Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Tingkat Pendapatan Perbandingan Antara Empat Hasil Penelitian

PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN TERHADAP TINGKAT PENDAPATAN
PERBANDINGAN ANTARA EMPAT HASIL PENELITIAN
Robinson Tarigan
Abstract: Education improves personal capability, attitude and behavior.
Education process sacrifices time, cost and effort so naturally the education
should escalate the income of the participant in his life in the future. The higher
the level of education should provide a higher level of income in average. This
paper wraps up 4 student theses of the Graduate School of PWD USU which
links the level of education with the level of income of their respondents. Their
conclusion can be divided into two groups. One group concluded that there is a
significant link between level of education with level of income. The second
group concluded that there is no significant link between the level of education
with the level of income. Further investigation shows that the backgrounds about
occupancy of the two groups are different. The first group that shows a
significant link, the occupation of the respondent is varieties and with different
level of position in their job. The second group that concluded no significant
link, the occupation of the respondent is homogenous and no level of position in
their jobs. From the above findings we can conclude that to make higher
education provides higher level of income, there must be variety occupation to
choose and the jobs provide different level of position. This means that
development in education should be in tandem with development in economy. If

economics is expanding, jobs are more available and the participant has chance
to get a better job which is compliance to his level of education.
Keywords: level of education, level of income, varieties occupation, different
level of job position, homogenous job
PENDAHULUAN
Pendidikan
diyakini
sangat
berpengaruh terhadap kecakapan, tingkah laku
dan sikap seseorang, dan hal ini semestinya
terkait dengan tingkat pandapatan seseorang.
Artinya secara rata-rata makin tinggi tingkat
pendidikan
seseorang
maka
makin
memungkinkan orang tersebut memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi. Pemerintah pun
merasa berkewajiban untuk memberikan
pelayanan pendidikan kepada masyarakatnya.

Di lain sisi masyarakat pun sering menuntut
agar porsi anggaran pendidikan perlu
ditingkatkan untuk mencapai porsi yang
dianggap ideal (20 % dari total anggaran). Di
banyak negara pendidikan sampai jenjang
tertentu dinyatakan gratis apabila bersekolah
pada fasilitas pendidikan yang disediakan
pemerintah. Di Indonesia pendidikan hingga
SD (6 tahun) dinyatakan gratis dan ada
gagasan membuat ini gratis hingga tingkat
SLTP
(9 tahun). Di banyak negara
yang sudah maju pendidikan hingga tingkat
SMU (12 tahun) dinyatakan gratis. Dari
kenyataan tersebut di atas tidak dapat dipungkiri
bahwa pendidikan memang sangat diperlukan
Robinson Tarigan adalah Dosen FE USU

dan berguna bagi anggota masyarakat. Pendidikan sebenarnya bukan hanya terkait dengan
kemampuan untuk memperoleh tingkat

pendapatan yang lebih baik tapi juga
berpengaruh terhadap sikap dan perilaku
sehingga terkait dengan kehidupan sehari-hari.
Namun perlu untuk melihat apakah tingkat
pendidikan benar-benar berpengaruh terhadap
tingkat pandapatan seseorang. Tingkat pendapatan
seseorang banyak dipengaruhi oleh faktor lain
di luar pendidikan sehingga menarik untuk
dikaji seberapa jauh peran faktor tingkat
pendidikan terhadap tingkat pendapatan.
Tulisan ini didasarkan atas penelitian
kepustakaan
(library
research)
atau
menggunakan data sekunder yaitu hasil tesis
mahasiswa pascasarjana. Tulisan ini diramu
dari 4 tesis mahasiswa Sekolah Pascasarjana
PWD USU. Keempat tesis ini tidak mengkhususkan membahas peran tingkat pendidikan
terhadap tingkat pendapatan, melainkan

melihat faktor-faktor/kondisi tertentu dan
kaitannya
dengan
tingkat
pendapatan.
Keempat tesis itu membahas hal yang berbeda
tetapi kesemuanya menyediakan data tentang
tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan.
Kesimpulan empat tesis tersebut dapat dibagi
21

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

atas dua kelompok yaitu satu kelompok
menyimpulkan tingkat pendidikan terkait
secara nyata dengan tingkat pendapatan
sedangkan kelompok kedua tidak melihat ada
kaitan yang nyata antara tingkat pendidikan
dengan tingkat pendapatan. Hal ini membuat
menarik untuk dikaji mengapa dua kelompok

tersebut memberikan kesimpulan yang
berbeda. Hal yang ingin didalami adalah dalam
kondisi bagaimana tingkat pendidikan sangat
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan
dalam kondisi bagaimana tingkat pendidikan
kurang
berpengaruh
terhadap
tingkat
pendapatan.
Landasan Teori
Undang-Undang Dasar 1945 dengan
tegas telah mengatur pentingnya pendidikan
bagi warga negara Republik Indonesia. UUD
1945 Pasal 31 a berbunyi: “Tiap-tiap warga
negara berhak mendapatkan pengajaran”
sedangkan Pasal 31 b berbunyi: “Pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pengajaran nasional, yang diatur dengan
undang-undang”. Amanat undang-undang ini

jelas menggambarkan bahwa pendidikan itu
memiliki manfaat yang cukup besar sehingga
menjadi hak setiap warga negara untuk
mendapatkannya dan menjadi kewajiban bagi
negara untuk menyelenggarakannya. Sebelum
membahas kaitan antara tingkat pendidikan
dengan tingkat pendapatan ada baiknya
dikemukakan terlebih dahulu arti dari
pendidikan. Dalam encyclopedia Americana
1978 seperti dikutip dari Kartono, 1977
(hal.12) menyebutkan bahwa:
¾ Pendidikan merupakan sembarang proses
yang dipakai individu untuk memperoleh
pengetahuan atau wawasan, atau mengembangkan
sikap-sikap
ataupun
keterampilan-keterampilan.
¾ Pendidikan adalah segala perbuatan yang
etis, kreatif, sistematis, dan intensional, dibantu oleh metode dan teknik ilmiah,
diarahkan pada pencapaian tujuan

pendidikan tertentu.
Definisi lain dikemukakan oleh Carter
V. Good seperti dikutip dari Djumransjah,
2004 (hal. 24) pendidikan adalah:
a. proses
perkembangan
kecakapan
seseorang dalam bentuk sikap dan perilaku
yang berlaku dalam masyarakatnya; dan
b. proses sosial di mana seseorang
dipengaruhi oleh suatu lingkungan yang
terpimpin (misalnya sekolah) sehingga ia
22

dapat mencapai kecakapan sosial dan
mengembangkan pribadinya.
Dari uraian kedua definisi tersebut di
atas kita mengetahui bahwa pendidikan dapat
bersifat formal dan tidak formal. Bersifat
formal apabila peningkatan kecakapan itu

dilakukan dalam lingkungan khusus (misalnya
sekolah) dan tidak formal apabila kecakapan
itu diperoleh lewat pengalaman kehidupan atau
belajar sendiri dari lingkungan. Namun apabila
dihubungkan dengan fenomena lain (misalnya
pendapatan) maka yang digunakan adalah
tingkat pendidikan formal sebab yang
diperoleh lewat pengalaman kehidupan atau
lingkungan susah ditentukan besarannya,
kecuali dijadikan variabel tersendiri berupa
pengalaman.
Apakah tujuan dari pendidikan?
Sebenarnya dari definisi di atas juga telah
tersirat tujuan dari pendidikan tersebut yaitu
meningkatkan kecakapan seseorang. Namun
tujuan pendidikan itu dapat pula dirinci lebih
lanjut. Menurut Djumramsjah (2004) tujuan
pendidikan itu menciptakan integritas atau
kesempurnaan
pribadi.

Integritas
itu
menyangkut jasmaniah, intelektual, emosional,
dan etis. Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab
II Pasal 3 menyatakan bahwa “Pendidikan
nasional bertujuan untuk berkembangnya
potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi
warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Hal ini berarti tujuan
pendidikan itu sangat luas karena menyangkut
perbaikan sikap dan perilaku anak didik.
Manfaatnya terkait dengan seluruh kehidupan
manusia itu sendiri baik sebagai pribadi maupun sebagai anggota masyarakat. Namun salah
satu manfaat yang tidak dapat diabaikan adalah
adanya harapan bahwa peningkatan pendidikan
akan menghasilkan peningkatan pendapatan di

kemudian hari. Sagir 1989, melihat adanya
hubungan antara tingkat pendidikan dengan
tingkat pendapatan. Beliau mengatakan (hal.
60): “Sumber daya manusia mampu
meningkatkan kualitas hidupnya melalui suatu
proses pendidikan, latihan, dan pengembangan
yang akan menjamin produktivitas kerja yang
semakin meningkat. Sehingga akhirnya
menjamin pula pendapatan yang cukup dan
kesejahteraan
hidupnya yang
semakin
meningkat”. Namun perlu dicatat pendapat

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

Mangkunegara 2003
(hal. 3) bahwa agar
manusia itu berguna untuk pembangunan maka
orang tersebut haruslah memiliki karakter: jujur, disiplin, kerja keras patuh pada nilai-nilai

yang berlaku pada masyarakat. Pendidikan
apabila disertai dengan karakter yang baik
semestinya selain menciptakan berbagai
manfaat sosial lainnya juga mampu
meningkatkan pendapatan anak-didik. Hal ini
tidak lain karena kegiatan mengikuti
pendidikan
membutuhkan
biaya
dan
pengorbanan
waktu
atau
kehilangan
kesempatan memperoleh pendapatan dengan
segera. Dengan demikian maka adalah menarik
untuk dikaji apakah pendidikan benar-benar
meningkatkan tingkat pendapatan di kemudian
hari.
Adalah
tidak
mungkin
untuk
menggunakan data time-series yaitu melihat
pribadi per pribadi tentang perbedaan tersebut
karena masing-masing pribadi hanya menjalani
salah satu yaitu meningkatkan pendidikannya
atau langsung bekerja. Metode yang dapat
digunakan adalah cross-section yaitu mengambil sampel dalam lingkungan masyarakat
dengan tingkat pendidikan yang berbeda dan
melihat apakah tingkat pendidikan mempengaruhi
tingkat pendapatan dari berbagai kelompok
4.
masyarakat.
Di dalam berbagai buku teks di bidang
evaluasi proyek ada dicantumkan tentang
manfaat (benefits) dari kegiatan pendidikan.
Evaluasi proyek harus membandingkan antara
biaya ekonomi yang harus dikorbankan untuk
penyelenggaraan sebuah pendidikan dan
kemudian membandingkannya dengan manfaat
dari pendidikan tersebut. Biaya pendidikan
bukan saja terdiri dari biaya penyelenggaraan
pendidikan itu sendiri tetapi juga pendapatan
yang hilang karena mengikuti proses
pendidikan tersebut. Orang yang mengikuti
pendidikan harus rela untuk menggunakan
waktunya mengikuti proses pendidikan
padahal waktu yang hilang itu dapat digunakan
untuk memperoleh pendapatan seandainya dia
tidak mengikuti proses pendidikan tersebut.
Manfaat haruslah lebih besar dari biaya agar
proyek itu dinyatakan layak untuk dibangun.
Baum, 1988 (hal.178) menyatakan “….
investasi dalam bidang pendidikan mempunyai
pengaruh langsung terhadap produktivitas
individu dan penghasilan”. Dalam kerangka
evaluasi proyek, Tarigan dalam ”Perencanaan
Pembangunan Wilayah” 2004 (hal. 222)
menyatakan manfaat pendidikan adalah adanya
peningkatan tingkat pendapatan apabila

mengikuti pendidikan yang lebih tinggi
jenjangnya dan anak didik secara sadar atau
tidak sadar akan menebarkan pengetahuannya
kepada
masyarakat
sekitarnya.
Dalam
kerangka evaluasi proyek, maka manfaat
pendidikan adalah:
1. Bertambahnya kelak pendapatan anak
didik karena adanya peningkatan dalam
jenjang pendidikan tersebut. Peningkatan
pendapatan ini terkait dengan peningkatan
produktivitas baik dalam bentuk usaha
sendiri ataupun apabila bekerja mampu
menduduki jenjang jabatan yang lebih
tinggi.
2. Akan menyebarluaskan pengetahuan yang
dimilikinya kepada masyarakat sekitarnya
baik dengan sengaja maupun tidak sengaja
sehingga masyarakat pun akan bertambah
pengetahuannya.
3. Masyarakat yang lebih berpendidikan akan
bersikap lebih toleran dalam pergaulan,
tidak mudah terprovokasi dan memiliki
saling pengertian atas sikap orang lain
sehingga
menciptakan
kehidupan
bermasyarakat yang lebih harmonis dan
sikap seperti ini menunjang proses
pembangunan.
Dalam rangka studi kelayakan
ekonomi maka manfaat tersebut harus dapat
dikonversi dalam bentuk nilai uang. Dari
ketiga manfaat di atas maka hanya manfaat
pertama yang mudah dikonversi ke dalam
bentuk uang (dalam banyak hal menggunakan
asumsi). Manfaat kedua dan ketiga tidak
mudah dikonversi namun dapat diduga
sumbangannya. Apabila manfaat pertama saja
sudah dapat menyatakan proyek itu layak
maka manfaat kedua dan ketiga tidak terlalu
penting untuk dikonversi. Sebuah studi yang
dilakukan Bank Dunia pada tahun 1980,
menyimpulkan bahwa investasi di bidang pendidikan tingkat pengembalian ekonominya
umumnya berada jauh di atas 10 % yaitu batas
minimal yang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah proyek. Tingkat pengembalian
ekonomi tertinggi adalah untuk pendidikan
dasar.
PEMBAHASAN
Penelitian ini didasarkan atas library
research yaitu pada perpustakaan Pascasarjana
USU. Tulisan ini tidak didasarkan atas hasil
pengumpulan data secara langsung oleh
23

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

penulis melainkan didasarkan atas tesis
mahasiswa pascasarjana PWD USU. Tesis ini
ada yang merupakan hasil bimbingan penulis
dan ada yang bukan hasil bimbingan penulis.
Dalam hal ini akan diperbandingkan 4 tesis, di
mana masing-masing memiliki judul yang
berbeda dan bidang yang diteliti juga berbeda.
Namun keempat tesis ada memasukan unsur
pendidikan dan pendapatan dan juga
melakukan analisis tentang ada tidaknya kaitan
antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pendapatan. Keempat tesis ini memiliki
kesimpulan yang berbeda atas kaitan antara
tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan.
Dua tesis memuat ada kaitan yang signifikan
antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pendapatan sedangkan dua tesis lainnya
melihat kaitan itu tidak signifikan. Dengan
demikian menjadi menarik untuk dianalisis
faktor
yang
menyebabkan
perbedaan
kesimpulan tersebut. Masing-masing tesis itu
diuraikan secara singkat berikut ini:
a. Tesis yang ditulis Hendra Ridho G. Siregar
dengan judul “Analisis Pengaruh Komuter
terhadap Pengembangan Wilayah di
Kecamatan Medan Tembung” tahun 2005.
Jumlah responden sebagai sampel ada
sebanyak 60 orang. Responden bertempat
tinggal di Kecamatan Medan Tembung
tetapi umumnya bekerja di Kota Medan
secara komuter sebagai pekerja bangunan,
bekerja di pabrik/perusahaan dan mocokmocok (tidak tetap). Posisi atau jabatan di
tempat bekerja adalah mandor/kepala
tukang sebanyak 24 orang, Pekerja
biasa/karyawan
24
orang
dan
buru/kenek/mocok-mocok sebanyak 12
orang. Tingkat pendidikan responden
adalah: tidak tamat SD 2 orang, tamat SD
8 orang, tamat SLTP 13 orang, tamat
SLTA 33 orang dan sarjana 4 orang. Tesis
ini
sebetulnya
mengkonsentrasikan
analisanya terhadap apa sumbangsih para
komuter ini terhadap wilayah tempat
tinggalnya. Sumbangsih itu adalah berupa
pendapatan yang dapat dibelanjakan di
wilayah tempat tinggalnya dan adanya
tabungan yang dapat digunakan untuk
membangun di tempat tinggalnya. Namun
tesis ini antara lain juga menghitung
persamaan regresi antara
Y
(pendapatan) sebagai variabel terikat
(dependen) dan variabel bebasnya adalah:
lama bekerja (X1), waktu tempuh (X2) dan
24

pendidikan (X3). Persamaan regresi yang
diperoleh adalah:
Y = -198.481 + 114.309,3 X1 - 57313,9
X2 + 66.642,2 X3
Persamaan regresi ini memiliki R Square:
0,919. Hasil uji secara ANOVA
menunjukkan bahwa semua variabel adalah
signifikan walaupun dengan tingkat yang
berbeda. Lama bekerja (X1) signifikan
pada α = 0,01 (1%), waktu tempuh
signifikan pada α = 0,05 (5 %), dan
pendidikan signifikan pada
α = 0,01
(1%). Hal ini berarti tingkat pendidikan
berpengaruh terhadap tingkat pendapatan
dengan signifikansi yang cukup tinggi.
b. Tesis yang ditulis Sawaluddin Naibaho
dengan judul “Analisis Sosial Ekonomi
Rumah Tangga Kaitannya dengan
Kemiskinan di Perkotaan – Studi Kasus di
Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang
Siantar” tahun 2004. Jumlah responden
sebagai sampel ada sebanyak 91 orang.
Responden
bertempat
tinggal
dan
umumnya bekerja di Kota Pematang
Siantar dengan jenis pekerjaan yang
beragam tetapi secara global dikategorikan
atas pekerja formal dan non-formal.
Tingkat pendidikan responden adalah:
tidak tamat SD 4 orang, tamat SD
17
orang, tamat SLTP 21 orang, tamat SLTA
35 orang, lulusan akademi 6 orang dan
sarjana 8 orang. Tesis ini sebenarnya
mengkonsentrasikan analisanya terhadap
perbedaan karakteristik keluarga yang
dikategorikan sebagai miskin dan tidak
miskin.
Karakteristik
yang
diperbandingkan menyangkut: 1) status
kondisi sosial ekonomi rumah tangga (Kepemilikan rumah, kepemilikan sumber daya
ekonomi), 2) tingkat pendidikan, 3) status
migran atau non-migran dan 4) jenis
pekerjaan (formal dan non-formal). Alat
analisis yang digunakan adalah chi-kuadrat
yaitu melihat apakah berbagai kelas pada
tiap karakteristik berkaitan dengan
keluarga tersebut dikategorikan sebagai
miskin atau tidak miskin. Hasil yang
diperoleh untuk karakteristik pendidikan
adalah bahwa hipotesa null ditolak pada α
= 0,01 (1 %). Hal ini berarti tingkat
pendidikan
berpengaruh
untuk
menentukan suatu keluarga dinyatakan
miskin atau tidak miskin. Artinya tingkat
pendidikan berpengaruh dalam menen-

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

c. Tesis yang ditulis Yasifati Hia dengan
judul “Analisis Karakteristik Nelayan dan
Pengaruhnya terhadap Pendapatan di
Kabupaten Nias – Studi Kasus Desa Fowa
Kabupaten Nias” tahun 2005. Jumlah
responden sebagai sampel ada sebanyak 30
orang. Responden bertempat tinggal di
Desa Fowa sebuah desa pantai yang masuk
kategori desa terpencil. Pendidikan
responden adalah: tidak tamat SD 11
orang, tamat SD 10 orang, tamat SLTP
8 orang, tamat SLTA 1 orang dan tidak
ada lulusan akademi atau perguruan tinggi.
Responden adalah nelayan tradisional
dengan peralatan yang sederhana dan
berlokasi di desa terpencil. Tesis
menggunakan analisa regresi berganda
antara Y (pendapatan) sebagai variabel
terikat (dependen) dan variabel bebasnya
adalah: tingkat pendidikan (X1), curahan
waktu/jam kerja (X2), jumlah tanggungan
(X3), dan umur (X4). Persamaaan regresi
yang diperoleh adalah:
Y = -0,346 + 0,356 X1 + 0,078 X2 +
0,199 X3 + 0,652 X4
Persamaan regresi ini memiliki R Square
0,527. Hasil uji secara ANOVA menunjukkan bahwa tiga variabel (pendidikan,
jam kerja, jumlah tanggungan) adalah
tidak signifikan pada α = 0,05 (5 %) dan
satu-satunya variabel yang signifikan
adalah umur pada α = 0,01 (1 %).
Mungkin umur dalam hal ini terkait
dengan pengalaman karena rata-rata
responden ini adalah nelayan dari sejak
awal. Pengalaman pun dalam hal ini
semestinya tidak terlalu berpengaruh
karena pekerjaan tidak banyak variasinya.
Artinya pengalaman orang lain dengan
mudah dapat diserap pekerja baru.
Mungkin ada faktor lain yang terkait
dengan umur tersebut, misalnya insting.
d. Tesis yang ditulis M. Evrizal Putra dengan
judul “Analisis Peran Pedagang Kaki Lima
terhadap Pengembangan Wilayah di
Kecamatan Medan Kota” tahun 2005.
Jumlah responden sebagai sampel ada
sebanyak
60 orang. Pendidikan
responden adalah: tamat SD 6 orang, tamat

SLTP 14 orang, tamat SLTA 31 orang dan
sarjana 9 orang. Tesis menggunakan
analisa regresi berganda antara Y
(pendapatan) sebagai variabel terikat
(dependen) dan variabel bebasnya adalah:
modal (X1), jam kerja (X2), lama telah
berusaha (X3), lokasi usaha (X4). dan
pendidikan (X5). Persamaan regresi yang
diperoleh adalah:
Y = -149.090 + 1,002 X1 + 15.071,159
X2 + 14.689,57 X3 + 26.259,435 X4
+ 18.200,974 X5
Persamaan regresi ini memiliki R Square:
0,976.
Hasil
uji
secara
ANOVA
menunjukkan bahwa empat variabel adalah
signifikan walaupun dengan tingkat yang
berbeda sedangkan satu variabel tidak
signifikan. Modal (X1) signifikan pada α
= 0,01 (1 %), jam kerja (X2) signifikan
pada α = 0,01
(1 %), lama telah
berusaha (X3) signifikan pada α = 0,01 (1
%), lokasi usaha (X4) signifikan pada α =
0,025 (2,5 %), dan satu-satunya yang tidak
signifikan adalah pendidikan. Tingkat
pendidikan tidak signifikan pada α = 0,05
(5 %) Hal ini berarti tingkat pendidikan
tidak berpengaruh secara nyata terhadap
tingkat pendapatan.
Apa kesimpulan yang dapat diperoleh
dengan memperbandingkan hasil dari keempat
tesis tersebut. Pada tesis Hendra Ridho G.
Siregar dan tesis Sawaluddin Naibaho maka
jenis pekerjaan responden adalah berbedabeda. Pada tesis Siregar, jenis pekerjaan adalah
berbeda-beda dan dalam pekerjaan ada jenjang
jabatan yang berbeda-beda. Dalam kasus
seperti itu maka adalah memungkinkan
responden yang lebih tinggi tingkat
pendidikannya memiliki peluang untuk dapat
menduduki jenjang jabatan/ pekerjaan yang
lebih tinggi dan sekaligus tingkat pendapatan
yang lebih tinggi. Pada tesis Naibaho, jenis
pekerjaan adalah berbeda-beda walaupun
hanya dikategorikan atas dua kelompok yaitu
pekerja formal dan pekerja sektor non-formal.
Kedua jenis pekerjaan ini umumnya
menghasilkan pendapatan yang berbeda. Pada
tesis Yasifati Hia dan tesis M. Evrizal Putra
maka jenis pekerjaan responden adalah
seragam. Pada tesis Hia responden seluruhnya
adalah nelayan. Pada jenis pekerjaan ini tidak
dibutuhkan keahlian khusus terlebih-lebih alat
tangkap
yang
digunakan
adalah
25

Jurnal Wawasan, Februari 2006, Volume 11, Nomor 3

sederhana/seragam. Dalam kondisi seperti ini
jenjang jabatan tidak ada, artinya keterampilan
yang dibutuhkan adalah seragam sehingga
tingkat pendidikan tidak terlalu berpengaruh
dalam meningkatkan tangkapan/ pendapatan.
Dalam kasus nelayan, yang berpengaruh justru
adalah umur atau pengalaman. Dalam mencari
lokasi kumpulan ikan terutama ikan yang
bernilai jual tinggi, nelayan banyak
menggunakan insting dan hal ini terkait
dengan pengalaman atau umur. Kesimpulan
lain yang dapat ditarik adalah bahwa tingkat
pendidikan tidak terlalu berpengaruh pada
tingkat pendapatan apabila lokasi tempat
tinggal dan usaha adalah desa terpencil
sehingga tidak banyak pilihan usaha atau
kegiatan yang bernilai ekonomi yang dapat
dilakukan. Dalam kasus tesis Putra maka
seluruh responden adalah pedagang kaki lima
yang umumnya bermodal kecil dan luas lokasi
usaha yang terbatas. Dengan keterbatasan
modal dan luas tempat usaha, maka tidak
banyak variasi yang dapat dilakukan pedagang
artinya mereka hanya berfungsi sebagai
pengecer melayani orang yang lalu-lalang.
Dalam kondisi seperti ini sulit menjadikan
pembeli sebagai pelanggan tetap karena tidak
akan mampu menjual dengan harga murah.
Karena penjualan adalah kecil-kecilan maka
barang yang dibeli juga dalam jumlah kecil
sehingga sulit mendapatkan diskon. Otomatis
harga jual juga tidak bisa murah.
Hasil penelitian ini sangat penting
digunakan
dalam
pembangunan
pada
umumnya dan peningkatan pendidikan pada
khusunya. Untuk membuat anak didik dapat
merasakan manfaat dari tingkat pendidikannya
maka ekonomi harus terus bertumbuh agar
lapangan keja makin terbuka dan terciptanya
jenis pekerjaan yang beragam. Jenis pekerjaan
yang beragam ini membutuhkan jenjang
keahlian yang berbeda. Dalam kondisi seperti
ini maka anak didik dengan tingkat pendidikan
yang lebih tinggi akan lebih berpeluang untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan
tingkat pendidikannya, sehingga berpeluang
untuk mendapatkan jabatan dan tingkat
pendapatan yang lebih tinggi. Kartono, 1977
sudah sejak awal melihat bahwa peningkatan
pendidikan harus dilakukan berbarengan
dengan peningkatan ekonomi. Beliau mengatakan (hal.1) “ …mendahulukan ikhtiar dalam
mengembangkan
sektor
pertanian
dan
menyehatkan kondisi hidup di daerah-daerah
pedesaan,
serta
perbaikan
sistim
26

pendidikannya”. Manfaat pendidikan tidak
tercapai secara penuh apabila ekonomi tidak
berkembang karena pilihan lapangan kerja
menjadi terbatas. Kartono (1977) bahkan
sudah memperingatkan bahwa apabila banyak
lulusan perguruan tinggi yang menganggur
justru
akan
menciptakan
instabilitas.
Pengertian menganggur bagi lulusan perguruan
tinggi tidaklah berarti mereka tidak memiliki
kegiatan sama-sekali. Tetapi mereka terpaksa
melakukan kegiatan yang sama dengan orang
lain yang kurang berpendidikan atau seperti
dalam kasus ini sebagai pedagang kaki lima.
Ini terpaksa mereka lakukan karena tidak ada
pilihan lain. Kartono (1977) mengatakan (hal.
21): “Pada umumnya, semakin tinggi tingkat
pendidikan para penganggur yang mengalami
frustrasi, dan merasa diasingkan (terasing atau
merasa berdiri di luar masyarakat), maka
semakin ekstrim perilaku yang mendestabilisir
sistem sosial dan sistem politik yang ada.”.
Kartono menyimpulkan bahwa ekspansi edukasi
harus dibarengi dengan perluasan lapangan
kerja. Hal ini berarti pembangunan ekonomi
harus
diutamakan
dan
pembangunan
pendidikan
dibuat
sejalan
dengan
pembangunan ekonomi tersebut.
KESIMPULAN
Pendidikan adalah meningkatkan
pengetahuan dan kepribadian anak didik.
Orang yang memiliki pendidikan yang lebih
tinggi juga bermanfaat karena baik dengan
sengaja
maupun
tidak
sengaja
menyebarluaskan pengetahuannya sewaktu
mereka bergaul dalam masyarakat. Orang yang
memiliki jenjang pendidikan yang lebih tinggi
juga lebih mudah memahami sikap orang lain
sehingga lebih menciptakan kerukunan di
dalam kehidupan bermasyarakat. Pendidikan
ada yang bersifat formal dan tidak formal. Pendidikan formal dilakukan melalui proses yang
teratur, sistematis dan dilakukan oleh lembaga
yang khusus didirikan untuk itu. Pendidikan
tidak formal diperoleh lewat pengalaman dan
belajar sendiri. Semestinya tingkat pendidikan
formal yang lebih tinggi memberi peluang bagi
si anak didik untuk memperoleh tingkat
pendapatan yang lebih tinggi. Hasil
perbandingan antara empat tesis mahasiswa
Pascasarjana PWD USU menunjukkan hasil
yang bervariasi. Ada kasus di mana terlihat
tingkat pendidikan yang lebih tinggi menghasilkan tingkat pendapatan yang lebih tinggi.
Pada kasus lain tidak terlihat perbedaan nyata

Tarigan, Pengaruh Tingkat Pendidikan….

antara tingkat pendidikan dengan tingkat
pandapatan. Pada kasus pertama jenis
pekerjaan responden adalah bervariasi dan
dalam pekerjaan ada penjenjangan jabatan.
Pada kasus kedua jenis pekerjaan responden
adalah seragam dan tidak ada penjenjangan
jabatan dalam pekerjaan. Tingkat pendidikan
juga tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat
pendapatan di desa terpencil di mana tidak
banyak pilihan atas kegiatan usaha/jenis pekerjaan atau volume usaha hanya bisa dilakukan secara kecil-kecilan. Hal ini berarti agar
tingkat pendidikan berpengaruh terhadap
tingkat pendapatan, maka harus terdapat
pilihan atas jenis pekerjaan dan di dalam
masing-masing jenis pekerjaan terdapat
penjenjangan jabatan. Hal ini berarti
pemerintah harus terus memperluas kegiatan
ekonomi agar lapangan kerja makin terbuka
dan terdapat peluang untuk memilih pekerjaan

dan adanya penjenjangan dalam jenis
pekerjaan yang tersedia. Demikian juga
pemerintah harus membuka isolasi atas desa
terpencil agar di desa itu terdapat peluang
untuk membangun berbagai usaha dan masingmasing jenis usaha dapat ditingkatkan
volumenya. Namun perlu dicatat bahwa
walaupun dalam kasus tertentu tidak terlihat
kaitan antara tingkat pendidikan dengan tingkat pendapatan, hal ini tidak berarti bahwa
pendidikan tidak dibutuhkan. Meningkatkan
pendapatan hanyalah salah satu dari sekian
banyak fungsi pendidikan. Pendidikan tidak
hanya bermanfaat untuk meningkatkan
pendapatan melainkan juga memperbaiki
kepribadian anak-didik dan mendukung
terciptanya kerukunan dalam kehidupan bermasyarakat. Hal ini sebenarnya menciptakan
nilai tambah ekonomi yang cukup besar.

DAFTAR PUSTAKA
Baum, W,C., Tolbert, S.M. 1988. Investasi dalam Pembangunan. Terjemahan Bassilius Bengo
Teku, Jakarta, Universitas Indonesia.

Bradley, R.M. (Ed). 1992. Benefit Monitoring and Evaluation. Manila, Asian
Development Bank.
Djumransjah, H.M. 2004. Pengantar Filsafat Pendidikan. Malang, Bayumedia
Publishing.
Kartono, K. 1997. Tinjauan Politik Mengenai Sistem Pendidikan Nasional-Beberapa
Kritik dan Sugesti. Jakarta, Pradnya Paramita.
Hia, Yasifati.2005. Analisis Karakteristik Nelayan terhadap Pendapatan di Kabupaten Nias –
Studi Kasus Desa Fowa Kabupaten Nias. Tesis.Medan, Program Pascasarjana
Universitas Sumatera Utara (tidak diterbitkan).
Mangkunegara, A.A.A.P 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.
Bandung, Refika Aditama.
Naibaho, Sawaluddin. 2004. Analisis Sosial Ekonomi Rumah Tangga Kaitannya dengan
Kemiskinan di Perkotaan – Studi Kasus di Kecamatan Siantar Timur Kota Pematang
Siantar. Tesis.Medan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (tidak
diterbitkan).
Putra, M. Evrizal.2005. Analisis Peran Pedagang Kaki Lima terhadap Pengembangan Wilayah
di Kecamatan Medan Kota. Tesis.Medan, Program Pascasarjana Universitas Sumatera
Utara (tidak diterbitkan).
Sagir, H.S. 1989. Membangun Manusia Karya – Masalah Ketenagakerjaan dan Pengembangan
Sumber Daya Manusia. Jakarta, Pustaka Sinar harapan.
Tarigan, R. 2004. Perencanaan Pembangunan Wilayah. Jakarta, P.T. Bumi Aksara.
27