Penggunaan Pupuk Majemuk Untuk Multiplikasi Nilam (Pogostemon cablin Benth) Secara In Vitro

MUHAMMAD HAEKAL MIRRAJI. Penggunaan Pupuk Majemuk Untuk Multiplikasi Nilam
(
Benth) Secara
. Dibimbing oleh DIAH RATNADEWI dan ENDANG
HADIPOENTYANTI.
Nilam (
Benth) merupakan tanaman aromatik penghasil minyak atsiri. Minyak
nilam (
) dibutuhkan dalam industri kimia, parfum, kosmetik, dan kesehatan.
Pengadaan benih nilam secara konvensional dengan setek memiliki beberapa kendala, oleh karena
itu teknik kultur jaringan menjadi solusinya. Namun media kultur yang mahal menyebabkan harga
benih meningkat, sehingga dicari sebuah alternatif dengan mengganti media MS (Murashige0
Skoog) dengan media pupuk majemuk. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi
pupuk majemuk yang paling baik sebagai media dasar alternatif pengganti media MS dengan
penambahan air kelapa 10% atau BAP konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam secara
Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) tanaman nilam pada
media diamati 3 Bulan Setelah Kultur (BSK). Konsentrasi pupuk majemuk 2 g/l merupakan
konsentrasi terbaik dibandingkan dengan konsentrasi lainnya, walaupun nilai tersebut masih jauh
di bawah pertumbuhan pada media MS.
Kata kunci: Nilam (


Benth), multiplikasi, pupuk majemuk, air kelapa 10%, BAP 0,5 mg/l

MUHAMMAD HAEKAL MIRRAJI. The Use of Compound Fertilizer For Patchouli (
Benth) Multiplication
. Supervised by DIAH RATNADEWI and ENDANG
HADIPOENTYANTI.
Patchouli (
Benth) is an aromatic plant that produces essential oil. Patchouli oil
is needed in chemical, perfume, cosmetics, and health industries. Patchouli seeds by conventional
cutting procurement had several problems, therefore techniques of tissue culture was taken as a
solution. Expensive culture medium has led to increased seed prices. In order to look for an
alternative to replace the MS (Murashige0Skoog) basic medium, we tried to use compound
fertilizer medium. The objective of this research was to determine the best concentration of
compound fertilizer with the addition of 10% coconut water or BAP of 0.5 mg / l for the
multiplication of patchouli
. Data of growth parameters (number of leaves, number of
shoots, shoot height) of patchouli in the medium was observed after 3 Months After Culture
(MAC). The compound fertilizer medium at 2 g / l was the best concentration compared to the
other concentrations, although the value was still far below the growth on MS medium.
Keywords: Patchouli (

BAP 0,5 mg/l

Benth), multiplication, compound fertilizer, coconut water 10%,

" "%

#"&" '
Nilam (
Benth)
merupakan tanaman aromatik penghasil
minyak atsiri (Hutabarat 2003). Minyak nilam
dalam dunia perdagangan disebut
yang dibutuhkan dalam industri kimia,
parfum,
kosmetik,
dan
kesehatan
(aromaterapi). Selain itu, minyak nilam
memiliki daya pestisida sehingga dapat
digunakan

sebagai
pengusir
serangga
(Nuryani
2003). Fungsi utama minyak
nilam yaitu sebagai fiksatif (pengikat) minyak
atsiri lain yang sampai sekarang belum ada
substitusinya (Hadipoentyanti
2009).
Indonesia adalah pengekspor minyak nilam
terbesar di dunia. Hampir 90% pemenuhan
kebutuhan minyak nilam dunia disediakan
oleh Indonesia (Wahab & Rachmat 1993).
Pada tahun 2006, luas areal perkebunan
tanaman mencapai 21.716 Ha dengan
produksi minyak nilam sebanyak 302 kg/ha.
Ekspor minyak nilam pada tahun 2005
mencapai 7.007 ton dengan nilai US$ 5.400,
dan pada tahun 2006 ekpor nilam menurun
pada level 4.984 ton dengan nilai ekspor

sebesar US$ 4.950 (Ditjenbun 2007).
Nilam (
Benth)
diklasifikasikan ke dalam kingdom Plantae,
divisi Spermatophyta, kelas Angiospermae,
sub kelas dicotyledone, ordo Lamiales, famili
Labiatae dan genus
(Heyne
1987). Tanaman ini merupakan tanaman
semak tahunan dengan tinggi 102 m, berakar
serabut, batang berkayu dan berbentuk persegi
dengan permukaan yang kasar, daun tunggal
berbentuk bulat telur dengan pertulangan
menyirip, ujung daun meruncing dengan
pangkal tumpul serta tepi bergerigi, dan
permukaan daun berbulu, lebar daun ± 4 cm
(Syamsuhidayat & Hutapea 1991), kadar
minyak dihasilkan sekitar 203% dan kadar
sekitar 30% (Nuryani
2007). Menurut Nuryani

(2005), terdapat
3 varietas unggul yang mempunyai produksi
terna, kadar, dan mutu minyak yang tinggi
yaitu Sidikalang, Lhokseumawe, dan Tapak
Tuan.
Benih adalah salah satu faktor
produksi yang sangat menentukan dalam
keberhasilan usahatani nilam. Salah satu
kendala yang dihadapi adalah penyediaan
benih yang tepat waktu dan tepat jumlah.
Selama ini pengadaan benih nilam dilakukan
secara konvensional dalam bentuk setek atau
benih di
, sehingga dalam satuan
waktu ketersediaannya sangat terbatas.

Perbanyakan nilam yang dilakukan secara
vegetatif dengan setek sangat mudah
menularkan penyakit apabila tanaman induk
telah terinfeksi patogen. Salah satu usaha

yang dilakukan untuk memecahkan kendala
tersebut adalah
dengan melakukan
perbanyakan benih dengan teknik kultur
jaringan, yaitu perbanyakan pada media yang
kaya nutrisi dalam kondisi aseptik.
Perbanyakan
dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu melalui organogenesis
dan embriogenesis. Organogenesis adalah
suatu proses untuk membentuk dan
menumbuhkan
tunas
dari
jaringan
meristematik. Regenerasi eksplan menjadi
organ dan plantlet dapat diperoleh melalui
jalur
organogenesis
langsung

dan
organogenesis tidak langsung. Organogenesis
langsung yaitu eksplan menjadi sel
merismatik kemudian berdiferensiasi menjadi
organ (tunas), sedangkan organogenesis tidak
langsung terjadi dengan pembentukan kalus
terlebih dahulu (Hadipoentyanti
2008).
Keuntungan perbanyakan kultur jaringan
melalui organogenesis atau induksi langsung
ini adalah 1) waktu perbanyakan lebih cepat,
2) jumlah benih yang dihasilkan tidak terbatas
jumlahnya, 3) jumlah eksplan yang digunakan
kecil (tunas terminal/aksilar), 4) mendapatkan
tanaman yang bebas patogen dan virus , hama,
dan penyakit, 5) tidak memerlukan lahan yang
luas, dan 6) genotip sama dengan induk (6)
pengaturan faktor0faktor lingkungan lebih
dapat dikontrol (kultur
) serta dapat

dilakukan sepanjang tahun tanpa terpengaruh
iklim
(Santoso
&
Nursandi
2003;
Hadipoentyanti
2008).
Namun, masalah yang timbul akibat
penggunaan teknik ini adalah dibutuhkannya
modal besar untuk pengadaan alat0alat
laboratorium seperti
! dan
(Santoso & Nursandi 2003). Selain
itu, biaya produksi benih yang cukup tinggi
terutama karena mahalnya media kultur yang
dipakai, pada akhirnya mempengaruhi harga
jual benih. Penggunaan media tanam berupa
pupuk majemuk komersial yang harganya
lebih terjangkau, menjadi salah satu solusi

yang akan dicoba, sehingga diharapkan harga
jual benih nilam hasil kultur jaringan akan
lebih murah (Hadipoentyanti
2009).
Penambahan zat pengatur tumbuh
(ZPT) berbeda tergantung jenis tanaman yang
akan dikulturkan. Menurut Hadipoentyanti
(2008), ZPT 2,4 0D (2,4 "
#
) adalah auksin yang paling umum
digunakan untuk menginduksi embriogenesis
somatik. Selain auksin, zat pengatur tumbuh

2

sitokinin
juga
berpengaruh
terhadap
diferensiasi sel dalam proses embriogenesis

somatik seperti BAP (60$ %
)
atau BA ($ %
). Berdasarkan
percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti
(2008), media MS dengan penambahan
BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media
terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan
zat pengatur tumbuh sitokinin yang
berpengaruh pada proses proliferasi tunas,
pemecah dormansi, dapat meningkatkan
pembelahan
sel,
tetapi
menghambat
pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT
alami, contohnya adalah yang terkandung
dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu.
Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti
pada tahun 2009, yang meneliti kandungan

IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing
bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT
paling banyak, yaitu secara berturut0turut
sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi
10% di dalam media MS merupakan media
terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ %
) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0
agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,
(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan
15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen,
Agrept, Dithane, aquades steril.
&' (
Eksplan yang digunakan adalah setek
pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm;
varietas
Sidikalang
dan
varietas
Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur
Jaringan, BALITTRO.
)'
Media yang digunakan adalah media
MS
dan pupuk majemuk Hyponex
(20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l,
dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5
mg/l atau air kelapa 10%.
,*
Percobaan dilakukan untuk menguji
pengaruh
pupuk
majemuk
yang
dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau
BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS.
&' *
Rancangan acak yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan media, yaitu :
a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK
10; kontrol I)
b. Pupuk majemuk 0,5 g/l + air kelapa
10% (H0,50AK 10)
c. Pupuk majemuk 1 g/l + air kelapa 10%
(H10AK 10)
d. Pupuk majemuk 1,5 g/l + air kelapa
10% (H1,50AK 10)
e. Pupuk majemuk 2 g/l + air kelapa 10%
(H20AK 10)
f. Media MS + BAP 0,5 mg/l (MS0BAP;
kontrol II)
g. Pupuk majemuk 0,5 g/l + BAP 0,5
mg/l (H0,50BAP)
h. Pupuk majemuk 1 g/l + BAP 0,5 mg/l
(H10BAP)
i. Pupuk majemuk 1,5 g/l + BAP 0,5
mg/l (H1,50BAP)
j. Pupuk majemuk 2 g/l + BAP 0,5 mg/l
(H20BAP)
Masing0masing perlakuan menggunakan
10 sampel eksplan tunas. Percobaan
diulang 2 kali untuk kedua varietas
tersebut.

()("
Penelitian bertujuan menentukan
konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik
sebagai media dasar alternatif pengganti
media MS (Murashige0Skoog) dengan
penambahan air kelapa 10%
atau BAP
konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam
secara
"& ( *"
$+"
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di
Laboratorium
Kultur
Jaringan,
Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3
Bogor.

#" *"

" "
Alat yang digunakan merupakan alat0
alat
yang
umum
digunakan
dalam
laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC
(
!
), autoklaf, oven,
, timbangan, labu erlenmeyer,
tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0
meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri,
pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.
Bahan yang digunakan adalah
tanaman nilam yang berasal dari
,
media Murashige0Skoog (MS), pupuk
majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

)'
Botol untuk penyimpanan kultur
menggunakan botol kultur. Botol dicuci
dan
disterilkan
terlebih
dahulu
menggunakan autoklaf selama ± 20 menit

2

sitokinin
juga
berpengaruh
terhadap
diferensiasi sel dalam proses embriogenesis
somatik seperti BAP (60$ %
)
atau BA ($ %
). Berdasarkan
percobaan yang dilakukan Hadipoentyanti
(2008), media MS dengan penambahan
BAP konsentrasi 0,5 mg/l merupakan media
terbaik untuk induksi tunas. BAP merupakan
zat pengatur tumbuh sitokinin yang
berpengaruh pada proses proliferasi tunas,
pemecah dormansi, dapat meningkatkan
pembelahan
sel,
tetapi
menghambat
pembentukan akar. Namun terdapat pula ZPT
alami, contohnya adalah yang terkandung
dalam air kelapa, tauge, tomat, dan cuka kayu.
Berdasarkan percobaan Hadipoentyanti
pada tahun 2009, yang meneliti kandungan
IAA, GA3, dan Zeatin pada masing0masing
bahan tersebut, air kelapa mengandung ZPT
paling banyak, yaitu secara berturut0turut
sebesar 0,0075%, 0,0096%, dan 0,0067%.
Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penambahan ZPT dari air kelapa konsentrasi
10% di dalam media MS merupakan media
terbaik untuk induksi tunas tanaman nilam.

20:20:20, zat pengatur tumbuh BAP (60$ %
) 0,5 mg/l, air kelapa 10%, agar0
agar bubuk, alkohol 70%, alkohol 95%,
(NaClO 5,25%) konsentrasi 20% dan
15%, HgCl2 0,2%, betadine , larutan detergen,
Agrept, Dithane, aquades steril.
&' (
Eksplan yang digunakan adalah setek
pucuk apikal nilam berukuran ± 4 cm;
varietas
Sidikalang
dan
varietas
Lhokseumawe dari Laboratorium Kultur
Jaringan, BALITTRO.
)'
Media yang digunakan adalah media
MS
dan pupuk majemuk Hyponex
(20:20:20) konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l,
dengan penambahan ZPT berupa BAP 0,5
mg/l atau air kelapa 10%.
,*
Percobaan dilakukan untuk menguji
pengaruh
pupuk
majemuk
yang
dikombinasikan dengan air kelapa 10% atau
BAP 0,5 mg/l dibanding dengan media MS.
&' *
Rancangan acak yang digunakan
adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan media, yaitu :
a. Media MS + air kelapa 10% (MS0AK
10; kontrol I)
b. Pupuk majemuk 0,5 g/l + air kelapa
10% (H0,50AK 10)
c. Pupuk majemuk 1 g/l + air kelapa 10%
(H10AK 10)
d. Pupuk majemuk 1,5 g/l + air kelapa
10% (H1,50AK 10)
e. Pupuk majemuk 2 g/l + air kelapa 10%
(H20AK 10)
f. Media MS + BAP 0,5 mg/l (MS0BAP;
kontrol II)
g. Pupuk majemuk 0,5 g/l + BAP 0,5
mg/l (H0,50BAP)
h. Pupuk majemuk 1 g/l + BAP 0,5 mg/l
(H10BAP)
i. Pupuk majemuk 1,5 g/l + BAP 0,5
mg/l (H1,50BAP)
j. Pupuk majemuk 2 g/l + BAP 0,5 mg/l
(H20BAP)
Masing0masing perlakuan menggunakan
10 sampel eksplan tunas. Percobaan
diulang 2 kali untuk kedua varietas
tersebut.

()("
Penelitian bertujuan menentukan
konsentrasi pupuk majemuk yang paling baik
sebagai media dasar alternatif pengganti
media MS (Murashige0Skoog) dengan
penambahan air kelapa 10%
atau BAP
konsentrasi 0,5 mg/l untuk multiplikasi nilam
secara
"& ( *"
$+"
Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2010 sampai dengan Januari 2011, di
Laboratorium
Kultur
Jaringan,
Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
(BALITTRO), Jalan Tentara Pelajar no.3
Bogor.

#" *"

" "
Alat yang digunakan merupakan alat0
alat
yang
umum
digunakan
dalam
laboratorium kultur jaringan, yaitu LAFC
(
!
), autoklaf, oven,
, timbangan, labu erlenmeyer,
tabung ukur, botol kultur, gelas ukur, pH0
meter, pipet tetes, pipet ukur, cawan petri,
pinset, pisau bedah, gunting, dan bunsen.
Bahan yang digunakan adalah
tanaman nilam yang berasal dari
,
media Murashige0Skoog (MS), pupuk
majemuk dengan perbandingan N:P:K adalah

)'
Botol untuk penyimpanan kultur
menggunakan botol kultur. Botol dicuci
dan
disterilkan
terlebih
dahulu
menggunakan autoklaf selama ± 20 menit

3

pada suhu 121°C. Selanjutnya adalah
pembuatan media MS menggunakan labu
Erlenmeyer 1000 ml. Larutan hara makro,
hara mikro, vitamin, dan sukrosa sebanyak
30 g/l dicampur hingga rata, kemudian
ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa
10%. Campuran larutan tersebut kemudian
diencerkan menggunakan aquades steril
hingga 500 ml. Setelah itu, pH larutan
diukur hingga kisaran 5,705,8. Setelah pH
diukur, larutan diencerkan kembali
menggunakan aquades steril hingga 1000
ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian
agar0agar bubuk sebanyak 8 g/l sebelum
akhirnya dimasukkan ke dalam oven
selama ± 30 menit hingga mendidih.
Pembuatan media pupuk majemuk pun
demikian. Pupuk majemuk dengan
konsentrasi masing0masing 0,5; 1; 1,5; 2
g/l ditambah dengan sukrosa 30 g/l dan
kemudian dicampur dengan air kelapa 10%
atau BAP 0,5 mg/l. Setelah itu, larutan
diencerkan hingga 500 mL sebelum diukur
pH sampai berkisar 5,705,8. Tahap
selanjutnya adalah penuangan media ke
dalam botol kultur masing0masing
sebanyak 25ml, sehingga satu liter media
dapat digunakan untuk 40 botol kultur.
Botol yang telah berisi media lalu
disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit
pada suhu 121°C dan tekanan 18020 psi.
Setelah itu, media disimpan di ruang
inkubasi selama ± 3 hari pada suhu 18°C
hingga saat digunakan.
+'
Eksplan merupakan setek pucuk
apikal nilam berukuran ± 4 cm yang
berasal dari polibag, kemudian direndam
dalam larutan deterjen 30 menit dan dibilas
dengan air mengalir sampai bersih. Bahan
eksplan kemudian direndam dalam
campuran larutan Agrept dan Dithane
masing0masing 1 g/l selama 30 menit,
kemudian dibilas menggunakan aquades
steril.
Langkah selanjutnya adalah
menstrerilisasi eksplan dalam LAFC
berturut0turut menggunakan larutan HgCl2
0,2% selama 1 menit,
20%
selama 2 menit,
15% selama 3
menit, alkohol 70% 3 menit, betadine 30%
30 menit. Pada setiap peralihan larutan,
bahan eksplan dibilas menggunakan
aquades steril. Eksplan yang sudah steril
dipotong hingga berukuran ± 2 cm,
kemudian bagian ujung apikal ditanam
pada media perbanyakan.
,'

Ekplan hasil sterilisasi kemudian
dikulturkan terlebih dahulu dalam media
MS + BAP 0,5 mg/l untuk memperbanyak
bahan ekplan berikutnya. Fase ini diulangi
sebanyak 2 kali.
-'
Untuk induksi tunas, eksplan diambil
dari fase perbanyakan. Ekplan berupa
tunas apikal berukuran ± 0,5 cm
dikulturkan dalam media dengan 10
perlakuan, yaitu media MS dengan
penambahan air kelapa 10% atau BAP 0,5
mg/l dan media pupuk majemuk 4
konsentrasi yang ditambahkan BAP 0,5
mg/l atau air kelapa 10%.
.'
Kultur disimpan pada ruang inkubasi
dengan suhu 25°C, intensitas cahaya
sebesar 1000 Lux selama 18 jam/hari.
/'
Pengamatan awal dilakukan 7 hari
setelah
pengkulturan.
Selanjutnya
pengamatan rutin dilakukan sampai waktu
pengambilan data dengan interval 304 hari
untuk melihat kemungkinan terjadinya
kontaminasi. Pengambilan data dilakukan
3 bulan setelah kultur. Parameter yang
dicatat meliputi jumlah daun, jumlah
tunas, dan tinggi tunas.
0'
"
Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan
1
(ANOVA) dengan model Yij = O + τi + εij ,
dimana:
Yij = respon dari perlakuan ke0i, sampel
e0j
O
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke0i
τi
=Error
εij
dan dilanjutkan dengan uji "
2 3 !
*
4
(DMRT) apabila
berbeda nyata pada taraf 5%.

"-.#
Eksplan yang dipakai merupakan
hasil perbanyakan kedua dari setek pucuk
apikal nilam. Setek pucuk awal diperoleh dari
tanaman yang ditumbuhkan di rumah kaca,
yang kemudian dikulturkan pada media
perbanyakan. Setelah tiga MSK (minggu
setelah kultur), tunas yang terbentuk
kemudian dikulturkan menjadi bahan setek
pada media perbanyakan kedua. Eksplan yang
telah berumur ± 4 BSK (bulan setelah kultur)
siap untuk dikulturkan pada media perlakuan.

3

pada suhu 121°C. Selanjutnya adalah
pembuatan media MS menggunakan labu
Erlenmeyer 1000 ml. Larutan hara makro,
hara mikro, vitamin, dan sukrosa sebanyak
30 g/l dicampur hingga rata, kemudian
ditambahkan BAP 0,5 mg/l atau air kelapa
10%. Campuran larutan tersebut kemudian
diencerkan menggunakan aquades steril
hingga 500 ml. Setelah itu, pH larutan
diukur hingga kisaran 5,705,8. Setelah pH
diukur, larutan diencerkan kembali
menggunakan aquades steril hingga 1000
ml. Tahap selanjutnya adalah pemberian
agar0agar bubuk sebanyak 8 g/l sebelum
akhirnya dimasukkan ke dalam oven
selama ± 30 menit hingga mendidih.
Pembuatan media pupuk majemuk pun
demikian. Pupuk majemuk dengan
konsentrasi masing0masing 0,5; 1; 1,5; 2
g/l ditambah dengan sukrosa 30 g/l dan
kemudian dicampur dengan air kelapa 10%
atau BAP 0,5 mg/l. Setelah itu, larutan
diencerkan hingga 500 mL sebelum diukur
pH sampai berkisar 5,705,8. Tahap
selanjutnya adalah penuangan media ke
dalam botol kultur masing0masing
sebanyak 25ml, sehingga satu liter media
dapat digunakan untuk 40 botol kultur.
Botol yang telah berisi media lalu
disterilkan dalam autoklaf selama 30 menit
pada suhu 121°C dan tekanan 18020 psi.
Setelah itu, media disimpan di ruang
inkubasi selama ± 3 hari pada suhu 18°C
hingga saat digunakan.
+'
Eksplan merupakan setek pucuk
apikal nilam berukuran ± 4 cm yang
berasal dari polibag, kemudian direndam
dalam larutan deterjen 30 menit dan dibilas
dengan air mengalir sampai bersih. Bahan
eksplan kemudian direndam dalam
campuran larutan Agrept dan Dithane
masing0masing 1 g/l selama 30 menit,
kemudian dibilas menggunakan aquades
steril.
Langkah selanjutnya adalah
menstrerilisasi eksplan dalam LAFC
berturut0turut menggunakan larutan HgCl2
0,2% selama 1 menit,
20%
selama 2 menit,
15% selama 3
menit, alkohol 70% 3 menit, betadine 30%
30 menit. Pada setiap peralihan larutan,
bahan eksplan dibilas menggunakan
aquades steril. Eksplan yang sudah steril
dipotong hingga berukuran ± 2 cm,
kemudian bagian ujung apikal ditanam
pada media perbanyakan.
,'

Ekplan hasil sterilisasi kemudian
dikulturkan terlebih dahulu dalam media
MS + BAP 0,5 mg/l untuk memperbanyak
bahan ekplan berikutnya. Fase ini diulangi
sebanyak 2 kali.
-'
Untuk induksi tunas, eksplan diambil
dari fase perbanyakan. Ekplan berupa
tunas apikal berukuran ± 0,5 cm
dikulturkan dalam media dengan 10
perlakuan, yaitu media MS dengan
penambahan air kelapa 10% atau BAP 0,5
mg/l dan media pupuk majemuk 4
konsentrasi yang ditambahkan BAP 0,5
mg/l atau air kelapa 10%.
.'
Kultur disimpan pada ruang inkubasi
dengan suhu 25°C, intensitas cahaya
sebesar 1000 Lux selama 18 jam/hari.
/'
Pengamatan awal dilakukan 7 hari
setelah
pengkulturan.
Selanjutnya
pengamatan rutin dilakukan sampai waktu
pengambilan data dengan interval 304 hari
untuk melihat kemungkinan terjadinya
kontaminasi. Pengambilan data dilakukan
3 bulan setelah kultur. Parameter yang
dicatat meliputi jumlah daun, jumlah
tunas, dan tinggi tunas.
0'
"
Data yang diperoleh dianalisis secara
statistik menggunakan
1
(ANOVA) dengan model Yij = O + τi + εij ,
dimana:
Yij = respon dari perlakuan ke0i, sampel
e0j
O
= rataan umum
= pengaruh perlakuan ke0i
τi
=Error
εij
dan dilanjutkan dengan uji "
2 3 !
*
4
(DMRT) apabila
berbeda nyata pada taraf 5%.

"-.#
Eksplan yang dipakai merupakan
hasil perbanyakan kedua dari setek pucuk
apikal nilam. Setek pucuk awal diperoleh dari
tanaman yang ditumbuhkan di rumah kaca,
yang kemudian dikulturkan pada media
perbanyakan. Setelah tiga MSK (minggu
setelah kultur), tunas yang terbentuk
kemudian dikulturkan menjadi bahan setek
pada media perbanyakan kedua. Eksplan yang
telah berumur ± 4 BSK (bulan setelah kultur)
siap untuk dikulturkan pada media perlakuan.

4

Eksplan yang digunakan
kan dipilih
d
terlebih
dahulu, yaitu steril dari kontaminan,
kontam
memiliki
batang yang kokoh, berdaun
berda
hijau, dan
setidaknya memiliki 3 nodus..
(+(&
#"+"

") $(& * '""
"$/" "
.%
0
Pada media pupuk
puk majemuk
m
dengan
penambahan air kelapa 10%, pertumbuhan
tunas menghasilkan daun
aun yang
y
berwarna
kekuning0kuningan untuk
k seluruh
selu
perlakuan;
hanya sebagian kecil menghasilkan
meng
daun
berwarna hijau. Gejala tersebut
terseb terlihat baik
pada
varietas
Lhokseum
kseumawe
maupun
Sidikalang. Pada perlakuan ini,
ini kultur tumbuh

langsung secara apikal, dan beberapa
memiliki ukuran yang cukup
cuku
tinggi.
Penampakan kultur nilam varietas
rietas Sidikalang
untuk tiap konsentrasi perlaku
erlakuan pupuk
majemuk dan air kelapa 10% dapat
da
dilihat
pada Gambar 1.
Pertumbuhan tunas nilam
ilam pada
p
media
pupuk majemuk terlihat jauh lebih buruk bila
dibandingkan dengan perlakuan
kuan media MS
(kontrol).
Pada
media
MS
dengan
penambahan air kelapa 10%,, tunas
t
yang
terbentuk cenderung lebih tinggi
ggi dengan
de
daun
yang lebih lebar dan berwarnaa hijau (Gambar
2).

/

"

1

*
Gambar 1

"
Gambar 2

Penampakan kultur nilam varietas Sidikalang pada
media pupuk majemuk (a) H0,5 + AK 10%, (b) H1 + AK
me
10 , (c) H1,5 + AK 10%, dan (d) H2 + AK 10% (Umur
10%
mur
3 BSK).
B

/
Penampakan
Pena
kultur nilam varietas (a) Lhokseumawe dan
(b) Sidikalang
S
pada media MS + air kelapa 10% (Umur
ur 3
BSK)
BSK

5

Pada varietas Lhokseumawe yang
diujicobakan pada media pupuk majemuk
dengan penambahan air kelapa 10% (Tabel 1),
data jumlah daun menunjukkan efek yang
berbeda oleh masing0masing perlakuan pupuk
majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk
konsentrasi 2 g/l didapat rataan sebesar 13,5,
sedangkan semakin kecil konsentrasi pupuk
majemuk, hasil yang didapat pun semakin
kecil. Perlakuan menggunakan media MS
(kontrol)
menghasilkan
jumlah
daun
terbanyak yaitu 18,2.
Data
pada
jumlah
tunas
menunjukkan bahwa perlakuan kontrol
memberikan hasil terbesar, dengan rataan
sebesar 9. Pada perlakuan pupuk majemuk,
konsentrasi 2 g/l menghasilkan tunas
terbanyak yang diikuti oleh konsentrasi 1 g/l.
Pupuk majemuk konsentrasi 0,5 g/l dan 1,5 g/l
memberikan respon yang sama.
Data yang dihasilkan pada parameter
tinggi tanaman tetap menunjukkan bahwa
media MS dengan penambahan air kelapa
10% merupakan media yang paling baik untuk
pertumbuhan
tinggi
tanaman
nilam
dibandingkan dengan perlakuan pupuk
majemuk. Pada perlakuan pupuk majemuk,
tunas tertinggi dihasilkan pada konsentrasi
2g/l, sedangkan tunas terpendek dihasilkan
oleh konsentrasi pupuk majemuk 1,5g/l.
Secara keseluruhan, pupuk majemuk
konsentrasi 2 g/l memberikan hasil terbaik
pada
ketiga
parameter
pertumbuhan,
sedangkan perlakuan kontrol menghasilkan ±
1,5 kali dari nilai yang dihasilkan konsentrasi
2 g/l.
Penggunaan pupuk majemuk dengan
penambahan
air
kelapa
10%
yang
diujicobakan pada nilam varietas Sidikalang
menghasilkan data jumlah daun yang tidak
Tabel 1

Parameter

Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam
varietas Lhokseumawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa
10%
Perlakuan
H0,50AK 10

H10AK10

H1,50AK10

H20AK10

MS0AK10

8,7±2,25 d

9,3±1,89 d

11,2±2,31c

13,5±3,10b

18,2±2,91a

4,2±1,96 c

5,6±1,27 b

4,65±0,93c

6,45±1,76b

9±1,65a

1,26±0,86 bc

1,67±0,51b

0,95±0,60c

1,75±0,76b

2,72±1,23a

Jumlah
Daun
Jumlah
Tunas
Tinggi (cm)

5

berbeda nyata satu sama lain, dimana daun
yang dihasilkan berkisar 708 (Tabel 2).
Media yang menghasilkan daun
terbanyak ditunjukkan oleh perlakuan media
MS (kontrol) dengan rataan sebesar 15,6.
Pada seluruh perlakuan pupuk majemuk, data
yang dihasilkan memberikan efek yang sama.
Rataan yang didapat secara berturut0turut pada
konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar 7,7;
8,7; 8,35; 8,3. Nilai dari perlakuan pupuk
majemuk kurang lebih setengah kali
jumlahnya dari perlakuan kontrol.
Jumlah tunas menunjukkan bahwa
perlakuan kontrol menghasilkan tunas
terbanyak dengan rataan sebesar 7,8. Sama
halnya dengan parameter daun, pada
perlakuan menggunakan pupuk majemuk,
nilai yang dihasilkan tidak berbeda satu sama
lain. Rataan yang didapat dari perlakuan
pupuk majemuk secara berturut0turut pada
konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 g/l yaitu sebesar
3,85; 4,35; 4,25; 4,25. Media kontrol
menghasilkan tunas yang tertinggi dari
seluruh perlakuan, yaitu dengan rataan sebesar
2,26 cm. Pada perlakuan pupuk majemuk,
pemberian konsentrasi 0,5 g/l, 1,5 g/l, dan 2
g/l ternyata memberikan hasil yang sama
terhadap tinggi tanaman. Namun pupuk
majemuk dengan konsentrasi 1,5 g/l
menghasilkan tunas nilam tertinggi dengan
rataan sebesar 1,2 cm, sedangkan pupuk
majemuk 1 g/l menghasilkan tunas paling
kecil.
Untuk varietas Sidikalang, pupuk
majemuk 1 g/l memberikan efek terbaik
dalam pertumbuhan kultur nilam khususnya
untuk parameter jumlah tunas pada Tabel 2,
walaupun nilai yang dihasilkan setengah dari
perlakuan kontrol.

63

)
1

7"

8
1 -9

+ $75

6

Tabel 2

Data parameter pertumbuhan (jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas) kultur nilam
varietas Sidikalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan Air Kelapa 10%
Perlakuan

Parameter
Jumlah
Daun
Jumlah
Tunas
Tinggi (cm)
5

H0,50AK10

H10AK10

H1,50AK10

H20Ak10

MS0AK10

7,7±2,08b

8,7±2,34b

8,35±1,14b

8,3±1,92b

15,6±3,32a

3,85±1,04b

4,35±1,18b

4,25±0,55b

4,25±0,97b

7,8±1,73a

0,79±0,25bc

0,71±0,15c

1,2±0,74b

0,79±0,41bc

2,26±1,06a

63

)

7"

8

1

1 -9
+ $75

(+(&
") $(& * '"
"$/" "
23 $'4#
Pada perlakuan media pupuk
majemuk dengan penambahan BAP 0,5 mg/l,
tunas cenderung berukuran pendek walaupun
ada beberapa yang memiliki ukuran cukup
tinggi. Tanda ¥ pada Gambar 3b menunjukkan
pertumbuhan tunas aksilar secara langsung,
sedangkan tanda £ pada Gambar 3c
menunjukkan bahwa tunas adventif terbentuk
secara tidak langsung dengan pembentukan
kalus terlebih dahulu dan dari kalus tersebut

tunas tumbuh.
Pertumbuhan kultur jauh
berbeda dengan perlakuan kontrol, selain
karena warna daun yang berwarna hijau
kekuning0kuningan, juga karena daun yang
dihasilkan lebih sedikit jika dibandingkan
dengan perlakuan media MS, seperti yang
tercantum pada Tabel 3 dan Tabel 4. Gambar
3 menunjukkan pertumbuhan tunas nilam
varietas Lhokseumawe pada masing0masing
perlakuan
pupuk
majemuk
dengan
penambahan BAP 0,5 mg/l.

.

5

"

1
Gambar 3

/

6
*
Penampakan kultur nilam varietas Lhokseumawe pada
media pupuk majemuk (a) H0,5 + BAP 0,5 mg/l, (b) H1 +
0,5 mg/l , (c) H1,5 + BAP 0,5 mg/l, dan (d) H2 + BAP
"BAP
0,5 mg/l; Pertumbuhan kultur tunas nilam (¥) secara
langsung dan (£) secara tidak langsung (Umur 3 BSK).

7

.

"

/

Gambar
mbar 4

Penampakan kultur nilam varietas (a)
Lhokseumawe dan (b) Sidikalang pada
media MS + BAP 0,5 mg/l

Pada media MS dengan
deng penambahan
BAP 0,5 mg/l (kontrol), pertumbuhan
pertu
kultur
terkonsentrasi pada pembentu
bentukan tunas0tunas
terlebih dahulu, daun
n yang
y
terbentuk
berukuran kecil tetapi jumlahn
mlahnya banyak dan
berwarna hijau. Baik varietas
arietas Lhokseumawe
maupun
Sidikalang
memiliki
mem
ciri0ciri
pertumbuhan yang sama (Gambar
(Gam
4).
Penggunaan BAP
AP 0,5
0
mg/l yang
ditambahkan pada media
dia perlakuan
pe
pupuk
majemuk juga menghasilka
hasilkan data yang
berbeda nyata dengan media kontrol (Tabel
3). Perlakuan media tersebu
ersebut diujicobakan
terhadap
tanaman
nilam
nila
varietas
Lhokseumawe, sedangkan
an perlakuan
pe
media
pada varietas Sidikalang tersaji
tersaj pada Tabel 4.
Tabel 3 memperliha
erlihatkan perlakuan
media MS (kontrol) yangg meng
menghasilkan rataan
daun sebesar 27, sedangkan
kan perlakuan
p
pupuk
majemuk
untuk
seluruh
eluruh
konsentrasi
memberikan efek yang
ng sama
s
terhadap
pertumbuhan daun, yaitu
u berk
berkisar antara 609.
Begitu juga dengan pertumbuhan
pertum
tunas;
Tabel 3

Data parameter
eter pertumbuhan
pe
(jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)
nas) kultur
k
nilam
varietas Lhokseum
umawe pada media pupuk majemuk dengan penambahan
bahan BAP 0,5
mg/l
Perlakuan

Parameter
Jumlah
Daun
Jumlah
Tunas
Tinggi (cm)
5

keempat
konsentrasi
pupuk
puk
majemuk
memberikan jumlah tunas relatif
elatif sama satu
sama lain. Media kontrol menunjuk
nunjukkan rataan
tertinggi dengan nilai sebesar 13,5.
Parameter
tinggi
tanaman
menunjukkan
bahwa
media
kontrol
menghasilkan tunas tertinggii dengan
den
rataan
sebesar 1,62 cm. Data pada perlakuan
perlak
pupuk
majemuk menunjukkan bahwaa dengan
deng adanya
penambahan konsentrasi pupuk
upuk majemuk
dalam media, tinggi tunass pun semakin
bertambah.
Pupuk majemuk konsent
onsentrasi 2 g/l
memiliki tunas tertinggi, sedangkan
ngkan perlakuan
pupuk majemuk konsentrasi
trasi 0,5 g/l
memberikan tunas paling kecil. Perlakuan
pupuk majemuk konsentrasi 2 g/l memberikan
m
efek yang terbaik jika dilihat
ihat dari
d
ketiga
parameter yang meliputi jumlah
mlah daun dan
tunas serta tinggi tanaman. Med
edia kontrol
mampu memberikan hasil 3 kali le
lebih banyak
dibandingkan pupuk majemuk
k 2 g/l,
g/ terutama
pada parameter jumlah daun
aun ddan tunas.

H0,50BAP

H10BAP

H1,50BAP

H20BAP

MS0BAP

6,85±2,46b

6,35±3,18b

8,5±3,35b

8,9±2,38b

27±6,16a

3,35±1,23b

3,2±1,61b

4,25±1,74b

4,45±1,19b

13,5±3,17a

0,68±0,29c

0,83±0,44bc

0,95±0,47bc

1,11±0,49b

1,62±0,59a

63

)
1

7"

8
1 -9
-

+ $75

8

Tabel 4

Parameter
Jumlah
Daun
Jumlah
Tunas
Tinggi (cm)
5

Data parameter
eter pertumbuhan
pe
(jumlah daun, jumlah tunas, tinggi tunas)
nas) kultur
k
nilam
varietas Sidikalang
kalang pada media pupuk majemuk dengan penambahan BAP 0,5
0 mg/l
Perlakuan
H0,50BAP

H10BAP

H1,50BAP

H20BAP

MS0BAP

5,55±1,93c

5,20±1,67c

9,10±3,69b

10,90±4,18b

26,
26,55±6,98a

2,85±0,93c

2,6±0,99c

4,45±1,88b

5,55±2,09b

13,
13,45±3,52a

0,68±0,23c

0,67±0,19c

1,08±0,56bc

1,41±1,07b

2,
2,02±1,03a

63

)

7"

1

8
1 -9

+ $75
Pada Tabel 4, jumlah daun
menunjukkan bahwa perlaku
erlakuan media MS
(kontrol) tetap merupakan
kan perlakuan
p
yang
menghasilkan daun terbanyak
anyak dengan rataan
sebesar 26,55. Pada per
perlakuan pupuk
majemuk, terdapat duaa kelompok
kel
respon
tanaman terhadap pertumbuhan
pertum
daun.
Kelompok pertama adalah
lah pupuk
p
majemuk
konsentrasi
1,5 g/l dan 2 g/l yang
menghasilkan daun berkisar
erkisar antara 9011,
sedangkan
kelompok
la
lainnya
hanya
menghasilkan jumlah daun setengah dari
kelompok pertama, yaitu sekitar
sekita 5.
Seperti halnya pada parameter daun,
data yang dihasilkan pada
ada pperlakuan pupuk
majemuk konsentrasi 1,5 gg/l dan 2 g/l
memiliki efek yang sama
ma terhadap jumlah
tunas yaitu sebesar 4,45 dan 5,55,
5
dan kedua
nilai tersebut lebih besar dibandingkan
diba
data
yang dihasilkan perlakuan pupuk majemuk
ya sebesar 2,85
konsentrasi 0,5 g/l dan 1 g/l yaitu
dan 2,6. Perlakuan kontrol
ol me
menunjukkan hasil
terbesar dalam menghasilka
asilkan tunas, yaitu
sebesar 13,45. Pemberian
ian pupuk
p
majemuk
konsentrasi 2 g/l menghasilkan
asilkan tunas tertinggi
untuk perlakuan pupuk majem
majemuk, kemudian
diikuti oleh konsentrasi 1,5 g/
g/l dengan tinggi
1,08 cm, sedangkan konsentr
sentrasi 0,5 g/l dan 1
g/l memiliki tinggi sekitar
itar 0,6
0 cm. Namun,
tetap saja perlakuan kontrol
ontrol menghasilkan
tunas tertinggi dengan rataan
taan sebesar
s
2,02 cm.
Media kontrol kembali
li memberikan
me
efek
terbaik dalam pertumbuhan
buhan kultur nilam,
sedangkan pada perlakuan
uan pupuk
pu
majemuk,
konsentrasi 2 g/l memberika
berikan efek terbaik
walaupun nilainya kurang
g lebih
lebi setengah dari
nilai yang dihasilkan oleh
h media
med kontrol.
Untuk
kulturr
nilam
ni
varietas
Lhokseumawe, pemberian
rian media pupuk

majemuk yang
ditambahkan
kan ddengan air
kelapa 10% ternyata memberikan
rikan hhasil yang
lebih baik jika dilihat dari pembent
mbentukan daun,
tunas, serta tinggi tanaman,, dibandingkan
dib
dengan pupuk majemuk yang ditambah
dengan BAP 0,5 mg/l. Sebalik
ebaliknya, pada
varietas Sidikalang, pemberia
berian pupuk
majemuk dengan penambahan BAP
BA 0,5 mg/l
memberikan hasil yang lebih baik berdasarkan
b
data ketiga parameter pertumbuha
mbuhan tersebut
dibandingkan dengan penambahan
bahan air kelapa
10%, khususnya pada konsentr
nsentrasi pupuk
majemuk 1,5 g/l dan 2 g/l.
-

-. "*" (# (%
Beberapa kultur pada perlakuan
pupuk majemuk dengan penam
penambahan air
kelapa 10% memiliki daunn yang
yan berubah
warna dari warna kekuning0kuning
kuningan ke arah
kecoklatan, sampai akhirnya mati pada
p
usia 80
10 minggu (Gambar 5). Gejala dem
mikian mirip
dengan tanaman yang mengalam
galami penuaan
dini.

Gambar 5

Kultur nilam mengalami
men
penuaan dini

9

$/" "-"
Kultur jaringan adalah teknik untuk
menumbuhkan suatu tanaman utuh dalam
medium padat maupun cair yang kaya nutrisi
dari salah satu bagian tanaman tersebut secara
aseptik. Setiap sel mempunyai kemampuan
untuk berkembang menjadi individu utuh
melalui proses regenerasi. Kemampuan
regenerasi tersebut selanjutnya dikemukakan
oleh Haberland dan dikenal dengan istilah
totipotensi, yang mendasari teknik kultur
jaringan (Yuwono 2006). Sel tumbuhan
bersifat totipoten, sel0sel yang bukan
embrionik dapat berkembang menjadi
tumbuhan
baru
yang
lengkap,
jika
lingkungannya mendukung. Lingkungan yang
mendukung dapat diartikan sebagai syarat0
syarat yang diperlukan meliputi pemilihan
eksplan sebagai bahan dasar untuk
perbanyakan, penggunaan medium yang
cocok, serta keadaan yang aseptik. Meskipun
pada prinsipnya semua jenis sel dapat
ditumbuhkan, tetapi bagian tanaman yang
masih muda dan mudah tumbuh yaitu bagian
meristematik, seperti daun muda, ujung akar,
ujung batang, dan keping biji, akan
memberikan peluang keberhasilan yang tinggi
(Salisbury & Ross 1995).
Pertumbuhan tunas pada media
kontrol (MS + air kelapa 10% dan MS + BAP
0,5 mg/l) menunjukkan hasil yang lebih baik
dibandingkan pada media pupuk majemuk
(Gambar 2). Hal ini terbukti dengan
banyaknya tunas yang terbentuk serta daun
yang berwarna hijau. Media MS merupakan
media yang mengandung unsur hara makro
dan mikro esensial yang tinggi yang mampu
menjamin pertumbuhan jaringan tanaman
(Matatula 2003). Menurut Gamborg (1981),
unsur hara esensial adalah unsur hara yang
mengandung garam anorganik, karbon dan
sumber energi, vitamin, dan fitohormon.
Garam anorganik meliputi N, P, K, Ca, S, dan
Mg. Media MS mengandung hara makro
berupa N, P, K, Ca, S dan Mg, serta hara
mikro yaitu Na, Mo, Mn, Zn, Cu, Co, dan B.
Selain unsur hara makro dan mikro, media
MS dilengkapi dengan vitamin untuk
menunjang pertumbuhan tanaman.
Pupuk majemuk merupakan pupuk
yang mengandung beberapa unsur esensial
yang dibutuhkan oleh tanaman. Pupuk
majemuk yang umum digunakan adalah
pupuk yang mengandung sedikitnya 3 unsur
makro esensial, yaitu nitrogen, fosfor, dan
kalium. Pada pupuk majemuk yang
digunakan, unsur hara makro yang terkandung
di dalamnya yaitu N 20%, P 20%, K 20%, dan

beberapa unsur makro lain seperti S, Ca, dan
Mg, sedangkan unsur hara mikro terdiri dari
B, Fe, Zn, Co, Cu, Mn, dan Mo. Berdasarkan
komposisi di atas, perbedaan yang mendasar
antara media MS dan media pupuk majemuk
adalah pemberian vitamin ke dalam media
MS, sedangkan pada media pupuk majemuk
tidak ditambahkan vitamin. Kedua media
tersebut menggunakan sumber karbon berupa
sukrosa sebanyak 30 g/l dan ZPT yang sama
pula (air kelapa 10% dan BAP 0,5 mg/l).
Salah satu faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan dalam
perbanyakan tunas
adalah sukrosa.
Sukrosa diserap oleh jaringan tanaman
melalui transpor aktif maupun transpor pasif,
dan biasanya dihidrolisis sebagian atau
seluruhnya menjadi komponen monosakarida
glukosa dan fruktosa (Ardian & Desery 2006).
Pertumbuhan kultur pada media MS
dengan penambahan air kelapa
10%
menghasilkan tunas berukuran lebih tinggi
dengan daun lebih lebar. Menurut Matatula
(2003), air kelapa telah lama diketahui sebagai
sumber yang kaya akan zat0zat aktif untuk
perkembangan embrio, di antaranya sitokinin
dan giberelin. Berdasarkan penelitian yang
pada
telah dilakukan Hadipoentyanti
tahun 2008, kandungan zat pengatur tumbuh
yang terdapat dalam air kelapa meliputi
kandungan IAA 0,0075%, GA3 0,0096%, dan
Zeatin 0,0067%. Kebanyakan tanaman
memberikan respon terhadap pemberian
giberelin dengan pertambahan panjang batang.
Pemacuan
pemanjangan
batang
pada
keseluruhan tumbuhan, disebabkan oleh
sedikitnya tiga peristiwa, yaitu 1) pembelahan
sel terpacu di apeks tajuk, 2) kadang giberelin
memacu pertumbuhan sel karena zat itu
meningkatkan hidrolisis pati, fruktan, dan
sukrosa menjadi molekul glukosa dan
fruktosa,
dan
3)
giberelin
sering
meningkatkan
plastisitas
dinding
sel
(Salisbury & Ross 1995). Peningkatan tinggi
tanaman bisa jadi mempengaruhi jumlah
daun yang terbentuk. Meningkatnya tinggi
tanaman dan jumlah daun akan mempengaruhi
Matatula
berat basah tunas (Tulecke
2003). Selain itu, daun yang tumbuh lebar
boleh jadi dipengaruhi oleh fitohormon
sitokinin yang terdapat dalam air kelapa, yang
memiliki fungsi untuk memacu pembelahan
sel pada kotiledon dan daun tumbuhan dikotil
(Salisbury & Ross 1995).
Media MS yang ditambahkan dengan
BAP 0,5 mg/l menghasilkan pertunasan yang
banyak tetapi memiliki daun yang berukuran
kecil.
Menurut
Hutabarat
(2003),

10

penambahan BA sangat mempengaruhi
jumlah tunas nilam yang terbentuk. Dosis BA
0,5 mg/l menyebabkan kenaikan jumlah tunas
dengan sangat nyata bila dibandingkan tanpa
BA.
Seperti
yang
telah
dilaporkan
Hadipoentyanti
(2009) bahwa media MS
dengan penambahan BAP 0,5 mg/l merupakan
media terbaik untuk induksi tunas tanaman
nilam. BAP merupakan zat pengatur tumbuh
sitokinin yang berpengaruh pada proliferasi
tunas,
pemecah
dormansi,
dapat
meningkatkan
pembelahan
sel,
tetapi
menghambat pembentukan akar. Tunas yang
terbentuk merupakan tunas adventif, yaitu
tunas yang tumbuh bukan dari tempat asal
tumbuhnya (buku atau mata tunas). Tunas
adventif ini dapat terbentuk karena adanya
pembelahan jaringan meristem selain dari
meristem apikal dan lateral. Jaringan
meristem tersebut adalah jaringan meristem
interkalar yang dapat menghasilkan batang
atau akar pada bagian yang tidak biasa
misalnya pada bagian yang terluka. Selain itu
sel0sel parenkima di seluruh tumbuhan dapat
membelah dan berdiferensiasi menjadi
berbagai jenis sel terspesialisasi, yang
memungkinkan tumbuhan menumbuhkan
kembali bagian0bagian yang hilang seperti
tunas dan akar (Campbell
2002).
Perbedaan mendasar yang tampak
antara kultur dengan pemberian air kelapa
10% dan BAP 0,5mg/l adalah banyaknya
tunas yang terbentuk serta bagaimana tunas
tersebut terbentuk. Pada media dengan
penambahan air kelapa 10%, tunas yang
terbentuk adalah tunas aksilar . Menurut
(2008), air kelapa
Hadipoentyanti
mengandung hormon zeatin sebanyak
0,0067% yang mempengaruhi pertumbuhan
tunas. Nisbah sitokinin0auksin yang tidak
terlalu besar menyebabkan tunas terbentuk
secara langsung tanpa pembentukan kalus
terlebih dahulu. Selain itu, tunas yang
terbentuk pada media air kelapa 10%
memiliki ruas0ruas yang panjang sebagai
akibat dari aktifitas hormon giberelin yang
terkandung dalam air kelapa. Pada media
dengan penambahan BAP 0,5 mg/l, tunas
yang terbentuk kebanyakan berasal dari
organogenesis tidak langsung, yaitu dengan
pembentukan kalus terlebih dahulu. Nilam
merupakan
tanaman
perdu,
sehingga
pemberian konsentrasi BAP 0,5 mg/l sudah
cukup kuat untuk pembentukan kalus yang
diikuti dengan tumbuhnya tunas adventif.
Pembentukan tunas adventif dapat
ditempuh dengan dua cara, yaitu melalui
morfogenesis langsung dan morfogenesis

tidak langsung. Morfogenesis
secara
langsung artinya tunas terbentuk langsung dari
eksplan, sedangkan secara tidak langsung
melalui pembentukan kalus terlebih dahulu
(Santoso & Nursandi 2003). Menurut
Hadipoentyanti
(2008), kalus adalah
suatu kumpulan sel yang tidak beraturan yang
terjadi dari sel0sel yang membelah diri secara
terus0menerus. Pada media MS + BAP 0,5
mg/l, pertumbuhan tunas diawali dengan
pertumbuhan kalus terlebih dahulu, kemudian
diikuti oleh pertumbuhan tunas. Hal ini pun
diutarakan Skoog
Salisbury dan
Ross (1995), bahwa jika nisbah sitokinin
terhadap auksin dipertahankan, akan tumbuh
sel meristem pada kalus tersebut; sel itu
membelah dan mempengaruhi sel lainnya
untuk berkembang menjadi kuncup, batang,
dan daun. Cara kalus membentuk tumbuhan
baru cukup beragam. Jika nisbah sitokinin0
auksin cukup tinggi, sering hanya sistem tajuk
yang mula0mula berkembang, kemudian akar
liar terbentuk secara spontan dari batang, saat
masih berada dalam kalus. Pembentukan tajuk
dan akar liar oleh kalus disebut organogenesis,
sedangkan apabila kalus tersebut bersifat
embriogenik yang berkembang menjadi tajuk
dan akar disebut embriogenesis (Salisbury &
Ross 1995). Selain dipengaruhi oleh nisbah
kombinasi zat pengatur tumbuh, kecepatan sel
untuk membelah diri dan berdiferensiasi
menjadi jaringan yang dilanjutkan dengan
pembentukan organ pun dipengaruhi oleh
cahaya, suhu, pH media, dan sebagainya
(Santoso & Nursandi 2003).
Pupuk
majemuk
itu
sendiri
merupakan pupuk yang mengandung beberapa
unsur hara sekaligus seperti N, P, dan K.
Menurut Pirngadi dan Abdulrachman (2005),
terdapat 4 keuntungan menggunakan pupuk
majemuk, yaitu 1) dapat dipergunakan dengan
memperhitungkan kandungan zat hara sama
dengan pupuk tunggal; 2) apabila tidak ada
pupuk tunggal, pupuk majemuk dapat
dipergunakan, 3) penggunaan pupuk majemuk
sangat sederhana, dan 4) penyimpanan pupuk
ini menghemat waktu, ruangan, dan biaya.
Pupuk majemuk yang digunakan dalam
penelitian ini adalah pupuk majemuk dengan
perbandingan N:P:K sebesar 20:20:20.
Menurut Matatula (2003), penggunaan pupuk
majemuk dapat meningkatkan pertumbuhan
tanaman kentang hingga 30040%.
Pertumbuhan tunas pada media
pupuk majemuk tidak menunjukkan hasil
yang baik, bahkan beberapa kultur mengalami
kematian, adapula yang mengalami stagnasi
pertumbuhan. Stagnasi adalah suatu keadaan

11

dimana tanaman berhenti berkembang tetapi
tidak mati (Santoso & Nursandi 2003). Pada
perlakuan
pupuk
majemuk
dengan
penambahan air kelapa 10%, tunas yang
terbentuk merupakan hasil organogenesis
langsung (Gambar 1), sedangkan pada
perlakuan media pupuk majemuk dengan
penambahan BAP 0,5 mg/l, terdapat
pertumbuhan tunas dengan organogenesis
langsung maupun tidak langsung (Gambar 3).
Penambahan BAP 0,5 mg/l dan air kelapa
10% terhadap media pupuk majemuk ternyata
tidak memberikan hasil yang diharapkan.
Tunas yang terbentuk sedikit dengan daun
yang menguning. Selain itu, pertumbuhan
kalus menuju pembentukan tunas tidak sesuai
harapan. Menurut Prihatmani dan Mattjik
(2004), ada tiga kemungkinan yang
menyebabkan
eksplan
gagal
berorganogenesis. Pertama, sel0sel pada
eksplan kehilangan totipotensi. Kedua, sel0sel
pada eksplan tidak mampu berdiferensiasi.
Ketiga, eksplan mempunyai batasan fisiologi
untuk
dapat
berdiferensiasi
dan
berdediferensiasi karena konsentrasi zat
pengatur tumbuh dan komposisi media yang
tidak tepat. Karena itu, jika ketersediaan unsur
hara yang dalam hal ini berasal dari pupuk
majemuk tidak tercukupi, maka pertumbuhan
eksplan tidak akan optimal.
Kultur yang dihasilkan pada media
perlakuan pupuk majemuk memiliki daun
yang menguning dan ukuran yang kerdil jika
dibandingkan
dengan
kontrol.
Warna
kekuningan pada plantlet merupakan suatu
proses fisiologis yang disebut klorosis Selain
itu, terdapat pula kultur yang mengalami
gejala penuaan dini/senesensi lebih cepat.
Proses senesensi pada kultur
dapat
terjadi melalui bentuk yang berbeda seperti
daun menguning atau kalus berubah warna
secara gradual menjadi abu0abu lalu coklat.
Kekurangan nutrisi dari media dan akumulasi
racun pada kultur juga merupakan penyebab
senesensi (Prihatmani & Mattjik 2004). Selain
itu, gejala penuaan dini kemungkinan
disebabkan oleh adanya akumulasi hormon
etilen pada tanaman yang mengalami stres
hara. Beberapa gejala yang disebabkan oleh
akumulasi
etilen
yaitu
penghambatan
pembentukan tunas, pengguguran daun, serta
penurunan sintesis klorofil ( Santoso &
Nursandi 2003).
Pupuk majemuk mengandung unsur
hara N, P, K yang diperlukan tumbuhan dalam
pertumbuhannya. Pemberian pupuk majemuk
N, P, K sangat penting untuk memperkuat
akar, memperbanyak daun, dan meningkatkan

kandungan minyak pada nilam (Najmi 1995).
Unsur hara N dapat merangsang pertumbuhan
vegetatif
sehingga
dapat
menyokong
perkembangan batang dan daun. Selain itu,
nitrogen diperlukan dalam penyusunan
protein, dimana protein akan dirubah menjadi
asam amino dan asam amino merupakan
bahan dasar pembuat asam nukleat yang
diperlukan pada inti sel. Namun menurut
Matatula (2003), akumulasi amonium dapat
menjadi toksik sehingga amoniak (NH3) dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan metabolisme
tanaman. NH3 menjadi toksik karena dapat
melewati membran sel. Bagian luar membran
kloroplas impermeabel terhadap NH4 tetapi
dapat dilalui oleh NH3. Tumbuhan yang
kekurangan unsur N akan mengalami klorosis,
dimana daun menjadi kuning seluruhnya lalu
agak kecoklatan saat mati (Salisbury & Ross
1995).
Fosfor bersama dengan unsur N dan
K digolongkan sebagai unsur utama walaupun
diabsorpsi dalam jumlah yang kecil. Unsur P
di dalam tubuh tanaman merupakan penyusun
asam nukleat, fosfolipid, koenzim NAD,
NADP, dan ATP. Unsur ini berperan penting
dalam reaksi0reaksi dimana ATP terlibat.
Berbeda dengan unsur N, fosfor tak pernah
direduksi dalam tumbuhan dan tetap sebagai
fosfat, baik dalam bentuk bebas maupun
terikat. Kekurangan fosfor menyebabkan daun
yang masih muda berguguran. Tumbuhan
yang kekurangan fosfor menjadi kerdil,
pigmen antosianin kadang menumpuk, dan
daun tua berwarna coklat gelap saat mati
(Salisbury & Ross 1995). Menurut Matatula
(2003), kekurangan unsur P menyebabkan
warna daun kekuningan dan pertumbuhan
tanaman menjadi kerdil.
Kalium merupakan satu0satunya
kation monofalen yang essensial bagi
tanaman. Tanaman membutuhkan unsur K
yang cukup tinggi dan menunjukkan gejala
kekurangan jika kalium tidak tercukupi.
Kekurangan unsur kalium menyebabkan
menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi
kerdil yang ditandai oleh pendeknya ruas
batang. Menurut Salisbury & Ross (1995),
kekurangan kalium akan menyebabkan
nekrosis. Kalium berfungsi sebagai aktivator
berbagai enzim, menjamin ketegaran terhadap
berbagai
penyakit,
dan
merangsang
pertumbuhan tunas lebih cepat (Najmi 1995).
Secara keseluruhan, pertumbuhan
kultur nilam yang dihasilkan oleh pupuk
majemuk konsentrasi 2 g/l merupakan media
terbaik di antara konsentrasi lainnya yang
meliputi jumlah daun, tunas , dan tinggi.

12

Menurut Lingga (1986), semakin cepat unsur
hara (N,P,K) diserap, maka pertumbuhan
tunas akan lebih cepat Penelitian Pirngadi dan
Abdulrachman (2005) menyimpulkan bahwa
pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15)
pada tanaman padi di lapangan dapat
meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan,
jumlah anakan produktif dan hasil gabah
kering, namun tidak meningkatkan jumlah
malai, persentase gabah isi dan bobot 1000
biji. Namun menurut Muhammad
(2000), perlakuan komposisi hara (N,P,K)
tidak berpengaruh nyata terhadap parameter
pertumbuhan tanaman nilam yang meliputi
tinggi tanaman, jumlah cabang primer dan
sekunder, serta lebar tajuk tanaman sampai
umur 5 BST, tetapi berpengaruh terhadap
bobot basah dan bobot keringnya.

.$+(#"
Penggunaan pupuk majemuk
untuk kultur tanaman nilam secara
memberikan hasil yang jauh
berbeda dibandingkan dengan media
mineral MS. Secara umum pada
pupuk majemuk, daun yang terbentuk
berwarna hijau kekuning0kuningan,
beberapa kultur mengalami stagnasi
pertumbuhan, dan beberapa lagi
mengalami klorosis maupun penuaan
dini.
Pemberian pupuk majemuk
konsentrasi 2 g/l terhadap eksplan
nilam varietas Lhokseumawe dan
Sidikalang memberikan hasil terbaik
dibandingkan konsentrasi pupuk
majemuk lainnya, baik dengan
penambahan air kelapa maupun BAP.
Media mineral
MS tetap
memberikan hasil yang jauh lebih
baik
dibanding
media
pupuk
majemuk.
"%"
Perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut tentang penggunaan konsentrasi pupuk
majemuk terhadap tanaman nilam secara
, misalnya penggunaan campuran media
MS dan pupuk majemuk, ataupun bahan
media lain sebagai pengganti media MS
sehingga dapat menghasilkan plantlet/benih
nilam yang berkualitas dan berharga lebih
murah.

Ardian, Desery DD. 2006. Pertumbuhan dan
Perbanyakan Tunas Mikro Tanaman
pada 5
Nilam Aceh Secara
Konsentrasi Sukrosa. :
(11):
1100114.
Campbell NA, Reece JB, Mitchell LG. 2002.
$
. Amalia S, Lemeda S, Hilarius
WH, editor. Jakarta: Penerbit Erlangga.
.
Terjemahan dari: $
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan.
2007. 7
);;.8);;06
3
(Patchouli).
Depatemen
Pertanian
Republik
Indonesia.
Gamborg OL. 1981. Nutrition, Media and
Charateristics of Plant Cell and Tissue
Culture. Di dalam: Trevor AT, editor.
4
6
. New
York: Academic Press.
Hadipoentyanti E, Amalia, Nursalam, Hartati
SY, Suhesti S. 2008. Perakitan
Varietas Untuk Ketahanan Nilam
Terhadap Penyakit Layu Bakteri. Di
dalam:
$
6
4
5 1
3
);;0<
Surabaya, 204 Desember 2008.
Surabaya: Departemen Perindustrian.
hlm 17028.
Hadipoentya