Induksi Mutasi Melalui Penggandaan Kromosom Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Varietas Sidikalang dengan Kolkisin secara In Vitro
INDUKSI
MUTASI
MELALUI
PENGGANDAAN
KROMOSOM
NILAM
VARIETAS
SIDIKALANG
(
Pogostemon cablin
Benth.)
DENGAN
KOLKISIN
SECARA
IN VITRO
YUDIA
PUTRI
ANNE
A24070138
DEPARTEMEN
AGRONOMI
DAN
HORTIKULTURA
FAKULTAS
PERTANIAN
INSTITUT
PERTANIAN
BOGOR
(2)
INDUKSI MUTASI MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM NILAM VARIETAS SIDIKALANG
(Pogostemon cablin Benth.) DENGAN KOLKISIN SECARA IN VITRO
In Vitro Mutation Induction through Chromosome Doubling of Patchouli (Pogostemon cablin Benth.) using Colchicine
Yudia Putri Anne1, Ni Made Armini Wiendi2 1 Mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB 2 Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB
ABSTRACT
The research aimed to study the in vitro genetic mutation induction through chromosome doubling of patchouli (Pogostemon cablin Benth) using colchicine. This research was conducted from February 2011 toDecember 2011 at Biotechnology and Micro Technique Laboratory, Department of Agronomy and Horticulture, IPB, Bogor. The research was used factorial design which arranged with Completely Randomized Design. The research was consist of 2 factors, concentrations of colchicine (0 %, 0,02 %, 0.04 % and 0.06 %) and the long immersion with colchicine (24 hours, 48 hours, and 72 hours). The experiment showed that consentrations of colchicine (0.02%, 0.04%, and 0.06%) were significantly affected to increase number of shoots, leaves, chloroplast, stomatas and size of stomata.Concentration of 0.04 % colchicine with 24 immer was produced the highest number of shoots and leave. Concentration of 0.02 % colchicine was produced the highest number of chloroplasts per cell and the lowest density of stomata Concentration of 0.06 % of colchicine and 48 hours immersion was produced the biggest size of stomata. Concentration 0.06 % colchicine with 24 hours immersion and concentration 0.04% colchicine with 72 hour immersion gained chimera. Few shoots had different number of leaves per bud than control. This experiment also can increased phenotypic variance of number shoots and leaves. Concentration of 0.02 % colchicine with 72 hours immersion has the highest coefficent of phenotypic variance and concentration of 0 % colchicine with 24 hours immersion has the lowest coefficient of phenotypic variance. Potential mutant plants which are produced 1189 plants.
(3)
RINGKASAN
YUDIA PUTRI ANNE. Induksi Mutasi Melalui Penggandaan Kromosom
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) Varietas Sidikalang dengan Kolkisin
secara In Vitro. (Dibimbing oleh NI MADE ARMINI WIENDI)
Nilam merupakan salah satu penghasil minyak atsiri potensial yang ada di Indonesia. Minyak nilam bersifat fiktatif (mengikat minyak atsiri lainnya) dan hingga saat ini belum ada bahan substitusinya. Peningkatan kadar minyak nilam melalui pemuliaan secara konvensional sulit untuk dilakukan, karena nilam aceh tidak dapat berbunga di Indonesia. Usaha meningkatkan produksi diperlukan suatu teknologi yang dapat merakit varietas baru yang memiliki kandungan minyak atsiri tinggi sehingga dapat meningkatkan produktivitas minyak nilam, salah satunya dengan induksi mutasi secara in vitro. Perendaman nilam dengan kolkisin diharapkan mampu melipatgandakan kromosom nilam tersebut dan menghasilkan ukuran tanaman, khususnya daun, yang lebih besar sehingga produktivitas minyak nilam juga turut meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk menginduksi terjadinya mutasi kromosom pada tanaman nilam varietas sidikalang (Pogostemon cablin Benth.). Melalui penelitian ini diharapkan diperoleh galur Pogostemon cablin Benth. yang unggul.
Bahan tanam yang digunakan adalah planlet Pogostemon cablin Benth berumur 8 minggu setelah tanam. Planlet diperbanyak pada media dasar MS dengan tambahan zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa 0.5 mg/l sitokinin dan 0.5 mg/l BAP. Penanaman eksplan setelah perendaman dengan kolkisin menggunakan media dengan tambahan jenis dan konsentrasi ZPT yang sama.
Penelitian disusun menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor. Faktor pertama adalah konsentrasi kolkisin dengan taraf 0 %, 0.02 %, 0.04 % dan 0.06 %. Terdapat 3 taraf pada faktor lama perendaman, yaitu 24 jam, 48 jam dan 72 jam. Setiap perlakuan terdiri dari 20 eksplan yang menjadi satuan terkecil yang diamati.
Hasil penelitian menunjukkan interaksi antara konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman berpengaruh sangat nyata pada peubah jumlah tunas, jumlah daun dan ukuran stomata nilam sidikalang. Eksplan dengan perlakuan kolkisin
(4)
menunjukkan hasil yang lebih tinggi dibanding kontrol pada semua peubah, kecuali peubah ukuran daun. Pogostemon cablin Benth. dengan perlakuan kolkisin menunjukkan jumlah tunas, jumlah daun dan jumlah kloroplas yang lebih banyak, ukuran stomata yang lebih besar serta jumlah dan kerapatan stomata yang lebih rendah.
Konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 48 jam memberikan hasil yang paling optimal bagi peubah jumlah tunas. Perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam menyebabkan jumlah daun per tunas tertinggi. Peubah ukuran stomata memberikan hasil yang paling baik pada konsentrasi 0.06% dengan perendaman 48 jam, tetapi pada peubah jumlah tunas dan daun perlakuan ini memberikan hasil yang terendah.
Poliploidisasi tanaman dapat diketahui dari jumlah kloroplas, jumlah stomata dan kerapatan stomata. Tunas yang dihasilkan dari perlakuan perendaman kolkisin konsentrasi 0.02 % memiliki jumlah kloroplas yang paling banyak, dan yang paling sedikit pada kontrol. Kerapatan stomata yang paling rendah juga terdapat pada tunas dari perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dan kerapatan stomata tertinggi diperoleh dari tanaman kontrol.
Perlakuan kolkisin dapat menghasilkan kimera pada tanaman nilam sidikalang. Terdapat beberapa tunas yang memiliki letak daun berbeda dari tanaman kontrol, yaitu tunas perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 24 jam dan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 72 jam.
Perlakuan perendaman dengan larutan kolkisin dapat meningkatkan keragaman fenotipe pada peubah jumlah tunas dan jumlah daun. Keragaman jumlah tunas tanaman hasil perlakuan perendaman kolkisin termasuk dalam kategori sempit dan keragaman jumlah daun termasuk dalam kategori luas. Perlakuan yang memiliki nilai koefisien keragaman fenotipe pada peubah jumlah tunas dan jumlah daun yang terluas adalah konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman selama 72 dan perlakuan dengan keragaman tersempit diperoleh dari perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 24 jam.
Tanaman mutan potensial yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah sebanyak 1189 tunas.
(5)
INDUKSI MUTASI MELALUI PENGGANDAAN KROMOSOM NILAM
VARIETAS SIDIKALANG (Pogostemon cablin Benth.) DENGAN
KOLKISIN SECARA IN VITRO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
YUDIA
PUTRI
ANNE
A24070138
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(6)
Judul
:
INDUKSI
MUTASI
MELALUI
PENGGANDAAN
KROMOSOM
NILAM
(
Pogostemon cablin
BENTH.)
VARIETAS
SIDIKALANG
DENGAN
KOLKISIN
SECARA
IN VITRO
Nama
:
YUDIA
PUTRI
ANNE
NIM
:
A24070138
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi, MS.
NIP 19610412 198703 2 003
Mengetahui.
Ketua Departemen
Dr. Ir. Agus Purwito, M. Sc. Agr.
NIP 19611101 198703 1 003
Tanggal Lulus:
(7)
RIWAYAT
HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 19 Juli 1989, sebagai putri kedua dari lima bersaudara pasangan Bapak Alidanar (alm.) dan Ibu Elfa Yalde. Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Depok pada tahun 2007. Pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Agronomi dan Hortikultura,Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama kuliah, penulis aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF IPB). Penulis pernah berkesempatan mengikuti PKM bidang Pengabdian Masyarakat pada tahun 2008. Tahun 2011 penulis menjadi asisten praktikum mata kuliah Dasar-dasar Bioteknologi Tanaman dan Pembiakan Tanaman Perkebunan.
(8)
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul Induksi Mutasi Kromosom Nilam (Pogostemon
cablin Benth.) Varietas Sidikalang dengan Kolkisin secara In Vitro.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu selama melakukan penelitian ini, antara lain:
1. Dr. Ir. Ni Made Armini Wiendi,MS selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama pelaksanaan penelitian. 2. Dr. Endang Murniati selaku dosen pembimbing akademik.
3. Prof. Dr. G. A. Wattimena dan Dr. Diny Dinarti selaku dosen penguji. 4. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan doa dan motivasi.
5. Teman-teman Laboratorium Bioteknoogi Tanaman: Tika, Alfia, Indah, Meyga dan Neneng, serta rekan-rekan AGH 44 atas bantuan dan kebersamaannya.
6. E. Mochamad Aaf Afnan atas semangat dan doanya.
7. Keluarga besar Uni Konservasi Fauna atas kekeluargaan dan kebersamaannya.
Semoga penelitian ini dapat berguna bagi masyarakat dan civitas akademika.
Bogor, September 2012
(9)
DAFTAR
ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ··· ii
DAFTAR GAMBAR ...iv
DAFTAR LAMPIRAN ...v
PENDAHULUAN ...1
Latar Belakang ...1
Tujuan ...2
Hipotesis ...2
TINJAUAN PUSTAKA... 4
Botani Nilam ...4
Kultur Jaringan Tanaman Nilam ...5
Mitosis Sel Somatik...6
Mutasi dengan Kolkisin ...6
Uji Sitologi Sel Tanaman...8
BAHAN DAN METODE ...10
Waktu dan Tempat Penelitian ...10
Alat dan Bahan Penelitian...10
Metode Penelitian...10
Pelaksanaan Penelitian... 11
Pengamatan ...14
HASIL DAN PEMBAHASAN ...15
Kondisi Umum Penelitian...15
Jumlah Tunas ...17
Jumlah Daun ...22
Sistem Percabangan...27
Ukuran Daun ...28
Persentase Tunas Berakar ...29
Kerapatan Stomata ...31
Ukuran Stomata...32
Jumlah Kloroplas...35
KESIMPULAN ...37
DAFTAR PUSTAKA ...39
(10)
DAFTAR
TABEL
Nomor Halaman
1. Kesalahan yang banyak terjadi dalam pengamatan mitosis sel···8
2. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dan lama perendaman terhadap eksplan tunas Pogostemon cablin
Benth. secara in vitro 16
3. Interaksi antara tingkat konsentrasi dan lama perendaman terhadap jumlah tunas Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro . ···18
4. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah tunas P.
cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro 20
5. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah tunas
Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···21
6. Persentase KKF jumlah tunas Pogostemon cablin Benth. 22
7. Interaksi antara tingkat konsentrasi dan lama perendaman terhadap jumlah daun Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···23
8. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah daun
Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···25
9. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah daun
Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···25
10. Persen Koefisien Keragaman Fenotipe Peubah Jumlah Daun
Pogostemon cablin Benth. ···26
11. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap ukuran daun
Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···29
12. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah dan kerapatan stomata Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro ···32
13. Interaksi antara tingkat konsentrasi dan lama perendaman terhadap ukuran stomata Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro···33
(11)
14. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah kloroplas 35
(12)
DAFTAR
GAMBAR
Nomor Halaman
1. Interaksi tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman
terhadap jumlah rata-rata tunas Pogostemon cablin Benth ... 20
2. Interaksi tingkat konsentrasi kolkisin dan lama perendaman
terhadap jumlah rata-rata daun Pogostemon cablin Benth... 24
3. Keragaan tunas nilam di media MS + 0.5 mg/l BAP dan 0.5 mg/l kinetin : (A) tunas tanaman kontrol dengan daun normal, (B) tunas dengan sistem percabangan alternate dan (C) tunas
dengan sistem percabangan alternate dan opposite... 28
4. Persentase eksplan Pogostemon cablin Benth. yang berakar
selama 8 MST ... 30
5. Ukuran stomata Pogostemon cablin Benth. pada beberapa perlakuan: A: konsentrasi kolkisin 0.02% dengan perendaman 72 jam; B: konsentrasi kolkisin 0.06% dengan perendaman 48 jam; C: tanpa kolkisin dengan perendaman 48 jam dan D: kontrol... 34
6. Kloroplas Pogostemon cablin Benth. A: kontrol; B: perlakuan konsentrasi 0.02 %; C: perlakuan konsentrasi 0.04% dan D:
(13)
DAFTAR
LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Komposisi media Murashige-Skoog... 44
2. Analisis ragam jumlah tunas pada Pogostemon cablin Benth ...45
3. Analisis ragam jumlah daun pada Pogostemon cablin Benth. ...46
4. Analisis ragam panjang daun pada Pogostemon cablin Benth ...47
5. Analisis ragam lebar daun pada Pogostemon cablin Benth ...47
6. Analisis ragam kerapatan stomata pada Pogostemon cablin Benth .. 47
7. Analisis ragam jumlah kloroplas pada Pogostemon cablin Benth ....47
8. Analisis ragam panjang stomata pada Pogostemon cablin Benth···· 47
(14)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Minyak atsiri merupakan senyawa organik yang berasal dari tumbuhan dan bersifat mudah menguap, mempunyai rasa getir dan aroma mirip tanaman asalnya. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai bahan baku untuk industri parfum, bahan pewangi (fragrances), aroma (flavor), obat-obatan, kosmetika dan aromaterapi. Tanaman penghasil minyak atsiri yang termasuk unggulan adalah tanaman yang memiliki volume produksi cukup besar di dalam negeri dan hasil minyaknya telah sangat dikenal di pasar dunia. Tanaman dalam kelompok ini misalnya nilam, akar wangi, pala, cengkeh, dan sereh wangi (Atsiri Indonesia, 2010).
Nilam merupakan salah satu penghasil minyak atsiri potensial yang ada di Indonesia. Negara tujuan ekspor seperti USA, Eropa, Australia, Afrika, Cina, India dan ASEAN. Minyak nilam merupakan salah satu komoditi yang memberikan pangsa pasar lebih dari 90 % kebutuhan dunia atau sekitar 35-40 % dari total nilai ekspor minyak atsiri (Atsiri Indonesia, 2010). Minyak nilam, yang disebut juga patchouli oil, banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida. Minyak nilam bersifat fiktatif (mengikat minyak atsiri lainnya) dan hingga saat ini belum ada bahan substitusinya (Nuryani, 2009). Seluruh bagian tanaman nilam aceh mengandung minyak atsiri, terutama di bagian daun yang memiliki kandungan minyak atsiri paling banyak (Krismawati, 2005).
Nilam yang saat ini banyak dibudidayakan di Indonesia adalah nilam aceh varietas Tapak Tuan, Lhokseumawe dan Sidikalang, karena memiliki kadar minyak dan patchouli alcohol yang paling tinggi dibanding nilam jawa dan nilam sabun (Nuryani, 1998). Peningkatan kadar minyak nilam melalui pemuliaan secara konvensional sulit untuk dilakukan, karena nilam aceh tidak dapat berbunga di Indonesia. Peningkatan keragaman genetik secara in vitro dapat digunakan untuk meningkatkan kadar minyak nilam. Suspensi sel nilam yang telah diradiasi dengan sinar gamma 0.3 Krad menghasilkan lima somaklonal yang
(15)
menghasilkan kadar minyak tinggi dan stabil, diantaranya terdapat satu somaklonal yang menghasilkan kadar minyak mencapai 4 % dan selalu stabil pada setiap panen (Mariska, 2002).
Swamy et al. (2008) menyebutkan bahwa penggunaan media dasar MS dengan penambahan 0.5 mg/l BA dapat menginduksi tunas paling banyak hingga 45 tunas per eksplan. Kombinasi 0.5 mg/l BA dan 0.5 mg/l kinetin merupakan perlakuan yang paling baik untuk multiplikasi tunas.
Kebutuhan akan minyak nilam semakin meningkat, karena itu semakin meningkat pula kebutuhan akan tanaman nilam. Hanya saja, produksi minyak nilam di Indonesia cenderung menurun. Tahun 2009 Indonesia mampu memproduksi 1000 ton minyak nilam atau sebesar 66.66 % kebutuhan minyak nilam dunia, tetapi pada tahun 2010 Indonesia hanya mampu memproduksi 700- 800 ton minyak (Manurung, 2010). Usaha meningkatkan produksi diperlukan suatu teknologi yang dapat merakit varietas baru yang memiliki kandungan minyak atsiri tinggi sehingga dapat meningkatkan produktivitas minyak nilam, salah satunya dengan induksi mutasi secara in vitro. Perendaman nilam dengan kolkisin diharapkan mampu melipatgandakan kromosom nilam tersebut dan menghasilkan ukuran tanaman, khususnya daun yang lebih besar sehingga produktivitas minyak nilam juga turut meningkat.
Tujuan
1. Mempelajari pengaruh kolkisin serta lama perendaman terhadap penggandaan kromosom tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) varietas sidikalang.
2. Menghasilkan keragaman genetik baru secara in vitro yang potensial untuk tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) dikembangkan lebih lanjut menjadi varietas baru.
Hipotesis
1. Perlakuan konsentrasi kolkisin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas serta ploidi tanaman nilam (Pogostemon cablin
(16)
2. Perlakuan lama perendaman kolkisin berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan tunas, serta ploidi tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) varietas sidikalang secara in vitro.
3. Terdapat interaksi konsentrasi dan lama perendaman yang nyata terhadap pertumbuhan dan perkembangan nilam (Pogostemon cablin Benth.) varietas sidikalang secara in vitro.
(17)
TINJAUAN
PUSTAKA
Botani Nilam
Indonesia memiliki tiga jenis nilam yang sudah dikembangkan, yaitu: nilam aceh (Pogostemon cablin), nilam jawa (Pogostemon heyneanus) dan nilam sabun (Pogostemon hortensis). Varietas yang memiliki kadar minyak tertinggi adalah nilam aceh, sehingga varietas ini paling banyak dibudidayakan (Nuryani, 2009).
Nilam sidikalang adalah salah satu dari tiga varietas unggul nilam aceh. Varietas ini memiliki produktivitas terna (daun basah) dan kadar minyak paling tinggi dibanding dua varietas lainnya, yaitu varietas Tapak Tuan dan Lhokseumawe (Direktorat Budidaya Tanaman Semusim, 2010).
Berikut adalah taksonomi nilam sidikalang: Kingdom : Plantae (Tumbuhan)
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh) Super Divisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji) Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil) Sub Kelas : Asteridae
Ordo : Lamiales Famili : Lamiaceae Genus : Pogostemon
Spesies : Pogostemon cablin (Blanco) Benth. (Plantamor, 2008)
Nilam sidikalang merupakan terna aromatis dengan tinggi sekitar 0.3 sampai 0.75 m (Dhalimi et al., 1998). Nilam jenis ini tidak berbunga dengan bulu halus pada daun, dengan kadar minyak 2.5 sampai 5.0 % (Krismawati, 2005). Berdasarkan sifat tumbuhnya, tanaman nilam adalah tanaman tahunan (perennial).
Tanaman ini merupakan tanaman semak yang tumbuh tegak memiliki banyak percabangan, bertingkat-tingkat dan mempunyai aroma yang khas.
Daun nilam berbentuk bulat telur sampai lonjong, berbulu pada permukaan bagian atas dan memiliki ukuran panjang antara 5 sampai 11 cm. Daun terletak duduk berhadap-hadapan. Permukaan daun kasar, bergerigi, ujung daun tumpul
(18)
dan urat daun menonjol keluar. Nilam aceh berwarna hijau tidak mengilap, berukuran lebih lebar dan lebih berdaging dibanding dua jenis nilam lainnya, selain itu nilam aceh juga berbulu lebih lebat. Tangkai daun dan batang berwarna merah kekuningan dan sangat sedikit memiliki bunga. Bunga tumbuh di ujung tangkai, bergerombol dan berwarna ungu kemerah-merahan. Tangkai bunga berukuran panjang antara 2-8 cm. Daun mahkota bunga berukuran panjang 8 mm. Umumnya perbanyakan nilam dengan menggunakan stek batang (Rukmana, 2003).
Kultur Jaringan Tanaman Nilam
Nilam adalah salah satu tanaman penghasil minyak atsiri yang memiliki nilai ekonomi cukup tinggi. Indonesia adalah salah satu pemasok utama minyak nilam di dunia. Saat ini, produktivitas minyak nilam di Indonesia semakin menurun dan peningkatan produktivitas minyak nilam secara konvensional sulit untuk dilakukan (Mariska, 2002). Di Indonesia, nilam aceh sulit untuk berbunga, sehingga keragaman genetik akibat persilangan alami tidak dapat terjadi (Mariska dan Lestari, 2003). Sulitnya pembungaan nilam juga menyebabkan sulitnya pengembangan nilam yang tahan serangan nematoda (Mariska dan Husni, 2006) serta sulit mendapatkan bibit dalam jumlah banyak dalam waktu yang relatif cepat (Amien et al., 2007).
Teknik fusi protoplas dapat digunakan untuk menghasilkan nilam yang tahan terhadap serangan nematoda Pratylenchus brachyurus. Sifat ketahanan nematoda tersebut terdapat pada nilam jawa yang produksi minyaknya rendah. Fusi protoplas antara nilam jawa dan nilam aceh, yang kadar minyaknya tinggi, dilakukan untuk memindahkan sifat ketahanan tersebut. Tanaman yang tahan nematoda mempunyai kandungan fenol dan lignin yang lebih tinggi daripada tanaman yang rentan. Hasil penelitian menunjukkan terdapat nomor-nomor baru hasil fusi yang memiliki kandungan fenol lebih tinggi dari tetuanya nilam jawa dan terdapat sepuluh nomor hasil fusi dengan kandungan lignin hampir sama dengan nilam jawa (Mariska dan Husni, 2006).
Teknologi kultur jaringan dalam perbanyakan bibit dapat menghindari kendala musim dan tempat penyediaan bibit. Zat pengatur tumbuh 2,4-D dengan
(19)
konsentrasi 0.5 mg/l, 1.0 mg/l, 1.5 mg/l, 2.0 mg.l dan 2.5 mg/l dapat menginduksi kalus nilam (Amien et al., 2007). Hutami et al. (2006) melaporkan bahwa perlakuan radiasi sinar gamma dapat meningkatkan keragaman somaklonal nilam. Terdapat lima somaklonal, dari 411 somaklonal yang diperoleh, yang memiliki kadar minyak lebih tinggi dibanding tanaman induknya, nilam aceh.
Mitosis Sel Somatik
Mitosis merupakan pembelahan inti yang berhubungan dengan pembelahan sel somatik, atau sel tubuh eukariot. Setiap sel yang membelah secara mitosis menghasilkan dua sel baru yang jumlah kromosom dan kandungan genetiknya identik dengan sel asal (Sastrosumarjo, 2006).
Pembelahan mitosis merupakan proses yang kontinyu, namun untuk memudahkan, para ahli membagi mitosis menjadi lima tingkatan utama yaitu interfase, profase, metafase, anafase dan telofase. Morfologi kromosom pada metafase mitosis memperlihatkan panjang kromosom dan tipe sentromer. Kedua hal ini menjadi dasar analisis kariotipe (Sastrosumarjo, 2006). Pada metafase mitosis paling mudah menghitung banyaknya kromosom atau mempelajari morfologinya, karena kromosom tersebar di bidang tengah dari sel (Suryo, 2007).
Mutasi dengan Kolkisin
Mutasi adalah proses suatu gen mengalami perubahan struktur. Gen yang berubah karena mutasi disebut mutan (Crowder, 2006). Mutasi dapat terjadi secara alamiah, tetapi peluangnya sangat kecil. Penyebab mutasi alami antara lain sinar kosmos, batuan radioaktif dan sinar ultraviolet matahari. Mutasi buatan atau mutasi induksi dapat digunakan untuk meningkatkan peluang terjadinya mutasi. Mutasi induksi dapat dilakukan dengan menggunakan mutagen kimia atau mutagen fisik (Aisyah, 2006). Menurut van Harten (1998), mutagen yang umumnya digunakan adalah radiasi dan bahan kimia. Mutasi dengan cara radiasi umumnya menggunakan sinar X, sinar gamma dan sinar UV. Mutagen kimia yang umumnya banyak digunakan adalah kolkisin. Kolkisin banyak digunakan karena bahan kimia ini dapat menghasilkan tanaman poliploid, selain itu kolkisin tidak
(20)
mempengaruhi susunan DNA, tetapi hanya mengubah jumlah kromosom pada genom sel.
Kolkisin (C22H25O6N) merupakan suatu alkaloid yang berasal dari umbi
dan biji tanaman crocus (Colchicum autumnale Linn.). Kolkisin bersifat racun yang terutama pada tumbuhan memperlihatkan pengaruhnya pada nukleus yang sedang membelah. Larutan kolkisin dengan konsentrasi yang kritis mencegah terbentuknya benang-benang plasma dari gelendong inti (spindel) sehingga pemisahan kromosom pada anafase mitosis tidak berlangsung dan menyebabkan penggandaan kromosom tanpa pembentukan dinding sel (Suryo, 2007).
Menurut Suryo (2007) tidak ada ukuran tertentu mengenai besarnya konsentrasi larutan kolkisin yang harus digunakan, juga mengenai lamanya waktu perlakuan. Kedua hal tersebut tergantung dari bahan yang akan dipakai pada percobaan. Umumnya kolkisin yang harus digunakan akan bekerja efektif pada konsentrasi 0.01-1.0 %. Lamanya perlakuan berkisar antara 3-24 jam. Setiap jenis tanaman mempunyai respon yang berbeda tergantung dari bahan yang diberi perlakuan. Bagian-bagian tanaman yang dapat diberi perlakuan kolkisin antara lain: benih, primordia, benih yang telah berkecambah direndam dalam larutan kolkisin dan akar tanaman.
Mariska dan Lestari (2003) melaporkan bahwa terdapat pengaruh interaksi antara perlakuan kolkisin dengan zat pengatur tumbuh terhadap jumlah tunas nilam aceh. Perlakuan kolkisin 0.5 % dengan kontrol menghasilkan tunas yang paling banyak. Lama perendaman juga berpengaruh terhadap tingkat regenerasi sel. Semakin lama perendaman kolkisin, semakin rendah massa sel yang beregenerasi. Setelah tanaman ditumbuhkan di rumah kaca, tanaman nilam yang berasal dari perlakuan kolkisin memiliki daun yang lebih hijau, batang dan daun yang lebih lebar, lebih kaku dan lebih tegar dibanding tanaman kontrol.
Haryanti et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan kolkisin pada kacang hijau dapat mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran sel metafase kacang hijau. Kolkisin dengan konsentrasi 0.2 % mengakibatkan penurunan pertumbuhan kacang hijau, namun dapat meningkatkan kandungan proteinnya.
Induksi kolkisin sering digunakan untuk mendorong terjadinya perubahan bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Pemberian kolkisin dengan konsentrasi 1 %
(21)
pada bawang merah (Allim ascalonium L.) mengakibatkan variasi bentuk, ukuran dan jumlah kromosom. Poliploidi yang terbentuk dapat dikelompokkan menjadi tetraploid, pentaploid, heksaploid, oktaploid dan nanoploid (Suminah et al., 2002).
Uji Sitologi Sel Tanaman
Pengamatan sitologi kromosom dapat dilakukan dengan pewarnaan DNA (metode squashing), misalnya dengan bahan pewarna aseto orcein, agar selain kromosom bagian sel lainnya tidak terwarnai. Tahapan awal adalah pengambilan sampel sel yang sedang aktif bermeiosis atau bermitosis. Melihat tingkat kemudahannya studi kromosom lebih banyak dilakukan melalui pengamatan terhadap sel yang sedang bermitosis dibanding meiosis (Jusuf, 2001).
Pada pengamatan mitosis sel, terdapat beberapa kasus kesalahan yang sering terjadi. Berikut kesalahan dan penyebabnya dicantumkan dalam Tabel 1 (Jurčák, 1999).
Tabel 1. Kesalahan yang banyak terjadi dalam pengamatan mitosis sel
Kesalahan Penyebab
1. Inti terwarnai dengan jelas, tetapi tahap a. Pemotongan tidak dilakukan pada mitosis tidak terlihat waktu yang tepat
2. Kromosom tidak jelas a. Waktu fiksasi terlalu singkat b. Konsentrasi aseto carmine terlalu
rendah
c. Aseto carmine yang digunakan terlalu lama disimpan
d. Suhu saat pewrnaan terlalu rendah e. Waktu pewarnaan terlalu singkat 3. Beberapa lapisan sel menumpuk a. Waktu maserasi terlalu singkat
b. Pembuatan larutan untuk maserasi tidak tepat
c. Kurang tenaga ketika meneakn gelas objek
4. Sel meristem pecah, tahapan mitosis atau
kromosom tidak dapat diamati a. Gelas penutup bergeser ketika ditekan b. Gelas penutup ditekan berulang-ulang 5. Lensa mikroskop tergores atau pecah a. Permukaan penyangga tidak rata Sumber: Jurčák (1999)
Bagian tanaman yang dapat digunakan untuk pengamatan kromosom adalah bagian yang mengandung sel meristematik. Bagian yang mengandung sel meristematik adalah bagian pucuk dan ujung akar, yang selnya terus aktif membelah. Ujung akar lebih banyak digunakan sebagai sampel karena bagian
(22)
tersebut tidak berklorofil sehingga lebih mudah menyerap pewarna. Waktu pemotongan akar merupakan faktor kritis keberhasilan, karena pembelahan sel tanaman tidak konstan setiap waktunya. Pada bawang bombay dan bawang putih, waktu pengambilan sampel paling baik dilakukan saat pagi hari (Jurčák, 1999).
(23)
BAHAN
DAN
METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2011 hingga Desember 2011. Percobaan in vitro dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Percobaan uji sitologi dilakukan di Laboratotium Ekofisiologi Tumbuhan Departemen Agronomi dan Hortikultura, IPB, Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Bahan tanaman yang digunakan adalah planlet tanaman nilam varietas sidikalang (Pogostemon cablin Benth.). Eksplan yang digunakan adalah tunas terminal dari planlet berumur 8 MST. Media kultur jaringan yang digunakan adalah media dasar MS, gula 30 g/l serta pemadat agar 7 g/l. Media pertunasan akan ditambah dengan 0.5 mg/l BAP + 0.5 mg/l kinetin. Tanaman nilam disterilisasi dengan streptomisin sulfat dan benomil (50 %) masing-masing 4g/l, serta sodium hipoklorit (5 %) dengan konsentrasi 10 % dan povidone iodine (10 %) dengan konsentrasi 1 %.
Alat yang digunakan di laboratorium adalah timbangan, labu takar, gelas kimia, laminar air flow cabinet, pengaduk, autoklaf, pH meter, botol kultur,
magnetic stirer, panci perebus, pipet, cawan petri, gunting, pinset, scalple, toples,
hand sprayer, rak kultur, penggaris, kertas label, alat pengering dan kamera.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor. Faktor pertama yaitu konsentrasi larutan kolkisin dengan 4 taraf (0.00 %, 0.02 %, 0.04 %, 0.06 %) dan faktor kedua lama perendaman di dalam larutan kolkisin dengan 3 taraf (24 jam, 48 jam, dan 72 jam). Terdapat 12 kombinasi perlakuan dengan masing-masing perlakuan terdiri dari empat ulangan, sehingga terdapat 48 satuan percobaan. Setiap ulangan terdiri dari lima eksplan
(24)
Jumlah total eksplan sebanyak 240 eksplan sebagai satuan amatan. Metode statistika yang digunakan sebagai berikut:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk
Keterangan:
Yijk : nilai pengamatan pada perlakuan konsentrasi ke-i, lama perendaman ke-j
dan pada pengamatan ke-k µ : nilai tengah umum
αi : pengaruh konsentrasi kolkisin ke-i, i=1,2,3,4
βj : pengaruh lama perendaman dengan kolkisin ke-j, j=1,2,3
(αβ)ij : interaksi antara konsentrasi dan lama perendaman kolkisin
εijk : pengaruh galat dari satuan pecobaan ke-i, pada ulangan ke-j
Perlakuan:
K0L1 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0 % selama 24 jam K0L2 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0 % selama 48 jam K0L3 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0 % selama 72 jam K1L1 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.02 % selama 24 jam K1L2 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.02 % selama 48 jam K1L3 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.02 % selama 72 jam K2L1 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.04 % selama 24 jam K2L2 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.04 % selama 48 jam K2L3 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.04 % selama 72 jam K3L1 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.06 % selama 24 jam K3L2 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.06 % selama 48 jam K3L3 : Perendaman dengan konsentrasi larutan kolkisin 0.06 % selama 72 jam
Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F pada taraf 5 %. Apabila terdapat beda nyata dilakukan uji lanjut dengan menggunakan DMRT (Duncan
Multiple Range Test) pada taraf 5 %.
Pelaksanaan Penelitian
Pembuatan Media dan Sterilisasi
Pembuatan media tanaman dari komposisi MS sebanyak satu liter adalah dengan cara memipet sejumlah larutan stok ke dalam gelas kimia atau botol kultur,
(25)
kemudian dimasukkan ke dalam labu takar. Gula pasir dilarutkan dengan air kemudian dimasukkan ke dalam labu takar yang telah berisi larutan stok, lalu ditambahkan BAP dan kinetin masing-masing dengan konsentrasi 0.5 mg/l. Selanjutnya larutan ditambahkan aquades sampai tanda tera (satu liter). Kemasaman media (pH) diukur dan diatur agar sesuai dengan kondisi tumbuh eksplan. Dalam penelitian ini pH yang digunakan adalah 5.9, didapatkan dengan penambahan KOH 1 N bila pH larutan di bawah 5.9 dan HCl 1 N jika pH larutan di atas 5.9. Setelah diatur pHnya larutan dituang ke dalam panci dan ditambahkan agar-agar 7g/l. Larutan media dipanaskan untuk melarutkan agar-agar sambil diaduk sampai mendidih, kemudian dituang ke dalam botol kultur sebanyak 25 ml/botol (volume botol 200 ml). Selanjutnya botol ditutup plastik dan diikat dengan karet gelang. Media disterilisasi menggunakan autoklaf dengan tekanan 17.5 psi, 121 ◦C selama 20 menit.
Sterilisasi alat seperti pisau, pinset, scalpel, cawan petri, botol kultur kosong dan botol berisi air steril disterilisasi menggunakan autoklaf dilakukan selama satu jam dengan tekanan 17.5 psi, 121 ◦C.
Sub Kultur Planlet
Planlet yang sudah steril disubkultur ke dalam media MS + 0.5 mg/l BAP dan kinetin 0.5 mg/l. Tunas dipotong-potong pada masing-masing buku dengan ukuran ± 5 mm kemudian ditanam di dalam media. Pada saat penanaman, semua peralatan yang digunakan disemprot alkohol 70 % sebelum dimasukkan ke dalam
laminar air flow cabinet.
Alat-alat yang digunakan untuk memindahkan eksplan, sebelum digunakan dibakar dahulu sampai panas kemudian didiamkan sampai dingin. Pada setiap botol ditanam 5 eksplan. Inkubasi kultur dilakukan pada ruangan dengan penyinaran ± 1000 lux, 16 jam/hari dan suhu ± 23 ◦C. Setelah 4 MST planlet yang dihasilkan dijadikan sumber propagula.
Pembuatan Larutan Kolkisin
Sebelum dibuat larutan kolkisin dengan konsentrasi 0 %, 0.02 %, 0.04 % dan 0.06 %, terlebih dahulu dibuat larutan stok dengan konsentrasi 2 % (1 g/50 ml
(26)
aquabides steril). Pembuatan larutan kolkisin dilakukan di dalam laminar air flow cabinet. Pada saat kolkisin dibuka blower dimatikan sejenak, lalu kolkisin dimasukkan ke dalam aquabides steril. Setelah botol berisi kolkisin ditutup, blower dinyalakan kembali, kemudian larutan dikocok hingga larut. Larutan disterilkan dengan menggunakan microfilter. Pada waktu membuat larutan stok kolkisin digunakan juga alat pengaman seperti sarung tangan karet dan masker khusus dengan filter udara. Larutan kolkisin yang sudah jadi ditempatkan dalam labu erlenmeyer tertutup dan disimpan pada suhu 4 ◦C.
Perendaman dengan Larutan Kolkisin dan Penanaman Eksplan
Planlet yang telah disubkultur selama 4 MST dipotong-potong dengan 1 buku tunas dengan ukuran ± 5 mm, bagian buku yang mengandung mata tunas aksilar dipisahkan dan dimasukkan ke dalam larutan kolkisin dengan konsentrasi masing-masing 0.0 %, 0.02 %, 0.04 % dan 0.06 % kemudian setelah 24 jam sebagian eksplan diambil dan ditanam di dalam media pertunasan. Media pertunasan yang digunakan adalah media dasar MS + 0.5 mg/l BAP + 0.5 mg/l kinetin. Penanaman ke media pertunasan ini diulang 24 jam berikutnya sampai 72 jam setelah perendaman. Alat-alat yang digunakan dibakar dahulu sampai panas kemudian didiamkan dulu hingga dingin. Pada setiap botol ditanam lima eksplan. Inkubasi kultur dilakukan pada ruangan dengan penyinaran ± 1000 lux, 16 jam/hari dan suhu ± 23 ◦C.
Analisis Kloroplas dan Stomata
Pengamatan kloroplas dan stomata dilakukan secara bersamaan. Bahan contoh yang digunakan sebanyak tiga daun per ulangan. Langkah-langkahnya sebagai berikut:
1. Sehelai daun dipotong dari tiga tunas yang berbeda setiap ulangan. 2. Bagian permukaan bawah daun ditempelkan ke selotip.
3. Bagian permukaan bawah daun dipukul-pukul secara perlahan lalu dikikis agar tipis dengan menggunakan scalpel,namun tidak merusak organel di dalam daun.
(27)
% KKF Standar deviasi populasi perlakuan
5. Pengamatan di bawah mikroskop dan dilakukan pemotretan pada kloroplas dan stomata.
6. Dilakukan penghitungan jumlah kloroplas dan jumlah stomata dari hasil foto.
Pengamatan
Pengamatan di laboratorium dilakukan setiap minggu selama 8 MST. Peubah yang diamati adalah jumlah eksplan terkontaminasi, jumlah tunas, jumlah daun, persentase eksplan hidup, persentase tunas berakar, jumlah kloroplas pada sel stomata, ukuran dan jumlah stomata dan kerapatan stomata. Fenotipe tanaman
in vitro yang diamati adalah sistem percabangan, ukuran daun dan koefisein keragaman fenotipik (KKF).
Menurut Murdaningsih et al. (1999)
Rataan populasi perlakuan %
Kategori keragaman berdasarkan % KKF: 0.00 < % KKF ≤ 24.91 sempit 24.91 < % KKF ≤ 49.71 agak sempit 49.71 < % KKF ≤74.71 agak luas 74.71 < % KKF ≤ 99.65 luas
(28)
HASIL
DAN
PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Eksplan buku yang membawa satu mata tunas aksilar yang digunakan pada penelitian ini berasal dari tunas adventif yang berumur 8 MST. Tunas adventif disubkultur dan ditanam ke media perbanyakan yaitu MS + 0.5 mg/l BAP dan 0.5 mg/l kinetin. Setelah berumur 8 MST, selanjutnya bagian tunas terminal dipotong dan direndam di dalam larutan kolkisin sesuai perlakuan.
Persentase kultur yang terkontaminasi sebesar 10 % dari total eksplan. Eksplan yang terkontaminasi adalah eksplan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 24 jam dan kontrol. Kontaminasi terjadi pada umur 4 minggu setelah tanam (MST), berupa kontaminasi cendawan. Penyebab kontaminasi diduga karena media tanam yang tidak steril karena kontaminan tidak muncul dari eksplan tersebut, tetapi dari media tanam.
Pertumbuhan tunas nilam sidikalang kontrol berbeda dengan tunas yang terlebih dahulu direndam dengan media MS cair. Tanaman yang direndam dengan media MS cair memiliki lebih banyak tunas. Tanaman dengan perendaman media MS selama 72 jam memiliki paling banyak tunas. Waktu proliferasi tunas kontrol juga lebih lambat dibandingkan tanaman dengan perendaman media MS cair. Eksplan yang direndam media MS selama 24 dan 48 jam mulai berproliferasi pada 2 MST, eksplan yang direndam media MS selama 72 jam mulai berproliferasi pada 3 MST, dan eksplan kontrol mulai berproliferasi pada 4 MST. Hal ini dapat disebabkan adanya zat pengatur tumbuh (ZPT) berupa sitokinin pada media tersebut. Sitokinin merupakan ZPT yang dapat memacu pembelahan sel, sehingga juga dapat memicu pertumbuhan tunas. Menurut Marlin (2005) taraf konsentrasi kolkisin dapat mempercepat pertumbuhan tunas. Pertumbuhan yang dipacu oleh BAP mencakup pembelahan dan pembesaran sel yang lebih cepat. Sitokinin sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis (Gunawan, 1992).
Eksplan dengan perlakuan perendaman dengan kolkisin tumbuh lebih lambat dibandingkan dengan eksplan kontrol. Ukuran tanaman yang diberi
(29)
perlakuan kolkisin juga lebih kecil daripada tanaman kontrol, tetapi memiliki jumlah tunas yang lebih banyak.
Tabel 2. Rekapitulasi hasil uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap eksplan tunas Pogostemon cablin Benth. secara in vitro
Peubah Umur (MST)
Perlakuan
Konsentrasi Lama kolkisin perendaman
Interaksi KK (%)
Jumlah tunas 1 ** ** ** 22.87
2 ** ** * 22.46
3 ** * * 27.36
4 ** * tn 25.74
5 ** tn * 30.21
6 * ** ** 36.82
7 tn ** * 41.61
8 tn * * 47.15
Jumlah daun 1 ** ** * 24.81
2 ** * tn 32.11
3 ** tn tn 36.16
4 ** tn tn 35.93
5 ** tn tn 37.33
6 * ** ** 41.34
7 tn ** * 48.07
8 tn * * 45.32
Panjang daun ** tn tn 19.48
Lebar daun * tn tn 17.46
Jumlah
stomata * tn tn 15.58
Panjang
stomata ** ** ** 0.43
Lebar stomata ** ** ** 0.39
Kerapatan
stomata * tn tn 15.61
Jumlah
kloroplas ** tn tn 15.45
Keterangan: * : berbeda nyata pada uji F taraf 5 % ** : berbeda nyata pada uji F taraf 1 % tn : tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5 % KK : Koefisien Keragaman
Berdasarkan hasil uji F, interaksi antara taraf konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman tidak berpengaruh nyata terhadap peubah jumlah tunas pada 4 MST, peubah jumah daun pada 2 sampai 5 MST, peubah ukuran daun, jumlah stomata, kerapatan stomata dan jumlah kloroplas. Tabel 2
(30)
menunjukkan hasil rekapitulasi uji F pengaruh konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap eksplan nilam sidikalang.
Beberapa perlakuan kolkisin dapat menyebabkan kematian eksplan. Eksplan yang hanya direndam oleh media cair dan eksplan kontrol memiliki persentase hidup sebesar 100 %. Eksplan yang memiliki persentase hidup paling sedikit adalah eksplan yang diberi perlakuan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 48 jam. Setelah minggu ke-5 MST, persentase kematian tanaman perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 48 jam meningkat hingga 85 %. Kolkisin bersifat sebagai racun dan dapat menyebabkan kematian tanaman. Kematian eksplan diduga karena konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi atau perendaman yang terlalu lama.
Jumlah Tunas
Rata-rata tunas mulai muncul pada umur 1 MST dan mulai berproliferasi pada umur 2 hingga 3 MST. Tunas yang paling cepat berproliferasi adalah tunas pada perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 24 dan 48 jam serta perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman selama 48 jam. Tunas dengan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 48 jam dan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam memerlukan waktu proliferasi tunas yang paling lama, yaitu 5 minggu. Waktu proliferasi tunas yang lama dapat disebabkan oleh perlakuan kolkisin.
Interaksi antara konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas (Tabel 3). Tunas yang diberi perlakuan kolkisin mengalami pertumbuhan tunas yang lebih lambat dibandingkan tunas kontrol. Tunas pada perlakuan perendaman 24 jam tanpa larutan kolkisin dan perendaman 48 jam tanpa larutan kolkisin mulai mengalami penambahan tunas baru pada 2 MST, tetapi tunas dengan perlakuan kolkisin mulai mengalami penambahan jumlah tunas pada 3 dan 4 MST. Total jumlah tunas yang diperoleh pada akhir pengamatan adalah 1233 tunas (Tabel 3). Jumlah tunas mutan potensial adalah sebanyak 1189 tunas.
(31)
Jumlah tunas tanaman kontrol dan tanaman hasil perlakuan kolkisin tidak berbeda nyata hingga 5 MST. Setelah 6 MST jumlah tunas yang terbentuk dari perlakuan kolkisin lebih baik dibandingkan kontrol, seperti pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam. Hal ini diduga karena larutan kolkisin yang bersifat racun dapat merusak sel-sel tanaman, sehingga dibutuhkan waktu yang lebih lama untuk recovery dan
mengakibatkan pertumbuhan tunas lebih lama dibandingkan dengan tunas kontrol. Damayanti dan Mariska (2003) menyebutkan pemberian kolkisin dapat mengakibatkan penundaan pertumbuhan akibat jaringan yang rusak dan memerlukan waktu lama untuk tumbuh.
Tabel 3. Interaksi antara tingkat konsentrasi dan lama perendaman terhadap jumlah tunas Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in
vitro
Perlakuan Rata-rata jumlah tunas pada minggu ke- (MST)
Konsentrasi Lama
kolkisin perendaman 1 3 6 8
Total jumlah tunas (%) (jam)
0 0 0.9 0.9 1.5 2.9 44
0 24 1.0 a 1.0 b 2.6 bcd 4.0 abc 99 0 48 0.9 a 1.6 a 1.9 cde 3.2 bc 65 0 72 0.9 a 1.0 bc 3.7 ab 6.9 ab 139 0.02 24 0.8 ab 0.9 bcd 3.9 ab 6.9 ab 103 0.02 48 0.7 abc 0.7 bcd 3.5 abc 7.6 a 153 0.02 72 0.4 d 0.5 d 2.9 abc 4.7 abc 94 0.04 24 0.9 a 0.9 bcd 4.3 a 7.9 a 159 0.04 48 0.8 ab 0.8 bcd 1.2 de 2.0 c 40 0.04 72 0.6 bcd 0.7 bcd 2.3 bcde 4.9 abc 93 0.06 24 0.9 a 0.9 bcd 2.3 bcde 4.7 abc 90 0.06 48 0.3 d 0.6 cd 0.7 e 1.5 c 18 0.06 72 0.5 cd 0.6 bcd 3.1 abc 6.8 ab 136
Uji F ** * ** *
KK (%) 21.86 27.36 36.82 47.15 1233 Keterangan: tn : tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5 %
KK : Koefisien Keragaman
Pertumbuhan tunas terbanyak terdapat pada perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam, tetapi jumlah tunas tidak berbeda nyata dengan tunas pada perlakuan perendaman 24 dan 72 jam, perlakuan konsentrasi 0.02 % dengan perendaman 24, 48 dan 72 jam, konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 72 jam dan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan
(32)
perendaman 24 dan 72 jam. Pertumbuhan tunas paling sedikit terdapat pada perlakuan konsentrasi 0.06 % dengan perendaman 48 jam. Hal ini diduga disebabkan konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi atau perendaman yang terlalu lama. Menurut Suryo (1995) konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi atau waktu perlakuan yang terlalu lama akan memperlihatkan pengaruh negatif, seperti sel-sel banyak yang rusak atau bahkan menyebabkan matinya tanaman. Meningkatnya tingkat ploidi suatu tanaman juga dapat menyebabkan pembelahan sel yang terlambat (Crowder, 2006). Penelitian pada tanaman nilam oleh Mariska dan Lestari (2003) menunjukkan bahwa semakin lama pemberian kolkisin, semakin rendah massa sel yang dapat beregenerasi. Persentase regenerasi paling tinggi adalah dengan perendaman kolkisin selama 1 hari dan yang paling rendah dengan perendaman selama 7 hari.
Gambar 1 menunjukkan pada perlakuan lama perendaman 24 jam peningkatan konsentrasi kolkisin hingga 0.04 % menyebabkan jumlah tunas terus meningkat, tetapi tunas hasil perlakuan kolkisin dengan konsentrasi 0.06 % memiliki jumlah tunas lebih sedikit. Perlakuan perendaman 48 jam dan konsentrasi kolkisin 0.02 % dapat meningkatkan jumlah tunas nilam sidikalang, tetapi peningkatan konsentrasi kolkisin menyebabkan jumlah tunas lebih sedikit. Konsentrasi kolkisin 0.02 % dan 0.04 % dengan perlakuan perendaman 72 jam memiliki jumlah tunas yang lebih sedikit dibanding tanaman dengan perendaman 72 jam tanpa larutan kolkisin. Konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 72 jam memiliki jumlah tunas lebih banyak dibanding konsentrasi 0.02 % dan 0.04 % tetapi jumlah tunas tersebut masih lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman perlakuan perendaman 72 jam tanpa larutan kolkisin.
Hasil uji F memperlihatkan bahwa perlakuan konsentrasi kolkisin dengan beberapa taraf lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah tunas nilam sidikalang,tetapi pada 7 dan 8 MST perlakuan konsentrasi kolkisin tidak berbeda nyata (Tabel 4). Tunas yang dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 0.02 % menghasilkan tunas yang paling banyak. Pada 6 dan 7 MST tunas yang dihasilkan perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % memiliki jumlah terbanyak dan memiliki hasil yang berbeda nyata dengan perlakuan lain.
(33)
Jum la h T u nas
Hingga akhir pengamatan, pada 8 MST, eksplan dari perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % memiliki jumlah tunas yang paling sedikit dan waktu kemunculan tunas baru yang paling lama.
9 8 7 6 5 4 3 2
Lama perendaman kolkisin
24 jam 48 jam 72 jam 1
0
0,00% 0,02% 0,04% 0,06% 0,08% Konsentrasi Kolkisin
Gambar 1. Interaksi tingkat konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah rata-rata tunas Pogostemon cablin Benth. pada 8 MST
Pengaruh perlakuan kolkisin dengan perendaman selama 24 jam ditunjukkan dengan persamaan Y=5.43+5.6X dan nilai R2 sebesar 0.049.
Pengaruh perlakuan kolkisin dengan perendaman selama 48 jam memiliki persamaan Y=5.24-54.5X dengan nilai R2=0.253. Pengaruh perlakuan kolkisin
dengan perendaman selama 72 jam memiliki persamaan Y=5.88-X dengan nilai R2=0. Nilai R2 yang sangat kecil menunjukkan data yang diperoleh
keragamannya sangat besar.
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah tunas Pogostemon
cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro
Konsentrasi kolkisin (%)
Rata-rata jumlah tunas pada minggu ke- (MST) 1 2 3 4 5 6
0 0.9 a 1.0 a 1.2 a 1.4 a 1.9 a 2.8 ab 0.02 0.7 bc 0.7 c 0.7 b 1.0 b 1.4 b 3.4 a 0.04 0.8 b 0.8 b 0.8 b 1.0 b 1.4 b 2.6 ab 0.06 0.6 c 0.6 c 0.7 b 0.8 b 1.3 b 2.1 b KK (%) 22.87 20.79 27.36 25.74 30.21 36.82 Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 % KK: Koefisien Keragaman
(34)
Hasil uji F menunjukkan lama perendaman kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap pertambahan jumlah tunas, kecuali pada 8 MST yang berpengaruh nyata (Tabel 5). Tunas dengan perlakuan perendaman 24 jam memiliki jumlah tunas yang paling banyak, tetapi hasilnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman 48 jam dan 72 jam. Eksplan kontrol memiliki jumlah tunas yang paling sedikit. Perlakuan tanpa kolkisin juga menyebabkan proliferasi tunas adventif lebih cepat. Tunas pada tanaman kontrol baru bertambah setelah minggu ketiga, tetapi pada perlakuan perendaman 24 dan 48 jam, tunas mulai bertambah pada 2 MST. Hasil ini berbeda pada tanaman
Anthurium plowmanii Croat. yang diberi perlakuan kolkisin. Tunas hasil perlakuan perendaman dengan kolkisin pertumbuhannya lebih terhambat dibanding kontrol. Semakin lama waktu perendaman menyebabkan pertumbuhan tunas yang lebih lambat pula (Nurwanti, 2010).
Tabel 5. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah tunas Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro
Lama perendaman (jam) Rata-rata jumlah tunas pada minggu ke- (MST)
1 3 6 7 8
24 0.9 a 0.9 ab 3.2 a 3.9 a 6.1 a 48 0.7 b 1.0 a 1.9 b 2.4 b 3.6 b 72 0.6 b 0.7 b 3.0 a 3.9 a 5.9 a KK (%) 22.87 27.36 36.82 41.61 47.15 Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 % KK: Koefisien Keragaman
Berdasarkan tabel 6 dapat disimpulkan bahwa perlakuan aplikasi kolkisin dapat meningkatkan keragaman fenotipe tanaman nilam sidikalang. Nilai koefisien keragaman fenotipe (KKF) tunas nilam semakin meningkat setiap minggunya. Semakin tinggi nilai koefisien keragaman fenotipe, keragaman yang terjadi juga semakin tinggi.. Tanaman yang dihasilkan dari perlakuan perendaman kolkisin memiliki nilai KKF yang lebih tinggi dibanding tanaman tanpa perendaman kolkisin.
Umumnya tingkat keragaman mulai meningkat pada umur 3 MST, tetapi pada tanaman kontrol tingkat keragaman fenotipe mulai meningkat setelah 5 MST. Persentase keragaman tertinggi diperoleh dari tanaman
(35)
perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman selama 72 jam, yaitu sebesar 19.19 %. Walaupun memiliki persentase KKF tertinggi, tingkat keragaman tersebut masih termasuk dalam kategori keragaman sempit.
Tabel 6. Persentase KKF jumlah tunas Pogostemon cablin Benth.
Konsentrasi (%)
Lama
perendaman (jam)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 0 0.50 0.50 0.50 0.00 0.00 3.36 4.94 8.15 0 24 0.00 0.47 0.50 1.26 1.50 3.65 3.37 5.62 0 48 0.50 0.47 2.76 2.76 3.20 3.20 4.99 12.74 0 72 0.50 0.47 0.00 0.50 1.89 3.50 5.50 6.70 0.02 24 0.50 0.47 0.58 1.50 3.36 1.54 6.16 12.1 0.02 48 1.50 1.39 1.50 0.50 1.00 1.92 7.04 15.18 0.02 72 0.50 4.65 0.5 1.26 1.50 10.91 10.91 19.19 0.04 24 0.58 0.54 0.58 1.29 2.06 5.92 10.78 11.44 0.04 48 0.96 0.89 0.96 0.00 2.87 3.47 6.03 9.20 0.04 72 0.72 0.67 0.52 0.58 3.30 7.41 8.28 9.85 0.06 24 0.50 0.47 0.5 0.82 2.49 1.71 6.25 10.71 0.06 48 1.50 1.32 2.17 2.38 2.16 4.35 7.14 15.00 0.06 72 1.26 1.17 0.50 0.50 1.71 2.06 4.66 13.39
Keragaman fenotipe diperlukan dalam proses seleksi, karena seleksi dilakukan berdasarkan karakter fenotipe yang merupakan ekspresi genetik dari suatu karakter. Apabila keragaman fenotipenya sempit, maka kurang leluasa untuk melakukan proses seleksi (Budianto et al., 2009).
Jumlah Daun
Interaksi konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah daun hanya terdapat pada minggu ke-1, 6, 7 dan 8 MST (Tabel 7). Secara umum, perlakuan yang menunjukkan jumlah daun paling banyak adalah perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam dan perlakuan konsentrasi 0 % dengan perendaman 72 jam, tetapi kedua perlakuan ini tidak berbeda nyata hasilnya dengan tanpa dengan perendaman 24 jam, konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 24, 48 dan 72 jam, konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 72 jam, konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 24 dan 72 jam.
(36)
Tanaman perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 24 jam memiliki 46.7 daun dan tanaman perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 72 jam memiliki 44.5 daun. Tanaman perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 72 jam memiliki jumlah tunas yang lebih sedikit dibanding perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 48 jam, tetapi memiliki jumlah daun yang lebih banyak. Hal ini dapat disebabkan tunas yang terbentuk dari perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 72 jam memiliki jumlah buku tunas yang lebih banyak. Jumlah daun yang lebih banyak juga dapat disebabkan perbedaan letak daun pada tanaman hasil perlakuan kolkisin. Tunas kontrol memiliki dua daun per buku tunas, tetapi sebagian tunas yang mendapat perlakuan kolkisin memiliki tiga daun per buku tunas. Tanaman yang memiliki jumlah daun paling sedikit dihasilkan dari perlakuan konsentrasi 0.06 % dengan perendaman 48 jam, yaitu sebanyak 9.6 daun. Jumlah daun meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah tunas. Tanaman perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 48 jam memiliki jumlah tunas yang paling sedikit sehingga jumlah daunnya pun sedikit.
Tabel 7. Interaksi antara tingkat konsentrasi dan lama perendaman terhadap jumlah daun Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro
Perlakuan Rata-rata jumlah daun pada minggu ke- (MST) Konsentrasi
kolkisin (%)
Lama perendaman
(jam) 1 6 7 8
0 0 2.0 8.3 11.9 17.1
0 24 2.1 a 15.0 abc 20.8 abc 32.7 abc 0 48 1.9 a 12.2 bcd 13.4 bcd 19.9 bc 0 72 2.0 a 20.3 ab 29.9 a 44.5 a 0.02 24 1.7 ab 17.2 abc 26.7 ab 40.2 ab 0.02 48 1.6 abc 15.4 abc 27.2 ab 41.5 ab 0.02 72 0.9 d 11.2 cde 16.9 abcd 25.7 abc 0.04 24 1.8 a 22.8 a 30.6 a 46.7 a 0.04 48 1.8 ab 4.5 de 8.4 cd 17.9 bc 0.04 72 1.2 bcd 11.1 cde 18.2 abcd 32.0 abc 0.06 24 1.9 a 10.8 cde 17.6 abc 28.3 abc 0.06 48 0.8 d 2.9 e 4.9 d 9.6 c 0.06 72 1.1 cd 13.6 bc 22.3 abc 38.5 ab
Uji F * ** * *
KK (%) 24.81 41.34 48.07 45.32 Keterangan: tn : tidak berbeda nyata pada uji F taraf 5 %
(37)
Jum
lahDaun
Chulalaksananukul dan Chimnoi (1999) melaporkan pegagan (Centella asiatica) poliploid hasil aplikasi kolkisin memiliki jumlah daun yang lebih banyak,hingga tiga kali lipat, dibanding tanaman diploidnya.
Gambar 2 menunjukkan pada perlakuan perendaman 24 jam, jumlah daun terus meningkat dengan peningkatan konsentrasi kolkisin hingga 0.04 %. Perlakuan konsentrasi 0.06 % dengan perendaman 24 jam menyebabkan penurunan jumlah daun. Perlakuan 48 jam perendaman memiliki jumlah daun maksimal dengan konsentrasi kolkisin 0.02 %. Perlakuan 72 jam perendaman menunjukkan kecenderungan yang berbeda dengan perlakuan perendaman lainnya. Perendaman dengan larutan kolkisin 0.02 % menyebabkan penurunan jumlah daun, tetapi jumlah daun semakin meningkat pada perlakuan 0.04 % dan 0.06 %.
50 45 40 35 30 25 20 15
Lama perendaman kolkisin
48 jam 24 jam 72 jam 10
5 0
0,00% 0,02% 0,04% 0,06% 0,08% Konsentrasi Kolkisin
Gambar 2. Interaksi tingkat konsentrasi kolkisin dengan lama perendaman terhadap jumlah rata-rata daun Pogostemon cablin Benth pada umur 8 MST
Berdasarkan hasil analisis regresi, perlakuan konsentrasi kolkisin memiliki respon linier. Pengaruh konsentrasi kolkisin dengan waktu perendaman selama 24 jam ditunjukkan oleh persamaan Y=38.0+33X dengan nilai R2=0.011. Pengaruh konsentrasi kolkisin dengan waktu perendaman
selama 48 jam mempunyai Y=25.9+65X dan memiliki nilai R2=0.064.
Pengaruh konsentrasi kolkisin dengan waktu perendaman selama 72 jam ditunjukkan dengan persamaan Y=36.9-58X dengan nilai R2=0.034. Ketiga
(38)
persamaan regresi tersebut memiliki nilai R 2 yang sangat kecil. Hal ini menunjukkan data yang diperoleh keragamannya sangat besar.
Konsentrasi kolkisin berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah daun, tetapi pada 2 hingga 5 MST perlakuan konsentrasi kolkisin tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun (Tabel 8). Tanaman kontrol memiliki rata-rata jumlah daun paling banyak hingga 6 MST. Tanaman perlakuan konsentrasi 0.02 % memiliki jumlah daun paling banyak pada 7 dan 8 MST, tetapi jumlah ini tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini dapat disebabkan konsentrasi kolkisin yang terlalu tinggi, sehingga merusak sejumlah sel tanaman.
Tabel 8. Pengaruh konsentrasi kolkisin terhadap jumlah daun Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro
Konsentrasi kolkisin (%)
Rata-rata jumlah daun pada minggu ke- (MST) 1 2 3 4 5 6
0 1.9 a 4.2 a 5.7 a 7.2 a 11.3 a 15.8 a 0.02 1.4 b 1.5 b 1.7 b 2.4 b 4.9 b 14.3 a 0.04 1.6 b 1.6 b 1.8 b 2.3 b 4.7 b 12.8 ab 0.06 1.3 b 1.4 b 1.7 b 2.2 b 4.8 b 9.1 b KK (%) 24.81 32.11 36.16 35.93 37.33 41.34 Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 % KK: Koefisien Keragaman
Tabel 9. Pengaruh lama perendaman terhadap jumlah tunas Pogostemon cablin Benth. selama 8 MST secara in vitro
Lama perendaman (jam) Rata-rata jumlah daun pada minggu ke- (MST)
1 2 6 7 8
24 1.9 a 2.6 b 16.4 a 23.7 a 36.8 a 48 1.5 b 2.1 ab 8.7 b 13.5 b 22.2 a 72 1.3 b 1.8 b 14.0 a 21.8 a 35.2 a KK (%) 24.81 32.11 41.34 48.07 45.32 Keterangan: Angka pada kolom yang sama dan diikuti huruf yang sama menunjukkan
tidak berbeda nyata pada Uji Jarak Berganda Duncan pada taraf 5 % KK: Koefisien Keragaman
Perlakuan lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap peubah jumlah daun (Tabel 9). Tanaman dari perlakuan perendaman 24 jam memiliki jumlah daun yang paling baik diantara perlakuan lainnya yaitu sebanyak 36.8
(39)
daun, tetapi jumlahnya tidak berbeda nyata dengan perlakuan perendaman 48 dan 72 jam. Tanaman kontrol memiliki jumlah daun yang paling sedikit, sebanyak 17.1 daun. Eksplan yang mendapat perlakuan perendaman mendapat nutrisi lebih banyak dibanding eksplan kontrol. Tanaman yang mendapat perlakuan perendaman telah mendapat nutrisi terlebih dahulu berupa sitokinin, sebelum penanaman. Hal ini diduga menyebabkan perbedaan respon tumbuh pada eksplan tersebut.
Perlakuan kolkisin dapat meningkatkan keragaman jumlah daun nilam varietas sidikalang (Tabel 10). Koefisien keragaman fenotipe tanaman semakin meningkat setiap minggunya. Keragaman nilam sidikalang mulai meningkat pada umur 2 MST, kecuali pada tanaman hasil perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 72 jam dan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 24 jam.
Tabel 10. Persen Koefisien Keragaman Fenotipe Peubah Jumlah Daun
Pogostemon cablin Benth.
Perlakuan MST
Konsentrasi (%)
Lama perendaman
(jam)
1 2 3 4 5 6 7 8
0 0 0.00 2.52 3.42 3.47 1.54 15.39 23.69 39.11 0 24 0.50 3.47 3.65 5.42 11.61 17.63 24.55 35.24 0 48 1.00 7.40 13.37 15.10 20.88 25.08 32.76 66.99 0 72 1.64 4.73 4.76 7.41 8.49 12.80 23.22 47.23 0.02 24 1.00 1.92 2.52 4.58 9.33 1.307 16.88 41.58 0.02 48 3.31 4.03 4.03 2.06 6.02 10.72 46.48 67.195 0.02 72 1.00 1.00 1.26 1.73 12.37 57.16 70.21 117.54 0.04 24 1.16 1.16 1.64 1.92 13.00 43.88 86.04 77.98 0.04 48 1.90 2.50 2.50 1.26 7.17 17.45 33.59 63.69 0.04 72 1.44 1.44 0.86 1.26 12.52 24.08 53.61 73.67 0.06 24 1.00 1.00 1.63 2.56 13.38 15.99 41.01 57.62 0.06 48 3.66 4.17 6.00 11.04 14.24 22.12 45.76 95.83 0.06 72 2.52 2.52 1.16 1.155 8.73 18.84 41.49 59.68
Sebagian besar tanaman hasil perlakuan kolkisin memiliki keragaman dengan kategori agak luas, kecuali perlakuan konsentrasi kolkisin 0.02 % dengan perendaman 72 jam dan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 48 jam yang memiliki keragaman dengan kategori sangat luas dan
(40)
luas. Terdapat beberapa tunas hasil perlakuan kolkisin yang memiliki letak daun per buku tunas yang berbeda dari tanaman kontrol. Hal ini diduga menyebabkan tingkat keragaman bagi peubah jumlah daun nilam menjadi luas. Tanaman yang direndam tanpa perlakuan kolkisin termasuk tanaman kontrol memiliki keragaman dengan kategori agak sempit, kecuali perlakuan tanpa kolkisin dengan perendaman 48 jam.
Sistem Percabangan
Tanaman hasil induksi kolkisin dapat menghasilkan kimera. Kimera terjadi karena perkembangan jaringan dengan tingkat ploidi yang berbeda pada satu tanaman atau satu bagian tanaman (van Harten, 1998). Terdapat tiga jenis kimera berdasarkan posisi terjadinya, yaitu kimera meriklinal, sektorial dan periklinal. Pada kimera sektorial, sel mutan berkembang secara vertikal ke dalam jaringan sehingga membentuk suatu sektor dengan karakter berbeda dari organ lainnya (Aisyah, 2006). Baur dalam van Harten (1998) menyebutkan salah satu contoh kimera sektorial adalah perbedaan warna daun pada bagian pucuk tanaman Pelargonium. Contoh kimera meriklinal adalah warna bunga atau buah yang berbeda, tidak ada bulu pada batang tanaman dan warna kekuningan (russeting) pada buah. Kimera periklinal adalah tipe kimera yang lebih stabil dibanding kimera sektorial dan meriklinal (van Harten, 1998). Sel mutan pada kimera periklinal berkembang secara paralel (horisontal) sehingga memiliki karakter yang berbeda (Aisyah, 2006).
Tanaman nilam memiliki sistem percabangan opposite, yaitu terdapat dua daun pada setiap buku tunasnya. Pada penelitian ini terdapat beberapa tunas nilam yang memiliki sistem percabangan berbeda dari biasanya. Tunas dari hasil perlakuan konsentrasi kolkisin 0.06 % dengan perendaman 24 jam memiliki tunas dengan sistem percabangan alternate, yaitu dengan satu daun pada setiap buku tunasnya, selain itu pada tunas perlakuan konsentrasi kolkisin 0.04 % dengan perendaman 72 jam terdapat planlet yang memiliki dua sistem percabangan pada satu tunas,yaitu alternate dan opposite (Gambar 3).
(1)
LAMPIRAN
(2)
Lampiran 1. Komposisi media Murashige-Skoog (Gunawan, 1992)
KONSENTRASI PEMAKAIAN
STOK BAHAN LARUTAN
STOK (g/l) ml stok/l media ppm
A NH4NO3 82,500 20 1650.000
B KNO3 95,000 20 1900.000
C KH2PO4 34,000 5 170.000
H3BO3 1,240 6.200
KI 0.166 0.830
Na2MoO4.2H2O 0.050 0.250
CoCl2.6H20 0.005 0.025
D CaCl.2H2O 88,000 5 440.000
E MgSO4.7H2O 74,000 5 370.000
MnSO4.4H2O 4,460 22.300
ZnSO4.7H2O 1,720 8.600
CuSO4.5H2O 0.005 0.025
F Na2EDTA.2H2O 3,730 10 37.300
FeSO4.7H2O 2,780 27.800
Myo Myo-Inositol 10,000 10 100.000
Vitamin Thiamine 0.010 10 0.100
Niacin 0.050 0.500
Pyridoxine 0.050 0.500
Glycin 0.200 2.000
(3)
Lampiran 2. Sidik ragam jumlah tunas pada Pogostemon cablin Benth.
Umur Planlet (MST)
Sumber
Keragaman Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
1 Konsentrasi 3 0.834 0.278 9.16 <0.0001
Lama Perendaman 2 0.707 0.354 11.67 0.0001
Galat 36 1.092 0.03
Total Terkoreksi 47 3.251
2 Konsentrasi 3 1.062 0.354 11.63 <0.0001
Lama Perendaman 2 0.743 0.372 12.21 <0.0001
Galat 36 1.095 0.03
Total Terkoreksi 47 3.434
3 Konsentrasi 3 2.049 0.683 11.8 <0.0001
Lama Perendaman 2 0.599 0.299 5.17 0.0106
Galat 36 2.085 0.057
Total Terkoreksi 47 5.797
4 Konsentrasi 3 2.349 0.783 10.64 <0.0001
Lama Perendaman 2 0.482 0.241 3.27 0.0495
Galat 36 2.65 0.0734
Total Terkoreksi 47 6.299
5 Konsentrasi 3 3.181 1.06 5.09 0.005
Lama Perendaman 2 1.312 0.656 3.15 0.0553
Galat 35 7.292 0.208
Total Terkoreksi 46 15.885
6 Konsentrasi 3 10.809 3.603 3.66 0.0215
Lama Perendaman 2 18.209 9.105 9.24 0.0006
Galat 35 34.48 0.985
Total Terkoreksi 46 84.543
7 Konsentrasi 3 10.612 3.537 1.77 0.1704
Lama Perendaman 2 27.021 13.51 6.77 0.0033
Galat 35 69.848 1.995
Total Terkoreksi 46 147.281
8 Konsentrasi 3 25.385 8.462 1.43 0.250
Lama Perendaman 2 60.247 30.124 5.10 0.0114
Galat 35 206.834 5.909
(4)
Lampiran 3. Sidik ragam jumlah daun pada Pogostemon cablin Benth.
Umur Planlet (MST)
Sumber
Keragaman Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
1 Konsentrasi 3 3.557 1.186 8.00 0.0003
Lama Perendaman 2 2.653 1.326 8.95 0.0007
Galat 36 5.337 0.148
Total Terkoreksi 47 13.939
2 Konsentrasi 3 64.809 21.603 44.94 <0.0001
Lama Perendaman 2 4.339 2.169 4.51 0.0178
Galat 36 17.307 0.481
Total Terkoreksi 47 88.361
3 Konsentrasi 3 139.729 46.576 48.44 <0.0001
Lama Perendaman 2 4.767 2.383 2.48 0.0981
Galat 36 34.617 0.961
Total Terkoreksi 47 181.974
4 Konsentrasi 3 212.317 70.772 44.52 <0.0001
Lama Perendaman 2 8.291 4.145 2.61 0.0876
Galat 36 57.231 1.589
Total Terkoreksi 47 285.057
5 Konsentrasi 3 375.319 125.107 21.48 <0.0001
Lama Perendaman 2 14.998 7.499 1.29 0.2888
Galat 35 203.89 5.825
Total Terkoreksi 46 673.791
6 Konsentrasi 3 307.671 102.557 3.56 0.0239
Lama Perendaman 2 484.809 242.404 8.41 0.0010
Galat 35 1008.956 28.827
Total Terkoreksi 46 2445.949
7 Konsentrasi 3 467.949 155.983 1.76 0.1731
Lama Perendaman 2 957.452 478.983 5.40 0.0091
Galat 35 3104.546 88.701
Total Terkoreksi 46 5992.589
8 Konsentrasi 3 650.632 216.877 1.08 0.3702
Lama Perendaman 2 2033.258 1016.629 5.06 0.0117
Galat 35 7028.234 200.807
(5)
Lampiran 4. Analisis ragam panjang daun pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
Konsentrasi 3 27.289 9.069 12.36 <0.0001
Lama Perendaman 2 2.628 1.314 1.7 0.1863
Galat 28 20.612 0.736
Total Terkoreksi 39 57.829
Lampiran 5. Sidik ragam lebar daun pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
Konsentrasi 3 7.309 2.436 3.95 0.0182
Lama Perendaman 2 1.387 0.693 1.12 0.3393
Galat 28 17.277 0.617
Total Terkoreksi 39 28.723
Lampiran 6. Sidik ragam kerapatan stomata pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
Konsentrasi 3 11117.766 3705.922 3.44 0.0491
Lama Perendaman 2 6875.374 3437.687 3.19 0.0748
Galat 13 14024.464 1078.805
Total Terkoreksi 24 42064.829
Lampiran 7. Sidik ragam jumlah kloroplas pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman Derajat
Bebas
Jumlah Kuadrat
Kuadrat
Tengah F Hit pr > F
Konsentrasi 3 9485.236 3161.745 29.89 <0.0001
Lama Perendaman 2 69.610 34.805 0.33 0.7272
Galat 10 1057.942 105.794
Total Terkoreksi 21 12635.895
Lampiran 8. Sidik ragam panjang stomata pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman
Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit pr > F Konsentrasi 3 4765215846.000 1588405282.000 1524046 <0.0001 Lama Perendaman 2 2805147534 1402573767 1345744 <0.0001 Galat 12 12507 1042
(6)
Lampiran 9. Sidik ragam lebar stomata pada Pogostemon cablin Benth.
Sumber Keragaman
Derajat
Bebas Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah F Hit pr > F Konsentrasi 3 3163809105.000 1054603035.000 1755755 <0.0001 Lama Perendaman 3 1845500749 922750374 1536240 <0.0001 Galat 12 7208 601