Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour) secara Organik

KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K, Ca DAN Fe
PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour.) SECARA ORGANIK

ERIK MULYANA
A252124051

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Korelasi Konsentrasi Hara
N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi
Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Erik Mulyana
NIM A252124051

RINGKASAN
ERIK MULYANA. Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan
Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus
amboinicus Lour.) secara Organik. Dibimbing oleh SANDRA ARIFIN AZIZ,
SYARIFAH IIS AISYAH dan M RIZAL MARTUA DAMANIK.
Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal
dari daerah tropis termasuk dalam famili Lamiaceae yang daunnya memiliki aroma
yang khas dan sebagai pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat
obat. Masyarakat etnis Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita
yang menyusui, mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk
meningkatkan produksi ASI (Lactagogue), anti fungal dan/atau anti bakterial,
analgesik, mengurangi kolesterol, dan membersihkan daerah rahim. Tujuan

penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun
dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun serta mengetahui pengaruh
pupuk organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.
Percobaan di lapangan dilaksanakan di Kebun Percobaan, Desa Mulyaharja,
Kecamatan Bogor Selatan, Kota Bogor, Jawa Barat dengan pemberian paranet
intensitas naungan 55% dan terdiri atas dua percobaan. Percobaan pertama
dilaksanakan mulai bulan Januari hingga Maret 2014, sedangkan percobaan ke-dua
dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Mei 2014. Percobaan pertama untuk
mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe dengan pertumbuhan dan
produksi metabolit torbangun. Percobaan pertama menggunakan tiga ulangan. Data
yang diperoleh dianalisis dengan uji t-student dan uji korelasi linier sederhana.
Percobaan ke-dua untuk mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan
dan produksi metabolit torbangun. Percobaan ke-dua menggunakan rancangan
penelitian yaitu Rancangan Acak kelompok (RAK) satu faktor dengan empat
perlakuan. Setiap perlakuan diulang empat kali sehingga terdapat 16 satuan
percobaan. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam dan
pada pengaruh yang berbeda nyata, dilakukan uji Duncan (Duncan Multiple Range
Test) pada taraf nyata 5%. Perlakuan pada percobaan ke-dua menggunakan tiga
jenis pupuk organik yaitu pupuk kandang ayam (PK), pupuk guano (PG), dan abu
sekam (AS) (dosis per hektar masing-masing untuk perlakuan: 15 ton PK; 15 ton

PK + 2 ton PG; 15 ton PK + 5.5 ton AS; 15 ton PK + 2 ton PG + 5.5 ton AS).
Hasil percobaan menunjukkan (1) Jaringan tanaman yang terbaik untuk
dijadikan sampel penetapan kebutuhan hara N, P, K, Ca dan Fe adalah posisi daun
ke-3 umur 5 bulan. Terdapat korelasi positif antara konsentrasi hara K dengan bobot
kering daun, Ca dengan aktivitas PAL, dan Fe dengan total saponin pada posisi
daun ke-3 umur 5 bulan, (2) Secara umum, pemberian kombinasi pemupukan
organik tidak mempengaruhi rata-rata laju tumbuh relatif (LTR) dan laju asimilasi
bersih (LAB), komponen pertumbuhan, komponen biomassa, dan komponen
produksi pucuk. Pemberian kombinasi pupuk (15 ton ha-1 pupuk kandang ayam +
5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan konsentrasi hara pucuk yang paling baik.
Pemberian kombinasi pupuk (15 ton ha-1 pupuk kandang ayam + 2 ton ha-1 pupuk
guano + 5.5 ton ha-1 abu sekam) menghasilkan konsentrasi dan produksi metabolit
sekunder saponin yang paling baik pada torbangun.
Kata kunci: Coleus amboinicus Lour., hara daun, metabolit sekunder, pemupukan
organik, torbangun

SUMMARY
ERIK MULYANA. Correlation of N, P, K, Ca and Fe Nutrient Concentrations in
Plant Tissue with Growth and Metabolite Production on Torbangun (Coleus
amboinicus Lour.) of Organically. Supervised by SANDRA ARIFIN AZIZ,

SYARIFAH IIS AISYAH and M RIZAL MARTUA DAMANIK.
Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) is a tropical plant from the
Lamiaceae family, with leaves that have a distinctive aroma and as a functional
food from vegetable are used more as a medicinal plant. Bataknese lactating women
in North Sumatra, Indonesia traditionally consumed torbangun leaves after giving
birth with beliefs it could increase their breast milk production (a lactagogue), antifungal and/or anti-bacterial, analgesic, to reduce cholesterol, and to clean the uterus.
The purpose of this study was to determine the correlation of N, P, K, Ca, and Fe
leaf nutrient with growth and metabolite production torbangun and determine the
effect of organic fertilizer with growth and metabolites production on torbangun.
The trials were conducted at the experimental field, in Mulyaharja Village,
South Bogor District, Bogor, West Java by using paranet with shade intensity of
55% and consists of two trials. First trial were conducted from January to March
2014, while the second trials were conducted from March to May 2014. The first
trials to determine the correlation of N, P, K, Ca and Fe leaf nutrient with growth
and metabolites production on torbangun. It had three replication. The data were
analyzed using t-test and simple linear correlation test. The second trials were to
determine the effect of organic fertilizer with growth and metabolites production on
torbangun. This research used group randomized design one factor with four
treatments. Each treatment was repeated four times so that there were 16 units of
the experiment. The data were analyzed using analysis of variance and the

significantly different effect using Duncan Multiple Range Test at 5% significance
level. The trials was using three kinds of organic fertilizer i.e. chicken manure,
guano fertilizer, and rice-hull ash (dose per hectare respectively for the treatment:
15 tons ha-1 chicken manure; 15 tons ha-1 chicken manure + 2 tons ha-1 guano
fertilizer; 15 tons ha-1 chicken manure + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash; 15 tons ha-1
chicken manure + 2 tons ha-1 guano fertilizer + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash).
The results showed that: (1) the best leaf position and leaf age to determine
of the need of N, P, K, Ca and Fe nutrients are on the 3rd leaf position of 5 monthsold plant. There is positive correlation between nutrient concentrations of K with
shoot dry weight, Ca with PAL activity, and Fe with total saponins on the 3rd leaf
position of 5 months-old plant; (2) In general, the combination of organic
fertilization were not affected the average of relative growth rate and net
assimilation rate, the growth components, the biomass components and crop
production components torbangun. The combination of (15 tons ha-1 chicken
manure + 5.5 tons ha-1 rice-hull ash) increased leaf nutrient concentrations. The
combination of (15 tons ha-1 chicken manure + 2 tons ha-1 guano fertilizer + 5.5
tons ha-1 rice-hull ash) increased concentrations and metabolite production
torbangun especially in saponins on torbangun.

Keywords: Coleus amboinicus Lour., leaf nutrients, secondary metabolites, organic
fertilization, torbangun


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KORELASI KONSENTRASI HARA N, P, K, Ca DAN Fe
PADA JARINGAN TANAMAN DENGAN PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour.) SECARA ORGANIK

ERIK MULYANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Maya Melati, MS, MSc.

Judul Tesis : Korelasi Konsentrasi Hara N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman
dengan Pertumbuhan dan Produksi Metabolit Torbangun (Coleus
amboinicus Lour.) secara Organik
Nama
: Erik Mulyana
NIM
: A252124051

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS
Ketua

Dr Ir Syarifah Iis Aisyah, MScAgr
Anggota

Prof Drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr


Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 ini ialah konsentrasi hara,
metabolit sekunder dan pemupukan organik, dengan judul Korelasi Konsentrasi Hara
N, P, K, Ca dan Fe pada Jaringan Tanaman dengan Pertumbuhan dan Produksi
Metabolit Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) secara Organik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Sandra Arifin Aziz, MS., Dr Ir
Syarifah Iis Aisyah, MScAgr., dan Prof Drh M Rizal Martua Damanik, MRepSc, PhD.
selaku komisi pembimbing yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan,
dosen penguji luar komisi Dr Ir Maya Melati, MS, MSc. yang telah memberikan
banyak saran dan masukannya serta Dr Dewi Sukma, SP, MSi yang telah berkenan
menjadi wakil dari Program Studi Agronomi dan Hortikultura.
Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada semua pihak dari
berbagai institusi yang telah membantu terutama kepada Yayasan Bakrie Center

(Bakrie Centre Foundation) melalui program beasiswa Bakrie Graduate Fellowship
periode 2014/2015. Selain itu, kepada Yayasan Uni Eropa (Erasmus Mundus
Scholarship) melalui program EXPERTS III 2nd-Cohort yang telah memberikan
pengalaman belajar di Spanyol selama 10 bulan. Serta kepada Managing Editor
Journal of Tropical Crop Science yaitu Dr Ir Krisantini, MSc. yang telah memberikan
masukan dan arahan terkait penerbitan jurnal penelitian Vol. 2 No 2 Tahun 2015.
Penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada petinggi dan staff
Fakultas Pertanian IPB yaitu Dr Ir Ernan Rustiadi, M.Agr., Prof Dr Ir Dadang, M.Sc.,
Dr Ir Nurhayati HS Arifin, MSc., dan Dr Ir Ahmad Junaedi, Msi atas atensinya selama
ini. Selain itu, terima kasih yang tulus kepada mereka yang telah memberikan
pertemanan, pengertian, dan kesabaran selama ini: Wahyu Fikrinda, Annisa Hasanah,
Aria Muslim, Lily Handayani, Lutfia Nursetya Fuadina, Indri Hapsari, Eka Novita
Sari, Hafith Furqoni, Titistyas Gusti, Moch. Rifqi Wijaya, Rifky Hatta Ghani, Dina
Silvia Dewi serta Rina Ekawati, Bayuanggara Cahya, Eny Tagotrop dan Dia
Hasanudin atas konsultasi dan sharing penelitian selama ini. To my USC´s Lectures
and staff, International Friends Kataryna Dreval, Jascha Lackner, Fabrizio Gentilcore,
Spanish and Mexican Students, My roommate in 207 4B thanks for everything.
Tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada penanggung jawab Laboratorium
Terpadu Departemen Agronomi dan Hortikultura (Pak Bambang Hermawan, Pak
Yudi, dan Mbak Ismi) yang telah mengizinkan penulis untuk bekerja di laboratorium

tersebut dan kepada staff Komisi Pendidikan Program Studi Agronomi dan
Hortikultura (Bu Neng, Bu Mimin dan Pak Udin) yang telah memberikan kemudahan
dalam proses administrasi selama ini. Atas dukungan dari teman-teman Sekolah
Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura angkatan 2012 dan 2013, PPI
Spanyol, Awardee Erasmus angkatan 2014, AGH 44 Bersatu, IAAS Alumni, dan
lainnya penulis ucapkan terima kasih.
Akhirnya, penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak, Ibu, Kakak serta seluruh
Keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya yang tulus dan tiada hentinya
memberikan dukungan siang dan malam agar penulis dapat mewujudkan mimpi
menjadi lulusan yang rendah hati dan bermanfaat bagi bangsa dan negara.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2015
Erik Mulyana

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
viii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
Hipotesis Penelitian
4
Manfaat Penelitian
4
Ruang Lingkup Penelitian
4
TINJAUAN PUSTAKA
5
Identifikasi Tanaman Torbangun
5
Pupuk Organik
9
Pupuk Kandang
9
Pupuk Guano
10
Abu Sekam
11
KORELASI KONSENTRASI N, P, K, Ca DAN Fe DAUN DENGAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour.)
Pendahuluan
13
Bahan dan Metode
14
Hasil dan Pembahasan
18
Simpulan
34
PENGARUH PEMUPUKAN ORGANIK DENGAN PERTUMBUHAN
DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN (Coleus amboinicus Lour.)
Pendahuluan
37
Bahan dan Metode
38
Hasil dan Pembahasan
42
Simpulan
58
PEMBAHASAN UMUM
59
SIMPULAN DAN SARAN
63
Simpulan
63
Saran
63
DAFTAR PUSTAKA
64
LAMPIRAN
71
RIWAYAT HIDUP
77

vi

DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.

Komposisi zat gizi daun torbangun dan katuk
Kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam dan pupuk kandang lain
Curah hujan bulanan (mm)
Rata-rata laju tumbuh relatif dan laju asimilasi bersih tanaman torbangun
pada umur 2.5-5 bulan
Rata-rata umur tanaman terhadap pertumbuhan tanaman torbangun pada
umur 2.5-5 bulan
Rata-rata umur tanaman terhadap biomassa tanaman torbangun pada umur
2.5-5 bulan
Pengaruh jumlah daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh bobot basah daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 35 bulan tanaman torbangun
Pengaruh bobot kering daun pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 35 bulan tanaman torbangun
Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun dengan bobot
kering daun, dan produksi metabolit pada umur 3-5 bulan
Korelasi (r) antar konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe daun posisi ke-1, 3,
5 dengan bobot kering daun, dan produksi metabolit tanaman torbangun
umur 5 bulan
Kombinasi perlakuan pupuk organik
Kadar hara tanah tanaman torbangun dengan pemupukan organik
pH dan C-organik tanah tanaman torbangun dengan pemupukan organik
Laju tumbuh relatif tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur
5.5-7 bulan
Laju asimilasi bersih tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur
5.5-7 bulan
Tinggi dan pertambahan tinggi tanaman torbangun dengan pemupukan
organik umur 5.5-7 bulan
Jumlah dan pertambahan jumlah cabang tanaman torbangun dengan
pemupukan organik umur 5.5-7 bulan
Lebar tajuk dan pertambahan lebar tajuk tanaman torbangun dengan
pemupukan organik umur 5.5-7 bulan
Luas daun tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur 5.5-7
bulan
Bobot basah tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur 5.5-7
bulan
Bobot kering tanaman torbangun dengan pemupukan organik umur 5.5-7
bulan
Jumlah pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Bobot basah pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7
bulan
Bobot kering pucuk torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7
bulan
Produksi pucuk total torbangun dengan pemupukan organik
Konsentrasi N torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Konsentrasi P torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan

7
9
18
19
19
20
20
21
21
27
28

39
42
43
43
44
44
45
45
46
46
47
47
48
48
49
49
50

vii
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.

Konsentrasi K torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Konsentrasi Ca torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Konsentrasi Fe torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Aktivitas PAL torbangun dengan pemupukan organik umur 6 dan 7 bulan
Konsentrasi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan
pemupukan organik umur 6 bulan
Konsentrasi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan
pemupukan organik umur 7 bulan
Produksi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan
pemupukan organik umur 6 bulan
Produksi total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun dengan
pemupukan organik umur 7 bulan
Produksi aktivitas PAL, total flavonoid, antosianin, total saponin torbangun
dengan pemupukan organik
Informasi nilai gizi daun torbangun, katuk dan tomat per takaran saji

50
51
51
52
52
53
53
54
54
62

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.

Bagan alir penelitian korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada
jaringan tanaman, pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dengan
pemupukan organik
Morfologi torbangun; a. Tangkai, b. Batang, c. Daun, d. Bunga
Posisi Daun ke-1, ke-3 dan ke-5
Pengaruh konsentrasi N pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh konsentrasi P pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh konsentrasi K pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh konsentrasi Ca pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh konsentrasi Fe pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh aktivitas PAL pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5
bulan tanaman torbangun
Pengaruh antosianin pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan
tanaman torbangun
Pengaruh flavonoid pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan
tanaman torbangun
Pengaruh saponin pada posisi daun ke-1, ke-3, atau ke-5 umur 3-5 bulan
tanaman torbangun
Kaitan aktivitas PAL pada pemanenan umur 3-5 bulan
Kaitan antosianin pada pemanenan umur 3-5 bulan
Kaitan flavonoid pada pemanenan umur 3-5 bulan
Kaitan saponin pada pemanenan umur 3-5 bulan
Skema sederhana lintasan biosintesis metabolit primer dan sekunder pada
tumbuhan. (Modifikasi dari Cseke et al. 2006)

4

5
15
22
23
23
24
24
25
25
26
26
29
29
30
30
34

viii

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Persiapan contoh untuk analisis protein dan aktivitas enzim (Dangcham et
al. 2008)
2. Analisis protein (metode Waterborg 2002)
3. Analisis aktivitas PAL (Dangcham et al. 2008)
4. Analisis konsentrasi antosianin (Sims & Gamon 2002)
5. Persiapan contoh untuk analisis konsentrasi total flavonoid
6. Analisis konsentrasi total flavonoid (metode aluminium chloride
colorimetric, Chang et al. (2002) dengan sedikit modifikasi)
7. Analisis konsentrasi total saponin menurut metode Fathonah & Sugiyarto
(2009) yang telah dimodifikasi
8 Analisis konsentrasi N-tot menurut metode Kjehdal
9 Analisis konsentrasi P dan K menurut metode pengabuan kering
10. Analisis konsentrasi kalsium (Ca) menurut metode Atomic Absorbsion
Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989)
11. Analisis konsentrasi zat besi (Fe) menurut metode Atomic Absorbsion
Spectrophotometry (AAS) (Apriyantono et al. 1989)
1.

72
72
72
72
72
73
73
74
75
76
76

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal
dari daerah tropis termasuk dalam famili Lamiaceae yang daunnya memiliki aroma
yang khas dan sebagai pangan fungsional dari sayuran yang mempunyai khasiat
obat (Ekawati et al. 2013). Saat ini, torbangun terbatas baru dikelola oleh
masyarakat etnis Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita yang
menyusui, mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk meningkatkan
produksi ASI (Lactagogue) (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik
et al. 2006; Damanik 2009). Selain itu fungsi daun torbangun yang sudah
dilaporkan termasuk sebagai anti-fungal dan/atau anti-bakterial (Khattak et al.
2013; Khattak et al. 2013a), analgesik (Devi et al. 2010; Pramadya et al. 2010),
mengurangi kolesterol (Andriani et al. 2012), dan membersihkan daerah rahim
(Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik 2009). Potensi sebagai
laktagogum ditunjukkan oleh daun torbangun yang mengandung saponin,
flavonoid, polifenol serta dapat meningkatkan hormon-hormon menyusui, seperti
prolaktin dan oksitosin. Ditemukan pula bahwa konsumsi daun torbangun
berpengaruh nyata terhadap peningkatan konsentrasi beberapa mineral seperti zat
besi, kalium, seng dan magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik 2005;
Damanik et al. 2006). Mengingat khasiatnya sebagai lactagogue sudah dibuktikan
secara ilmiah maka tanaman ini perlu diproduksi dan disebarkan tidak hanya
dikalangan masyarakat etnis Batak, akan tetapi perlu disebarluaskan dikalangan
masyarakat seluruh etnis di Indonesia.
Bagian tanaman torbangun yang paling banyak dimanfaatkan adalah
daunnya (Damanik 2009). Menurut Mahmud et al. (1990), dalam 100 g daun
torbangun mengandung 279 mg kalsium, 13.6 mg besi dan 13.288 mkg karotin total.
Kalsium dan zat besi sangat diperlukan untuk tubuh manusia. Kalsium merupakan
mineral yang paling banyak terdapat didalam tubuh, yaitu 1.5 – 2% dari berat badan
orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1.3 kg. Fungsi kalsium di dalam tubuh
antara lain berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, mengatur pembekuan
darah, katalisator reaksi biologik dan berperan dalam kontraksi otot (Almatsier
2001). Kalsium juga berperan dalam pembentukan trombin dan proses
penggumpalan darah dan diperlukan dalam proses penyerapan vitamin B serta
bermanfaat dalam struktur dan fungsi membran (Winarno 1997). Zat besi di dalam
tubuh mempunyai jumlah yang sedikit (3-5 g) namun mempunyai peranan yang
sangat besar. Peran penting zat besi didalam tubuh adalah untuk membentuk
hemoglobin dan membantu berbagai proses metabolisme tubuh. Metabolisme
tersebut di antaranya mengubah pro-vitamin A menjadi vitamin A aktif, transpor
oksigen, pembentukan DNA/RNA, sintesis karnitin untuk transportasi asam lemak,
sintesa kolagen, dan sintesis neurotransmiter (Agus 2005; Beard et al. 2006).
Daun merupakan jaringan tanaman yang umum digunakan untuk analisis.
Hal ini karena daun merupakan tempat terjadinya fotosintesis dan metabolisme
lainnya yang sangat aktif. Hara yang ada pada daun menggambarkan status hara
yang aktual dalam tanaman dan daun adalah jaringan yang selalu ada untuk
dianalisis (Mooney 1992). Analisis daun digunakan untuk pedoman mendiagnosis

2
status hara optimasi. Uji korelasi konsentrasi hara daun bertujuan untuk
mendapatkan hubungan yang paling baik dari konsentrasi suatu unsur dalam daun
pada umur tertentu (Marschner 1995). Beberapa unsur hara makro (seperti N, P,
dan K) secara fisiologis merupakan unsur hara yang memiliki fungsi dalam
tumbuhan yakni fungsi elektro kimia, fungsi struktur dan fungsi katalik, sedangkan
unsur hara mikro hanya berperan dalam fungsi katalik (Anggorowati et al. 2001).
Untuk memenuhi kebutuhan unsur hara makro dan mikro tanaman torbangun yang
optimal untuk pertumbuhan dan produktivitas tanaman salah satunya dapat
ditentukan oleh ketersediaan hara di dalam tanah dengan cara pemupukan.
Pemupukan bertujuan untuk memberikan tambahan hara yang tidak tersedia di
dalam tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik (Hardjowigeno 2003).
Pupuk organik merupakan sumber nitrogen tanah yang utama, selain itu peranannya
cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia, biologi tanah serta lingkungan.
Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah akan mengalami beberapa fase
perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk menjadi humus atau bahan organik
tanah (Suriadikarta & Simanungkalit 2006).
Penelitian sebelumnya menunjukkan adanya pengaruh pupuk organik
terhadap tanaman obat. Hasil penelitian Urnemi (2002) menunjukkan bahwa
pemupukan mulai berpengaruh positif terhadap bobot kering basah dan bobot
kering tanaman daun jinten pada naungan 50% dengan dosis pupuk P 50 kg ha-1
dan 0.03 kg m-2. Hasil penelitian Susanti et al. (2008), yaitu pupuk kandang ayam
dengan dosis 15 ton ha-1 merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi
biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g bobot kering umbi
per tanaman kolesom. Hasil penelitian Farchany (2011) menunjukkan bahwa
pemberian kombinasi pupuk organik 5.3 ton ha-1 pupuk kandang sapi + 138.1 kg
ha-1 guano + 8.2 ton ha-1 abu sekam dapat meningkatkan bobot pucuk layak jual
kolesom sampai dengan 25.67% dari pemberian pupuk anorganik. Mualim (2012)
menyatakan bahwa kolesom dengan pupuk organik di musim kemarau memberikan
produksi pucuk 37% lebih tinggi dari kolesom yang diberi pupuk inorganik. Hasil
penelitian Ekawati et al. (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik
meningkatkan konsentrasi hara jaringan tanaman torbangun yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa pupuk. Pemberian kombinasi pupuk lengkap (12.3 ton ha-1
pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam)
menghasilkan produksi bobot kering ha-1 (57.33%) sampai dengan umur 5 bulan
dan menghasilkan produksi metabolit ha-1 (Total fenolik 12.06%, antosianin
41.73%) yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Selanjutnya, Munawaroh
(2013) menambahkan bahwa pemupukan organik (12.3 ton ha-1 pupuk kandang
sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) sampai dengan umur
5 bulan dapat meningkatkan bobot basah pucuk 125.21% dibandingkan dengan
perlakuan tanpa pemupukan.
Penelitian tentang korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada
jaringan tanaman dan pemupukan organik torbangun perlu dilakukan karena sejauh
ini belum banyak informasi pengaruhnya dengan pertumbuhan dan produksi
metabolit torbangun. Oleh karena itu penelitian perlu dirancang untuk
menghasilkan suatu standard operating procedure (SOP) yang dapat diterapkan di
lapang.

3
Perumusan Masalah
Torbangun merupakan tanaman yang berasal dari daerah tropis, namun
banyak dikembangkan di daerah sub tropis dan dimanfaatkan untuk berbagai
macam tujuan. Saat ini, torbangun terbatas baru dikelola oleh masyarakat etnis
Batak di Sumatera Utara, Indonesia khususnya para wanita yang menyusui,
mengkonsumsi daun torbangun setelah melahirkan untuk meningkatkan produksi
ASI (Lactagogue) (Damanik et al. 2001; Damanik et al. 2004; Damanik et al. 2006;
Damanik 2009). Selain itu fungsi daun torbangun yang sudah dilaporkan termasuk
sebagai anti-fungal dan/atau anti-bakterial (Khattak et al. 2013; Khattak et al.
2013a), analgesik (Devi et al. 2010; Pramadya et al. 2010), mengurangi kolesterol
(Andriani et al. 2012), dan membersihkan daerah rahim (Damanik et al. 2001;
Damanik et al. 2004; Damanik 2009). Potensi sebagai laktagogum ditunjukkan oleh
daun torbangun yang mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta dapat
meningkatkan hormon-hormon menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin.
Ditemukan pula bahwa konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata terhadap
peningkatan konsentrasi beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan
magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik 2005; Damanik et al. 2006).
Mengingat khasiatnya sebagai lactagogue sudah dibuktikan secara ilmiah maka
tanaman ini perlu diproduksi dan disebarkan tidak hanya dikalangan masyarakat
etnis Batak, akan tetapi perlu disebarluaskan dikalangan masyarakat etnis di seluruh
Indonesia. Torbangun termasuk tanaman pangan fungsional dari sayuran yang
mempunyai khasiat obat. Tanaman berkhasiat obat karena mengandung senyawa
metabolit primer dan sekunder.
Pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dapat ditingkatkan melalui
kegiatan percobaan mengenai korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada
jaringan tanaman dan pemupukan organik. Korelasi konsentrasi hara jaringan
tanaman pada berbagai posisi daun dilakukan untuk mendapatkan rekomendasi
pemilihan posisi daun yang tepat sedangkan pemupukan secara organik dalam
kegiatan budidaya tanaman obat sangat diperlukan. Pupuk organik dapat
meningkatkan ketersediaan hara didalam tanah dan memperbaiki sifat fisik, kimia
dan biologi tanah. Belum banyak sumber penelitian yang memberikan informasi
mengenai korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada jaringan tanaman dan
pemupukan organik dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.
Penelitian yang akan dilakukan diharapkan dapat membantu meningkatkan
pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

Tujuan Penelitian
1.
2.

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
Mengetahui korelasi konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan
dan produksi metabolit torbangun.
Mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan dan produksi
metabolit torbangun.

4

Hipotesis Penelitian
1.
2.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
Terdapat korelasi antara konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan
pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.
Terdapat perlakuan pemupukan organik terbaik yang dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi awal dalam penyusunan
standard operating procedure (SOP) budidaya tanaman torbangun melalui
penelitian korelasi antara konsentrasi N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan
dan produksi metabolit torbangun. Selain itu, juga memberikan informasi tentang
pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun dengan pemupukan organik.

Ruang Lingkup Penelitian
Tujuan penelitian dan hipotesis dapat dijawab dengan melakukan kegiatan
percobaan (Gambar 1). Percobaan pertama untuk mengetahui korelasi konsentrasi
N, P, K, Ca dan Fe daun dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun.
Percobaan ke-dua untuk mengetahui pengaruh pupuk organik dengan pertumbuhan
dan produksi metabolit torbangun.

Gambar 1 Bagan alir penelitian korelasi konsentrasi hara N, P, K, Ca dan Fe pada
jaringan tanaman dengan pertumbuhan dan produksi metabolit torbangun
secara organik.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Identifikasi Tanaman Torbangun

Botani
Klasifikasi taksonomi torbangun adalah sebagai berikut: Plantae (Kingdom),
Phanerogamae (Divisi), Spermatophyta (Subdivisi), Angiospermae (Kelas),
Tubiflorae (Order), Lamiaceae (Famili), Oscimoidae (Sub Famili), Coleus (Genus),
Coleus amboinicus Lour. (Spesies).
Tanaman torbangun adalah terna sekuler tahunan atau agak menyerupai
semak, tidak berumbi, percabangan agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat
muda, dan lokos jika tua. Daun berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur
melebar, agak bundar atau berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 cm x 4-6 cm,
permukaan atas berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangan daunnya
berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian
pangkal. Panjang tangkai daun 2-4.5 cm dan berbulu halus (Siagian & Rahayu
2000). Helaian daun pada keadaan segar tebal, sangat berdaging dan berair, tulang
daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga membentuk bangunan menyerupai
jala, permukaan atas berbingkul-bingkul, berwarna hijau muda, 3.5 cm permukaan
atas dan bawah berambut halus berwarna putih. Helaian daun pada keadaan kering
tipis dan sangat berkerut, permukaan atas kasar, warna coklat sampai coklat tua,
permukaan bawah berwarna lebih muda dari permukaan atas, tulang daun kurang
menonjol pada kedua permukaan terdapat rambut halus berwarna putih (Burkill
1935; Quisumbing 1951; Heyne 1987).

a

b

c

d

Gambar 2 Morfologi torbangun; a. Tangkai, b. Batang, c. Daun, d. Bunga
Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu
gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging, dan berbulu halus.
Daun pelindung bundar telur melebar, panjang 3-4 cm dan ujung meruncing. Daun
kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan berkelenjar,
berukuran tidak sama, bergigi 5; gigi atas bundar telur melebar, tumpul; gigi lateral
dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung, panjang 8-12 mm,
panjang tabung 3-4 mm, menyerupai terompet; labium atas pendek, tegak, berbulu
sangat halus; labium bawah panjang dan cekung. Tangkai sari bersatu di bagian
bawah membentuk tabung dan mengelilingi putik. Berbiji satu coklat pucat,

6
permukaannya licin, agak bulat, pipih dan berukuran 0.7 x 0.5 mm (Siagian &
Rahayu 2000). Morfologi torbangun ditunjukkan pada Gambar 2.
Tanaman torbangun dikenal sebagai terna tahunan daerah tropis, dengan
batang-batang yang pada kakinya seringkali agak seperti kayu, penyebarannya di
jawa dari dataran rendah hingga mencapai 1.100 m di atas permukaan laut, tinggi
terna mencapai 30-90 cm, daun tebal berdaging, mudah pecah, bunga lembayung
muda sampai putih. Merupakan terna yang ditanam di taman-taman dan juga
tumbuh menjadi liar, jarang berbunga, namun mudah sekali dapat dibiakkan dengan
stek, cepat berakar di dalam tanah. Daunnya berbentuk jantung, sangat berdaging
dan harum baunya (De Padua et al. 1999).

Penyebaran di Indonesia
Coleus amboinicus Lour. merupakan nama universal tanaman torbangun.
Tanaman ini biasanya diramu menjadi bahan pembuat obat tradisional atau
dikonsumsi oleh ibu yang sedang hamil dan menyusui sebagai sayuran yang
dimasak maupun lalapan. Tanaman ini dapat dijumpai hampir di seluruh wilayah
Indonesia dengan berbagai nama. Masyarakat di daerah Sumatera, Torbangun
dikenal dengan nama Bangun-bangun atau Tarbangun (Damanik et al. 2001;
Damanik et al. 2004; Damanik 2009), sedangkan di daerah Jawa atau daerah
lainnya, daun Torbangun dikenal dengan nama Ajeran, Acerang, daun Kucing,
daun Kambing, dan Majha Nereng (Madura). Masyarakat di daerah sekitar Nusa
Tenggara, dikenal dengan nama Iwak dan Kumu Etu (Gembong 2004).
Fitokimia
Komposisi kandungan kimia secara ilmiah belum banyak diketahui pada
tanaman torbangun. Menurut Mardisiswojo & Rajakmangunsudarso (1985)
ditemukan bahwa dalam daun torbangun banyak mengandung kalium (6.46% dari
berat kering pada K2O) dan minyak atsiri (0.043% pada daun yang segar atau 0.2%
pada daun kering). Heyne (1987) dan Wijayakusuma et al. (1998) mendapatkan
bahwa dari 120 kg terna segar kira-kira terdapat 25 ml minyak atsiri yang
mengandung carvacrol, phenol (isopropyl-o-kresol), fenol dan sineol dan atas dasar
tersebut menyatakan sebagai antisepticum yang bernilai tinggi. Menurut Vasquez
et al. (2000), minyak atsiri dari daun torbangun juga mempunyai aktivitas tinggi
melawan infeksi cacing. Selain itu menurut Mardisiswojo & Rajakmangunsudarso
(1985) daun dan buahnya mengandung zat lemak dan protein. Daun bangun-bangun
mengandung saponin, flavonoida, polifenol dan minyak atsiri (Depkes RI 2000).
Fitonutrien
Menurut (Mahmud et al. 1990), komposisi zat gizi daun torbangun yang
terdaftar dalam Daftar komposisi bahan makanan adalah dalam 100 g daun
torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi dan karotin total dibandingkan
dengan katuk (Sauropus androgynus). Data selengkapnya tentang komposisi zat
gizi daun torbangun dan katuk tercantum dalam Tabel 1.

7
Tabel 1 Komposisi zat gizi daun torbangun dan katuk
Komposisi Zat Gizi per 100 g
Daun Torbangun
Energi (kal)
27
Protein (g)
1.3
Lemak (g)
0.6
Karbohidrat (g)
4.0
Serat (g)
1.0
Abu (g)
1.6
Kalsium (mg)
279
Fosfor (mg)
40
Besi (mg)
13.6
Karotin Total (mkg)
13288
Vitamin A
0
Vitamin B1
0.16
Vitamin C
5.1
Air
92.5
Berat dapat dimakan (%)
66

Katuk
59
6.4
1.0
9.9
1.5
1.7
233
98
3.5
10020
0
0
164
81
42

Pemanfaatan Daun Torbangun
Daun torbangun biasa diolah oleh masyarakat etnis Batak dalam bentuk
sayur sop. Sayur sop ini diberikan kepada ibu yang baru melahirkan. Mereka
percaya bahwa sayur sop daun torbangun dapat meningkatkan produksi air susu ibu
(ASI) (Damanik et al. 2001 dan 2004). Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Damanik et al. (2006), pada saat minggu ke-dua (hari ke-14 hingga ke-28
setelah suplementasi sayur sop daun torbangun), wanita yang telah mengkonsumsi
daun sop torbangun tetap mengalami peningkatan kuantitas dan kualitas ASI. Daun
torbangun mampu meningkatkan kesehatan wanita pasca melahirkan, berperan
sebagai uterus cleansing agent, dan dalam bentuk sop, daun torbangun dapat
menggantikan energi yang hilang selama proses melahirkan. Damanik (2005) dan
Warsiki et al. (2009) menyatakan bahwa dengan mengkonsumsi daun torbangun
dapat meningkatkan mineral dalam air susu, seperti zat besi, kalium, seng dan
magnesium serta meningkatkan berat badan bayi. Tanaman tersebut mengandung
unsur mineral mikro antara lain Cu dan Zn yang berperan penting dalam
penyusunan struktur tubuh dan dalam proses fisiologis ternak, baik untuk
pertumbuhan maupun pemeliharaan kesehatan.
Selain itu fungsi daun torbangun yang sudah dilaporkan termasuk sebagai
anti-fungal dan/atau anti-bakterial (Khattak et al. 2013; Khattak et al. 2013a),
analgesik (Devi et al. 2010; Pramadya et al. 2010), mengurangi kolesterol
(Andriani et al. 2012), dan membersihkan daerah rahim (Damanik et al. 2001;
Damanik et al. 2004; Damanik 2009). Potensi sebagai laktagogum ditunjukkan oleh
daun torbangun yang mengandung saponin, flavonoid, polifenol serta dapat
meningkatkan hormon-hormon menyusui, seperti prolaktin dan oksitosin.
Ditemukan pula bahwa konsumsi daun torbangun berpengaruh nyata terhadap
peningkatan konsentrasi beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan
magnesium dalam air susu ibu (ASI) (Damanik 2005; Damanik et al. 2006).

8
Manfaat lain dari daun torbangun selain dimasak sebagai sayur juga kadangkadang untuk lalapan. Oleh masyarakat di pulau Jawa, daun dipakai untuk memberi
aroma tajam masakan daging kambing. Selain itu menurut Heyne (1987) terna ini
bermanfaat sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan
pada daerah luka atau dibuat jamu penurun panas atau langsung dikunyah untuk
obat sariawan.
Torbangun digunakan sebagai obat: difteria, sembelit, stomakikum,
reumatik, tetanus, trakoma, penawar racun ular, penawar racun serangga, dan
penawar racun makanan. Selain itu juga digunakan untuk mengobati penyakit
telinga, batuk, kejang perut, demam, dan lain-lain. Sedangkan buah dan bijinya
digunakan untuk obat : cacar, anti-emetik, liver, ayan, sipilis (raja singa), radang
selaput lendir hidung, batuk rejan, panu, influenza dan lain-lain (PT. Eisai 1995).
Daun torbangun mengandung kalium yang dapat membersihkan darah,
mencegah infeksi, mengurangi rasa nyeri, menimbulkan rasa tenang, dan dapat
menciutkan selaput lendir. Rasa tenang yang dihasilkan oleh daun ini dapat
mengurangi stres yang timbul akibat cuaca panas. Cuaca panas dapat menimbulkan
stres sehingga menurunkan nafsu makan, sekresi air susu, dan bobot badan
(Mepham 1987). Daun torbangun juga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan
dan pertumbuhan bayi yang ibunya mengkonsumsi daun torbangun karena daun ini
dapat meningkatkan sekresi air susu ibu. Peningkatan volume air susu terjadi karena
adanya peningkatan aktivitas sel epitel yang ditandai dengan meningkatnya DNA
dan RNA kelenjar mammae (Damanik et al. 2006).
Oleh masyarakat di daerah China Peninsula juice daun torbangun diberikan
untuk obat batuk anak-anak dengan ditambah gula. Oleh masyarakat di Indo China
dipakai sebagai obat asthma dan bronkitis (Burkill 1935; Jain & Lata 1996). Oleh
masyarakat di Malaysia daun torbangun juga dimanfaatkan untuk jamu-jamuan
yang direbus dan diberikan setelah melahirkan (Burkill 1935). Mengingat kekayaan
alam dan ragam budaya/etnik di Indonesia, termasuk kebiasaan etnis batak
mengkonsumsi sayur torbangun untuk memperlancar dan meningkatkan produksi
ASI, maka kebiasaan tersebut perlu digali dan dikembangkan lebih lanjut untuk
diwariskan ke generasi selanjutnya. Dengan demikian turut serta dalam program
pemerintah untuk menggali, meneliti, menguji, mengembangkan, memanfaatkan
dan melestarikan salah satu kekayaan alam Indonesia.
Salah satu program pelestarian kekayaan alam yang perlu dilakukan yaitu
dengan melakukan berbagai penelitian ilmiah. Salah satu upaya penelitian ini untuk
meningkatkan nilai ekonomi dari tanaman torbangun dan telah dilakukan yaitu
dengan peningkatan keragaman varietas. Varietas baru dengan fenotipe baru yang
lebih beragam dapat diciptakan melalui teknik pemuliaan konvensional atau dengan
induksi mutasi (Marthin 2013). Hasil penelitian Aisyah et al. (2015) menunjukkan
bahwa aplikasi beberapa taraf dosis iradiasi sinar gamma pada coleus berpengaruh
nyata pada karakter tinggi, jumlah daun, dan jumlah ruas tanaman. Peningkatan
taraf dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan cenderung menghambat
pertumbuhan tanaman. Berdasarkan hasil penelitian, nilai LD50 untuk tanaman
torbangun yakni 37.62 Gy. Torbangun yang diradiasi pada taraf dosis 45 Gy
memperlihatkan keragaan bentuk daun baru yang berbeda dengan kontrol.
Perubahan fisiologi torbangun ini memiliki potensi untuk dikembangkan lebih
lanjut untuk melihat kestabilan mutasi pada generasi berikutnya.

9
Pupuk Organik
Pemupukan organik bertujuan untuk memberikan tambahan hara yang tidak
tersedia di dalam tanah sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik
(Hardjowigeno 2003). Pupuk organik merupakan sumber nitrogen tanah yang
utama, selain itu peranannya cukup besar terhadap perbaikan sifat fisik, kimia,
biologi tanah serta lingkungan. Pupuk organik yang ditambahkan ke dalam tanah
akan mengalami beberapa fase perombakan oleh mikroorganisme tanah untuk
menjadi humus atau bahan organik tanah (Suriadikarta & Simanungkalit 2006).
Senyawa atau unsur-unsur organik yang merupakan kandungan utama
pupuk organik dapat dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses
dekomposisi di dalam tanah, sehingga cara aplikasi yang efektif pupuk organik
adalah dengan memasukkannya ke dalam tanah (Marsono & Sigit 2001). Hanya
saja penggunaan pupuk organik memerlukan jumlah yang sangat banyak untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara dari suatu pertanaman, bersifat ruah baik dalam
pengangkutan dan penggunaannya di lapangan serta kemungkinan akan
menimbulkan kekahatan unsur hara apabila bahan organik yang diberikan belum
cukup matang (Sutanto 2002). Pupuk organik mampu menggemburkan lapisan
permukaan tanah, meningkatkan populasi jasad renik, mempertinggi daya serap dan
daya simpan air yang menyebabkan kesuburan tanah meningkat (Yuliarti 2009).

Pupuk Kandang
Pupuk kandang adalah sisa proses pencernaan makanan dalam tubuh hewan
bersama dengan sampah kandang yang terutama berasal dari sisa ransum yang tidak
termakan yang di digunakan kembali, dengan cara dikembalikan ke dalam tanah
(Bockman & Kaarstad 1999). Peranan pupuk kandang terhadap tanah adalah: (1).
Memperbaiki kemampuan tanah menyimpan air, (2). Mempengaruhi kemantapan
agregat tanah, (3) memperbaiki struktur tanah, (4). Mempertinggi nilai tukar kation,
(5) menyediakan unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman, (6) menghasilkan
banyak CO2 dan asam-asam organik yang membantu mineralisasi, (7) menaikkan
suhu tanah. Pupuk kandang yang berasal dari kotoran sapi atau ayam merupakan
pupuk organik yang umum digunakan dan merupakan bahan pembenah tanah yang
paling baik dibanding bahan pembenah lainnya dalam pemupukan organik, tetapi
hanya mampu memberikan unsur hara dalam jumlah terbatas (Sutanto 2002).
Kandungan unsur hara dari berbagai jenis pupuk kandang dilihat di Tabel 2.
Tabel 2 Kandungan unsur hara dari pupuk kandang ayam dan pupuk kandang lain
Kandungan hara
Jenis hewan
N
P
K
Mg
-------------------------------(%)------------------------------Sapi
2-8
0.2-1
0.7-3
0.6-1.5
Ayam
5-8
1-2
1-2
0.6-3
Babi
3-5
0.2-1.1
0.5-1.1
0.98
Domba
3-5
0.4-0.8
2-3
0.2
Sumber : Donahue (1961)

10
Penelitian pada kolesom didapatkan bahwa dengan pemberian pupuk
kandang ayam sebanyak 7.5-10 ton ha-1 menghasilkan jumlah daun yang tertinggi
(Ibeawuchi et al. 2006). Pemberian pupuk kandang ayam sebanyak 15 ton ha-1
memberikan produksi biomassa tertinggi (10.73 g bobot kering daun dan 6.36 g
bobot kering umbi per tanaman). Akan tetapi, kandungan senyawa bioaktif daun
dan umbi menurun oleh peningkatan dosis pupuk kandang ayam. Oleh karena itu,
dosis pupuk kandang ayam yang disarankan adalah 5 ton/ha sebagai pupuk dasar
(Susanti et al. 2008). Hal ini juga untuk menghindari terjadinya serangan
Pseudomonas sp. yang menyebabkan penyakit layu bakteri pada kolesom akibat
kondisi media sekitar perakaran yang lebih lembab (Mualim et al. 2009). Hasil
penelitian Ekawati et al. (2013) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik
meningkatkan konsentrasi hara jaringan tanaman torbangun yang lebih tinggi
dibandingkan tanpa pupuk. Pemberian kombinasi pupuk lengkap (12.3 ton ha-1
pupuk kandang sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam)
menghasilkan produksi bobot kering ha-1 (57.33%) sampai dengan umur 5 bulan
dan menghasilkan produksi metabolit ha-1 (Total fenolik 12.06%, antosianin
41.73%) yang lebih tinggi dibandingkan tanpa pupuk. Selanjutnya, Munawaroh
(2013) menambahkan bahwa pemupukan organik (12.3 ton ha-1 pupuk kandang
sapi + 1.5 ton ha-1 rock phosphate + 5.5 ton ha-1 abu sekam) sampai dengan umur
5 bulan dapat meningkatkan bobot basah pucuk 125.21% dibandingkan dengan
perlakuan tanpa pemupukan.
Pupuk Guano
Pupuk guano adalah pupuk yang berasal dari kotoran kelelawar dan sudah
mengendap lama di dalam gua dan telah bercampur dengan tanah dan bakteri
pengurai. Fosfat guano merupakan hasil akumulasi sekresi burung pemakan ikan
dan sekresi kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu gamping karena
pengaruh air hujan dan air tanah. Berdasarkan tempatnya, endapan fosfat guano
terdiri dari endapan permukaan dan bawah gua (Yusuf 2010).
Guano yang berasal dari kotoran kelelawar dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok besar berdasarkan rasio NPK, yaitu (1) guano dengan kandungan fosfor
tinggi (3:13:44:30:4) yang berasal dari frugivorous bat dan (2) guano dengan
kandungan nitrogen tinggi (8:4:1-13:3:3) yang berasal dari insectivorous bat
(Sridhar et al. 2006). Berdasarkan proses pembentukannya fosfat alam dapat dibagi
menjadi tiga jenis (Kasno et al. 2006): (1) Guano, terbentuk dari hasil akumulasi
sekresi burung pemakan ikan dan kelelawar yang terlarut dan bereaksi dengan batu
gamping akibat pengaruh air hujan dan air tanah; (2) Fosfat primer, terbentuk dari
pembekuan magma alkali yang mengandung mineral fosfat apatit, terutama fluor
apatite [Ca5(PO4)3F]. Apatit dapat dibedakan atas chlorapatite [3Ca3(PO4)2CaCl2]
dan fluor apatite [3Ca3(PO4)2CaF2]; (3) Fosfat sedimenter (marin), merupakan
endapan fosfat sedimen yang terendapkan di laut dalam, pada lingkungan alkali dan
tenang. Fosfat alam ini terbentuk di laut dalam bentuk kalsium fosfat yang disebut
fosforit.
Kandungan utama dari guano yakni unsur N dan P, namun ada pula guano
yang mengandung unsur K (Yuliarti 2009). Lebih tepatnya guano mengandung
unsur N 2.09%, P 10.43%, K 0.07%, Ca 26.72%, Mg 0.98%, dan S 0.02%. Selain

11
mengandung banyak nutrisi, guano juga berperan sebagai sumber dari berbagai
bakteri yang berperan sebagai agen hayati untuk menekan terjadinya hama dan
penyakit pada tanaman. Pupuk organik guano lama berada dalam tanah,
meningkatkan produktivitas tanah dan menyediakan unsur hara bagi tanaman lebih
lama daripada pupuk kimia buatan (Endrizal & Bobihoe 2000). Sekitar 1.000 gua
di Indonesia diprediksi berpotensi sebagai tempat deposit guano, sehingga guano
menjadi salah satu solusi atas masalah kelangkaan pupuk (Kristanto et al. 2009).
Penelitian Rahadi (2008) menunjukkan pemberian guano sebanyak 216 kg
ha-1 yang dikombinasikan dengan pupuk kandang sapi 1.5 ton ha-1 menghasilkan
produksi kedelai tertinggi sebesar 5.90 kg 10-1 m2 (5.90 ton ha-1). Pemberian guano
pada tanaman sebagai pupuk organik telah banyak dilakukan. Namun, publikasi
yang terkait dengan pengaruh guano dengan pertumbuhan dan produksi tanaman
masih jarang ditemukan. Pengaruh guano terhadap kandungan fitokimia dan
antioksidan torbangun juga belum banyak diteliti.

Abu Sekam
Menurut Harsono (2002) sekam padi adalah bagian terluar dari bulir padi,
yang merupakan hasil sampingan saat proses penggilingan padi dilakukan. Sekitar
20% dari bobot padi adalah sekam padi dan kurang lebih 15% dari komposisi sekam
adalah abu sekam yang selalu dihasilkan setiap kali sekam dibakar. Sutanto (2002)
menambahkan bahwa sekam padi secara nyata mempengaruhi sifat kimia, fisik, dan
biologi tanah.
Abu sekam yang berasal dari sekam padi merupakan bahan berlignoselulosa seperti biomassa lainnya namun mengandung silika yang tinggi.
Kandungan kimia sekam padi terdiri atas 50 % selulosa, 25-30 % lignin, dan 15-20
% silika (Bakri 2009). Sekam padi saat ini telah dikembangkan sebagai bahan baku
untuk menghasilkan abu yang dikenal sebagai RHA (rice-hull ash). Abu sekam
padi yang dihasilkan dari pembakaran sekam padi pada suhu 400-500 °C akan
menjadi silika amorphous dan pada suhu yang lebih besar dari 1000 °C akan
menjadi silika kristalin. Penggunaan abu sekam pada lahan pertanian selain sebagai
sumber silikat juga merupakan salah satu alternatif untuk mengurangi pencemaran
lingkungan oleh limbah pertanian di sekitar lokasi penggilingan padi dan sekaligus
sebagai upaya pengembalian sisa panen ke areal pertanian. Pemberian abu sekam
sebagai sumber silikat pada tanah Andisol dan Oxisol dapat melepaskan fosfor
terjerap (Ilyas et al. 2000).
Penelitian menunjukkan pemberian abu sekam dapat meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman (Priyadharshini & Seran 2009; Sitio et al.
2007), serta menurunkan intensitas serangan hama (Melati et al. 2008). Pemberian
4.5 ton ha-1 abu sekam menghasilkan produksi tertinggi (1.44 ton ha-1) pada
tanaman Vigna unguiculata L. (Priyadharshini & Seran 2009). Selanjutnya, abu
sekam dengan dosis 1-3 ton ha-1 dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman padi
dan memberikan pengaruh nyata terhadap peubah jumlah anakan maksimum dan
luas daun (Sitio et al. 2007). Melati et al. (2008) menambahkan bahwa sebaiknya
abu sekam tidak diberikan secara tunggal melainkan dikombinasikan dengan pupuk
organik lain.

12
KORELASI KONSENTRASI N, P, K, Ca DAN Fe DAUN DENGAN
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI METABOLIT TORBANGUN
(Coleus amboinicus Lour.)
ABSTRAK
Torbangun (Coleus amboinicus Lour.) merupakan tanaman yang berasal
dari daerah tropis termasuk ke dalam famili Lam