32
yang bersangkutan
telah menghadap
kepada pegawai
umum tadi dan menerangkan apa yang ditulis dalam akta tersebut,
oleh karena menyangkut pihak ketiga, maka disebutkan bahwa
akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian keluar orang luar.
Akta dibawah tangan adalah akta yang sengaja dibuat untuk
pembuktian oleh para pihak tanpa bantuan dari seorang pejabat. Jadi
semata-mata dibuat antara para pihak yang berkepentingan.
Akta dibawah
tangan mempunyai
kekuatan hukum
sempurna apabila tanda tangan yang tercantum
dalam akta
dibawah tangan diakui oleh para pihak yang
membuatnya. Hal itu sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Stbl 1867
Nomor 29 yang menentukan apabila tanda tangan yang tercantum dalam
akta dibawah tangan diakuti oleh yang
membuatnya, maka
akta dibawah tangan itu berkekuatan
hukum sempurna
seperti akta
otentik. Cara mengakui tanda tangan
tersebut adalah pengakuan yang berbunyi : tanda tangan itu betul
tanda tangan saya dan isi tulisan itu adalah benar Wirjono Prodjodikoro,
1982 :110. Apabila tanda tangan yang
terdapat dalam akta dibawah tangan disangkal
oleh pihak
yang menandatangani akta tersebut, maka
pihak yang
mengajukan akta
dibawah tangan itu harus berusaha membuktikan
kebenaran tanda
tangan itu dengan kata lain apabila tanda tangan disangkal, maka hakim
harus memeriksa kebenaran tanda tangan tersebut.
Dengan berkekuatan bukti sempurna
maka terhadap
akta dibawah tangan itu mempunyai
kekuatan seperti
akta otentik
sebagaimana dikemukakan
Retnowulan Sutantio di atas kecuali tidak mempunyai kekuatan mengikat
kepada pihak ketiga.
2. Bukti Saksi
Saksi adalah orang yang memberikan
keterangankesaksian di depan pengadilan mengenai apa
yang mereka ketahui, lihat sendiri, dengar sendiri atau alami sendiri,
yang dengan kesaksian itu akan menjadi jelas suatu perkara Darwan
Prinst, 1996 : 181. Kesaksian adalah kepastian
yang diberikan
kepada hakim
dipersidangan tentang
peristiwa yang disengketakan dengan jalan
pemberitahuan secara lisan dan
33
pribadi oleh orang yang bukan salah satu pihak dalam perkara yang
dipanggil di persidangan Sudikno Mertokusumo, 1998 : 135.
Kesaksian ini adalah wajar dan penting. Wajar karena dalam
pemeriksaan di pengadilan sudah selayaknya
untuk didengar
keterangan pihak ketiga yang tidak termasuk
dalam pihak
yang bersengketa.
Penting karena
seringkali di jumpai dalam praktek tidak ada bukti tertulis atau alat bukti
yang lainnya. Hal ini disebabkan karena terutama dalam suasana
Hukum Adat
Masyarakat Adat
dalam melakukan perbuatan hukum dilakukan secara lisan.
Keterangan seorang
saksi harus disampaikan secara lisan dan
pribadi artinya tidak boleh diwakilkan kepada
orang lain
dan harus
dikemukakan secara lisan disidang pengadilan.
Sehingga kesaksian
yang didengar dari orang lain yang disebut
testimonium de
auditu adalah
umumnya tidak
diperkenankan, karena keterangan itu
tidak berhubungan
dengan peristiwa
yang dialami
sendiri. Dengan demikian maka saksi de
audtiu bukan merupakan alat bukti dan tidak perlu dipertimbangkan
hakim Sudikno
Mertokusumo, 1998:138.
Akan tetapi keterangan dari pendengaran dapat dipergunakan
untuk menyusun persangkaan atau untuk memperlengkapi keterangan
saksi-saksi yang bisa dipercaya. Berdasarkan
hal itu.
pendapat bahwa saksi de auditu sama sekali
tidak berarti adalah keliru. Karena kesaksian
de auditu
dapat dipergunakan
sebagai sumber
persangkaan Retnowulan Sutantio dan Iskandar Oeripkartawinata, 1997
: 74. Untuk membuktikan sesuatu
dengan saksi
maka sekurang-
kurangnya harus didukung oleh dua orang saksi, karena dalam Hukum
Acara Perdata terdapat asas Unus Testis Nulus Testis artinya satu saksi
bukan saksi Pasal 169 HIR. Pasal 171 HIR menentukan
bahwa agar keterangan saksi dapat dipercaya, maka saksi juga harus
dapat menjelaskan sebab musabab sehingga saksi mengetahui peristiwa
yang diterangkannya. Kesaksian
tidak mengikat
kepada hakim dan untuk dapat tidaknya seorang saksi dipercaya
menurut Pasal 172 HIR menentukan bahwa dalam mempertimbangkan
nilai kesaksian harus diperhatikan
34
kesesuaian antara saksi yang satu dengan
saksi yang
lainnya, kesesuaian kesaksian dengan apa
yang diketahui dari segi lain tentang perkara
yang disengketakan,
pertimbangan yang mungkin ada pada
saksi untuk
memberikan kesaksian, cara hidup, adat istiadat
serta harkat dan martabat saksi dalam
masyarakat dan
segulu sesuatu
yang sekiranya
mempengaruhi tentang
dapat tidaknya dipercayai seorang saksi.
Pada prinsipnva setiap orang boleh jadi saksi kecuali bagi orang-
orang tertentu yang tidak dapat didengar
sebagai saksi,
yaitu sebagai
berikut Sudikno
Mertokusumo, 1998 : 141-142 : 1. Ada segolongan orang yang
dianggap tidak mampu untuk bertindak sebagai saksi. Mereka
ini dibedakan antara mereka yang dianggap tidak mampu
secara mutlak dan mereka yang dianggap tidak mampu secara
nisbi. a. Mereka yang tidak mampu
secara mutlak
absolut. Hakim
dilarang untuk
mendengar mereka
ini sebagai
saksi. Mereka
adalah : 1 Keluarga
sedarah dan
keluarga semenda
menurut keturunan yang lurus dari salah satu pihak
Pasal 145 ayat 1 sub 1 HIR, 172 ayat 1 sub I
RBg 1910 alinea I BW. Adapun alasan pembentuk
undang-undang memberikan batasan ini
adalah sebagai berikut : -
Bahwa mereka ini pada umumnya
dianggap tidak cukup obyektif
apabila didengar
sebagai saksi. -
Untuk menjaga
hubungan kekeluargaan
yang baik,
yang mungkin
akan retak
apabila mereka ini memberi
kesaksian. -
Untuk mencegah
timbulnya tekanan
bathin setelah memberi keterangan.
Akan tetapi menurut Pasal 145 ayat 2 HIR
Pasal 172 ayat 2 RBg, 1910 alinea 2
BW mereka ini tidak boleh ditolak sebagai
saksi dalam perkara yang
menyangkut kedudukan
keperdataan dari para pihak
atau dalam
perkara yang
menyangkut perjanjian kerja.
Pasal 1910
alinea 2 sub 2 dan 3 BW
menambahkan dengan hal-hal yang
berhubungan dengan
pemberian nafkah dan penyelidikan
tentang hal-hal
yang menyebabkan
pencabutan kekuasaan orang
tua dan
perwalian. Dalam
hubungan ini mereka ini
tidak berhak
mengundurkan diri dari memberi kesaksian.
2 Suami atau isteri dari salah
satu pihak,
35
meskipun sudah bercerai Pasal 145 ayat 1 sub 2
HIR, 172 ayat 1 sub 3 RBg, 1910 alinea 1 BW.
b. Mereka yang tidak mampu sccara nisbi relatif. Mereka
ini boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai saksi. Termasuk
mereka yang boleh didengar, akan tetapi tidak sebagai
saksi, yaitu : 1 Anak-anak yang belum
mencapai umur 15 tahun Pasai 145 ayat 1 sub 3
jo ayat 4 HIR, Pasal 172 ayat 1 sub 4 jo 173 RBg,
1912 BW.
2 Orang gila
meskipun kadang-kadang
ingatannya terang atau sehat Pasal 145 ayat 1
sub 4 HIR, 172 ayat 1 sub 5 RBg, 1912 BW.
Mereka yang diletakkan di bawah
pengampuan karena boros dianggap
cakap bertindak sebagai saksi.
Keterangan
mereka ini
hanyalah boleh dianggap sebagai
penjelasan belaka. Untuk memberi
keterangan tersebut
mereka tidak
perlu disumpah Pasal 145 ayat
4 HIR, 173 RBg. Ada segolongan orang yang
atas permintaan mereka sendiri dibebaskan dari kewajibannya untuk
memberi kesaksian. Mereka yang boleh mengundurkan diri ini adalah
Pasal 146 HIR, 174 RBg, 1909 alinea
2 BW
: hak
ingkar, verschoningsrecht.
a. Saudara laki-laki dan perempuan serta
ipar laki-laki
dan perempuan dari salah satu pihak.
b. Keluarga sedarah
menurut keturunan
yang lurus
dan saudara laki-laki dan perempuan
daripada suami atau isteri salah satu pihak.
c. Semua orang
yang karena
martabat, jabatan atau hubungan kerja
yang sah
diwajibkan mempunyai rahasia, akan tetapi
semata-mata hanya tentang hal yang diberitahukan kepadanya
karena martabat, jabatan atau hubungan kerja yang sah saja.
Hal ini mengingat kenyataan bahwa
didalam masyarakat
sering kita
terpaksa mempercayakan
hal-hal yang
menyangkut pribadi
kepada orang
tertentu. Hak
mengundurkan diri ini hanya berlaku
terhadap peristiwa-
peristiwa yang
dipercayakan kepada
orang yang
harus merahasiakannya
berhubung dengan martabat, jabatan atau
hubungan yang
sah. Hak
mengundurkan diri ini diberikan kepada dokter, advocaat, notaris
dan polisi. Bagi seorang saksi yang
dipanggil kepersidangan
di
36
pengadilan melekat
tiga kewajiban yaitu sebagai berikut :
1. Kewajiban untuk menghadap. 2. Kewajiban untuk bersumpah.
3. Kewajiban untuk
memberi keterangan.
3. Persangkaan