BAB II A KESEHATAN ORGANISASI

(1)

1. Kesehatan organisasi.

a. Pengertian kesehatan organisasi.

Organisasi yang sehat merupakan organisasi yang apabila seluruh unsur dan sistem organisasinya dapat berfungsi secara baik sehingga lembaganya memiliki integritas dan mandiri dalam menghadapi berbagai kekuatan dan tantangan eksternal yang dapat mengancam eksistensinya. Organisasi yang sehat juga tercermin adanya kemampuan lembaga mensinergikan kemampuan energi semua unsur dalam sistem organisasi sehingga organisasi dapat bergerak kearah pencapaian tujuannya. Dalam konteks tersebut organisasi sekolah dapat dikatakan sehat apabila seluruh bagian atau unsur yang ada dalam sistem sekolah dapat berfungsi secara baik. Apabila salah satu bagian atau komponen sistem sekolah itu rusak atau tidak berfungsi maka kesehatan organisasi sekolahpun pasti akan terganggu atau organisasi sekolah menjadi tidak sehat.

Pandangan awal tentang konsep kesehatan organisasi termasuk organisasi sekolah diantaranya adalah dikemukakan oleh Matthew Miles dan Talcott Parson. Matthew Miles mengemukakan devinisi tentang kesehatan organisasi sebagai A healthy organization is one that not only survives in its environment, but continues to grow and prosper over the long term. An organization on any given day may be effective or ineffective, but healthy organizations avoid persistent ineffectiveness.1 Pengertian tersebut mengandung tiga makna

penting dalam membangun sebuah organisasi yang sehat yaitu: 1) organisasi mampu bertahan dalam menghadapi tantangan lingkungannya; 2) organisasi terus tumbuh dan berkembang untuk mencapai tujuan dalam jangka panjang; dan 3) organisasi yang sehat selalu efektif pada setiap prosesnya.

1 W.K. Hoy, C. J. Tarter, & R. B. Kottkamp. 1991. Open Schools/healthy School: Measuring Organizational climate. Newbury Park, CA: Sage. Hal. 15.


(2)

Miles kemudian menyebutkan 10 (sepuluh) ciri kesehatan organisasi sebagaimana disimpulkan oleh Hoy, Tarter dan Kottkamp2 yaitu:

1. Organisasi harus fokus pada tujuan utama (goal focus), dalam hal ini tujuan yang dicapai harus realistik dan konsisten terhadap tuntutan lingkungan.

2. Membangun komunikasi yang lancer (communication adequacy) yaitu setiap organisasi harus mewujudkan adanya komunikasi yang efektif antar anggota yang bebas dari berbagai hambatan untuk membangun kinerja yang lebih baik.

3. Pemerataan kekuasaan yang optimal (optimal power equalization) yaitu kewenangan dan pengaruh harus diberikan secara merata ke seluruh anggota organisasi agar setaip anggota dapat efektif saling mempengaruhi dan memotivasi untuk berbuat lebih baik.

4. Pemanfaatan sumberdaya (resource utilization), yaitu setiap personil atau sumber daya organisasi harus dimanfaatkan secara efektif dengan menjaga keseimbangan dan kesesuaian antara kebutuhan individu dengan kebutuhan organisasi.

5. Kepaduan (cohesiveness), yaitu adanya kesadaran bersama pada setiap anggota dengan perinsip organisasi selalu menjadi milik mereka, sehingga dapat saling mempengaruhi dalam berbuat dan bertindak secara kolektif demi kemajuan organisasi.

6. Moral (morale), yaitu organisasi senantiasa memberikan kenyamanan dan kesejahteraan bagi setiap anggotanya untuk memenuhi perasaan rasa memiliki terhadap organisasi. 7. Inovasi (innovativenes), organisasi selalu berorientasi pada perubahan dengan

menemukan prosedur baru, bergerak menuju pada suatu tujuan yang lebih baik.

8. Otonomi (autonomy), orgainsasi senantiasa mandiri dalam setiap kebijakan dan keputusan serta independensi terhadap semua pengaruh dari kekuatan luar.

9. Adaptasi (adaptation), yaitu organisasi dapat menghasilkan sebuah kebijakan yang mengandung nilai guna dan menghasilkan perubahan-perubahan yang dapat menjadi korektif terhadap diri dan lingkungannya untuk dapat tumbuh dan berkembang kearah yang lebih baik.

10.Kelancaran dalam memecahkan masalah (problem-solving adequacy). yaitu organisasi harus dapat secara mandiri untuk menemukan solusi tepat dalam memecahkan berbagai masalah yang dihadapinya secara efektif dan efisien.


(3)

Selanjutnya Miles mengelompokkan cirri-ciri tersebut ke dalam tiga kategori kebutuhan yang perlu dikembangkan pada setiap organisasi agar dapat menjadi organisasi yang sehat. Kebutuhan tersebut dapat disusun dalam bentuk tabel berikut disertai klasifikasi ciri-cirinya masing-masing yaitu:

Tabel 1: Ciri-ciri kesehatan organisasi.

KATEGORI KEBUTUHAN CIRI-CIRI KESEHATAN ORGANISASI

Kebutuhan akan tugas (task needs) Fokus pada tujuan Komunikasi yang baik

Pemerataan kekuasaan yang optimal Kebutuhan akan pemeliharaan

(maintenance needs)

Pemanfaatan sumber daya

Adanya kepaduan sikap/kebersamaan Memiliki moral yang baik

Kebutuhan untuk tumbuh dan berkembang (growth and development needs)

Adanya inovasi Otonomi Selalu adaptasi

Dapat memecahkan masalah. Diadap tasi dari W.K. Hoy dan Cecil G. Miskel, hal. 18

Melalui klasifikasi ciri-ciri kesehatan organisasi dalam hirarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Miles, maka banyak peneliti mencoba menggunakannya sebagai kerangka konseptual dalam penelitian untuk mengukur kesehatan organisasi termasuk organisasi sekolah. Kompston dan Sonnabend yang pertama kali menggunakan sepuluh ciri orgainsasi yang dikemukakan oleh Miles dengan menggunakan sebuah instrument yang disebut

Organizational Health Description Questionnaire (OHDQ)3. Penelitian ini hanya dapat

menghasilkan lima ciri kesehatan organisasi yang dapat diukur pada organisasi sekolah walaupun hanya dengan analisis instrument yang kurang memuaskan dengan tingkat reliabilitas dan validitas yang rendah. Penelitian yang sama juga dilakukan oleh Clark dan Fairman dari universitas Arkansas dengan mengembangkan instrument Organizational 3 Ibid.


(4)

Health Instrumen (OHI)4 juga menghasilkan kesimpulan yang sama dengan penelitian

Kompston & Sonnabend.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh W. K. Hoy dkk.5 berusaha untuk mengembangkan

pengukuran tentang kesehatan sebuah organisasi terutama pada organisasi sekolah dimana ciri-ciri yang teridentifikasi sebagai faktor yang dapat berpengaruh pada sehat atau tidaknya sebuah organisasi sekolah yaitu: (1) adanya moral seluruh anggota kelompok karena terwujudnya perasaan rasa puas, (2) termotivasi rasa kepaduan anggota dengan sekolah sehingga merasa memiliki dan saling membutuhkan antar seluruh unsur input sekolah dengan lembaga atau organisasi sekolah, (3) atas dasar hal tersebut maka organisasi dapat menggunakan sumberdaya secara merata dan seimbang, (4) pemerataan kekuasaan, tugas dan wewenang secara merata dan optimal, (5) adanya penekanan akademik yang mencerminkan tugas dan pencapaian tujuan secara efektif dan efisien, (6) integritas dan kemandirian lembaga atau organisasi sekolah dapat dijalankan secara indenpenden tanpa dipengaruhi oleh pihak luar sehingga sekolah dapat dikelola secara otonomi, dan (7) melalui kemandirian dalam otonominya maka organisasi sekolah mampu beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya sehingga dapat berkembang dan menghasilkan perubahan-perubahan, (8) inovasi baru merupakan hasil dari sebuah perubahan dalam organisasi sekolah dengan membuat berbagai kebijakan atas prosedur-prosedur baru dan bergerak menuju tercapainya target dan tujuan yang telah direncanakan.

Hoy dan Feldman6 selanjutnya menyimpulkan definisi tentang organisasi sekolah yang

sehat yaitu:

4 E. Clark, & M. Fairman. 1983. Organizational health: A Significant Force in Planned Change. NASSP Bulletin, September, hal. 108-113 .

5 W. K. Hoy, C. J. Tarter, & R. B. Kottkamp. Loc. Cit.

6 Wayne K. Hoy & Cecil G. Miskel. 2005. Educational Administration Theory, Research, and Practice. Seventh Edition. New York : The McGraw Hill Companies, p. 190


(5)

“A healthy organizational is one in which the technical, managerial and institutional levels are in harmony. The organization is both meeting its needs and successfully coping with disruptive outside forces as its energies toward its mission. The healthy school is protected from unreasonable community and parental pressures”.

Artinya bahwa sebuah organisasi yang sehat adalah organisasi yang di dalamnya terdapat tingkat teknis (technicallevel), tingkat manajerial (managerial level) dan tingkat kelembagaan (institutional level) selalu berfungsi secara baik dan memiliki hubungan yang harmonis, sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk mencapai tujuan atau misinya dan berhasil mengatasi kekuatan-kekuatan luar yang bersifat merusak. Bahwa organisasi sekolah yang sehat yaitu organisasi sekolah yang mampu dilindungi dirinya dari kekuatan masyarakat dan tekanan orang tua yang bersifat merusak.

Sejalan dengan pendapat tersebut maka Talcott Parson7 menjelaskan tentang kesehatan

organisasi sekolah yaitu “healthy schools effectively meet the instrumental needs of adaptation and goal achievement as well as the expressive needs of social and normative integration; that is, they must mobilize their resources to achieve their goals as well as infuse common values into the work group. Artinya bahwa sekolah yang sehat yaitu sekolah yang secara efektif dapat memenuhi kebutuhan yang mendasar serta dapat menyesuaikan diri terhadap perkembangan sosial melalu penggunaan sumberdaya secara maksimal berdasarkan norma dan nilai-nilai kebersamaan untuk mencapai tujuan secara efektif. Parson8 kemudian

menekankan bahwa:

Refer to these as the imperative functions of adaptation, goal attainment, integration, and latency. In other words, schools must solve the problems of:

a. Accommodating to their environment. b. Setting and implementing goals,

c. Maintaining solidarity within the school, and d. Creating and preserving a unique value system.

7 Hoy, Tarter, & Kottkamp. Op. Cit. Hal. 56


(6)

Artinya bahwa organisasi yang sehat harus mampu menjawab empat permasalahan dasar yang dihadapinya yaitu (1) dapat beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di dalam lingkungan organisasi, (2) organisasi harus mampu bergerak untuk mencapai tujuannya, (3) harus dapat mengintegrasikan diri memenuhi tututan perkembangan, dan (4) organisasi dapat memecahkan berbagai kekurangan dan kesulitan yang dihadapinya.

Kriser (1960) dan Rummel (1970)9 kemudian menyimpulkan hasil penelitiannya dengan

memberikan batasan tentang sekolah sehat yaitu :

Sekolah yang dapat terhindar dari tekanan masyarakat dan orangtua, integritas lembaga sekolah yang kuat, perilaku kepala sekolah yang dinamis dalam mendukung guru dengan pertimbangan tinggi, dapat mempengaruhi atasan atau pihak lain dalam mengefektifkan sekolah, komitmen guru cukup kuat dalam bertugas dan saling percaya, motivasi siswa sanagt kuat untuk berprestasi dan saling menghargai (pengaruh akademik yang tinggi), dukungan sumberdaya cukup kuat.

A. A. Wahab10 menjelaskan bahwa organisasi sekolah yang sehat harus mampu

memecahkan permasalahan (1) memperoleh sumber daya dan bantuan yang cukup dari lingkungannya, (2) pengaturan dan pencapaian tujuan, (3) memelihara solidaritas yang terdapat di dalam sistem, dan (4) menciptakan serta menjaga nilai-nilai sistem. Sergiovanni11

mengemukakan bahwa organisasi yang baik yaitu organisasi yang dapat memberikan susunan administratif, aturan-aturan, dan mekanisme pengkoordinasian yang dibutuhkan untuk memudahkan menjalankan aktifitas organisasi secara maksimal.

Hubungannya dengan ketiga level organisasi di atas maka A. A. Wahab menjelaskan bahwa:

1. Level teknis (technical level), dalam organisasi pendidikan fungsi teknis adalah proses belajar mengajar, dan para gurulah yang bertanggungjawab langsung dalam proses tersebut. Siswa yang terpelajar adalah produk dari sebuah organisasi pendidikan (sekolah), dan seluruh sub sistem yang bersifat tekhnis berhubungan dengan permasalahan bagaimana belajar dan mengajar yang efektif.

9 Ibid. hal. 68

10 Abdul Azis Wahab. Op. Cit.. Hal. 78


(7)

2. Level manajerial (managerial level), fungsi manajerial level adalah proses adminstrasi yang bertugas mengendalikan dan melayani sub sistem teknis dengan cara memenuhi kebutuhan dasar para guru.

3. Level institusional (institutional level), berfungsi sebagai penghubung antara organisasi dengan lingkungannya, karena sangatlah penting untuk mendapatkan legitimasi dan dukungan dari masyarakat.12

Dengan demikian maka organisasi sekolah yang sehat harus mampu menjaga keserasian dan harmonisasi hubungan dan sistem kerja dari setiap komponen yang berfungsi pada setiap level dalam organisasi sekolah itu sendiri. Dalam hal ini pada level teknis terjadi harmonisasi hubungan dan berfungsinya para guru, pegawai dan staf serta para siswa dalam melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya masing-masing secara efektif dan efisien. Pada level manajerial maka para pengendali dan pengelola adminsitrasi/manajemen sekolah dalam hal ini kepala sekolah dan seluruh staf yang berada dalam struktur organisasi sekolah dapat membangun komunikasi yang baik untuk mewujudkan harmonisasi hubungan antar lintas struktur maupun dengan guru, pegawai dan staf, siswa dan seluruh setkholder sekolah. Selanjutnya untuk level institusional maka semua komponen dalam internal sekolah dan seluruh stekholder sekolah atau masyarakat dapat memberi dukungan dan pengakuan secara utuh terhadap lembaga atau organisasi sekolah dalam setiap kegiatan dan usahanya untuk mencapai tujuan sekolah maupun tujuan pendidikan secara nasional.

Abdul Azis Wahab menjelaskan bahwa organisasi yang sehat yaitu organisasi yang berhasil menghadapi kekuatan dari luar yang merusak dan mengarahkan energinya terhadap pencapaian sasaran dan tujuan utama organisasi secara efektif dan efisien.13 Sejalan

dengan pandangan tersebut maka oleh Veithzal Rivai dan Sylviana Murni14 menjelaskan

sejumlah asumsi tentang sekolah sehat, diantaranya yaitu:

12 Abdul Asiz Wahab. Loc. Cit.

13 Abdul Azis Wahab. 2008. Anatomi Organisasi dan Kepemimpinan Pendidikan: Telaah Terhadap Organisasi dan Pengelolaan Organisasi Pendidikan. Bandung : Alvabeta, hal. 76.

14 Veithzal Rivai dan Sylviana Murni.2009. Educational Management Analisis Teori dan Praktik. Jakarta : Raja Gravindo Perkasa, hal. 666


(8)

1. Mempunyai hubungan kreatif dan interaktif dengan lingkungannya.

2. Sekolah dapat mengklarifikasi dan menghormati nilai masing-masing inidividu (termasuk nilai-nilai murid) dan berjuang melalui pemahaman dan keselarasan antara nilai-nilai institusi dengan nilai-nilai individu.

3. Tidak menyia-nyiakan struktur tugas akan tetapi selalu memanfaatkannya sebagai sarana untuk memperoleh kesesuaian yang lebih baik antara cita-cita dan kenyataan.

4. Sekolah selalu menjaga hubungan manusia yang baik antara masing-masing individu dan kelompok dalam suatu organisasi yang mencerminkan struktur cita-cita dalam kegiatan kehidupan sehari hari.

5. Memiliki strategi yang baik untuk mewujudkan tujuan organisasi sekolah berdasarkan pada kondisi sekolah tersebut.

Dengan demikian maka dapat dikatakan bahwa kesehatan organisasi merupakan kemampuan organisasi secara internal maupun eksternal menata dan memberdayakan seluruh potensi dan sumberdaya yang dimilikinya sebagai kemampuan energi potensial agar mampu menghadapi dan mememcahkan berbagai permasalahan yang dihadapi sekolah. Selain itu organisasi yang sehat juga adalah organisasi yang mampu menata dan menggunakan seluruh kekuatan sumberdaya yang dimilikinya untuk meraih sasaran dengan menjaga dan menata harmonisasi hubungan dan memfungsikan seluruh struktur dan personalia yang ada berdasarkan pada level dan struktur organisasi yang ditempatinya.

Wirawan15 menjelaskan bahwa organisasi merupakan respon terhadap dan alat

penciptaan nilai untuk memuaskan kebutuhan manusia. Nilai yang diciptakan organisasi sekolah adalah peserta didik atau siswa yang menjadi produk atau keluaran sekolah benar-benar berkualitas. Aan Komariah dan Cepi Triatna16 menekankan bahwa kualitas bukan

semata-mata keluaran secara kuantitatif , akan tetapi out come atau hasil yaitu lulusan yang bermanfaat di lingkungannya sesuai proses yang dilakukan.

15 Wirawan.2008. Budaya dan Iklom Organisasi; Teori Aplikasi dan Penelitian. Cet. II. Jakarta : Salemba empat, hal. 5


(9)

Di dalam organisasi sekolah yang sehat seorang kepala sekolah harus berfungsi secara baik untuk melaksanakan tugasnya sebagai seorang pemimpin sekolah. Kepala sekolah harus mampu mengelola unsur input dalam sistem sekolah yang meliputi manusia, uang, metode, mesin, dan material. Proses penciptaan nilai organisasi dapat di pahami melalui tampilan pada gambar berikut:

Gambar 1: Proses Penciptaan Nilai Organisasi

Diadap tasi dari Wirawan, hal. 6

Skema tersebut dapat menggambarkan bahwa organisasi sekolah dalam proses penciptaan nilai organisasi dapat menentukan tingkat kesehatan organisasi sekolah secara baik apabila input sekolah dapat diproses sesuai sistem sekolah secara sehat sebagaimana terlihat pada gambar skema berikut:

Gambar 2: Proses Penciptaan Nilai Organisasi dalam pendidikan

INPUT * Bahan mentah * Tenaga kerja * Modal * Mesin & Peralatan * Sistem Manajemen Nilai semua input = Rp X

PROSES * Transformasi input * Penciptaan sinergi * Penciptaan nilai tambah Biaya Proses = Rp A LINGKUNGAN INTERNAL

OUTPUT

* Barang/jasa * Manfaat barang/jasa * Profit margin yang diharapkan Rp. C (nilai tambah)

Harga barang/jasa lebih besar daripada Rp X + Rp A + Rp C

LINGKUNGAN EKSTERNAL BARANG DAN JASA

* Bahan Mentah * Mesin, peralatan, dan sebagainya.

* Tenaga Kerja * Budaya internasional, nasional, dan suku bangsa

* Modal * Anggota masyarakat pemakai barang dan jasa produk organisasi

INPUT * Man/manusia * Many/uang * Materials/bahan * Methods/cara * Machin * Sistem Manajemen (visi, misi, program, kepemimpinan, iklim dan budaya sekolah, dan kemitraan)

PROSES * Transformasi input * Produktifitas sekolah * Efisien * Efektif * Inovatif * Kualitas kehidupan sekolah

OUTPUT * Memenuhi SKL * Bermanfaat bagi masyarakat

LINGKUNGAN EKSTERNAL / OUT-COME PENDIDIKAN

* Kualitas lulusan (siswa)

* Mampu bersaing dalam pasar tenaga kerja * Memenuhi harapan pelanggang (orang tua)


(10)

Organisasi sekolah yang sehat adalah seluruh unsur input dalam sistem organisasi sekolah tersebut dapat berfungsi dan memotivasi proses dalam lingkungan sekolah sehingga dapat menghasilkan output atau outcome pendidikan yang benar-benar berfungsi dan bermanfaat untuk kepentingan pembangunan masyarakat, dan selanjutnya akan memberikan kontribusi sebagai masukan untuk kepentingan proses pembangunan secara konprehensif dalam bidang pendidkan.

b. Sekolah Sebagai Sebuah Organisasi.

Organisasi adalah terhimpunnya beberapa orang di dalam suatu kelompok tertentu untuk melakukan suatu kegiatan secara bersama dengan harapan untuk mencapai tujuan yang telah disepakati sebelumnya. Pudjosumedi dalam bukunya Organisasi dan Kepemimpinan

mengutip beberapa definisi organisas diantaranya yaitu:

1. Organisasi adalah kesatuan (entity) sosial yang dikoordinasi secara sadar dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, tersusun atas dua orang atau lebih, berfungsi atas dasar yang relatif terus menerus untuk mencapai suatu tujuan atau seperangkat tujuan bersama atau sekelompok tujuan. (Robbins)

2. Organisasi adalah institusi yang memberi nafas pada kehidupan struktur organisasi dan memungkinkan masyarakat mengejar tujuan yang tidak dapat dicapai oleh individu-individu secara sendiri-sendiri (Gibson dan Donnely)

3. Organisasi adalah kumpulan individu sebagai suatu sistem kerja sama yang terkoordinasi secara sadar dan dilakukan oleh dua orang atau lebih, biasa juga sebagai suatu sistem yang berdiri sendiri berbagai kegiatan yang saling berhubungan (Barnart).17


(11)

Atas dasar devinisi tersebut maka selanjutnya Pudjosumedi18 menyimpulkan bahwa:

Organisasi mempunyai lima unsur dinamis, yaitu: 1) adanya struktur yang menggambarkan garis komando (hirarki kekuasaan) dan garis staf sebagai garis advisory atau otoritas gagasan-gagasan; 2) adanya pembagian kerja yang berkitan dengan kedudukan dan fungsi; 3) adanya koordinasi mensinkronkan tindakan-tindakan dalam rangka pencapaian tujuan; 4) adanya skala yang menggambarkan hirarkhi, hubungan antara atasan dengan bawahan; 5) adanya fungsional yaitu perbedaan tugas dan tanggung jawab pada setiap individu dalam hierarkhi organisasi. Sejalan dengan penjelasan Pudjosumedi maka Hasibuan menekankan bahwa organisasi yang dinamis adalah organisasi yang secara terus menerus berkembang dan tumbuh dari segi tugas, bidang kegiatan, ukuran dan sebagainya.19 Berkembangnya sebuah organisasi sangat

tergantung pada berfungsi atau tidaknya struktur organisasi yang telah ditetapkan. Semua personil yang ada dalam struktur harus berfungsi sesuai garis prosedur yang telah ditetapkan berdasarkan hirarki kekuasaan maupun hirarki advisory staf atas gagsan-gagasannya. Supriono menjelaskan bahwa organisasi adalah hasil-hasil proses pengorganisasian dan pengelompokkan secara terstruktur manusia yang bekerja sama untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu.20

Untuk memperjelas garis komando dan garis advisori dalam struktur organisasi maka langkah utama yang harus diperhatikan adalah menetapkan prosedur dan pembagian kerja untuk memperjelas kedudukan dan fungsi setaip anggota dan staf dalam organisasi. Dimensi ini secara jelas memberi gambaran fungsional dalam struktur organisasi sehingga dapat memisahkan dan membedakan tugas dan tanggung jawab setiap individu dalam hirarki organisasi untuk membangun komunikasi yang sehat dan dinamis dalam. Veithzal Rivai dan Sylviana Murni21 menyebutkan terdapat tiga bentuk organisasi yang lebih potensial untuk

mengembangkan fungsi dan struktur organisasi kedepan. Dua diantaranya adalah dengan

18 Ibid. Hal. 3

19 Syaiful Sagala. 2009. Memahami Organisasi Pendidikan . Bandung : Alvabeta, hal. 16

20 Supriyono. 2000. Sistem Pengendalian Manajemen. Edisi I. Yogyakarta : BPFE. Yogyakarta.hal. 184


(12)

mengutip kesimpulan study kasus yang dilakukan oleh Burns dan Stalker yaitu struktur organisasi berbentuk mekanistis dan berbentuk organik. Dan satu bentuk lainnya yaitu struktur organisasi pembelajaran sistemik, selanjutnya dijelaskan bahwa;

Pertama; Organisasi mekanistis merupakan organisasi yang mempunyai struktur hierarkis di mana sebagian besar hak dan kewajiban didevinisikan dengan cermat. Tugas-tugas telah terspesialisasi, hanya beberapa saja yang mempunyai kendali terhadap tujuan keseluruhan, pengetahuan baru terletak di atas, dan interaksi jarang terjadi secara horizontal tetapi secara vertikal. Kedua; Organisasi organik yaitu tugas individu devinisikan ulang secara terus menerus untuk membuat mereka tetap dalam keselarasan dengan tujuan keseluruhan organisasi. Ada kecenderungan terhadap masalah kepemilikan kolektif dan inovasi, pengendalian struktur jaringan kerja, kekuasaan dan komunikasi, dan nasihat dari pada instruksi dan keputusan. Ketiga

organisasi pembelajaran sistemik yaitu konsep yang mecoba meneliti kompleksitas dan sifat tugas pendidikan dalmn lingkungan yang semakin dinamis dengan pengendalian yang demokratis terhadap perkembangan pendidikan dalam organisasi yang kompleks.

Meski terdapat perbedaan dalam maknisme dan sifat dari ketiga bentuk organisasi tersebut akan tetapi dalam implementasinya kecenderungan selalu menerapkan ketiga bentuk tersebut secara bersamaan. Sebuah organisasi menjadi lebih dinamis apabila kejelasan prosedur dan pembagian kerja sebagai garis kebijakan dalam pelimpahan wewenang dapat mensinkronisasikan koordinasi pada setiap kegiatan dan kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi sebagai wujud dari modifikasi bentuk penerapan organisasi mekanistik.

Saiful Sagala22 menjelaskan bahwa organisasi sebagai suatu wadah berinteraksi dan

bekerja sama yaitu tempat penyelenggaraan berbagai kegiatan orang-orang dalam mencapai tujuan yang di dalamnya terdapat hierarkhi kedudukan, jabatan, saluran wewenang, dan tanggung jawab masing-masing anggota, dengan memiliki tiga unsur penting yang disusun dalam organisasi yaitu proses organisasi, pekerjaan orang-orang dalam organisasi, dan sistem yang berlaku dalam organisasi. Selanjutnya Sutarto23 mengelompokkan devinisi organisasi 22 Saiful Sagala. Loc. Cit..

23 Sutarto, 2006. Dasar-dasar Organisasi. Cet. XXI. Jogjakarta : Gajah Mada University Press, hal. 38.


(13)

atas tiga kelompok yaitu organisasi adalah kumpulan orang-orang, oraganisasi adalah proses pembagian kerja, dan organisasi adalah sistem kerja sama, sistem hubungan atau sistem sosial.

Dari pengertian tersebut maka sekolah sebagai lembaga pelaksana pendidikan merupakan sebuah orgnaisasi yang didalamnya terhimpun sejumlah orang yang meliputi kepala sekolah, dewan guru, staf tata usaha dan pegawai serta siswa yang bekerja secara bersama-sama dengan harapan untuk tercapainya tujuan pendidikan.

Selanjutnya Hikmat24 mengemukakan bahwa lembaga pendidikan adalah organisasi yang

di dalamnya terhimpun bagian-bagian dan sub-bagian yang saling berhubungan. Setiap unit kerja yang terdapat dalam lembaga pendidikan harus bekerja sama untuk mencapai tujuan pendidikan. Sejalan dengan itu maka Wahjosumidjo menjelaskan:

1) sekolah sebagai sebuah organisasi dimana menjadi tempat untuk mengajar dan belajar serta tempat untuk menerima dan memberi pelajaran, terdapat orang atau sekelompok orang yang melakukan hubungan kerja sama yaitu kepala sekolah, kelompok guru dan tenaga fungsional yang lain, kelompok tenaga administrasi/staf, kelompok siswa atau peserta didik, dan kelompok orang tua siswa.

2) Sekolah merupakan tempat bergabung atau kumpulan orang-orang sebagai sumber daya manusia dalam satuan kerja masing-masing mempunyai hubungan atau terikat dalam kerja sama untuk mencapai tujuan.25

Organisasi sekolah merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa bagian atau komponen-komponen yang saling terkait dan berfungsi secara sendiri-sendiri ataupun secara bersama untuk mencapai tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya. Aktifitas bagian-bagian atau komponen-komponen adalah sebagai unsur dari setiap sistem yang ada dalam organisasi sekolah baik unsur input, proses, maupun unsur output masing-masing memiliki hubungan

24 Hikmat. 2009. Manajemen Pendidikan. Bandung : Pustaka Setia, Hal. 178

25 Wahjosumidjo. 1999. Kepemimpinan Kepala Sekolah Tinjauan Teoritik dan Permasalahannya. Jakarta : Raja Grafindo Persada, hal. 136.


(14)

yang bersifat terikat untuk bekerja secara individu maupun secara kolektif guna mencapai tujuan sekolah secara efektif dan efisien.

c. Dimensi-dimensi Kesehatan Organisasi.

Dimensi-dimensi kesehatan organisasi menurut Hoy dan Miskel26 dalam bukunya Educational Adminstration: Theory, Research and practise disebutkan antara lain:

1. Institutional Integrity

Describes a school that has integrity in its educational program. The school is not vulnerable to narrow, vested interests from community and parental demands. The school is able to cope successfully with destructive outside forces, yaitu suatu lembaga yang kuat dan lengkap, dimana organisasi sekolah yang sehat senantiasa tidak terpengaruh atas desakan dan kepentingan dari orang tua maupun masyarakat tetapi selalu mempunyai program yang jelas dan baik, sehingga sekolah mampu dan sukses menghadapi kekuatan dan tantangan dari luar yang bersifat merusak.

2. Principal Influence.

Refers to the principal’s ability to affect the action of superiors. The influential principle is persuasive, works effectively with the superintendent, but simultaneously demonstratetes independence in thought and action, yaitu organisasi yeng selalu memiliki perinsip pengaruh dalam hal ini organisasi memiliki kemampuan untuk mempengaruhi seluruh anggotanya secara efektif agar dapat melakukan berbagai hal secara bebas dan hati yang terbuka.

3. Consideration.

Behavior by the principal that is friendly supportive, open, and collegial, yaitu suatu organisasi dimana pada setiap tindakan dan perilakunya selalu disertai pertimbangan dengan sikap yang terbuka, ramah, dan secara kolektif.

4. Initiating Structure.

Behavior by the principal that is task and achievement oriented. The principal makes his or her attitudes and expectations clear to the faculty and maintains definite standards of 26 Hoy and Miskel. Op. Cit. hal. 191.


(15)

performance. Organisasi yang sehat senantiasa memiliki struktur disertai dengan standar dan tugas yang jelas yang berorientasi dan terarah pada harapan dan tujuan organisasi.

5. Resource Support.

Refers to provisions at a school where adequate classroom supplies and instructional materials are available, and extra materials are asily obtained. Yaitu organisasi yang senantiasa mendukung sumber dayanya. Dalam hal ini organisasi sekolah yang senantiasa memperhatikan dan menggunakan sumberdaya sekolah baik secara internal dan eksternal secara baik dan bermanfaat.

6. Morale.

Refers to a sense of trust, confidence, enthusiasm, and friendliness that is exhibited among teachers. Teachers feel good about each other and, at the same time, feel a sense of accomplishment from their jobs. Yaitu organisasi yang berfokus pada moral. Dalam hal ini di dalam organisasi sekolah seluruh pendidik, tenaga kependidikan, dan siswa senantiasa memiliki sikap dan sifat saling percaya, selalu bergairah dan penuh semangat, serta memiliki hubungan yang penuh dengan keakraban dan kekeluargaan. Hal ini yang menyebabkan adanya perasaan rasa puas dengan penuh ikhlas dan saling pengertian diantara mereka dalam melaksanakan pekerjaannya.

7. Academic Emphasis.

Refers to the school’s press for achievement. High but achievable academics goals are set for students; the learning environment is orderly and serious; teachers believe in their students’ ability to achieve; and students work hard and respect those who do well academically. Yaitu senantiasa tertuju pada program akademik dalam hal ini senantiasa mendorong sekolah untuk tetap berusaha secara terus menerus mencapai prestasi yang lebih tinggi dan dapat dijangkau oleh siswa, selalu menata lingkungan sekolah yang serius dan rapi, guru senantiasa memotivasi siswa untuk selalu berusaha dengan kemampuannya agar dapat tercapai tujuan sekolah, serta para siswa selalu bekerja keras dan saling menghormati atas hasil yang dicapai oleh mereka.


(16)

Abdul Azis Wahab27 dalam kesimpulannya menyebutkan bahwa organisasi yang sehat

harus memperhatikan dan memenuhi dua macam kebutuhan yang selanjutnya bila dihubungkan dengan ketujuh dimensi sekolah sehat tersebut maka dapat diklasifikasikan pada kelompok sebagai berikut:

1. Instrumental needs yaitu sebagai kebutuhan untuk memebri pertolongan, terdapat tiga tingkat kebutuhan yaitu:

a) tingkat institusi meliputi dimensi institutional integrity.

b) tingkat manajerial meliputi dimensi principal influence, intiating structure, resource supports, dan

c) tingkat tehnikal meliputi dimensi academic emphasis.

2. Expressive needs yaitu sebagai kebutuhan untuk memberikan pemikiran-pemikiran dan gagasan-gagasan organisasi, yang meliputi tingkat kebutuhan:

a) tingkat tehnikal termasuk dimensi morale. b) tingkat manajerial meliputi dimensi consideration

Mengacu pada dimensi-dimensi kesehatan organisasi secara umum maupun organisasi sekolah tersebut maka pada tingkat institusi atau kelembagaan, manajerial maupun tingkat tknis harus memiliki komitmen yang utuh, memiliki perinsip pengaruh kepemimpinan kuat dan efektif, memiliki pertimbangan dengan cara consideration (bersifat terbuka, ramah, dan secara kolektif), memiliki struktur dengan standar dan tugas yang jelas, selalu memberi dukungan sumber daya yang memadai, memberikan perasaan rasa aman, puas dan penuh keakraban, dan senantias terfokus pada kerja keras, saling menghargai dalam pencapaian prestasi yang tinggi.

d. Indikator – indikator kesehatan organisasi

Setelah memahami pentingnya dimensi-dimensi kesehatan organisasi maka selanjutnya dapat dikemukakan indikator kesehatan organisasi sebagai ukuran yang perlu diperhatikan dalam mengelola organisasi secara profesional. Motto28 yang dikutip oleh Quick

27 Abdul Azis Wahab. Loc. Cit.

28 James C. Quick and Jonathan D. Quick. Organization Stress and Prefentive Management. New York : McGraw-Hill, hal. 128


(17)

menyebutkan beberapa indikator kesehatan organisasi yaitu organisasi dapat melakukan adaptasi terhadap lingkungannya, organisasi senantiasa fleksibel terhadap pengaruh dari luar, dan organisasi selalu produktif. Selanjutnya Schein29 menyebutkan empat indikator dari

kesehatan organisasi yang yaitu: kemampuan beradaptasi, adanya kesadaran terhadap identitas organisasi, kemampuan organisasi dalam menguji realitas diri, serta kemampuan organisasi dalam berintegrasi.

Dengan demikian maka untuk mengukur sebuah organisasi menjadi sehat atau tidak maka indikator-indikator yang dapat dijadikan dasar adalah adanya sebuah lembaga dan struktur organisasi yang kuat dan dilengkapi dengan standar tugas yang merata dan adil, adanya kemampuan organisasi dalam mempengaruhi seluruh anggotanya serta selalu bersifat terbuka dan dilakukan secara kolektif. Selain itu organisasi juga dapat menggunakan sumber daya secara baik serta memiliki moral saling percaya, bergairah, dan penuh dengan kekeluargaan, dan senantiasa berorientasi pada usaha secara terus menerus kearah pencapaian tujuan. Organisasi yang sehat harus dapat menyesuaikan diri dengan perubahan dan perkembangan lingkungan dengan tetap konsisten dan tidak terpengaruh atas kekuatan eksternal yang bersifat merusak.

Brian Driven dalam studinya tentang kesehatan organisasi sebagaimana ditulis oleh Hendrasyahpuutra30 menyimpulkan tentang indikator sebuah organisasi yang sehat, secara

umum yaitu: 1) memiliki struktur organisasi yang rata dan ramping, 2) terjadi komunikasi yang efektif, 3) keputusan-keputusan organisasi senantiasa diambil secara cepat dan tepat, 4) selalu dekat dan melayani kebutuhan constituent, 5) organisasi selalu berubah, inovatif dan mampu menyesuaikan diri, dan 6) seluruh anggotanya memiliki kemauan dan motivasi tinggi dalam bekerja dan berprestasi.

29 Edgar H. Schein. 1980. Organizational Psychologi. New Jersey : Prentice-Hall, hal. 232.

30 Hendrasyahputra. 2008. Sehatkah Organisasi Kita. http://hendrasyahputra.com/2008/10/07/ sehatkah - organisasi-kita/comment-hal-1


(18)

Betti Alisjahbana31 menyebutkan enam idikator penting lainnya yang perlu

diperhatikan dalam membangun lingkungan kerja untuk mewujudkan organisasi yang sehat yaitu:

(1) Kejelasan Visi dan Misi; dalam hal ini bahwa setiap guru, pegawai tata usaha dan seluru stakeholder sekolah harus mengerti dan memahami visi dan misi organisasi sekolah, mereka juga dapat mengetahui dan mengerti bagaimana visi dan misi itu dapat memberi kontribusi pada organisasi sekolah dan memiliki perasaan bahwa mereka memainkan peranan penting dalam pencapaian misi sekolah.

(2) Fleksibilitas; dalam hal ini organisasi senantiasa mengutamakan proses persetujuan dngan prinsip kehati-hatian sehingga dapat menghasilkan kegiatanan yang tepat guna dan efisien. Oleh karena itu setiap guru,pegawai tata usaha dan semua stakeholder harus dirangsang untuk menemukan cara-cara baru yang lebih inovatif, kreatif dan efisien. (3) Tanggung Jawab; artinya bahwa setiap guru dan pegawai akan bekerja lebih baik bila

mereka diberi wewenang dan tanggung jawab. Keterampilan, wewenang dan tanggung jawab akan membuat risiko-risiko yang di ambil diperhitungkan dengan baik dan bisa dipertanggung jawabkan. Oleh karena itu setiap keberhasilan dan kegagalan hendaknya dipelajari dan dijadikan pengalaman yang berharga sehingga setiap pengambilan keputusan dapat berjalan dengan lebih baik dan menimbulkan efek positif untuk pertumbuhan dan pengembangan organisasi.

(4) Penghargaan yang Setara Dengan Kinerja; dalam hal ini dapat dipahami bahwa penghargaan yang diberikan harus setara dengan kinerja yang dilakukan oleh setiap guru dan pegawai dengan maksud agar dapat merangsang kinerja yang lebih baik.

(5) Standar Tinggi; yaitu bahwa dengan sandar kinerja tinggi yang diberlakukan organisasi dengan perinsip konsisten terhadap komitmen dan kesepakatan yang telah dibuat akan memacu semangat untuk terus melakukan perbaikan-perbaikan. Standar yang tinggi akan membuat karyawan merasa bangga menjadi bagian dari organisasi yang berkualitas.

31 Betti Alisjahbana. 2009. Membangun Lingkungan Kerja yang Sehat. http://mechastrolines.blogsport. com/2009/09/membangun-lingkungan -kerja-yang-sehat.html.


(19)

(6) Komitmen Untuk Saling Mendukung; dalam hal ini setiap pemimpin senantiasa bertanggung jawab atas saling mendukung dengan lebih mendahulukuan kepentingan organisasi di atas kepentingan individu atau kelompok tertentu.

Dengan demikian maka indikator-indikator yang perlu diperhatikan untuk membangun sebuah organisasi menjadi sehat adalah: memiliki visi dan misi, memiliki struktur yang rata dan ramping, adanya komunikasi yang efektif, berani membuat keputusan secara cepat dan tepat, berorientasi pada pelayanan, memiliki motivasi yang tinggi, organisasi dapat menyesuaikan diri dan berintegrasi dengan lingkungannya, organisasi senantiasa fleksibel terhadap pengaruh dari luar, dan organisasi selalu produktif. adanya kesadaran terhadap identitas organisasi, serta kemampuan organisasi dalam berintegrasi, bertanggung jawab dan komitmen yang kuat, serta memiliki standar yang tinggi dalam meraih prerstasi.

e. Kriteria Organisasi Yang Sehat dan sakit.

Setelah memahami arti penting dari sebuah organisasi yang sehat dilengkapi dengan dimensi atau indikator-indikator kesehatannya, maka selanjutnya dapat dijelaskan tentang kriteria organisasi yang sehat dan organisasi yang sakit. Organisasi yang sehat selain memiliki kemampuan untuk memberdayakan seluruh sumberdaya dan kekuatannya untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya, juga organisasi tersebut mampu dan selalu survife terhadap berbagai tantangan dan permasalahn yang dihadapi baik secara internal maupun secara eksternal.

Untuk mengukur suatu organisasi berada pada kondisi sehat atau tidak sehat maka Frederick Herzberg32 menjelaskan beberapa ciri organisasi yang sehat diantaranya yaitu:

32 Frederick Herzberg. 1967. Work and The Nature of Man New York : The World Publishing Company. Jurnal Manajemen & Bisnis Sriwijaya 3. (6) Desember 2005 : 3


(20)

1. Policy and System Adminstrasi yaitu adanya suatu kebijakan dan sistem pengelolaan administrasi pada sebuah organisasi selalu sehat.

2. Supervision yaitu senantias melaksanakan evaluasi yang berorientasi pada model tehnik yang sehat untuk pengembangan organisasi.

3. Work Environment yaitu organisasi yang selalu menciptakan kondisi dan tempat kerja yang menggairahkan dan menyenangkan bagi seluruh anggotanya untuk bekerja.

4. Salary yaitu sistem pembayaran gaji atau upah kerja bagi seluruh anggota organisasi sesuai standar dan dapat menjamin kesejahteraan anggotanya.

Secara hirarki Wahjosumidjo33 menjelaskan bahwa sekolah merupakan organisasi

birokrasi yang mana di dalamnya terdapat salah satu sistem pemerintahan yang ditandai dengan adanya berbagai indikasi seperti kedudukan yang bersifat hierarki, hubungan otoritas, fungsi-fungsi khusus, peraturan dan perundang-undangan yang mengatur, pengelolaan, tugas-tugas, interaksi dengan lingkungan yang mendukung. Oleh karena itu maka Waber, Chester barnard, Amitai Etzione, Blake dan Mouton menyebutkan beberapa ciri pokok yang harus dipenuhi organisasi sekolah yaitu:

a. Dalam organisasi terdapat proses interaksi antar sekelompok manusia dalam mencapai tujuan;

b. Dalam proses interaksi dalam mencapai tujuan ada pembagian tugas;

c. Dalam organisasi terdapat aturan yang mengatur proses interaksi di antara orang-orang yang melakukan kerja sama;

d. Dalam organisasi hubungan kerja sama yang ada di dalamnya bersifat struktur atau merupakan hubungan hirarki yang di dalamnya berisi wewenang, tanggung jawab, dan pembagian kerja (a hierarchy of authority);

e. Di dalam organisasi terdapat sistem komunikasi dan sistem insentif.34

Organisasi yang sehat dalam konsep organisasi birokrasi termasuk sekolah harus memiliki pembagian tugas dan jabatan dalam kedudukan dan struktur secara hirarki dengan memiliki garis hubungan dan komunikasi secara otoritas tertentu yang diatur dengan aturan dan undang-undang secara formal. Seluruh proses interaksi hubungan dan komunikasi di dalam organisasi dimaksud harus mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan

33 Wahjosumidjo. Op. Cit. Hal. 144


(21)

sebelumnya. Seluruh anggota di dalam organisasi harus didorong untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan struktur tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya untuk itu secara layak juga harus diberikan gaji atau insentif yang proporsional untuk kesejahteraan hidupnya. Kepala sekolah dalam struktur organisasi sekolah sebagai organisasi birokrasi mempunyai tugas dan kewenangan yang cukup penting yang diberikan kepadanya.

Wibowo menekankan sebagai seorang pemimpin maka kepala sekolah seharusnya adalah seorang kreator yang mampu menciptakan sesuatu yang baru dan berani, seorang yang menjadi problem solver yang tangguh dan sekaligus menjadi seorang pencipta bagi masa depan.35 Nevizond Chatab36 menjelaskan bahwa peningkatan keefektifan organisasi secara

sehat untuk dapat bertahan dan mengikuti perubahan yang ada maka organisasi dapat digerakkan dari kegiatan tangible dan intangible. Hirarki system organisasi secara sehat dalam konsep tangible (dalam bentuk nyata atau terlihat) maka dapat dilihat dari perspektif organisasi, sistem dan orang. Sedangkan dalam konsep intangible (tidak terlihat secara nyata) adalah dalam bentuk dirasakan secara bersama dan dianut kuat sebagai values (tata nilai) dan

beiliefs (keyakinan) merupakan ikatan emosional dan spiritual bagi seluruh unsur dan anggota organisasi akan dapat menghasilkan perubahan mekanistik bagi pengembangan organisasi.

Meski demikian Chatab lebih cenderung pada kesimpulannya bahwa organisasi yang sehat dalam mengoprsionalkan kegiatannya lebih mengarah pada hirarki organisasi dari perspektif intangible, sebagaimana dijelaskannya bahwa:

Di dalam organisasi tata nilai (values) merupakan sumber kekuatan, energi, dan motivasi dalam mengambil sikap dan tindakan terhadap apa yang penting, berharga dan dijunjung oleh seseorang. Tata nilai (values) merefleksikan dan memperkuat budaya organisasi yang diinginkan. Tata nilai (values) mendukung dan mengarahkan pembuatan keputusan dari setiap anggota organisasi, membantu organisasi dalam

35 Wibowo. 2006. Managing Change. Bandung : Alvabeta, hal. 118

36 Nevizond Chatab. 2009. Mengawal Pilihan Rancangan Organisasi: Organization Theory, Design & Structured Networks. Bandung : Alvabeta, hal. 23


(22)

mencapai visi dan menjalankan misi dan menjadi sumber kekuatan yang sesungguhnya dalam organisasi.37

Organisasi yang sehat tentu harus menjadikan nilai dan keyakinan yang dibangun atas dasar kesepakatan dan kesepahaman bersama antara seluruh unsur dan anggota organisasi. Pemimpin organisasi harus menjadikan tata nilai sebagai dasar acuan dalam setiap keputusan dan kebijakan organisasi, sehingga apa yang dirumuskan benar-benar dapat dipahami, diterima dan dilaksanakan secara bersama. Dalam hal ini kepala sekolah sepagai pemimpin dalam organisasi sekolah harus mampu memfungsikan dirinya sebagai pemimpin yang dapat mewujudkan tata nilai yang disepakati bersama dalam sekolah tersebut.

Selain memperhatikan values dan beiliefs dalam perspektif efektifitasnya organisasi maka Steers38 menganjurkan untuk memperhatikan empat kelompok variabel antara lain yaitu

(1) karakteristik organisasi meliputi struktur dan teknologi organisasi; (2) karakteristik lingkungan meliputi lingkungan eksternal dan internal; (3) karakteristik karyawan meliputi keterikatan organisasi dan prestasi kerja; dan (4) karakteristik kebijakan praktik manajemen.

Membangun organisasi yang sehat setidak-tidaknya harus memperhatikan beberapa kriteria penting dalam organisasi yaitu, memberdayakan seluruh sumberdaya dan kekuatan organisasi secara merata dan adil, selalu survive dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan organisasi secara bersama-sama, membuat kebijakan pengelolaan adminstrasi serta melakukan supervisi yang sehat mengacu pada tata nilai organisasi yang telah disepakati, menciptakan kondisi dan hubungan yang harmonis antara anggota dan seluruh unsur secara horizontal maupun vertikal, pemimpin dapat berani dan kreatif melahirkan gagasan serta ide-ide yang produktif dalam merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi, dan setiap kebijakan dan keputusan organisasi harus mengacu pada tata nilai

37 Nevizond Chatab, Op. Cit. Hal. 25.


(23)

(values) serta keyakinan (beiliefs) yang telah disepakati bersama sebagai sumber kekuatan utama organisasi. Untuk memperjelas bagaimana seharusnya organisasi dapat selalu sehat dalam pengembangannya maka perlu dikemukakan beberapa aspek penting tentang hal-hal yang menyebabkan organisasi menjadi tidak sehat (sakit) termasuk organisasi sekolah.

Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein39 menjelaskan beberapa ciri yang menjadi

dasar bagi sebuah organisasi sekolah yang tidak sehat yaitu:

1. Pada tingkat lembaganya sekolah mudah diserang atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar sekolah yang kecenderungannya bersifat merusak.

2. Tingkat kemampuan manajerial kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah tidak dapat lagi melaksanakan fungsi kepemimpinannya dalam memberikan arahan, bimbingan, perhatian, koordinasi dan motifasi, karena guru dan staf tata usaha telah bekerja atas pengaruh dan tekanan pihak orang tua dan masyarakat dimaksud.

3. Pada tingkat teknis maka seluruh guru dan pegawai tata usaha tidak lagi memiliki moral (terbuka, ramah, bersifat kolektif) dan semangat kerja yang kuat dalam membangun organisasi sekolah serta kurang memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Steven P. Robbins40 mengemukakan lima ciri negatif dari perkembangan sebuah

organisasi diantaranya yaitu: (1) Penghilangan tujuan (goal displacement): yang menekankan pada kepatuhan aturan-aturan dan prosedur yang terlalu kaku dan lebih bersifat simbolik sehingga mengabaikan aspek ketercapaian pada tujuan organisasi; (2) Penerapan aturan-aturan dan prosedur secara berlebihan atau tidak tepat (inappropriate application of rules and regulations); bahwa penerapan aturan dan prosedur selalu bersifat memaksa yang menyebabkan terjadinya disfungsi organisasi; (3) Adanya keterasingan pegawai (employee alienation); yaitu ketidak pahamannya pegawai atas tugas yang diberikan oleh karena itu

39 Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein. 2004. Educational Adminstration : Concept and Practices. Singapure : Wadsworth, hal. 57.


(24)

tidak ada rasa tanggung jawab dan komitmen yang jelas dari pegawai atas pekerjaan yang dilaksanakannya; (4) Pemusatan Kekuasaan (concentration of power); yaitu organisasi cendrung pada pemusatan kekuasaan di level organisasi tertinggi sehingga mengabaikan nilai-nilai partisipatif dalam organisasi; dan (5) Keluhan Pengguna (non-member frustration); yaitu adanya keluhan dari orang-orang yang dilayani secara berlebihan disebabkan oleh cara kerja yang lamban, bertele-tele dan terbebani dengan berbagai persyaratan adminstrasi.

Selain itu Victor S.L. Tan41 yang memberikan beberapa indikasi yang menunjukkan

adanya gejala organisasi yang tidak sehat yaitu:

1. Memiliki perasaan puas diri yang sangat besar terhadap kinerja organisasi. 2. Tidak terdapat perasaan urgensi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. 3. Kurang adanya inovasi dalam produk dan jasa dalam melayani pelanggan.

4. Bawahan bersifat reaktif, melakukan sedikit insiatif untuk berubah dan memperbaiki, dan sering melakukan sikap “menunggu dari atas”.

5. Staf, termasuk eksekutif senior, lebih banyak melakukan “operation-driven”

daripada “business-oriented”.

6. Pemimpin bergerak lambat dalam mengambil tindakan terhadap orang yang kinerjanya kurang memuaskan.

7. Pemimpin tidak secara aktif mengimplementasikan perubahan, tetapi hanya berharap tentang rencana dan harapan mereka.

8. Orang menerima memburuknya kinerja organisasi dan dengan nyaman menunjuk pada perlambatan ekonomi.

Pada perinsipnya bahwa setiap persekutuan dan perserikatan dalam sebuah organisasi pasti akan berlangsung secara sehat maupun tidak sehat. Oleh karena itu pemimpin organisasi termasuk di dalamnya adalah kepala sekolah harus berusaha untuk menghindari aspek-aspek yang mengindikasikan akan menimbulkan sebuah organisasi sekolah menjadi sakit. Kepala sekolah harus menghindari sikap goal displacement dan inappropriate application of rules and regulations yaitu dengan memperjelas visi dan misi yang mengarah pada tercapainya tujuan organisasi dengan tidak terlalu dalam menerapkan prosedur dan aturan yang terlalu berlebihan dan memaksa. Selain itu kepala sekolah harus senantiasa menjelaskan secara baik

41 Wibowo. 2010. Budaya Organisasi Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Jakarta : Rjawali Pers, hal. 227.


(25)

seluruh program dan kegiatan yang telah direncanakan agar dapat dipahami oleh seluruh guru dan pegawai tata usaha, dengan demikian maka terhindar rasa keterasingan pegawai

(employee alienation). Bila aspek employee alienation ini tidak dihindari maka dapat menimbulkan disfungsi organisasi sehingga tidak terjadi kekompakan dan kerja sama yang baik, menimbulkan sifat egoistis, dan tidak ada komitmen dan tanggung jawab yang jelas dari semua guru dan pegawai dalam mendukung kegiatan sekolah. Dengan demikian maka organisasi sekolah akan berorientasi pada sikap pemusatan kekuasaan (concentration of power) secara berlebihan dan tidak lagi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan guru, pegawai, siswa dan seluruh stekholder sekolah sehingga sekolah selalu menghadapi keluhan secara berlebihan (concentration of power) dari orang-orang yang dilayani sekolah.

Sekolah harus selalu memiliki insiatif dan tetap kreatif serta senantiasa berorientasi pada upaya pencapaian tujuan organisasi. Agar semua ini dapat terlaksana secara baik maka pemimpin harus bergerak cepat dan berani membuat keputusan serta dapat mengambil tindakan dalam rangka inovasi dan perubahan organisasi yang lebih baik. Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah dapat serta mampu menciptakan dan memelihara kesehatan organisasi sekolah akan berdampak positif pada efektifitas organisasi sekolah itu sendiri.

Dengan demikian maka dapat dikemukakan bahwa kesehatan organisasi yaitu kemampuan organisasi untuk menata dan memberdayakan seluruh sumber dayanya secara adil merata pada level institusi atau kelembagaan yang kuat, level manajerial yang lebih efektif serta pada level tknis dengan memiliki komitmen yang utuh dan kolektif sehingga sekolah dapat mempertahankan kelangsungan hidup untuk mencapai tujuan organisasi serta mampu mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan eksternal yang dapat mengganggu eksistensi organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan.


(26)

Kepala sekolah sebagai penentu kebijakan dalam organisasi sekolah berada pada level manajerial memiliki peran penting untuk memberikan arah yang tepat sehingga tercipta kondisi sekolah yang penuh keakraban dan kekeluargaan serta harmonisasi hubungan yang dinamis antar seluruh warga sekolah untuk mendukung tercapainya tujuan sekolah. Guru serta pegawai tata usaha disekolah berada pada level tekhnis perlu memberi pertimbangan dengan sikap yang terbuka, ramah, dan secara kolektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan struktur dengan standar dan tugas yang jelas yang berorientasi dan terarah pada harapan dan tujuan sekolah. Seluruh komponen sekolah baik kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha, siswa dan seakeholder sekolah berada pada level kelembagaan selalu memberi dukungan sumber dayanya yang memadai, memberikan perasaan rasa aman, puas dan penuh keakraban bagi seluruh anggota, dan senantias terfokus pada kerja keras, saling menghargai dalam pencapaian prestasi yang tinggi. Dengan demikian maka aspek-aspek yang akan diteliti terkait dengan kesehatan organisasi yaitu integritas dan kemandirian sekolah, perasaan kolektif kolegial lembaga sekolah, membangun komunikasi efektif, adanya perasaan afiliasi guru terhadap sekolah, dan komitmen akademik afiliasi guru terhadap sekolah, dan komitmen akademik terhadap prestasi siswa.


(1)

sebelumnya. Seluruh anggota di dalam organisasi harus didorong untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab sesuai dengan struktur tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya untuk itu secara layak juga harus diberikan gaji atau insentif yang proporsional untuk kesejahteraan hidupnya. Kepala sekolah dalam struktur organisasi sekolah sebagai organisasi birokrasi mempunyai tugas dan kewenangan yang cukup penting yang diberikan kepadanya.

Wibowo menekankan sebagai seorang pemimpin maka kepala sekolah seharusnya adalah seorang kreator yang mampu menciptakan sesuatu yang baru dan berani, seorang yang menjadi problem solver yang tangguh dan sekaligus menjadi seorang pencipta bagi masa depan.35 Nevizond Chatab36 menjelaskan bahwa peningkatan keefektifan organisasi secara

sehat untuk dapat bertahan dan mengikuti perubahan yang ada maka organisasi dapat digerakkan dari kegiatan tangible dan intangible. Hirarki system organisasi secara sehat dalam konsep tangible (dalam bentuk nyata atau terlihat) maka dapat dilihat dari perspektif organisasi, sistem dan orang. Sedangkan dalam konsep intangible (tidak terlihat secara nyata) adalah dalam bentuk dirasakan secara bersama dan dianut kuat sebagai values (tata nilai) dan beiliefs (keyakinan) merupakan ikatan emosional dan spiritual bagi seluruh unsur dan anggota organisasi akan dapat menghasilkan perubahan mekanistik bagi pengembangan organisasi.

Meski demikian Chatab lebih cenderung pada kesimpulannya bahwa organisasi yang sehat dalam mengoprsionalkan kegiatannya lebih mengarah pada hirarki organisasi dari perspektif intangible, sebagaimana dijelaskannya bahwa:

Di dalam organisasi tata nilai (values) merupakan sumber kekuatan, energi, dan motivasi dalam mengambil sikap dan tindakan terhadap apa yang penting, berharga dan dijunjung oleh seseorang. Tata nilai (values) merefleksikan dan memperkuat budaya organisasi yang diinginkan. Tata nilai (values) mendukung dan mengarahkan pembuatan keputusan dari setiap anggota organisasi, membantu organisasi dalam

35 Wibowo. 2006. Managing Change. Bandung : Alvabeta, hal. 118

36 Nevizond Chatab. 2009. Mengawal Pilihan Rancangan Organisasi: Organization Theory, Design & Structured Networks. Bandung : Alvabeta, hal. 23


(2)

mencapai visi dan menjalankan misi dan menjadi sumber kekuatan yang sesungguhnya dalam organisasi.37

Organisasi yang sehat tentu harus menjadikan nilai dan keyakinan yang dibangun atas dasar kesepakatan dan kesepahaman bersama antara seluruh unsur dan anggota organisasi. Pemimpin organisasi harus menjadikan tata nilai sebagai dasar acuan dalam setiap keputusan dan kebijakan organisasi, sehingga apa yang dirumuskan benar-benar dapat dipahami, diterima dan dilaksanakan secara bersama. Dalam hal ini kepala sekolah sepagai pemimpin dalam organisasi sekolah harus mampu memfungsikan dirinya sebagai pemimpin yang dapat mewujudkan tata nilai yang disepakati bersama dalam sekolah tersebut.

Selain memperhatikan values dan beiliefs dalam perspektif efektifitasnya organisasi maka Steers38 menganjurkan untuk memperhatikan empat kelompok variabel antara lain yaitu

(1) karakteristik organisasi meliputi struktur dan teknologi organisasi; (2) karakteristik lingkungan meliputi lingkungan eksternal dan internal; (3) karakteristik karyawan meliputi keterikatan organisasi dan prestasi kerja; dan (4) karakteristik kebijakan praktik manajemen.

Membangun organisasi yang sehat setidak-tidaknya harus memperhatikan beberapa kriteria penting dalam organisasi yaitu, memberdayakan seluruh sumberdaya dan kekuatan organisasi secara merata dan adil, selalu survive dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan organisasi secara bersama-sama, membuat kebijakan pengelolaan adminstrasi serta melakukan supervisi yang sehat mengacu pada tata nilai organisasi yang telah disepakati, menciptakan kondisi dan hubungan yang harmonis antara anggota dan seluruh unsur secara horizontal maupun vertikal, pemimpin dapat berani dan kreatif melahirkan gagasan serta ide-ide yang produktif dalam merumuskan visi, misi dan tujuan organisasi, dan setiap kebijakan dan keputusan organisasi harus mengacu pada tata nilai

37 Nevizond Chatab, Op. Cit. Hal. 25.


(3)

(values) serta keyakinan (beiliefs) yang telah disepakati bersama sebagai sumber kekuatan utama organisasi. Untuk memperjelas bagaimana seharusnya organisasi dapat selalu sehat dalam pengembangannya maka perlu dikemukakan beberapa aspek penting tentang hal-hal yang menyebabkan organisasi menjadi tidak sehat (sakit) termasuk organisasi sekolah.

Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein39 menjelaskan beberapa ciri yang menjadi

dasar bagi sebuah organisasi sekolah yang tidak sehat yaitu:

1. Pada tingkat lembaganya sekolah mudah diserang atau dipengaruhi oleh kekuatan-kekuatan dari luar sekolah yang kecenderungannya bersifat merusak.

2. Tingkat kemampuan manajerial kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah tidak dapat lagi melaksanakan fungsi kepemimpinannya dalam memberikan arahan, bimbingan, perhatian, koordinasi dan motifasi, karena guru dan staf tata usaha telah bekerja atas pengaruh dan tekanan pihak orang tua dan masyarakat dimaksud.

3. Pada tingkat teknis maka seluruh guru dan pegawai tata usaha tidak lagi memiliki moral (terbuka, ramah, bersifat kolektif) dan semangat kerja yang kuat dalam membangun organisasi sekolah serta kurang memiliki tanggung jawab terhadap pekerjaan yang ditugaskan kepadanya.

Steven P. Robbins40 mengemukakan lima ciri negatif dari perkembangan sebuah

organisasi diantaranya yaitu: (1) Penghilangan tujuan (goal displacement): yang menekankan pada kepatuhan aturan-aturan dan prosedur yang terlalu kaku dan lebih bersifat simbolik sehingga mengabaikan aspek ketercapaian pada tujuan organisasi; (2) Penerapan aturan-aturan dan prosedur secara berlebihan atau tidak tepat (inappropriate application of rules and regulations); bahwa penerapan aturan dan prosedur selalu bersifat memaksa yang menyebabkan terjadinya disfungsi organisasi; (3) Adanya keterasingan pegawai (employee alienation); yaitu ketidak pahamannya pegawai atas tugas yang diberikan oleh karena itu

39 Fred C. Lunenburg dan Allan C. Ornstein. 2004. Educational Adminstration : Concept and Practices. Singapure : Wadsworth, hal. 57.


(4)

tidak ada rasa tanggung jawab dan komitmen yang jelas dari pegawai atas pekerjaan yang dilaksanakannya; (4) Pemusatan Kekuasaan (concentration of power); yaitu organisasi cendrung pada pemusatan kekuasaan di level organisasi tertinggi sehingga mengabaikan nilai-nilai partisipatif dalam organisasi; dan (5) Keluhan Pengguna (non-member frustration); yaitu adanya keluhan dari orang-orang yang dilayani secara berlebihan disebabkan oleh cara kerja yang lamban, bertele-tele dan terbebani dengan berbagai persyaratan adminstrasi.

Selain itu Victor S.L. Tan41 yang memberikan beberapa indikasi yang menunjukkan

adanya gejala organisasi yang tidak sehat yaitu:

1. Memiliki perasaan puas diri yang sangat besar terhadap kinerja organisasi. 2. Tidak terdapat perasaan urgensi dalam memenuhi kebutuhan pelanggan. 3. Kurang adanya inovasi dalam produk dan jasa dalam melayani pelanggan.

4. Bawahan bersifat reaktif, melakukan sedikit insiatif untuk berubah dan memperbaiki, dan sering melakukan sikap “menunggu dari atas”.

5. Staf, termasuk eksekutif senior, lebih banyak melakukan “operation-driven” daripada “business-oriented”.

6. Pemimpin bergerak lambat dalam mengambil tindakan terhadap orang yang kinerjanya kurang memuaskan.

7. Pemimpin tidak secara aktif mengimplementasikan perubahan, tetapi hanya berharap tentang rencana dan harapan mereka.

8. Orang menerima memburuknya kinerja organisasi dan dengan nyaman menunjuk pada perlambatan ekonomi.

Pada perinsipnya bahwa setiap persekutuan dan perserikatan dalam sebuah organisasi pasti akan berlangsung secara sehat maupun tidak sehat. Oleh karena itu pemimpin organisasi termasuk di dalamnya adalah kepala sekolah harus berusaha untuk menghindari aspek-aspek yang mengindikasikan akan menimbulkan sebuah organisasi sekolah menjadi sakit. Kepala sekolah harus menghindari sikap goal displacement dan inappropriate application of rules and regulations yaitu dengan memperjelas visi dan misi yang mengarah pada tercapainya tujuan organisasi dengan tidak terlalu dalam menerapkan prosedur dan aturan yang terlalu berlebihan dan memaksa. Selain itu kepala sekolah harus senantiasa menjelaskan secara baik

41 Wibowo. 2010. Budaya Organisasi Sebuah Kebutuhan Untuk Meningkatkan Kinerja Jangka Panjang. Jakarta : Rjawali Pers, hal. 227.


(5)

seluruh program dan kegiatan yang telah direncanakan agar dapat dipahami oleh seluruh guru dan pegawai tata usaha, dengan demikian maka terhindar rasa keterasingan pegawai (employee alienation). Bila aspek employee alienation ini tidak dihindari maka dapat menimbulkan disfungsi organisasi sehingga tidak terjadi kekompakan dan kerja sama yang baik, menimbulkan sifat egoistis, dan tidak ada komitmen dan tanggung jawab yang jelas dari semua guru dan pegawai dalam mendukung kegiatan sekolah. Dengan demikian maka organisasi sekolah akan berorientasi pada sikap pemusatan kekuasaan (concentration of power) secara berlebihan dan tidak lagi berorientasi pada pemenuhan kebutuhan guru, pegawai, siswa dan seluruh stekholder sekolah sehingga sekolah selalu menghadapi keluhan secara berlebihan (concentration of power) dari orang-orang yang dilayani sekolah.

Sekolah harus selalu memiliki insiatif dan tetap kreatif serta senantiasa berorientasi pada upaya pencapaian tujuan organisasi. Agar semua ini dapat terlaksana secara baik maka pemimpin harus bergerak cepat dan berani membuat keputusan serta dapat mengambil tindakan dalam rangka inovasi dan perubahan organisasi yang lebih baik. Kemampuan kepala sekolah sebagai pemimpin organisasi sekolah dapat serta mampu menciptakan dan memelihara kesehatan organisasi sekolah akan berdampak positif pada efektifitas organisasi sekolah itu sendiri.

Dengan demikian maka dapat dikemukakan bahwa kesehatan organisasi yaitu kemampuan organisasi untuk menata dan memberdayakan seluruh sumber dayanya secara adil merata pada level institusi atau kelembagaan yang kuat, level manajerial yang lebih efektif serta pada level tknis dengan memiliki komitmen yang utuh dan kolektif sehingga sekolah dapat mempertahankan kelangsungan hidup untuk mencapai tujuan organisasi serta mampu mengatasi berbagai kesulitan dan tekanan eksternal yang dapat mengganggu eksistensi organisasi dalam usahanya untuk mencapai tujuan.


(6)

Kepala sekolah sebagai penentu kebijakan dalam organisasi sekolah berada pada level manajerial memiliki peran penting untuk memberikan arah yang tepat sehingga tercipta kondisi sekolah yang penuh keakraban dan kekeluargaan serta harmonisasi hubungan yang dinamis antar seluruh warga sekolah untuk mendukung tercapainya tujuan sekolah. Guru serta pegawai tata usaha disekolah berada pada level tekhnis perlu memberi pertimbangan dengan sikap yang terbuka, ramah, dan secara kolektif melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya berdasarkan struktur dengan standar dan tugas yang jelas yang berorientasi dan terarah pada harapan dan tujuan sekolah. Seluruh komponen sekolah baik kepala sekolah, guru, pegawai tata usaha, siswa dan seakeholder sekolah berada pada level kelembagaan selalu memberi dukungan sumber dayanya yang memadai, memberikan perasaan rasa aman, puas dan penuh keakraban bagi seluruh anggota, dan senantias terfokus pada kerja keras, saling menghargai dalam pencapaian prestasi yang tinggi. Dengan demikian maka aspek-aspek yang akan diteliti terkait dengan kesehatan organisasi yaitu integritas dan kemandirian sekolah, perasaan kolektif kolegial lembaga sekolah, membangun komunikasi efektif, adanya perasaan afiliasi guru terhadap sekolah, dan komitmen akademik afiliasi guru terhadap sekolah, dan komitmen akademik terhadap prestasi siswa.