Pembuatan Dan Karakterisasi Genteng Komposit Polimer Dari Campuran Resin Poliester, Aspal, Styrofoam Bekas Dan Serat Panjang Ijuk

(1)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI

GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN

RESIN POLIESTER, ASPAL, STYROFOAM BEKAS DAN

SERAT PANJANG IJUK

TESIS

Oleh

SURYATI

107026002/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA


(2)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL,

STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika Pada Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

SURYATI 107026002/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

Judul Tesis : PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL, STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

Nama Mahasiswa : SURYATI Nomor Induk Mahasiswa : 107026002

Program Studi : Magister Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S

Ketua Anggota

Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

Ketua Program Studi, Dekan,


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL,

STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah

dijelaskan sumber dengan benar

Medan, 3 Juli 2012

( SURYATI ) NIM. 107026002


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai civitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Suryati

NIM : 107026002

Program Studi : Magister Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberi kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-xlusive Royalty Free Right) atas tesis saya yang berjudul:

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL, STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan hak bebas royalti Non-eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara Berhak Menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantukan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 3 Juli 2012


(6)

Telah diuji pada

Tanggal : 23 Juli 2012

PANITIA PENGUJIAN TESIS

Ketua : Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S Anggota : 1. Dr. Nasruddin MN, M.Eng.Sc

2. Dr. Kerista Sebayang, M.S

3. Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S 4. Dr. Susilawati, M.Si


(7)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama Lengkap Berikut Gelar : Suryati, S.Si

Tempat Dan Tanggal Lahir : Matangkuli, 18 September 1979

Alamat Rumah : Desa Rayeuk Matangkuli Aceh Utara, Aceh Telepon/Fax/Hp : 085260659941

E-Mail : Suryati_zya@yahoo.com

Instansi Tmpat Bekerja : Politeknik Negeri Lhokseumawe

Alamat Kantor : Jl. Banda Aceh-Medan km 280,3 Buketrata Lhokseumawe, Aceh

Telepon/Fax/Hp : 0645-42670, Fax 42785

DATA PENDIDIKAN

SD : MIN 1 Matangkuli Tamat : 1991

SMP : SMPN 1 Matangkuli Tamat : 1994 SMA : SMAN 1 Matangkuli Tamat : 1997 Strata-1 : FMIPA Universitas Syiah Kuala Tamat : 2002


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini dapat diselesaikan

Dengan selesainya tesis ini, perkenankanlah kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp A(K) atas kesempatan yang diberikan kepada kami untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc. Sekretaris Program Studi Magister Ilmu Fisika Dr. Anwar Dharma Sembiring, M.S beserta seluruh Staf Pengajar pada Program Studi Magister Ilmu Fisika Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terimakasih yang tak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kami ucapkan kepada Prof. Drs. Mohammad Syukur, M.S selaku pembimbing utama yang dengan penuh perhatian memberikan dorongan, bimbingan dan arahan kepada kami dan demikian juga kepada Dr. Nasruddin MN, M.Eng. Sc selaku Co Pembimbing yang dengan penuh kesabaran menuntun dan membimbing kami hingga selesainya penelitian ini.

Kepada Ayahanda Almarhum Tgk. H. Abubakar dan Ibunda Hj. Ramlah serta Suami Tersayang Nazaruddin dan anakku terkasih Izya Karami. Terima kasih atas segala pengorbanan kalian baik berupa moril maupun materil, budi baik ini tidak dapat dibalas hanya diserahkan kepada Allah SWT.

Terima kasih kepada teman-teman satu tim, teman seangkatan 2010 dan semua pihak yang telah banyak membantu, memberikan doa, motivasi dan semangat hingga selesainya tesis ini


(9)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL,

STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer menggunakan campuran serat ijuk, poliester, aspal, styrofoam bekas dan agregat pasir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi dan orientasi sudut serat ijuk terhadap karakteristik genteng. Komposisi poliester, aspal, styrofoam yang digunakan tetap, yaitu 29%, 5% dan 1% dari berat total sampel, sedangkan komposisi pasir dan serat ijuk divariasikan dengan perbandingan; (65% : 0%), (64% : 1%), (63% : 2%), (62% : 3%), (61% : 4%) dan (60% : 5%). Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kerapatan, daya serap air, uji tarik, uji lentur, uji impak, dan uji kemampuan nyala. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik genteng sangat dipengaruhi oleh fraksi berat serat dan orientasi sudut serat. Karaktristik optimum dicapai pada komposisi (29:5:1:61:4), dan diperoleh kerapatan 1,76 gr/cm3, daya serap air 0,87%, kekuatan tarik 79,34 kgf/cm2, kekuatan lentur 230,46 kgf/cm2, kekuatan impak 1,8 J/cm2, waktu penyalaan spesimen adalah 19,67 detik dan jarak bakar spesimen selama 30 detik sebesar 12 mm. Penambahan serat ijuk sebanyak 4% dapat menambah kekuatan tarik hingga 321,18%, kekuatan lentur hingga 203,39% dan kekuatan impak hingga 718%. Sifat mekanik genteng maksimal pada sudut 0o, dan minimum pada sudut orientasi 90o, namun sifat fisis dan sifat termal genteng yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan sudut orientasi serat ijuk.


(10)

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF

POLYMER COMPOSITES ROOF TILE UTILIZED A MIXTURE OF POLYESTER RESIN, ASPHALT, STYROFOAM WASTE AND

LENGTHY PALM FIBERS

ABSTRACT

The research on the manufacture and characterization of polymer composite tile using a mixture of palm fibers, polyester, asphalt, sand aggregate and Styrofoam waste has been done. This study aims to determine the effect of variations in composition and fiber orientation angle of the characteristics of the tile roofed. The composition of Polyester, asphalt, Styrofoam is made constant of 29%, 5% and 1% of the total weight of the sample, while the composition of sand and palm fiber varied by comparison; (65%: 0%), (64%: 1%), (63%: 2%), (62%: 3%), (61%: 4%) and (60%: 5%). Characterization testing performed included density, water absorption, tensile test, flexural test, impact test, and the ability of the flame. The results show that the characteristics of the tile is strongly influenced by the weight fraction of fiber and fiber orientation angle. The optimum characteristics are achieved in the composition (29:5:1:61:4), and obtained 1.76 gr/cm3 density, water absorption 0.87%, 79.34 kgf/cm2 tensile strength, flexural strength of 230.46 kgf/cm2, impact strength of 1.8 J/cm2, the specimen ignition time of 19.67 seconds and the distance of the specimen burns of 30 seconds by 12 mm. The addition of palm fiber is as much as 4% can increase the tensile strength of up to 321.18%, 203.39% up to flexural strength and impact strength up to 718%. Mechanical properties is maximum at the angle of 0o

Keywords: polymers tile, composites, fibers, fibers orientation, lengthy fibers , and minimum at 90 ° orientation, but the natural of the physical and thermal properties of the resulting tiles are not affected by changes in the fibers angle orientation.


(11)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

ABSTRAK ... ii DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 4

1.3 Batasan Masalah ... 5

1.4 Tujuan Penelitian ... 5

1.5 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Material Komposit ... 6

2.2 Klasifikasi Material Komposit ... 7

2.2.1 Komposit serat (fiber komposite) ... 7

2.2.2 Komposit Laminat (laminated composite) ... 12

2.2.3 Komposit Partikel (particulated composite) ... 12

2.2.4 Komposit serpihan (flake komposite) ... 13

2.2.5 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan ... 14

2.2.6 Antar Muka Serat-matrik ...17

2.3 Polimer ... 19

2.3.1 Polimer termoplastik ... 21

2.3.2 Polimer thermoset ... 21

2.4 Matrik ... 22

2.4.1 Poliester ... 23

2.4.2 Aspal ... 24

2.4.3 Polistirena foam (Styrofoam) ... 27

2.5 Serat Ijuk ... 28

2.6 Agregat ... 31

2.7 Genteng ... 32

2.7.1 Genteng Aspal ... 32

2.7.2 Genteng Polimer ... 33


(12)

2.8.1 Sifat-sifat Fisis ... 35

2.8.2 Sifat Mekanik ... 36

2.3.3 Sifat Termal ... 41

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 43

3.1 Tempat Penelitian ... 43

3.2 Peralatan Dan Bahan... 43

3.2.1 Peralatan ... 43

3.2.2 Bahan ... 43

3.3 Prosedur Penelitian ... 44

3.3.1 Persiapan Bahan ... 44

3.3.2Pembuatan Sampel ... 44

3.3.3 Diagram alir... 45

3.4 Variabel Yang Diamati ... 46

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 48

4.1 Sifat Fisis Genteng Komposit Polimer ... 48

4.1.1 Kerapatan ... 48

4.1.2 Daya Serap Air ... 50

4.2 Sifat Mekanik Genteng Komposit Polimer ... 52

4.2.1 Kekuatan Tarik ... 52

4.2.2 Kuat Lentur ... 55

4.2.3. Kuat Impak ... 57

4.3 Titik Bakar dan Titik Nyala ... 59

4. 6 Pengaruh Orientasi Serat Ijuk ... 61

BAB V Kesimpulan Dan Saran ... 68

4.1 Kesimpulan ... 68

5.2 Saran ... 68


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Gambar Judul Halaman

2.1 2.2

Komposisi komposit

Model pengarahan filament satu arah dalam komposit paralel

6 9 2.3 Kurva tegangan-regangan untuk filamen dan matrik 11

2.4 Mikrostruktur lamina 12

2.5 Bagan Klasifikasi Komposit 13

2.6 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah)

15 2.7 Ilustrasi diagram skematik ikatan antarmuka dari lapisan 18

materia komposit

2.8 Struktur ikatan silang polimer thermoset 22 2.9 Struktur gometri genteng aspal 33

2.10 Kurva Tegangan regangan 37

2.11 Spesimen Uji Tarik ASTM D 638M 38 2.12 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur 38 2.13

2.14

Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy Skema kerja alat uji nyala

41 42

3.1 Diagram alir 66

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11

Grafik kerapatan terhadap komposisi serat

Grafik nilai daya serap air genteng komposit polimer Grafik hubungan antara kuat tarik dan komposisi serat ijuk Grafik hubungan antara kuat lentur dan komposisi serat ijuk Grafik Kuat impak terhadap komposisi serat ijuk

Grafik kemampuan nyala genteng komposit serat ijuk Grafik Jarak bakar genteng komposit polimer

Grafik kerapatan terhadap orientasi sudut serat Grafik daya serap air terhadap orientasi sudut serat

Grafik sifat mekanik genteng terhadap sudut orientasi serat Grafik hubungan sudut serat terhadap sifat termal

49 51 53 56 58 59 60 62 62 63 64


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor

Tabel Judul Halaman

Tabel 2.1 Spesifikasi Unsaturated Polyester 23 Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70 26 Tabel 2.3 Karakteristik Styrofoam 27 Tabel 2.4 Luas Tanaman Aren Di Sumatra Utara 29 Tabel 2.5 Kandungan kimia serat ijuk 30 Tabel 2.6 Perbandingan antara serat alami dan serat gelas 31

Tabel 3.1 Komposisi bahan 45

Tabel 4.1 Nilai Kerapatan rata-rata 48 Tabel 4.2 Nilai rata-rata daya serap air genteng komposit polimer 51 Tabel 4.3 Nilai rata-rata kuat tarik 52 Tabel 4.4 Nilai rata-rata kuat lentur 55 Tabel 4.5 Nilai ata-rata kuat impak 57 Tabel 4.6 Nilai rata-rata kemampuan nyala 59 Tabel 4.7 Karakteristik genteng pada orientasi sudut serat 0o, 45o dan 90o 61


(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Lampiran Judul Halaman

Lampiran A Rekapitulasi Data Karakteristik Genteng Komposit Polimer 73 Lampiran B Data Hasil Pengujian dan Perhitungan 74 Lampiran C Spesifikasi Genteng Polimer 86 Lampiran D Dokumentasi Penelitian 87


(16)

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI GENTENG KOMPOSIT POLIMER DARI CAMPURAN RESIN POLIESTER, ASPAL,

STYROFOAM BEKAS DAN SERAT PANJANG IJUK

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan dan karakterisasi genteng komposit polimer menggunakan campuran serat ijuk, poliester, aspal, styrofoam bekas dan agregat pasir. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh variasi komposisi dan orientasi sudut serat ijuk terhadap karakteristik genteng. Komposisi poliester, aspal, styrofoam yang digunakan tetap, yaitu 29%, 5% dan 1% dari berat total sampel, sedangkan komposisi pasir dan serat ijuk divariasikan dengan perbandingan; (65% : 0%), (64% : 1%), (63% : 2%), (62% : 3%), (61% : 4%) dan (60% : 5%). Karakterisasi yang dilakukan meliputi pengujian kerapatan, daya serap air, uji tarik, uji lentur, uji impak, dan uji kemampuan nyala. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik genteng sangat dipengaruhi oleh fraksi berat serat dan orientasi sudut serat. Karaktristik optimum dicapai pada komposisi (29:5:1:61:4), dan diperoleh kerapatan 1,76 gr/cm3, daya serap air 0,87%, kekuatan tarik 79,34 kgf/cm2, kekuatan lentur 230,46 kgf/cm2, kekuatan impak 1,8 J/cm2, waktu penyalaan spesimen adalah 19,67 detik dan jarak bakar spesimen selama 30 detik sebesar 12 mm. Penambahan serat ijuk sebanyak 4% dapat menambah kekuatan tarik hingga 321,18%, kekuatan lentur hingga 203,39% dan kekuatan impak hingga 718%. Sifat mekanik genteng maksimal pada sudut 0o, dan minimum pada sudut orientasi 90o, namun sifat fisis dan sifat termal genteng yang dihasilkan tidak dipengaruhi oleh adanya perubahan sudut orientasi serat ijuk.


(17)

FABRICATION AND CHARACTERIZATION OF

POLYMER COMPOSITES ROOF TILE UTILIZED A MIXTURE OF POLYESTER RESIN, ASPHALT, STYROFOAM WASTE AND

LENGTHY PALM FIBERS

ABSTRACT

The research on the manufacture and characterization of polymer composite tile using a mixture of palm fibers, polyester, asphalt, sand aggregate and Styrofoam waste has been done. This study aims to determine the effect of variations in composition and fiber orientation angle of the characteristics of the tile roofed. The composition of Polyester, asphalt, Styrofoam is made constant of 29%, 5% and 1% of the total weight of the sample, while the composition of sand and palm fiber varied by comparison; (65%: 0%), (64%: 1%), (63%: 2%), (62%: 3%), (61%: 4%) and (60%: 5%). Characterization testing performed included density, water absorption, tensile test, flexural test, impact test, and the ability of the flame. The results show that the characteristics of the tile is strongly influenced by the weight fraction of fiber and fiber orientation angle. The optimum characteristics are achieved in the composition (29:5:1:61:4), and obtained 1.76 gr/cm3 density, water absorption 0.87%, 79.34 kgf/cm2 tensile strength, flexural strength of 230.46 kgf/cm2, impact strength of 1.8 J/cm2, the specimen ignition time of 19.67 seconds and the distance of the specimen burns of 30 seconds by 12 mm. The addition of palm fiber is as much as 4% can increase the tensile strength of up to 321.18%, 203.39% up to flexural strength and impact strength up to 718%. Mechanical properties is maximum at the angle of 0o

Keywords: polymers tile, composites, fibers, fibers orientation, lengthy fibers , and minimum at 90 ° orientation, but the natural of the physical and thermal properties of the resulting tiles are not affected by changes in the fibers angle orientation.


(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1LATAR BELAKANG

Dalam perkembangan industri dibutuhkan material yang memiliki sifat-sifat istimewa seperti logam. Material komposit polimer merupakan salah satu material alternative pengganti logam yang memikili banyak keunggulan, diantaranya memiliki sifat mekanik yang baik, memiliki massa jenis yang lebih rendah, tidak mudah korosi, bahan baku yang mudah didapat, harga yang relatif murah, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik (Widodo, 2008) .

Material komposit polimer telah banyak dikembangkan dalam berbagai bidang, salah satunya dalam bidang kontruksi. Genteng merupakan komponen penting dalam bidang kontruksi, genteng digunakan sebagai penutup atap rumah agar dapat menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan proses pembuatannya, hal tersebut akan menentukan daya serap air dan sifat mekanik genteng.

Salah satu bentuk genteng berbasis bahan komposit polimer adalah genteng aspal. Saat ini di Indonesia, pemakaian genteng jenis ini masih terbatas, hal ini disebabkan harga genteng yang masih tergolong mahal. Keunggulan genteng jenis ini yaitu tahan lama, pemeliharaannya mudah, fleksibel dan mudah dipasang serta sangat ringan. Umumnya genteng polimer yang ada di pasaran terbuat dari aspal, serat kaca, granules dan material lainnya. Menurut Christiani. E, 2008, penggunaan serat kaca sebagai bahan penyusun dinilai kurang ramah terhadap lingkungan karena sifatnya yang sukar terdegradasi secara alami.

Indonesia mempunyai kekayaan alam yang luar biasa, ketersediaan serat ijuk di alam masih sangat banyak, pada tahun 2010 luas tanaman aren di Indonesia mencapai sekitar 59.388 ha (Balai Penelitian Tanaman Palma, 2010) namun hingga saat ini serat ijuk belum digunakan secara luas. Aplikasi serat ijuk umumnya masih dilakukan secara tradisional, seperti pembuatan sapu, tali, atap


(19)

rumah tradisional dan lain sebagainya. Serat ijuk memiliki banyak keistimewaan, diantaranya sifatnya yang awet tidak mudah busuk hingga ratusan tahun bahkan ribuan tahun serta tahan terhadap segala cuaca, serat ijuk juga memiliki sifat elastis, keras, tahan air dan sulit dicerna oleh organisme perusak (Christiani E, 2008). Jika digunakan sebagai atap, serat ini diduga dapat meredam panas matahari, sehingga memberikan suasana yang sejuk pada bangunan yang beratap ijuk (Ririh, 2011). Karena ketersediaan di alam yang sangat banyak pemanfaatan serat ini diharapkan bisa mengurangi biaya produksi sehingga menghasilkan produk yang lebih murah dan ramah lingkungan.

Disisi lain banyaknya limbah plastik kemasan seperti Styrofoam bekas yang tidak termafaatkan secara optimal menjadi sebuah masalah besar bagi alam, Limbah polimer bahan kemasan tidak hanya memberikan kontribusi masalah lingkungan yang serius, tetapi juga menyebabkan pemborosan besar sumber daya. Untuk mengatasi masalah ini dan mendorong pengembangan industri kemasan, kita harus memberi perhatian lebih pada daur ulang limbah kemasan bahan polimer dan penelitian tentang teknik daur ulang baru.

peningkatan substansial limbah menyebabkan polusi lingkungan yang serius.

Sebuah survei di Amerika Serikat mengatakan bahwa polusi kemasan dianggap sebagai polusi utama keempat, tepat setelah air, laut dan polusi udara (Zhang, 2008). Daur ulang limbah merupakan salah satu cara untuk menekan pencemaran lingkungan yang semakin parah, selain itu pemakaian styrofoam bekas juga dapat menghemat biaya produksi sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle) (Macklin, 2009). Oleh karena itu peneliti ingin meneliti tentang pemanfaatan styrofoam bekas sebagai bahan tambahan dalam pembuatan genteng polimer. Penggunaan styrofoam pada pembuatan genteng polimer dimaksudkan untuk memberi daya rekat yang baik antara bahan dalam campuran. Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Zhang, 2008) menunjukkan pencampuran styrofoam dan aspal dapat meningkatkan titik lembek aspal, penurunan penetrasi, dan perbaikan daktilitas yang signifikan terhadap suhu rendah, dengan modifikasi aspal. Sifat keseluruhan dari aspal dimodifikasi telah


(20)

meningkat secara signifikan. Spektrum FTIR dan analisa struktur mikro aspal menunjukkan bahwa, efek membengkak dari polimer limbah merata dalam aspal dengan kecepatan tinggi geser dan proses adsorpsi dari komposisi aromatik di EPS adalah alasan utama untuk peningkatan kinerja

Penelitian tentang genteng polimer yang menggunakan bahan baku dari alam dan pemanfaatan limbah sudah mulai dikembangkan. Beberapa penelitian yang telah dilakukan menyangkut pembuatan genteng dan pemanfaatan limbah diantaranya: Ediputra.K (2010), yang membuat genteng dari campuran bahan Aspal, karet alam sir 10 ,Ban bekas (tire rubber) ,Sulfur, dan Bahan adhesive isosianat. Asnawi pada tahun 2011 juga membuat genteng dari pemanfaatan LDPE (Low density polyethilen) bekas, aspal iran dan agregat pasir halus. Campuran optimum diperoleh pada komposisi aspal, LDPE dan agregat pasir yaitu (70 gr : 30 gr : 300 gr).

Nuning Aisah dkk (2004) membuat komposit serat berpenguat serat sintetis untuk bahan genteng, serat yang digunakan adalah serat gelas tipe woven roving dan choppend strand mat, matrik yang digunakan adalah poliester dan epoksi. Hasil penelitian menunjukkan penambahan kekuatan tarik setiap penambahan lapisan serat. kekuatan tarik tertinggi yang dicapai pada matrik poliester adalah 165,62 MPa

Kartini. R (2002) dalam penelitianya yang berjudul Pembuatan Dan Karakterisasi Komposit polimer Berpenguat Serat Alam mendapatkan bahwa dengan menggunakan matrik yang sama (poliester) nilai kekuatan tarik komposit berpenguat serat ijuk lebih tinggi bila dibandingkan dengan komposit berpenguat serat pisang

Penggunaan serat ijuk sebagai salah satu bahan penyusun genteng beton telah diteliti oleh Randing, di dalam penelitiannya, Randing menambahkan serat ijuk sebanyak 1 – 2 % dari berat semen. Hasil penelitiannya membuktikan bahwa penambahan ijuk sebanyak 1 – 2 % dari berat semen dapat mengatasi sifat regasnya serta meningkatkan kekuatan lentur sebesar 12 – 16 %. Kekuatan lentur dari hasil penelitian ini memenuhi syarat mutu tingkat II menurut SK SNI S 04-1989-F spesifikasi bahan bangunan bagian A (Randing, 1995) Hal yang sama juga


(21)

dilakukan oleh Sarjono, W (2008) penambahan serat ijuk sebanyak (1 – 5)% pada campuran semen-pasir mampu meningkatkan: (1) kuat tarik belah, dengan peningkatan kuat tarik tertinggi dicapai oleh penambahan ijuk sebanyak 4% yaitu sebesar 34,81 %. (2) kuat desak, dengan peningkatan kuat desak tertinggi dicapai oleh penambahan ijuk sebanyak 4% sebesar 9,86 %. (3) ketahanan kejut.

Widodo. B (2008) melalukan analisa sifat mekanik komposit epoksi dengan penguat serat ijuk model lamina berorientasi sudut acak. Hasil penelitian diperoleh kekuatan tarik dan impak tertinggi pada komposit dengan fraksi berat serat ijuk 40%

Dari beberapa penelitian yang telah diuraikan di atas, belum terlihat ada penelitian yang menggunakan serat alam berupa serat panjang ijuk sebagai penguat dalam pembuatan genteng polimer, pemilihan serat alam untuk menggantikan serat sintetis mempunyai beberapa keuntungan diantaranya dapat menghasilkan produk yang ramah lingkungan, mudah didapat dan lebih murah. Oleh karena itu peneliti merasa tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang penggunaan serat panjang yang berasal dari alam untuk pembuatan genteng polimer, dalam hal ini serat alam yang digunakan adalah serat ijuk yang berasal dari tanaman aren.

Penelitian ini mengkaji pengaruh fraksi berat serat ijuk dan pasir serta pengaruh orientasi serat panjang terhadap karakteristik genteng komposit polimer

1.2 PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana pengaruh perbandingan komposisi pasir dan serat ijuk terhadap densitas, daya serap air, sifat mekanik dan sifat termal genteng?

2. Apakah penggunaan serat ijuk dapat menambah kekuatan genteng? 3. Pada sudut orientasi berapakah kekuatan genteng maksimum?

4. Apakah campuran serat ijuk, pasir, poliester, aspal dan styrofoam bekas dapat dijadikan sebagai bahan baku penyusun genteng?


(22)

1.3 BATASAN MASALAH

Penelitian ini dibatasi pada:

1. Bahan yang digunakan dalam campuran pembuatan genteng polimer adalah poliester, aspal, styrofoam bekas, pasir dan serat ijuk

2. Komposisi poliester, aspal, styrofoam bekas adalah tetap masing- masing 29%, 5% dan 1% dari berat total sampel (350 gr). Komposisi pasir dan serat ijuk bervariasi dengan perbandingan (65% : 0%), (64% : 1%), (63% : 2%), (62% : 3%), (61% : 4%) dan (60% : 5%)

3. Serat yang digunakan adalah serat panjang dengan orintasi 0o, 45o, 90

4. Pengujian sifat fisis, meliputi uji kerapatan dan uji daya serap air, sifat mekanik meliputi uji kekuatan lentur, kekuatan tarik dan uji impak sedangkan uji termal meliputi uji waktu nyala dan jarak bakar.

o

1.4 TUJUAN PENELITIAN

Penelitian yang dilakukan bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh variasi komposisi serat ijuk terhadap karakteristik genteng

2. Mengetahui pengaruh penambahan serat ijuk terhadap kekuatan genteng

3. Mengetahui pengaruh orientasi sudut serat panjang terhadap karakteristik genteng.

1.5 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat:

1. Memberikan informasi tentang pengolahan limbah Styrofoam secara luas, sehingga dapat membantu mengatasi masalah pencemaran lingkungan

2. Bermanfaat bagi perkembangan material komposit polimer dibidang konstruksi 3. Dapat dijadikan rujukan untuk penelitian lanjutan


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 MATERIAL KOMPOSIT

Material komposit merupakan material yang terbentuk dari kombinasi antara dua atau lebih material pembentuknya melalui pencampuran yang tidak homogen, dimana sifat mekanik dari masing-masing material pembentuknya berbeda. Material komposit memiliki sifat mekanik yang lebih bagus dari pada logam, memiliki kekuatan bisa diatur yang tinggi (tailorability), memiliki kekuatan lelah (fatigue) yang baik, memiliki kekuatan jenis (strength/weight) dan kekakuan jenis (modulus Young/density) yang lebih tinggi daripada logam, tahan korosi, memiliki sifat isolator panas dan suara, serta dapat dijadikan sebagai penghambat listrik yang baik, dan dapat juga digunakan untuk menambal kerusakan akibat pembebanan dan korosi (Sirait, 2010).

Penjelasan lain tentang komposit juga diutarakan oleh Van Rijswijk, M.Sc, dkk (2001), dalam bukunya Natural Fibre Composites, komposit adalah bahan hibrida yang terbuat dari resin polimer diperkuat dengan serat, menggabungkan sifat-sifat mekanik dan fisik. Ilustrasi ikatan dan sifat fisik polimer dapat dilihat Gambar 2.1.

Gambar 2. 1 Komposisi komposit

Ada tiga faktor yang menentukan sifat-sifat dari material komposit, yaitu:

1. Material pembentuk. Sifat-sifat intrinsik material pembentuk memegang peranan yang sangat penting terhadap pengaruh sifat kompositnya


(24)

2. Susunan struktural komponen. Dimana bentuk serta orientasi dan ukuran tiap-tiap komponen penyusun struktur dan distribusinya merupakan faktor penting yang memberi kontribusi dalam penampilan komposit secara keseluruhan. 3. Interaksi antar komponen. Karena komposit merupakan campuran atau

kombinasi komponen-komponen yang berbeda baik dalam hal bahannya maupun bentuknya, maka sifat kombinasi yang diperoleh pasti akan berbeda (Sirait, 2010).

Secara umum material komposit tersusun dari dua komponen utama yaitu matrik (bahan pengikat) dan filler (bahan pengisi). Filler adalah bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan komposit, biasanya berupa serat atau serbuk. Gibson (1984) mengatakan bahwa matrik dalam struktur komposit bisa berasal dari bahan polimer, logam, maupun keramik. Matrik secara umum berfungsi untuk mengikat serat menjadi satu struktur komposit.

2.2 KLASIFIKASI MATERIAL KOMPOSIT

Berdasarkan bahan penguat, material komposit dapat diklasifikasikan menjadi komposit serat, komposit lamina, komposit partikel dan komposit serpihan

2.2.1 Komposit serat (fiber komposite)

Komposit serat merupakan jenis komposit yang menggunakan serat sebagai penguat. Serat yang digunakan biasanya berupa serat gelas, serat karbon, serat aramid dan sebagainya. Serat ini bisa disusun secara acak maupun dengan orientasi tertentu bahkan bisa juga dalam bentuk yang lebih kompleks seperti anyaman.

Bila peningkatan kekuatan menjadi tujuan utama, komponen penguat harus mempunyai rasio aspek yang besar, yaitu rasio panjang terhadap diameter harus tinggi, agar beban ditranfer melewati titik dimana mungkin terjadi perpatahan (Vlack L. H., 2004).

Tinggi rendahnya kekuatan komposit sangat tergantung dari serat yang digunakan, karena tegangan yang dikenakan pada komposit mulanya diterima


(25)

oleh matrik akan diteruskan kepada serat, sehingga serat akan menahan beban sampai beban maksimum. Oleh karena itu serat harus mempunyai tegangan tarik dan modulus elastisitas yang lebih tinggi daripada matrik penyusun komposit (Vlack L. H., 1985).

Komposit yang diperkuat dengan serat dapat digolongkan menjadi dua bagian yaitu:

a. Komposit serat pendek (short fiber composite)

Berdasarkan arah orientasi material komposit yang diperkuat dengan serat pendek dapat dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu serat acak (inplane random orientasi) dan serat satu arah.

Tipe serat acak sering digunakan pada produksi dengan volume besar karena faktor biaya manufakturnya yang lebih murah. Kekurangan dari jenis serat acak adalah sifat mekanik yang masih dibawah dari penguatan dengan serat lurus pada jenis serat yang sama.

b. Komposit serat panjang (long fiber composite)

Keistimewaan komposit serat panjang adalah lebih mudah diorientasikan, jika dibandingkan dengan serat pendek. Secara teoritis serat panjang dapat menyalurkan pembebanan atau tegangan dari suatu titik pemakaiannya.

Perbedaan serat panjang dan serat pendek yaitu serat pendek dibebani secara tidak langsung atau kelemahan matriks akan menentukan sifat dari produk komposit tersebut yakni jauh lebih kecil dibandingkan dengan besaran yang terdapat pada serat panjang.

Hubungan antara penguat serat dan panjang serat ditunjukkan dalam persamaan berikut ini:

�� = ���1−��� ��+���� (2.1)

��

�� =

��


(26)

dengan:

�� = kekuatan tarik material komposit (N)

�� = kekuatan tarik serat (N)

�� = kekuatan tarik resin (N) Vf = kadar serat dalam volume (m3 V

)

R = kadar resin dalam volume (m3 D

)

f L

= diameter serat (m)

c

L = panjang serat (m) = Panjang kritis serat (m)

2� = kekuatan mulur geser pada antar muka serat dengan resin (Surdia, 1995) Beberapa prinsip dasar tentang respon elastis terhadap tegangan dapat diperoleh dari model mekanik dimana serat kontinu memiliki satu-arah

(undirectional) dalam matrik isotropic tanpa void seperti terlihat pada Gambar 2.2a dan 2.2b di bawah ini

Gambar 2.2 Model pengarahan filament satu arah dalam komposit (a) paralel dan (b) seri (Smallman, 2000)

Diasumsikan bahwa rasio Poisson material serat sama dengan rasio Poisson matrik. Menggunakan notasi c, t , m, l, dan t kita dapat menengarai nilai sifat untuk komposit (c), serat (f), matrik (m), arah longitudinal (l), dan arah transversal (t). Vf / Vm adalah rasio fraksi volume serat dan matrik, dimana (1 - Vf) = Vm. Beberapa sifat longitudinal tertentu dari komposit dapat dijabarkan dari model “parallel” pada Gambar 2.2a dan penerapan kaidah campuran. Untuk keadaan iso regangan (isostrain), tegangan dapat saling ditambahkan dan persaaman untuk teganganan (kekuatan) dan modulus elastisitas adalah sebagai berikut:

b a

F F


(27)

�� =��.��+���� (2.2) dengan :

�� = Kekuatan tarik komposit (N)

��. = Kekuatan tarik serat (N)

�� = Kekuatan tarik matrik (N)

Modulus elastisitas komposit dapat dihitung berdasarkan ROM dengan :

�� =��.��+��.�� (2.3)

dengan:

�� = Modulus elastisitas komposit

�� = Modulus elastisitas serat

�� = Modulus elastisitas matrik

Hubungan tegangan dan modulus elastisitas komposit dijabarkan dalam persamaan berikut:

���⁄ ��� = ���⁄ ����� �⁄ ��� (2.4)

Apabila rasio modulus dan/atau fraksi volume serat meningkat, maka semakin banyak tegangan ditransfer ke serat. Apabila rasio modulus sama dengan satu maka komposit sedikitnya harus mengandung 50% �⁄� serat bilamana serat harus memikul beban yang sama dengan matrik.

Susunan alternatif dari serat terhadap tegangan kerja dapat dilihat pada Gambar 2.2b yaitu filamen tersusun secara seri, dimana tegangan kerja yang diberikan tegak lurus terhadap filamen. Arah orientasi serat merupakan hal penting dalam penguatan komposit, karena arah orientasi berkaitan erat dengan penyebaran gaya yang bekerja pada komposit. Distribusi dari serat paling maksimum jika arah serat paralel dengan arah pebebanan (Gambar 2.2a).


(28)

kekuatan komposit akan berkurang dengan perubahan sudut serat, kekuatan akan melemah jika arah keduanya saling tegak lurus (Gambar 2.2b)

Pada pembandingan kurva tipikal tegangan tarik terhadap regangan untuk material serat dan matrik (Gambar 2.3a) dapat dilihat bahwa regangan kritis ditentukan oleh regangan pada saat serat putus, �, dan apabila regangan kritis ini dilampaui komposit kehilangan efektivitasnya. Pada nilai regangan ini, ketika matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan regangan, tegangannya adalah � . Jadi, antara limit � dan � , bergantung pada fraksi volume serat. Bila jarak serat besar dan jumlahnya sedikit, maka beban yang dipikul oleh matrik lebih besar daripada serat. Selanjutnya, sesuai kaidah campuran (ROM), kekuatan komposit turun dengan berkurangnya fraksi volume serat.

Gambar 2.3 (a) Kurva tegangan-regangan untuk filamen dan matrik, (b) kebergantungan kekuatan komposit pada fraksi volume filamen kontinu (Smallman, 2000)

Garis kontruksi yang menggambarkan kedua efek ini berpotongan dititik minimum, Vmin. (Gambar 2.3b) Jelas bahwa Vf harus lebih besar dari Vcrit agar kekuatan-tarik matrik memanfaatkan kehadiran serat. Dengan demikian, limit atas untuk Vf adalah sekitar 70% sampai 80%. Pada nilai yang lebih tinggi, Serat hanya akan merusak sesamanya. Kaidah ini hanya akan berlaku apabila Vf > Vmin

��= �� dan V

.

f = Vcrit berlaku unutuk volume kritis serat. Dari kaidah

persamaan kita turunkan : σf -

σm -

σm

σm Tegangan

tarik

(σ)

filamen

matrik

Regangan ε σf

σc= σf Vf+ σm (1-Vf)

Vm VKr

σm

σ

Vf


(29)

����� = (��− �� )/���− �� � (2.5)

Umumnya diinginkan Vcrit

2.2.2 Komposit Laminat (laminated composite)

yang rendah agar masalah dispersi dapat dikurangi dan untuk menghemat jumlah serat penguat. Serat yang sangat kuat akan memaksimalkan pembagi dan tentunya sangat membantu. Jadi suatu matrik dengan kecenderungan pengerasan regangan kuat memerlukan fraksi volume serat yang relative banyak (Smallman, 2000).

Komposit Laminat merupakan jenis komposit yang terdiri dari dua lapis atau lebih yang digabungkan menjadi satu dan setiap lapisannya memiliki karakteristik khusus. Komposit laminat ini terdiri dari empat jenis yaitu komposit serat kontinyu, komposit serat anyam, komposit serat acak dan komposit serat hibrid. Mikrostruktur lamina dapat dilihat pada Gambar 2.4 berikut ini

Gambar 2.4 Mikrostruktur lamina (courtney, 1999 dalam (Widodo, 2008))

2.2.3 Komposit Partikel (particulated composite)

Komposit Partikel merupakan komposit yang menggunakan partikel atau serbuk sebagai penguatnya dan terdistribusi secara merata dalam matriks. Komposit yang terdiri dari partikel dan matriks yaitu butiran (batu, pasir) yang diperkuat semen yang kita jumpai sebagai beton, senyawa komplek ke dalam senyawa komplek. Komposit partikel merupakan produk yang dihasilkan dengan menempatkan partikel-partikel dan sekaligus mengikatnya dengan suatu matriks bersama-sama


(30)

dengan satu atau lebih unsur-unsur perlakuan seperti panas, tekanan, kelembaban, katalisator dan lain- lain. Komposit partikel ini berbeda dengan jenis serat acak sehingga bersifat isotropis. Kekuatan komposit serat dipengaruhi oleh tegangan koheren di antara fase partikel dan matriks yang menunjukkan sambungan yang baik

2.2.4 Komposit serpihan (flake komposite)

Komposit serpihan terdiri atas serpihan-serpihan yang saling menahan dengan mengikat permukaan atau dimasukkan ke dalam matriks. Pengertian dari serpihan adalah partikel kecil yang telah ditentukan sebelumnya yang dihasilkan dalam peralatan yang khusus dengan orientasi serat sejajar permukaannya. Sifat- sifat khusus yang dapat diperoleh dari serpihan adalah bentuknya besar dan datar sehingga dapat disusun dengan rapat untuk menghasilkan suatu bahan penguat yang tinggi untuk luas penampang lintang tertentu. Pada umumnya serpihan-serpihan saling tumpang tindih pada suatu komposit sehingga dapat membentuk lintasan fluida ataupun uap yang dapat mengurangi kerusakan mekanis karena penetrasi atau perembesan.

Untuk lebih jelasnya pembagian komposit dapat dilihat pada Gambar 2.5 di bawah ini


(31)

2.2.5 Efek Orientasi Serat Terhadap Kekuatan

Komposit diperkuat serat kontinu pada arah yang sama dengan arah tegangan kerja kekuatan komposit adalah kekuatan maksimal. Kekuatan komposit tipe anisotropic ini bervariasi secara linier dengan fraksi volume serat. Apabila orientasi serat membuat sudut ∅ dengan arah tegangan tarik yang diterapkan, maka terjadi penurunan gradien kurva kekuatan untuk nilai Vf (fraksi volume serat) yang lebih besar dari Vmin

�� =����+ �� �� (2.6)

. Efek pengurangan ini diperoleh dengan

memasukkan faktor orientasi ή dalam persamaan kekuatan dasar yang

menghasilkan:

dengan:

�� = Tegangan komposit (N) ή = Faktor orientasi

�� = Tegangan serat (N)

�� = Fraksi volume serat (m3

�� = Tegangan dimana matrik mulai mengalami deformasi plastis dan pengerasan

)

–regangan.

Bila sudut orientasi serat ∅bertambah mulai dari nol, maka faktor

orientasi η turun menjadi kurang dari satu.

Untuk menyajikan analisis yang lebih rinci dari variasi kekuatan komposit dengan orientasi serat, lazim diterapkan teori “tegangan maksimum” berdasarkan kenyataan bahwa ada tiga mode kegagalan komposit. Selain sudut orientasi serat

∅, terdapat tiga sifat komposit lain : kekuatan parallel dengan serat (���), kekuatan geser matrik parallel dengan serat �, dan kekuatan tegak lurus pada serat ���. Setiap mode kegagalan dinyatakan dengan persamaan yang menghubungkan kekuatan komposit ��� dengan tegangan terurai.


(32)

Untuk model kegagalan pertama, yang dikendalikan oleh perpatahan serat akibat tegangan tarik, berlaku persamaan :

��� = ������2 ∅ (2.7)

Persamaan kegagalan yang dikendalikan oleh geseran pada bidang parallel dengan serat adalah :

��� = 2������� 2∅ (2.8)

Apabila temperature dinaikkan. Mode kegagalan ini lebih mudah terjadi pada komposit “off-axis” karena kekuatan geser � turun lebih cepat dari ���.

Pada mode kegagalan ketiga, terjadi rupture transvers, baik di matrik atau antar muka serat/matrik (debonding). Persamaan yang berlaku ialah :

��� = ��� �����2∅ (2.9)

Gambar 2.6 Hubungan antara mode kegagalan, kekuatan, dan orientasi serat (diagram skematik untuk komposit serat kontinu satu arah) (Smallman, 2000)

Gambar 2.6 memperlihatkan bentuk karakteristik dari hubungan kekuatan komposit dan orientasi serat. Selain memperlihatkan ciri anisotropic tinggi dari

Sudut orientasi serat ∅ Kegagalan dalam arah longitudinal

Kegagalan geser

���

Kekuatan komposit

Kegagalan dalam arah transvers

00 450 900

���


(33)

penguatan-kontinu satu arah, juga memperlihatkan manfaat apabila nilai ∅ rendah. Perkiraan berdasarkan penerapan teori tegangan maksimum, dan hasil eksperimen menunjukkan kesesuaian dan memastikan validasi umum kurva ini. (Untuk perhitungan ini diperlukan nilai terukur dari ���,�� ��� ���). Mode kegagalan ditentukan oleh persamaan yang menghasilkan nilai kekuatan komposit

��� paling rendah, berarti bahwa rupture transvers dominan apabila ∅ besar.

Untuk nilai ∅ yang relatif rendah, kekuatan komposit turun dengan cepat, hal ini berkaitan dengan transisi dari kegagalan – tarik ke kegagalan geser pada serat. Dengan eliminasi ��� dari dua persamaan pertama dari ketiga persamaan tadi dihasilkan sudut kritis untuk transisi ini :

∅���� = ���−1(������) (2.10)

Apabila kekuatan longitudinal sekitar sepuluh kali kekuatan geser matrik, maka sudut kritis ini adalah sekitar 60

Apabila penerapan meliputi tegangan kerja yang tidak bekerja dalam satu arah, maka masalah anisotropi dapat diselesaikan secara efektif atau diminimalkan dengan penggunaan serat-kontinu dalam bentuk tenunan kain atau laminasi. Meskipun bentuk ini lebih isotropic dibandingkan komposit satu arah, selalu terjadi penurunan kekuatan sedikit tetapi masih wajar dan penurunan kekakuan yang tak terelakkan.

.

Serat gelas, serat karbon, dan serat aramid telah digunakan, dan kadang-kadang digunakan kombinasi dari dua atau lebih jenis serat (komposit hibrida). Tersedia pula kain serat dengan berbagai pola tenun. Pada selembar kain tenun dua dimensi terdapat sejumlah serat dengan orientasi dimensi ketiga. Penguatan tiga dimensi sempurna, yang memiliki sifat dalam arah tebal yang ditingkatkan, dihasilkan dengan menumpuk lembaran kain tenun dan merajutnya dengan serat kontinu.


(34)

Laminasi yang berbasis serat karbon dan serat aramid biasanya dipergunakan untuk aplikasi kinerja tinggi yang mencakup sistem tegangan kompleks (seperti punter dan tekuk). Satuan konstruksi berwujud lapisan komposit satu arah yang tipis, dengan tebal 50-130 µm. Lapisan disusun dengan cermat dengan orientasi tertentu terhadap sumbu referensi orthogonal (00 dan 900

Gelas serat pendek dengan orientasi acak banyak digunakan untuk lembaran dan benda cetak tiga dimensi. Salah orientasi serat sering terjadi pada komposit, yang seringkali merupakan hasil fabrikasi yang tidak dapat dihindari. Sebagai contoh, resin berisi serat pendek dibentuk dengan proses cetak injeksi, dan campuran ini mengikuti jalur aliran yang rumit. Apabila benda hasil cetakan dipotong, tampak bahwa serat mengikuti pola aliran. Pola ini ditentukan oleh viskositas lelehan, profil cetakan dan kondisi pemrosesan. Pola aliran berulang dari cetakan ke cetakan. Dekat permukaan cetakan, serat pendek cenderung mengikuti jalur aliran “steamline”, di bagian tengah inti, dimana aliran lebih turbulen, serta cenderung orientasi transvers (Smallman, 2000).

). Urutan penumpukan paling sederhana adalah (0/90/90/0). Urutan lain yang lebih isotropic adalah (0/+45/-45/-45/+45/0) dan (0/+60/-60/-60/+60/0). Penumpukan lapisan dibuat simetris terhadap bidang tengah laminasi untuk mencegah distorsi dan untuk menjamin respon merata terhadap tegangan kerja.

2.2.6 Antar Muka Serat – Matrik

Struktur dan sifat antarmuka serat - matriks memainkan peran utama dalam menentukan sifat fisis dan mekanis dari material komposit. khususnya, perbedaan besar antara sifat elastis dari matriks dan serat harus diteruskan melalui antarmuka atau, dengan kata lain, tekanan yang bekerja pada matriks ditransmisikan ke serat di seluruh antarmuka. perhatikan contoh sederhana yang diilustrasikan pada Gambar 2.7a, dimana material komposit diwakili oleh lembaran bahan alternatif dengan perbedaan sifat elastis. Karena tidak adanya ikatan kimia, ikatan fisika atau ikatan mekanis antara lapisan, komposit tidak memiliki kekuatan tarik ke arah normal terhadap bidang lapisan (AA’). Dengan kekuatan dan modulus di


(35)

arah BB’, sejajar dengan lapisan, kekuatan komposit tergantung pada cengkeraman sampel pada pegangan jika tidak ada ikatan dan ada perekat sederhana dibuat untuk lapisan luar (Gambar 2.7b) kekuatan ini terbatas pada kekuatan dari luar lapisan karena beban yang diterapkan diambil sepenuhnya oleh lapisan ini.

Gambar 2.7 Ilustrasi diagram skematik ikatan antar muka dari lapisan material komposit (a) Ilustrasi arah tarikan pada material komposit (b) ilustrasi ikatan antar muka antara material komposit dan pemegan (c) ilustrasi distribusi beban pada material komposit yang diikat dengan penjepit

Di sisi lain, jika semua lapisan dijepit bersama-sama dalam genggaman (Gambar 2.7c) semua lapisan mengambil beban dan komposit akan lebih kuat dan kaku. maka dari contoh ini bahwa untuk menggunakan kekuatan tinggi dan kekakuan dari serat, mereka harus sangat terikat pada matriks

Adhesive bond

Clamp

(a)

(b)

(c)

A

A


(36)

Beberapa hal yang mempengaruhi kekuatan komposit menyangkut antar muka yaitu; (i) matriks dan serat berperilaku sebagai bahan elastis, (ii) antarmuka yang amat sangat tipis, (iii) ikatan akhir antara matriks dan serat sempurna yang menyiratkan bahwa tidak ada diskontinuitas regangan di seluruh antarmuka (iv) bahan yang berada dekat dengan serat memiliki sifat yang sama sebagai bahan dalam bentuk curah, dan (v) serat tersebut diatur dalam array biasa atau

Dalam sistem ikatan yang sederhana pada sebuah antarmuka terjadi karena adhesi antara serat dan matriks. Adhesi dapat dikaitkan dengan lima mekanisme utama yang dapat terjadi pada antarmuka baik dalam isolasi atau dalam kombinasi untuk menghasilkan ikatan, lima mekanisme tersebut adalah:

berulang.

a. b.

Penyerapan dan pembasahan c.

Interdifusi d.

Tarikan elektosatis e.

Ikatan kimia

Adhesi mekanik (Hull, 1981)

2.3 POLIMER

Polimer merupakan molekul besar yang terbentuk dari unit-unit berulang sederhana. Polimer mempunyai berat molekul di atas 10.000. Bahan dengan berat molekul yang besar ini, mempunyai struktur dan sifat yang rumit disebabkan oleh jumlah atom pembentuk yang lebih besar dibandingkan senyawa yang berat atomnya rendah. Umumnya polimer dibangun oleh satuan struktur tersusun secara berulang diikat oleh gaya tarik-menarik yang disebut ikatan kovalen, dimana ikatan setiap atom dari pasangan menyumbangkan satu electron untuk membentuk sepasang electron (Surdia, 1995)

Sifat-sifat khas bahan polimer pada umumnya adalah sebagai berikut : a. Mampu cetak adalah baik.


(37)

Pada temperatur relatif rendah bahan dapat dicetak dengan penyuntikan, penekanan, ekstrusi dan seterusnya sehingga ongkos pembuatan relatif rendah dibandingkan dengan material logam dan keramik.

b. Produk ringan dan kuat.

Berat jenis polimer rendah dibandingkan dengan logam dan keramik, yaitu sekitar 1,0 – 1,7 gr/cm3

c. Sebagai isolator listrik yang baik.

yang memungkinkan membuat barang kuat dan ringan.

Banyak diantara polimer bersifat isolasi listrik yang baik. Polimer mungkin juga dibuat konduktor dengan jalan mencampurnya dengan serbuk logam, butiran karbon dan sebagainya.

d. Tahan terhadap air dan zat kimia.

e. Produk dapat dibuat sesuai dengan kebutuhan. Produk-produk dengan sifat yang cukup berbeda dapat dibuat tergantung pada cara pembuatannya. f. Umumnya bahan polimer lebih murah harganya.

g. Kurang tahan terhadap panas sehingga perlu cukup diperhatikan pada penggunaannya.

h. Kekerasan permukaan yang sangat kurang kekerasan bahan polimer masih jauh dibawah bahan logam dan keramik

i. Kurang tahan terhadap pelarut. Bahan polimer mudah larut dalam zat pelarut tertentu

j. Mudah termuati listrik secara elektrostatis. Kecuali beberapa bahan yang khusus dibuat agar menjadi hantaran listrik, kurang higroskopik dan dapat dimuati listrik.

k. Beberapa bahan tahan abrasi atau mempunyai koefisien gesek yang kecil (Surdia, 1995).

Secara garis besar, plastik dapat dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu : plastik thermoplast dan plastik thermoset. Plastik thermoplast adalah plastik yang dapat dicetak berulang-ulang dengan adanya panas. Yang termasuk plastik thermoplast antara lain : PE, PP, PS, ABS, SAN, nylon, PET, BPT,


(38)

Polyacetal (POM), PC dll. Sedangkan plastik thermoset adalah plastik yang apabila telah mengalami kondisi tertentu tidak dapat dicetak kembali karena bangun polimernya berbentuk jaringan tiga dimensi. Yang termasuk plastik thermoset adalah : PU (Poly Urethene), UF (Urea Formaldehyde), MF (Melamine Formaldehyde), poliester, epoksi dll (Mujiarto, 2005).

2.3.1 Polimer thermoplast

Polimer thermoplast adalah polimer yang mempunyai sifat tidak tahan terhadap panas. Jika polimer jenis ini dipanaskan, maka akan menjadi lunak dan jika didinginkan akan kembali mengeras. Proses tersebut dapat terjadi berulang kali, sehingga dapat dibentuk ulang dalam berbagai bentuk melalui cetakan yang berbeda untuk mendapatkan produk polimer yang baru. Tidak seperti polimer jenis termosetting, polimer jenis ini tidak memiliki ikatan silang antara rantai polimernya, melainkan dengan struktur molekul linear atau bercabang

Polimer thermoplast memiliki sifat – sifat khusus sebagai berikut: a. Berat molekul kecil

b. Tidak tahan terhadap panas c. Jika dipanaskan akan melunak d. Jika didinginkan akan mengeras e. Mudah untuk diregangkan. f. Fleksibel.

g. Titik leleh rendah

h. Dapat dibentuk ulang (daur ulang) i. Mudah larut dalam pelarut yang sesuai j. Memiliki struktur molekul linear/bercabang.

2.3.2 Polimer thermoset

Polimer thermoset adalah polimer yang mempunyai sifat tahan terhadap panas. Jika polimer ini dipanaskan, maka tidak dapat meleleh. Sehingga tidak dapat dibentuk ulang kembali. Susunan polimer ini bersifat permanen pada bentuk cetak


(39)

pertama kali (pada saat pembuatan). Bila polimer ini rusak/pecah, maka tidak dapat disambung atau diperbaiki lagi.

Polimer thermoset memiliki ikatan – ikatan silang yang mudah dibentuk pada waktu dipanaskan. Hal ini membuat polimer menjadi kaku dan keras. Semakin banyak ikatan silang pada polimer, maka semakin kaku dan mudah patah. Bila polimer ini dipanaskan untuk kedua kalinya, maka akan menyebabkan rusak atau lepasnya ikatan silang antar rantai polimer.

Bentuk struktur ikatan silang diilustrasikan pada Gambar 2.8 berikut.

Gambar 2.8 Struktur ikatan silang polimer thermoset Sifat polimer thermoset sebagai berikut.

a. Keras dan kaku (tidak fleksibel) b. Jika dipanaskan akan mengeras

c. Tidak dapat dibentuk ulang (sukar didaur ulang) d. Tidak dapat larut dalam pelarut apapun

e. Jika dipanaskan akan meleleh f. Tahan terhadap asam basa

g. Mempunyai ikatan silang antar rantai molekul. (Haryono, 2010).

2.4 MATRIK

Material komposit terdiri dari matrik dan filler (pengisi). Matrik diartikan sebagai material pengikat antara serat atau partikel namun tidak terjadi reaksi kimia dengan bahan pengisi. Secara umum matrik berfungsi sebagai pengikat bahan pengisi, sebagai penahan dan pelindung serat dari efek lingkungan dari kerusakan


(40)

baik kerusakan secara mekanik maupun kerusakan akibat reaksi kimia, serta untuk mentransfer beban dari luar ke bahan pengisi.

Dalam penelitian ini, matrik yang digunakan adalah poliester, aspal iran dengan penetrasi 60/70 dan Styrofoam bekas.

2.4.1 Poliester

Poliester adalah resin thermoset yang berbentuk cair dengan viskositas yang relatif rendah, dengan penambahan katalis, poliester mengeras pada suhu kamar. Resin poliester banyak mengandung monomer stiren sehingga suhu deformasi termal lebih rendah dari pada resin thermoset lainnya dan ketahanan panas jangka panjang adalah kira-kira 110 – 140o

Tabel 2.1 Spesifikasi Unssaturated Polyester Resin seri Yucalac 157

C. Ketahanan dingin resin ini relatif baik. ®

Item

BQTN-EX Satuan Nilai Tipikal Catatan

Berat jenis - 1,215 25oC

Kekerasan - 40 Barcol/GYZJ 934-1

Suhu distorsi panas oC 70

Penyerapan air % 0,188 24 jam

Suhu ruang % 0,466 7 hari

Kekuatan Fleksural Kg/mm2 9,4 - Modulus Fleksural Kg/mm2 300 -

Daya rentang Kg/mm2 5,5 -

Modulus rentang Kg/mm2 300 -

Elongasi % 2,1 -

(Sumber : Justus, 2001 dalam nurmalita, 2010)

Pada umumnya poliester tahan terhadap asam kecuali asam pengoksida, tetapi lemah terhadap alkali. Bila dimasukkan ke dalam air mendidih dalam waktu yang lama (300 jam), bahan akan pecah dan retak-retak. Bahan ini mudah mengembang dalam pelarut, yang melarutkan polimer stiren. Kemampuan terhadap cuaca sangat baik. Tahan terhadap kelembaban dan sinar UV bila


(41)

dibiarkan di luar, tetapi sifat tembus cahaya rusak dalam beberapa tahun. Bahan ini dapat diguakan secara luas sebagai bahan komposit (Surdia, 1995).

Poliester yang digunakan dalam penelitian ini adalah poliester tak jenuh seri Yucalac 157®

2.4.2 Aspal

BQTN-EX dengan spesifikasi seperti ditampilkan dalam Tabel 2.1.

Aspal adalah material thermoplast yang secara bertahap mencair, sesuai dengan pertambahan suhu dan berlaku sebaliknya pada pengurangan suhu. Namun demikian, perilaku/respon material aspal tersebut terhadap suhu dan prinsipnya membentuk suatu spektrum/beragam, tergantung dari komposisi unsur-unsur penyusunnya.

Aspal dikenal sebagai bahan/material yang bersifat viskos atau padat, berwarna hitam atau coklat, yang mempunyai daya lekat (adhesif), mengandung bagian-bagian utama yaitu hidokarbon yang dihasilkan dari minyak bumi atau kejadian alami (aspal alam) dan terlarut dalam karbondisulfida. Aspal sendiri dihasilkan dari minyak mentah yang dipilih melalui proses destilasi minyak bumi. Proses penyulingan ini dilakukan dengan pemanasan hingga suhu 350o

Sumber aspal dari kilang minyak (refinery bitumen). Aspal yang dihasilkan dari industri kilang minyak mentah (crude oil) dikenal sebagai residual bitumen, straight bitumen atau steam refined bitumen. Isitilah refinery bitumen

merupakan nama yang tepat dan umum digunakan. Aspal yang dihasilkan dari minyak mentah yang diperoleh melalui proses destilasi minyak bumi. (Wignall, 2003).

C dibawah tekanan atmosfir untuk memisahkan fraksi-fraksi ringan, seperti gasoline (bensin), kerosene (minyak tanah), dan gas oil.

Kandungan aspal terdiri dari senyawa asphaltenes dan maltene.

Asphaltenes merupakan campuran kompleks dari hidrokarbon, yang terdiri dari cincin aromatik kental dan senyawa heteroaromatik yang mengandung belerang, serta amina, amida, senyawa oksigen (keton, fenol atau asam karboksilat), nikel dan vanadium.


(42)

Di dalam maltene terdapat tiga komponen penyusun yaitu saturates, aromatis, dan resin. Dimana masing-masing komponen memiliki struktur dan komposisi kimia yang berbeda, dan sangat menentukan dalam sifat rheologi bitumen. Aspal merupakan senyawa yang kompleks, bahan utamanya disusun oleh hidrokarbon dan atom-atom N, S, dan O dalam jumlah yang kecil, juga beberapa logam seperti Vanadium, Ni, fe, Ca dalam bentuk garam organik dan oksidanya. Dimana unsur-unsur yang terkandung dalam bitumen adalah Karbon (82-88%), Hidrogen (8-11%), Sulfur 6%), Oksigen 1,5%), dan Nitrogen (0-1%).

Dengan demikian maka aspal atau bitumen adalah suatu campuran cairan kental senyawa organik, berwarna hitam, lengket, larut dalam karbon disulfida, dan struktur utamanya oleh ”polisiklik aromatis hidrokarbon” yang sangat kompak (Nuryanto, A. 2008).

Secara umum jenis aspal dapat diklasifikasikan berdasarkan sumbernya, yaitu sebagai berikut :

a. Aspal alamiah merupakan aspal yang berasal dari berbagai sumber alam, seperti pulau Trinidad dan Bermuda. Aspal dari Trinidad mengandung kira-kira 40% organik dan zat-zat anorganik yang tidak dapat larut, sedangkan yang berasal dari Bermuda mengandung kira-kira 6% zat-zat yang tidak dapat larut. Dengan pengembangan aspal minyak bumi, aspal alamiah relatif menjadi tidak penting.

b. Aspal batuan adalah endapan alamiah batu kapur atau batu pasir yang diperpadat dengan bahan-bahan berbitumen. Aspal ini terjadi di berbagai bagian di Amerika Serikat. Aspal ini umumnya membuat permukaan jalan yang sangat tahan lama dan stabil.

c. Aspal minyak bumi pertama kali digunakan di Amerika Serikat untuk perlakuan jalan pada tahun 1894. Bahan-bahan pengeras jalan aspal sekarang berasal dari minyak mentah domestik bermula dari ladang-ladang di Kentucky, Ohio, Meksiko, Venezuela, Colombia, dan Timur Tengah (Oglesby, 1996).


(43)

direkomendasikan untuk negara beriklim tropis seperti Indonesia, karena sifatnya yang mampu menyesuaikan terhadap fluktuasi suhu. Aspal dapat bersifat sebagai perekat, sebagai filter karna sifat yang cair pada suhu tertentu dapat mengisi rongga yang kosong dan bersifat kedap air (waterproof).

Tabel 2.2 Data Jenis Pengujian dan Persyaratan Aspal Tipe Grade 60/70

Sifat Ukuran Speesifikasi/

Penggolongan

Standart Pengujian

Densitas pada T 25oC Kg/m2 1010-1060 ASTM-D71/3289 Pentrasi pada T 25oC 0,1 mm 60/70 ASTM-D5

Titik leleh oC 49/56 ASTM-D36

Daktilitas pada T 25oC Cm Min. 100 ASTM-D113 Kerugian pmanasan % wt Max. 0,2 ASTM-D6 Penurunan pada penetrasi

setelah pemanasan

% Max. 20 ASTM-D5&D6

Titik nyala oC Min. 250 ASTM-D92

Kelarutan dalam Cs2 % wt Min. 99,5 ASTM-D4

Spot Test Negatif AASHO T102

Aspal polimer adalah suatu material yang dihasilkan dari modifikasi antara polimer alam atau polimer sintetis dengan aspal. Modifikasi aspal polimer (atau biasa disingkat dengan PMA) telah dikembangkan selama beberapa dekade terakhir. Dengan sedikit penambahan bahan polimer (biasanya sekitar 2-6%) sudah dapat meningkatkan hasil ketahanan yang lebih baik terhadap deformasi, mengatasi keretakan-keretakan dan meningkatkan ketahanan usang dari kerusakan akibat umur sehingga dihasilkan pembangunan jalan lebih tahan lama serta juga dapat mengurangi biaya perawatan atau perbaikan (Hafizullah, 2011).

Penambahan bahan polimer pada aspal yang bersifat plastomer dapat meningkatkan kekuatan tinggi dalam campuran aspal polimer. Pada sisi lain, bahan yang bersifat elastomer seperti karet alam, maupun karet sintetis, dapat memberikan aspal dengan fleksibilitas dan keelastisan yang lebih baik, termasuk juga perbaikan terhadap resistensi dan ketahanan terhadap temperatur rendah. Bahan aditif aspal yang biasanya dipakai adalah material dari jenis karet, baik


(44)

karet sintetis, karet buatan, karet yang sudah diolah (dari ban bekas), atau bahan plastik.

Aspal telah digunakan selama ribuan tahun sebagai bahan waterproofing. Di Amerika Utara, aspal telah digunakan selama sekitar 150 tahun sebagai bahan atap. Lebih khusus lagi, Buil-up Roofing (BUR) telah digunakan selama lebih dari 100 tahun. Bahan baru yang diperkenalkan sebagai alternatif BUR adalah produk formulasi kimia yang berbeda. Produk ini menyediakan berbagai macam pilihan yang memenuhi karakteristik kinerja yang diperlukan (Paroli, 1997)

2.4.3 Polistirena foam (Styrofoam)

Salah satu jenis Polistirena Foam/PS yang cukup populer di kalangan masyarakat produsen maupun konsumen adalah styrofoam. Styrofoam dihasilkan dari benzen dan etilen (Surdia, 1995). Styrofoam dibuat dari monomer stirena melalui polimerisasi suspensi pada tekanan dan suhu tertentu, selanjutnya dilakukan pemanasan untuk melunakkan resin dan menguapkan sisa blowing agent. Styrofoam merupakan bahan plastik yang memiliki sifat khusus dengan struktur yang tersusun dari butiran dengan kerapatan rendah, mempunyai bobot ringan, dan terdapat ruang antar butiran yang berisi udara yang tidak dapat menghantar panas sehingga hal ini membuatnya menjadi insulator panas yang sangat baik. Karakteristik styrofoam secara umum dapat dilihat dalam Tabel 2.3 berikut ini

Tabel 2.3 Karakteristik Styrofoam

Sifat Fisis Ukuran

Densitas 1050 kg/m3

Densitas EPS 25 – 200 kg/m

Spesifikasi Gravitasi

3 1,05

Konduktivitas Listrik (s) 10-16 Konduktivitas Panas (k)

S/m 0,08 W

Modulus Young (E) 3000-3600 Mpa


(45)

Styrofoam padat murni adalah sebuah plastik tak berwarna, keras dengan fleksibilitas yang terbatas yang dapat dibentuk menjadi berbagai macam produk dengan detil yang bagus. Penambahan karet pada saat polimerisasi dapat meningkatkan fleksibilitas dan ketahanan kejut. Bentuk polistiren dengan sifat impak tinggi dan tangguh disebut High Impact Polystyrene (HIPS) (Smallman, 2000). Styrofoam murni yang transparan bisa dibuat menjadi beraneka warna melalui proses compounding. Styrofoam banyak dipakai dalam produk-produk elektronik sebagai casing, kabinet dan komponen-komponen lainya. Styrofoam tidak larut dalam air, alkohol, alkali, asam nonoksidising, fenol, aseton. Tetapi larut dalam etil benzen, metil isobutil keton, tetrahidrofuran, benzen, toluen, dikhlorometan, piridin (Surdia, 1995).

Dalam penelitian ini styrofoam yang digunakan adalah styrofoam bekas (limbah) dari kemasan.

Pemanfaatan limbah dapat dilakukan dengan cara mendaur ulang. Secara umum ada empat syarat agar limbah pastik dapat didaur ulang, antara lain limbah harus berbentuk tertentu sesuai kebutuhan (biji, pellet, serbuk atau pcahan), limbah harus homogen, tidak terkontaminasi serta diupayakan tidak teroksidasi (Macklin, 2009).

2.5 SERAT IJUK

Serat ijuk adalah serat alam yang berasal dari pohon aren (arenga pinnata). Tanaman aren merupakan jenis tanaman palma yang penyebarannya cukup luas di Indonesia. Data dari Ditjenbun (2010) dalam (Balitka, 2010), Pada tahun 2010, luas tanaman aren di Indonesia sekitar 59.388 ha dengan produksi gula aren sekitar 33.181 ton gula aren. Namun demikian, pada umumnya tanaman aren masih tumbuh secara liar walaupun ada beberapa daerah yang telah mulai membudidayakannya. Tanaman aren memiliki daya adaptasi luas pada berbagai agroklimat dari dataran rendah hingga 1.400 m diatas permukaan laut. Tanaman Aren banyak terdapat di Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat, Bengkulu, Jawa


(46)

Inovasi, diakses 4 Maret 2012) Di Sumatera utara tanaman aren tersebar di beberapa kabupaten. Luas tanaman aren di masing-masing kabupaten di Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2010 dapat dilihat dalam Tabel 2.4

Tabel 2.4 Luas Tanaman Aren Di Sumatera Utara(Badan Pusat Statistik Sumatera Utara, 2010)

Kabupaten

Regency

Luas Tanaman / Area (Ha)

Produksi Production (Ton) T B M

Not Yet Productive

T M Productive

T T M

Unpro-ductive

Jumlah Total

(1) (2) (3) (4) (5) (6)

1. Nias 14,00 29,00 25,00 68,00 6,15

2. Mandailing Natal 73,94 335,84 137,15 546,93 608,59 3. Tapanuli Selatan 58,50 211,50 120,50 390,50 62,63 4. Tapanuli Tengah 2,00 50,70 4,20 56,90 58,88 5. Tapanuli Utara 171,95 250,75 59,50 482,20 156,40 6. Toba Samosir 44,75 160,45 37,70 242,90 37,80

7. Labuhan Batu 1,00 3,30 - 4,30 2,50

8. Asahan - - - - -

9. Simalungun 6,00 669,57 22,60 698,17 631,87

10. Dairi 17,00 36,50 - 53,50 23,67

11. Karo 81,00 600,00 78,00 759,00 674,50 12. Deli Serdang 111,00 354,85 18,00 483,85 362,67

13. Langkat 38,00 107,00 - 145,00 74,30

14. Nias Selatan - - - - -

15. Hbg Hasundutan 44,00 152,25 30,20 226,45 123,52

16. Pakpak Bharat - - - - -

17. Samosir 58,35 103,65 11,00 173,00 62,45 18. Serdang Bedagai 5,15 14,70 - 19,85 9,85

19. Batu Bara - - - - -

20. Padang Lawas Utara 30,00 45,00 14,00 89,00 60,40 21. Padang Lawas 168,00 72,35 100,50 340,85 33,50

22. Labuhan Batu Selatan - - - - -

23. Labuhan Batu Utara - - - - -

24. Nias Utara - - - - -

24. Nias Barat - - - - -

Jumlah/Total 2010*) 924,64 3 197,41 658,35 4 780,40 2 989,68

2009 859,95 3 181,41 644,10 4 705,46 2 115,05

2008 904,30 3 198,86 726,45 4 829,61 3 066,14

2007 879,70 3 214,79 939,65 5 034,14 3 370,35

Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara/Plantation Office of Sumatera Utara Province

Keterangan/Note: -) Data tidak tersedia/Data not available

*)

Angka Sementara/Preliminary figures

Aplikasi serat ijuk masih banyak digunakan secara tradisional seperti dipintal sebagai tali (tali ijuk), sebagai sapu atau dijadikan atap, selain itu dalam kontruksi bangunan ijuk digunakan sebagai lapisan penyaring (filter) pada sumur


(47)

resapan. Ijuk mempunyai sifat awet dan tidak mudah busuk baik dalam keadaan terbuka (tahan terhadap cuaca) maupun tertanam dalam tanah (Christiani, 2008).

Salah satu keistimewaan ijuk adalah sifatnya yang tahan lama. Hal ini dibuktikan oleh adanya penemuan benda purbakala yang diperkirakan peninggalan abad ke 8, penemuan pasak – pasak kayu yang lapuk tetapi tali pengikat yang terbuat dari ijuk bewarna hitam masih relatif kuat membuktikan bahwa serat ijuk mampu bertahan hingga ribuan tahun lebih. (GAL, kompas edisi Jum’at 24 Juli 2009)

Serat ijuk merupakan salah satu serat yang tahan terhadap asam dan garam air laut, hal ini telah dibuktikan dari salah satu bentuk aplikasi serat ijuk sebagai tali ijuk yang digunakan oleh nenek moyang kita untuk pengikat berbagai peralatan nelayan dilaut (Suriadi, 2011).

Struktur dasar jaringan ijuk yang terdiri atas serat-serat yang sebagian besar berbentuk bulat memanjang dan bercabang-cabang serta saling menjalin satu sama lain dengan permukaan yang halus berpotensi menghalangi penetrasi rayap (Arif, 2006).

Serat ijuk juga sering digunakan sebagai bahan pembungkus pangkal kayu bangunan yang ditanam dalam tanah hal ini agar memperlambat pelapukan kayu dan mencegah serangan rayap. Kegunaan tersebut didukung oleh sifat ijuk yang elastis, keras, tahan air dan sulit dicerna oleh organisme perusak (Suriadi, 2011).

Tabel 2.5 Kandungan kimia serat ijuk (Christiani, 2008) Kandungan Kadar %

Kadar air 8,895

Selulosa 51,54

Hemiselilosa 15,88

Lignin 43,09

Kadar abu 2,54

Bila dibandingkan dengan rotan, kandungan selulosa serat ijuk lebih besar (lihat Tabel 2.5). Rotan hanya mengandung selulosa sebesar 37-44%. Ini berarti


(48)

adalah 1,136 gr/cm

Serat ijuk yang merupakan serat alam mempunyai banyak keunggulan dibandingkan dengan serat sintetis. Tabel 2.6 menyajikan perbandingan antara sifat-sifat serat alam dan serat gelas.

3

(Christiani, 2008) kandungan karbon didalam serat ijuk adalah 55.83% dan 0,15% nitrogen. Tingginya unsur karbon dan usur logam lainnya diharapkan dapat menghasikan sifat-sifat mekanik yang baik pada genteng komposit polimer yang akan dibuat.

Tabel 2.6Perbandingan antara serat alami dan serat gelas

Uraian Serat Alam Serat Gelas

Massa jenis Rendah 2 x serat alami

Biaya Rendah Rendah, lebih tinggi dari serat alam

Terbarukan Ya Tidak

Kemampuan daur ulang Ya Tidak Konsumsi energy Rendah Tinggi

Distribusi Luas Luas

Menetralkan co2 Ya Tidak Menyebabkan abrasi Tidak Ya Resiko kesehatan Tidak Ya

Limbah biodgradable Tidak biodgradable

2.6 AGREGAT PASIR

Agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun buatan yang berbentuk mineral padat berukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.

Berdasarkan ukuran butirannya agregat dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1. Agregat Kasar, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih besar dari saringan No.8 (2,36 mm).


(49)

2. Agregat Halus, adalah agregat dengan ukuran butiran lebih halus dari saringan No.8 (2,36 mm).

3. Bahan pengisi (filler), adalah bagian dari agregat halus yang minimum 75% lolos saringan No.30.

Agregat pasir adalah bahan batuan halus yang terdiri dari butiran sebesar 0,14 – 5 mm didapat dari hasil disintegrasi batu alam (natural sand) atau dapat juga pemecahannnya (artificial sand), dari komposisi pembentukan tempat terjadinya pasir alam dapat dibedakan atas : pasir galian, pasir sungai, pasir laut yaitu bukit-bukit pasir yang dibawa kepantai

Pasir merupakan agregat halus yang berfungsi sebagai bahan pengisi dalam campuran aspal beton. Agregat ini menempati kurang lebih 70% dari volume aspal, sehingga akan sangat berpengaruh terhadap kekuatannya

2.7 GENTENG

Genteng merupakan bagian utama dari suatu bangunan sebagai atap rumah. Fungsi utama genteng adalah menahan panas sinar matahari dan guyuran air hujan. Jenis genteng bermacam-macam, ada genteng beton, genteng tanah liat, genteng keramik, genteng metal, seng, genteng aspal, genteng polimer dan genteng kayu (sirap). masing-masing genteng mempunyai keunggulan dan kelemahan seperti genteng tanah liat (lempung) selain murah, bahan ini tahan segala cuaca, dan lebih ringan dibanding genteng beton, namun kelemahan genteng ini adalah mudah pecah. Kualitas genteng sangat ditentukan dari bahan dan proses pembuatan, karena hal tersebut akan menentukan daya serap air dan sifat mekanik genteng.

2.7.1 Genteng Aspal

Genteng aspal terdiri dari campuran lembaran bitumen (turunan aspal) dan bahan kimia lain. Pada umumnya genteng jenis ini menggunakan serat sintetis berupa serat kaca sebagai bahan penguat. Keunggulan genteng ini adalah sifatnya yang ringan, fleksibel, kuat, anti korosi, tidak getas dan lain sebagainya. Namun kelemahan genteng aspal yang terbuat dari serat kaca adalah tidak mudah terurai


(50)

secara alami. Ada dua model yang tersedia di pasar. Model pertama yaitu model datar yang bertumpu pada multipleks yang menempel pada rangka. Multipleks dan rangka dikaitkan dengan bantuan sekrup. Untuk jenis kedua, model bergelombang, ia cukup disekrup pada balok gording.

Genteng Aspal terdiri dari inti berbentuk anyaman yang dilapisi dengan beberapa lapisan aspal jenuh seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.9. Umumnya inti ini menggunakan fiber glass jenis anyaman namun ada juga yang menggunakan serat alam seperti kertas. Di lapisan bagian atas aspal dilapisi dengan bubuk mineral berupa pasir atau disebut juga granul yang bertujuan untuk memantulkan sinar matahari dan melindungi aspal dan inti dari kerusakan akibat

sinar ultraviolet (Mark Pierce, Extension Associate, 1998).

Gambar 2.9 Struktur gometri genteng aspal (Mark Pierce, Extension Associate, 1998)

2.7.2 Genteng Polimer

Genteng berbasis polimer merupakan suatu alternatif pengganti genteng yang kita kenal selama ini, dibuat dengan mencampur polimer sebagai matriks dan pengisi (filler) dari bahan alam maupun bahan sintetis. Genteng polimer dibuat secara partikel komposit dengan terlebih dahulu mengubah bentuk bahan pengisi menjadi partikel, partikel ini kemudian dicampur dengan matrik polimer pada suhu titik leleh polimer tersebut.

Matrik yang digunakan adalah dapat berupa polietilen, polipropilen dan paduan polietilen-karet alam, sedangkan bahan pengisinya dapat berupa serat sintetis atau serat alam seperti serat jerami, pasir dan serbuk gergaji. Mutu genteng polimer yang dihasilkan bergantung pada bahan matriks, pengisi dan


(51)

perbandingan komposisi antara matrik dan pengisi. Secara keseluruhan genteng komposit polimer mempunyai beberapa keunggulan seperti ringan, kuat, ekonomis dan estetis serta menggunakan bahan alam yang berlimpah sebagai bahan pengisi

Roofing felt konvensional terbuat dari serat organik diresapi aspal. Aspal bertindak sebagai pengikat dan sebagai penguat dalam komponen waterproofing

untuk membangun atap. Dalam beberapa tahun terakhir serat non-woven telah membuat terobosan yang signifikan dalam membangun atap. Sebagian besar penguat yang digunakansbagai bahan penyusun atap polimer adalah serat kaca baik jenis non-woven namun ada juga yang mnggunakan jenis woven dan serat sintetis lainnya. Serat ditempatkan dalam tubuh membran. Dalam beberapa kasus, jala ringan memperkuat didirikan untuk bertindak sebagai pembawa selama pembuatan. Beberapa membran dimodifikasi aspal, tertanam granul berupa butiran mineral di permukaan atas untuk membuatnya tahan retak. Persyaratan utama untuk serat penguat meliputi kekuatan tarik, modulus elastis, tear trength, ketahanan tusuk, kekakuan lentur,

Genteng polimer modifikasi terbuat dari

dan ketahanan kelelahan yang tinggi.

campuran bitumen dan polimer (karet sintetis atau bahan plastik), bersama dengan pengisi dan aditif khusus. Karena pada dasarnya proses ini merupakan pencampuran komponen, jumlah pengubah dapat bervariasi sesuai dengan karakteristik yang diperlukan. Dua pengubah bitumen paling banyak digunakan adalah SBS (styrene-bu tadiene-stirena) dan APP (polypropylene ataktik). Komposisi SBS rata-rata yang digunakan adalah 12-15% Umumnya, penggunaan SBS menghasilkan genteng dengan fleksibelitas yang lebih rendah dan ketahanan suhu yang lebih besar, ketahanan lelah serta titik pelunakan yang lebih tinggi. Bahan polimer lain yang sering digunakan sebagai bahan modifikasi adalah APP, fungsi utamanya adalah untuk meningkatkan karakteristik genteng. Produk polimer yang dimodifikasi dengan APP memiliki kekuatan yang lebih tinggi dan perpanjangan yang lebih rendah dibandingkan dengan jenis pengubah SBS. Kuantitas kecil filler


(52)

memberikan kekakuan untuk senyawa tetapi penggunaan filler dalam jumlah yang besar dapat

2.8 SIFAT- SIFAT MATERIAL KOMPOSIT POLIMER

mengurangi fleksibilitas dan adhesi (Paroli, 1997).

Sifat mekanik suatu bahan polimer adalah khas dengan kelakuan viskoelastiknya yang dominan, sebagai contoh, pemelaran (creep) dan relaksasi mudah terjadi, dan pada pengujian tarik sifat-sifatnya sangat dipengaruhi oleh laju tarikan. Sifat-sifatnya juga berubah karena temperatur, oleh karena itu perlu diperhatikan beberapa hal sebelum bahan polimer digunakan (Surdia, 1995).

Pengujian sampel bertujuan untuk mengetahui sifat-sifat genteng polimer yang dibuat, baik sifat fisis, sifat mekanik maupun sifat termal. sampel yang diuji akan diketahui kelebihan dan kekurangannya, dan untuk mengetahui kadar kelayakan pemakaian serta kualitasnya. Adapun pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini adalah

2.8.1 Sifat-sifat Fisis

a. Kerapatan

Kerapatan merupakan ukuran kepadatan dari suatu material. Ada dua macam densitas yaitu : Bulk Density dan true density. Bulk density adalah densitas dari suatu sampel yang berdasarkan volume bulk atu volume sampel yang termasuk dengan pori – pori atau rongga yang ada pada sampel tersebut. Pengukuran bulk density untuk bentuk yang tidak beraturan dapat ditentukan dengan Metode Archimedes yaitu dengan menggunakan persamaan sebagai berikut (JIS A 5908-2003)

�=�

� (2.11)

dengan:

� = densitas (gr/cm3 m= Massa sampel (gram)

) v = volume (cm3)


(53)

b. Daya serap air

Pori-pori yang terjadi pada sampel dapat menjadi reservoir air bebas didalam agregat. Presentase berat air yang mampu diserap agregat dan serat didalam air disebut daya serapan air, sedangkan banyaknya air yang terkandung dalam agregat dan serat disebut kadar air. Pengujian daya serap air (Water absorbtion) pada masing – masing sampel dapat dilakukan dengan cara menimbang massa kering sampel dan massa basah. Massa kering adalah massa pada saat sampel dalam keadaan kering, dan massa basah diperoleh setelah sampel mengalami perendaman selama 24 jam pada suhu kamar. Untuk mendapatkan nilai penyerapan air dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

������������=��−��

�� � 100 % (2.12)

dengan: Mb M

= Massa sampel dalam keadaan basah (gr) k = Massa sampel dalam keadaan kering (gr)

Prosedur pengujian daya serap air ini mengacu pada ASTM C-20-00-2005. Pengujian ini bertujuan untuk menentukan besarnya persentase air yang terserap oleh sampel yang direndam dengan perendaman selama 24 jam.

2.8.2 Sifat Mekanik

a. Kekuatan tarik

Kekuatan tarik adalah salah satu sifat dasar dari bahan. Hubungan tegangan-regangan pada tarikan memberikan nilai yang cukup berubah tergantung pada laju tegangan, temperatur, lembaban, dan seterusnya. Kekuatan tarik diukur dengan menarik sekeping sampel dengan dimensi yang seragam.

Kemampuan maksimum bahan dalam menahan beban disebut "Ultimate Tensile Strength" disingkat dengan UTS. Untuk semua bahan, pada tahap sangat awal uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear


(54)

zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke, yaitu rasio tegangan (stress) dan regangan (strain) adalah konstan

Gambar 2.10 Kurva Tegangan dan regangan (Nurmaulita, 2010)

Kurva pada Gambar 2.10 menunjukkan bahwa, bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol pada titik O. Tetapi bila beban ditarik sampai melewati

titik A, hukum Hooke tidak lagi berlaku dan terdapat perubahan permanen dari bahan tersebut. Terdapat konvensi batas regangan permamen (permanent strain) sehingga disebut perubahan elastis yaitu kurang 0.03%, tetapi sebagian referensi menyebutkan 0.005% .

Titik Luluh atau batas proporsional merupakan titik dimana suatu bahan apabila diberi suatu beban memasuki fase peralihan deformasi elastis ke plastis, yaitu titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Dalam praktek, biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.


(55)

Gambar.2.11 Uji Tarik ASTM D 638M

Tegangan tarik σ, adalah gaya yang diaplikasikan, F, dibagi dengan luas

penampang A; yakni:

�=� (2.13)

Dalam satuan dyne per sentimeter kuadrat (CGS) atau Newton per meter kuadrat

(MKS). Perpanjangan tarik ε adalah perubahan panjang sampel dibagi dengan

panjang awal:

�= ∆�

� ( 2.14)

Perbandingan tegangan terhadap perpanjangan disebut modulus tarik E

� =�

� (2.15)

Modulus tarik E menggambarkan ukuran ketahanan terhadap tegangan tarik. b. Kekuatan lentur

Pengujian kekuatan lentur (UFS) dimaksudkan untuk mengetahui ketahanan polimer terhadap pembebanan. Dalam metode ini metode yang digunakan adalah metode tiga titik lentur. Pengujian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

Gambar. 2.12 Bentuk dan ukuran sampel pada pengujian kuat lentur (Nurmaulita, 2010)


(56)

Pada permukaan bagian atas cupilkan yang dibebani akan terjadi kompresi, sedangkan pada permukaan bawah sampel akan terjadi tarikan. Pada pengujian ini terhadap sampel uji diberikan pembebanan yang arahnya tegak lurus terhadap sampel seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.12. Jika batang uji diberikan pembebanan pada kedua ujungnya dan beban tekuk (P) diberikan

ditengah, tegangan tekuk maksimum (σ) pada titik nol di tengah adalah:

�= 3��

2��2 (2.16)

dengan:

P = beban patah (kgf) L = jarak span (10 cm ) b = lebar (mm)

d = Tebal (mm)

kekuatan tekuk berubah menurut ukuran batang uji L/d. Modulus Young pada lenturan Ef

�� = �

3 4�2

� (2.17)

didapat dari persamaan:

Dimana P adalah beban lentur, δ adalah defleksi dan P/ δ didapat dari gradient garis lurus pada kurva beban terhadap defleksi.

Umumnya pada bahan polimer modulus elastis untuk tekan berbeda dengan untuk tarik, tegangan tekan yang besar terjadi pada bagian yang mengalami tegangan tekan. Kekuatan tekan jauh lebih besar dari pada kekuatan tarik, hal ini yang menyebabkan patah karena tekukan pada bagian yang mengalami tegangan tarik.

c. Kekuatan Impak

Kekuatan impak adalah suatu kriteria penting untuk mengetahui kegetasan bahan polimer. Pengujian impak Charphy (Gambar 2.13) dalam hal ini sering dipakai. Untuk melihat pengaruh takikan ada cara pengujian dengan takikan pada batang


(57)

uji. Umumnya kekuatan impak bahan polimer lebih kecil dibandingkan bahan logam.

Pengujian impak ini dilakukan untuk mengetahui ketangguhan sampel terhadap pembebanan dinamis. Sampel uji berbentuk persegi panjang dengan ukuran panjang 60 mm sesuai dengan standart ASTM D – 256. Kemudian sampel diletakkan pada alat penumpu dengan jarak span 40 mm. Godam pada posisi awal dengan sudut 160o

Prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan beban dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial, kemudian saat menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi yang diserap spesimen akan menyebabkan spesimen mengalami kegagalan. Bentuk kegagalan itu tergantung pada jenis materialnya, apakah patah getas atau patah ulet

, kemudian godam dilepaskan secara tiba-tiba sehingga menumbuk sampel, sebelum dilakukan pengujian sampel terlebih dahulu dilakukan percobaan tanpa sampel penguji. Hal ini dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang hilang akibat gesekan pada porosnya dan gesekannya dengan udara. Setelah penumpukan sampel hingga sampel patah/retak maka pengukuran dilakukan dengan membaca skala yang ditunjukkan oleh jarum penunjuk skala.

Kekuatan impak yang dihasilkan (Is) merupakan perbandingan antara energy serap (Es) dengan luas penampang (A). Kekuatan impak dapat dihitung dengan persamaan:

��= �� (2.18)

dengan:

Is = Kekuatan impak (kJ/m2 Es = Energi serap (J)

) A = Luas permukaan (mm2)


(58)

Gambar 2.13 Ilustrasi skematis pengujian impak dengan benda uji Charpy

2. 3. 3 Sifat Termal

Bahan polimer termasuk yang sangat mudah menyala seperti seluloid dan yang dapat habis terbakar sendiri secara spontan walau api dipadamkan setelah penyalaan, seperti pada polikarbonat. Sifat mampu nyala bahan polimer dapat ditentukan dengan beberapa cara, diantaranya:

a. Dengan membakar bahan yang diletakkan mendatar

Cara ini ditetapkan dalam JIS-K6911-1970 dan ASTM-D635-1974. Seperti ditunjukkan Gambar 2.14, nyala api dari alat pembakar bunsen dipegang pada sudut 30o

1. Mampu nyala: terbakar lebih lama dari 180 detik dengan nyala.

, menyalakan spesimen yang diletakkan mendatar untuk waktu selama 30 detik, dan api dijauhkan. Waktu yang diperlukan agar specimen menyala disebut waktu penyalaan dan panjang specimen yang terbakar disebut jarak bakar. Harga-harga tersebut dipakai untuk menyatakan kemampuan nyala dari bahan.

2. Habis terbakar sendiri: jarak bakar lebih dari 25 mm tetapi kurang dari 100 mm


(1)

Tabel L. 11 Data kekuatan lentur akibat orientasi sudut serat

uji ke

Komposisi (ijuk : pasir) Sudut serat Jarak Sangga, L (cm) lebar sampel,b (cm) tebal sampel, d (cm)

Load, P (kfg) Kuat Lentur Kuat Lentur rata-rata Kuat Lentur (Mpa)

1 (61% : 4%) 10,00 1,50 0,51 6,03 232,88

2 Ѳ = 0⁰ 10,00 1,51 0,52 6,23 228,87 230,46 22,60

3 10,00 1,50 0,51 6,00 230,68

1 (61% : 4%) 10,00 1,59 0,52 3,54 123,51

2 Ѳ = 45⁰ 10,00 1,50 0,50 3,10 124,00 123,96 12,16

3 10,00 1,51 0,50 3,13 124,37

1 (61% : 4%) 10,00 1,58 0,54 2,24 72,93

2 Ѳ = 90⁰ 10,00 1,50 0,50 1,84 73,60 73,61 7,22

3 (61% : 4%) 10,00 1,51 0,50 1,87 74,30


(2)

LAMPIRAN 12

Tabel L. 12 Data kekuatan impak akibat orintasi sudut serat

Nomor Sapel

Komposisi

(pasir : ijuk) Uji ke

lebar sampel,b

(cm)

tebal sampel, d (cm) Enrgi Serap (J) Kuat Impak Kuat Impak rata-rata Kuat Impak (Kj/m

1 (61% : 4%) 1 1,10 0,52 1,00 1,75

Ѳ = 0⁰ 2 1,01 0,52 0,98 1,87 1,80 18,0

3 1,02 0,51 0,93 1,79

2 (61% : 4%) 1 1,05 0,52 0,64 1,17

Ѳ = 45⁰ 2 1,00 0,50 0,58 1,16 1,17 11,70

3 1,02 0,50 0,60 1,18

3 (61% : 4%) 1 1,01 0,54 0,13 0,24

Ѳ = 90⁰ 2 1,00 0,50 0,12 0,24 0,24 2,41


(3)

Tabel L.13 Data kemampuan nyala genteng komposit polimer akibat perubahan orientasi sudut serat

Nomor Sapel

Komposisi

(pasir : ijuk) Uji ke

waktu penyalaan

(detik)

waktu penyalaan rata-rata (detik)

Jarak Bakar (mm)

Jarak Bakar rata-rata (mm)

1 16,00 12,00 12,00

0O (61% : 4%) 2 22,00 19,67 11,00

3 21,00 13,00

1 16,00 19,67 12,00 12,00

45O (60% :5%) 2 22,00 12,00

3 21,00 12,00

1 18,20 19,57 12,00 12,00

90O (60% :5%) 2 19,50 12,00

3 21,00 13,00


(4)

LAMPIRAN C


(5)

LAMPIRAN D

DOKUMENTASI PENELITIAN

Serat ijuk Styrofoam bekas

Poliester Yaculac dan katalis MEXPO Pasir

Campuran Poliester, PS dan katalis Aspal


(6)

Spsimen uji nyala

Spesimen uji lentur Alat uji lentur