BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan - Ika Yanti Setiani BAB II

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku Kesehatan Perilaku kesehatan menurut Notoatmodjo (2003) adalah suatu respon

  seseorang (organism) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman sertaLingkungan.

  Disebutkan dalam teori L W Green (1980), kesehatan individu dan masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor-faktor di luar perilaku (nonperilaku). Selanjutnya faktor perilaku ini ditentukan oleh tiga kelompok faktor: a. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors) mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, nila-nilai , dan bentuk lainnya yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat (umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan).

  b. Faktor pendukung (enabling factors) merupakan tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan kemudahan untuk mencapainya.

  c. Faktor pendorong (reinforcing factors) adalah sikap dan perilaku petugaskesehatan yang bertanggung jawab dalam hal ini.

  Notoatrmodjo (2003) mengatakan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan pada tradisi dan sebagainya dari orang yang bersangkutan.

  10 Disamping itu,ketersediaan fasilitas, sikap petugas kesehatan juga akan mendukung danmemperkuat terbentuknya perilaku kesehatan.

  Menurut Green (1980) dalam Notoatmodjo (2003), perilaku kesehatan dipengaruhi 3 faktor:

  1. Predisposing factors (faktor-faktor predisposisi) Faktor predisposisi adalah faktor yang mempermudah dan mendasari untuk terjadinya perilaku tertentu. Faktor-faktor ini mencakup umur, pengetahuan dan sikap masyarakat terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem yang dianut oleh masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya.

  a. Umur Jenis perhitungan umur (1) Usia kronologis

  Usia kronologis adalah perhitingan usia dimulai dari saat kelahiran seseorang sampai dengan waktu perhitungan usia.

  (2) Usia mental Usia mental adalah perhitungan usia yang diharapkan dari taraf kemampuan metal seseorang.

  (3) Usia biologis Usia biologis adalah perhitungan usia berdasarkan kematangan biologis yang dimiliki seseorang. b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperolah melalui indera pendengaran (telinga) dan indera penglihatan (mata) (Notoatmodjo, 2010).

  Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu: 1) Tahu (know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali atau (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah lama diterima antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya;

  2) Memahami (comprehension) diartikan sebagai kemampuan untuk menjalankan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan, memberi contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari; 3) Aplikasi (application) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil;

  4) Analisa (analysis) adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau objek kedalam komponen-komponen, tetapi masih didalam struktur organisasi tersebut, dan masih ada kaitannya dengan yang lain;

  5) Sintesis (synthetis), sintetis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalamsuatu bentuk keseluruhan yang baru;

  6) Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuanuntuk melakukan penelitian terhadap suatu objek; c. Pendidikan

  Pendidikan pada saat ini merupakan kebutuhan primer setiap manusia, karenanya pendidikan tidak boleh dianggap sepele karena pendidikan akan meningkatkan harkat dan martabat manusia itu sendiri. Dijelaskan pendidikan merupakan usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan sarana belajar dan proses pemberlajaran agar peserta didik secara katif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak yang mulia, serta keterampilan yang diperlukandirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Meskipun tidak mutlak, semakin tinggi pendidikan seseorang maka makin tinggi pula pengetahuannya.

  d. Sosial ekonomi Dalam lingkungan masyarakat kita melihat bahwa ada perbedaan yang berlaku dan diterima secara luas oleh masyarakat. Di sekitar kita ada orang kaya, ada orang biasa saja, dan ada miskin.

  Perbedaan itu tidak hanya muncul dari sisi jabatan tanggung jawab sosial saja, namun juga terjadi akibat ciri fisik, keyakinan dan lain-lain. Perbedaan ras, suku, agama, pendidikan, jenis kelamin, dan sebagainya juga membedakan manusia yang satu dengan yang lain.

  2. Enabling factors (faktor pendukung) Faktor pendukung adalah faktor yang memungkinkan untuk terjadinya perilaku tersebut. Faktor-faktor ini mecakup ketersediaan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat seperti rumah sakit, puskesmas, poloklinik, posyandu, polindes dan obat desa, dokter atau bidan praktek swasta dan keterjangkauan kesehatan.

  • Jarak dan waktu tempuh

  Ketercapaian pelayanan kesehatan baik dari segi jarak, waktu tempuh mapun dari segi biaya dan sosial, adanya peraturan-peraturan dan

  Perilaku yang nampak terhadap suatu objek tertentu setidaknya bisa diramalkan melalui sikap yang diungkapkan oleh seseorang. Dalam arti bahwa sikap seseorang bisa menentukan tindakan dan perilaku. Sikap terkadang bisa diungkapkan secara terbuka melalaui berbagai wacana atau percakapan, namun sering kali sikap ditunjukkan secara tidak langsung. Sikap bisa muncul sebelum perilaku tetapi bisa juga merupakan akibat dari perilaku sebelumnya.

B. Persepsi

  1. Pengertian Persepsi Persepsi merupakan perlakuan yang melibatkan penafsiran melalui proses pemikiran tentang apa yang dilihat, dengar, alami atau dibaca, sehingga persepsi sering mempengaruhi tingkah laku, percakapan serta perasaan seseorang. Persepsi yang positif akan mempengaruhi rasa puas seseorang dalam bentuk sikap dan perilakunya terhadap pelayanan kesehatan, begitu juga sebaliknya persepsi negatif akan ditunjukkan melalui kinerjanya (Tjiptono, 2000).

  Winardi (2001) mengemukakan persepsi merupakan proses yang bermanfaat sebagai filter dan metode untuk mengorganisasikan stimulus, yang memungkinkan kita menghadapi lingkungan kita. Proses persepsi menyediakan mekanisme melalui stimulus yang diseleksi dan dikelompokkan dalam wujud yang berarti, yang hampir bersifat otomatik dan bekerja dengan cara yang sama pada masing-masing individu, sehingga secara tipikal menghasilkan persepsi-persepsi yang berbeda- beda.

  Menurut Wudayatun (1999), persepsi adalah proses mental yang terjadi pada diri manusia yang akan menunjukkan bagaimana kita melihat, mendengar dan merasakan serta meraba (kerja indra) disekitar kita. Defenisi lain persepsi adalah pengamatan yang merupakan hasil penglihatan, pendengaran, penciuman, serta pengalaman masa lalu. Hal ini sangat berpengaruh dalam pembentukan dan perubahan perilaku. Suatu objek yang sama dapat dipersepsikan secara berbeda oleh beberapa orang.

  Persepsi atau pandangan adalah suatu proses dimana individu mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan mereka. Bagaimanapun, apa yang telah dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan objektif. Tidak harus demikian, tetapi sering ada ketidaksepakatan. Persepsi menjadi penting dikarenakan perilaku orang-orang di dalam organisasi didasarkan kepada persepsi mereka mengenai apa yang realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri (Robbhis, 2001).

  Menurat Rakbrnad (1992), persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Setiap orang mempunyai persepsi yang berbeda meskipun objeknya sama, dengan demikian persepsi juga adalah sebagai pengalaman yang dihasilkan oleh indera penglihatan, pendengaran, penciuman dan sebagainya.

  Menurut Sears dkk (1999) menyebutkan bahwa persepsi manusia dinominasi dua asumsi yakni (1) proses pembentukan kesan dianggap agak bersifat mekanis dan cenderung hanya memantulkan sifat manusia yang memberi stimulus (2) Proses itu berada dibawah dominasi perasaan atau evaluasi dan bukan oleh pikran atau kognisi. Pembentukan kesan tersebut secara mekanis memantulkan terkumpulnya informasi dalam pikiran seseorang.

  Pentingnya persepsi itu semata-mata karena perilaku orang-orang didasarkan pada persepsi mereka mengenai apa realitas itu, bukan mengenai realitas itu sendiri. Individu-individu mungkin memandang satu benda yang sama mempersepsikan secara berbeda. Sejumlah faktor membentuk dan kadang memutar-balik persepsi. Faktor-faktor ini dapat berada pada pihak pelaku persepsi (perceiver), dalam objeknya atau target yang dipersiapkan, atau dalam konteks situasi dimana persepsi itu dilakukan (Robbins, 2001).

  2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Persepsi Menurut Baltus (1983), faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi menurut Baltus (1983): a) Kemampuan dan keterbatasan fisik dan alat indera dapat empengaruhi persepsi untuk sementara waktu atau permanen.

  b) Kondisi lingkungan.

  c) Pengalaman masa lalu. Bagaimana cara individu untuk enginterpretasikan atau bereaksi terhadap stimulus tergantung padapengalaman masa lalunya. d) Kebutuhan dan keinginan. Ketika seorang individu membutuhkan atau menginginkan sesuatu maka ia akan terus berfokus pada hal yang dibutuhkan dan diinginkan tersebut.

  e) Kepercayaan, prasangka dan nilai. Individu akan lebih memperhatikan dan menerima orang lain yang memiliki kepercayaan dan nilai yang sama dengannya. Sedangkan prasangka dapat menimbulkan bias dalam mempersepsi sesiiatu.

C. Pelayanan Kesehatan

  1. Defenisi Pelayanan Kesehatan Pelayanan merupakan suatu aktivitas atau serangkaian alat yang bersifat tidak kasat mata (tidak dapat diraba), yang terjadi akibat interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hal lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan persoalan konsumen (Gronroos, 1990 dalam Ratminto dan Winarsih, 2005).

  Pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah pengunaan fasilitas pelayanan yang disediakan baik dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, kunjungan nimah oleh petugas kesehatan ataupun bentuk kegiatan lain dari pemanfaatan pelayanan tersebut yang didasarkan pada ketersediaan dan kesinambungan pelayanan, penerimaan masyarakat dan kewajaran, mudah dicapai oleh masyarakat, terjangkau serta bermutu (Azwar, 1999).

  Komitmen masyarakat dalam menunjang perlilaku tertentu tersebut. Faktor ini mencerminkan bahwa meskipun mempunyai predisposisi untuk menggunakan pelayanan kesehatan, seseorang tidak bertindak untuk menggunakanannya, kecuali bila seseorang mampu menggunakannya (Notoatmodjo, 2007)

  2. Faktor yang Mempengaruhi Pelayanan Kesehatan Menurut WHO (1984) dalam Juanita (1998) menyebutkan bahwa faktor prilaku yang mempengaruhi penggunaan pelayanan kesehatan adalah:

  a) Pemikiran dan Perasaan (Thoughts and Feeling) Berupa pengetahuan, persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian- penilaian seseorang terhadap obyek, dalam hal ini obyek kesehatan.

  b) Orang Penting sebagai Referensi (Personal Referensi) Seseorang lebih banyak dipengaruhi oleh seseorang yang dianggap penting atau berpengaruh besar terhadap dorongan penggunaan pelayanan kesehatan.

  c) Sumber-Sumber Daya (Resources) Mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga, dan sebagainya. Sumber- sumber daya juga berpengaruh terhadap prilaku seseorang atau kelompok masyarakat dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan. Pengaruh tersebut dapat bersifat positif dan negatif.

d) Kebudayaan (Culture)

  Berupa norma-norma yang ada di masyarakat dalam kaitannya dengan konsep sehat sakit.

  3. Konsep Pelayanan Kesehatan Dasar Konsep pelayanan kesehatan dasar mencakup nilai-nilai dasar tertentu yang berlaku umum terhadap proses pengembangan secaramenyeluruh, tetapi dengan penekanan penerapan di bidang kesehatanseperti berikut, (WHO, 1992): a. Kesehatan secara mendasar berhubungan dengan tersedianya dan penyebaran sumberdaya - bukan hanya sumberdaya kesehatan seperti dokter, perawat, klinik, obat, melainkan juga sumberdaya sosial ekonomi yang lain seperti pendidikan, air dan persediaan makanan.

  b. Pelayanan kesehatan dasar dengan demikian memusatkan perhatian kepada adanya kepastian bahwa sumberdaya kesehatan dan sumberdaya sosial yang ada telah tersebar merata dengan lebih memperhatikan mereka yang paling membutuhkannya.

  c. Kesehatan adalah satu bagian penting dari pembangunan secara menyeluruh. Faktor yang mempengaruhi kesehatan adalah factor sosial, budaya, dan ekonomi di samping biologi dan lingkungan.

  d. Pencapaian taraf kesehatan yang lebih baik memerlukan keterlibatan yang lebih banyak dari penduduk, seperti perorangan, keluarga, dan masyarakat, dalam pengambilan tindakan demi kegiatan mereka sendiri dengan cara menerapkan perilaku sehat dan mewujudkan lingkungan yang sehat.

  4. Karakteristik Pelayanan Kesehatan Menurut Evan (Astaqauliyah, 2008) dibandingkan dengankebutuhan hidup manusia yang lain, kebutuhan pelayanan kesehatanmempunyai tiga ciri utama yang terjadi sekaligus dan unik yaitu :uncertainty, asymetri of information dan externality Ketiga ciri utamatersebut menyebabkan pelayanan kesehatan sangat unik dibandingkandengan produk atau jasa lainnya.

  a. Uncertainty Uncertainty atau ketidakpastian menunjukkan bahwa kebutuhan akan pelayanan kesehatan tidak bisa pasti, baik waktu, tempat maupun besarnya biaya yang dibutuhkan. Dengan ketidakpastian ini sulit bagi seseorang untuk menganggarkan biaya untuk memenuhi kebutuhan akan pelayanan kesehatannya. Penduduk yang penghasilannya rendah tidak mampu menyisihkan sebagian penghasilannya untuk memenuhi kebutuhan yang tidak diketahui datangnya, bahkan penduduk yang relatif berpendapatan memadai sekalipun seringkali tidak sanggup memenuhi kecukupan biaya yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan medisnya.. Maka dalam hal ini seseorang yang tidak miskin dapat menjadi miskin atau bangkrut mana kala ia menderita sakit. b. Asymetry of Information Sifat kedua asymetry of Information menunjukkan bahwa konsumen pelayanan kesehatan berada pada posisi yang lemah sedangkan provider(dokter dan petugas kesehatan lainnya) mengetahui jauh lebih banyak tentang manfaat dan kualitas pelayann yang dijualnya. Ciri ini juga ditemukan oleh para ahli ekonomi kesehatan lain seperti Feldstein, Jacos, Rappaport, dan Phelps. Dalam pelayanan kesehatan, misalnya kasus ekstrim pembedahan, pasien hampir tidak memiliki kemampuan untuk mengetahui apakah ia membutuhkan pelayanantersebut atau tidak. Kondisi ini sering dikenal dengan consumen ignorence atau konsumen yang bodoh, jangankan ia mengetahui berapa harga dan berapa banyak yang diperlukan, mengetahui apakah ia memerlukan tindakan bedah saja tidak sanggup dilakukan meskipun pasien mungkin seorang profesor sekalipun.

  c. Externality Externality menunjukkan bahwa konsumsi pelayanan kesehatan tidak saja mempengaruhi pembeli tetapi juga bukan pembeli.

  Contohnya adalah konsumsi rokok yang mempunyai resiko besar pada bukan perokok, akibat dari ciri ini, pelayanan kesehatan membutuhkan subsidi dalam berbagai bentuk, oleh karena pembiayaan pelayanan kesehatan tidak saja menjadi tanggung jawab diri sendiri, akan tetapi perlunya digalang tanggung jawa bersama (publik). Ciri unik tersebut juga dikemukakan oleh beberapa ahli ekonomi kesehatan seperti Feldstein(1993).

  5. Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan Agar pelayanan kesehatan dapat mencapai tujuan yang diinginkan, banyak syarat yang harus dipenuhi. Syarat yang dimaksud paling tidak mencakup delapan hal pokok yakni tersedia (Available), wajar

  

(Appropriate), berkesinambungan (Continue), dapat diterima (Acceptable),

  dapat dicapai (Accesible), dapat dijangkau (affordable), efisien (efficient) serta bermutu (quality) (Azwar, 1995).

  a. Ketersediaan Pelayanan Kesehatan (Available) Artinya pelayanan kesehatan bennutu apabila pelayanan kesehatantersebut tersedia di masyarakat.

  b. Kewajaran Pelayanan Kesehatan (Appropriate) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti dapat mengatasi masalah kesehatan yangdihadapi.

  c. Kesinambungan Pelayanan Kesehatan (Continue) Artinya pelayanan kesehatan bennutu apabila pelayanan tersebut bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap saat, baik menurut waktu atau kebutuhan pelayanan kesehatan.

  d. Penerimaan Pelayanan Kesehatan (Acceptable) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diterima oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan. e. Ketercapaian Pelayanan Kesehatan (Accesible) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapatdicapai oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan tersebut.

  f. Keterjangkauan Pelayanan Kesehatan (Affordable) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebutdapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan kesehatan.

  g. Efisiensi Pelayanan Kesehatan (Efficient) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan kesehatantersebut dapat diselenggarakan secara efisien.

  h. Mutu Pelayanan Kesehatan (Quality) Artinya pelayanan kesehatan bermutu apabila pelayanan tersebut dapat menyembuhkan pasien serta tindakan yang dilakukan aman.

  Adapun kriteria-kriteria pelayanan yang memuaskan menurut DR.Bob Woworutu (Noveniawanata, 2008) adalah: 1. Kebutuhan masyarakat dapat di penuhi.

  2. Mampu memberikan pelayanan yang baik.

  3. Tidak berbelit-bekit.

  4. Menyingkat waktu tunggu masyarakat.

  5. Dapat menguntungkan semua pihak.

  Mutu pelayanan hanya dapat diketahui apabila sebelumnya telah dilakukan penilaian, baik terhadap tingkat kesempurnaan, sifat, totalitas dari wujud serta ciri atau pun terhadap standar yang telah ditetapkan. Dalam kenyataannya melakukan penilaian ini tidaklah mudah. Hal ini dikarenakan mutu pelayanan tersebut bersifat multi-demensional yang artinya setiap orang dapat saja melakukan penilaian yang berbeda-beda tergantung dari latar belakang dan kepentingan masing-masing orang (Azwar, 1995) D.

   Perawat

  Menurut Undang-Undang Kesehatan RI Nomor 23/1992 mendefenisikan perawat sebagai orang yang memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan keperawatan berdasarkan ilmu yangdimilikinya yang diperoleh dari pendidikan keperawatan (Gaffar, 1999)

  Sedangkan keperawatan adalah suatu profesi. Melalui Seminar Nasional Keperawatan pengertian keperawatan yaitu suatu bentuk pelayanan profesional sabagai bagian integral dari pelayanan kesehatan yang meliputi aspek bio-psiko-sosio-spritual yang komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat maupun sakit yang mencakup siklus hidup manusia (Gaffar, 1999).

  Pelayanan keperawatan dilakukan dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan, mencegah penyakit, penyembuhan, pemulihan serta pemeliharaan kesehatan dengan penekanan pada upaya pelayanan kesehatan utama untuk memungkinkan setiap penduduk mencapai kemampuan hidup sehat dan produktif yang dilakukan sesuai dengan wewenang, tanggung jawab dan etika profesi keperawatan (Gaffar, 1999).

E. Kerangka Teori

Gambar 2.1 Kerangka Teori

  Sumber: Green dalam Notoadmodjo (2003) F.

   Kerangka Konsep

  Variabel bebas Variabel terikat

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

G. Hipotesis

  Ada pengaruh antara faktor predisposisi, faktor pendukung, dan faktor pendorong terhadap pemilihan perawat sebagai tenaga pertolongan kesehatan di Kecamatan Bumijawa Kabupaten Tegal.