K Ajian Umur Simpan Sop Daun Torbangun (Coleus Amboinicus Lour) dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya

(1)

K

K

Ka

a

a

j

ji

j

i

ia

a

a

n

n

n

U

U

Um

m

mu

u

u

r

r

r

S

S

S

i

i

i

m

m

m

p

p

p

a

an

a

n

n

S

S

S

o

o

o

p

p

p

D

D

D

a

a

a

u

u

u

n

n

n

T

T

T

o

o

o

r

r

r

b

b

b

a

a

a

n

n

n

g

g

g

u

u

u

n

n

n

(

((CCCooollleeeuuusssaaammmbbboooiiinnniiicccuuusssLLLooouuurrr)))

D

D

D

a

a

a

n

n

n

P

P

P

e

e

e

r

r

r

h

h

h

i

i

i

t

t

t

u

u

u

n

n

n

g

g

g

a

a

a

n

n

n

M

Mi

M

i

ig

g

gr

r

ra

a

a

s

s

s

i

i

i

T

T

T

o

o

o

t

t

t

a

a

a

l

l

l

K

Ke

K

e

em

m

ma

a

a

s

sa

s

a

a

n

n

n

n

n

n

y

ya

y

a

a

Oleh :

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(2)

K

K

a

a

j

j

i

i

a

a

n

n

U

U

m

m

u

u

r

r

S

S

i

i

m

m

p

p

a

a

n

n

S

S

o

o

p

p

D

D

a

a

u

u

n

n

T

T

o

o

r

r

b

b

a

a

n

n

g

g

u

u

n

n

(

Coleus amboinicus

Lour)

D

D

a

a

n

n

P

P

e

e

r

r

h

h

i

i

t

t

u

u

n

n

g

g

a

a

n

n

M

M

i

i

g

g

r

r

a

a

s

s

i

i

T

T

o

o

t

t

a

a

l

l

K

K

e

e

m

m

a

a

s

s

a

a

n

n

n

n

y

y

a

a

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(3)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

K

K

a

a

j

j

i

i

a

a

n

n

U

U

m

m

u

u

r

r

S

S

i

i

m

m

p

p

a

a

n

n

S

S

o

o

p

p

D

D

a

a

u

u

n

n

T

T

o

o

r

r

b

b

a

a

n

n

g

g

u

u

n

n

(

Coleus amboinicus

Lour)

D

D

a

a

n

n

P

P

e

e

r

r

h

h

i

i

t

t

u

u

n

n

g

g

a

a

n

n

M

M

i

i

g

g

r

r

a

a

s

s

i

i

T

T

o

o

t

t

a

a

l

l

K

K

e

e

m

m

a

a

s

s

a

a

n

n

n

n

y

y

a

a

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

Dilahirkan pada 14 Maret 1985 Di Tanjung karang

Tanggal Lulus Bogor, Oktober 2007

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(4)

Devi Marlina. F34103037. Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya. Dibawah bimbingan Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007

Ringkasan

Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku Batak. Daun Torbangun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten. Selain sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza, dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).

Fitriah (2007) telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi pada berbagai jenis kemasan.

Kajian umur simpan dilakukan dengan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) atau disebut juga metode konvensional dimana produk disimpan sesuai dengan kondisi normal sehari–hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.

Penurunan mutu produk dianalisa secara kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisa yang dilakukan antara lain pH, TAT, TPC, dan TBA. Hasil analisa pH pada kemasan gelas dan CPET memiliki kecenderungan yang sama untuk penyimpanan pada suhu rendah, yaitu cenderung mengalami kenaikan. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan drastis. Produk yang dikemas pada kemasan kaleng memiliki nilai pH yang tidak jauh berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan dengan kecenderungan naik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TAT yang terukur pada kemasan gelas dan kemasan CPET memiliki kecenderungan yang sama, menurun pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) dan meningkat pada penyimpanan suhu ruang. Pada penyimpanan suhu ruang, nilai TAT meningkat drastis sejak penyimpanan selama 4 hari untuk kemasan CPET dan 6 hari untuk kemasan gelas. Penurunan nilai TAT produk yang disimpan pada suhu rendah disebabkan karena terhambatnya laju oksidasi karena penyimpanan dingin. Laju oksidasi yang terhambat membuat degradasi asam lemak juga terhambat, sehingga jumlah asam yang dihasilkan tidak besar. Sebaliknya, produk yang disimpan pada suhu ruang mengalami peningkatan nilai TAT karena laju oksidasi dipicu dengan cahaya dan panas. Perubahan nilai TAT pada kemasan kaleng tidak berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan. Nilai TAT yang terukur pada kemasan kaleng lebih besar dari kemasan gelas dan CPET dan memiliki kecenderungan meningkat. Hal ini berkaitan dengan karakteristik kaleng.


(5)

Pertumbuhan koloni yang terdapat pada kemasan gelas dan CPET pada penyimpanan suhu rendah sampai pada penyimpanan ke enam belas hari relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan mikroba yang tumbuh pada suhu ruang. Pada suhu ruang jumlah koloni yang terhitung meningkat drastis hingga penyimpanan pada hari ke delapan. Penyimpanan sop daun Torbangun pada kemasan kaleng menunjukkan jumlah koloni yang negatif hingga penyimpanan hari ke enam, dan mulai menunjukkan hasil positif pada hari selanjutnya. Rata – rata jumlah koloni yang tumbuh pada sop daun Torbangun sampai penyimpanan hari ke 22 adalah kurang dari 30 koloni per ml.

Nilai TBA pada tiga kemasan yang digunakan pada penelitian ini kecil yaitu hanya berkisar 0,012 mg malonaldehida/kg bahan sampai 0,060 mg malonaldehida/kg bahan, hal ini berkaitan dengan penambahan antioksidan yang dapat menghambat laju oksidasi lemak pada santan. Hasil penilaian panelis pada uji hedonik menunjukkan penurunan skor hingga akhir penyimpanan.

Berdasarkan hasil analisa penurunan mutu yang dilakukan dapat diperkirakan sop daun Torbangun yang dikemas dengan gelas dan kemasan CPET pada suhu 5-8°C dan 10-12°C bisa dikonsumsi sebelum 8 hari. Produk sop daun Torbangun yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat dikonsumsi sebelum penyimpanan selama 2 hari. Produk sop daun Torbangun yang dikemas pada kaleng pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) bisa dikonsumsi hingga 22 hari, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang produk ini bisa dikonsumsi hingga 14 hari.

Hasil perhitungan migrasi total pada ketiga kemasan yang digunakan menunjukkan jumlah migran di bawah standar yang ditetapkan oleh EU yaitu 10 mg/dm2 untuk food simulant aquades, asam asetat3%, dan alkohol 15%. Perhitungan migrasi total terhadap food simulant alkohol 95% memberikan hasil yang tinggi dan melebihi dari standar yang diperbolehkan oleh EU.

Dari hasil penelitian, umur simpan paling lama didapatkan pada produk sop daun Torbangun yang dikemas dengan kemasan kaleng pada penyimpanan suhu rendah. Akan tetapi dilihat dari potensi migrasi kemasan kaleng memiliki resiko migrasi paling tinggi.


(6)

Devi Marlina. F34103037. Shelf Life Study of Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Leaf Soup and Total Migration of Its Packaging. Supervised by Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007.

SUMMARY

Torbangun is originating from North Sumatera. Since years ago, Batak people believed that Torbangun can stimulate the breast milk production or even could used to recovery mother’s health status after birth. Beside that, Torbangun also used as traditional medicine for sprue, fever, headache, influenza, rheumatic (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).

Fitriah (2007) studied the best packaging for Torbangun soup, there are CPET, glass and tin plate. Study about quality deterioration is needed to understand product shelf life. It’s also related with migration of the packaging. Shelf life study conducted with Extended Storage Studies (ESS) or known as convencional method. Product stored in daily condition and monitoring until expired.

There are three types of packaging used in this study. There are glass, CPET and tin plate. It also used room temperature and refrigerator temperature. The Torbangun soup stored for 20 days. Along the storage, soup is analyzed its quality including acidity level (pH), Titrated Acid Total (TAT), microbiology test (Total Plate Count), and rancidity test (thiobarbituric Acid Value).

The primary study resulted that pH value glass and CPET has same inclination for refrigerator temperature storage which was increased. pH value for room temperature has decreased. While, pH value tin plate not really different for all temperature and the value was increased.

The calculation of TAT value can be used to know the acidity level. Result study show that TAT value glass and CPET has same inclination and tends to decreased at low temperature (5-8°C dan 10-12°C), while increased at high temperature (room temperature). TAT value tends to increased dramatically at fourth days storage in CPET and six days storage in glass. Decreasing TAT value at low temperature storage is because hampered oxidation. Product stored at room temperature produce high oxidation becaused of heat and light influenced. TAT value tin plate not really different for all temperature. TAT value tin plate tends to be higher than glass and CPET. This related with its characteristic.

The result of kind examination for TPC shows that glass and CPET packaging at low temperature storage tends to be lower than room temperature storage. Number of microorganism is low until 16 days storage. High number of microorganism is shown by room temperature storage which rapidly increased until 8 days storage. TPC value tin plate is negatif until 6 days storage, and microorganism grow the day after. TPC average value tin plate is lower that 30 colony/ml until 22 days storage.TBA value for all packaging is low , there are about 0,012 mg malonaldehida/kg product until 0,060 mg malonaldehida/kg product. This is because of antioxidant added. Antioxidant hampered oxidation.

Base on deterioration quality study, Torbangun soup in glass and CPET packaging best consume before 8 days at refrigerator temperature storage. While at room temperature best consume before 2 days storage. Torbangun soup in tin


(7)

plate packaging best consume until 22 days at refrigerator storage and 14 days at room temperature storage.

Total migration result shows that all packaging have migran number lower that EU standar which is 10 mg/dm2 for food simulant aquades, acetic acid 3%, alcohol 15%. The highest migran number shown by food simulant alcohol 95%. From this study conclude that tin plate give the longest shelf life but its has high risk migration too.


(8)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 14 maret 1985 dengan nama lengkap Devi Marlina. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Maizal Chandra dan Ernawati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung pada tahu 1989-1991 dan meneruskan jenjang sekolah lanjutan di SLTP Negeri 2 Bandar Lampung. Selanjutnya, penulis melanjutkan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2 Bandar Lampung. Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI.

Selama masa studi di IPB, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian baik dalam maupun luar kampus. Organisasi dalam kampus yang pernah diikuti penulis yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian), IAAS International Association of Agriculture Related Sciences of Student), dan Forum Silaturahmi Mahasiswa ESQ (FOSMA ESQ Bogor). Pada tahun 2005-2006 Penulis menjabat sebagai ketua Biro Hubungan Eksternal HIMALOGIN. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan baik dalam maupun luar kampus, berbagai ajang perlombaan dalam bidang bahasa inggris juga pernah dijuarai dengan tim english debatnya.

Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan topik Efisiensi Produksi di PT Coca Cola Bottling Company Southern Sumatera tahun 2006. Lebih lanjut, penulis menyelesaikan masa studi dengan judul penelitian ”Kajian Umur Simpan Sop Daun Torbangun Dan Perhitungan Migrasi Totalnya” dibawah bimbingan Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M Rizal Damanik M.rep.Sc.PhD.


(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya” dengan baik.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M. Rizal M. Damanik M.Rep.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis

2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini

3. Ibunda Ernawati, A.Md tercinta dan ayahanda serta kedua adik-adikku Fetra Januar dan Irfan Febriandi atas doa, kasih sayang serta dukungan moril dan materiil yang berharga bagi penulis

4. Bapak Dr. Syafruddin Surin, SpJP. dan Ete Rosmaini Syaf serta sepupu Rahmi, Ridho, dan abang Rahmedi atas kasih sayangnya kepada penulis serta dukungan, dan motivasi yang tak henti tercurah

5. Pak Buyung dan Om Delfi sekeluarga atas dukungan dan doa yang berarti bagi penulis

6. Uni Herlinda dan Mas Imam serta keponakan tersayang untuk rumah baru yang menyenangkan

7. Saudari–saudari penyejuk yang menemani hari-hari penulis saat masa studi Neng Detri, Widia, Indah, Farah, Bunda Ratih, Adinda untuk bahu yang selalu ada saat bersandar

8. Sahabat–sahabat terbaik penulis selama di TIN Vinanda, Mayang, mbak Umi, Purwati, Idesh, Fardian, Helmi, Ichsan, Budi, Ayah Amet, Hendrick, Umam,


(10)

Galuh, Mas Akhlis dan Mas Kosi, skripsi ini tak akan pernah selesai tanpa bantuan kalian

9. Uda Yandra, saudara perantauan terbaik atas motivasi dan perhatiannya yang berarti selama masa studi

10.Adik-adiku Ami, Amen, Ade Putra, Neisya Solaita, atas waktu dan tenaga yang telah diberikan kepada penulis

11.Keluarga Besar IKMP atas persaudaraan indah yang diberikan (Mona, Inggit, Dora, Ayu, Nandi, Ipal, Sutan, Zano)

12.Teman-teman selama penelitian, Mas tarwin, Mbak Pipit, Silvi, dan seluruh laboran TIN

13.Bu Ulan dan keluarga atas bantuan dan perhatiannya

14.Derry Dardanella dan Windi Rismawati, rekan satu bimbingan yang selalu menyemangati

15.Rekan–rekan TIN 40 yang tak dapat disebutkan satu persatu, atas persaudaraan indah, dukungan dan persahabatan terbaik dalam meniti langkah selama kuliah

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Tiada satu hal pun yang sempurna melebihi kesempurnaan-Nya, begitu juga skripsi hasil penelitian ini yang kemungkinan masih memiliki kekurangan.. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berdoa semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2007


(11)

K

K

Ka

a

a

j

ji

j

i

ia

a

a

n

n

n

U

U

Um

m

mu

u

u

r

r

r

S

S

S

i

i

i

m

m

m

p

p

p

a

an

a

n

n

S

S

S

o

o

o

p

p

p

D

D

D

a

a

a

u

u

u

n

n

n

T

T

T

o

o

o

r

r

r

b

b

b

a

a

a

n

n

n

g

g

g

u

u

u

n

n

n

(

((CCCooollleeeuuusssaaammmbbboooiiinnniiicccuuusssLLLooouuurrr)))

D

D

D

a

a

a

n

n

n

P

P

P

e

e

e

r

r

r

h

h

h

i

i

i

t

t

t

u

u

u

n

n

n

g

g

g

a

a

a

n

n

n

M

Mi

M

i

ig

g

gr

r

ra

a

a

s

s

s

i

i

i

T

T

T

o

o

o

t

t

t

a

a

a

l

l

l

K

Ke

K

e

em

m

ma

a

a

s

sa

s

a

a

n

n

n

n

n

n

y

ya

y

a

a

Oleh :

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(12)

K

K

a

a

j

j

i

i

a

a

n

n

U

U

m

m

u

u

r

r

S

S

i

i

m

m

p

p

a

a

n

n

S

S

o

o

p

p

D

D

a

a

u

u

n

n

T

T

o

o

r

r

b

b

a

a

n

n

g

g

u

u

n

n

(

Coleus amboinicus

Lour)

D

D

a

a

n

n

P

P

e

e

r

r

h

h

i

i

t

t

u

u

n

n

g

g

a

a

n

n

M

M

i

i

g

g

r

r

a

a

s

s

i

i

T

T

o

o

t

t

a

a

l

l

K

K

e

e

m

m

a

a

s

s

a

a

n

n

n

n

y

y

a

a

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,

Institut Pertanian Bogor

Oleh

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

2007

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR


(13)

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

K

K

a

a

j

j

i

i

a

a

n

n

U

U

m

m

u

u

r

r

S

S

i

i

m

m

p

p

a

a

n

n

S

S

o

o

p

p

D

D

a

a

u

u

n

n

T

T

o

o

r

r

b

b

a

a

n

n

g

g

u

u

n

n

(

Coleus amboinicus

Lour)

D

D

a

a

n

n

P

P

e

e

r

r

h

h

i

i

t

t

u

u

n

n

g

g

a

a

n

n

M

M

i

i

g

g

r

r

a

a

s

s

i

i

T

T

o

o

t

t

a

a

l

l

K

K

e

e

m

m

a

a

s

s

a

a

n

n

n

n

y

y

a

a

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Jurusan Teknologi Industri Pertanian,

Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Oleh:

D

D

e

e

v

v

i

i

M

M

a

a

r

r

l

l

i

i

n

n

a

a

F

F3344110033003377

Dilahirkan pada 14 Maret 1985 Di Tanjung karang

Tanggal Lulus Bogor, Oktober 2007

Menyetujui,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II


(14)

Devi Marlina. F34103037. Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya. Dibawah bimbingan Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007

Ringkasan

Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku Batak. Daun Torbangun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten. Selain sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza, dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).

Fitriah (2007) telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi pada berbagai jenis kemasan.

Kajian umur simpan dilakukan dengan menggunakan metode Extended Storage Studies (ESS) atau disebut juga metode konvensional dimana produk disimpan sesuai dengan kondisi normal sehari–hari dan dilakukan pengamatan terhadap penurunan mutunya hingga mencapai tingkat mutu kadaluarsa. Pendugaan umur simpan produk dengan mengamati produk selama penyimpanan sampai terjadi perubahan yang tidak dapat lagi diterima oleh konsumen.

Penurunan mutu produk dianalisa secara kimia, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisa yang dilakukan antara lain pH, TAT, TPC, dan TBA. Hasil analisa pH pada kemasan gelas dan CPET memiliki kecenderungan yang sama untuk penyimpanan pada suhu rendah, yaitu cenderung mengalami kenaikan. Nilai pH pada penyimpanan suhu ruang mengalami penurunan drastis. Produk yang dikemas pada kemasan kaleng memiliki nilai pH yang tidak jauh berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan dengan kecenderungan naik.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai TAT yang terukur pada kemasan gelas dan kemasan CPET memiliki kecenderungan yang sama, menurun pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) dan meningkat pada penyimpanan suhu ruang. Pada penyimpanan suhu ruang, nilai TAT meningkat drastis sejak penyimpanan selama 4 hari untuk kemasan CPET dan 6 hari untuk kemasan gelas. Penurunan nilai TAT produk yang disimpan pada suhu rendah disebabkan karena terhambatnya laju oksidasi karena penyimpanan dingin. Laju oksidasi yang terhambat membuat degradasi asam lemak juga terhambat, sehingga jumlah asam yang dihasilkan tidak besar. Sebaliknya, produk yang disimpan pada suhu ruang mengalami peningkatan nilai TAT karena laju oksidasi dipicu dengan cahaya dan panas. Perubahan nilai TAT pada kemasan kaleng tidak berbeda untuk ketiga suhu penyimpanan. Nilai TAT yang terukur pada kemasan kaleng lebih besar dari kemasan gelas dan CPET dan memiliki kecenderungan meningkat. Hal ini berkaitan dengan karakteristik kaleng.


(15)

Pertumbuhan koloni yang terdapat pada kemasan gelas dan CPET pada penyimpanan suhu rendah sampai pada penyimpanan ke enam belas hari relatif masih lebih rendah dibandingkan dengan mikroba yang tumbuh pada suhu ruang. Pada suhu ruang jumlah koloni yang terhitung meningkat drastis hingga penyimpanan pada hari ke delapan. Penyimpanan sop daun Torbangun pada kemasan kaleng menunjukkan jumlah koloni yang negatif hingga penyimpanan hari ke enam, dan mulai menunjukkan hasil positif pada hari selanjutnya. Rata – rata jumlah koloni yang tumbuh pada sop daun Torbangun sampai penyimpanan hari ke 22 adalah kurang dari 30 koloni per ml.

Nilai TBA pada tiga kemasan yang digunakan pada penelitian ini kecil yaitu hanya berkisar 0,012 mg malonaldehida/kg bahan sampai 0,060 mg malonaldehida/kg bahan, hal ini berkaitan dengan penambahan antioksidan yang dapat menghambat laju oksidasi lemak pada santan. Hasil penilaian panelis pada uji hedonik menunjukkan penurunan skor hingga akhir penyimpanan.

Berdasarkan hasil analisa penurunan mutu yang dilakukan dapat diperkirakan sop daun Torbangun yang dikemas dengan gelas dan kemasan CPET pada suhu 5-8°C dan 10-12°C bisa dikonsumsi sebelum 8 hari. Produk sop daun Torbangun yang disimpan pada suhu ruang hanya dapat dikonsumsi sebelum penyimpanan selama 2 hari. Produk sop daun Torbangun yang dikemas pada kaleng pada penyimpanan suhu rendah (5-8°C dan 10-12°C) bisa dikonsumsi hingga 22 hari, sedangkan pada penyimpanan suhu ruang produk ini bisa dikonsumsi hingga 14 hari.

Hasil perhitungan migrasi total pada ketiga kemasan yang digunakan menunjukkan jumlah migran di bawah standar yang ditetapkan oleh EU yaitu 10 mg/dm2 untuk food simulant aquades, asam asetat3%, dan alkohol 15%. Perhitungan migrasi total terhadap food simulant alkohol 95% memberikan hasil yang tinggi dan melebihi dari standar yang diperbolehkan oleh EU.

Dari hasil penelitian, umur simpan paling lama didapatkan pada produk sop daun Torbangun yang dikemas dengan kemasan kaleng pada penyimpanan suhu rendah. Akan tetapi dilihat dari potensi migrasi kemasan kaleng memiliki resiko migrasi paling tinggi.


(16)

Devi Marlina. F34103037. Shelf Life Study of Torbangun (Coleus amboinicus Lour) Leaf Soup and Total Migration of Its Packaging. Supervised by Endang Warsiki dan M.Rizal M. Damanik. 2007.

SUMMARY

Torbangun is originating from North Sumatera. Since years ago, Batak people believed that Torbangun can stimulate the breast milk production or even could used to recovery mother’s health status after birth. Beside that, Torbangun also used as traditional medicine for sprue, fever, headache, influenza, rheumatic (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000).

Fitriah (2007) studied the best packaging for Torbangun soup, there are CPET, glass and tin plate. Study about quality deterioration is needed to understand product shelf life. It’s also related with migration of the packaging. Shelf life study conducted with Extended Storage Studies (ESS) or known as convencional method. Product stored in daily condition and monitoring until expired.

There are three types of packaging used in this study. There are glass, CPET and tin plate. It also used room temperature and refrigerator temperature. The Torbangun soup stored for 20 days. Along the storage, soup is analyzed its quality including acidity level (pH), Titrated Acid Total (TAT), microbiology test (Total Plate Count), and rancidity test (thiobarbituric Acid Value).

The primary study resulted that pH value glass and CPET has same inclination for refrigerator temperature storage which was increased. pH value for room temperature has decreased. While, pH value tin plate not really different for all temperature and the value was increased.

The calculation of TAT value can be used to know the acidity level. Result study show that TAT value glass and CPET has same inclination and tends to decreased at low temperature (5-8°C dan 10-12°C), while increased at high temperature (room temperature). TAT value tends to increased dramatically at fourth days storage in CPET and six days storage in glass. Decreasing TAT value at low temperature storage is because hampered oxidation. Product stored at room temperature produce high oxidation becaused of heat and light influenced. TAT value tin plate not really different for all temperature. TAT value tin plate tends to be higher than glass and CPET. This related with its characteristic.

The result of kind examination for TPC shows that glass and CPET packaging at low temperature storage tends to be lower than room temperature storage. Number of microorganism is low until 16 days storage. High number of microorganism is shown by room temperature storage which rapidly increased until 8 days storage. TPC value tin plate is negatif until 6 days storage, and microorganism grow the day after. TPC average value tin plate is lower that 30 colony/ml until 22 days storage.TBA value for all packaging is low , there are about 0,012 mg malonaldehida/kg product until 0,060 mg malonaldehida/kg product. This is because of antioxidant added. Antioxidant hampered oxidation.

Base on deterioration quality study, Torbangun soup in glass and CPET packaging best consume before 8 days at refrigerator temperature storage. While at room temperature best consume before 2 days storage. Torbangun soup in tin


(17)

plate packaging best consume until 22 days at refrigerator storage and 14 days at room temperature storage.

Total migration result shows that all packaging have migran number lower that EU standar which is 10 mg/dm2 for food simulant aquades, acetic acid 3%, alcohol 15%. The highest migran number shown by food simulant alcohol 95%. From this study conclude that tin plate give the longest shelf life but its has high risk migration too.


(18)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 14 maret 1985 dengan nama lengkap Devi Marlina. Penulis adalah anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Maizal Chandra dan Ernawati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 2 Labuhan Ratu Bandar Lampung pada tahu 1989-1991 dan meneruskan jenjang sekolah lanjutan di SLTP Negeri 2 Bandar Lampung. Selanjutnya, penulis melanjutkan sekolah lanjutan tingkat atas di SMU Negeri 2 Bandar Lampung. Tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada Departemen Teknologi Industri Pertanian melalui jalur USMI.

Selama masa studi di IPB, penulis aktif dalam kegiatan keorganisasian baik dalam maupun luar kampus. Organisasi dalam kampus yang pernah diikuti penulis yaitu HIMALOGIN (Himpunan Mahasiswa Teknologi Industri Pertanian), IAAS International Association of Agriculture Related Sciences of Student), dan Forum Silaturahmi Mahasiswa ESQ (FOSMA ESQ Bogor). Pada tahun 2005-2006 Penulis menjabat sebagai ketua Biro Hubungan Eksternal HIMALOGIN. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan baik dalam maupun luar kampus, berbagai ajang perlombaan dalam bidang bahasa inggris juga pernah dijuarai dengan tim english debatnya.

Penulis melakukan kegiatan praktek lapang dengan topik Efisiensi Produksi di PT Coca Cola Bottling Company Southern Sumatera tahun 2006. Lebih lanjut, penulis menyelesaikan masa studi dengan judul penelitian ”Kajian Umur Simpan Sop Daun Torbangun Dan Perhitungan Migrasi Totalnya” dibawah bimbingan Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M Rizal Damanik M.rep.Sc.PhD.


(19)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Kajian Umur Simpan Sop daun Torbangun dan Perhitungan Migrasi Total Kemasannya” dengan baik.

Penulis sepenuhnya menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak akan selesai tanpa adanya bimbingan dan dukungan yang penuh ketulusan baik secara moril maupun materil dari semua pihak. Pada kesempatan ini dengan segenap hati penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Ibu Dr.Ir. Endang Warsiki, MT dan Drh. M. Rizal M. Damanik M.Rep.Sc, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan dorongan, arahan dan bimbingan yang sangat bermanfaat bagi penulis

2. Ibu Dr. Ir. Ani Suryani, DEA sebagai dosen penguji yang telah memberikan masukan yang berarti bagi kesempurnaan skripsi ini

3. Ibunda Ernawati, A.Md tercinta dan ayahanda serta kedua adik-adikku Fetra Januar dan Irfan Febriandi atas doa, kasih sayang serta dukungan moril dan materiil yang berharga bagi penulis

4. Bapak Dr. Syafruddin Surin, SpJP. dan Ete Rosmaini Syaf serta sepupu Rahmi, Ridho, dan abang Rahmedi atas kasih sayangnya kepada penulis serta dukungan, dan motivasi yang tak henti tercurah

5. Pak Buyung dan Om Delfi sekeluarga atas dukungan dan doa yang berarti bagi penulis

6. Uni Herlinda dan Mas Imam serta keponakan tersayang untuk rumah baru yang menyenangkan

7. Saudari–saudari penyejuk yang menemani hari-hari penulis saat masa studi Neng Detri, Widia, Indah, Farah, Bunda Ratih, Adinda untuk bahu yang selalu ada saat bersandar

8. Sahabat–sahabat terbaik penulis selama di TIN Vinanda, Mayang, mbak Umi, Purwati, Idesh, Fardian, Helmi, Ichsan, Budi, Ayah Amet, Hendrick, Umam,


(20)

Galuh, Mas Akhlis dan Mas Kosi, skripsi ini tak akan pernah selesai tanpa bantuan kalian

9. Uda Yandra, saudara perantauan terbaik atas motivasi dan perhatiannya yang berarti selama masa studi

10.Adik-adiku Ami, Amen, Ade Putra, Neisya Solaita, atas waktu dan tenaga yang telah diberikan kepada penulis

11.Keluarga Besar IKMP atas persaudaraan indah yang diberikan (Mona, Inggit, Dora, Ayu, Nandi, Ipal, Sutan, Zano)

12.Teman-teman selama penelitian, Mas tarwin, Mbak Pipit, Silvi, dan seluruh laboran TIN

13.Bu Ulan dan keluarga atas bantuan dan perhatiannya

14.Derry Dardanella dan Windi Rismawati, rekan satu bimbingan yang selalu menyemangati

15.Rekan–rekan TIN 40 yang tak dapat disebutkan satu persatu, atas persaudaraan indah, dukungan dan persahabatan terbaik dalam meniti langkah selama kuliah

16.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini

Tiada satu hal pun yang sempurna melebihi kesempurnaan-Nya, begitu juga skripsi hasil penelitian ini yang kemungkinan masih memiliki kekurangan.. Saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan. Akhir kata penulis berdoa semoga hasil karya ini bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Oktober 2007


(21)

DAFTAR ISI

HAL

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Daun Torbangun... 4

2.1.1. Khasiat Daun Torbangun... 5

2.1.2. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun ... 6

2.2. Santan ... 7

2.2.1. Emulsi Santan... 9

2.2.2. Ketengikan... 10

2.2.3. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Stabilitas Santan... 11

2.3. Proses Pemanasan... 12

2.3.1. Pasteurisasi ... 14

2.3.2. Pendinginan Setelah Sterilisasi ... 15

2.3.3. Kondisi Pengemasan ... 15

2.4. Antioksidan ... 16

2.5. Kemasan ... 19

2.5.1. Kemasan Gelas ... 21

2.5.2. Kemasan Plastik ... 23

2.5.3. Kemasan Kaleng... 25

2.6. Umur Simpan ... 27

2.7. Migrasi... 29

2.7.1. Food Simulant ... 32

2.7.2. Legislasi... 33

III. METODOLOGI 3.1. Bahan dan Alat ... 35

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian ... 35

3.3. Metode penelitian ... 36


(22)

3.3.2. Penelitian Pendahuluan ... 37 3.3.3. Penelitian Utama ... 39 3.3.3.1. Umur simpan ... 39 3.3.3.2. Migrasi Total ... 40 3.4. Analisa Mutu ... 42

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Penelitian Pendahuluan ... 43 4.2. Penelitian Utama ... 46 4.2.1. Analisa Mutu ... 46 4.2.1.1. Pengukuran Nilai pH ... 46 4.2.1.2. Pengukuran Total Asam Tertitrasi ... 50 4.2.1.3. Uji Mikrobiologi (TPC)... 52 4.2.1.4. Uji Ketengikan (TBA)... 58 4.2.2. Pengujian Organoleptik ... 63 4.2.2.1. Aroma ... 63 4.2.2.2. Tekstur... 64 4.2.2.3. Kekentalan... 64 4.2.2.4. Warna ... 65

4.2.2.5. Penerimaan Umum ... 66 4.2.3. Umur Simpan ... 66

4.2.4. Perhitungan Migrasi Total... 68

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan... 73 5.2. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA... 75


(23)

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1. Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour)... 4 Gambar 2. Reaksi otooksidasi... 11 Gambar 3. Diagram alir pembuatan sop daun torbangun ... 37 Gambar 4. Diagram alir penelitian pendahuluan ... 38 Gambar 5. Diagram alir penelitian utama umur simpan ... 40 Gambar 6. Diagram alir pengujian migrasi total... 42 Gambar 7. Penurunan nilai hedonik pada parameter aroma ... 44 Gambar 8. Penurunan nilai hedonik pada parameter tekstur ... 44 Gambar 9. Penurunan nilai hedonik pada parameter kekentalan... 45 Gambar 10. Penurunan nilai hedonik pada parameter warna ... 45 Gambar 11. Penurunan nilai hedonik pada parameter penerimaan umum ... 45 Gambar 12. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 47 Gambar 13. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan CPET... 47 Gambar 14. Nilai pH produk selama penyimpanan pada kemasan kaleng... 48 Gambar 15. Struktur kimia BHT... 49 Gambar 16. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 51 Gambar 17. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan CPET... 51 Gambar 18. Nilai TAT produk selama penyimpanan pada kemasan kaleng... 52 Gambar 19. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 54 Gambar 20. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan CPET... 54 Gambar 21. Nilai TPC selama penyimpanan pada kemasan Kaleng... 56 Gambar 22. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan gelas ... 59 Gambar 23. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan CPET... 59 Gambar 24. Nilai TBA selama penyimpanan pada kemasan kaleng ... 60 Gambar 25. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...

parameter aroma... 63 Gambar 26. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...

parameter tekstur... 64 Gambar 27. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...


(24)

Gambar 28. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ... parameter warna ... 65 Gambar 29. Penurunan nilai hedonik sop daun torbangun terhadap ...

parameter penerimaan umum ... 66 Gambar 30. Hasil perhitungan migrasi total pada kemasan...


(25)

(26)

DAFTAR TABEL

Hal

Tabel 1. Komposisi zat gizi daun Torbangun dan Katu... 6 Tabel 2. Komposisi kimia santan kelapa ... 7 Tabel 3. Senyawa aktif beberapa jenis rempah... 18 Tabel 4. Pengaruh penambahan BHT terhadap kandungan oksigen

terlarut dalam minyak kedelai... 19 Tabel 5. Komposisi kimia wadah gelas komersial... 22 Tabel 6. Perbandingan sifat bahan kemasan microwavable... 25 Tabel 7. Resep sop daun torbangun ... 36 Tabel 8. Kondisi (temperatur dan waktu) pengujian migrasi total... 41 Tabel 9. Faktor-faktor yang mempercepat dan menghambat oksidasi ... 62 Tabel 10. Hasil perhitungan migrasi total pada gelas, CPET, dan kaleng ... 68


(27)

DAFTAR LAMPIRAN

Hal

Lampiran 1. Prosedur Analisa... 83 Lampiran 2. Form uji hedonic... 85 Lampiran 3. Layout canning line pada Laboratorium Pilot Plant...

SEAFAST , IPB ... 86 Lampiran 4a. Data uji organoleptik pendahuluan aroma ... 87 Lampiran 4b. Data uji organoleptik pendahuluan tekstur... 88 Lampiran 4c. Data uji organoleptik pendahuluan kekentalan... 89 Lampiran 4d. Data uji organoleptik pendahuluan warna ... 90 Lampiran 4e. Data uji organoleptik pendahuluan penerimaan umum ... 91 Lampiran 5. Data Hasil Uji pH pada kemasan gelas, CPET, dan kaleng ... 92 Lampiran 6. Data hasil uji total asam tertitrasi pada kemasan gelas ...

CPET, dan kaleng... 93 Lampiran 7. Data hasil uji total plate count pada kemasan gelas, ...

CPET dan kaleng... 94 Lampiran 8. Data hasil uji Thiobarbituric Acid (TBA) pada kemasan...

gelas, CPET dan kaleng ... 95 Lampiran 9a. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter aroma ... 96 Lampiran 9b. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter tekstur... 96 Lampiran 9c. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter kekentalan... 96 Lampiran 9d. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter warna ... 97 Lampiran 9e. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter ...

penerimaan umum ... 97 Lampiran10. Luas permukaan kemasan gelas, CPET dan...


(28)

(29)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Daun bangun–bangun atau Torbangun (Colues amboinicus Lour) adalah salah satu jenis tanaman yang umum dikonsumsi oleh ibu yang baru melahirkan di daerah Sumatera Utara, khususnya oleh suku batak. Daun Torbangun ini dipercaya dapat meningkatkan produksi air susu ibu (ASI). Tradisi mengkonsumsi daun Torbangun oleh ibu suku batak yang baru melahirkan ini sudah berlangsung sejak ratusan tahun yang lalu dan sampai sekarang masih tetap dipertahankan, meskipun mereka telah merantau ke luar pulau Sumatera. Daun Torbangun ini memiliki kandungan zat gizi tinggi, terutama zat besi dan karoten (Ref). Ditemukan pula bahwa konsumsi daun Torbangun berpengaruh nyata terhadap peningkatan kadar beberapa mineral seperti zat besi, kalium, seng dan magnesium dalam ASI serta mengakibatkan peningkatan berat badan bayi secara nyata (Damanik et al., 2005).

Daun Torbangun umumnya dikonsumsi dalam bentuk matang berupa sop. Resep sayur daun Torbangun yang umum dikenal oleh masyarakat suku Batak adalah sayur yang dibuat dengan menggunakan santan. Pada proses pengolahan sop daun Torbangun, kuahnya yang bersantan akan mengalami perubahan-perubahan fisik maupun kimiawi yang dikehendaki maupun yang tidak dikehendaki. Disamping itu, setelah melalui proses pengolahan sop mengalami penurunan mutu, sehingga diperlukan penyimpanan yang baik untuk mempertahankan mutunya.

Selama proses penanganan, pengolahan, penyimpanan dan distribusi produk, mutu akan mengalami perubahan karena adanya interaksi dengan berbagai faktor, baik faktor lingkungan eksternal maupun faktor lingkungan internal (Hariyadi, 2004). Data mengenai interaksi yang mungkin terjadi, sebaiknya diketahui dengan baik sehingga dapat dilakukan perhitungan umur simpan, usaha meminimalisir kerusakan dan memaksimumkan masa simpan.

Penelitian yang akan dilakukan ini merupakan penelitian lanjutan terhadap penelitian terdahulu tentang kemasan terbaik sop daun Torbangun. Fitriah (2007)


(30)

telah mengkaji kemasan terbaik bagi sop Torbangun yaitu kemasan gelas, plastik dan kaleng. Kajian penurunan mutu selama penyimpanan diperlukan untuk mengetahui perubahan mutu sop daun Torbangun selama penyimpanan dan penting juga untuk mengetahui umur simpan produk. Kajian penyimpanan produk dalam kemasan juga berkaitan dengan permasalahan migrasi yang sering terjadi pada berbagai jenis kemasan.

Kontak antara makanan yang dikemas dan bahan kemasan merupakan aspek yang penting. Kontak ini sudah terjadi selama pemanenan, transportasi, proses pengolahan dan terutama dengan kemasan akhir makanan. Dibalik perkembangan yang merebak di industri kemasan, muncul masalah pencemaran berbahaya (hazard) bagi kesehatan konsumen yang perlu diwaspadai. Salah satu masalah yang perlu diwaspadai adalah perpindahan komponen bahan kemasan terhadap makanan yang dikemas. Migrasi komponen bahan kemasan ini dapat merusak mutu produk dan menjadikan produk berbahaya untuk dikonsumsi.

Kajian migrasi yang telah banyak dilakukan saat ini lebih terfokus pada kemasan plastik. Kemasan plastik memang sangat rentan terhadap migrasi. Barbagai zat berbahaya dari kemasan plastik yang dapat terakumulasi dalam tubuh manusia atau beresiko terhadap kesehatan manusia. Jenis kemasan lain yang banyak digunakan untuk mengemas seperti kaleng, gelas, alumunium foil dan kertas masih belum banyak dikaji tentang potensi migrasinya.

Gelas telah digunakan bertahun–tahun dan beberapa masalah khusus pada gelas adalah terlarutnya timbal dari gelas kristal yang berkualitas tinggi yang kemungkinan mengandung lebih dari 30% PbO (Budiawan, 2004). Resiko kesehatan juga dapat muncul dari kandungan logam sebagai komponen utama penyusun kaleng. Bahan kimia yang digunakan dalam bahan pelapis kaleng antara lain logam alumunium, seng, atau bahan organik seperti epoksi-fenol dan organosol. Dengan demikian perlu dilakukan penghitungan migrasi total pada kemasan selain berbahan dasar plastik untuk menjamin mutu produk yang baik serta keamanan pangan untuk dikonsumsi. Selain bermanfaat untuk menjamin keamanan produk terkonsumsi, kajian migrasi ini juga dapat menjadi landasan pemerintah Indonesia untuk membuat regulasi tentang bahan kemasan yang


(31)

digunakan. Adanya regulasi yang jelas dari pemerintah akan memudahkan pihak industri untuk mengembangkan usaha.

1.2. Tujuan

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

(i) Melihat penurunan mutu selama penyimpanan produk sop daun Torbangun dalam berbagai macam kemasan dan memperkirakan umur simpan produk sop daun Torbangun dengan metode Ekstended Storage Studies (ESS).

(ii) Mengetahui jumlah migrasi total kemasan sop daun Torbangun dalam ”food simulant”.


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daun Torbangun

Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan terna sekuler

tahunan atau agak menyerupai semak. Tanaman ini tidak berumbi, percabangan agak berbentuk galah, berbulu halus pada saat muda, lokos jika tua. Daun tanaman ini berhadapan, tunggal, tebal, berdaging, bundar telur melebar, agak bundar atau

berbentuk seperti jantung, dengan luas 5-7 x 4-6 cm2. Permukaan daun atas

berbulu halus tersebar dan pada bagian pertulangannya daun berambut panjang, tepi daun beringgit kasat sampai bergigi kecuali pada bagian pangkal. Panjang tangkai daun 2 - 45 cm dan berbulu halus (Siagian dan Rahayu, 2000).

Rangkaian bunga terdiri atas 10-20 bunga yang tersusun rapat dalam suatu gelungan menyerupai bulir, panjang rakis 10-20 cm, berdaging dan berbulu halus. Daun pelindung bulat telur, melebar, panjang 3-4 cm dengan ujung meruncing. Daun kelopak berbentuk lonceng, panjang 2-4 mm, berbulu panjang dan berkelenjar, berukuran tidak sama, bergigi 5, gigi atas bundar telur melebar, tumpul, gigi lateral dan bawah meruncing. Daun mahkota biru, melengkung, panjang 8-12 mm, panjang tabung 3-4 mm, menyerupai terompet, labium atas pendek, tegak, berbulu sangat halus, labium bawah panjang, cekung. Tangkai sari bersatu di bagian bawah membentuk tabung, mengelilingi putik. Berbiji satu

coklat pucat, permukaannya licin, agak bulat, pipih 0,7 x 0,5 mm2 (Siagian dan

Rahayu, 2000).


(33)

Daun Torbangun masuk ke dalam bangsa solanases, suku labiatae, dan marga coleus. Daun ini mempunyai nama yang berbeda pada beberapa daerah, yaitu ajeran atau ajiran (Sunda), daun kucing (Jawa), Torbangun (Batak), sukan (Melayu), daun kambing (Madura), iwak (Bali), dan kunu etu (Timor)

(Syamsuhidayat dan Hutapea, 1991). Nama latin tumbuhan ini adalah Coleus

aromaticus Louratau Plectranthus amboinicus Lour. Klasifikasi daun Torbangun : divisi: spermatophyta; sub divisi : angiospermae; kelas : dicotiledónea; bangsa :

solanales; suku : labiatae; marga : coleus; jenis : Coleus amboinicus Lour

(Rahayu, 1999).

2.1.1. Khasiat Daun Torbangun

Daun Torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan salah satu sumber

bahan pangan yang secara turun temurun dikonsumsi oleh masyarakat suku batak

dan dipercaya berkhasiat sebagai pelancar ASI. Hal ini telah dibuktikan melalui

penelitian ilmiah Damanik (2005), bahwa konsumsi daun Torbangun pada ibu menyusui dapat meningkatkan total volume ASI dan kandungan beberapa mineral dalam ASI seperti besi, kalium, seng, dan magnesium. Dari hasil penelitian, selain sebagai bahan pangan pemulih tenaga dan untuk memperbanyak ASI, daun Torbangun juga dapat digunakan sebagai bahan obat tradisional untuk penyembuhan beberapa penyakit seperti sariawan, demam, sakit kepala, influenza,

dan rheumatik (Damanik et al., 2001; Siagian dan Rahayu, 2000). Berdasarkan

penelitian Silitonga (1993) selain meningkatkan produksi air susu induk tikus, ternyata konsumsi daun Torbangun dapat berakibat pada peningkatan bobot badan anak tikus.

Di daerah Cina Peninsula, jus daun Torbangun diberikan untuk obat batuk anak – anak dengan ditambah gula. Di Indo China dipakai sebagai obat asma dan bronkhitis (Burkill, 1935; Jain dan Lata, 1996). Di Malaysia daun Torbangun juga dimanfaatkan untuk jamu–jamuan yang direbus dan diberikan setelah melahirkan (Burkill, 1935). Nurendah (1982) dalam penelitiannya tentang sifat ekbolik komponen jamu yang digunakan pada ibu hamil yang salah satunya adalah daun Torbangun, menyimpulkan bahwa pengamatan pada uterus terisolasi menunjukkan daun tersebut bersifat oksitosik (seperti oksitosin).


(34)

Manfaat lain dari daun Torbangun adalah dapat dimasak sebagai sayur atau untuk lalapan. Daunnya dipakai untuk memberi aroma tajam masakan daging kambing oleh masyarakat di pulau Jawa. Selain itu, tanaman ini juga bermanfaat sebagai penyembuh luka dengan cara digerus kemudian ditempelkan pada daerah luka atau dibuat jamu penurun panas, bisa juga dikunyah untuk obat sariawan (Heyne, 1987).

2.1.2. Komposisi Zat Gizi Daun Torbangun

Menurut Mahmud et al. (1995) daun Torbangun berpotensi sebagai bahan

pangan sumber zat besi, provitamin A (karoten), dan kalsium. Dalam 100 gram bahan, daun Torbangun mengandung kalsium sebesar 279 mg, besi sebesar 13,6 mg, dan karoten total sebesar 13 288 mg. Komposisi zat gizi daun Torbangun yang terdapat dalam daftar komposisi bahan makanan menyebutkan bahwa dalam 100 gram daun Torbangun mengandung lebih banyak kalsium, besi, dan karoten

total dibandingkan dengan daun katu (Sauropus androgynus). Daun katu juga

merupakan jenis tanaman yang daunnya digunakan sebagai pelancar produksi Air Susu Ibu (ASI). Daun katu hanya mengandung kalsium sebesar 233 mg, besi sebesar 3,5 mg, dan karoten total sebesar 10 020 mg. Data selengkapnya tentang komposisi zat gizi daun Torbangun dan daun katu tercantum dalam Tabel 1 dibawah.

Komposisi kandungan kimia secara ilmiah daun Torbangun masih belum banyak diketahui. Beberapa penelitian pernah dilakukan oleh Dr. Boorsma untuk mengetahui kandungan kimia daun tersebut (Heyne, 1987; Dep Kes RI, 1989). Menurut Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985) dalam daun Torbangun

terdapat banyak kalium (6,46 % dari berat kering pada K2O) dan minyak atsiri

(0,043 % pada daun yang segar atau 0,2 % pada daun kering). Weehuizen di dalam Heyne (1987) menyatakan bahwa dari 120 kg terna kering segar kira–kira terdapat 25 ml minyak atsiri yang mengandung phenol (isopropyl-O-kresol). Lebih lanjut disebutkan bahwa phenol tersebut berperan sebagai antisepticum yang bernilai tinggi. Minyak atsiri dari daun Torbangun ternyata juga mempunyai


(35)

Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso (1985) daun dan buahnya mengandung zat lemak dan protein.

Tabel 1. Komposisi zat gizi daun Torbangun dan Katu Komposisi Zat Gizi

Torbangun Katu

Energi (kal) 27,0 59,0

Protein (g) 1,3 6,4

Lemak (g) 0,6 1,0

Karbohidrat (g) 4,0 9,9

Serat (g) 1,0 1,5

Abu (g) 1,6 1,7

Kalsium (mg) 279,0 233,0

Fosfor (mg) 40,0 98,0

Besi (mg) 13,6 3,5

Karotin total (mg) 13288,0 10020,0

Vitamin A 0,0 0,0

Vitamin B1 0,16 0,0

Vitamin C 5,1 164,0

Air 92,5 81,0

BDD 66,0 42,0

Sumber : Mahmud et al. (1995)

2.2. Santan

Santan merupakan cairan yang berwarna putih yang diekstrak dari daging kelapa parut dengan cara pengepresan mekanis, dengan atau tanpa penambahan sejumlah air (Balasubramaniam dan Sihotang, 1979). Santan merupakan emulsi lemak dalam air dengan ukuran partikel lebih besar dari satu mikron sehingga berwarna putih susu (Kirk dan Othmer, 1950). Komposisi kimia dari santan dapat dilihat pada Tabel 2.


(36)

Tabel 2. Komposisi kimia santan kelapa* Bahan Nathanael (1954) % Proper (1966) % Clemente (1933) % Nathanael (1966) % Air Lemak Protein Pati Gula Total solid Abu Karbohidrat 50 39,77 2,78 0,09 2,99 10,38 1,22 - 54 32,2 4,4 - - - 1,0 8,3

47 – 53 36,6 – 40,0

2,6 – 2,9 0 08 – 010

2,8 – 3,2 10,3 – 10,5

1,1 – 1,3 - 52 27 4 - - - 1 - * Woodroof (1979)

Santan kelapa merupakan emulsi dari lemak, protein dan karbohidrat dalam

air yang stabilitasnya tidak dapat bertahan lama (Somaatmadja et al., 1973 dan

Thieme, 1968). Lemak dalam emulsi santan merupakan butir koloid yang terdispersi antara molekul air, protein dan karbohidrat (Thieme, 1968). Selama santan disimpan atau didiamkan, butir lemak yang diselubungi lapisan protein dan karbohidrat akan memisah ke bagian atas dan membentuk kepala santan,

sedangkan air ditinggal pada bagian bawah. Somaatmadja et al. (1973) telah

mencoba memisahkan protein dari kelapa melalui suatu proses pemisahan melalui sentrifusi dan diperoleh tiga bagian yaitu (i) bagian atas yang disebut krim mengandung 71,89 % lemak dan 70,56 % protein; (ii) bagian cair yang umum disebut skim, mengandung 22,26 % lemak dan 15,28 % protein; (iii) bagian bawah yang berupa endapan (terdiri dari 1,34 % lemak dan 6,27 % protein); dan (iv) ampas (terdiri dari 5,5 % lemak dan 7,89% protein). Protein santan terdiri atas asam amino esensial seperti isoleusin, leusin, lisin, fenilalanin, tirosin, sistein, metionin, treonin, triptofan, dan valin; serta asam amino non esensial seperti histidin, asam aspartat, asam glutamat, serin, prolin, alanin, glisin (Hagenmaier, 1975). Komposisi santan kelapa hampir sama dengan komposisi susu, hanya saja kadar lemak santan kira–kira sepuluh kali kadar lemak susu.

Hagenmaier et al. (1974) melaporkan bahwa santan juga mengandung

sejumlah mineral, seperti Ca, Mg, K, Na, P dan Cl yang diduga juga dapat

mempengaruhi stabilitas santan. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Leung et


(37)

mineral lainnya (Djatmiko,1983). Kandungan mineral lain (Na, Ca, Mg, P dan Cl) pada kelapa kecil jumlahnya (Djatmiko,1983).

Santan kelapa merupakan emulsi minyak dalam air yang akan distabilkan oleh protein dan beberapa jenis ion yang terserap pada batas permukaan antara air dan minyak (Woodroof, 1979). Protein kelapa terutama disusun oleh globulan yang mempunyai sifat khas tidak larut dalam air dan pelarut organik tetapi larut dalam larutan garam dapur encer yang netral, menggumpal apabila dipanaskan dan mempunyai titik iso-elektrik pada pH 5,5 sampai 6,5 (Jacobs, 1951).

Dari aspek mikrobiologis, Fernandez et al. (1970) menyatakan bahwa santan

harus ditangani seperti susu sapi, karena santan mengandung protein, vitamin, gula, komponen amino dan mineral yang merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme. Santan ternyata mempunyai nilai simpan 24 jam. Santan merupakan bahan pangan yang mudah rusak karena mengandung kadar air, protein dan lemak cukup tinggi sehingga mudah ditumbuhi oleh mikroorganisme pembusuk. Oleh karena itu dibutuhkan proses sterilisasi untuk meningkatkan daya awet santan. Hal–hal yang dapat menimbulkan kerusakan mutu santan adalah pecahnya emulsi santan, timbulnya aroma tengik dan perubahan warna menjadi lebih coklat.

2.2.1. Emulsi Santan

Bentuk emulsi pada santan kelapa adalah makro emulsi dengan ukuran partikel yang lebih besar dari 1 mikron. Penampakannya berwarna putih susu yang disebabkan oleh perbedaan indeks refraksi antara kedua fase dan partikel emulsinya lebih besar dari panjang gelombangnya (Furia, 1975). Stabilitas emulsi santan adalah sifat membentuk krim (”Creaming property”) santan. Tejada (1973) telah mempelajari pengawetan krim santan. Krim santan atau santan konsentrat mempunyai titik mulai koagulasi pada suhu 80,9°C dan sama sekali menggumpal pada suhu 85°C. Pasteurisasi di bawah suhu koagulasi dapat mencegah menggumpalnya krim santan.

Stabilitas emulsi santan tergantung dari ukuran partikel, perbedaan densitas kedua fase, viskositas, muatan partikel, bahan penstabil dan suhu penyimpanan (Kirk dan Othmer, 1950). Emulsi lemak dalam air pada santan bersifat stabil


(38)

karena adanya protein dan karbohidrat sebagai stabilizer (Mulia, 1986). Menurut Clemente dan Villacorte (1933) emulsi santan (minyak dalam air) bersifat stabil karena adanya bahan protein dan beberapa jenis ion yang terabsorbsi pada permukaan minyak. Penambahan air pada pembuatan santan juga membuat emulsi santan lebih stabil, sedangkan sejumlah air yang ditambahkan tidak mempengaruhi kestabilan emulsi (Cheosakul, 1967). Ketidakstabilan emulsi santan diduga disebabkan oleh kandungan minyaknya yang tinggi. Dalam santan terdapat minyak dengan ukuran diameter globulanya kurang dari 10 mikron (Hagenmaier, 1972).

Tingginya kandungan air dan protein dari santan, menyebabkan santan sangat mudah ditumbuhi mikroorganisme pembusuk, sehingga tidak bisa disimpan lama dan memerlukan tindakan pengawetan. Pemanasan dapat mengawetkan santan, tetapi dapat merusak bentuk emulsinya. Pemanasan pada suhu 121,1°C dalam waktu lama dapat mengakibatkan perubahan warna dan pecahnya emulsi. Hal ini dapat dicegah dengan penambahan pengemulsi (Cheosakul, 1967).

2.2.2. Ketengikan

Santan merupakan salah satu produk pangan berlemak tinggi. Kerusakan bahan pangan berlemak yang sering terjadi adalah kerusakan lemak pada proses pengolahan maupun pada saat penyimpanan. Kerusakan lemak yang utama adalah ketengikan, yaitu terjadinya perubahan bau dan flavor (Ketaren, 1986). Kerusakan lemak yang utama adalah timbulnya bau dan rasa tengik yang disebabkan oleh otooksidasi radikal asam lemak tidak jenuh dalam lemak. Otooksidasi dimulai dengan pembentukan radikal bebas yang disebabkan oleh faktor–faktor yang dapat mempercepat reaksi seperti cahaya, panas, peroksida lemak atau hidroperoksida, logam berat seperti Cu, Fe, Co dan Mn, logam porfirin seperti hematin, hemoglobin, mioglobin, klorofil dan enzim lipoksidase. Molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan oleh pembentukan senyawa hasil pemecahan hidroperoksida (Winarno, 1991). Proses reaksi otooksidasi asam lemak jenuh yang menyebabkan timbulnya ketengikan


(39)

dapat dilihat pada Gambar 2. Ketengikan dapat juga disebabkan oleh adanya proses hidrolisa lemak yang dapat menghasilkan komponen zat berbau tengik yang mengandung asam lemak jenuh rantai pendek. Pemanasan yang terlalu lama atau berlebih dapat merusak ikatan antara asam lemak dan gliserol pada minyak sehingga asam–asam lemak lebih banyak yang terbebaskan memberi bau tengik selama penyimpanan (Mulia, 1986).

Gambar 2. Reaksi otooksidasi (Winarno, 1991)

2.2.3. Pengaruh Perlakuan Panas Terhadap Stabilitas Santan

Semakin tinggi perlakuan panas semakin rendah stabilitas santan, karena semakin tinggi perlakuan panas semakin tinggi denaturasi protein santan tersebut. Denaturasi protein menyebabkan perubahan pada struktur protein, terbuka atau sekurang–kurangnya suatu perubahan pada strukturnya yang tertutup tanpa memecahkan ikatan peptidanya yang kovalen (Aurand dan Woods, 1973). Pemanasan juga dapat menyebabkan koagulasi protein. Koagulasi protein kelapa

dumulai pada suhu sekitar 79°C (Hagenmaier, 1978). Sedangkan Samson et al.


(40)

(1978) melaporkan bahwa koagulasi protein kelapa terjadi antara suhu 75°C dan 80°C.

Perubahan dalam struktur protein juga dapat mempengaruhi tekstur makanan yang mengandung protein (Aurand dan Woods, 1973). Pada santan protein yang terkoagulasi mengekrim pada permukaan karena memiliki afinitas dengan butir-butir minyak lebih besar. Sifat mengkrim itu lebih besar dengan naiknya tingkat denaturasi protein (Monera, 1980).

2.3. Proses Pemanasan

Proses pemanasan merupakan metode yang berperan penting berkaitan dengan umur simpan bahan pangan. Metode ini ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi jumlah mikroorganisme atau enzim yang akan berkembang biak selama penyimpanan dan mengakibatkan kerusakan bahan pangan tersebut atau bahkan membahayakan kesehatan konsumen (Lund, 1977). Proses panas atau proses termal dikenal sebagai ilmu yang telah berkembang sejak termokopel digunakan untuk mengukur suhu. Secara industri, teknik pengemasan untuk mengawetkan makanan sudah sangat berkembang, sehingga dapat memperpanjang masa simpan produk pangan beberapa bulan bahkan sampai hitungan tahun. Menurut Hariyadi (2000) ada beberapa keuntungan dari proses pemanasan atau pemasakan ini yaitu :

(i) Terbentuknya tekstur dan citarasa yang khas dan disukai

(ii) Rusaknya atau hilangnya beberapa komponen anti gizi (misalnya inhibitor antitripsin pada kedelai)

(iii) Peningkatan ketersediaan beberapa zat gizi, misalnya peningkatan daya cerna protein dan karbohidrat

(iv) Terbunuhnya mikroorganisme sehingga meningkatkan keamanan dan keawetan pangan, dan

(v) Menyebabkan tidak aktifnya enzim–enzim perusak, sehingga mutu produk lebih stabil selama penyimpanan

Adapun kerugian yang mungkin diakibatkan oleh proses pemanasan ini antara lain adalah kemungkinan rusaknya beberapa zat gizi dan mutu (umumnya yang berkaitan dengan mutu organoleptik seperti tekstur, warna dan lain–lain)


(41)

terutama jika proses pemanasan tidak terkontrol dengan baik. Kontrol terpenting dalam proses pemanasan adalah kontrol terhadap suhu dan waktu. Lund (1977)

membagi proses pemanasan menjadi tiga yaitu : (i) proses blanching (blansir);

(ii) pasteurisasi; dan (iii) sterilisasi komersial. Sterilisasi komersial adalah proses untuk menginaktifkan mikroorganisme dan sporanya. Sterilisasi komersial biasanya dibarengi dengan penggunaan kemasan anaerobik, kemasan konvensional yang banyak digunakan antara lain gelas dan kaleng, namun dewasa ini plastik dan alumunium foil pouch juga sedang dikembangkan.

Blansir adalah perlakuan panas pendahuluan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu buah dan sayuran sebelum dikenai proses sterilisasi. Menurut

Fardiaz et al. (1980) blansir adalah pemanasan pendahuluan yang bertujuan

menginaktifkan enzim–enzim didalam bahan pangan. Enzim dapat menyebabkan perubahan cita rasa,warna, tekstur dan sifat–sifat lain dari bahan pangan. Jika enzim tidak diinaktifkan kemungkinan akan terjadi pembusukan. Menurut Latif (1998) blansir adalah proses pemanasan awal untuk mendapatkan tingkat keseragaman produk yang sama.

Sterilisasi adalah proses termal pada suhu diatas 100°C dalam waktu yang

cukup untuk membunuh spora bakteri (Syarief et al., 1989). Istilah sterilisasi

berarti membebaskan bahan dari semua mikroba, karena beberapa spora bakteri relatif lebih tahan terhadap panas, sterilisasi biasanya dilakukan pada suhu yang tinggi misalnya 121°C (250°F) selama 15 menit. Ini berarti bahwa setiap partikel dari makanan tersebut harus menerima jumlah panas yang sama. Selama proses sterilisasi dapat terjadi perubahan terhadap makanan yang dapat menurunkan mutunya. Oleh karena itu, jumlah panas yang diberikan harus dihitung sedemikian rupa sehingga tidak merusak mutu makanan tersebut. Proses sterilisasi merupakan metode yang banyak digunakan dalam proses pengawetan bahan pangan yang bertujuan untuk membunuh mikroba yang ada di dalamnya, sehingga dapat mencegah pembusukan selama penyimpanan dan bahan pangan tersebut tidak membahayakan bagi kesehatan konsumen. Pengertian steril menunjukkan suatu kondisi yang suci hama yaitu kondisi yang bebas dari mikroba.

Menurut Seehafer (1967) Amerika Serikat menggunakan metode konvensional untuk sterilisasi susu sapi adalah 115,6°C selam 15 menit.


(42)

Hagenmeier (1973) menambahkan proses pateurisasi 65°C selama 15 menit terhadap produk skim santan dapat mereduksi jumlah mikroba. Suherly (1984) membuat produk santan pasteurisasi dengan suhu pasteurisasi 75°C selama 20 menit. Namun daya simpan produk masih sekitar 1 bulan atau kurang. Kondisi sterilisasi komersial tergantung pada berbagai faktor antara lain (i) kondisi produk pangan yang disterilisasi (nilai pH, jumlah mikroba awal dan lain–lain), jenis dan ketahanan panas mikroba yang ada dalam bahan pangan; (ii) karakteristik pindah panas pada bahan pangan; (iii) wadah yang digunakan; (iv) medium pemanas; serta (iv) kondisi penyimpanan setelah sterilisasi (Winarno, 1994).

Produk dalam kemasan disterilisasi dengan menggunakan ketel uap (retort).

Retort yang disebut juga autoclave atau sterilizer, berbentuk bejana tertutup dan tahan tekanan tinggi yang ditimbulkan oleh uap yang berasal dari sumber di luar retort. Sumber uap panas tersebut dapat berbentuk boiler atau steam generator (Winarno, 1994).

Proses sterilisasi komersial dengan menggunakan panas di disain untuk melindungi kesehatan konsumen dan untuk melindungi produk dari mikroba pembusuk yang dapat menyebabkan kerugian secara ekonomis (Schmidt, 1957). Bila sterilisasi komersial telah tercapai berarti makanan yang dimaksud telah mengalami pamanasan yang mengakibatkan makanan tersebut bebas dari mikroba hidup yang dapat membahayakan kesehatan manusia.

2.3.1. Pasteurisasi

Pasteurisasi adalah salah satu cara pengawetan dengan panas dimana dilakukan secara minimum untuk membunuh semua mikroorganisme patogen (Herro, 1980). Prinsip dari pasteurisasi adalah produk dipanaskan secara singkat sampai mencapai kombinasi suhu dan waktu tertentu yang cukup untuk membunuh semua mikroorganisme patogen, tetapi menyebabkan kerusakan sekecil mungkin terhadap produk akibat panas (Woodroof, 1975). Penambahan gula dan lemak dapat meningkatkan kebutuhan pemanasan dari produk (Harper dan Hall, 1981). Contoh produk pasteurisasi adalah susu dan juice buah–buahan seperti juice jeruk, anggur, apel dan lain–lain (Woolrich dan Hallowell, 1970).


(43)

Pasteurisasi biasanya digunakan untuk produk yang mudah rusak bila dipanaskan atau tidak dapat disterilisasi secara komersial (Desroiser, 1983). Pasteurisasi membunuh bakteri psikrofilik, mesofilik dan sebagian yang bersifat termofilik. Biasanya perlakuan pasteurisasi dipadukan dengan sistem penyimpanan produk pangan dalam suhu rendah yang bertujuan untuk mencegah timbulnya tumbuhnya mikroorganisme termofilik yang suhu minimumnya cukup tinggi.

Penyimpanan suhu rendah adalah penyimpanan di atas titik beku dari produk, biasanya digunakan untuk menyimpan buah–buahan dan sayur–sayuran, produk sterilisasi atau daging yang siap dikonsumsi dalam fase chilling dengan tujuan untuk mencegah kerusakan produk (Woolrich, 1970). Penyimpanan pada suhu rendah ini biasanya dilakukan pada suhu 5–15°C. Prinsip penyimpanan suhu rendah pada buah dan sayur–sayuran adalah dengan memperlambat metabolisme dari produk, sedangkan untuk produk pasteurisasi yang dihambat adalah metabolisme dari mikroorganisme penyebab kerusakan (Heid, 1963).

2.3.2. Pendinginan Setelah Sterilisasi

Setelah sterilisasi biasanya dilakukan proses pendinginan. Menurut Winarno (1994) selama proses pendinginan pemanasan produk masih berlanjut. Jumlah panas yang diterima tergantung kecepatan pendinginan, dapat besar bila proses pendinginan berjalan lambat dan dapat kecil bila pendinginan cepat berlangsungnya. Selama pendinginan terjadi penurunan tekanan didalam retort. Perbedaan tekanan yang tiba–tiba (dari pemanasan ke pendinginan) dapat menyebabkan kebocoran pada kemasan selama proses pendinginan. Kondisi vakum dalam wadah tercapai karena tekanan dalam kaleng lebih rendah dari udara luar. Wadah bisa didinginkan secara parsial atau komplit dalam retort. Pada pendinginan, tekanan dijaga hingga wadah didinginkan dengan cukup untuk mengurangi tekanan internal sampai level aman. Wadah kemudian bisa dikeluarkan pada tekanan atmosfir tanpa bahaya kerusakan wadah. Waktu untuk pendinginan wadah tidak ditentukan secara spesifik, namun ada beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu jenis produk, ukuran wadah, suhu proses, suhu air pendingin, dan jumlah air yang digunakan (Hariyadi, 2000). Adapun tujuan dari


(44)

pendinginan adalah memberikan kejutan (shocking) pada bakteri termofilik. Mencegah over cooking dan memudahkan proses inspeksi (Latif, 1998).

2.3.3. Kondisi Pengemasan

Produk pangan yang mengalami sterilisasi dan dikombinasikan dengan kemasan yang kedap udara dapat mencegah terjadinya rekontaminan. Kondisi pengemasan yang kedap udara ini menyebabkan terbatasnya jumlah udara yang bersifat aerob dan bakteri tidak akan tumbuh pada produk pangan tersebut. Umumnya proses pengemasan bagi bahan pangan yang disterilisasi dikombinasikan dengan teknik pengemasan yang akan menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini akan memberikan beberapa keuntungan antara lain mikroba tidak tahan panas lebih mudah dimusnahkan pada proses pemanasan dan kondisi anaerobik ini dapat mengurangi reaksi oksidasi yang mungkin terjadi selama proses pemanasan dan selama penyimpanan setelah proses. Untuk mempertahankan kondisi anaerobik ini bahan pangan perlu dikemas dalam kemasan kedap udara (Winarno, 1994).

Peterson (1969) menyatakan bahwa kondisi vakum dalam kemasan dapat dibuat dengan cara pemindahan mekanis udara dari produk. Teknik ini dapat

dilakukan dengan tiga cara, yaitu dengan menggunakan alat vaccum sealer,

menyapu uap air keluar dari headspace dengan penyemprotan steam serta secara

manual. Pada penelitian ini digunakan cara manual. Teknik manual adalah pengisian produk kedalam kemasan dengan suhu awal yang tinggi dan segera

dikelim pada headspace tertentu.

Kondisi vakum atau hampa udara terbentuk karena sewaktu pemanasan molekul–molekul produk berkontraksi melepas molekul udara dan pada proses

pendinginan terjadi pemindahan molekul udara dalam headspace dengan uap air

yang segera mengalami kondensasi. Semakin tinggi suhu produk yang diisikan dalam kemasan, semakin tinggi kondisi vakum yang terbentuk. Semakin besar

headspace dalam kemasan maka kondisi vakum makin menurun. Oleh karena itu,

dilakukan pengisian produk pada suhu awal yang optimum dengan headspace

minimum untuk menghasilkan kondisi vakum secara manual dengan baik (Peterson, 1969).


(1)

Lampiran 6. Data hasil uji total asam tertitrasi pada kemasan gelas, CPET, dan kaleng

Data hasil uji TAT pada kemasan gelas

Suhu

Hari Pengamatan 5-8°C 10-12°C Ruang

0 2,761 2,761 2,761 2 2,100 1,630 3,778 4 2,132 1,963 6,800 6 1,314 1,673 2,513 8 1,499 1,747 24,554

10 1,552 3,286

12 1,593 1,598

14 1,294 1,355

16 1,608 1,509

18 2,445 0,654

Data hasil uji TAT pada kemasan CPET

Suhu Hari Pengamatan

5-8°C 10-12°C Ruang

0 1,557 1,557 1,557 2 0,940 1,387 1,401 4 1,910 1,872 5,214 6 0,864 1,302 11,453 8 1,372 1,010 19,420

10 1,148 1,314

12 1,322 1,227

14 1,135 6,477

16 1,382 2,466

18 1,442 1,778

Data hasil uji TAT pada kemasan kaleng

Suhu Hari Pengamatan

5-8°C 10-12°C Ruang

0 6,245 6,245 6,245 2 6,224 6,331 6,123 4 5,947 6,205 6,708 6 6,587 5,942 6,860 8 6,795 6,799 6,996 10 6,156 6,870 7,698 12 7,092 7,665 7,653 14 7,041 7,479 7,595

16 7,705 8,104

18 8,369 8,728

20 9,174 10,762


(2)

Lampiran 7. Data hasil uji total plate count pada kemasan gelas, CPET dan kaleng Data hasil uji TPC pada kemasan gelas

Suhu Hari

5 – 8 ° C 10 -12 ° C Ruang

0 2 4 6 8 10 12 14 16

1 x 102 7 x 102 2,9 x 103 1 x 103 1,1 x 105 1,6 x 106 1,6 x 105 2 x 104 3,6 x 105

1 x 102 8 x 102 1,2 x 103 5,2 x 105 1,7 x 105 1,1 x 105 1,2 x 106 1,7 x 106 1,65 x 106

1 x 102 2,2x 105 1,6 x 105 1,3x 105 2 x 107

Data hasil uji TPC pada kemasan CPET

Suhu Hari

5 – 8 ° C 10 -12 ° C Ruang

0 2 4 8 10 12 14 16

4 x 102 2,3 x 103 6,5 x 102 1,9 x 105 1,6 x 106 1 x 104 5 x 107 3,1 x 105

4 x 102 2,3 x 103 1,9 x 104 2,0 x 105 1,1 x 105 1 x 104 1,1 x 107 1,3 x 107

4 x 102 1 x 104 1,8 x 106 2,8 x 106 8,7 x 106

Data hasil uji TPC pada kemasan kaleng

Suhu Hari Pengamatan

5-8˚C 10-12˚C Ruang

0 0 0 0

2 0 0 0

4 0 0 0

6 0 0 0

8 10 20 10

10 20 20 20

12 10 10 30

14 10 10 30

16 10 10

18 10 10

20 10 10


(3)

Lampiran 8. Data hasil uji Thiobarbituric Acid (TBA) pada kemasan gelas, CPET dan kaleng.

Data hasil uji TBA pada kemasan gelas

Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang

0 0,015 0,015 0,015 10 0,040 0,055 0,060

18 0,017 0,014

Data hasil uji TBA pada kemasan CPET

Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang

0 0,016 0,016 0,016 10 0,030 0,040 0,040

18 0,018 0,017

Data hasil uji TBA pada kemasan kaleng

Suhu Hari Pengamatan

5-8°C 10-12°C Ruang

0 0,012 0,012 0,012 10 0,026 0,035 0,049


(4)

Lampiran 9a. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter aroma

Gelas CPET Kaleng Suhu Suhu Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang

2 6 6 5 6 6 4 6 6 6

4 6 5 3 6 6 3 6 6 5

6 6 5 2 5 5 2 6 5 5

8 6 5 2 5 4 2 5 5 4

10 6 5 4 4 5 5 4

12 4 5 4 4 5 4 4

14 3 4 4 3 4 4

16 4 3 4 3 4 4

18 4 2 3 3 6 6

20 4 4

22 4

Lampiran 9b. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter tekstur

Gelas CPET Kaleng Suhu Suhu Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang

2 6 6 5 6 6 6 6 6 6

4 6 6 5 6 5 5 6 6 6

6 6 6 3 6 6 3 5 5 5

8 5 5 3 5 4 2 5 5 5

10 5 4 3 4 4 1 5 5 5

12 4 4 4 4 4 4 4

14 4 4 2 3 4 4

16 4 4 4 2 4 3

18 3 3 3 3 4 3

20 4 3

22 3 3

Lampiran 9c. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter kekentalan

Gelas CPET Kaleng Suhu Suhu Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang

2 6 6 6 6 6 5 6 6 6

4 6 6 6 6 5 4 6 6 5

6 6 5 5 6 4 4 6 5 5

8 6 6 5 4 4 3 5 5 5

10 4 4 4 4 4 1 5 5 4

12 4 4 4 4 5 5 4

14 4 4 4 4 4 4

16 4 4 4 2 4 4

18 4 3 3 4 4 4

20 4 3


(5)

Lampiran 9d. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter warna

Gelas CPET Kaleng Suhu Suhu Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang

2 5 6 6 5 6 5 6 6 6 4 6 6 6 6 6 5 6 6 5 6 6 6 6 5 4 3 6 6 4 8 6 6 6 5 4 3 5 5 4

10 5 5 5 4 4 2 4 4 4

12 4 5 5 3 4 4 3

14 4 4 3 3 4 4

16 4 3 4 2 4 4

18 4 3 3 4 5 4

20 5 5

22 3 3

Lampiran 9e. Data hasil penilaian hedonik terhadap parameter penerimaan umum

Gelas CPET Kaleng Suhu Suhu Suhu Hari

5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang 5-8°C 10-12°C Ruang

2 6 6 5 6 6 6 6 6 5

4 6 6 4 6 5 4 6 6 4

6 6 6 4 5 4 3 5 6 5

8 6 6 3 4 4 2 5 6 4

10 6 5 3 4 4 2 5 5 4

12 4 5 5 3 4 5 4

14 4 4 4 3 4 4

16 4 4 4 2 4 4

18 3 4 3 3 4 6

20 5 4


(6)

Lampiran 10. Luas permukaan kemasan gelas, CPET dan kaleng yang digunakan

Rumus luas permukaan gelas rt

r L=π 2 +2π

Rumus luas permukaan CPET 2 2 ( )2

)

(R r h R r r

L=π + + − +π

Rumus luas permukaan kaleng rt

r L=π 2 +2π

Keterangan :

L : luas permukaan

R : jari-jari lingkaran atas CPET r : jari-jari lingkaran bawah CPET t : tinggi food simulant dalam kemasan