Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor

MANAJEMEN DAN FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN
PELEPASLIARAN JALAK PUTIH DI KAWASAN
HUTAN PONGKOR, BOGOR

FITRI APRIL HOSIANA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Manajemen dan Faktor
Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor,
Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013

Fitri April Hosiana
NIM E34090110

ABSTRAK
FITRI APRIL HOSIANA. Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan
Pelepasliaran Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor. Dibimbing oleh
JARWADI B HERNOWO dan BURHANUDDIN MASYUD.
Jalak putih (Sturnus melanopterus Daudin, 1800) dikategorikan sebagai
satwa yang sangat terancam punah (IUCN 2012). Penelitian ini dilakukan pada
bulan April-Agustus 2013 untuk menentukan manajemen dan faktor penentu
keberhasilan pelepasliaran jalak putih. Metodenya adalah wawancara, dokumen
studbook dan obeservasi lapang. Manajemen pelepasliaran terdiri atas
pemeliharaan di penangkaran, habituasi dan adaptasi pelaksanaan pelepasliaran
dan pemantauan jalak putih pascapelepasliaran. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa faktor penentu keberhasilan pelepasliaran jalak putih adalah pengelolaan
dan perawatan kandang, ketersediaan pakan dan air, rutinitas pemeriksaan

kesehatan, kegiatan pemasangan dan pengeraman telur, kesiapan jalak putih untuk
dilepasliarkan, keamanan dan kenyamanan jalak putih selama pengangkutan,
ketersediaan pakan dan air, lama proses habituasi, ketersediaan habitat, aspek
sosial masyarakat, metode pelepasliaran, komponen utama pertama (tutupan
lahan, jenis pakan dan gangguan) dan komponen utama kedua (sumber air).
Kata kunci : faktor penentu, jalak putih, manajemen, pelepasliaran.

ABSTRACT
FITRI APRIL HOSIANA. Management and Determinant Factors of Blackwinged Starling Successful Release at Forest Area at Pongkor, Bogor. Supervised
by JARWADI B HERNOWO and BURHANUDDIN MASYUD.
Black-winged starling (Sturnus melanopterus Daudin, 1800 ) was classified
as critically endangered species (IUCN 2012). This research was conducted in
April-August 2013 to determine management and deteminant factors in relation to
successful release of black-winged starling. The methods are used by interview
method, studbook document and field observation. Release management consisted
of maintenance in captivity, habituation and adaptation, implementation of bird
release and post release monitoring. The results of research showed that the
determinant factors of black-winged starling successful release consisted of
management and maintenance of cages, food and water availability, health check
routine, pairing activities and eggs incubation, the successfully of black-winged

starling release process, save and comfort during transportation, food and water
availability, habituation time process, habitat availability, social aspect, release
method, the first principal component has significant to the release (land cover,
food kinds and disturbance) and the second (water source).
Keywords: black-winged starling, determination factors, management, release.

MANAJEMEN DAN FAKTOR PENENTU KEBERHASILAN
PELEPASLIARAN JALAK PUTIH DI KAWASAN
HUTAN PONGKOR, BOGOR

FITRI APRIL HOSIANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran
Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor
Fitri April Hosiana
E34090110

Disetujui oleh

Dr Ir larwadi B Hemowo, MScF
Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masy'ud, MS
Pembimbing II


Diketahui oleh

r Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

U DEC 20n

Judul Skripsi : Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran
Jalak Putih di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor
Nama
: Fitri April Hosiana
NIM
: E34090110

Disetujui oleh

Dr Ir Jarwadi B Hernowo, MScF

Pembimbing I

Dr Ir Burhanuddin Masy’ud, MS
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
anugerah dan kasihNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April-Agustus 2013
ini adalah Manajemen dan Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih
di Kawasan Hutan Pongkor, Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak telah membantu
dalam penelitian dan penulisan skripsi ini, terutama kepada kedua orang tua

tercinta (Bapak Tonny Hutajulu dan Ibu Dosma Simangunsong) dan adik tercinta
(Sandy Yudha Hutajulu) yang telah memberikan doa dan dukungan dan kasih
sayang, Bapak Dr Ir Jarwadi B Hernowo, MScF dan Bapak Dr Ir Burhanuddin
Masy’ud, MS selaku pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
arahan, saran serta kritik selama penelitian dan penulisan skripsi, Rocky Evander
L Tobing yang sabar memberikan dukungan dan membantu selama penelitian dan
penulisan skripsi, teman-teman terbaik (Haditya Pradana, Adytia Pamungkas dan
Garry Ginandjar) yang telah membantu dalam pengumpulan data selama
penelitian, tim Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) dan tim PT
Rimbawan Bangun Lestari (RBL), yang telah membantu dalam pengumpulan data
selama penelitian dan rekan-rekan Anggrek Hitam dan segenap keluarga besar
Civitas Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata serta Fakultas
Kehutanan atas segala bantuannya.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun sangat diharapkan
demi kesempurnaan skripsi ini. Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2013
Fitri April Hosiana


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

Manfaat Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat Penelitian

2

Bahan

2

Alat


2

Metode Pengumpulan Data

3

Analisis Data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Kondisi Umum Lokasi Penelitian

8

Manajemen Pelepasliaran Jalak Putih


8

Faktor Penentu Keberhasilan Pelepasliaran Jalak Putih
SIMPULAN DAN SARAN

25
27

Simpulan

27

Saran

27

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

29

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17

Jenis data pemeliharan di penangkaran
Jenis data habituasi dan adaptasi di kandang habituasi
Jenis data pelepasliaran
Jenis data pemantauan pascapelepasliaran
Kategori keberhasilan riwayat hidup
Ukuran, jumlah dan perlengkapan kandang jalak putih di penangkaran
PPSC
Manajemen pakan jalak putih di penangkaran
Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan
Pemberian pakan di kandang habituasi
Jumlah jalak putih berdasarkan riwayat hidup
Daftar jenis tumbuhan bawah
Daftar jenis tumbuhan di tempat istirahat jalak putih
Aktivitas jalak putih di alam
Kategorti aktivitas jalak putih
Serangga yang disukai jalak putih di alam
Analisis faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak putih di
PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
Komponen utama faktor penentu pada keberhasilan pelepasliaran jalak
putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor

3
4
5
5
7
9
11
12
14
18
19
20
21
22
22
26
26

DAFTAR GAMBAR
1 Desain titik pengamatan jalak putih
2 Petak contoh analisis vegetasi
3 Skema manajemen pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE
Pongkor oleh PPSC
4 Kandang breeding (a), kandang anakan (b), kandang pasangan (c) dan
kandang prapelepasliaran (d) di PPSC
5 Kandang habituasi (a) dengan paranet (b)
6 Nest box jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
7 Jumlah jalak putih yang ditemukan per pengamatan
8 Persentase tingkat keberhasilan umum
9 Rerumputan tempat jalak putih mencari makan
10 Genangan air pada cekungan tanah (a), bak air (b) dan genangan air dari
pipa yang bocor (c) di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
11 Pohon puspa sebagai tempat tidur jalak putih
12 Jalak putih sedang memakan ngengat (a) dan pucuk bunga kaliandra (b)
di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
13 Serpihan telur jalak putih di lokasi pelepasliaran
14 Pelepasan jaring untuk menangkap burung (a) dan pemantauan nest box
(b) oleh pihak PT Rimbawan Bangun Lestari

6
6
9
10
13
15
17
17
18
19
19
23
23
24

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak putih (Sturnus melanopterus Daudin, 1800) merupakan burung yang
dilindungi karena keberadaannya di alam liar semakin sulit ditemukan. Menurut
IUCN (International Union for Conservation of Nature and Natural Resources),
status populasi burung ini semakin memprihatinkan yaitu Endangared (terancam
punah) pada tahun 2004 dan mengalami kenaikan pada tahun 2010 menjadi
Critically Endangered (sangat terancam punah). Pemerintah Indonesia
memasukkan jalak putih ke dalam daftar burung langka yang dilindungi melalui
Undang-Undang No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati
dan Ekosistemnya serta Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 tentang
Pemanfaatan Jenis Tumbuhan dan Satwa Liar sebagai salah satu upaya yang
dilakukan untuk menekan laju kepunahannya.
Kurangnya penelitian ilmiah menyebabkan informasi mengenai
perkembangbiakan dan populasi jalak putih di habitat alaminya sangat sedikit dan
terbatas. Survei BirdLife International pada tahun 2001 menunjukkan bahwa
populasi jalak putih yang hidup di alam liar diperkirakan berkisar antara 1.0002.499 individu. Penurunan populasi dari satwa ini terjadi karena penurunan
kualitas habitat yang berupa pohon dan kawasan hutan mengalami perusakan
seperti pembangunan dengan membuka lahan tertutup hijau. Masyarakat di sekitar
hutan menebang pohon untuk kebutuhan kayu bakar, perkakas rumah tangga,
bahkan dikomersialkan untuk menghasilkan keuntungan yang besar. Hal ini
menyebabkan jalak putih berpindah dari satu pohon ke pohon lain untuk mencari
wilayah yang sesuai dengan karakteristik habitatnya.
Aktivitas manusia lainnya yang mengganggu kestabilan populasi jalak putih
adalah kegitan perburuan liar yang dilakukan dengan sewenang-wenang. Kegiatan
ini terus dilakukan tanpa mempertimbangkan status populasi jalak putih yang
semakin memprihatinkan. Hukum dan undang-undang yang berlaku pun menjadi
terabaikan. Oleh karena itu, peningkatan pengamanan, pengawasan dan penerapan
sanksi hukum terhadap perburuan liar serta kesadaran masyarakat tentang
konservasi harus segera dilakukan secara maksimal agar populasi burung ini tetap
terjaga sehingga kepunahan tidak terjadi.
Pusat Penyelamatan Satwa Cikananga (PPSC) merupakan salah satu
lembaga konservasi yang mendukung keberadaan jalak putih melalui kegiatan
penangkaran dan pelepasliaran. Pada tanggal 15 Maret 2012 sebanyak 209
individu jalak putih dilepasliarkan di desa sekitar kawasan PPSC. Pelepasliaran
juga telah dilakukan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor pada
tanggal 23 April 2013 dengan jumlah jalak putih sebanyak 40 individu.
Penyesuaian terhadap lingkungan di dalam maupun luar habitat alaminya
sangat mempengaruhi kelangsungan hidup jalak putih yang telah dilepasliarkan.
Kondisi habitat yang telah dipertimbangkan dengan baik diharapkan membuat
jalak putih yang telah dilepasliarkan dapat bertahan hidup dan berkembangbiak.
Kegiatan pemantauan pascapelepasliaran dilakukan untuk melihat perkembangan
jalak putih yang berhasil beradaptasi dan bertahan hidup di habitat alaminya.

2
Kegiatan pelepasliaran merupakan upaya tepat yang dilakukan dalam
menanggulangi masalah populasi jalak putih yang jumlahnya semakin kritis.
Manajemen yang baik akan mendukung keberhasilan kegiatan pelepapasliaran,
namun masih terdapat kendala yang dialami pada saat pelaksanaannya. Beberapa
kendala masih dialami oleh pihak PPSC dalam kegiatan pengembangbiakan dan
pelepasliaran jalak putih ke habitat alaminya. Hal ini mendorong dilakukannya
penelitian untuk mengetahui manajemen dan faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan pelepasliaran jalak putih.
Tujuan Penelitian
1.

2.

Tujuan penelitian ini adalah :
Menentukan manajemen pelepasliaran jalak putih, yaitu pemeliharan di
penangkaran, habituasi dan adaptasi di kandang habituasi, pelaksanaan
pelepasliaran dan pemantauan pascapelepasliaran.
Menentukan faktor penentu yang mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran
jalak putih.
Manfaat Penelitian

Data dan hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk menjadi
informasi dan data dasar mengenai pengelolaan jalak putih dalam kegiatan
penangkaran dan pelepasliarannya.

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan April 2013 di Pusat Penyelamatan Satwa
Cikananga (PPSC) dan pada bulan April - Agustus 2013 di kawasan hutan PT
ANTAM Tbk UBPE Pongkor.
Bahan
Objek yang dijadikan sebagai bahan dalam penelitian ini adalah jalak putih
yang telah dilepasliarkan.
Alat
Alat yang digunakan adalah :
1. Perlengkapan analisis vegetasi : pita meter, kompas, pita ukur, hagameter,
tambang dan kompas, pH meter.
2. Perlengkapan dokumentasi : kamera
3. Perlengkapan pemantauan jalak putih : teropong binocular, Global Positioning
System (GPS) dan tally sheet.

3
Metode Pengumpulan Data
Jenis data pemeliharaan jalak putih di penangkaran yang dikumpulkan
dalam penelitian meliputi kandang, pakan dan air, kesehatan, pengembangbiakan
dan pemilihan individu yang siap dilepasliarkan (Tabel 1).
Tabel 1 Jenis data pemeliharan di penangkaran
Komponen yang
Parameter
Metode
diukur
Kandang
Jenis, jumlah, fungsi,
Observasi
bahan, ukuran (panjang, lapang,
lebar dan tinggi),
wawancara
perlengkapan (tempat
dan
pakan, tempat minum,
penelusuran
bak air, kayu bertengger dokumen
dan nest box), serta
pengelolaan dan
perawatan yang
diberikan
Pakan dan air
Jenis pakan, jumlah,
Observasi
waktu pemberian, cara
lapang,
pemberian, dan
wawancara
frekuensi pemberian
dan
pakan dan air
penelusuran
dokumen
Kesehatan
Jenis penyakit yang
Wawancara
pernah, sedang dan
dan
sering diderita selama
penelusuran
di penangkaran serta
dokumen
perawatan yang
diberikan
Pengembangbiakan Proses pemasangan dan Observasi
musim kawin, buku
lapang,
silsilah (studbook),
wawancara,
jumlah telur per
dan
kandang, proses
penelusuran
pengeraman telur,
dokumen
proses pemeliharaan
anak dan monitoring
kotak sarang (nest box)
Pemilihan individu Umur, jenis kelamin,
Observasi
yang siap
kesehatan dan
lapang,
dilepasliarkan
penandaan
wawancara,
dan
penelusuran
dokumen

Sumber
Lapangan,
pihak PPSC
dan dokumen

Lapangan,
pihak PPSC
dan dokumen

Pihak PPSC
dan dokumen

Lapangan,
pihak PPSC
dan dokumen

Lapangan,
pihak PPSC
dan dokumen

4
Jenis data habituasi dan adaptasi jalak putih di kandang habituasi pada
lokasi pelepasliaran yang dikumpulkan dalam penelitian yaitu pengangkutan ke
kandang habituasi, kandang habituasi, pakan dan air, kesehatan, perlakuan dan
proses adaptasi. Komponen-komponen yang diukur pada jenis data ini dijelaskan
dalan Tabel 2.
Tabel 2 Jenis data habituasi dan adaptasi di kandang habituasi
Komponen yang
Parameter
Metode
Sumber
diukur
Pengangkutan ke Kandang angkut, jenis
Wawancara
Pihak PPSC dan
kandang habituasi kendaraan yang
dan
dokumen
digunakan dan kegiatan penelusuran
pengangkutan.
dokumen
Kandang
Jenis kelamin, jumlah
Wawancara
Pihak PT
habituasi
individu per kandang,
dan
ANTAM Tbk
fungsi, bahan, ukuran
penelusuran
UBPE Pongkor
(panjang, lebar dan
dokumen
dan dokumen
tinggi), perlengkapan
(tempat pakan, tempat
minum, tempat
bersarang, kayu
bertengger, tempat
bermain, bak air dan
lain-lain), serta
pengelolaan pada
kandang
Pakan dan air
Jenis pakan, jumlah,
Wawancara
Pihak PT
waktu pemberian, cara dan
ANTAM Tbk
pemberian, dan
penelusuran
UBPE Pongkor
frekuensi pemberian
dokumen
dan dokumen
Kesehatan
Tingkat stres yang
Wawancara
Pihak PPSC dan
timbul dan jenis
dan
dokumen
penyakit yang diderita
penelusuran
oleh satwa serta
dokumen
perawatan yang
diberikan
Perlakuan
Jenis perlakuan yang
Wawancara
Pihak PPSC dan
diberikan dan lama
dan
dokumen
waktu
penelusuran
dokumen
Proses adaptasi
Lama waktu adaptasi
Wawancara
Pihak PPSC dan
dan
dokumen
penelusuran
dokumen
Jenis data pelepasliaran jalak putih yang dikumpulkan dalam penelitian
meliputi 3 komponen utama yang diukur, yaitu persiapan habitat, persiapan sosial

5
masyarakat dan pelaksanaan pelepasliaran. Komponen-komponen dari jenis data
tersebut dijelaskan dalam Tabel 3.
Tabel 3 Jenis data pelepasliaran
Komponen yang
diukur
Persiapan habitat

Persiapan sosial

Pelaksanaan
pelerpasliaran

Parameter

Metode

Sumber

Pakan, air, sarang,
predator, kompetitor,
dan potensi gangguan
bagi jalak putih
Informasi mengenai
kegiatan pelepasliaran
di lokasi pelepasliaran

Penelusuran
dokumen

Dokumen

Wawancara

Kegiatan pelepasliaran
yang telah
dilaksanakan

Observasi
lapang

Pihak PPSC
dan PT.
ANTAM Tbk
UBPE
Pongkor
Lapangan

Jenis data pemantauan pascapelepasliaran jalak putih yang dikumpulkan
dalam penelitian yaitu penemuan di alam, tingkat adaptasi dan pengamatan pada
gangguan. Jenis data tersebut dijelaskan dalam Tabel 4.
Tabel 4 Jenis data pemantauan pascapelepasliaran
Komponen yang
diukur
Penemuan di alam

Tingkat adaptasi di
alam

Pengamatan pada
gangguan

Parameter

Metode

Umur, jenis kelamin,
riwayat hidup dan
daerah jelajah

Observasi
lapang,
wawancara
dan
penelusuran
dokumen

Habitat, pakan,
predator, kompetitor,
aktivitas yang sedang
dilakukan, lama waktu
pemantauan
Pemberian pakan,
tingkat kesadaran
masyarakat dan
pemeriksaan kotak
sarang (nest box)

Observasi
lapang dan
penelusuran
dokumen
Observasi
lapang dan
wawancara

Sumber
Lapangan,
pihak PPSC
dan PT.
ANTAM Tbk
UBPE
Pongkor, serta
dokumen
Lapangan dan
dokumen

Lapangan dan
pihak PT
ANTAM Tbk
UBPE
Pongkor

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam mengumpulkan data
adalah adalah :

6
1. Wawancara
Wawancara dilakukan kepada informan kunci (key informan) yang
mengetahui manajemen pelepasliaran jalak putih. Informan kunci ini meliputi
pihak PPSC, PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor dan masyarakat di desa sekitar
lokasi pelepasliaran.
2. Penelusuran Dokumen
Penelusuran dokumen dilakukan untuk memperoleh data mengenai
manajemen penangkaran dan pelepasliaran jalak putih yang berasal dari dokumen
PPSC dan PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor, skripsi, tesis, jurnal, website dan
pustaka lainnya.
3. Observasi Lapang
Obeservasi lapang dilakukan untuk mengetahui manajemen pemeliharaan,
pelepasliaran dan pemantauan jalak putih. Data pemantauan jalak putih yang
diamati meliputi habitat dan aktivitas yang dilakukan. Metode yang digunakan
adalah metode Point Count dengan penempatan titik berdasarkan penemuan jalak
putih (Sutherland 1996). Metode titik hitung dilakukan dengan berjalan ke suatu
tempat tertentu, memberi tanda, dan selanjutnya mencatat semua burung yang
ditemukan selama jangka waktu yang telah ditentukan sebelumnya (10 menit)
sebelum bergerak ke titik selanjutnya (Gambar 1). Pengamatan burung dilakukan
dengan mencatat jenis kelamin, tipe habitat berdasarkan tipe vegetasi, genangan
air (water sources), sarang, serta akivitas yang sedang dilakukan. Burung yang
sedang terbang dicatat arahnya dengan alat bantu kompas.

Gambar 1 Desain titik pengamatan jalak putih
Analisis vegetasi dilakukan dalam menganalisis habitat untuk menentukan
karakteristik habitat jalaka putih di alam. Penentuan plot analisis habitat dilakukan
berdasarkan keterangan pengelola terkait lokasi pelepasliaran jalak putih di PT
ANTAM Tbk UBPE Pongkor berupa hutan tanaman. Petak contoh analisis
vegetasi dijelaskan pada Gambar 2.

Gambar 2 Petak contoh analisis vegetasi

7
Keterangan : A
B
C
D
E

=
=
=
=
=

Petak pengukuran tumbuhan bawah (1m x 1m)
Petak pengukuran semai (2m x 2m)
Petak pengukuran pancang (5m x 5m)
Petak pengukuran tiang (10m x 10m)
Petak pengukuran pohon (20m x 20m)
Analisis Data

Analisis Data Deskriptif Kualitatif
Data yang diperoleh dianalisis dengan penjelasan secara detail yang
dilengkapi dengan bagan, tabel dan gambar untuk mempermudah pemahaman
hasil analisis data. Data-data tersebut adalah :
1. Data pemeliharan jalak putih di penangkaran
2. Data habituasi dan adaptasi jalak putih
3. Data pelaksanaan pelepasliaran jalak putih
4. Data pemantauan pascapelepasliaran jalak putih
Analisis Data Kuantitatif
Karakteristik vegetasi habitat diukur dengan besaran-besaran berikut
(Soerianegara dan Indrawan 2008):
INP tumbuhan bawah, semai dan pancang = KR + FR
INP tiang dan pohon
= KR + FR + DR
Persentase keberhasilan umum diukur dengan besaran berikut :
% Tingkat keberhasilan umum (%Kbu) =
Jalak putih yang dilepasliarkan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE
Pongkor berasal dari penangkaran PPSC dan masyarakat. Persentase keberhasilan
riwayat hidup diukur dengan besaran berikut :
% Tingkat keberhasilan riwayat hidup (%Kbrh) =
di mana : % Kb = Persentase keberhasilan
Nl
= Jumlah individu yang sudah liar
Nt
= Jumlah individu total

Baik
Cukup baik
Kurang baik

Tabel 5 Kategori keberhasilan riwayat hidup
Kriteria
Persentase keberhasilan
50

Riwayat hidup sebagai faktor penentu dan tingkat keberhasilan diuji
menggunakan Uji Khi-kuadrat (χ2) pada taraf nyata 95% dan derajat bebas (v) =
(b-1) x (k-1) dengan b adalah baris dan k adalah kolom. Hipotesis ini diuji untuk

8
melihat pengaruh antara riwayat hidup dengan keberhasilan pelepasliaran jalak
putih. Persamaan yang digunakan adalah :
χ2

; Ei =

di mana : χ 2 = Nilai frekuensi harapan
Oi = Frekuensi hasil pengamatan faktor penentu
Ei = Frekuensi harapan faktor penentu
dengan kriteria uji :
1. Jika χ2hitung > χ2tabel, maka terima H1 (faktor penentu memepengaruhi
keberhasilan pelepasliaran).
2. Jika χ2hitung < χ2tabel, maka terima H0 (faktor penentu tidak memepengaruhi
keberhasilan pelepasliaran).
Analisis faktor penentu dilakukan untuk mengetahui faktor penentu yang
mempengaruhi keberhasilan pelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC
di kawasan hutan PT AANTAM Tbk UBPE Pongkor. Data yang diperoleh
dianalisis dengan metode Principle Component Analysis (PCA) atau Analisis
Komponen Utama (AKU) yang menggunakan software Minitab 16. Model yang
dibangun terdiri dari varibel terikat (Y) dan variabel bebas (X). Varibel terikat
yang diukur adalah keberhasilan pelepasliaran jalak putih melalui jumlah jalak
putih yang bertahan hidup setelah dilepasliarkan di lokasi pelepasliaran,
sedangkan varibel bebas yang diukur terdiri dari tutupan lahan (X1), jenis pakan
(X2), sumber air (X3) dan gangguan (X4).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor adalah sebuah perusahaan pertambangan
pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang melakukan kegiatan eksplorasi
dan eksploitasi mineral logam di Indonesia. Lokasi ini terletak di Gunung
Pongkor Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
dan masih berada di dalam kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak
(TNGHS). Penelitian dilakukan di sekitar lokasi Persemaian P4TA dengan tipe
hutan berupa hutan tanaman.
Manajemen Pelepasliaran Jalak Putih
Manajemen pelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh pihak PPSC
terdiri atas 4 tahapan kegiatan, yaitu pemeliharaan di penangkaran, habituasi dan
adaptasi di kandang habituasi, pelaksanaan pelepasliaran dan pemantauan
pascapelepasliaran. Masing-masing tahapan kegiatan memiliki beberapa aspek
yang dikelola yang dijelaskan dalam Gambar 3.

9

Gambar 3 Skema manajemen pelepasliaran jalak putih di PT ANTAM Tbk
UBPE Pongkor oleh PPSC
Tahap Pemeliharaan Jalak Putih di Penangkaran
Tahap pemeliharaan jalak putih di penangkaran merupakan tahap awal
dalam proses pelepasliaran yang dilakukan pada manajemen pelepasliaran. Aspek
pemeliharaan yang dikelola oleh PPSC meliputi kandang, pakan dan air,
pemeriksaan kesehatan serta reproduksi dan perkembangbiakan.
1. Kandang
Kandang jalak putih di penangkaran PPPC terdiri atas 4 jenis, yaitu kandang
breeding, kandang anakan, kandang pasangan dan kandang prapelepasliaran.
Kandang breeding, kandang anakan dan kandang pasangan terbuat dari kayu,
bambu, kawat, dan atap plastik, sedangkan kandang prapelepasliaran terbuat dari
besi. Keempat kandang tersebut mempunyai ukuran, jumlah dan perlengkapan
yang berbeda (Tabel 6).
Tabel 6 Ukuran, jumlah dan perlengkapan kandang jalak putih di penangkaran
PPSC
Jenis kandang
Kandang breeding

Kandang anakan

Kandang pasangan
Kandang
prapelepasliaran

Ukuran
2m x
2,4m x
2,4m
2,5m x
2,5m x
2,5m
5m x 10m
x 2,5m
17,8m x
6m x 6m

Jumlah
Perlengkapan
34
Tempat pakan, tempat minum,
kotak sarang (nest box), bak air
dan kayu bertengger
57
Tempat pakan, tempat minum,
bak air dan kayu bertengger
1
2

Tempat pakan, tempat minum,
bak air dan kayu bertengger
Tempat pakan, tempat minum,
bak air dan kayu bertengger

Terdapat tumbuhan yang ditanam pada keempat jenis kandang tersebut yang
digunakan sebagai tempat berteduh bagi jalak putih. Masing-masing kandang
mempunyai fungsi yang berbeda. Kandang breeding merupakan kandang
perkembangbiakan yang berisi pasangan jalak putih untuk menghasilkan anakan
(Gambar 4a). Kandang anakan merupakan kandang bagi anakan yang sudah dapat
hidup tanpa bantuan induknya atau sudah dapat hidup mandiri (Gambar 4b).
Kandang pasangan merupakan kandang besar bagi jalak putih dewasa untuk
mencari pasangannya (Gambar 4c). Kandang prapelepasliaran merupakan
kandang adaptasi sebelum pelepasliaran dilakukan yang ukurannya lebih besar
dari kandang lainnya (Gambar 4d).

10
Pengelola meletakkan daun pinus kering di tanah untuk digunakan jalak
putih sebagai sarang di dalam kotak sarang (nest box) pada kandang breeding.
Blok kandang anakan memiliki klinik yang digunakan sebagai kandang karantina
bagi jalak putih yang terjangkit penyakit dengan kelengkapan kandang berupa
kandang besi kecil dan peralatan medis. Kandang prapelepasliaran terhubung
dengan kandang yang ukurannya lebih kecil bagi jalak putih untuk berteduh,
mengambil makan dan minum.

(a)

(b)

(c)

(d)

Gambar 4 Kandang breeding (a), kandang anakan (b), kandang pasangan (c) dan
kandang prapelepasliaran (d) di PPSC
Pengelolaan dan perawatan kandang yang dilakukan oleh PPSC untuk
menjaga kondisi kandang terdiri atas dua kategori kegiatan, yaitu kegiatan rutin
dan tidak rutin. Kedua kategori kegiatan tersebut dilakukan untuk menjaga
kondisi kandang tetap bersih dan mencegah timbulnya berbagai jenis penyakit
sehingga jalak putih tetap merasa nyaman selama di dalam kandang.
2. Pakan dan Air
Menurut Mas’ud (2010) diacu dalam Azis 2013, pemilihan pakan yang
diberikan di penangkaran harus memperhatikan faktor kebiasaan makan (food
habit) setiap jalak, yakni pemakan buah, faktor penambahan pakan dan individu
burung itu sendiri. Pakan jalak putih di penangkaran terdiri buah, serangga,
tambahan nutrisi (voer) dan vitamin. Pakan yang berupa buah adalah pisang dan
pepaya yang berfungsi sebagai serat untuk memperlancar pencernaan, sedangkan

11
pakan lain berupa belalang, jangkrik, ulat hongkong dan telur semut berfungsi
sebagai sumber protein. Kandungan protein diperlukan bagi burung sebagai zat
pembangun tubuh, dapat menggantikan jaringan tubuh yang rusak, sebagai bahan
baku pembentukan enzim, hormon, dan zat-zat antibodi serta mengatur peredaran
cairan tubuh dan zat yang larut di dalamnya ke dalam dan ke luar sel (Hermawan
2012 diacu dalam Azis 2013).
Manajemen pakan jalak putih selama di penangkaran PPSC dijelaskan
dalam Tabel 7.
Tabel 7 Manajemen pakan jalak putih di penangkaran
Jenis Pakan

Waktu
pemberian

Individu

Letak (dari tanah)
1,5 m

Frekuensi
pemberian
(kali)
1

1,5 m

1

1,6 m

1

0 m (di tempat pakan)
0 m (di tanah)

1
1

0 m (di tempat pakan)
0 m (di tempat pakan)

1
1

Pisang

Pagi hari

Pepaya

Pagi hari

Voer

Pagi hari

Jangkrik
Ulat
hongkong
Telur semut
Belalang

Siang hari
Siang hari

Indukan dan
anakan
Indukan dan
anakan
Indukan dan
anakan
Indukan
Indukan

Siang hari
Siang hari

Anakan
Anakan

Pakan diberikan sesuai dengan kemampuan pengelola dalam mendapatkan
pakan. Apabila salah satu jenis pakan tidak cukup untuk diberikan pada jalak
putih, pengelola menggantinya dengan jenis pakan lain. Buah yang diberikan
merupakan buah yang sudah matang dan lunak agar pencernaan jalak putih tidak
terganggu. Tabel 7 menunjukkan bahwa telur semut dan belalang diberikan
khusus untuk anakan, sedangkan jangkrik dan ulat hongkong sangat baik untuk
indukan breeding. Menurut Yunanti (2012) diacu dalam Azis (2013), jangkrik dan
ulat hongkong membantu proses birahi agar indukan segera bertelur. Jangkrik dan
ulat hongkong belum cocok untuk pencernaan anakan karena akan menimbulkan
reaksi panas yang berlebihan.
Ketersediaan air di penangkaran harus diperhatikan dalam menunjang
kehidupan jalak putih selama masa pemeliharaan. Setiap hari pengelola mengisi
air ke dalam bak mandi sehingga air tersebut selalu ada. Air tersebut juga
disediakan dan diletakkan ke dalam tempat air minum untuk diminum oleh jalak
putih.
3. Pemeriksaan Kesehatan
Jenis penyakit yang sering diderita jalak putih di penangkaran adalah
cacingan. Penyakit ini disebabkan oleh cacing yang masuk ke dalam tubuh jalak
putih karena mencari makan dengan mematukkan paruh ke tanah. Gejala yang
terlihat adalah bulu rontok dan pergerakkan yang tidak aktif. Pengelola
memberikan obat cacing setiap tiga bulan sekali sebagai upaya penanganan. Jalak
putih yang sakit diletakkan di klinik untuk diberikan perawatan khusus.

12
4. Pengembangbiakan
Jalak putih pada usia produktif (1 tahun) segera dimasukkan ke dalam
kandang pasangan dipasangkan dengan jalak putih lainnya. Perbandingan jumlah
jantan dan betina adalah 2:3. Pasangan yang sudah terbentuk dipindahkan ke
kandang breeding untuk melakukan breeding. Masa kawin jalak putih di
penangkaran adalah sepanjang tahun dengan pertimbangan cuaca. Kotak sarang
akan ditutup pada musim penghujan agar tidak terjadi proses breeding. Proses
pengeraman telur tidak efektif dilakukan pada kondisi cuaca dingin. Jumlah telur
yang dihasilkan jalak putih di penangkaran PPSC paling banyak adalah 4 butir.
Telur yang dihasilkan tersebut kemudian dierami induk selama ±14 hari
dengan pemantauan secara manual oleh pengelola. Pemantauan tidak dilakukan
setiap hari agar induk tidak mengalami stres karena jalak putih yang mengalami
stres tidak akan mengerami telurnya secara maksimal sehingga menyebabkan telur
tidak menetas sampai busuk, bahkan telur dibuang oleh induknya.
Anakan yang sudah lahir dipelihara induk di dalam nest box selama 23 hari
karena belum dapat makan sendiri dan membutuhkan bantuan indukannya. Jalak
putih yang sudah mandiri kemudian dipindahkan ke kandang anakan. Pengelola
memasangkan cincin (ring) pada setiap anakan untuk memudahkan pemantauan
selama masa pemeliharaan. Selain itu, papan identitas diletakkan pada masingmasing kandang sehingga pengelola tidak menggabungkan jalak putih yang
berasal dari indukan yang sama untuk mencegah terjadinya inbreeding.
5. Pemilihan Individu untuk Dilepasliarkan
Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan dijelaskan dalam
Tabel 8.
Tabel 8 Kriteria pemilihan jalak putih yang siap dilepasliarkan
Kriteria
Penjelasan
Tujuan
Umur
> 1 tahun
Proses perkembangbiakan di
alam dapat berlangsung efektif
Asal-usul Jalak putih tidak berasal dari
Mencegah terjadinya
indukan yang sama
inbreeding dengan memeriksa
studbook dan memasangkan
cincin (ring) berwarna
Kesehatan Burung yang akan dilepasliarkan Mencegah penyebaran
harus bebas dari penyakit (bulu
penyakit di alam memberikan
bersih dan tidak rontok) dan
pakan dan vitamin serta
pergerakannya aktif
mengecek kesehatan dan tes
DNA
Jalak putih diberikan penandaan berupa cincin (ring) berwarna pada kedua
kakinya setelah kriteria pada Tabel 8 terpenuhi. Cincin tersebut berwarna
mencolok sehingga memudahkan pembacaan identitas pada saat pemantauan
pascapelepasliaran.
Tahap habituasi dan adaptasi jalak putih
Habituasi dan adaptasi dilaksanakan setelah pemeliharaan jalak putih di
penangkaran di kandang habituasi. Aspek-aspek yang harus dikelola adalah

13
pengangkutan ke kandang habituasi, kandang habituasi, pakan dan air serta proses
adaptasi jalak putih.
1. Pengangkutan ke Kandang Habituasi
Jalak putih diletakkan secara konvensional ke dalam kandang berbentuk
besek anyaman bambu yang dilengkapi dengan daun pinus kering. Setiap kandang
berisi 1 jalak putih yang kemudian ditata dan diikat agar tidak terguncang selama
pengangkutan. Faktor kenyamanan sangat diperhatikan dalam proses
pengangkutan jalak putih. Oleh karena itu, alat transportasi yang digunakan
adalah mobil dengan pendingin yang berfungsi meminimalisir panas selama
perjalanan. Pengangkutan dilakukan pada pagi hari dari melalui jalur darat dari
Cikananga menuju Pongkor.
2. Kandang Habituasi
Kandang habituasi merupakan kandang adaptasi bagi jalak putih terhadap
lingkungan baru (Gambar 5a). Kandang ini terbuat dari besi dengan ukuran 17,8m
x 6m x 6m dan dilengkapi dengan bak air, tempat pakan dan minum pada sisi-sisi
kandang, kayu bertengger di setiap sudut kandang, dan shelter buatan dengan atap
plastik untuk berteduh. Kandang habituasi memiliki 2 pintu, yaitu pintu besar
pada bagian depan sebagai akses keluar masuknya penjaga dan pintu kecil pada
bagian belakang sebagai akses keluar jalak putih pada saat pelepasliaran.

(a)

(b)

Gambar 5 Kandang habituasi (a) dengan paranet (b)
Letak kandang habituasi yang berada berdekatan dengan lokasi Persemaian
P4TA dan jalan setapak bagi masyarakat desa sekitar lokasi pelepasliaran
menyebabkan aktivitas manusia cukup tinggi. Hal ini dapat mengganggu
kenyamanan jalak putih selama proses adaptasi terhadap lingkungan baru di
dalam kandang habituasi karena masyarakat yang ingin melihat burung ini. Oleh
karena itu, pengelola memasang paranet di sekitar kandang agar jalak putih tidak
terganggu dengan aktivitas manusia dan masih dapat dipantau oleh pengawas
(Gambar 5b).
3. Pakan dan Air
Jalak putih yang berada di dalam kandang habituasi diberikan pakan berupa
buah, serangga dan voer untuk beradaptasi dengan lingkungan barunya. Buah

14
yang diberikan berupa pepaya dan pisang yang dipotong-potong dan diletakkan
pada kayu bertengger, sedangkan voer, jangkrik dan belalang diletakkan pada
tempat pakan. Jalak putih di kandang habituasi tidak diberi pakan berupa telur
semut dan ulat hongkong. Hal ini dilakukan agar insting liar jalak putih terbentuk
dalam mencari alternatif pakan lain di lingkungan baru melalui pengurangan
pakan. Pemberian pakan jalak putih selama di dalam kandang habituasi dijelaskan
dalam Tabel 9.

Jenis Pakan
Pisang
Pepaya
Voer
Jangkrik
Belalang

Tabel 9 Pemberian pakan di kandang habituasi
Frekuensi pemberian
Waktu pemberian Letak (dari tanah)
(kali)
Pagi hari
1,5m
1
Pagi hari
1,5m
1
Pagi hari
1,2m
1
Pagi hari
1,2m
1
Pagi hari
1,2m
1

Air diletakkan pada tempat minum dan bak air. Ketersediaannya terus
diperhatikan karena jalak putih sering bermain dan mandi di dalam bak air. Oleh
karena itu, pengawas selalu mengisi air pada kedua tempat tersebut setiap harinya.
4. Proses Adaptasi
Adaptasi bertujuan memperkenalkan lingkungan baru bagi jalak putih
sebelum dilepasliarkan. Lama proses habituasi merupakan faktor penting yang
harus diperhatikan selama adaptasi. Proses adaptasi idealnya dilakukan minimal
selama 3-4 minggu, namun pada pelaksanaannya jalak putih di dalam kandang
habituasi selama lima bulan. Hal ini disebabkan pelaksanaan pelepasliaran yang
mengalami penundaan karena harus menunggu kedatangan pihak Kementrian
Kehutanan.
Pada awalnya, pakan diberikan dengan jumlah yang banyak, kemudian
jumlahnya dikurangi tiap harinya. Selain itu, ulat hongkong dan telur semut tidak
diberikan selama proses adaptasi. Hal ini bertujuan membentuk insting liar dari
jalak putih di dalam kandang dalam mencari alternatif pakan, seperti belalang dan
serangga lainnya. Satu individu mati setelah dimasukkan ke kandang habituasi
selama 2 hari. Pihak PPSC segera mengganti jalak putih tersebut dengan jalak
putih baru agar jumlah populasi di kandang habituasi tetap stabil.
Pasangan yang awalnya telah terbentuk di kandang prapelepasliaran
beradaptasi terhadap lingkungan dan berinteraksi dengan jalak putih lain. Hal ini
menyebabkan terbentuknya kelompok dan pasangan baru. Oleh karena itu,
pengelola juga melihat pasangan dan kelompok yang terbentuk sehingga
memudahkan pemantauan pascapelepasliaran.
Tahap Pelepasliaran
PPSC bekerja sama dengan Kementerian Kehutanan, Taman Nasional
Gunung Halimun Salak (TNGHS), PT. ANTAM (Persero) Tbk dan Sustainable
Management Group (PT Rimbawan Bangun Lestari) dalam kegiatan pelepasliaran
jalak putih. PPSC ingin mengembalikan kaedah jalak putih yang dahulu pernah
ada di Pongkor untuk hidup bebas di habitat alaminya melalui kegiatan

15
pelepasiaran ini. Tujuan lain dari kegiatan ini adalah menjadikan PT ANTAM
Tbk UBPE Pongkor sebagai Pusat Konservasi Keanekaragaman Hayati (PKKH)
Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Aspek yang dikelola adalah kondisi
habitat dan sosial masyarakat.
1. Persiapan Habitat
Area pelepasliaran jalak putih merupakan faktor yang harus dikaji sebelum
pelepasliaran dilakukan. Hal ini berkaitan dengan pemanfaatan habitat,
penyebaran dan daerah jelajah satwa tersebut. Area ini harus memenuhi
ketersedian pakan, air dan tempat berlindung dari berbagai ancaman. Selain itu,
keberadaan manusia, predator, kompetitor dan potensi gangguan dari dalam
maupun luar lokasi juga menjadi pertimbangan yang dikaji. Kegiatan ini
dilakukan untuk melihat kesesuaian PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor sebagai
lokasi pelepasliaran jalak putih. PPSC melakukan persiapan habitat dengan
melakukan evaluasi habitat. Menurut Van Mannen (1990) kemungkinan
kesuksesan pelepasliaran akan kecil jika dilakukan pada habitat dan lokasi yang
kurang mendukung sehingga kondisi habitat harus dievaluasi terlebih dahulu.
Pihak PPSC bersama PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor kemudian membuat
kandang habituasi untuk proses habituasi dan adaptasi jalak putih terhadap
lingkungan baru. Pengelola juga membuat kotak sarang (nest box) dan diletakkan
di pohon-pohon yang ada pada lokasi pelepasliaran (Gambar 6).

Gambar 6 Nest box jalak putih di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
Kotak sarang (nest box) ini berukuran 40cm x 20cm x 20cm. Terdapat
lubang kecil pada bagian depan di depan yang digunakan sebagai pintu masuk
jalak putih dan penutup
pada bagian belakang yang digunakan untuk
mempermudah pengecekan oleh pengawas. Jumlah kotak sarang yang dibuat
sebanyak 20 agar pasangan jalak putih yang akan terbentuk dapat mengisinya
setelah dilepasliarkan.
2. Persiapan Sosial Budaya Masyarakat
Budaya memiliki peran penting dalam pelestarian satwa liar. Pelestarian
budaya merupakan pengaruh yang positif terhadap kelestarian spesies
(Ramakrishan 2007 diacu dalam Purnamasari 2013). Kegiatan persiapan sosial
budaya yang dilakukan sebelum pelepasliaran adalah sosialisasi kepada
masyarakat (social approaching). Kegiatan sosialisasi ini bertujuan meningkatkan

16
kesadaran masyarakat dalam menjaga kelestarian jalak putih agar tidak memburu
jalak putih yang akan dilepasliarkan.
Kegiatan sosialisasi terhadap masyarakat desa di sekitar kawasan hutan PT
ANTAM Tbk UBPE Pongkor dilakukan melalui pemasangan poster dan
penyuluhan di lokasi yang sering menjadi tempat berkumpulnya masyarakat
(warung, pos ronda dan balai desa). Sosialisasi dilakukan kepada masyarakat
mengenai informasi jalak putih baik dari segi manfaat dan peraturan atau undangundang mengenai satwa tersebut.
3. Pelaksanaan Pelepasliaran
Metode pelepasliaran satwa liar terdiri atas dua macam, yaitu hard release
dan soft release. Hard release adalah pelepasliaran yang tidak diikuti oleh
program pendukung sehingga metode ini juga dikenal dengan pelelasliaran
langsung, sedangkan soft release adalah pelepasliaran yang dilakukan secara
bertahap. Menurut Hall (2005) metode hard release dilakukan pada satwa yang
tidak terlalu lama berada di dalam kandang sehingga dapat segera dikembalikan
ke habitat alaminya. Satwa yang berada di dalam kandang dalam jangka waktu
yang lama sebaiknya dilepasliarkan dengan metode soft release untuk mendukung
kesuksesan adaptasinya. PPSC melepasliarkan jalak putih dengan metode soft
release. Jalak putih dimasukkan ke dalam kandangkan habituasi dan diberi makan
hingga terbiasa dengan kondisi lingkungannya. Pakan tersebut juga masih
diberikan setelah dilepasliarkan namun dikurangi secara bertahap.
Kegiatan pelepasliaran dilakukan pada tanggal 23 April 2013 pukul 09.5611.25 WIB. Upacara pelapasliaran dilakukan oleh Menteri Kehutanan bersama
Direktur Utama ANTAM, Komisaris Utama ANTAM dan Direktur Operasi
ANTAM. Pintu kecil di belakang kandang dibuka sehingga jalak putih dapat
terbang keluar. Jalak putih yang langsung keluar dari kandang sebanyak 38
individu, sedangkan 2 individu lainnya masih berada di dalam kandang selama
lebih dari 80 menit.
Tahap Pemantauan Pascapelepasliaran
Pemantauan pascapelepasliaran jalak putih yang dilakukan oleh PPSC
dilakukan untuk mengetahui penggunaan habitat, penyebaran, aktivitas dan
perkembangbiakan jalak putih di lokasi pelepasliaran yang dilakukan
menggunakan metode soft release. Menurut Hall (2005), metode soft release
memerlukan pemantauan dan studi kondisi habitat serta aspek perilaku setelah
pelepasliaran.
Satwa yang dilepasliarkan dengan menggunakan metode soft release masih
dijaga dalam lokasi pelepasliaran hingga terbiasa (teraklimatisasi) dengan
lingkungan barunya. Aspek-aspek yang perlu diamati dalam pemantauan adalah
pemantauan demografi, ekologi dan perilaku satwa yang dilepasliarkan,
pemantauan proses adaptasi dalam jangka waktu yang lama dari individu yang
dilepasliarkan dan populasinya dan investigasi serta pengumpulan data tentang
angka kematian (mortalitas) (IUCN 1995).
1. Penemuan Jalak Putih di Alam
Pemantauan pascapelepasliaran dilakukan dengan menghitung jumlah dan
mengamati arah terbang jalak putih yang keluar dari kandang habituasi. Hal ini

17
dilakukan untuk melihat perkembangan jalak putih yang telah dilepasliarkan
melalui aktivitas hariannya. Proses habituasi dan adaptasi yang cukup lama (5
bulan) menyebabkan jalak putih sering terpantau di daerah Persemaian P4TA
(sekitar kandang habituasi) pada minggu pertama pemantauan. Jumlah jalak putih
yang ditemukan pada tiap pemantauan dijelaskan dalam Gambar 7.

Jumlah burung (ind)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30

Pengamatan ke-

Gambar 7 Jumlah jalak putih yang ditemukan per pengamatan
Gambar 7 menunjukkan bahwa jumlah jalak putih cenderung menurun dan
semakin berkurang. Penemuan paling banyak pada pengamatan ke-3 sebanyak 37
individu dan paling sedikit pada pengamatan ke-8 sebanyak 7 individu. Pada
pengamatan ke-1 sampai ke-7 jalak putih masih beradaptasi dengan habitat baru
dan keluar jauh dari lokasi pelepasliaran. Jalak putih ditemukan lebih banyak pada
pengamatan ke-9 dan seterusnya karena sudah beradaptasi terhadap lingkungan
dan kembali ke lokasi pelepasliaran.
Jalak putih yang masih hidup dan terpantau selama pengamatan merupakan
individu yang berhasil dilepasliarkan, sedangkan individu yang mati dan tidak
terpantau dikatakan gagal dilepasliarkan. Persentase tingkat keberhasilan umum
dijelaskan dalam Gambar 8.

37,5%
62,5%

Keterangan :
Berhasil
Gagal

Gambar 8 Persentase tingkat keberhasilan umum
Jumlah jalak putih yang terpantau pada akhir pemantauan sebanyak 15
individu, sedangkan 1 individu ditemukan mati oleh predator dan 24 individu
lainnya tidak ditemukan. Gambar 8 menunjukkan bahwa secara umum jalak putih
yang terpantau hidup merupakan individu yang berhasil dilepasliarkan di Pongkor
dengan persentase sebesar 37,5%.
Jalak putih yang dilepasliarkan di kawasan hutan PT ANTAM Tbk UBPE
Pongkor berasal dari dua penangkaran yang berbeda, yaitu penangkaran PPSC
dan masyarakat. Jumlah jalak putih berdasarkan riwayat hidup dijelaskan dalam
Tabel 10.

18
Tabel 10 Jumlah jalak putih berdasarkan riwayat hidup
Tingkat keberhasilan
Riwayat hidup
Jumlah
Berhasil
Gagal
Dipelihara PPSC
14
20
34
Dipelihara masyarakat
1
5
6
Jumlah
15
25
40
Tabel 10 menunjukkan jumlah jalak putih yang bertahan hidup yang berasal
dari penangkaran PPSC lebih banyak daripada jalak putih yang berasal dari
penangkaran manusia dengan jumlah masing-masing sebesar 14 dari 20 individu
dan 1 dari 5 individu. Pengujian statistik ini menghasilkan keputusan untuk
menerima H0 dan menolak H1 karena χ2hitung (0,253) lebih besar dari χ2tabel (1,307).
Hasil pengujian statistik ini menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara riwayat
hidup dan keberhasilan pelepasliaran jalak putih di Pongkor. Hal ini disebabkan
oleh teknik penangkaran yang sama yang digunakan PPSC dan masyarakat
sehingga kemampuan adaptasi jalak putih dengan lingkungan baru di lokasi
pelepasliaran sama.
2. Kondisi Habitat Jalak Putih
Habitat merupakan suatu kesatuan dari tempat berlindung, makanan, air,
dan berkembang biak serta ruang lingkup hidup (Storer dan Usinger 1957). Jalak
putih membutuhkan tempat hidup dan berkembangbiak yang digunakan untuk
mencari makan, minum, beristirahat dan berlindung. Habitat jalak putih di alam
adalah daerah peralihan antara padang terbuka dan formasi hutan lainnya yang
mempunyai berbagai tingkat vegetasi mulai dari rumput sampai pohon yang
digunakan sebagai sumber kehidupannya (Indrajaya 1997).

Gambar 9 Rerumputan tempat jalak putih mencari makan
Jalak putih sering mencari makan di daerah rerumputan yagn terbuka
(Gambar 9). Menurut Huber (2005) kondisi vegetasi dalam area pelepasliaran
harus terdiri dari jenis tumbuhan yang bervariasi sehingga dapat menyediakan
makanan dalam musim yang berbeda. Tumbuhan bawah tersebut dijelaskan dalam
Tabel 11.

19

Jenis
Putri malu
Rumput malela
Rumput teki

Tabel 11 Daftar jenis tumbuhan bawah
Nama ilmiah
Suku
Mimosa pudica
Fabaceae
Brachiaria mutica
Poaceae
Cyperus rotundus
Poaceae

INP (%)
20,16
20,10
28,35

Tabel 11 menunjukkan bahwa tumbuhan bawah yang mendominasi daerah
rerumputan adalah rumput teki (Cyperus rotundus). Jenis tumbuhan bawah ini
merupakan spesies yang paling banyak tumbuh dan daerah penyebarannya yang
luas. Hal ini mendukung ketersediaan serangga yang merupakan pakan dari jalak
putih.
Ketersediaan air di Pongkor dapat mencukupi kebutuhan hidup jalak putih.
Jalak putih memanfaatkan aliran air yang tidak pernah mengering seperti sungai
dan kolam (Indrajaya 1997). Sumber air yang digunakan untuk aktivitas minum
jalak putih adalah genangan air pada cekungan tanah, bak air yang disediakan
pengelola (Gambar 10a) dan genangan air dari pipa saluran air yang bocor
(Gambar 10b).

(a)

(b)

(c)

Gambar 10 Genangan air pada cekungan tanah (a), bak air (b) dan genangan air
dari pipa yang bocor (c) di PT ANTAM Tbk UBPE Pongkor
Lokasi yang disukai jalak putih untuk tidur adalah pohon puspa (Schima
wallichii) di lokasi Persemaian P4TA (Gambar 11).

Gambar 11 Pohon puspa sebagai tempat tidur jalak putih

20
Jalak putih setelah selesai beraktivitas akan terbang ke pohon puspa pada
lokasi Persemaian P4TA ketika matahari sudah tenggelam. Jalak putih tersebut
akan terbang secara secara berkelompok. Selama pengamatan, kelompok jalak
putih tersebut tidak langsung tidur melainkan terbang mengelilingi pohon telebih
dahulu selama beberapa menit. Perilaku tersebut diduga berkaitan dengan faktor
keamanan dan kenyaman yang dipengaruhi oleh aktivitas manusia yang melewati
lokasi tersebut.
Terdapat 4 lokasi yang digunakan jalak putih untuk beristirahat, yaitu
Semen Silo, DAM Fatmawati dan Geomin. Keempat lokasi penemuan jalak putih
ini merupakan hutan dengan tipe hutan tanaman. Satwa ini menggunakan vegetasi
pada tingkat semai, pancang, tiang dan pohon sebagai tempat untuk beristirahat
(Tabel 12).
Tabel 12 Daftar jenis tumbuhan di tempat istirahat jalak putih
Jenis
Nama Ilmiah
Suku
INP (%)
Semai
Ganitri
Elaeocarpus angustifolius
Elaeocarpaceae
30,17
Kaliandra
Calliandra calothyrsus
Fabaceae
117,80
Rasamala
Altingia excelsa
Hamamelidaceae
26,78
Pancang
Ganitri
Elaeocarpus angustifolius
Elaeocarpaceae
21,54
Kaliandra
Calliandra calothyrsus
Fabaceae
94,31
Kopi arabika
Coffea arabica
Rubiaceae
26,63
Tiang
Gmelina
Gmelina arborea
Verbenaceae
41,19
Kaliandra
Calliandra calothyrsus
Fabaceae
124,45
Kopi arabika
Coffea arabica
Rubiaceae
54,56
Pohon
Gmelina
Gmelina arborea
Verbenaceae
112,14
Kayu afrika
Maesopsis eminii
Rhamnaceae
72,14
Nangka
Artocarpus heterphyllus
Moraceae
52,83
Tabel 12 menunjukkan bahwa jenis tumbuhan yang mendominasi tipe
vegetasi semai, pancang dan tiang adalah kaliandra (Calliandra calothyrsus) dan
tipe vegetasi pohon didominasi oleh tumbuhan gmelina (Gmelina arborea). Jalak
putih yang ditemukan pada saat pemantauan sering beristirahat pada kedua jenis
tumbuhan tersebut. Keempat tipe vegetasi tersebut juga dimanfaatkan oleh jalak
putih untuk berjemur, bertengger dan memelihara tubuh.
3. Aktivitas Jalak Putih di Alam
Pemantauan dilakukan oleh tim monitoring dengan melihat aktivitas harian
jalak putih yang dilakukan setelah dilepasliarkan. Hal ini dilakukan untuk melihat
perkembangan yang terjadi pada adaptasi jalak putih terhadap lingkungan barunya.
Terdapat 13 jenis aktivitas jalak putih yang teramati di alam selama masa
pemantauan dengan 3 jenis aktivitas yang mengindikasikan bahwa satwa tersebut
sudah beradaptasi dengan lokasi pelepasliaran sebagai habitatnya. Aktivitas
tersebut dijelaskan dalam Tabel 13.

21

Jenis Aktivitas
Menelisik bulu
Membersihkan
paruh
Menggaruk
kepala
Mandi

Berjemur

Mengguncang
kan tubuh
(body shaking)

Bertengger
Melihat ke kiri
dan kanan
Terbang

Makan

Berjalan
Bersuara
Menari sambil
bersuara

Tabel 13 Aktivitas jalak putih di alam
Definisi
Tujuan
Menguraikan bulu-bulu
Membersihkan, merapikan dan
menggunakan paruh
menghaluskan
Menggosokkan paruh ke
Menghilangkan kotoran dari
dahan atau ranting
paruh
Mengangkat salah satu kaki
Perawatan bulu pada bagian
dan menggaruk daerah kepala