Pembuatan Komposit Termoplastik Berdasarkan Serat Kelapa Sawit Dengan Kaedah Prapreg
PEMBUATAN KOMPOSIT TERMOPLASTIK BERDASARKAN SERAT
KELAPA SAWIT DENGAN KAEDAH PRAPREG
Maulida
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract
The aim of this project to expand the prepreg concept to non non-continuous based fibers, especially
agriculture waste and other waste materials like as palm fiber, newspaper fiber and rice husk fiber.
Akrylonytrille butadiene styrene (ABS) is used as the matrix, meanwhile methyl ethyl cetone (MEK) acts as
the solvent. The scope of the study on the resin mixing technique with known amount with ratio 1 : 1. The
resin mixing technique with known amount (method B) produces prepregs with varying properties depending
on the resin to fiber’s ratio. On this project ratio is 1 : 1. the prepreg concept was clearly shown applicable
to different resin such as polymethyl methacrylate (PMMA) and polystyrene (PS). Both the prepregs and
composite are found as expected to be dependent on the ratio. Also it was found that the prepreg concept
applies to different variety of lignocellulosic fibers such as newspaper fiber, rice husk fiber act. Palm fiber is
a strong fiber compare newspaper fiber and rice husk fiber nad shown from mechanical properties such as
tensile and flexural strength.
Keywords: Prepreg, thermoplastics compisite, resin blend
PENDAHULUAN
Prapreg merupakan suatu bahan setengah
siap. Ia merupakan bahan perantara dalam
pembuatan sesuatu komposit. Secara umum suatu
prapreg terdiri dari serat yang diisitepukan resin
matriks yang bersesuaian. Resin yang selalu
dikaitkan adalah resin termoset seperti epoksi,
poliester dan sebagainya (Mc. Carvill, 1987).
Penggunaan resin termoplastik seperti poliolefin,
polivinil klorida (PVC) dan lain-lain begitu jarang.
Walaupun resin termoplastik memberikan banyak
kelebihan, akan tetapi penggunaannya masih
terbatas karena masalah pengisitepuan. Berbagai
pendekatan telah diperkenalkan, termasuklah kaedah
larutan, kaedah leburan, kaedah serbuk (powder
fluidised), pencampuran yarn (commingle yarn) dan
lain-lain (Leach, 1990; Ramani et al., 1992; dan
Moon et al., 1993).Walaupun begitu kebanyakan
sulit atau rahasia pembuat/pengeluar, tidak kira dari
sudut bahan maupun prosesnya.
Penggunaan prapreg yang paling mudah
dapat dilihat dalam industri komposit yang
berasaskan termoset, iaitu SMC (sheet molding
compound) atau BMC (bulk molding compound)
dalam menghasilkan produk komposit siap (Mc.
Cluskey et al., 1987 dan Colclough et al., 1987).
Penggunaan prapreg ini menjadi salah satu agenda
komersial yang penting karena penghasil kompopsit
tidak perlu lagi terlibat dalam menyediakan
formulasi resin dan pengisitepuan resin atas serat.
Prapreg dapat diperoleh dengan berbagai kandungan
resin, jenis resin dan jenis serat yang berbeda
mengikut keperluan produk yang akan dihasilkan.
Memandang perkembangan yang baik
terhadap penggunaan prapreg dalam industri
komposit, maka kajian ini coba mencetuskan suatu
ide untuk menggunakan suatu pendekatan teknologi
prapreg yang mudah dalam menghasilkan komposit
termoplastik yang berasaskan serat lignoselulosik
yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit dan
serat abu sekam padi yang merupakan bahan
buangan dari industri minyak kelapa sawit industri
pertanian
sedangkan
serat
koran
belum
termanfaatkan secara optimal. Pemilihan serat-serat
ini berdasarkan sumber yang sama yaitu serat
lignosellulosa, mudah didapat, tersedia dalam
jumlah yang banyak, murah harganya dan yang
paling penting yaitu dapat mengurangi bahan
buangan ke lingkungan.
METODE PENELITIAN
1. Bahan-Bahan
Matriks termoplastik yang digunakan adalah
akrolonitril butadiena stirena (ABS) yang berbentuk
butiran dari tingkatan umum dan pelarutnya metil
etil keton (MEK). Serat lignoselulosik yang
digunakan berasal dari serat kelapa sawit, serat
74
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
koran dipotong panjang-panjang dengan alat shreder
dan serat abu sekam padi. Serat-serat ini langsung
digunakan tanpa melalui proses pengolahan.
2. Penyediaan Larutan Matriks
Larutan matriks ABS disediakan dengan
melarutkan resin termoplastik di dalam MEK
dengan kepekatan 30% w/w. Larutan diaduk dengan
pengaduk berkekuatan tinggi selama 1 jam.
Kepekatan larutan ini dipilih karena berdasarkan
kajian-kajian sebelumnya (Chang, 1993 dan Ishak,
1995) bahwa kepekatan ini memberikan penyerapan
resin yang baik walaupun masih pada serat kaca.
3. Penyediaan Prapreg
Terdapat berbagai kaedah yang digunakan
dalam penyediaan prapreg. Kajian ini hanya
mengkaji dua pendekatan, iaitu kaedah rendaman
bebas (kaedah A) dan kaedah pencampuran
kandungan resin tertentu (kaedah B). Kaedah larutan
ini dipilih berdasarkan keberhasilan yang digunakan
dalam penghasilan prapreg komposit termoplastik
serat selanjar ((Nasir et al., 1993; Ishak, 1995 dan
Chew, 1999).
dalam kerangka kayu ukuran 35 x 35 x 3 cm.
Kepingan prapreg basah tersebut dikeringkan sampai
semua pelarut habis menguap. Pengeringan yang
cepat dapat dilakukan di dalam oven tetapi pada
penelitiaan pengeringan dilakukan pada suhu kamar.
Semua kaedah penyediaan prapregnya sama seperti
kaedah rendaman bebas tetapi pada kaedah ini
jumlah larutannya sesuai dengan perbandingan yang
telah ditetapkan.
Serat dicampur dengan
larutan yang ditentukan
Serat di rendam
Gambar 2. Kaedah Penyediaan Prapreg dengan
Pencampuran Tertentu (Kaedah B)
5. Penyediaan Komposit
Kepingan-kepingan prapreg kemudian diberi
penekan panas (hot press) dengan tekanan 7,5
kg/cm2 dan suhu 200 0C. Keadaan ini sama untuk
semua komposit yang dihasilkan.
6. Pengujian Sample
6.1. Pengujian Berat Jenis (ρ)
Berat jenis kedua-dua kaedah prapreg
ditentukan dengan menggunakan alat piknometer
mengikut ASTM D792, yang dilakukan pada suhu
kamar. Sebanyak 10 sampel dipotong 2 – 6 gr
dipotong secara acak dari prapreg yang dihasilkan
dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
ρ
W
X ρaquadest ………….(3)
W1 – (W2 – W)
dimana:
ρ = berat jenis
W = berat sampel
W1 = berat piknometer + aquadest
W2 = berat piknometer + aquadest + sampel
Gambar 1. Langkah - Langkah Penyediaan Prapreg
Kaedah A dan B
4. Kaedah Campuran Tertentu (Kaedah B)
Pada kaedah berat serat dan berat matriks
telah ditentukan dengan perbandingan 1: 1. Seratserat tersebut direndam di dalam masing-masing
larutan.selama 20 menit kemudian diletakan di
=
6.2. Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural
Strenth)
Pengujian kekuatan tarik dijalankan
mengikut ASTM D790. Pada pencirian ini
menggunakan tiga titik pembebanan. Dua titik untuk
penyokong beban dan satu titik untuk beban yang
datangnya daari atas. Uji dilakukan dengan
75
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
menggunakan alat tensometer. Panjang sampel 150
mm dan lebarnya 30 mm dengan ketebalan yang
berbeda mengikut sampel itu sendiri. Kekuatan
lentur dapat dinyatakan pada persamaan di bawah
ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berat Jenis Prapreg dan Komposit
Secara keseluruhan sistem komposit selalu
menitikberatkan jenis dan bentuk dasar suatu serat
yang digunakan di dalam matriks. Serat memegang
peranan penting terhadap kemampuan ataupun
karakterisasi suatu komposit selain dari jenisnya
juga panjang ataupun pendeknya serat tersebut
(Hull, 1985, Reinhard, 1987 dan Schwartz, 1992).
Penelitian ini menggunakan beberapa
contoh serat lignosellulosa yang lain selain daripada
serat tandan kosong kelapa sawit. Serat-serat yang
lain yaitu serat koran yang telah dipotong panjang
dengan alat pemotong kertas (shreder) dan serat abu
sekam padi yang berbentuk partikel-partikel halus.
Pemilihan serat-serat ini karena merupakan bahan
yang terbuang atau sisa, mudah didapat dan tersedia
dalam jumlah yang banyak dan juga berasal dari
serat lignosellulosa.
Dari Grafik 1 dapat diketahui bahwa jenis
serat yang berbeda walaupun berasal dari bahan
yang sama yaitu serat lignosellulosa sangat
berpengaruh terhadap berat jenis sesuatu preprag.
Oleh sebab itu pada penelitian ini, setiap prapreg
menggunakan matriks yang sama, sehingga
perbedaan berat jenis yang dihasilkan adalah hasil
daripada pengaruh serat-serat yang digunakan serta
pengaruh terhadap penyerapan antara metriks
dengan serat dan adanya rongga udara.
ς = 3 F l/2 b d 2 ..............(4)
dimana:
ς = kekuatan lentur (MPa)
F = beban (N)
f = jarak antara titik sokong
b = lebar spesimen
d = tebal spesimen
Pencirian yang dijalankan diharapkan dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
keistimewaan dan kelemahan teknik yang dikaji
dalam menghasilkan sesuatu prapreg yang baik.
Sesuatunya prapreg yang baik selalu dikaitkan
dengan pengisitepuan/penyerapan yang sempurrna.
Hal ini dapat ditunjukkan dari sifat Wr dan taburan
densitas sesuatu prapreg. Kedua ciri ini merupakan
sifat fisik bagi prareg. Sifat mekanik tidak dapat
dinilai dalam penciriannya karena keadaan prapreg
yang rapuh dan lemah.
Selain itu pemilihan faktor pencirian ini juga
dibuat berdasarkan usaha untuk mencapai objektif
yang telah ditetapkan iaitu mendapatkan teknik
penyediaan yang mudah, hemat dan berkesan dalam
menyediakan prapreg yang baik dan seragam.
0,8
0,7
0,6
3
Berat jenis (gr/cm )
6.3. Pengujian
Kekuatan
Tarik
(Tensile
Strength)
Pengujian
kekuatan
tarik
dilakukan
mengikut ASTM D638 dengan menggunakan
tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer
terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dan
kecepatan penarikan 30 mm/menit, kemudian
spesimen dijepit kuat dengan penjepit yang ada pada
alat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik
ke atas hingga spesimen putus. Kekauatn tarik dapat
dinyatakan dengan persamaan di bawah ini.
τ = F/A = Fg/bd .............(5)
dimana:
τ = kekuatan tarik (MPa)
F = beban (N)
A = luas spesimen (m2)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
b = lebar spesimen (mm)
d = tebal spesimen (mm)
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
kelapa sawit
koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 1. Taburan Berat Jenis Prapreg dengan
Matriks ABS dan Serah yang Berbeda
Menggunakan Penyediaan Prapreg dengan
Kaedah Rendaman Tertentu (Kaedah B)
dengan Perbandingan 1 : 1 antara Serat
dengan Matriks
76
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
kaedah leburan. Komposit yang menggunakan serat
kelapa sawit memberikan nilai kekuatan lentur yang
paling tinggi dibandingkan serat koran dan serat abu
sekam padi. Menurut Maldas dan Kokta (1995)
pengaruh terhadap sifat mekanik pelenturan ini
disebabkan dari penggunaan serat yang berbeda.
Perbedaan itu disebabkan sifat fisik dari serat-serat
tersebut seperti kandungan lignin dari serat-serat
tersebut dan juga sifat-sifat kimianya.
25
20
Kekuatan lentur (MPa)
Selain daripada jenis serat ukuran serat juga
sangat mempengaruhi terutama dalam penyusunan
serat dalam membentuk prapreg dan komposit.
Keadaan ini terbukti dari nilai berat jenis komposit
yang disediakan dari prapreg seperti yang
ditunjukkan pada Grafik 2. Komposit yang
dihasilkan dari serat abu sekam padi mempunyai
nilai berat jenis yang paling tinggi. Dimana sewaktu
penghasilan prapreg nilai berat jenisnya paling
rendah. Hal ini disebabkan karena bentuk dari serat
abu sekam padi tersebut yang berbentuk partikel.
Sewaktu proses penghasilan komposit, partikelpartikel serat abu sekam padi tersebut berusaha
menyusun hingga padat sehingga menghasilkan
komposit yang memiliki berat jenis yang tinggi.
Sedangkan serat tandan kosong kelapa sawit dan
serat koran berbentuk panjang sehingga sukar
tersusun dan mungkin ada yang tersimpul dan
tergumpal sehingga rongga-rongga udara yang kecil
mudah terperangkap sehingga berat jenis komposit
tersebut lebih rendah dari berat jenis serat abu sekam
padi.
15
10
Serat kelapa sawit
5
Serat koran
Serat sekam padi
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jarak lentur (mm)
Grafik 3. Kekuatan Lentur Komposit Matriks ABS
terhadap Jarak Lenturnya dengan Jenis
Serat yang Berbeda-beda
1,4
22,5
1,2
21,5
Kekuatan lentur (MPa)
22
3
Berat jenis (gr/cm )
1
0,8
21
20,5
20
19,5
19
18,5
0,6
18
17,5
0,4
kelapa sawit
kertas koran
kertas bekas
Jenis serat
0,2
0
kelapa sawit
koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 2. Taburan Berat Jenis Komposit dengan
Matriks ABS dan Prapreg Serat yang Berbeda
Menggunakna Keadaan Pemprosesan yang
Sama
2. Sifat-Sifat Mekanik
2.1. Kekuatan Lentur (Flexural Strength) dengan
Serat yang Berbeda
Dari Grafik 3 dan 4 masing-masing
memperlihatkan pengaruh penggunaan serat yang
berbeda terhadap sifat mekanik pelenturannya. Hasil
yang diperoleh sesuai menurut Maldas dan Kokta
(1995), terhadap serat lignosellulosa dalam komposit
polivinil klorida (PVC) dengan menggunakan
Grafik 4. Perbandingan Kekuatan Lentur Kompodit
Matriks ABS terhadap Jenis Serat yang
Berbeda-beda
Sebagai contoh, bentuk serat yang
bermacam-macam dan tidak tersusun, malah ada
yang tersimpul akan memberikan kesan anisotropik
pada komposit serat kelapa sawit. Keadaan ini
memberikan kekuatan lentur yang lebih tinggi
dibandingkan terhadap serat-serat lain. Selain itu
jika dibandingkan dari segi ketahanan terhadap
pelenturan sebelum mengalami kegagalan/putus
komposit yang menggunakan serat-serat panjang
lebih tahan daripada komposit yang menggunakan
serat-serat pendek. Hal ini dapat di lihat pada grafik
5.3 bahwa jarak lentur serat kelapa sawit lebih
panjang jika dibandingkan serat koran dan serat abu
sekam padi sebelum berlaku kegagalan atau putus.
77
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
2.2. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan
Serat yang Berbeda
Grafik 5 memperliharkan kekuatan tarik
komposit matriks ABS terhdap jenis serat yang
berbeda-beda yaitu serat kelapa sawit, serat koran
dan serat abu sekam padi. Dari grafik tersebut dapat
dilihat bahwa kekuatan tarik serat kelapa sawit
memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan serat
koran dan serat abu sekam padi. Hal ini sesuai
menurut Maldas dan Kokta (1995) bahwa pengaruh
penggunaan serat yang berbeda sangat berpengaruh
terhadap sifat mekanik kekuatan tarik. Perbedaan itu
berdasarkan sifat fisik dan kimia dari serat-serat
tersebut.
Serat kelapa sawit memiliki kekuatan tarik
yang tinggi karena bentuk serat yang bermacammacam dan tidak tersusun, malah ada yang tersimpul
akan memberikan kesan anisotropik pada komposit
serat kelapa sawit. Tidak demikian dengan serat
koran dan serat abu sekam padi. Walaupun ukuran
partikel abu sekam padi kecil tetapi kerena tidak
menggunakan bahan penyerasi (compatabilizer
agent) untuk mengikat matriks dengan serat abu
sekam padi maka nilai kekuatan tarik abu sekam
padi lebih rendah. Walaupun para peneliti (Katz &
Milewski, 1978) mengatakan bahwa semakin kecil
ukuran partikel maka kekuatan tarik tariknya
semakin besar tetapi untuk penelitian ini yang tidak
menggunakan bahan penyerasi dan bahan
pengandeng (coupling agent) hal itu tidak berlaku.
35
Kekuatan tarik (MPa)
30
25
20
15
10
5
0
kelapa sawit
kertas koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 5. Perbandingan Kekuatan Tarik Komposit
Matiks ABS terhadap Jenis Serat yang
Berbeda-beda
KESIMPULAN
Kedua kaedah didapati sesuai digunakan
untuk menghasilkan prapreg untuk keperluan yang
yang berbeda. Kaedah A sesuai digunakan untuk
menghasilkan prapreg yang mempunyai satu sifat
Wr dan tidak mementingkan berbagai ciri sedangkan
kaedah B sesuai digunakan untuk menghasilkan
prapreg yang mengutamakan berbagai ciri. Serat
kelapa sawit memiliki sifat mekanik yang lebih baih
dibandingkan dengan sifat mekanik serat koran dan
serat abu sekam padi yang dapat dilihat dari sifatsifat mekaniknya yaitu kekuatan lentur dan kekuatan
tarik.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, K. M. (1993). Development of
Thermoplastic Prapreg by The Solution Bond
Method, Journal of Polymer Science. Vol. 47.
p: 185.
Chew, K. H. 1999. Thermoplstics Filament Winding
System. Tesis Ijazah Doktor Falsafah.
Universiti Sains Malaysia.
Colclough, W. G. & Dalenberg, D. P. Bulk Molding
Compound
–
Engineered
Materials
Handbook: Composites. Vol. 1 ASM
International. Ohio.
Hull, D (1985). An Introduction to Composite
Material. Cambridge University Press.
Ishak,
H.
1995.
Perkembangan
Prapreg
Termoplastik Gentian Selanjar Menggunakan
Kaedah Pultrasi. Tesis Ijazah Sarjana Sains.
Universiti Sains Malaysia.
Katz, H. S. dan Milewski, J. V. (1978). Handbook of
Filler for Plastics. Van Nostrand Reinhold,
New York.
Leach, D. C. 1990. Continuous Fibre Reinforced
Thermoplastic Matrix Composites, Advance
Composites, ed. By Patridge. I. K., Applied
Science Publisher. London. 326.
Maldas, D., Kokta, B. V. Resent Advance in the
Utulization of Cellulosic Material in PVC
Composite. Progress in Wood Fiber Plastics
Composite, eds., Balantineez, J. J., Redpath,
T.E.,OntarioCenterforMa.
Mc Carvill, M. T. 1987. Prapreg resin – Engineered
Materials Handbook: Composites. Vol. 1
ASM International. Ohio. 225.
Mc Cluskey, J. J. & Doherty, F. W. 1987. Sheet
Molding Compound – Engineered Materials
Handbook: Composites. Vol. 1 ASM
International. Ohio.
Nasir, M. Ishak, Hishak, Z. A. Azahari, B. & Chew,
K. H. 1993. Development of lLng Fibre
Prapreg via Pultrusion Process. Frontries of
Polymers and Advanced Materials. Prasad, N.
P. ed. Elsevier. New York.
78
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
Ramani, K. & Tryfonidis. 1992. Process Fabrication
Manufacturing Composite Materials. 35: 115.
Reinhard, T.J & Linda, L.C (1987). Engineered
Material Handbook: Composite. Vol. 1. p. 27.
Ohio, ASM International.
Schwartz, M. M. (1992). Composite Material
Handbook. Second Edition. p.19 – 23. Mc
Graw Inc.
79
Universitas Sumatera Utara
KELAPA SAWIT DENGAN KAEDAH PRAPREG
Maulida
Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara, Medan
Abstract
The aim of this project to expand the prepreg concept to non non-continuous based fibers, especially
agriculture waste and other waste materials like as palm fiber, newspaper fiber and rice husk fiber.
Akrylonytrille butadiene styrene (ABS) is used as the matrix, meanwhile methyl ethyl cetone (MEK) acts as
the solvent. The scope of the study on the resin mixing technique with known amount with ratio 1 : 1. The
resin mixing technique with known amount (method B) produces prepregs with varying properties depending
on the resin to fiber’s ratio. On this project ratio is 1 : 1. the prepreg concept was clearly shown applicable
to different resin such as polymethyl methacrylate (PMMA) and polystyrene (PS). Both the prepregs and
composite are found as expected to be dependent on the ratio. Also it was found that the prepreg concept
applies to different variety of lignocellulosic fibers such as newspaper fiber, rice husk fiber act. Palm fiber is
a strong fiber compare newspaper fiber and rice husk fiber nad shown from mechanical properties such as
tensile and flexural strength.
Keywords: Prepreg, thermoplastics compisite, resin blend
PENDAHULUAN
Prapreg merupakan suatu bahan setengah
siap. Ia merupakan bahan perantara dalam
pembuatan sesuatu komposit. Secara umum suatu
prapreg terdiri dari serat yang diisitepukan resin
matriks yang bersesuaian. Resin yang selalu
dikaitkan adalah resin termoset seperti epoksi,
poliester dan sebagainya (Mc. Carvill, 1987).
Penggunaan resin termoplastik seperti poliolefin,
polivinil klorida (PVC) dan lain-lain begitu jarang.
Walaupun resin termoplastik memberikan banyak
kelebihan, akan tetapi penggunaannya masih
terbatas karena masalah pengisitepuan. Berbagai
pendekatan telah diperkenalkan, termasuklah kaedah
larutan, kaedah leburan, kaedah serbuk (powder
fluidised), pencampuran yarn (commingle yarn) dan
lain-lain (Leach, 1990; Ramani et al., 1992; dan
Moon et al., 1993).Walaupun begitu kebanyakan
sulit atau rahasia pembuat/pengeluar, tidak kira dari
sudut bahan maupun prosesnya.
Penggunaan prapreg yang paling mudah
dapat dilihat dalam industri komposit yang
berasaskan termoset, iaitu SMC (sheet molding
compound) atau BMC (bulk molding compound)
dalam menghasilkan produk komposit siap (Mc.
Cluskey et al., 1987 dan Colclough et al., 1987).
Penggunaan prapreg ini menjadi salah satu agenda
komersial yang penting karena penghasil kompopsit
tidak perlu lagi terlibat dalam menyediakan
formulasi resin dan pengisitepuan resin atas serat.
Prapreg dapat diperoleh dengan berbagai kandungan
resin, jenis resin dan jenis serat yang berbeda
mengikut keperluan produk yang akan dihasilkan.
Memandang perkembangan yang baik
terhadap penggunaan prapreg dalam industri
komposit, maka kajian ini coba mencetuskan suatu
ide untuk menggunakan suatu pendekatan teknologi
prapreg yang mudah dalam menghasilkan komposit
termoplastik yang berasaskan serat lignoselulosik
yang berasal dari tandan kosong kelapa sawit dan
serat abu sekam padi yang merupakan bahan
buangan dari industri minyak kelapa sawit industri
pertanian
sedangkan
serat
koran
belum
termanfaatkan secara optimal. Pemilihan serat-serat
ini berdasarkan sumber yang sama yaitu serat
lignosellulosa, mudah didapat, tersedia dalam
jumlah yang banyak, murah harganya dan yang
paling penting yaitu dapat mengurangi bahan
buangan ke lingkungan.
METODE PENELITIAN
1. Bahan-Bahan
Matriks termoplastik yang digunakan adalah
akrolonitril butadiena stirena (ABS) yang berbentuk
butiran dari tingkatan umum dan pelarutnya metil
etil keton (MEK). Serat lignoselulosik yang
digunakan berasal dari serat kelapa sawit, serat
74
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
koran dipotong panjang-panjang dengan alat shreder
dan serat abu sekam padi. Serat-serat ini langsung
digunakan tanpa melalui proses pengolahan.
2. Penyediaan Larutan Matriks
Larutan matriks ABS disediakan dengan
melarutkan resin termoplastik di dalam MEK
dengan kepekatan 30% w/w. Larutan diaduk dengan
pengaduk berkekuatan tinggi selama 1 jam.
Kepekatan larutan ini dipilih karena berdasarkan
kajian-kajian sebelumnya (Chang, 1993 dan Ishak,
1995) bahwa kepekatan ini memberikan penyerapan
resin yang baik walaupun masih pada serat kaca.
3. Penyediaan Prapreg
Terdapat berbagai kaedah yang digunakan
dalam penyediaan prapreg. Kajian ini hanya
mengkaji dua pendekatan, iaitu kaedah rendaman
bebas (kaedah A) dan kaedah pencampuran
kandungan resin tertentu (kaedah B). Kaedah larutan
ini dipilih berdasarkan keberhasilan yang digunakan
dalam penghasilan prapreg komposit termoplastik
serat selanjar ((Nasir et al., 1993; Ishak, 1995 dan
Chew, 1999).
dalam kerangka kayu ukuran 35 x 35 x 3 cm.
Kepingan prapreg basah tersebut dikeringkan sampai
semua pelarut habis menguap. Pengeringan yang
cepat dapat dilakukan di dalam oven tetapi pada
penelitiaan pengeringan dilakukan pada suhu kamar.
Semua kaedah penyediaan prapregnya sama seperti
kaedah rendaman bebas tetapi pada kaedah ini
jumlah larutannya sesuai dengan perbandingan yang
telah ditetapkan.
Serat dicampur dengan
larutan yang ditentukan
Serat di rendam
Gambar 2. Kaedah Penyediaan Prapreg dengan
Pencampuran Tertentu (Kaedah B)
5. Penyediaan Komposit
Kepingan-kepingan prapreg kemudian diberi
penekan panas (hot press) dengan tekanan 7,5
kg/cm2 dan suhu 200 0C. Keadaan ini sama untuk
semua komposit yang dihasilkan.
6. Pengujian Sample
6.1. Pengujian Berat Jenis (ρ)
Berat jenis kedua-dua kaedah prapreg
ditentukan dengan menggunakan alat piknometer
mengikut ASTM D792, yang dilakukan pada suhu
kamar. Sebanyak 10 sampel dipotong 2 – 6 gr
dipotong secara acak dari prapreg yang dihasilkan
dengan menggunakan persamaan di bawah ini.
ρ
W
X ρaquadest ………….(3)
W1 – (W2 – W)
dimana:
ρ = berat jenis
W = berat sampel
W1 = berat piknometer + aquadest
W2 = berat piknometer + aquadest + sampel
Gambar 1. Langkah - Langkah Penyediaan Prapreg
Kaedah A dan B
4. Kaedah Campuran Tertentu (Kaedah B)
Pada kaedah berat serat dan berat matriks
telah ditentukan dengan perbandingan 1: 1. Seratserat tersebut direndam di dalam masing-masing
larutan.selama 20 menit kemudian diletakan di
=
6.2. Pengujian Kekuatan Lentur (Flexural
Strenth)
Pengujian kekuatan tarik dijalankan
mengikut ASTM D790. Pada pencirian ini
menggunakan tiga titik pembebanan. Dua titik untuk
penyokong beban dan satu titik untuk beban yang
datangnya daari atas. Uji dilakukan dengan
75
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
menggunakan alat tensometer. Panjang sampel 150
mm dan lebarnya 30 mm dengan ketebalan yang
berbeda mengikut sampel itu sendiri. Kekuatan
lentur dapat dinyatakan pada persamaan di bawah
ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Berat Jenis Prapreg dan Komposit
Secara keseluruhan sistem komposit selalu
menitikberatkan jenis dan bentuk dasar suatu serat
yang digunakan di dalam matriks. Serat memegang
peranan penting terhadap kemampuan ataupun
karakterisasi suatu komposit selain dari jenisnya
juga panjang ataupun pendeknya serat tersebut
(Hull, 1985, Reinhard, 1987 dan Schwartz, 1992).
Penelitian ini menggunakan beberapa
contoh serat lignosellulosa yang lain selain daripada
serat tandan kosong kelapa sawit. Serat-serat yang
lain yaitu serat koran yang telah dipotong panjang
dengan alat pemotong kertas (shreder) dan serat abu
sekam padi yang berbentuk partikel-partikel halus.
Pemilihan serat-serat ini karena merupakan bahan
yang terbuang atau sisa, mudah didapat dan tersedia
dalam jumlah yang banyak dan juga berasal dari
serat lignosellulosa.
Dari Grafik 1 dapat diketahui bahwa jenis
serat yang berbeda walaupun berasal dari bahan
yang sama yaitu serat lignosellulosa sangat
berpengaruh terhadap berat jenis sesuatu preprag.
Oleh sebab itu pada penelitian ini, setiap prapreg
menggunakan matriks yang sama, sehingga
perbedaan berat jenis yang dihasilkan adalah hasil
daripada pengaruh serat-serat yang digunakan serta
pengaruh terhadap penyerapan antara metriks
dengan serat dan adanya rongga udara.
ς = 3 F l/2 b d 2 ..............(4)
dimana:
ς = kekuatan lentur (MPa)
F = beban (N)
f = jarak antara titik sokong
b = lebar spesimen
d = tebal spesimen
Pencirian yang dijalankan diharapkan dapat
memberikan gambaran yang lebih jelas mengenai
keistimewaan dan kelemahan teknik yang dikaji
dalam menghasilkan sesuatu prapreg yang baik.
Sesuatunya prapreg yang baik selalu dikaitkan
dengan pengisitepuan/penyerapan yang sempurrna.
Hal ini dapat ditunjukkan dari sifat Wr dan taburan
densitas sesuatu prapreg. Kedua ciri ini merupakan
sifat fisik bagi prareg. Sifat mekanik tidak dapat
dinilai dalam penciriannya karena keadaan prapreg
yang rapuh dan lemah.
Selain itu pemilihan faktor pencirian ini juga
dibuat berdasarkan usaha untuk mencapai objektif
yang telah ditetapkan iaitu mendapatkan teknik
penyediaan yang mudah, hemat dan berkesan dalam
menyediakan prapreg yang baik dan seragam.
0,8
0,7
0,6
3
Berat jenis (gr/cm )
6.3. Pengujian
Kekuatan
Tarik
(Tensile
Strength)
Pengujian
kekuatan
tarik
dilakukan
mengikut ASTM D638 dengan menggunakan
tensometer terhadap tiap spesimen. Tensometer
terlebih dahulu dikondisikan pada beban 100 kgf dan
kecepatan penarikan 30 mm/menit, kemudian
spesimen dijepit kuat dengan penjepit yang ada pada
alat. Mesin dihidupkan dan spesimen akan tertarik
ke atas hingga spesimen putus. Kekauatn tarik dapat
dinyatakan dengan persamaan di bawah ini.
τ = F/A = Fg/bd .............(5)
dimana:
τ = kekuatan tarik (MPa)
F = beban (N)
A = luas spesimen (m2)
g = percepatan gravitasi (m/s2)
b = lebar spesimen (mm)
d = tebal spesimen (mm)
0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0
kelapa sawit
koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 1. Taburan Berat Jenis Prapreg dengan
Matriks ABS dan Serah yang Berbeda
Menggunakan Penyediaan Prapreg dengan
Kaedah Rendaman Tertentu (Kaedah B)
dengan Perbandingan 1 : 1 antara Serat
dengan Matriks
76
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
kaedah leburan. Komposit yang menggunakan serat
kelapa sawit memberikan nilai kekuatan lentur yang
paling tinggi dibandingkan serat koran dan serat abu
sekam padi. Menurut Maldas dan Kokta (1995)
pengaruh terhadap sifat mekanik pelenturan ini
disebabkan dari penggunaan serat yang berbeda.
Perbedaan itu disebabkan sifat fisik dari serat-serat
tersebut seperti kandungan lignin dari serat-serat
tersebut dan juga sifat-sifat kimianya.
25
20
Kekuatan lentur (MPa)
Selain daripada jenis serat ukuran serat juga
sangat mempengaruhi terutama dalam penyusunan
serat dalam membentuk prapreg dan komposit.
Keadaan ini terbukti dari nilai berat jenis komposit
yang disediakan dari prapreg seperti yang
ditunjukkan pada Grafik 2. Komposit yang
dihasilkan dari serat abu sekam padi mempunyai
nilai berat jenis yang paling tinggi. Dimana sewaktu
penghasilan prapreg nilai berat jenisnya paling
rendah. Hal ini disebabkan karena bentuk dari serat
abu sekam padi tersebut yang berbentuk partikel.
Sewaktu proses penghasilan komposit, partikelpartikel serat abu sekam padi tersebut berusaha
menyusun hingga padat sehingga menghasilkan
komposit yang memiliki berat jenis yang tinggi.
Sedangkan serat tandan kosong kelapa sawit dan
serat koran berbentuk panjang sehingga sukar
tersusun dan mungkin ada yang tersimpul dan
tergumpal sehingga rongga-rongga udara yang kecil
mudah terperangkap sehingga berat jenis komposit
tersebut lebih rendah dari berat jenis serat abu sekam
padi.
15
10
Serat kelapa sawit
5
Serat koran
Serat sekam padi
0
0
2
4
6
8
10
12
14
16
Jarak lentur (mm)
Grafik 3. Kekuatan Lentur Komposit Matriks ABS
terhadap Jarak Lenturnya dengan Jenis
Serat yang Berbeda-beda
1,4
22,5
1,2
21,5
Kekuatan lentur (MPa)
22
3
Berat jenis (gr/cm )
1
0,8
21
20,5
20
19,5
19
18,5
0,6
18
17,5
0,4
kelapa sawit
kertas koran
kertas bekas
Jenis serat
0,2
0
kelapa sawit
koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 2. Taburan Berat Jenis Komposit dengan
Matriks ABS dan Prapreg Serat yang Berbeda
Menggunakna Keadaan Pemprosesan yang
Sama
2. Sifat-Sifat Mekanik
2.1. Kekuatan Lentur (Flexural Strength) dengan
Serat yang Berbeda
Dari Grafik 3 dan 4 masing-masing
memperlihatkan pengaruh penggunaan serat yang
berbeda terhadap sifat mekanik pelenturannya. Hasil
yang diperoleh sesuai menurut Maldas dan Kokta
(1995), terhadap serat lignosellulosa dalam komposit
polivinil klorida (PVC) dengan menggunakan
Grafik 4. Perbandingan Kekuatan Lentur Kompodit
Matriks ABS terhadap Jenis Serat yang
Berbeda-beda
Sebagai contoh, bentuk serat yang
bermacam-macam dan tidak tersusun, malah ada
yang tersimpul akan memberikan kesan anisotropik
pada komposit serat kelapa sawit. Keadaan ini
memberikan kekuatan lentur yang lebih tinggi
dibandingkan terhadap serat-serat lain. Selain itu
jika dibandingkan dari segi ketahanan terhadap
pelenturan sebelum mengalami kegagalan/putus
komposit yang menggunakan serat-serat panjang
lebih tahan daripada komposit yang menggunakan
serat-serat pendek. Hal ini dapat di lihat pada grafik
5.3 bahwa jarak lentur serat kelapa sawit lebih
panjang jika dibandingkan serat koran dan serat abu
sekam padi sebelum berlaku kegagalan atau putus.
77
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
2.2. Kekuatan Tarik (Tensile Strength) dengan
Serat yang Berbeda
Grafik 5 memperliharkan kekuatan tarik
komposit matriks ABS terhdap jenis serat yang
berbeda-beda yaitu serat kelapa sawit, serat koran
dan serat abu sekam padi. Dari grafik tersebut dapat
dilihat bahwa kekuatan tarik serat kelapa sawit
memiliki nilai yang paling tinggi dibandingkan serat
koran dan serat abu sekam padi. Hal ini sesuai
menurut Maldas dan Kokta (1995) bahwa pengaruh
penggunaan serat yang berbeda sangat berpengaruh
terhadap sifat mekanik kekuatan tarik. Perbedaan itu
berdasarkan sifat fisik dan kimia dari serat-serat
tersebut.
Serat kelapa sawit memiliki kekuatan tarik
yang tinggi karena bentuk serat yang bermacammacam dan tidak tersusun, malah ada yang tersimpul
akan memberikan kesan anisotropik pada komposit
serat kelapa sawit. Tidak demikian dengan serat
koran dan serat abu sekam padi. Walaupun ukuran
partikel abu sekam padi kecil tetapi kerena tidak
menggunakan bahan penyerasi (compatabilizer
agent) untuk mengikat matriks dengan serat abu
sekam padi maka nilai kekuatan tarik abu sekam
padi lebih rendah. Walaupun para peneliti (Katz &
Milewski, 1978) mengatakan bahwa semakin kecil
ukuran partikel maka kekuatan tarik tariknya
semakin besar tetapi untuk penelitian ini yang tidak
menggunakan bahan penyerasi dan bahan
pengandeng (coupling agent) hal itu tidak berlaku.
35
Kekuatan tarik (MPa)
30
25
20
15
10
5
0
kelapa sawit
kertas koran
sekam padi
Jenis serat
Grafik 5. Perbandingan Kekuatan Tarik Komposit
Matiks ABS terhadap Jenis Serat yang
Berbeda-beda
KESIMPULAN
Kedua kaedah didapati sesuai digunakan
untuk menghasilkan prapreg untuk keperluan yang
yang berbeda. Kaedah A sesuai digunakan untuk
menghasilkan prapreg yang mempunyai satu sifat
Wr dan tidak mementingkan berbagai ciri sedangkan
kaedah B sesuai digunakan untuk menghasilkan
prapreg yang mengutamakan berbagai ciri. Serat
kelapa sawit memiliki sifat mekanik yang lebih baih
dibandingkan dengan sifat mekanik serat koran dan
serat abu sekam padi yang dapat dilihat dari sifatsifat mekaniknya yaitu kekuatan lentur dan kekuatan
tarik.
DAFTAR PUSTAKA
Chang, K. M. (1993). Development of
Thermoplastic Prapreg by The Solution Bond
Method, Journal of Polymer Science. Vol. 47.
p: 185.
Chew, K. H. 1999. Thermoplstics Filament Winding
System. Tesis Ijazah Doktor Falsafah.
Universiti Sains Malaysia.
Colclough, W. G. & Dalenberg, D. P. Bulk Molding
Compound
–
Engineered
Materials
Handbook: Composites. Vol. 1 ASM
International. Ohio.
Hull, D (1985). An Introduction to Composite
Material. Cambridge University Press.
Ishak,
H.
1995.
Perkembangan
Prapreg
Termoplastik Gentian Selanjar Menggunakan
Kaedah Pultrasi. Tesis Ijazah Sarjana Sains.
Universiti Sains Malaysia.
Katz, H. S. dan Milewski, J. V. (1978). Handbook of
Filler for Plastics. Van Nostrand Reinhold,
New York.
Leach, D. C. 1990. Continuous Fibre Reinforced
Thermoplastic Matrix Composites, Advance
Composites, ed. By Patridge. I. K., Applied
Science Publisher. London. 326.
Maldas, D., Kokta, B. V. Resent Advance in the
Utulization of Cellulosic Material in PVC
Composite. Progress in Wood Fiber Plastics
Composite, eds., Balantineez, J. J., Redpath,
T.E.,OntarioCenterforMa.
Mc Carvill, M. T. 1987. Prapreg resin – Engineered
Materials Handbook: Composites. Vol. 1
ASM International. Ohio. 225.
Mc Cluskey, J. J. & Doherty, F. W. 1987. Sheet
Molding Compound – Engineered Materials
Handbook: Composites. Vol. 1 ASM
International. Ohio.
Nasir, M. Ishak, Hishak, Z. A. Azahari, B. & Chew,
K. H. 1993. Development of lLng Fibre
Prapreg via Pultrusion Process. Frontries of
Polymers and Advanced Materials. Prasad, N.
P. ed. Elsevier. New York.
78
Universitas Sumatera Utara
Maulida
JURNAL PENELITIAN REKAYASA
Volume 1, Nomor 2 Desember 2008
Ramani, K. & Tryfonidis. 1992. Process Fabrication
Manufacturing Composite Materials. 35: 115.
Reinhard, T.J & Linda, L.C (1987). Engineered
Material Handbook: Composite. Vol. 1. p. 27.
Ohio, ASM International.
Schwartz, M. M. (1992). Composite Material
Handbook. Second Edition. p.19 – 23. Mc
Graw Inc.
79
Universitas Sumatera Utara