970-an melaluiLem- baga Bantuan Hukum (YLBHI). Pengala- man ini terkristalisasi sedemikian rupa dalam diri saya sebagai manusia Indo- nesia dan mempersubur kesadaran in- telektual saya sebagai sarjana hukum ketatanegaraan untuk kemudian mel- akukan studi,antara lain mengenai per- gulatan pemikiran para pemuka bangsa ini tentang HAM dalam perdebatan di Majelis Konstituante (1956- 1959). Gabungan antara perspektif konstil- tusionalisme dalam kajian yang saya gunakan,pengalaman dan pergumulan selama ini membuat saya selalu melihat HAM bukansemata persoalan hukum, tetapi lebih sosiologis. Bahwa HAM se- bagai bagian dari hukum internasional pada saat diimplementasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara terkait dengan masalah politik, sosial dan budaya. Pandangan ini diperkuat dengan hasil telaahan historis, yang ke- mudian memperkokoh keyakinan pada diri saya bahwa masalah HAM, bukan semata-mata pemikiran barat, tetapi merupakan persoalan yang nilai-nilainya terkait dengan dan mendasari pergera- kan kemerdekaan Indonesia. Dengan lain perkataan, substansi dan nilai-nilai HAM memiliki akar yang dalam, didalam dialektika perjuangan bangsa ini sejak sebelum kemerdekaan sampai seka- rang. Berdasarakan premis pemikiran inilah, saya ingin mengajak forum dalam kesempatan ini, untuk memikirkan persoalan memajukan implementasi perlindungan HAM dalam konteks pen- egakan supremasi hukum di negeri ini.
Latar Kesejarahan
Gencarnya kampanye promosi HAM di berbagai belahan dunia dan di tanah air lebih dari dua dasawarsa terakhir mem- beri kesan kepada masyarakat bahwa seolah-olah masalah HAM merupakan pemikiran asing, yang sepenuhnya barat, yang kemudian “dipaksakan” supaya dit- erima oleh masyarakat Indonesia. Hal ini terjadi karena dua hal pokok. Pertama kekuasaan negara selama lebih dari em- pat puluh tahun berhasil mengeleminir pemikiran tentang HAM yang mele- kat dalam sejarah perjuangan bangsa di satu sisi, dan kedua pada sisi yang lain karena kealpaan kalangan akad- emisi dan cendekiawan untuk menggali serta penelusuri persoalan HAM dalam khazanah pemikiran bangsa sendiri. Seperti diketahui, pemikiran anti HAM dalam perdebatan dan perumusan UUD 1945 di BPUPKI memang lebih domi- nan. Akan tetapi berkat kegigihan Mo- hamad Hatta dan Yamin, beberapa pasal tentang HAM seperti jaminan atas kebe- basan beragama dan kebebasan berseri- kat dan berkumpul, dan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan, dan lain sebagainya, bisa masuk di dalam kon- stitusi tersebut, Kalau ditelusuri lebih mendalam substansi nilai HAM ini jelas terkait dan mendasari seluruh gerak per- juangan kemerdekaan. Seperti muncul secara dominan saat perumusan Deklara- si Universal HAM ( Universal Declaration of Human Rights) tahun 1948, primus interpares hak-hak asasi manusia ada- lah dignity of man, kemuliaan manusia. Padanan kata Inggris “dignity” didalam bahasa Indonesia adalah derajat atau yang lebih tepat adalah martabat. Martabat adalah sesuatu yang mele- kat dalam diri manusia. Oleh sebab itu kalau kita perhatikan seluruh konvensi dan atau kovenan internasional beri- kut protokolnya tampak bahwa seluruh hak-hak yang masuk dalam hak asasi manusia terkait dan dirumuskan dalam kerangka (melindungi, menghormati atau meninggikan) martabat manusia. Masalah martabat dan inti kemuliaan manusia itu sudah dipikirkan sejak abad ke 12, bahkan lebih subur lagi muli abad ke 15 dan 16 dalam sejarah Eropa. Tum- buh suburnya pemikiran ini terkait den- gan absolutisme kekuasaan raja-raja yang menindas dan sewenang-wenang. Kesepakatan internasional tentang HAM yang termuat dalam DUHAM dicapai karena adanya keprihatinan bersama mengenai terinjak-injaknya martabat manusia dalam dua kali perang dunia, terutama dalam Perang Dunia II. Seba- liknya, terhina-dinakannya martabat ma- nusia Indonesia terkait dengan kejamnya penguasa kolonial yang dimulai abad ke- 15, justru pada saat di Eropa, negara asal para penjajah dunia ketiga, sedang tum- buh pemikiran mengenai hak-hak alami- ah manusia untuk memuliakan manusia. Bangkitnya kesadaran nasional sebagai embrio pergerakan kemerdekaan dapat dilihat sebagai awal bangkitnya nasion- alisme Indonesia. Tetapi dari sudut yang lebih mendasar tumbuhnya kesadaran nasional tersebut merupakan awal dari berkembangnya kesadaran tentang martabat manusia Indonesia sebagai reaksi atas penindasan penguasa kolo- nial. Inilah akar menumbuhkan cita-cita bangsa Indonesia untuk melepaskan diri dari kolonialisme. Secara historis, cita-cita tersebut pertama kali dicetus- kan oleh Budi Utomo Pada tahun 1908 yang, bertujuan untuk memajukan pen- didikan “orang Jawa”(baca: orang In- donesia, karena istilah itu belum dike- nal pada saat itu) menjadi bangsa yang setara atau sederajat dengan bangsa- bangsa lain yang beradab di dunia. Sekalipun disebut orang Jawa, namun yang dimaksud pada hakekatnya adalah meningkatkan derajat bangsa (terjajah) Indonesia agar setara dengan bangsa- bangsa lain. Cita-cita untuk mengangkat martabat manusia Indonesia itu muncul semakin jelas dalam perdebatan antara Soetatmo dan dr. Tjipto Mangunkusumo. Perdebatan di antara mereka berkisar sekitar orientasi pendidikan dan bu- daya dalam rangka memajukan marta- bat manusia Indonesia. Soetatmo lebih
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013
13 UTAMA
berorientasi budaya dan nasionalisme Jawa, sedangkan Tjipto lebih menga- jukan tawaran pemikiran untuk lebih berorientasi nilai-nilai budaya moderen sehingga gagasan nasionalisme yang ditawarkannya bukanlah yang berori- entasi Jawa tetapi nasionalisme yang moderen. Apa yang mereka sengketakan adalah soal cara dan orientasi budaya, tetapi keduanya berpikir sama dalam kerangka mengangkat martabat manu- sia. Orientasi pemikiran tersebut bukan hanya sampai pada perlunya pengem- bangan nasionalisme Indonesia yang moderen, tetapi bagi Tjipto sampai pada perlunya pengembangan demokrasi. Tjipto memandang, demokrasi lebih sesuai dengan cita-cita meningkat- kan martabat manusia Indonesia. Pergulatan dalam merumusan cita-cita perjuangan bangsa ini berkembang terus hingga mencapai puncaknya yang ditandai dengan Sumpah Pemuda 1928, yaitu peristiwa monumental disana diikrarkan sosok bayangan keindone- sian: Satu Bangsa, Satu Tanah Air, Satu Bahasa Indonesia. Deklarasi Sumpah Pe- muda dapat ditafsirkan sebagai bingkai untuk mewujudkan upaya meninggikan martabat manusia Indonesia dalam sua- tu ikatan kebangsaan. Didalamnya im- plisit hasrat mewujudkan suatu Negara Indonesia. Dan di dalam Negara Indo- nesia itu, menurut Hatta, yang berlaku adalah “Daulat rakyat”. Bentuk negara- nya itu sendiri, sebagaimana Sebelumn- ya sudah dicanangkan oleh Tan Malaka, adalah republic sebagai alternatif dari sistem pemerintahan penjajah, bukan kerajaan. Sejak itu dengan meminjam judul buku Tan Malaka, sejarah per- juangan bangsa adalah tidak lain meru- pakan perjuangan menuju republik. Dicapainya Proklamasi Kemerdekaan tanggall 17 Agustus 1945 dapat di- pandang sebagai puncak dari tumbuh- berkembangnya cita-cita bangsa terse- but. Para pendiri bangsa itu sendiri, menandai peristiwa monumental itu sebagai “pintu gerbang” bagi proses pemerdekaan bangsa Indonesia. Men- gacu kepada pikiran Bung Karno, proses pemerdekaan ini mencakup ke- dalam maupun keluar. Pemerdekaan kedalam mengandung arti sebagai proses pemerdekaan rakyat Indonesia dalam rangka memanusiakan setiap individu manusia Indonesia agar men- jadi manusia yang sederajat dengan manusia-manusia dari bangsa lain. Pada saat kita dijajah oleh Belanda mau- pun Jepang, rakyat kita, orang-orang Indonesia dianggap koeli di antara koeli-koeli di dunia, yang dapat dihina dan diperjual-belikan sebagai budak. Proses memerdekakan manusia Indo- nesia dimaksudkan agar setiap orang Indonesia apapun suku bangsa, agama, keturunan, ras, warna kulit ataupun la- tar belakang sosial dan budayanya, se- muanya harus dipandang, diakui dan dihormati sama kedudukan dan marta- batnya. Dengan lain perkataan proses pemerdekaan manusia Indonesia adalah upaya untuk membebaskan rakyat In- donesia dari segala bentuk penindasan penghinaan dan pelecehan dari siapapun atau oleh siapapun, tidak terkecuali diri pemerintah negaranya sendiri sehingga mereka menjadi tuan di negaranya sendi- ri yang dihormati oleh semua orang.
Pemerdekaan keluar berarti proses pen- ingkatan harga diri bangsa Indonesia dalam pergaulan Internasional melalui berbagai upaya diplomatik, sehingga di- terima sebagai bangsa bermartabat dan masuk dalam jajaran bangsa-bangsa beradab di dunia. Upaya-upaya untuk mewujudkan kesederajatan sebagai sebuah bangsa ini penting dilakukan agar bangsa Indonesia diterima dan memperoleh pengakuan dari bangsa lain atas dasar kesederajatan terse- but. Keduanya tidak bisa dipisahkan. Pemerdekaan rakyat di dalam negeri merupakan prasyarat bagi peningka- tan derajat bangsa secara keseluru- han di forum internasional. Dari sudut pandang inilah pentingnya. Dari sudut pandang inilah pentingnya legislasi HAM dalam konstitusi berikut undang- undang organik serta implementas- inya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena merupakan dasar bagi upaya peningkatan dan pengakuan bangsa lain atas tinggi-rendahnya bang- sa Indonesia sebagai bangsa beradab. Berdasarkan telusuran historis seperti itu, saya sampai pada kesimpulan bahwa komitmen terhadap apa yang sekarang disebut sebagai hak-hak asasi manusia itu merupakan benang merah yang men- jadi serat dari keseluruhan perjuangan bangsa untuk memerdekakan manusia Indonesia pada zaman penjajahan, dari status budak atau koeli yang dijajah menjadi manusia Indonesia yang bebas merdeka sedangkan pada pasca ter- bentuknya Negara Indonesia, berwujud pemerdekaan dari belenggu kekuasaan bangsa sendiri yang otoriter dan dari berbagai keterbelakangan yang meren- dahkan martabat manusia Indonesia. Se- muanya itu ditujukan untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonsia. Tujuan mengangkat harkat dan mar- tabat setiap manusia Indonesia inilah yang saya maksudkan sebagai pers- pektif perjuangan Hak Asasi Manusia di Indonesia yang dengan sendirinya harus dipahami sebagai komitmen Na- sional. Apapun dan siapapun aktifis Hak Asasi Manusia yang berjuang di ne- gara ini baik dalam bentuk perorangan, kelompok, golongan, lembaga swadaya masyarakat, ataupun ORNOP, partai- partai bahkanseluruh aparat kekuasaan termasuk polisi dan tentara (militer) dan lain sebagainya harus memahami bahwa perjuangan HAM yang mereka lakukan adalah untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia Indonesia agar menjadi anak bangsa yang terhor- mat dan bermartabat. Dengan demiki- an berkembangnya isu HAM di negeri kita dalam dua dasawarsa terakhir ini tidak bisa dikatakan sebagai ditentukan oleh desakan masyarakat internasional; masalah HAM itu sendiri tak bisa dika- takan sepenuhnya mengambil pemikiran barat, karena akar-akar gagasan tentang HAM itu sendiri melekat dalam sejarah perjuangan bangsa ini. Dalam studi men- genai perdebatan di Konstituante, saya menemukan fakta politik bahwa tidak satu pun pemuka bangsa yang mewakili seluruh komponen masyarakat Indone- sia yang menolak hak-hak asasi manusia. Di antara mereka memang ada pro-kon- tra mengenai tiga atau empat isu yang berkaitan dengan agama yang belum terselesaikan. Tetapi mereka sudah ber- hasil merumuskan pemikiran mengenai hak-hak yang di kemudian hari masuk dalam kovenan hak sipil dan politik, atau kovenan hak ekonomi, sosial dan budaya,
Indonesia Merdeka
SINERGI AGUSTUS 2013 UTAMA
bahkan termasuk mengenai hak-hak pembangunan yang baru dirumuskan PBB sekitar dua dasawarsa kemudian. Meskipun demikian, tentu saja faktor ekternal atau pengaruh internasional tidak perlu dinafikan, karena masyarakat barat sudah terlebih dahulu memikirkan- nya secara sistematis sehingga amat wa- jar kalau mereka cukup dominan dalam perumusan berbagai piagam atau ber- bagai konvensi/kovenan tentang HAM. Tetapi perlu segera dicatat bahwa semua produk instrumen HAM itu adalah hasil kesepakatan seluruh bangsa. Dimuka bumi ini pengaruh internasional itu pun merupakan konsekuensi saja dari keterikatan bangsa ini sebagai bagian dari komunitas internasional di bawah naungan Perserikatan Bangsa Bangsa.
Ham Untuk Mencegah Absolutisme Kekuuasaan Negara
Berdasarkan pemahaman tentang akar HAM, dalam sejarah perjuangan bang- sa itu, menurut hemat saya, persoalan penegakan HAM haruslah dilihat dari cita-cita bangsa untuk mengangkat har- kat dan martabat manusia Indonesia. Sejarah menunjukkan bahwa penyalah- gunaan Kekuasaan Negara (abuse of power) merupakan ancaman paling efek- tif terhadap hak-hak asasi yang meren- dahkan martabat manusia sebagaimana dibuktikan selama 40 tahun terakhir.
Terutama kecenderungan penguasa un- tuk membangun kekuasaan yang abso- lute. Cita-cita bangsa untuk mengangkat harkat dan martabat manusia Indonesia tersebut dapat bahkan harus dijadikan alat ukur untuk menakar rejim-rejim yang pernah berkuasa setelah Indonesia merdeka. Adanya perlakuan sewenang- wenang terhadap hak-hak asasi manusia oleh penguasa dalam empat puluh ta- hun terakhir, baik apa dalam masa Orde Lama maupun Orde Baru, sudah meny- impang dari cita-cita bangsa untuk men- gangkat martabat manusia Indonesia. Kita mesti mengambil pelajaran penting dari kecanggihan rejim Orde Baru dalam mengeliminir hak-hak asasi manusia den- gan menggunakan berbagai instrument politik. Secara sosial, HAM dikualifikasi- kan sebagai paham individualistik yang bertentangan dengan watak dan kepriba- dian bangsa Indonesia yang kolektivistik; secara politik HAM distigmatisasi seba- gai paham liberalistik yang bertentan- gan dengan Pancasila; dan secara budaya diajukan argument partikularistik bahwa bangsa Indonesia memiliki hak-hak asasi sendiri (khas) yang didasarkan pada bu- daya bangsa. Pemikiran partikularistik tersebut dipakai untuk menolak watak universal dari HAM yang secara efektif memungkinkan dilahirkannya kebija- kan politik, termasuk di bidang hukum, yang mengabaikan hak-hak asasi ma- nusia. Bagi saya sendiri, kecenderungan semacam itu -yang juga mewarnai zaman Orde Lama - dimungkinkan terjadi ka- rena filosofi kenegaraan, staatssidee in- tegralistik dari Soepomo, yang menjiwai UUD 1945 waktu itu, yang pada dasarnya menolak hak-hak asasi manusia, kendati di dalamnya ada beberapa pasal menge- nai hak-hak warganegara. Seperti kita ketahui, hasil dari kecenderungan itu adalah absolutism kekuasaan negara yang dipegang kepala negara (presiden). Ini sebenarnya yang menjadi dasar bagi saya menawarkan constitutional govern- ment atau constitutionalism sebagai al- ternatif pendekatan untuk memikirkan reformasi sistem politik dan pemerin- tahan di Indonesia, yang saya tawarkan jauh-jauh hari sebelum munculnya gera- kan reformasi. Tawaran ini juga secara pro-aktif saya ajukan pada saat mulai munculnya gagasan untuk mengamande- men UUD 1945. Menurut paham ini, hak- hak asasi manusia yang secara tertulis harus secara ekspilit dan terinci tertuang dalam konstitusi. Dengan demikian se- cara normatif hak-hak asasi manusia dan hak-hak warga negara maupun kewajiban negara terdeskripsikan secara jelas seba- gaimana kerangka berpikir perumusan HAM PBB, mulai dariMDUHAM dan berb- agai konvensi/kovenan lainnya. Rumusan konstitusi akan menjadiMukuran atau ta- karan untuk membatasi kekuasaan nega- ra, kekuasaan pemerintahMkhususnya. Aturan normatif memang tidak dengan sendirinya berefek membatasiMkekua- saan negara. Akan tetapi apa yang tertu- ang dalam konstitusi bisa menjadi dasar dan instrumen bagi masyarakat sipil, bagi rakyat, untuk menilai, bergerak dan melakukan tuntutan terhadap negara. Jaminan konstitusional atas hak-hak asa- si manusia memberikan dasar yang ko- koh bagi rakyat pemilik kedaulatan, yang nota bene memiliki dasar historis untuk ikut menentukan corak kekuasaan nega- ra. Dimasukkannya hak-hak asasi manu- sia ke dalam UUD 1945, melalui amande- men dalam beberapa tahun terakhir ini, dapat dicatat sebagai langkah awal dalam menjabarkan cita-cita bangsa ini untuk menghormati dan meningkatkan harkat dan martabatnya, sekaligus meletakkan rambu-rambu untuk mencegah lahirnya kembali penguasa negara yang otoriter .
Supremasi Hukum Dalam Rangka Peningkatan Perlindungan HAM
Perlu dicatat, bahwa dari segi hukum, dalam sepuluh tahun terakhir ini ada sejumlah kemajuan penting mengenai upaya bangsa ini untuk melindungi HAM. Seperti diketahui, ada sejumlah produk politik yang penting tentang HAM. Ter- catat mulai dikeluarkannya TAP MPR No.
XVII/1998, kemudian amandemen UUD 1945 yang secara eksplisit sudah me- masukkan pasal-pasal cukup mendasar mengenai hak-hak asasi manusia, UU No, 39/1999 tentang Hak-Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Setelah dilakukannya amandemen dengan sendirinya UUD 1945 sebenarnya sudah dapat dijadikan dasar konstitu- sional untuk memperkokoh upaya-upaya peningkatan perlindungan HAM. Adanya undang-undang tentang HAM dan per- adilan HAM, merupakan perangkat or- ganik untuk menegakkan hukum dalam kerangka perlindungan HAM atau se- baliknya penegakan supremasi hu- kum dalam rangka perlindungan HAM.
Indonesia Merdeka
- terutama yang berurusan dengan kea- manan dan pertahanan, termasuk yang paling potensial melakukan pelanggaran HAM. Tetapi sebaliknya Negara termasuk aparat kekuasaannya (Polisi dan Tentara) berkewajiban, bukan hanya melindungi, menghormati dan memberi jaminan atas HAM akan tetapi bila dilihat dari penega- kan supremasi hukum maka pemerintah dituntut untuk semakin menyempurna- kan dan membenahi perangkat hukum dan perundang-undangan yang kondusif bagi penegakan HAM. Kalau demikian halnya, kemudian muncul agenda besar. Pertama, menyempurnakan Produk- produk hukum, perundang-undangan tentang HAM. Produk hukum tersebut perlu disesuaikan dengan semangat konstitusi yang secara eksplisit sudah memberi dasar bagi perlindunan dan jaminan atau HAM. Termasuk disesuai- kan dengan ketentuan-ketentuan dalam konvensi/kovenan internasional tentang HAM, baik dari segi materi tentang HAM- nya itu sendiri maupun tentang kelemba- gaan Komnas HAM dan peradilan HAM. Kedua, melakukan inventarisasi, men-
SINERGI AGUSTUS 2013
15 Semua ini melengkapi sejumlah kon-