Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
IDENTIFIKASI PEUBAH SOSIAL PENENTU
KEBERHASILAN PELESTARIAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
INTAN PURNAMASARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi Stresemann, 1912) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Intan Purnamasari
NIM E34090039
ABSTRAK
INTAN PURNAMASARI. Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan
Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912). Dibimbing
oleh ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah satwa
endemik yang saat ini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional
Bali Barat (TNBB). Jalak bali termasuk kedalam satwa terancam punah
berdasarkan kategori IUCN. Kegiatan pelestarian jalak bali dapat dilakukan
di dalam maupun di luar habitat alaminya, salah satunya melalui kegiatan
penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah sosial
masyarakat Desa Sumberklampok yang berperan dalam keberhasilan
pelestarian jalak bali. Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok,
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali pada bulan
Februari sampai Maret 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
observasi dan wawancara kepada 79 responden yang terdiri dari 19 orang
anggota kelompok penangkar dan 60 orang non anggota kelompok
penangkar yang dipilih secara acak. Peubah-peubah yang diamati adalah
karakteristik responden, peubah budaya dan peubah pelestarian jalak bali
yang dianalisis menggunakan uji chi square pada selang kepercayaan 95%
dengan menggunakan software SPSS versi 20. Uji chi square menunjukkan
bahwa terdapat korelasi nyata antara karakteristik responden dan peubah
budaya, dengan peubah pelestarian jalak bali sebagai berikut: cerita rakyat,
pengetahuan, keanggotaan dalam organisasi penangkar dan penghasilan
responden berkorelasi dengan lama menangkar jalak bali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peubah sosial penentu keberhasilan pelestarian jalak
bali di penangkaran Desa Sumberklampok adalah peubah ekonomi dan
budaya.
Kata kunci: Desa Sumberklampok,
penangkaran
jalak
bali,
peubah
pelestarian,
INTAN PURNAMASARI. Identification of Determinant Societal Variables
for Successful Bali Mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
Conservation. Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO
SANTOSA.
Bali mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) is a critically
endangered endemic species currently confined only in Bali Barat National
Park. Conservation within and outside their natural habitat is necessary,
one of such through captive breeding program. This research was intented
to identify the variables influencing the performance of bali mynah
conservation in captive breeding programme. Research was conducted at
Sumberklampok Village from February to March 2013 using direct
observation and interview methods involving 19 members of breeder
organization and 60 non members, who were selected using random
sampling. Respondents’ characteristics, cultural variables and bali mynah
preservation variables were observed. Data was analyzed using chi square
test ran on SPSS version 20. Results showed that cultural variables were
significantly correlated with preservation variables. Folklore about bali
mynah, knowledge of bali mynah, participation in captive breeding
organization and income had significant correlations with length of period
in conducting captive breeding. The research further concluded that the
determinant societal variables in achieving successful bali mynah
preservation could be categorized as economic and cultural variables.
Keywords: bali mynah, conservation
Sumberklampok Village
variable,
captive
breeding,
ABSTRAK
INTAN PURNAMASARI. Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan
Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912). Dibimbing oleh
ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah satwa endemik
yang saat ini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB). Jalak bali termasuk kedalam satwa terancam punah berdasarkan kategori
IUCN. Kegiatan pelestarian jalak bali dapat dilakukan di dalam maupun di luar
habitat alaminya, salah satunya melalui kegiatan penangkaran. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi peubah sosial masyarakat Desa Sumberklampok
yang berperan dalam keberhasilan pelestarian jalak bali. Penelitian dilakukan di
Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali
pada bulan Februari sampai Maret 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode observasi dan wawancara kepada 79 responden yang terdiri dari 19 orang
anggota kelompok penangkar dan 60 orang non anggota kelompok penangkar
yang dipilih secara acak. Peubah-peubah yang diamati adalah karakteristik
responden, peubah budaya dan peubah pelestarian jalak bali yang dianalisis
menggunakan uji chi square pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan
software SPSS versi 20. Uji chi square menunjukkan bahwa terdapat korelasi
nyata antara karakteristik responden dan peubah budaya, dengan peubah
pelestarian jalak bali sebagai berikut: cerita rakyat, pengetahuan, keanggotaan
dalam organisasi penangkar dan penghasilan responden berkorelasi dengan lama
menangkar jalak bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah sosial penentu
keberhasilan pelestarian jalak bali di penangkaran Desa Sumberklampok adalah
peubah ekonomi dan budaya.
Kata kunci : Desa Sumberklampok, jalak bali, peubah pelestarian, penangkaran
INTAN PURNAMASARI. Identification of Determinant Societal Variables for
Successful Bali Mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) Conservation.
Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO SANTOSA.
Bali mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) is a critically
endangered endemic species currently confined only in Bali Barat National Park.
Conservation within and outside their natural habitat is necessary, one of such
through captive breeding program. This research was intented to identify the
variables influencing the performance of bali mynah conservation in captive
breeding programme. Research was conducted at Sumberklampok Village from
February to March 2013 using direct observation and interview methods
involving 19 members of breeder organization and 60 non members, who were
selected using random sampling. Respondents’ characteristics, cultural variables
and bali mynah preservation variables were observed. Data was analyzed using
chi square test ran on SPSS version 20. Results showed that cultural variables
were significantly correlated with preservation variables. Folklore about bali
mynah, knowledge of bali mynah, participation in captive breeding organization
and income had significant correlations with length of period in conducting
captive breeding. The research further concluded that the determinant societal
variables in achieving successful bali mynah preservation could be categorized as
economic and cultural variables.
Keywords: bali mynah, conservation variable, captive breeding, Sumberklampok
Village
IDENTIFIKASI PEUBAH SOSIAL PENENTU
KEBERHASILAN PELESTARIAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
INTAN PURNAMASARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak
Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
Nama
: Intan Purnamasari
NIM
: E34090039
Disetujui oleh
Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Yanto Santosa, DEA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Identifikasi Peubah
Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi
Stresemann, 1912) berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian
berlangsung dan dalam penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Taman Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg,
Keluarga Bapak Nana Rukmana, Bapak Ismu, Bapak Abdul Kadi, Mas Andre,
Mas Ari, Mas Ganda, Mas Boneng, dan Rita Novita, yang telah banyak membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, kakak-kakak ku tercinta, seluruh keluarga besar KSHE, HIMAKOVA dan
anggrek hitam, serta sahabat-sahabat terbaik saya atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Intan Purnamasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
1
Tujuan
2
Manfaat
2
METODE
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
2
Teknik Pengumpulan Data
4
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
Karakteristik Responden
7
Peubah Budaya
9
Peubah Pelestarian Jalak Bali
11
Hubungan antar Karakteristik Responden
11
Hubungan antara Peubah Budaya dengan Karakteristik Responden
13
Hubungan antara Peubah Pelestarian dengan Karakteristik Responden
14
Hubungan antara Peubah Pelestarian dengan Peubah Budaya
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
55
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis data yang dikumpulkan
Persentase karakteristik responden
Persentase responden berdasarkan sistem religi
Persentase tingkat pengetahuan responden
Data kegiatan penangkaran jalak bali
Hubungan antar karakteristik responden
Hubungan antara peubah budaya dengan karakteristik responden
Hubungan antara peubah pelestarian dengan karakteristik responden
Hubungan antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
3
7
9
10
11
12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian
2 Kandang jalak bali
2
7
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Panduan wawancara
Lembar kuesioner
Hasil analisis chi-square antar karakteristik responden
Hasil analisis chi-square antara karakteristik responden dengan peubah
budaya
5 Hasil analisis chi-square antara karakteristik responden dengan peubah
pelestarian jalak bali
6 Hasil analisis chi-square antara peubah budaya dengan peubah
pelestarian jalak bali
19
21
22
26
37
46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) merupakan satwa
endemik yang saat ini habitat alaminya hanya ditemukan di Taman Nasional Bali
Barat (TNBB) dan menurut International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN) version 3.1 (2012) termasuk kedalam satwa yang
berstatus terancam punah (critically endangered). Alikodra (1987) menyatakan
bahwa jalak bali memiliki sifat biologis yang peka terhadap gangguan,
memerlukan sarang khusus untuk berkembangbiak, serta mengalami tekanan dari
masyarakat karena memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Kegiatan pelestarian
oleh karenanya penting dilakukan untuk meningkatkan kondisi populasi jalak bali
baik secara insitu maupun eksitu melalui kegiatan penangkaran, salah satunya
yaitu penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok.
Telah banyak kajian yang dilakukan untuk mengidentifikasi peubah-peubah
penentu keberhasilan pengelolaan populasi satwaliar di alam maupun di
penangkaran, namun sebagian besar masih berhubungan dengan peubah satwaliar
itu sendiri (Teddy 1998; Prayana 2012; Purwaningsih 2012; Ratnawati 2012; Azis
2013). Penelitian yang mengkaji peubah-peubah sosial dalam keberhasilan
pelestarian jalak bali serta teruji secara statistik masih belum ditemukan. Alikodra
(1987), Bayu (2000), Kusnanto (2000) dan Suansa (2011) menyatakan bahwa
masyarakat yang memiliki interaksi kuat dengan kawasan konservasi memberikan
pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan kawasan karena mereka adalah pihak
yang paling memahami kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. Kajian
mengenai peubah sosial terkait dengan keberhasilan kegiatan penangkaran jalak
bali yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok oleh karenanya
penting untuk dilakukan.
Rumusan Masalah
Kegiatan pelestarian dapat dipengaruhi oleh karakteristik internal manusia
yang melakukan kegiatan tersebut dan juga tingkat kebutuhannya. Hasil penelitian
Syarif (2010) menunjukkan pertumbuhan tinggi pohon kedawung berkorelasi
positif dengan petani yang menanamnya dengan rasa suka sedangkan hasil
penelitian Wello (2008) menunjukkan keberadaan spesies tertentu yang digunakan
masyarakat Sumba untuk kebutuhan adat, konsumsi, dan kebutuhan rumah. Lebih
lanjut, Tarigan (1993) menyatakan bahwa partisipasi seseorang dipengaruhi oleh
(1) keadaan sosial yaitu pendidikan, pendapatan, kebiasaan, kepemimpinan,
keadaan keluarga, kemiskinan, kedudukan sosial, dan lainnya; (2) program
pembangunan; dan (3) tingkat pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan mengenai
manfaat dari suatu kegiatan akan membentuk sikap positif yang kemudian
memunculkan niat dan diimplementasikan dalam bentuk perilaku.
Karakteristik sosial yang terukur secara kuantitatif dengan demikian
menjadi penting untuk dikaji terkait dengan keberhasilan penangkaran jalak bali
di Desa Sumberklampok. Kuantifikasi menjadi penting untuk mendeskripsikan
data secara kuantitatif, membandingkan, menganalisis hubungan serta melakukan
pendugaan atau peramalan.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah sosial yang
berperan dalam pelestarian jalak bali di Desa Sumberklampok.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama bagi
pengelola kawasan konservasi dalam meningkatkan upaya pemberdayaan
masyarakat dalam pelestarian satwaliar secara eksitu.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng Provinsi Bali (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada bulan
Februari sampai Maret 2013.
`
Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
perekam suara, kamera, panduan wawancara (Lampiran 1), dan kuesioner
(Lampiran 2).
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Peubah sosial yang dikaji mencakup karakteristik masyarakat dan unsur-unsur
budaya secara universal menurut Koentjaraningrat (2002).
3
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
No.
1.
Jenis Data
Peubah Sosial
a. Karakteristik
masyarakat
b. Peubah
Budaya
Parameter
Variabel
Sumber Data
Karakteristik
responden
Suku, profesi penangkar, tingkat
pendidikan, pendapatan, umur,
masa mukim
Wawancara
Sistem religi
dan upacara
keagamaan
Jumlah penggunaan jalak bali
dalam upacara keagamaan,
intensitas pemanfaatan, bentuk
pemanfaatan, asal jalak bali yang
dimanfaatkan, jumlah individu
jalak bali yang dimanfaatkan
dalam satu jenis upacara
keagamaan
Wawancara
Sistem
organisasi &
kemasyarakatan
Jumlah peraturan tertulis dan
tidak tertulis, organisasi
kemasyarakatan
Wawancara,
observasi
Kesenian
Jumlah penggunaan jalak bali
dalam tarian, lagu, puisi, sajak,
gurindam, lukisan, dongeng,
cerita rakyat, dan simbol-simbol
Wawancara
Pengetahuan
Tingkat & sumber pengetahuan
Wawancara
Bahasa
Jumlah penggunaan jalak bali
Wawancara
sebagai nama jalan, merk, nama
observasi
tempat, nama musim, nama bulan
Mata
Pencaharian
Jumlah penggunaan spesies secara Wawancara,
ekonomi, Intensitas pengambilan observasi
(bahan konsumsi, obat, atau
perdagangan)
Sistem
Teknologi dan
Peralatan
Jumlah penggunaan unsur jalak
bali dalam sistem teknologi dan
peralatan (alat produktif, senjata,
wadah, sumber api, pengolahan
makanan, pembuat makanan,
tempat berlindung dan alat
transfer)
Wawancara,
observasi
2.
Peubah
Pelestarian
Kegiatan
penangkaran
Jumlah populasi, Jumlah
Wawancara,
kematian dan kelahiran,
Observasi
Manajemen penangkaran (pakan,
kandang, kesehatan, reproduksi,
SDM, sanitasi), Akses untuk
melakukan penangkaran, Pihak
yang terlibat dalam penangkaran,
Jumlah bibit awal, Jumlah yang
terjual, Jumlah yang ilepasliarkan,
Jumlah dana yang dikeluarkan
3.
Jenis satwa
yang ditangkar
Jalak Bali
Bioekologi jalak bali,
Studi pustaka
4.
Lokasi studi
Kondisi lokasi
penelitian
Letak, luas, iklim, topografi,
demografi masyarakat
Studi pustaka
4
Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data primer meliputi wawancara dan observasi
lapang. Selain itu dilakukan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka.
a. Wawancara
Wawancara menggunakan panduan wawancara dan kuesioner dengan unit
sampel yaitu kepala keluarga. Jumlah responden yang diambil sebanyak 79
responden yang terdiri atas 19 responden anggota kelompok organisasi penangkar
(15 orang penangkar dan 4 orang calon penangkar jalak bali) yang diambil secara
sensus serta 60 responden yang diambil secara acak berdasarkan keterwakilan
suku yaitu Bali dan Madura dengan jumlah masing-masing 30 responden.
b. Observasi lapang
Kegiatan observasi dilakukan terhadap aktivitas penangkaran jalak bali oleh
para penangkar, serta kegiatan harian masyarakat Sumberklampok.
c. Studi Pustaka
Pustaka dikumpulkan melalui laporan Desa Sumberklampok tahun 2012,
laporan bulanan kelompok penangkar jalak bali, serta karya ilmiah.
Analisis Data
Penentuan korelasi antar peubah karakteristik responden dan peubah
budaya terhadap peubah pelestarian dilakukan dengan menggunakan uji chi
square. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 20. Pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic significance) sebagai
berikut:
1. Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima
2. Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak atau H 1 diterima
Peubah-peubah yang menunjukan adanya korelasi kemudian dipilih sebagai
peubah penentu kelestarian jalak bali.
Hubungan antar karakteristik responden
Pengujian dilakukan terhadap 79 responden. Peubah yang diuji yaitu R 1 ,
R 2 , R 3 , R 4 , R 5 dan R 6 yang menghasilkan 15 pasang peubah. Hipotesa yang
dibangun :
H 0 = R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6 tidak berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim
Hubungan karakteristik responden dengan peubah budaya
Pengujian dilakukan terhadap 79 responden. Peubah budaya yang diuji
adalah X 1 , X 2 , X 3 , X 4 , dan X 5 dengan 5 peubah responden yaitu R 1 , R 2 , R 3 , R 4 ,
R 5 dan R 6 yang menghasilkan 30 pasang peubah. Hipotesa yang dibangun :
H 0 = X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5 tidak berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
5
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim; X 1 = Jumlah upacara keagamaan yang
melibatkan jalak bali; X 2 = Jumlah peraturan mengenai jalak bali; X 3 = Jumlah
kesenian dengan unsur jalak bali; X 4 = Tingkat pengetahuan mengenai jalak bali;
X 5 = Jumlah penggunaan jalak bali dalam terminology atau penamaan.
Hubungan peubah budaya dengan pelestarian jalak bali
Pengujian dilakukan terhadap 30 responden yang terdiri atas 15 responden
penangkar dan 15 responden non penangkar. Peubah kelestarian yang diuji adalah
Y 1 , Y 2 , Y 3 , Y 4 , Y 5 , Y 6 , Y 7 , dan Y 8 dengan 5 peubah budaya yaitu X 1 , X 2 , X 3 ,
X 4 , dan X 5 yang menghasilkan 40 pasang peubah. Hipotesa yang dibangun :
H 0 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 tidak berkorelasi dengan X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5
H 1 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 berkorelasi dengan X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5
Keterangan :
X 1 = Jumlah upacara keagamaan yang melibatkan jalak bali; X 2 = Jumlah
peraturan mengenai jalak bali; X 3 = Jumlah kesenian yang mengandung unsur
jalak bali (tarian, nyanyian, puisi, sajak, lukisan, dongeng, lagu dan simbol-simbol
dalam masyarakat); X 4 = Tingkat pengetahuan mengenai jalak bali; X 5 = Jumlah
penggunaan jalak bali sebagai nama jalan, nama tempat, brand, nama musim,
nama bulan; Y 1 = Jumlah individu dalam populasi; Y 2 = Jumlah anakan yang
dihasilkan; Y 3 = Jumlah anakan yang lahir; Y 4 = Jumlah anakan yang mati; Y 5 =
Lama menangkar; Y 6 = Jumlah bibit awal jalak bali; Y 7 = Jumlah jalak bali yang
terjual; Y 8 = Jumlah jalak bali yang dilepasliarkan.
Peubah-peubah responden penentu pelestarian jalak bali
Pengujian dilakukan terhadap 30 responden yang terdiri atas 15 responden
penangkar dan 15 responden non penangkar. Peubah pelestarian yang diuji adalah
Y 1 , Y 2 , Y 3 , Y 4 , Y 5 , Y 6 , Y 7 , dan Y 8 dengan 5 peubah responden yaitu R 1 , R 2 , R 3 ,
R 4 , R 5 dan R 6 yang menghasilkan 48 pasang peubah. Variabel yang berkorelasi
dipilih sebagai peubah penentu kelestarian jalak bali. Hipotesa yang dibangun :
H0
=
Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8
tidak
berkorelasi
dengan
R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat Pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim; Y 1 = Jumlah individu dalam populasi; Y 2
= Jumlah anakan yang dihasilkan; Y 3 = Jumlah anakan yang lahir; Y 4 = Jumlah
anakan yang mati; Y 5 = Lama menangkar; Y 6 = Jumlah bibit awal jalak bali; Y 7 =
Jumlah jalak bali yang terjual; Y 8 = Jumlah yang dilepasliarkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Desa Sumberklampok merupakan desa enclave di Taman Nasional Bali
Barat dengan luas wilayah sebesar 28.969,67 Ha yang terdiri dari hutan lindung
seluas 28.383,26 Ha dan pemukiman masyarakat seluas 32 Ha (Peraturan Desa
Sumberklampok No. 1/2011 tentang Rencana pembangunan jangka menengah
Desa Sumberklampok tahun 2011-2016). Desa Sumberklampok secara
administratif terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Selat Bali
Sebelah selatan : Hutan tutupan/ Kabupaten Jembrana
Sebelah Barat : Cekik / Gilimanuk
Sebelah Timur : Desa Pejarakan
Desa Sumberklampok terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun Tegal Bunder,
Dusun Sumberklampok dan Dusun Sumber Batok. Jumlah penduduk Desa
Sumberklampok sebanyak 3.184 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
869. Sebagian besar masyarakat Desa Sumberklampok bekerja sebagai petani
lahan kering dengan produksi utamanya jagung, cabe, kacang tanah dan ketela
pohon. Sebagian lagi menggantungkan hidupnya dari pekerjaan mencari kayu
bakar untuk dijual. Masyarakat desa tersebut sering berinterkasi dengan kawasan
untuk mengakses sumberdaya berupa kayu bakar, kayu sonokeling, madu hutan
dan daun-daun untuk pakan ternak (Ismu 2008).
Desa Sumberklampok memiliki tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang
tinggi, terdiri dari penduduk asli Bali, Jawa, Madura dan Bugis dengan latar
belakang yang berbeda. Penduduk yang berasal dari Madura pada jaman Belanda
didatangkan untuk membuka lahan hutan menjadi perkebunan kelapa, kayu putih
dan kapuk, sedangkan penduduk Bali yang menetap di kawasan tersebut
dibedakan menjadi 3 yaitu (1) Kabupaten Karangasem yang mengungsi pada saat
terjadi letusan Gunung Agung, (2) Pulau Nusa Penida, dan (3) Eks transmigran
Timor Leste (Ismu 2008). Desa Sumberklampok memiliki berbagai kelompok
masyarakat untuk menunjang kehidupan sosial masyarakat seperti kelompok dasa
wisama, seka tempak, seka duka, kelompok tani, kelompok nelayan, ratipan, seka
truna truni untuk kelompok pemuda serta kelompok kesenian tradisional seperti
seka gong ibu-ibu, seka gong bapak-bapak, seka gong anak-anak serta kelompok
kesenian adrah bagi umat muslim. Kelompok-kelompok sosial tersebut dapat
meningkatkan kretifitas masyarakat dan kerukunan antar sesama.
Desa Sumberklampok juga memiliki kelompok penangkar jalak bali yang
bernama Manuk Jegeg. Manuk jegeg memberikan akses kepada masyarakat Desa
Sumberklampok untuk ikut berpatisipasi dalam pelestarian jalak bali melalui
kegiatan penangkaran jalak bali. Kegiatan penangkaran jalak bali di Desa
Sumberklampok berlangsung sejak November 2010. Penangkaran tersebut
bertujuan untuk (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) meningkatkan
peran serta masyarakat dalam konservasi jalak bali secara eksitu; dan (3)
mengembalikan citra Desa Sumberklampok melalui Desa Wisata Konservasi
berbasis jalak bali.
Sebanyak 24,05% responden menjadi anggota organisasi penangkar jalak
bali bernama Manuk Jegeg. Sebanyak 15 orang anggotanya telah menjadi
penangkar dan 11 diantaranya telah memiliki izin resmi menangkarkan jalak bali
sedangkan sisanya menangkarkan jalak bali milik Yayasan Ainul Yaqin dengan
sistem bagi hasil dan 4 orang anggota masih menjadi calon penangkar. Mereka
7
masih dalam tahap mempersiapkan sarana dan prasarana (Gambar 2) penangkaran
jalak bali yang merupakan syarat utama untuk seorang penangkar.
Gambar 2 Kandang jalak bali
Karakteristik Responden
Karakteristik penangkar pada Tabel 2 meliputi gaya hidup dan kepribadian
termasuk didalamnya motivasi untuk melakukan suatu kegiatan yang menurut
Kotler (1980) dalam Setyono et al. (1991) merupakan karakteristik psikografik.
Karakteristik seperti umur, pendidikan, dan lainnya dapat mempengaruhi
kemampuan dan kemauan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam suatu
kegiatan (Amba 1998).
Tabel 2 Persentase karakteristik responden
Karakteristik Responden
Asal
Umur
Pendidikan
Masa mukim
Penghasilan per
bulan
Asal Responden
Penangkar
Non penangkar
Madura
66,70%
51,60%
Bali
33,30%
48,40%
22-40 tahun
20,00%
46,90%
41-59 tahun
60,00%
31,20%
60-78 tahun
20,00%
21,90%
Rendah
40,00%
54,70%
Sedang
53,30%
42,20%
Tinggi
6,70%
3,10%
5-28 tahun
6,70%
32,80%
29-52 tahun
73,30%
46,90%
53-76 tahun
20,00%
20,30%
< Rp 1.500.000
13,30%
56,20%
Rp 1.500.000 ≤ x < Rp 3.000.000
80,00%
39,10%
≥ Rp 3.000.000
6,70%
4,70%
8
Responden asal Madura (66,70%) adalah buruh di perkebunan kelapa milik
Belanda yang sengaja didatangkan pada tahun 1822, sedangkan responden asal
Bali adalah pengungsi Kabupaten Karangasem akibat letusan Gunung Agung
pada tahun 1963, pendatang dari Pulau Nusa Penida, dan Eks transmigran Timor
Leste yang datang pada tahun 2000 (Ismu 2008). Asal daerah akan berimplikasi
pada persepsi tentang nilai aturan dan norma kelompok serta peran yang
merupakan aspek-aspek kultur subyektif (cara khas suatu golongan kebudayaan
memandang lingkungan sosialnya) (Siswiyanti 2006).
Umur Responden
Sebaran umur responden bervariasi antara 22 sampai 76 tahun (Tabel 2)
dengan mayoritas kelas umur produktif (15-65 tahun) (Lembaga Demografi FEUI 1980) dan digolongkan dalam kelas umur (KU) dewasa (Santrock 1996).
Slamet (1985) dalam Amba (1998) menyatakan bahwa untuk dapat berpartisipasi,
seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan. Kemampuan seseorang
berkorelasi erat dengan umur. Sebanyak 80% penangkar ada dalam KU dewasa
produktif sehingga mampu berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian jalak bali.
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan dibedakan berdasarkan jangka menempuh pendidikan
yang menurut Aprollita (2008) dapat dikategorikan sebagai rendah (≤6 tahun),
sedang (7-11 tahun), dan tinggi (12-21 tahun). Sebanyak 53,30% penangkar
berpendidikan sedang sedangkan 54,70% non penangkar berpendidikan rendah
(Tabel 2). Pendidikan akan mempengaruhi cara bertindak dan berfikir seseorang
(Amba 1998), semakin tinggi pendidikan diharapkan semakin baik pula cara
berfikir dan cara bertindak untuk terlibat dalam suatu kegiatan.
Masa Mukim Responden
Masa mukim responden bervariasi antara 5 sampai 76 tahun (Tabel 2).
Mayoritas responden lahir dan besar di Desa Sumberklampok. Sastropoetro
(1998) dalam Amba (1998) menyatakan bahwa keadaaan sosial masyarakat,
keadaaan alam sekitar, keadaan goegrafis daerah, dan kebiasaan lama dalam
masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang. Masa mukim
responden yang tinggi (73,30%) menunjukkan adanya manfaat yang diperoleh
yang mendorong timbulnya rasa bertanggungjawab akan potensi sumberdaya
alam di sekitar mereka dengan menjadi seorang penangkar jalak bali.
Penghasilan Responden
Penghasilan responden per bulan berada pada sebaran Rp 1.500.000 ≤ x <
Rp 3.000.000 (Tabel 2). Sebanyak 86,70% penangkar memiliki penghasilan yang
berada diatas upah minimum regional berdasarkan peraturan Gubernur Bali No.
44 Tahun 2012 tentang Upah minimum Kabupaten Buleleng tahun 2013 yaitu
sebesar Rp.1.200.000/bulan. Slamet (1985) dalam Amba (1998) menyatakan
bahwa partisipasi ditentukan kemampuan, kemauan, dan kesempatan.
Kemampuan dan kesempatan erat kaitannya dengan pendapatan. Sebagian besar
penangkar jalak bali memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
non penangkar (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Madrie (1986) dalam
9
Amba (1998) bahwa besar pendapatan berkorelasi positif dengan kemampuan dan
kesanggupan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Peubah Budaya
Budaya memiliki peran penting dalam pelestarian spesies. Pelestarian budaya
menurut Ramakrishan (2007) memberikan pengaruh yang positif terhadap
kelestarian spesies, sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat Baduy yang
menggunakan pengetahuan tradisionalnya dalam pengelolaan hutan sehingga
tercapai pola pengelolaan hutan yang berkelanjutan berdasarkan hasil penelitian
Suansa (2011). Identifikasi peubah budaya dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan pendekatan unsur budaya menurut Koentjaraningrat (2002) yang
meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi, dan
peralatan.
Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Sistem religi dan upacara keagamaan mengindikasikan berbagai
pemanfaatan spesies dalam kegiatan keagamaan. Upacara keagamaan hanya
ditemukan pada responden yang beragama Hindu (Tabel 3) yang disebut tumpek
kandang bertujuan untuk keselamatan hewan peliharaan dan dilakukan setiap 6
bulan sekali.
Tabel 3 Persentase responden berdasarkan sistem religi
Sistem religi
Hindu
Islam
Profesi Responden
Penangkar
Non penangkar
33,33 %
66,67 %
49,12 %
50,88 %
Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Unsur-unsur dalam organisasi sosial diatur oleh adat istiadat dan aturanaturan mengenai berbagai kesatuan di lingkungan dimana seseorang hidup dan
bergaul dari hari ke hari (Koentjaraningrat 2002). Peraturan tertulis mengenai
perlindungan sumberdaya alam tertuang dalam peraturan adat warga Bali (awigawig) yang diperjelas dalam Pararem yaitu aturan adat yang berlaku untuk 1
banjar (dusun) disertai penjelasan mengenai sanksi dan denda jika terjadi
pelanggaran. Bunyi awig-awig adalah sebagai berikut:
“sareng miara keasrian tur kelestarian wana ring wewengkon desa”.
“sareng miara keasrian tur kelestarian segara miwah pantai ring wewidangan
desa adat”.
(terjemahan: “ikut serta memelihara keindahan dan kelestarian hutan di wilayah desa”.
“ikut serta memelihara keindahan dan kelestarian laut dan pantai di wilayah desa adat”).
Organisasi sosial kelompok penangkar jalak bali di Desa Sumberklampok
bernama Manuk Jegeg. Manuk Jegeg memberi akses kepada masyarakat untuk
10
dapat menjadi penangkar jalak bali dan merupakan wadah untuk bertukar
pengalaman mengenai teknik pemeliharaan dan pengetahuan jalak bali.
Kesenian
Jalak bali yang hidup di Desa Sumberklampok dalam cerita rakyat, tidak
diperbolehkan untuk ditangkap dan dikonsumsi karena rasa dagingnya yang pahit
yang dikarenakan jalak bali kerap memanfaatkan pohon kayu pahit sebagai
pakannya. Seluruh penangkar jalak bali mengetahui cerita tersebut yang
disampaikan secara turun temurun.
Sistem Pengetahuan
Sebanyak 27,84% responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
jalak bali yang muncul dalam diskusi atau pembicaraan (Tabel 4). Tingkat
pengetahuan responden dibedakan berdasarkan total skor responden atas pilihan
jawaban pada kuesoner yang diberikan mengenai tingkat pengetahuan jalak bali
(Lampiran 2). Tingkat pengetahuan tersebut kemudian dikategorikan sebagai
rendah (38-40), sedang (41-43), dan tinggi (≥ 44).
Tabel 4 Persentase tingkat pengetahuan responden
Tingkat Pengetahuan
Profesi Responden
Penangkar
Non penangkar
0%
0%
18,98%
10,13%
62,03%
8,86%
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
10,13%
62,03%
27,84%
Desa Sumberklampok merupakan habitat alami jalak bali dan merupakan
desa enclave Taman Nasional Bali Barat sehingga masyarakat sering terlibat
dalam kegiatan pelestarian jalak bali oleh TNBB yang salah satunya dilakukan
melalui kegiatan penyuluhan.
Sistem Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi baik melalui tulisan, lisan atau gerakan
yang menunjukkan tujuan yang ingin disampaikan (Anas et al. 1994) yang dapat
muncul dalam penamaan dan terminologi. Nama “jalak bali” tidak ditemukan
digunakan dalam penggunaan nama jalan, brand, tempat, indikator datangnya
suatu musim, dan lainnya.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sitem mata pencaharian mengindikasikan adanya pemanfaatan spesies
secara ekonomi termasuk intensitas pengambilan untuk dijadikan bahan
konsumsi, obat atau pakan ternak, atau perdagangan. Berbeda dari hasil penelitian
Setyono et al. (1991) yang menyimpulkan bahwa usaha ternak sapi potong di
Kecamatan Jonggol dan Cariu, Kabupaten Bogor tidak dikembangkan secara
komersial karena merupakan usaha tabungan, seluruh penangkar jalak bali Desa
Sumberklampok menangkarkan jalak bali karena nilai komersial jalak bali tinggi.
Kegiatan penangkaran itu sendiri sampai saat ini masih belum memberikan
keuntungan secara ekonomi karena belum adanya burung jalak bali yang terjual
11
(menunggu surat izin edar secara resmi). Keuntungan ekonomi yang sudah
didapatkan adalah melalui kegiatan wisata. Tercatat sebanyak 31 kunjungan
dilakukan ke penangkaran jalak bali Desa Sumberklampok pada bulan Juni 2011
hingga Desember 2012 oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Pemasukan dari kegiatan kunjungan wisata saat ini dikelola oleh Manuk Jegeg
untuk kegiatan rekonstruksi habitat untuk rencana persiapan pelepasliaran jalak
bali pada tahun 2014.
Sistem Teknologi dan Peralatan
Terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik dalam
masyarakat yang hidup dari pertanian yang mencakup alat-alat produktif, senjata,
wadah, alat menyalakan api, alat mengolah makanan, pembuat pakaian, tempat
berlindung serta alat transfer (Koentjaraningrat 2002). Tidak ditemukan adanya
pemanfaatan unsur jalak bali dalam sistem teknologi dan peralatan masyarakat
Desa Sumberklampok.
Peubah Pelestarian Jalak Bali
Kegiatan penangkaran jalak bali sudah dimulai sejak November 2010,
namun indukan jalak bali baru diperoleh pada bulan Juni 2011 sebanyak 15
pasang burung yang dipinjamkan oleh Asosiasi Penangkar Curik Bali (APCB).
Data perkembangan kegiatan penangkar jalak bali di Desa Sumberklampok
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data kegiatan penangkaran jalak bali
Peubah Pelestarian
Penangkar ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13
14
15
Lama menangkar
(bulan)
21
21 21 21 21 16
21
7
21 21 21 21
21
21
21
Jumlah total burung
(individu)
3
2
1
5
8
3
7
5
7
7
2
2
2
2
2
Jumlah anakan yang
dimiliki (individu)
1
0
0
5
7
0
8
0
5
5
0
0
0
0
0
Jumlah burung lahir
(individu)
4
0
0
12
9
0
11
0
6
9
0
0
0
2
0
Jumlah burung mati
(individu)
3
0
0
9
3
0
3
0
1
4
0
0
0
2
0
Jumlah burung yang
terjual (individu)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah burung yang
dilepasliarkan ke
alam (individu)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Baru sebanyak 6 orang penangkar dari semua dengan surat izin resmi (40%)
yang sudah berhasil memperoleh anakan. Kendala yang dihadapi adalah
rendahnya daya tetas telur serta tingginya tingkat kematian anakan. Kegagalan
tersebut diduga terkait dengan keterampilan penangkar dan sensitivitas burung
12
jalak bali yang tinggi sehingga mudah stress termasuk akibat kebisingan. Tidak
sedikit lokasi penangkaran yang terletak di dekat jalan raya. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Alikodra (1987) yang menyatakan bahwa jalak bali memiliki
sifat biologis yang sangat peka terhadap adanya gangguan. Mudah mengalami
stress dalam keadaan lingkungan yang tidak wajar, sehingga kemampuan
berkembangbiak sering berjalan tidak normal. Tingkat kematian yang tinggi
terjadi pada awal kegiatan penangkaran. Salah seorang penangkar menyatakan
bahwa sampai dengan bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 9 ekor dari 12
anakan yang diperolehnya mati. Hal ini diduga akibat kurangnya keahlian para
penangkar, serta kurangnya pemeliharaan dan perawatan terhadap burung
sehingga terserang penyakit. Penyakit yang pernah ditemui oleh para penangkar
yaitu folio dan diare. Umumnya burung yang terserang folio akan mengalami
kematian.
Manuk Jegeg telah melakukan berbagai upaya seperti perbaikan pakan dan
kandang, tukar pengalaman dengan penangkar yang telah berhasil, serta
melakukan penukaran indukan kepada APCB yang dilakukan pada tanggal 31
Desember 2012 sebanyak 15 pasang indukan yang dititipkan APCB kepada pihak
TNBB. Para penangkar juga telah melakukan upaya seperti mempelajari perilaku
burung untuk mengetahui pola perilaku harian burung dan pemeliharaan
kesehatan jalak bali dengan pemberian vitamin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, dan pengecekan kesehatan burung setiap hari saat pemberian pakan.
Hubungan antar Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antar karakteristik responden berdasarkan hasil uji
chi-square pada selang kepercayaan 95% disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis
korelasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Umur berkorelasi dengan
masa mukim. Mayoritas responden merupakan masyarakat yang lahir dan besar di
Desa Sumberklampok (Tabel 2). Umur juga berkorelasi dengan pendidikan,
sehingga masa mukim juga berkorelasi dengan pendidikan responden. Responden
yang berumur tua cenderung berpendidikan lebih rendah. Fasilitas umum
termasuk gedung sekolah yang baru dibangun pada tahun 1963 setelah
Sumberklampok ditetapkan dan diakui sebagai desa menyulitkan responden yang
berumur tua untuk mendapatkan pelayanan pendidikan formal.
Tabel 6 Hubungan antar karakteristik responden
Peubah yang berkorelasi
Nilai probabilitas (asymptotic significance)
Umur ~ Masa mukim
Umur ~ Pendidikan
0,000
0,000
Masa mukim ~ Penghasilan
0,023
Masa mukim ~ Asal
0,007
Masa mukim ~ Pendidikan
Penghasilan ~ Profesi
0,004
0,011
Masa mukim berkorelasi dengan penghasilan dan asal reponden. Mayoritas
masyarakat Sumberklampok merupakan petani lahan kering yang lahannya
didapatkan dari hasil waris. Responden asal Madura yang sudah menempati desa
13
tersebut pada pada tahun 1922 cenderung memiliki luas lahan yang lebih besar.
Lahan garapan yang semakin luas berimplikasi pada peningkatan penghasilan.
Penghasilan berkorelasi dengan profesi sebagai penangkar (Tabel 6).
Responden dengan penghasilan tinggi memiliki kecenderungan untuk menjadi
penangkar. Penangkar jalak bali rata-rata telah mengeluarkan biaya sebesar Rp.
5.000.000 untuk mebuat kandang serta Rp 250.000 per bulan untuk biaya pakan
jalak bali. Selain itu dalam surat kerjasama peminjaman indukan jalak bali antara
penangkar dengan pihak Asosiasi Pelestari Jalak Bali (APCB) ditetapkan bahwa
seorang penangkar harus memberikan jaminan berupa sapi jika terjadi kematian
pada indukan jalak bali yang dipinjamkan akibat kelalaian penangkar.
Hubungan Peubah Budaya dengan Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antara peubah budaya dengan karakteristik responden
disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 4. Keanggotaan dalam organisasi penangkar berkorelasi dengan masa
mukim dan profesi responden sebagai penangkar. Sebanyak 93,30% anggota
organisasi merupakan masyarakat asli Sumberklampok yang lahir dan besar di
desa tersebut. Masa mukim responden memiliki korelasi dengan umur responden
(Tabel 6) yang kemudian berkaitan pula dengan profesi responden sebagai
penangkar. Responden menganggap menjadi seorang penangkar membutuhkan
keahlian, ketelitian dan keterampilan yang cukup tinggi sehingga hanya orangorang tertentu saja yang dinilai mampu menjadi penangkar jalak bali. Amba
(1998) menyatakan bahwa keahlian dan ketelitian membutuhkan keterampilan
yang didapat melalui pengetahuan. Responden dengan usia yang lebih tua
cenderung tidak berkeinginan untuk menjadi penangkar jalak bali. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lunandi (1989) dalam Amba (1998) yang menyatakan semakin
tua usia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dan hambatan fisiologis seperti
berkurangnya pendengaran dan penglihatan.
Tabel 7 Hubungan antara peubah budaya dengan karakteristik responden
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Masa mukin
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
0,015
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Penghasilan
0,022
Peubah yang berkorelasi
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Profesi
0,000
Pengetahuan ~ Masa mukim
0,002
Pengetahuan ~ Pendidikan
0,033
Pengetahuan ~ Profesi
0,000
Pengetahuan ~ Penghasilan
0,007
Cerita rakyat ~ Umur
0,008
Cerita rakyat ~ Asal
0,006
Cerita rakyat ~Masa mukim
0,000
Cerita rakyat ~ Penghasilan
0,001
Cerita rakyat ~Profesi
0,000
Peraturan adat ~ Asal
0,000
Peraturan adat ~ Masa mukim
0,007
14
Peubah yang berkorelasi
Upacara adat ~ Profesi
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
0,038
Organisasi penangkar merupakan suatu wadah yang dibangun untuk para
penangkar jalak bali serta masyarakat lain yang ingin berkontribusi dalam
pelestarian jalak bali. Keanggotaan dalam organisasi penangkar akan memberikan
akses kepada anggotanya untuk menjadi penangkar jalak bali. Keanggotaan dalam
organisasi penangkar juga berkorelasi dengan penghasilan responden. Seluruh
penangkar jalak bali merupakan anggota kelompok penangkar. Responden dengan
penghasilan tinggi memiliki kecenderungan untuk menjadi penangkar, sehingga
akan berkorelasi juga dengan keanggotaan organisasi penangkar.
Pengetahuan mengenai jalak bali memiliki hubungan dengan masa mukim
responden. Responden dengan periode masa mukim yang panjang memiliki
tingkat pengetahuan jalak bali yang lebih tinggi. Amba (1998) menyatakan bahwa
pengalaman hidup seseorang dapat meningkatkan kemampuan dan
pengetahuannya. Pengetahuan juga berkorelasi dengan pendidikan akhir
responden yang sejalan dengan pernyataan Amba (1998) bahwa seseorang yang
berpendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Pengetahuan juga berkorelasi dengan profesi responden. Responden dengan
tingkat pengetahuan jalak bali yang tinggi cenderung memiliki keinginan untuk
menjadi penangkar sebagaimana dinyatakan oleh Siswiyanti (2006) bahwa tingkat
pengetahuan seseorang berkorelasi positif dengan tingkat partisipasinya dalam
suatu kegiatan karena pengetahuan akan manfaat yang diterimanya.
Cerita rakyat mengenai jalak bali berkorelasi dengan umur, asal, masa
mukim dan penghasilan responden. Cerita jalak bali lebih bayak diketahui oleh
responden yang usianya tergolong tua, memiliki periode masa mukim yang lebih
panjang, memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan memiliki profesi sebagai
penangkar sehingga responden asal Madura lebih banyak mengetahui cerita
mengenai jalak bali.
Peraturan adat mengenai jalak bali berkorelasi dengan asal dan masa
mukim. Peraturan adat mengenai perlindungan satwa khususnya jalak bali hanya
dimiliki oleh penduduk Bali sehingga akan berkorelasi juga dengan masa mukim
mereka. Upacara adat memiliki korelasi dengan profesi responden sebagai
penangkar. Upacara adat yang melibatkan jalak bali yang ditujukan untuk
keselamatan hewan peliharaan dalam hal ini jalak bali hanya dilakukan oleh
penangkar jalak bali yang berasal dari umat hindu.
Hubungan Peubah Pelestarian dengan Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antara peubah pelestarian dengan karakteristik
responden berdasarkan uji chi chi-square menunjukkan bahwa hanya peubah lama
memelihara yang berkorelasi nyata dengan peubah responden yaitu penghasilan
dan profesi (Tabel 8). Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Tabel 8 Hubungan antara peubah pelestarian dengan karakteristik responden
Peubah yang berkorelasi
Lama memelihara ~ Penghasilan
Nilai probabilitas (asymptotic significance)
0,021
15
Lama memelihara ~ Profesi
0,000
Lama memelihara burung berkorelasi nyata dengan penghasilan responden.
Responden dengan penghasilan tinggi cenderung memiliki periode lama
memelihara jalak bali yang lebih panjang. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh
besarnya modal untuk menjadi seorang penangkar jalak bali serta jumlah biaya
yang harus dikeluarkan setiap bulannya untuk kegiatan penangkaran. Penghasilan
responden yang tinggi akan mampu menutupi biaya penangkaran jalak bali yang
dikeluarkan setiap bulannya sehingga dapat menambah jangka waktu memelihara
jalak bali.
Profesi memiliki hubungan dengan lama memelihara burung jalak bali.
Hubungan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan penangkaran jalak bali
bukan hanya tergantung pada kondisi tempat penangkaran serta kondisi burung
yang ditangkarkan tetapi dipengaruhi pula oleh penangkar. Ketika seseorang
memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan penangkaran dan melakukannya
dengan benar maka berpengaruh terhadap keberhasilan penangkarannya, sehingga
dapat menambah jangka waktu memelihara jalak bali.
Hubungan Peubah Pelestarian dengan Peubah Budaya
Hasil analisis korelasi antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
menggunakan uji chi-square pada selang kepercayaan 95% disajikan pada Tabel
9. Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Periode
lama memelihara burung jalak bali berkorelasi nyata dengan cerita rakyat,
keanggotaan dalam organisasi penangkar dan pengetahuan responden.
Keanggotaan dalam organisasi penangkar memberikan kemudahan dalam
memperoleh akses untuk menjadi penangkar serta memperoleh tambahan
pengetahuan mengenai jalak bali dan teknik menangkar jalak bali, sehingga
keanggotaan organisasi penangkar berkorelasi dengan periode lama memelihara
jalak bali.
Tabel 9 Hubungan antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
Peubah yang berkorelasi
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
Lama memelihara ~ Cerita rakyat
Lama memelihara ~ Keanggotaan dalam organisasi penangkar
0,028
0,000
Lama memelihara ~ Pengetahuan
0,000
Tabel 9 juga menunjukkan adanya hubungan antara cerita rakyat mengenai
jalak bali dengan lama memelihara jalak bali. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Umar (2009) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dapat
dipengaruhi oleh persepsi yang berasal dari pengalaman individu terhadap
lingkungannya. Desa Sumberklampok pada masa lalu merupakan habitat alami
jalak bali, yang melahirkan cerita-cerita rakyat mengenai jalak bali yang hingga
kini masih berkembang. Garibaldi dan Turner (2004) menerangkan bahwa
ditengah-tengah masyarakat terdapat spesies yang memiliki hubungan yang erat
dengan masyarakat dimana mereka tinggal dan tergantung kepadanya dalam
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup serta memegang peranan kunci dalam
kebudayaan suatu kelompok masyarakat yang dapat tercermin dalam
16
kemunculannya pada cerita rakyat yang ada di masyarakat. Cerita rakyat tersebut
kemudian memotivasi masyarakat Desa Sumberklampok untuk mengembalikan
desa mereka sebagai habitat alami jalak bali melalui kegiatan penangkaran jalak
bali. Masyarakat Desa Sumberklampok sedang melakukan persiapan untuk
pelepasliaran jalak bali yang rencananya akan dilakukan pada tahun 2014
mendatang. Kegiatan yang mereka lakukan antara lain persiapan burung yang
akan dilepasliarkan serta persiapan untuk rekonstruksi habitat jalak bali dengan
menanam berbagai jenis pohon yang biasa dimanfaatkan oleh jalak bali di tempattempat yang dahulu merupakan habitat jalak bali di desa mereka.
Terdapat korelasi nyata antara pengetahuan responden dengan lama
memelihara burung jalak bali. Pengetahuan mempengaruhi seseorang dalam
bersikap. Pengetahuan yang tinggi mengenai jalak bali akan mendukung
keberhasilan penangkaran jalak bali yang dilakukan, sehingga dapat memotivasi
responden dalam melanjutkan kegiatan penangkaran jalak bali dalam waktu yang
lebih lama. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Siswiyanti (2006) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin
tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan karena semakin mengetahui
manfaat yang akan diterimanya. Schoorl (1982) dalam Amba (1998) juga
menyatakan bahwa masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan
apabila mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang kegiatan tersebut.
Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suatu kegiatan, maka akan
semakin besar pula kemungkinannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peubah sosial penentu keberhasilan pelestarian jalak bali di Desa
Sumberklampok adalah penghasilan, profesi responden, keanggotaan dalam
organisasi penangkar jalak bali, pengetahuan, serta cerita rakyat mengenai jalak
bali. Peubah-peubah tersebut dikategorikan sebagai peubah ekonomi dan budaya.
Saran
1. Program pemberdayaan masyarakat melalui pelibatan masyarakat dalam
pelestarian spesies hendaknya mempertimbangkan aspek hubungan antara
komunitas lokal dengan spesies yang akan dilestarikan.
2. Diperlukan kajian lebih lanjut meng
KEBERHASILAN PELESTARIAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
INTAN PURNAMASARI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi
Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar
rothschildi Stresemann, 1912) adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Intan Purnamasari
NIM E34090039
ABSTRAK
INTAN PURNAMASARI. Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan
Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912). Dibimbing
oleh ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah satwa
endemik yang saat ini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional
Bali Barat (TNBB). Jalak bali termasuk kedalam satwa terancam punah
berdasarkan kategori IUCN. Kegiatan pelestarian jalak bali dapat dilakukan
di dalam maupun di luar habitat alaminya, salah satunya melalui kegiatan
penangkaran. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah sosial
masyarakat Desa Sumberklampok yang berperan dalam keberhasilan
pelestarian jalak bali. Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok,
Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali pada bulan
Februari sampai Maret 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan metode
observasi dan wawancara kepada 79 responden yang terdiri dari 19 orang
anggota kelompok penangkar dan 60 orang non anggota kelompok
penangkar yang dipilih secara acak. Peubah-peubah yang diamati adalah
karakteristik responden, peubah budaya dan peubah pelestarian jalak bali
yang dianalisis menggunakan uji chi square pada selang kepercayaan 95%
dengan menggunakan software SPSS versi 20. Uji chi square menunjukkan
bahwa terdapat korelasi nyata antara karakteristik responden dan peubah
budaya, dengan peubah pelestarian jalak bali sebagai berikut: cerita rakyat,
pengetahuan, keanggotaan dalam organisasi penangkar dan penghasilan
responden berkorelasi dengan lama menangkar jalak bali. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa peubah sosial penentu keberhasilan pelestarian jalak
bali di penangkaran Desa Sumberklampok adalah peubah ekonomi dan
budaya.
Kata kunci: Desa Sumberklampok,
penangkaran
jalak
bali,
peubah
pelestarian,
INTAN PURNAMASARI. Identification of Determinant Societal Variables
for Successful Bali Mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
Conservation. Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO
SANTOSA.
Bali mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) is a critically
endangered endemic species currently confined only in Bali Barat National
Park. Conservation within and outside their natural habitat is necessary,
one of such through captive breeding program. This research was intented
to identify the variables influencing the performance of bali mynah
conservation in captive breeding programme. Research was conducted at
Sumberklampok Village from February to March 2013 using direct
observation and interview methods involving 19 members of breeder
organization and 60 non members, who were selected using random
sampling. Respondents’ characteristics, cultural variables and bali mynah
preservation variables were observed. Data was analyzed using chi square
test ran on SPSS version 20. Results showed that cultural variables were
significantly correlated with preservation variables. Folklore about bali
mynah, knowledge of bali mynah, participation in captive breeding
organization and income had significant correlations with length of period
in conducting captive breeding. The research further concluded that the
determinant societal variables in achieving successful bali mynah
preservation could be categorized as economic and cultural variables.
Keywords: bali mynah, conservation
Sumberklampok Village
variable,
captive
breeding,
ABSTRAK
INTAN PURNAMASARI. Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan
Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912). Dibimbing oleh
ARZYANA SUNKAR dan YANTO SANTOSA.
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) adalah satwa endemik
yang saat ini habitat alaminya hanya terdapat di Taman Nasional Bali Barat
(TNBB). Jalak bali termasuk kedalam satwa terancam punah berdasarkan kategori
IUCN. Kegiatan pelestarian jalak bali dapat dilakukan di dalam maupun di luar
habitat alaminya, salah satunya melalui kegiatan penangkaran. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi peubah sosial masyarakat Desa Sumberklampok
yang berperan dalam keberhasilan pelestarian jalak bali. Penelitian dilakukan di
Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak Kabupaten Buleleng Provinsi Bali
pada bulan Februari sampai Maret 2013. Pengumpulan data dilakukan dengan
metode observasi dan wawancara kepada 79 responden yang terdiri dari 19 orang
anggota kelompok penangkar dan 60 orang non anggota kelompok penangkar
yang dipilih secara acak. Peubah-peubah yang diamati adalah karakteristik
responden, peubah budaya dan peubah pelestarian jalak bali yang dianalisis
menggunakan uji chi square pada selang kepercayaan 95% dengan menggunakan
software SPSS versi 20. Uji chi square menunjukkan bahwa terdapat korelasi
nyata antara karakteristik responden dan peubah budaya, dengan peubah
pelestarian jalak bali sebagai berikut: cerita rakyat, pengetahuan, keanggotaan
dalam organisasi penangkar dan penghasilan responden berkorelasi dengan lama
menangkar jalak bali. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peubah sosial penentu
keberhasilan pelestarian jalak bali di penangkaran Desa Sumberklampok adalah
peubah ekonomi dan budaya.
Kata kunci : Desa Sumberklampok, jalak bali, peubah pelestarian, penangkaran
INTAN PURNAMASARI. Identification of Determinant Societal Variables for
Successful Bali Mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) Conservation.
Supervised by ARZYANA SUNKAR and YANTO SANTOSA.
Bali mynah (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) is a critically
endangered endemic species currently confined only in Bali Barat National Park.
Conservation within and outside their natural habitat is necessary, one of such
through captive breeding program. This research was intented to identify the
variables influencing the performance of bali mynah conservation in captive
breeding programme. Research was conducted at Sumberklampok Village from
February to March 2013 using direct observation and interview methods
involving 19 members of breeder organization and 60 non members, who were
selected using random sampling. Respondents’ characteristics, cultural variables
and bali mynah preservation variables were observed. Data was analyzed using
chi square test ran on SPSS version 20. Results showed that cultural variables
were significantly correlated with preservation variables. Folklore about bali
mynah, knowledge of bali mynah, participation in captive breeding organization
and income had significant correlations with length of period in conducting
captive breeding. The research further concluded that the determinant societal
variables in achieving successful bali mynah preservation could be categorized as
economic and cultural variables.
Keywords: bali mynah, conservation variable, captive breeding, Sumberklampok
Village
IDENTIFIKASI PEUBAH SOSIAL PENENTU
KEBERHASILAN PELESTARIAN JALAK BALI
(Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
INTAN PURNAMASARI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013
Judul Skripsi : Identifikasi Peubah Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak
Bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912)
Nama
: Intan Purnamasari
NIM
: E34090039
Disetujui oleh
Dr Ir Arzyana Sunkar, MSc
Pembimbing I
Dr Ir Yanto Santosa, DEA
Pembimbing II
Diketahui oleh
Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Identifikasi Peubah
Sosial Penentu Keberhasilan Pelestarian Jalak Bali (Leucopsar rothschildi
Stresemann, 1912) berhasil diselesaikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada
Ibu Dr. Ir. Arzyana Sunkar, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Yanto Santosa, DEA selaku
pembimbing yang telah banyak memberi saran dan arahan selama penelitian
berlangsung dan dalam penulisan skripsi ini. Penghargaan penulis sampaikan
kepada Balai Taman Nasional Bali Barat, Kelompok Penangkar Manuk Jegeg,
Keluarga Bapak Nana Rukmana, Bapak Ismu, Bapak Abdul Kadi, Mas Andre,
Mas Ari, Mas Ganda, Mas Boneng, dan Rita Novita, yang telah banyak membantu
selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah,
ibu, kakak-kakak ku tercinta, seluruh keluarga besar KSHE, HIMAKOVA dan
anggrek hitam, serta sahabat-sahabat terbaik saya atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2013
Intan Purnamasari
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
ix
DAFTAR GAMBAR
ix
DAFTAR LAMPIRAN
ix
PENDAHULUAN
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
1
Tujuan
2
Manfaat
2
METODE
Lokasi dan Waktu
2
Alat dan Bahan
2
Jenis Data
2
Teknik Pengumpulan Data
4
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
5
Karakteristik Responden
7
Peubah Budaya
9
Peubah Pelestarian Jalak Bali
11
Hubungan antar Karakteristik Responden
11
Hubungan antara Peubah Budaya dengan Karakteristik Responden
13
Hubungan antara Peubah Pelestarian dengan Karakteristik Responden
14
Hubungan antara Peubah Pelestarian dengan Peubah Budaya
15
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
16
Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
16
LAMPIRAN
19
RIWAYAT HIDUP
55
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Jenis data yang dikumpulkan
Persentase karakteristik responden
Persentase responden berdasarkan sistem religi
Persentase tingkat pengetahuan responden
Data kegiatan penangkaran jalak bali
Hubungan antar karakteristik responden
Hubungan antara peubah budaya dengan karakteristik responden
Hubungan antara peubah pelestarian dengan karakteristik responden
Hubungan antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
3
7
9
10
11
12
13
14
15
DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi Penelitian
2 Kandang jalak bali
2
7
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
Panduan wawancara
Lembar kuesioner
Hasil analisis chi-square antar karakteristik responden
Hasil analisis chi-square antara karakteristik responden dengan peubah
budaya
5 Hasil analisis chi-square antara karakteristik responden dengan peubah
pelestarian jalak bali
6 Hasil analisis chi-square antara peubah budaya dengan peubah
pelestarian jalak bali
19
21
22
26
37
46
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Jalak bali (Leucopsar rothschildi Stresemann, 1912) merupakan satwa
endemik yang saat ini habitat alaminya hanya ditemukan di Taman Nasional Bali
Barat (TNBB) dan menurut International Union for Conservation of Nature and
Natural Resources (IUCN) version 3.1 (2012) termasuk kedalam satwa yang
berstatus terancam punah (critically endangered). Alikodra (1987) menyatakan
bahwa jalak bali memiliki sifat biologis yang peka terhadap gangguan,
memerlukan sarang khusus untuk berkembangbiak, serta mengalami tekanan dari
masyarakat karena memiliki potensi ekonomi yang tinggi. Kegiatan pelestarian
oleh karenanya penting dilakukan untuk meningkatkan kondisi populasi jalak bali
baik secara insitu maupun eksitu melalui kegiatan penangkaran, salah satunya
yaitu penangkaran jalak bali di Desa Sumberklampok.
Telah banyak kajian yang dilakukan untuk mengidentifikasi peubah-peubah
penentu keberhasilan pengelolaan populasi satwaliar di alam maupun di
penangkaran, namun sebagian besar masih berhubungan dengan peubah satwaliar
itu sendiri (Teddy 1998; Prayana 2012; Purwaningsih 2012; Ratnawati 2012; Azis
2013). Penelitian yang mengkaji peubah-peubah sosial dalam keberhasilan
pelestarian jalak bali serta teruji secara statistik masih belum ditemukan. Alikodra
(1987), Bayu (2000), Kusnanto (2000) dan Suansa (2011) menyatakan bahwa
masyarakat yang memiliki interaksi kuat dengan kawasan konservasi memberikan
pengaruh terhadap keberhasilan pengelolaan kawasan karena mereka adalah pihak
yang paling memahami kondisi lingkungan yang ada di sekitarnya. Kajian
mengenai peubah sosial terkait dengan keberhasilan kegiatan penangkaran jalak
bali yang dilakukan oleh masyarakat di Desa Sumberklampok oleh karenanya
penting untuk dilakukan.
Rumusan Masalah
Kegiatan pelestarian dapat dipengaruhi oleh karakteristik internal manusia
yang melakukan kegiatan tersebut dan juga tingkat kebutuhannya. Hasil penelitian
Syarif (2010) menunjukkan pertumbuhan tinggi pohon kedawung berkorelasi
positif dengan petani yang menanamnya dengan rasa suka sedangkan hasil
penelitian Wello (2008) menunjukkan keberadaan spesies tertentu yang digunakan
masyarakat Sumba untuk kebutuhan adat, konsumsi, dan kebutuhan rumah. Lebih
lanjut, Tarigan (1993) menyatakan bahwa partisipasi seseorang dipengaruhi oleh
(1) keadaan sosial yaitu pendidikan, pendapatan, kebiasaan, kepemimpinan,
keadaan keluarga, kemiskinan, kedudukan sosial, dan lainnya; (2) program
pembangunan; dan (3) tingkat pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan mengenai
manfaat dari suatu kegiatan akan membentuk sikap positif yang kemudian
memunculkan niat dan diimplementasikan dalam bentuk perilaku.
Karakteristik sosial yang terukur secara kuantitatif dengan demikian
menjadi penting untuk dikaji terkait dengan keberhasilan penangkaran jalak bali
di Desa Sumberklampok. Kuantifikasi menjadi penting untuk mendeskripsikan
data secara kuantitatif, membandingkan, menganalisis hubungan serta melakukan
pendugaan atau peramalan.
2
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi peubah-peubah sosial yang
berperan dalam pelestarian jalak bali di Desa Sumberklampok.
Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terutama bagi
pengelola kawasan konservasi dalam meningkatkan upaya pemberdayaan
masyarakat dalam pelestarian satwaliar secara eksitu.
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilakukan di Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak
Kabupaten Buleleng Provinsi Bali (Gambar 1). Penelitian dilakukan pada bulan
Februari sampai Maret 2013.
`
Gambar 1 Lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat tulis,
perekam suara, kamera, panduan wawancara (Lampiran 1), dan kuesioner
(Lampiran 2).
Jenis Data
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 1.
Peubah sosial yang dikaji mencakup karakteristik masyarakat dan unsur-unsur
budaya secara universal menurut Koentjaraningrat (2002).
3
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
No.
1.
Jenis Data
Peubah Sosial
a. Karakteristik
masyarakat
b. Peubah
Budaya
Parameter
Variabel
Sumber Data
Karakteristik
responden
Suku, profesi penangkar, tingkat
pendidikan, pendapatan, umur,
masa mukim
Wawancara
Sistem religi
dan upacara
keagamaan
Jumlah penggunaan jalak bali
dalam upacara keagamaan,
intensitas pemanfaatan, bentuk
pemanfaatan, asal jalak bali yang
dimanfaatkan, jumlah individu
jalak bali yang dimanfaatkan
dalam satu jenis upacara
keagamaan
Wawancara
Sistem
organisasi &
kemasyarakatan
Jumlah peraturan tertulis dan
tidak tertulis, organisasi
kemasyarakatan
Wawancara,
observasi
Kesenian
Jumlah penggunaan jalak bali
dalam tarian, lagu, puisi, sajak,
gurindam, lukisan, dongeng,
cerita rakyat, dan simbol-simbol
Wawancara
Pengetahuan
Tingkat & sumber pengetahuan
Wawancara
Bahasa
Jumlah penggunaan jalak bali
Wawancara
sebagai nama jalan, merk, nama
observasi
tempat, nama musim, nama bulan
Mata
Pencaharian
Jumlah penggunaan spesies secara Wawancara,
ekonomi, Intensitas pengambilan observasi
(bahan konsumsi, obat, atau
perdagangan)
Sistem
Teknologi dan
Peralatan
Jumlah penggunaan unsur jalak
bali dalam sistem teknologi dan
peralatan (alat produktif, senjata,
wadah, sumber api, pengolahan
makanan, pembuat makanan,
tempat berlindung dan alat
transfer)
Wawancara,
observasi
2.
Peubah
Pelestarian
Kegiatan
penangkaran
Jumlah populasi, Jumlah
Wawancara,
kematian dan kelahiran,
Observasi
Manajemen penangkaran (pakan,
kandang, kesehatan, reproduksi,
SDM, sanitasi), Akses untuk
melakukan penangkaran, Pihak
yang terlibat dalam penangkaran,
Jumlah bibit awal, Jumlah yang
terjual, Jumlah yang ilepasliarkan,
Jumlah dana yang dikeluarkan
3.
Jenis satwa
yang ditangkar
Jalak Bali
Bioekologi jalak bali,
Studi pustaka
4.
Lokasi studi
Kondisi lokasi
penelitian
Letak, luas, iklim, topografi,
demografi masyarakat
Studi pustaka
4
Teknik Pengumpulan Data
Kegiatan pengumpulan data primer meliputi wawancara dan observasi
lapang. Selain itu dilakukan pengumpulan data sekunder melalui studi pustaka.
a. Wawancara
Wawancara menggunakan panduan wawancara dan kuesioner dengan unit
sampel yaitu kepala keluarga. Jumlah responden yang diambil sebanyak 79
responden yang terdiri atas 19 responden anggota kelompok organisasi penangkar
(15 orang penangkar dan 4 orang calon penangkar jalak bali) yang diambil secara
sensus serta 60 responden yang diambil secara acak berdasarkan keterwakilan
suku yaitu Bali dan Madura dengan jumlah masing-masing 30 responden.
b. Observasi lapang
Kegiatan observasi dilakukan terhadap aktivitas penangkaran jalak bali oleh
para penangkar, serta kegiatan harian masyarakat Sumberklampok.
c. Studi Pustaka
Pustaka dikumpulkan melalui laporan Desa Sumberklampok tahun 2012,
laporan bulanan kelompok penangkar jalak bali, serta karya ilmiah.
Analisis Data
Penentuan korelasi antar peubah karakteristik responden dan peubah
budaya terhadap peubah pelestarian dilakukan dengan menggunakan uji chi
square. Pengujian dilakukan dengan bantuan software SPSS 20. Pengambilan
keputusan dilakukan berdasarkan probabilitas (asymptotic significance) sebagai
berikut:
1. Jika probabilitas > 0,05, maka H 0 diterima
2. Jika probabilitas < 0,05, maka H 0 ditolak atau H 1 diterima
Peubah-peubah yang menunjukan adanya korelasi kemudian dipilih sebagai
peubah penentu kelestarian jalak bali.
Hubungan antar karakteristik responden
Pengujian dilakukan terhadap 79 responden. Peubah yang diuji yaitu R 1 ,
R 2 , R 3 , R 4 , R 5 dan R 6 yang menghasilkan 15 pasang peubah. Hipotesa yang
dibangun :
H 0 = R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6 tidak berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim
Hubungan karakteristik responden dengan peubah budaya
Pengujian dilakukan terhadap 79 responden. Peubah budaya yang diuji
adalah X 1 , X 2 , X 3 , X 4 , dan X 5 dengan 5 peubah responden yaitu R 1 , R 2 , R 3 , R 4 ,
R 5 dan R 6 yang menghasilkan 30 pasang peubah. Hipotesa yang dibangun :
H 0 = X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5 tidak berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
5
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim; X 1 = Jumlah upacara keagamaan yang
melibatkan jalak bali; X 2 = Jumlah peraturan mengenai jalak bali; X 3 = Jumlah
kesenian dengan unsur jalak bali; X 4 = Tingkat pengetahuan mengenai jalak bali;
X 5 = Jumlah penggunaan jalak bali dalam terminology atau penamaan.
Hubungan peubah budaya dengan pelestarian jalak bali
Pengujian dilakukan terhadap 30 responden yang terdiri atas 15 responden
penangkar dan 15 responden non penangkar. Peubah kelestarian yang diuji adalah
Y 1 , Y 2 , Y 3 , Y 4 , Y 5 , Y 6 , Y 7 , dan Y 8 dengan 5 peubah budaya yaitu X 1 , X 2 , X 3 ,
X 4 , dan X 5 yang menghasilkan 40 pasang peubah. Hipotesa yang dibangun :
H 0 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 tidak berkorelasi dengan X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5
H 1 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 berkorelasi dengan X 1 /X 2 /X 3 /X 4 /X 5
Keterangan :
X 1 = Jumlah upacara keagamaan yang melibatkan jalak bali; X 2 = Jumlah
peraturan mengenai jalak bali; X 3 = Jumlah kesenian yang mengandung unsur
jalak bali (tarian, nyanyian, puisi, sajak, lukisan, dongeng, lagu dan simbol-simbol
dalam masyarakat); X 4 = Tingkat pengetahuan mengenai jalak bali; X 5 = Jumlah
penggunaan jalak bali sebagai nama jalan, nama tempat, brand, nama musim,
nama bulan; Y 1 = Jumlah individu dalam populasi; Y 2 = Jumlah anakan yang
dihasilkan; Y 3 = Jumlah anakan yang lahir; Y 4 = Jumlah anakan yang mati; Y 5 =
Lama menangkar; Y 6 = Jumlah bibit awal jalak bali; Y 7 = Jumlah jalak bali yang
terjual; Y 8 = Jumlah jalak bali yang dilepasliarkan.
Peubah-peubah responden penentu pelestarian jalak bali
Pengujian dilakukan terhadap 30 responden yang terdiri atas 15 responden
penangkar dan 15 responden non penangkar. Peubah pelestarian yang diuji adalah
Y 1 , Y 2 , Y 3 , Y 4 , Y 5 , Y 6 , Y 7 , dan Y 8 dengan 5 peubah responden yaitu R 1 , R 2 , R 3 ,
R 4 , R 5 dan R 6 yang menghasilkan 48 pasang peubah. Variabel yang berkorelasi
dipilih sebagai peubah penentu kelestarian jalak bali. Hipotesa yang dibangun :
H0
=
Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8
tidak
berkorelasi
dengan
R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
H 1 = Y 1/ Y 2 /Y 3 /Y 4 /Y 5 /Y 6 /Y 7 /Y 8 berkorelasi dengan R 1/ R 2 /R 3 /R 4 /R 5 /R 6
Keterangan :
R 1 = Suku; R 2 = Tingkat pendidikan; R 3 = Tingkat Pendapatan; R 4 = Umur; R 5 =
Profesi penangkar; R 6 = Masa mukim; Y 1 = Jumlah individu dalam populasi; Y 2
= Jumlah anakan yang dihasilkan; Y 3 = Jumlah anakan yang lahir; Y 4 = Jumlah
anakan yang mati; Y 5 = Lama menangkar; Y 6 = Jumlah bibit awal jalak bali; Y 7 =
Jumlah jalak bali yang terjual; Y 8 = Jumlah yang dilepasliarkan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Lokasi Penelitian
6
Desa Sumberklampok merupakan desa enclave di Taman Nasional Bali
Barat dengan luas wilayah sebesar 28.969,67 Ha yang terdiri dari hutan lindung
seluas 28.383,26 Ha dan pemukiman masyarakat seluas 32 Ha (Peraturan Desa
Sumberklampok No. 1/2011 tentang Rencana pembangunan jangka menengah
Desa Sumberklampok tahun 2011-2016). Desa Sumberklampok secara
administratif terletak di Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, Provinsi Bali
dengan batas-batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah utara : Selat Bali
Sebelah selatan : Hutan tutupan/ Kabupaten Jembrana
Sebelah Barat : Cekik / Gilimanuk
Sebelah Timur : Desa Pejarakan
Desa Sumberklampok terbagi menjadi 3 dusun yaitu Dusun Tegal Bunder,
Dusun Sumberklampok dan Dusun Sumber Batok. Jumlah penduduk Desa
Sumberklampok sebanyak 3.184 jiwa dengan jumlah kepala keluarga sebanyak
869. Sebagian besar masyarakat Desa Sumberklampok bekerja sebagai petani
lahan kering dengan produksi utamanya jagung, cabe, kacang tanah dan ketela
pohon. Sebagian lagi menggantungkan hidupnya dari pekerjaan mencari kayu
bakar untuk dijual. Masyarakat desa tersebut sering berinterkasi dengan kawasan
untuk mengakses sumberdaya berupa kayu bakar, kayu sonokeling, madu hutan
dan daun-daun untuk pakan ternak (Ismu 2008).
Desa Sumberklampok memiliki tingkat kemajemukan etnis dan sosial yang
tinggi, terdiri dari penduduk asli Bali, Jawa, Madura dan Bugis dengan latar
belakang yang berbeda. Penduduk yang berasal dari Madura pada jaman Belanda
didatangkan untuk membuka lahan hutan menjadi perkebunan kelapa, kayu putih
dan kapuk, sedangkan penduduk Bali yang menetap di kawasan tersebut
dibedakan menjadi 3 yaitu (1) Kabupaten Karangasem yang mengungsi pada saat
terjadi letusan Gunung Agung, (2) Pulau Nusa Penida, dan (3) Eks transmigran
Timor Leste (Ismu 2008). Desa Sumberklampok memiliki berbagai kelompok
masyarakat untuk menunjang kehidupan sosial masyarakat seperti kelompok dasa
wisama, seka tempak, seka duka, kelompok tani, kelompok nelayan, ratipan, seka
truna truni untuk kelompok pemuda serta kelompok kesenian tradisional seperti
seka gong ibu-ibu, seka gong bapak-bapak, seka gong anak-anak serta kelompok
kesenian adrah bagi umat muslim. Kelompok-kelompok sosial tersebut dapat
meningkatkan kretifitas masyarakat dan kerukunan antar sesama.
Desa Sumberklampok juga memiliki kelompok penangkar jalak bali yang
bernama Manuk Jegeg. Manuk jegeg memberikan akses kepada masyarakat Desa
Sumberklampok untuk ikut berpatisipasi dalam pelestarian jalak bali melalui
kegiatan penangkaran jalak bali. Kegiatan penangkaran jalak bali di Desa
Sumberklampok berlangsung sejak November 2010. Penangkaran tersebut
bertujuan untuk (1) meningkatkan kesejahteraan masyarakat; (2) meningkatkan
peran serta masyarakat dalam konservasi jalak bali secara eksitu; dan (3)
mengembalikan citra Desa Sumberklampok melalui Desa Wisata Konservasi
berbasis jalak bali.
Sebanyak 24,05% responden menjadi anggota organisasi penangkar jalak
bali bernama Manuk Jegeg. Sebanyak 15 orang anggotanya telah menjadi
penangkar dan 11 diantaranya telah memiliki izin resmi menangkarkan jalak bali
sedangkan sisanya menangkarkan jalak bali milik Yayasan Ainul Yaqin dengan
sistem bagi hasil dan 4 orang anggota masih menjadi calon penangkar. Mereka
7
masih dalam tahap mempersiapkan sarana dan prasarana (Gambar 2) penangkaran
jalak bali yang merupakan syarat utama untuk seorang penangkar.
Gambar 2 Kandang jalak bali
Karakteristik Responden
Karakteristik penangkar pada Tabel 2 meliputi gaya hidup dan kepribadian
termasuk didalamnya motivasi untuk melakukan suatu kegiatan yang menurut
Kotler (1980) dalam Setyono et al. (1991) merupakan karakteristik psikografik.
Karakteristik seperti umur, pendidikan, dan lainnya dapat mempengaruhi
kemampuan dan kemauan seseorang untuk ikut berpartisipasi dalam suatu
kegiatan (Amba 1998).
Tabel 2 Persentase karakteristik responden
Karakteristik Responden
Asal
Umur
Pendidikan
Masa mukim
Penghasilan per
bulan
Asal Responden
Penangkar
Non penangkar
Madura
66,70%
51,60%
Bali
33,30%
48,40%
22-40 tahun
20,00%
46,90%
41-59 tahun
60,00%
31,20%
60-78 tahun
20,00%
21,90%
Rendah
40,00%
54,70%
Sedang
53,30%
42,20%
Tinggi
6,70%
3,10%
5-28 tahun
6,70%
32,80%
29-52 tahun
73,30%
46,90%
53-76 tahun
20,00%
20,30%
< Rp 1.500.000
13,30%
56,20%
Rp 1.500.000 ≤ x < Rp 3.000.000
80,00%
39,10%
≥ Rp 3.000.000
6,70%
4,70%
8
Responden asal Madura (66,70%) adalah buruh di perkebunan kelapa milik
Belanda yang sengaja didatangkan pada tahun 1822, sedangkan responden asal
Bali adalah pengungsi Kabupaten Karangasem akibat letusan Gunung Agung
pada tahun 1963, pendatang dari Pulau Nusa Penida, dan Eks transmigran Timor
Leste yang datang pada tahun 2000 (Ismu 2008). Asal daerah akan berimplikasi
pada persepsi tentang nilai aturan dan norma kelompok serta peran yang
merupakan aspek-aspek kultur subyektif (cara khas suatu golongan kebudayaan
memandang lingkungan sosialnya) (Siswiyanti 2006).
Umur Responden
Sebaran umur responden bervariasi antara 22 sampai 76 tahun (Tabel 2)
dengan mayoritas kelas umur produktif (15-65 tahun) (Lembaga Demografi FEUI 1980) dan digolongkan dalam kelas umur (KU) dewasa (Santrock 1996).
Slamet (1985) dalam Amba (1998) menyatakan bahwa untuk dapat berpartisipasi,
seseorang harus memiliki kemampuan dan keterampilan. Kemampuan seseorang
berkorelasi erat dengan umur. Sebanyak 80% penangkar ada dalam KU dewasa
produktif sehingga mampu berpartisipasi dalam kegiatan pelestarian jalak bali.
Tingkat Pendidikan Responden
Tingkat pendidikan dibedakan berdasarkan jangka menempuh pendidikan
yang menurut Aprollita (2008) dapat dikategorikan sebagai rendah (≤6 tahun),
sedang (7-11 tahun), dan tinggi (12-21 tahun). Sebanyak 53,30% penangkar
berpendidikan sedang sedangkan 54,70% non penangkar berpendidikan rendah
(Tabel 2). Pendidikan akan mempengaruhi cara bertindak dan berfikir seseorang
(Amba 1998), semakin tinggi pendidikan diharapkan semakin baik pula cara
berfikir dan cara bertindak untuk terlibat dalam suatu kegiatan.
Masa Mukim Responden
Masa mukim responden bervariasi antara 5 sampai 76 tahun (Tabel 2).
Mayoritas responden lahir dan besar di Desa Sumberklampok. Sastropoetro
(1998) dalam Amba (1998) menyatakan bahwa keadaaan sosial masyarakat,
keadaaan alam sekitar, keadaan goegrafis daerah, dan kebiasaan lama dalam
masyarakat akan mempengaruhi tingkat partisipasi seseorang. Masa mukim
responden yang tinggi (73,30%) menunjukkan adanya manfaat yang diperoleh
yang mendorong timbulnya rasa bertanggungjawab akan potensi sumberdaya
alam di sekitar mereka dengan menjadi seorang penangkar jalak bali.
Penghasilan Responden
Penghasilan responden per bulan berada pada sebaran Rp 1.500.000 ≤ x <
Rp 3.000.000 (Tabel 2). Sebanyak 86,70% penangkar memiliki penghasilan yang
berada diatas upah minimum regional berdasarkan peraturan Gubernur Bali No.
44 Tahun 2012 tentang Upah minimum Kabupaten Buleleng tahun 2013 yaitu
sebesar Rp.1.200.000/bulan. Slamet (1985) dalam Amba (1998) menyatakan
bahwa partisipasi ditentukan kemampuan, kemauan, dan kesempatan.
Kemampuan dan kesempatan erat kaitannya dengan pendapatan. Sebagian besar
penangkar jalak bali memiliki penghasilan yang lebih tinggi dibandingkan dengan
non penangkar (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan pernyataan Madrie (1986) dalam
9
Amba (1998) bahwa besar pendapatan berkorelasi positif dengan kemampuan dan
kesanggupan untuk berpartisipasi dalam suatu kegiatan.
Peubah Budaya
Budaya memiliki peran penting dalam pelestarian spesies. Pelestarian budaya
menurut Ramakrishan (2007) memberikan pengaruh yang positif terhadap
kelestarian spesies, sebagaimana ditunjukkan oleh masyarakat Baduy yang
menggunakan pengetahuan tradisionalnya dalam pengelolaan hutan sehingga
tercapai pola pengelolaan hutan yang berkelanjutan berdasarkan hasil penelitian
Suansa (2011). Identifikasi peubah budaya dalam penelitian ini dilakukan
menggunakan pendekatan unsur budaya menurut Koentjaraningrat (2002) yang
meliputi sistem religi dan upacara keagamaan, organisasi sosial, sistem
pengetahuan, bahasa, kesenian, sistem mata pencaharian, sistem teknologi, dan
peralatan.
Sistem Religi dan Upacara Keagamaan
Sistem religi dan upacara keagamaan mengindikasikan berbagai
pemanfaatan spesies dalam kegiatan keagamaan. Upacara keagamaan hanya
ditemukan pada responden yang beragama Hindu (Tabel 3) yang disebut tumpek
kandang bertujuan untuk keselamatan hewan peliharaan dan dilakukan setiap 6
bulan sekali.
Tabel 3 Persentase responden berdasarkan sistem religi
Sistem religi
Hindu
Islam
Profesi Responden
Penangkar
Non penangkar
33,33 %
66,67 %
49,12 %
50,88 %
Organisasi Sosial dan Kemasyarakatan
Unsur-unsur dalam organisasi sosial diatur oleh adat istiadat dan aturanaturan mengenai berbagai kesatuan di lingkungan dimana seseorang hidup dan
bergaul dari hari ke hari (Koentjaraningrat 2002). Peraturan tertulis mengenai
perlindungan sumberdaya alam tertuang dalam peraturan adat warga Bali (awigawig) yang diperjelas dalam Pararem yaitu aturan adat yang berlaku untuk 1
banjar (dusun) disertai penjelasan mengenai sanksi dan denda jika terjadi
pelanggaran. Bunyi awig-awig adalah sebagai berikut:
“sareng miara keasrian tur kelestarian wana ring wewengkon desa”.
“sareng miara keasrian tur kelestarian segara miwah pantai ring wewidangan
desa adat”.
(terjemahan: “ikut serta memelihara keindahan dan kelestarian hutan di wilayah desa”.
“ikut serta memelihara keindahan dan kelestarian laut dan pantai di wilayah desa adat”).
Organisasi sosial kelompok penangkar jalak bali di Desa Sumberklampok
bernama Manuk Jegeg. Manuk Jegeg memberi akses kepada masyarakat untuk
10
dapat menjadi penangkar jalak bali dan merupakan wadah untuk bertukar
pengalaman mengenai teknik pemeliharaan dan pengetahuan jalak bali.
Kesenian
Jalak bali yang hidup di Desa Sumberklampok dalam cerita rakyat, tidak
diperbolehkan untuk ditangkap dan dikonsumsi karena rasa dagingnya yang pahit
yang dikarenakan jalak bali kerap memanfaatkan pohon kayu pahit sebagai
pakannya. Seluruh penangkar jalak bali mengetahui cerita tersebut yang
disampaikan secara turun temurun.
Sistem Pengetahuan
Sebanyak 27,84% responden memiliki pengetahuan yang tinggi mengenai
jalak bali yang muncul dalam diskusi atau pembicaraan (Tabel 4). Tingkat
pengetahuan responden dibedakan berdasarkan total skor responden atas pilihan
jawaban pada kuesoner yang diberikan mengenai tingkat pengetahuan jalak bali
(Lampiran 2). Tingkat pengetahuan tersebut kemudian dikategorikan sebagai
rendah (38-40), sedang (41-43), dan tinggi (≥ 44).
Tabel 4 Persentase tingkat pengetahuan responden
Tingkat Pengetahuan
Profesi Responden
Penangkar
Non penangkar
0%
0%
18,98%
10,13%
62,03%
8,86%
Rendah
Sedang
Tinggi
Jumlah
10,13%
62,03%
27,84%
Desa Sumberklampok merupakan habitat alami jalak bali dan merupakan
desa enclave Taman Nasional Bali Barat sehingga masyarakat sering terlibat
dalam kegiatan pelestarian jalak bali oleh TNBB yang salah satunya dilakukan
melalui kegiatan penyuluhan.
Sistem Bahasa
Bahasa merupakan alat komunikasi baik melalui tulisan, lisan atau gerakan
yang menunjukkan tujuan yang ingin disampaikan (Anas et al. 1994) yang dapat
muncul dalam penamaan dan terminologi. Nama “jalak bali” tidak ditemukan
digunakan dalam penggunaan nama jalan, brand, tempat, indikator datangnya
suatu musim, dan lainnya.
Sistem Mata Pencaharian Hidup
Sitem mata pencaharian mengindikasikan adanya pemanfaatan spesies
secara ekonomi termasuk intensitas pengambilan untuk dijadikan bahan
konsumsi, obat atau pakan ternak, atau perdagangan. Berbeda dari hasil penelitian
Setyono et al. (1991) yang menyimpulkan bahwa usaha ternak sapi potong di
Kecamatan Jonggol dan Cariu, Kabupaten Bogor tidak dikembangkan secara
komersial karena merupakan usaha tabungan, seluruh penangkar jalak bali Desa
Sumberklampok menangkarkan jalak bali karena nilai komersial jalak bali tinggi.
Kegiatan penangkaran itu sendiri sampai saat ini masih belum memberikan
keuntungan secara ekonomi karena belum adanya burung jalak bali yang terjual
11
(menunggu surat izin edar secara resmi). Keuntungan ekonomi yang sudah
didapatkan adalah melalui kegiatan wisata. Tercatat sebanyak 31 kunjungan
dilakukan ke penangkaran jalak bali Desa Sumberklampok pada bulan Juni 2011
hingga Desember 2012 oleh wisatawan baik domestik maupun mancanegara.
Pemasukan dari kegiatan kunjungan wisata saat ini dikelola oleh Manuk Jegeg
untuk kegiatan rekonstruksi habitat untuk rencana persiapan pelepasliaran jalak
bali pada tahun 2014.
Sistem Teknologi dan Peralatan
Terdapat delapan macam sistem peralatan dan unsur kebudayaan fisik dalam
masyarakat yang hidup dari pertanian yang mencakup alat-alat produktif, senjata,
wadah, alat menyalakan api, alat mengolah makanan, pembuat pakaian, tempat
berlindung serta alat transfer (Koentjaraningrat 2002). Tidak ditemukan adanya
pemanfaatan unsur jalak bali dalam sistem teknologi dan peralatan masyarakat
Desa Sumberklampok.
Peubah Pelestarian Jalak Bali
Kegiatan penangkaran jalak bali sudah dimulai sejak November 2010,
namun indukan jalak bali baru diperoleh pada bulan Juni 2011 sebanyak 15
pasang burung yang dipinjamkan oleh Asosiasi Penangkar Curik Bali (APCB).
Data perkembangan kegiatan penangkar jalak bali di Desa Sumberklampok
disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5 Data kegiatan penangkaran jalak bali
Peubah Pelestarian
Penangkar ke1
2
3
4
5
6
7
8
9
10 11 12
13
14
15
Lama menangkar
(bulan)
21
21 21 21 21 16
21
7
21 21 21 21
21
21
21
Jumlah total burung
(individu)
3
2
1
5
8
3
7
5
7
7
2
2
2
2
2
Jumlah anakan yang
dimiliki (individu)
1
0
0
5
7
0
8
0
5
5
0
0
0
0
0
Jumlah burung lahir
(individu)
4
0
0
12
9
0
11
0
6
9
0
0
0
2
0
Jumlah burung mati
(individu)
3
0
0
9
3
0
3
0
1
4
0
0
0
2
0
Jumlah burung yang
terjual (individu)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Jumlah burung yang
dilepasliarkan ke
alam (individu)
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
Baru sebanyak 6 orang penangkar dari semua dengan surat izin resmi (40%)
yang sudah berhasil memperoleh anakan. Kendala yang dihadapi adalah
rendahnya daya tetas telur serta tingginya tingkat kematian anakan. Kegagalan
tersebut diduga terkait dengan keterampilan penangkar dan sensitivitas burung
12
jalak bali yang tinggi sehingga mudah stress termasuk akibat kebisingan. Tidak
sedikit lokasi penangkaran yang terletak di dekat jalan raya. Hal ini sejalan
dengan pernyataan Alikodra (1987) yang menyatakan bahwa jalak bali memiliki
sifat biologis yang sangat peka terhadap adanya gangguan. Mudah mengalami
stress dalam keadaan lingkungan yang tidak wajar, sehingga kemampuan
berkembangbiak sering berjalan tidak normal. Tingkat kematian yang tinggi
terjadi pada awal kegiatan penangkaran. Salah seorang penangkar menyatakan
bahwa sampai dengan bulan Februari 2013 tercatat sebanyak 9 ekor dari 12
anakan yang diperolehnya mati. Hal ini diduga akibat kurangnya keahlian para
penangkar, serta kurangnya pemeliharaan dan perawatan terhadap burung
sehingga terserang penyakit. Penyakit yang pernah ditemui oleh para penangkar
yaitu folio dan diare. Umumnya burung yang terserang folio akan mengalami
kematian.
Manuk Jegeg telah melakukan berbagai upaya seperti perbaikan pakan dan
kandang, tukar pengalaman dengan penangkar yang telah berhasil, serta
melakukan penukaran indukan kepada APCB yang dilakukan pada tanggal 31
Desember 2012 sebanyak 15 pasang indukan yang dititipkan APCB kepada pihak
TNBB. Para penangkar juga telah melakukan upaya seperti mempelajari perilaku
burung untuk mengetahui pola perilaku harian burung dan pemeliharaan
kesehatan jalak bali dengan pemberian vitamin untuk meningkatkan daya tahan
tubuh, dan pengecekan kesehatan burung setiap hari saat pemberian pakan.
Hubungan antar Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antar karakteristik responden berdasarkan hasil uji
chi-square pada selang kepercayaan 95% disajikan pada Tabel 6. Hasil analisis
korelasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 3. Umur berkorelasi dengan
masa mukim. Mayoritas responden merupakan masyarakat yang lahir dan besar di
Desa Sumberklampok (Tabel 2). Umur juga berkorelasi dengan pendidikan,
sehingga masa mukim juga berkorelasi dengan pendidikan responden. Responden
yang berumur tua cenderung berpendidikan lebih rendah. Fasilitas umum
termasuk gedung sekolah yang baru dibangun pada tahun 1963 setelah
Sumberklampok ditetapkan dan diakui sebagai desa menyulitkan responden yang
berumur tua untuk mendapatkan pelayanan pendidikan formal.
Tabel 6 Hubungan antar karakteristik responden
Peubah yang berkorelasi
Nilai probabilitas (asymptotic significance)
Umur ~ Masa mukim
Umur ~ Pendidikan
0,000
0,000
Masa mukim ~ Penghasilan
0,023
Masa mukim ~ Asal
0,007
Masa mukim ~ Pendidikan
Penghasilan ~ Profesi
0,004
0,011
Masa mukim berkorelasi dengan penghasilan dan asal reponden. Mayoritas
masyarakat Sumberklampok merupakan petani lahan kering yang lahannya
didapatkan dari hasil waris. Responden asal Madura yang sudah menempati desa
13
tersebut pada pada tahun 1922 cenderung memiliki luas lahan yang lebih besar.
Lahan garapan yang semakin luas berimplikasi pada peningkatan penghasilan.
Penghasilan berkorelasi dengan profesi sebagai penangkar (Tabel 6).
Responden dengan penghasilan tinggi memiliki kecenderungan untuk menjadi
penangkar. Penangkar jalak bali rata-rata telah mengeluarkan biaya sebesar Rp.
5.000.000 untuk mebuat kandang serta Rp 250.000 per bulan untuk biaya pakan
jalak bali. Selain itu dalam surat kerjasama peminjaman indukan jalak bali antara
penangkar dengan pihak Asosiasi Pelestari Jalak Bali (APCB) ditetapkan bahwa
seorang penangkar harus memberikan jaminan berupa sapi jika terjadi kematian
pada indukan jalak bali yang dipinjamkan akibat kelalaian penangkar.
Hubungan Peubah Budaya dengan Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antara peubah budaya dengan karakteristik responden
disajikan pada Tabel 7. Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 4. Keanggotaan dalam organisasi penangkar berkorelasi dengan masa
mukim dan profesi responden sebagai penangkar. Sebanyak 93,30% anggota
organisasi merupakan masyarakat asli Sumberklampok yang lahir dan besar di
desa tersebut. Masa mukim responden memiliki korelasi dengan umur responden
(Tabel 6) yang kemudian berkaitan pula dengan profesi responden sebagai
penangkar. Responden menganggap menjadi seorang penangkar membutuhkan
keahlian, ketelitian dan keterampilan yang cukup tinggi sehingga hanya orangorang tertentu saja yang dinilai mampu menjadi penangkar jalak bali. Amba
(1998) menyatakan bahwa keahlian dan ketelitian membutuhkan keterampilan
yang didapat melalui pengetahuan. Responden dengan usia yang lebih tua
cenderung tidak berkeinginan untuk menjadi penangkar jalak bali. Hal ini sejalan
dengan pendapat Lunandi (1989) dalam Amba (1998) yang menyatakan semakin
tua usia dapat mengakibatkan timbulnya gangguan dan hambatan fisiologis seperti
berkurangnya pendengaran dan penglihatan.
Tabel 7 Hubungan antara peubah budaya dengan karakteristik responden
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Masa mukin
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
0,015
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Penghasilan
0,022
Peubah yang berkorelasi
Keikutsertaan dalam organisasi penangkar ~ Profesi
0,000
Pengetahuan ~ Masa mukim
0,002
Pengetahuan ~ Pendidikan
0,033
Pengetahuan ~ Profesi
0,000
Pengetahuan ~ Penghasilan
0,007
Cerita rakyat ~ Umur
0,008
Cerita rakyat ~ Asal
0,006
Cerita rakyat ~Masa mukim
0,000
Cerita rakyat ~ Penghasilan
0,001
Cerita rakyat ~Profesi
0,000
Peraturan adat ~ Asal
0,000
Peraturan adat ~ Masa mukim
0,007
14
Peubah yang berkorelasi
Upacara adat ~ Profesi
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
0,038
Organisasi penangkar merupakan suatu wadah yang dibangun untuk para
penangkar jalak bali serta masyarakat lain yang ingin berkontribusi dalam
pelestarian jalak bali. Keanggotaan dalam organisasi penangkar akan memberikan
akses kepada anggotanya untuk menjadi penangkar jalak bali. Keanggotaan dalam
organisasi penangkar juga berkorelasi dengan penghasilan responden. Seluruh
penangkar jalak bali merupakan anggota kelompok penangkar. Responden dengan
penghasilan tinggi memiliki kecenderungan untuk menjadi penangkar, sehingga
akan berkorelasi juga dengan keanggotaan organisasi penangkar.
Pengetahuan mengenai jalak bali memiliki hubungan dengan masa mukim
responden. Responden dengan periode masa mukim yang panjang memiliki
tingkat pengetahuan jalak bali yang lebih tinggi. Amba (1998) menyatakan bahwa
pengalaman hidup seseorang dapat meningkatkan kemampuan dan
pengetahuannya. Pengetahuan juga berkorelasi dengan pendidikan akhir
responden yang sejalan dengan pernyataan Amba (1998) bahwa seseorang yang
berpendidikan tinggi cenderung memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Pengetahuan juga berkorelasi dengan profesi responden. Responden dengan
tingkat pengetahuan jalak bali yang tinggi cenderung memiliki keinginan untuk
menjadi penangkar sebagaimana dinyatakan oleh Siswiyanti (2006) bahwa tingkat
pengetahuan seseorang berkorelasi positif dengan tingkat partisipasinya dalam
suatu kegiatan karena pengetahuan akan manfaat yang diterimanya.
Cerita rakyat mengenai jalak bali berkorelasi dengan umur, asal, masa
mukim dan penghasilan responden. Cerita jalak bali lebih bayak diketahui oleh
responden yang usianya tergolong tua, memiliki periode masa mukim yang lebih
panjang, memiliki penghasilan yang lebih tinggi dan memiliki profesi sebagai
penangkar sehingga responden asal Madura lebih banyak mengetahui cerita
mengenai jalak bali.
Peraturan adat mengenai jalak bali berkorelasi dengan asal dan masa
mukim. Peraturan adat mengenai perlindungan satwa khususnya jalak bali hanya
dimiliki oleh penduduk Bali sehingga akan berkorelasi juga dengan masa mukim
mereka. Upacara adat memiliki korelasi dengan profesi responden sebagai
penangkar. Upacara adat yang melibatkan jalak bali yang ditujukan untuk
keselamatan hewan peliharaan dalam hal ini jalak bali hanya dilakukan oleh
penangkar jalak bali yang berasal dari umat hindu.
Hubungan Peubah Pelestarian dengan Karakteristik Responden
Hasil analisis korelasi antara peubah pelestarian dengan karakteristik
responden berdasarkan uji chi chi-square menunjukkan bahwa hanya peubah lama
memelihara yang berkorelasi nyata dengan peubah responden yaitu penghasilan
dan profesi (Tabel 8). Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Tabel 8 Hubungan antara peubah pelestarian dengan karakteristik responden
Peubah yang berkorelasi
Lama memelihara ~ Penghasilan
Nilai probabilitas (asymptotic significance)
0,021
15
Lama memelihara ~ Profesi
0,000
Lama memelihara burung berkorelasi nyata dengan penghasilan responden.
Responden dengan penghasilan tinggi cenderung memiliki periode lama
memelihara jalak bali yang lebih panjang. Hal tersebut diduga dipengaruhi oleh
besarnya modal untuk menjadi seorang penangkar jalak bali serta jumlah biaya
yang harus dikeluarkan setiap bulannya untuk kegiatan penangkaran. Penghasilan
responden yang tinggi akan mampu menutupi biaya penangkaran jalak bali yang
dikeluarkan setiap bulannya sehingga dapat menambah jangka waktu memelihara
jalak bali.
Profesi memiliki hubungan dengan lama memelihara burung jalak bali.
Hubungan tersebut menunjukkan bahwa keberhasilan penangkaran jalak bali
bukan hanya tergantung pada kondisi tempat penangkaran serta kondisi burung
yang ditangkarkan tetapi dipengaruhi pula oleh penangkar. Ketika seseorang
memiliki keinginan untuk melakukan kegiatan penangkaran dan melakukannya
dengan benar maka berpengaruh terhadap keberhasilan penangkarannya, sehingga
dapat menambah jangka waktu memelihara jalak bali.
Hubungan Peubah Pelestarian dengan Peubah Budaya
Hasil analisis korelasi antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
menggunakan uji chi-square pada selang kepercayaan 95% disajikan pada Tabel
9. Hasil analisis korelasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 6. Periode
lama memelihara burung jalak bali berkorelasi nyata dengan cerita rakyat,
keanggotaan dalam organisasi penangkar dan pengetahuan responden.
Keanggotaan dalam organisasi penangkar memberikan kemudahan dalam
memperoleh akses untuk menjadi penangkar serta memperoleh tambahan
pengetahuan mengenai jalak bali dan teknik menangkar jalak bali, sehingga
keanggotaan organisasi penangkar berkorelasi dengan periode lama memelihara
jalak bali.
Tabel 9 Hubungan antara peubah pelestarian dengan peubah budaya
Peubah yang berkorelasi
Nilai probabilitas
(asymptotic significance)
Lama memelihara ~ Cerita rakyat
Lama memelihara ~ Keanggotaan dalam organisasi penangkar
0,028
0,000
Lama memelihara ~ Pengetahuan
0,000
Tabel 9 juga menunjukkan adanya hubungan antara cerita rakyat mengenai
jalak bali dengan lama memelihara jalak bali. Hal tersebut sejalan dengan
pernyataan Umar (2009) yang menyatakan bahwa perilaku seseorang dapat
dipengaruhi oleh persepsi yang berasal dari pengalaman individu terhadap
lingkungannya. Desa Sumberklampok pada masa lalu merupakan habitat alami
jalak bali, yang melahirkan cerita-cerita rakyat mengenai jalak bali yang hingga
kini masih berkembang. Garibaldi dan Turner (2004) menerangkan bahwa
ditengah-tengah masyarakat terdapat spesies yang memiliki hubungan yang erat
dengan masyarakat dimana mereka tinggal dan tergantung kepadanya dalam
pemenuhan kebutuhan-kebutuhan hidup serta memegang peranan kunci dalam
kebudayaan suatu kelompok masyarakat yang dapat tercermin dalam
16
kemunculannya pada cerita rakyat yang ada di masyarakat. Cerita rakyat tersebut
kemudian memotivasi masyarakat Desa Sumberklampok untuk mengembalikan
desa mereka sebagai habitat alami jalak bali melalui kegiatan penangkaran jalak
bali. Masyarakat Desa Sumberklampok sedang melakukan persiapan untuk
pelepasliaran jalak bali yang rencananya akan dilakukan pada tahun 2014
mendatang. Kegiatan yang mereka lakukan antara lain persiapan burung yang
akan dilepasliarkan serta persiapan untuk rekonstruksi habitat jalak bali dengan
menanam berbagai jenis pohon yang biasa dimanfaatkan oleh jalak bali di tempattempat yang dahulu merupakan habitat jalak bali di desa mereka.
Terdapat korelasi nyata antara pengetahuan responden dengan lama
memelihara burung jalak bali. Pengetahuan mempengaruhi seseorang dalam
bersikap. Pengetahuan yang tinggi mengenai jalak bali akan mendukung
keberhasilan penangkaran jalak bali yang dilakukan, sehingga dapat memotivasi
responden dalam melanjutkan kegiatan penangkaran jalak bali dalam waktu yang
lebih lama. Hal tersebut sejalan dengan pernyataan Siswiyanti (2006) yang
menyatakan bahwa semakin tinggi pengetahuan seseorang maka akan semakin
tinggi tingkat partisipasinya dalam suatu kegiatan karena semakin mengetahui
manfaat yang akan diterimanya. Schoorl (1982) dalam Amba (1998) juga
menyatakan bahwa masyarakat akan ikut berpartisipasi dalam suatu kegiatan
apabila mereka memiliki kemampuan dan pengetahuan tentang kegiatan tersebut.
Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang suatu kegiatan, maka akan
semakin besar pula kemungkinannya untuk berpartisipasi dalam kegiatan tersebut.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Peubah sosial penentu keberhasilan pelestarian jalak bali di Desa
Sumberklampok adalah penghasilan, profesi responden, keanggotaan dalam
organisasi penangkar jalak bali, pengetahuan, serta cerita rakyat mengenai jalak
bali. Peubah-peubah tersebut dikategorikan sebagai peubah ekonomi dan budaya.
Saran
1. Program pemberdayaan masyarakat melalui pelibatan masyarakat dalam
pelestarian spesies hendaknya mempertimbangkan aspek hubungan antara
komunitas lokal dengan spesies yang akan dilestarikan.
2. Diperlukan kajian lebih lanjut meng