Larvicidal Activity of Bintaro (Cerbera manghas) Extract Against Larvae Aedes aegypti (Diptera: Culicidae).

AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK BINTARO
(Cerbera manghas) TERHADAP LARVA NYAMUK
Aedes aegypti (DIPTERA: CULICIDAE)

DIDI TARMADI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

AKTIVITAS LARVASIDA EKSTRAK BINTARO
(Cerbera manghas) TERHADAP LARVA NYAMUK
Aedes aegypti (DIPTERA: CULICIDAE)

DIDI TARMADI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRACT

DIDI TARMADI. Larvicidal Activity of Bintaro (Cerbera manghas) Extract
Against Larvae Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Under direction of DWI
JAYANTI GUNANDINI and SULAEMAN YUSUF.
Dengue is a very dangerous disease and contagious because it causes
deadth at short time on the patient. This desease was caused by dengue virus
which was infected by Aedes aegypti. Plants have potency to develop as larvacide
because itself containts chemical compound which have bioactive. Bintaro
(Cerbera manghas) have been known as poisonous tree. The aim of this research
is to know the activity of bintaro extract to larvae Ae. aegypti. First, we extracted
a leaf, steam bark, kernel and rind of bintaro. Then the best extract was fracinated,
after that it was done chromatography colom step. Futhermore, we did bioassay to
larvae Ae. aegypti for every step. The result showed that kernel of bintaro have

highest activity to mortality of larvae Ae. aegypti than steam bark, rind, and leaf;
with LC 50 517,3 ppm dan LC 90 964,8 ppm. Ethyl acetate fraction have great
activity to mortality of Ae. aegypti than n-hexane dan nonsoluble fraction with
LC 50 34,6 ppm dan LC 90 95,1 ppm. We had 10 sub fractions in this research and
the sub fraction 1, 7 and 10 had most toxic compound to Ae. aegypti than the
others. The kernel extract contains saponim, alkaloid, flavonoid, triterfenoid
glikosida and steroid.
Keywords: extract, larvicide, bintaro (Cerbera manghas), Aedes aegypti

RINGKASAN

DIDI TARMADI. Aktivitas Larvasida Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas)
Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Dibimbing oleh
DWI JAYANTI GUNANDINI dan SULAEMAN YUSUF.
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat
berbahaya dan termasuk kategori penyakit sangat menular serta dapat
menyebabkan kematian pada penderita dalam waktu yang sangat pendek.
Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Aedes
aegypti. Indonesia merupakan salah satu negara dimana kasus DBD sangat tinggi.
Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dititik beratkan pada

pemutusan siklus penularan yaitu dengan cara pengendalian vektor.
Pengendalian menggunakan insektisida konvensional telah menimbulkan
masalah yaitu pengaruh terhadap lingkungan dan resistensi sehingga perlu dicari
alternatif bahan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian
yaitu menggunakan ekstrak dari tanaman obat tertentu. Tanaman memiliki
potensi sebagai bahan alternatif pengendalian serangga karena didalamnya
terkandung senyawa kimia yang bersifat bioaktif.
Bintaro (Cerbera manghas) merupakan pohon beracun yang menyebabkan
kasus keracunan di Kerala India. C. manghas memiliki khasiat sebagai anti
kanker, dapat menghambat perkembangan serangga hama Eurema spp, efektif
terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi, bersifat racun terhadap serangga hama
gudang Sitophilus oryzae.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak bintaro
terhadap larva nyamuk Ae. aegypti. Penelitian dilakukan di Laboratorium
Pengendalian Serangga Hama dan Biodegradasi UPT. Balai Litbang Biomaterial
LIPI dan Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB dari
bulan Januari-Agustus 2012. Bahan ekstrak yang digunakan yaitu daun, kulit
batang, kulit buah dan daging buah bintaro yang diperoleh dari sekitar Bogor.
Serangga uji yaitu larva instar III-IV nyamuk Ae. aegypti hasil rearing
insektarium Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB.

Ekstraksi menggunakan metode maserasi. Daun, kulit batang, kulit buah
dan daging buah bintaro terlebih dahulu dikeringkan dan dihaluskan menjadi
serbuk dengan ukuran 40 mesh kemudian diekstrak dengan pelarut metanol.
Ekstraksi dilakukan sampai berwarna bening. Ekstrak metanol diperoleh dengan
menyaring residu dengan ekstraknya menggunakan kertas saring Whatman.
Larutan ekstrak kemudian dievaporasi menggunakan rotavapor pada suhu 40 oC
kemudian dikeringkan di atas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kering.
Tahap fraksinasi dilakukan hanya pada bagian ekstrak bintaro yang paling tinggi
efikasinya terhadap larva nyamuk Ae.aegypti. Tahap kromatografi lapis tipis
dilakukan untuk menentukan eluen terbaik yang bisa memisahkan senyawa dalam
ekstrak. Penentuan eluen terbaik menggunakan kombinasi beberapa pelarut
dengan sistem gradien. Eluen terbaik akan digunakan pada kromatografi kolom.
Uji bioassay mengacu kepada protokol WHO (2005).
Pada penelitian menggunakan konsentrasi 0, 50 ppm, 100 ppm, 250 ppm,
500 ppm, 1000 ppm, 2000 ppm, 3000 ppm, 4000 ppm, 5000 ppm dengan

menggunakan 5 ulangan. Tiap konsentrasi ekstrak yang diuji dimasukkan dalam
gelas plastik dengan ditambahkan tween 0,5 ml sebagai surfaktan untuk
mengurangi tegangan permukaan, sehingga ekstrak dapat larut dalam air. 25 ekor
larva instar III-IV kemudian dimasukan ke dalam gelas plastik yang berisi 100 ml

larutan ekstrak. Pengamatan dilakukan dengan variasi waktu 6 jam, 12 jam, 24
jam dan 48.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daging buah memiliki aktivitas
paling tinggi terhadap mortalitas larva Ae. aegypti dibandingkan dengan kulit
batang, kulit buah dan daun dengan nilai LC 50 517,3 ppm dan LC 90 964,8 ppm.
Fraksi etil asetat memiliki aktivitas paling tinggi terhadap mortalitas larva Ae.
aegypti dibandingkan dengan fraksi n-heksan dan fraksi tidak terlarut dengan nilai
LC 50 34,6 ppm dan LC 90 95,1 ppm. Sub fraksi 1, 7 dan 10 memiliki aktivitas
paling tinggi terhadap mortalitas larva Ae. aegypti. Hasil analisis fitokimia
diketahui bahwa daging buah mengandung saponim, alkaloid, flavonoid,
triterfenoid
glikosida dan steroid. Fraksi n-heksan mengandung saponim,
alkaloid, flavonoid, triterfenoid dan glikosida. Fraksi etil asetat mengandung
alkaloid, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida.
Kata kunci : ekstrak, larvasida, bintaro (Cerbera manghas), Aedes aegypti

SUMMARY
DIDI TARMADI. Larvicidal Activity of Bintaro (Cerbera manghas) Extract
Against Larvae Aedes aegypti (Diptera: Culicidae). Under direction of DWI
JAYANTI GUNANDINI and SULAEMAN YUSUF.

Dengue is known as a contagious and calamitous seasonal disease in
Indonesia since its infection likely to trigger the large scale of sufferer mortality.
Dengue is caused by dengue virus carried by vector namely mosquitos belong to
genus Aedes. The occurrence of dengue in Indonesia remains strike high numbers
of cases. An effort to tackle this disease is underscored on the breaking of vector
life cycle.
Methods to control dengue vector by using inorganic pesticides have been
leading to negative effects on ecosystem for instance the increase of dengue
vectors resistance. One eco-friendlier method has been ongoing to be used to
combat dengue vector by which employing extractives from whole or part of
plants. Particular of plants has toxic substances that can be extracted and bioassayed towards dengue vector in order to consider it as an accountable of
alternative bio-pesticide.
Bintaro (Cerbera manghas) is a well-known poisonous tree that its toxicity
caused many Indians in Kerala got poisoned. C. manghas has anticancer
substances, suppressed the infestation of Eurema spp, effective to subterranean
termites (Coptotermes gestroi), and showed toxic effect on stored pest control
(Sitophilus oryzae)
The aim of this research is to know the activity of bintaro extract to larvae
Ae. aegypti. This research was carried out in the Laboratory of Pest Control and
Biodegradation, R&D Unit for Biomaterials, Indonesian Institute of Sciences as

well as in Laboratory of Parasitology and Entomology, Veterinary Faculty of
Bogor Agricultural Institute started from January to August 2012. The part body
of bintaro plants of which used in this research for instance leaves, bark, rind and
kernel were gathered from Bogor region and its suburb. The 3rd and 4th instar
larvae of Ae. aegypti that were subjected to extractive treatment were reared and
maintained in Laboratory of Parasitology and Entomology, Veterinary Faculty of
Bogor Agricultural University.
The maceration method initiated the extraction process in this study.
Leaves, bark, rind and kernel of the bintaro were desiccated and ground in to
particles with 40 mesh in size. Subsequently, those part plants’ particle was
extracted with methanol as the solvent, the extraction process was continuously
undertaken upon the mixture turned out to be transparent. The extract particles
were isolated by separating its residue with Whatman filtration paper. The extract
solution then was drained by using water-bath to obtain dried extract.
Fractionation stage was merely carried out if the extractives showed high
effectiveness against A. aegypti larvae. Thin layer chromatography was conducted
to determine the best eluent by which has capability to separate the essential
substances from its heterogeneous extract. The determination of best eluent was
conducted by applying gradient system on the combination of several solvents.
The best eluent was going to be employed on column chromatography and bioassay test was carried out according to WHO protocol (2005).


The serial concentrations of the bintaro extract of which used in this
research are 0, 50, 100, 250, 500, 1000, 2000, 3000, 4000 and 5000 ppm with 5
times replication. Each of those concentrations was applied in to plastic glasses in
which Tween was added as a surfactant agent so that the extracts could blend
properly in water. Twenty five 3rd and 4th instar larvae of Ae. aegypti were placed
in to a plastic glass containing 100 ml of extract solution. Observation and
mortality data record were undertaken in 6, 12, 24 and 48 hours upon the extract
treatments.
The result showed that kernel of bintaro have highest activity to mortality
of larvae Ae. aegypti than steam bark, rind, and leaf with LC 50 517,3 ppm dan
LC 90 964,8 ppm. Ethyl acetate fraction have great activity to mortality of Ae.
aegypti than n-hexane dan nonsoluble fraction with LC 50 34,6 ppm dan LC 90
95,1 ppm. We had 10 sub fractions in this research and the sub fraction 1, 7 and
10 had most toxic compound to Ae. aegypti than the others. An analysis of phytochemistry confirmed that the bintaro kernel containing saponin, alkaloid,
flavonoid, glysoside, triterfenoid, and steroid. While n-hexane fraction containing
saponin, alkaloid, flavonoid, glycoside and atriterfenoid. Ethyl acetate fraction
containing alkaloid, flavonoid, triterfenoid, steroid and glycoside.
Keywords: extract, larvacide, bintaro (Cerbera manghas), Aedes aegypti


© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Aktivitas Larvasida
Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas) Terhadap Larva Nyamuk Aedes aegypti (Diptera:
Culicidae) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan

belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Didi Tarmadi
NIM B252100021

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2012 ialah
pemanfaatan ekstrak bahan alam sebagai larvasida, dengan judul Aktivitas
Larvasida Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas) Terhadap Larva Nyamuk Aedes
aegypti (Diptera: Culicidae).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini,
M.Si dan Bapak Prof. (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr selaku pembimbing, serta

kepada Ibu Dr.drh. Min Rahminiwati, MSi selaku penguji luar komisi. Ucapan
terima kasih disampaikan juga kepada Bapak Prof. Dr. drh. Singgih H. Sigit,
M.Sc, Ibu Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.Si, Ibu Dr. drh. Susi Soviana, M.Si,
Bapak Dr. drh. M. Amin, M.Sc yang selama ini telah memberikan ilmunya, juga
kepada para staf di Jurusan Parasitologi dan Entomologi Kesehatan (PEK) Ibu
Juju, Pak Heri, Alm. Pak Yunus, Pak Priyono, Bu Een dan Mas Budi Santoso
yang selama ini telah membantu penulis menyelesaikan tugas-tugas perkuliahan.
Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kementrian Riset dan
Teknologi yang telah membiayai kuliah serta rekan-rekan kerja di Laboratorium
Pengendalian Serangga Hama dan Biodegradasi UPT Balai Litbang Biomaterial
LIPI yang telah banyak membantu selama penelitian ini. Seluruh keluarga tercinta
yang selalu memberikan dorongan moril maupun materiil sehingga penulis
berhasil menyelesaikan penelitian ini.
Tesis ini dapat terselesaikan juga atas dukungan dan dorongan berbagai
pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Oleh karena itu, penulis
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor,

Januari 2013

Didi Tarmadi

69

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lebak, 12 Januari 1980, dari ayah Jamsari dan Ibu Hj.
Sonah. Merupakan anak ke empat dari tiga bersaudara. Penulis menikah dengan
Lala Lusiana dan dikarunia dua orang anak bernama Keisya Adzkia Salsabila dan
Aditya Adzka Abimanyu.
Penulis Tamat Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Malingping tahun 1999
dan lulus Sarjana Kehutanan dari Departemen Teknologi Hasil Hutan Fakultas
Kehutanan IPB tahun 2004. Kemudian melanjutkan studi ke Program
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Program Studi Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan tahun 2010.
Penulis bekerja sebagai staf peneliti di UPT Balai Penelitian dan
Pengembangan Biomaterial Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia sejak tahun
2004 – sekarang.

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr.drh. Min Rahminiwati, M.Si

Judul Tesis

:

Aktivitas Larvasida Ekstrak Bintaro (Cerbera manghas)
Terhadap
Larva Nyamuk Aedes aegypti
(Diptera:
Culicidae)

Nama

:

Didi Tarmadi

NIM

:

B252100021

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. drh. Dwi Jayanti Gunandini, M.Si
Ketua

Prof. (R). Dr. Sulaeman Yusuf, M.Agr
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi/Mayor
Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

Dr. drh. Upik Kesumawati Hadi, M.S

Tanggal Ujian : 26 November 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr

Tanggal Lulus :

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xvii
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................

xiv

PENDAHULUAN ...........................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................................

1

Perumusan Masalah .....................................................................................

2

Tujuan Penelitian .........................................................................................

2

Hipotesa .......................................................................................................

2

Manfaat Penelitian ......................................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................

5

Penyakit Demam Berdarah Dengue ............................................................

5

Biologi Nyamuk Aedes aegypti ...................................................................

7

Proses Ekstraksi ..........................................................................................

10

Larvasida dari Bahan Alam .........................................................................

12

Pohon Bintaro (Cerbera manghas) .............................................................

`13

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ........................................................

15

Lokasi dan Waktu Penelitian ......................................................................

15

Bahan Penelitian ..........................................................................................

15

Serangga Uji ................................................................................................

16

Metode Penelitian ........................................................................................

16

Prosedur Ekstraksi .......................................................................................

16

Prosedur Fraksinasi .....................................................................................

17

Penapisan Fitokimia ....................................................................................

19

Kromatografi Lapis Tipis ............................................................................

20

Kromatografi Kolom ...................................................................................

21

Penetasan Telur dan Pemeliharaan Larva Nyamuk Aedes aegypti .............

22

xv

Uji Bioassay ................................................................................................

23

Analisis Data ...............................................................................................

24

HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................

25

Hasil Uji Larvasida Kulit Batang, Daging Buah, Kulit Buah dan Daun
Bintaro .........................................................................................................

25

Nilai Lethal Concentration (LC) Ekstrak Kasar Bintaro.............................

28

Aktivitas Larvasida Fraksi n-Heksan, Etil asetat dan Fraksi Tidak Terlarut

29

Analisis Fitokimia .......................................................................................

32

Aktivitas Larvasida Hasil Kromatografi Kolom .........................................

33

SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................

37

Simpulan ......................................................................................................

37

Saran …......................................................................................................... . 37

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

39

DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................

43

DAFTAR RIWAYAT HIDUP .......................................................................

69

DAFTAR TABEL

Halaman
1

Kandungan ekstraktif dari bagian pohon bintaro........................ ……...

2

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak bintaro pengamatan
24 dan 48 jam…......................................................................................

3

32

Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap sub fraksi
hasil kromatografi kolom …………………..……………………….....

8

31

Kandungan senyawa hasil analisis fitokimia pada ekstrak daging buah
bintaro………………………………………………………………….

7

31

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) hasil fraksinasi daging buah
bintaro………………………………………………………………….

6

30

Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap fraksi n-heksan,
etil asetat dan fraksi tidak …………….……………………..…………

5

29

Kandungan ekstraktif pada fraksi n-heksan, etil asetat dan fraksi
tidak terlarut……………………………………………………….….

4

25

34

Rendemen sub fraksi ………………………………………………......... 34

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Negara dengan resiko penularan dengue tahun 2008 ...............................

5

2

Telur Ae. aegypti .......................................................................................

7

3

Larva nyamuk Ae. aegypti …………………..…………..……………...

8

4

Pupa nyamuk Ae. aegypti ........................................................................

9

5

Nyamuk dewasa Ae. aegypti ....................................................................

10

6

Pohon bintaro ............................................................................................

14

7

Bahan ekstrak dari tanaman bintaro ..........................................................

15

8

Diagram alir proses ekstraksi dan pengujian bioassay .............................

16

9

Proses ekstraksi ........................................................................................

17

10 Diagram alir tahapan fraksinasi dan uji bioassay......................................

18

11 Pengocokan larutan ekstrak dan proses pemisahan larutan ......................

19

12 Penetesan ekstrak pada plat silica dan chamber KLT ...............................

21

13 Diagram alir proses kromatografi kolom dan uji larvasida.......................

21

14 Proses pemisahan dengan kromatografi kolom dan proses pengeringan
eluen ..........................................................................................................

22

15 Penetesan telur nyamuk Ae. aegypt...................................................... …… 23
16 Pelarutan ekstrak menggunakan stirrer dan inkubasi................................

24

17 Perbedaan warna dari bahan ekstrak yang diuji pada konsentrasi 1000
ppm ...........................................................................................................

26

18 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit batang .....

26

19 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak daging buah .....

27

20 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit buah …….

27

21 Persentase mortalitas larva Ae. aegypti terhadap ekstrak kulit daun…....

28

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1

Hasil uji ekstrak metanol kulit batang bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti ................................................................................................

2

Hasil uji ekstrak metanol daging buah bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti.................................................................................................

3

45

Hasil uji ekstrak metanol kulit buah bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti………………………………………………………………

4

43

47

Hasil uji ekstrak metanol daun bintaro terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti .................................................................................................

49

5

Hasil uji fraksi n-heksan terhadap mortalitas larva Ae. aegypti ...............

51

6

Hasil uji fraksi etil asetat terhadap mortalitas larva Ae. aegypti ..............

52

7

Hasil uji fraksi tidak terlarut terhadap mortalitas larva Ae. aegypti ..........

53

8

Hasil uji sub fraksi hasil kromatografi kolom terhadap mortalitas larva
Ae. aegypti .................................................................................................

9

55

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

57

10 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit batang pada
pengamatan 48 jam ...................................................................................

58

11 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

59

12 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daging buah pada
pengamatan 48 jam ...................................................................................

60

13 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

61

14 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak kulit buah pada
pengamatan 48 jam ...................................................................................

62

15 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daun pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

63

xxi

16 Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari ekstrak daun pada pengamatan
48 jam........................................................................................................
17

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari fraksi n-heksan pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

18

66

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari fraksi etil asetat pada
pengamatan 24 jam ...................................................................................

20

65

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari fraksi n-heksan pada
pengamatan 48 jam ...................................................................................

19

64

67

Nilai LC 50 (ppm) dan LC 90 (ppm) dari fraksi n-heksan pada
pengamatan 48 jam ...................................................................................

68

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang sangat
berbahaya dan termasuk kategori penyakit sangat menular serta dapat
menyebabkan kematian pada penderita dalam waktu yang sangat pendek (WHO
2003). Penyakit ini disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk
Aedes aegypti. Penyakit DBD merupakan endemik terutama di wilayah Asia
Tenggara dan Pasifik Barat. Indonesia merupakan salah satu negara dengan kasus
DBD yang sangat tinggi. Bahkan tahun 2007 Indonesia merupakan negara yang
melaporkan jumlah kasus dan kematian akibat DBD terbanyak di dunia (WHO
2009). Pada tahun 2010 Indonesia menduduki urutan tertinggi kasus demam
berdarah dengue di ASEAN dengan jumlah kematian sekitar 1.317 (Kompas
2011).
Upaya pencegahan dan penanggulangan penyakit DBD dititik beratkan
pada pemutusan siklus penularan yaitu dengan cara pengendalian vektor (WHO
2004). Pengendalian menggunakan insektisida konvensional menimbulkan
masalah yaitu pengaruh terhadap lingkungan dan resistensi sehingga perlu dicari
alternatif bahan yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif pengendalian
yaitu menggunakan ekstrak herbal dari tanaman obat tertentu (Promsiri et al.
2008). Tanaman memiliki potensi sebagai bahan alternatif pengendalian serangga
karena didalamnya terkandung senyawa kimia yang bersifat bioaktif. Produk dari
alam ini efektif, ramah lingkungan, mudah diurai oleh mikroorganisme, murah,
tersedia di berbagai tempat di dunia, dan bersifat selektif (Su dan Mulla 1999).
Beberapa jenis ekstrak tanaman telah diteliti aktivitasnya terhadap larva nyamuk
Ae. aegypti seperti Anacardium occidentale (Promsiri et al. 2006), Melia
azedarach L (Coria et al. 2008), Ocimum canum (Kamaraj et al. 2008),
Azadirachta indica (Atawodi 2009), Sapindus emarginatus (Koodalingan et al.
2009), Carica papaya ( Ahmad et al. 2011), dan lidah buaya (Subramaniam et al.
2012).
Bintaro merupakan pohon beracun dari famili Apocynaceae. Buahnya
sangat beracun, mengandung cerberin sebagai komponen aktif utama cardenolide.

2

Pohon ini termasuk ke dalam 50% pohon beracun yang menyebabkan 10% kasus
keracunan di Kerala India (Gaillard et al. 2004). C. manghas memiliki khasiat
sebagai anti kanker (Chang et al. 2000, Wang et al. 2010, Zhao et al. 2011).
Ekstrak biji bintaro dapat menghambat perkembangan serangga hama Eurema spp
(Utami 2010). Tarmadi et al. (2010) melaporkan bahwa ekstrak buah bintaro
sangat efektif terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi dan memiliki potensi
untuk dikembangkan sebagai insektisida alami.

Disamping itu, ekstrak biji

bintaro bersifat toksik terhadap serangga hama gudang Sitophilus oryzae (Tarmadi
et al. 2012).
Walaupun telah diketahui bahwa bintaro sebagai pohon beracun dan
memiliki aktivitas insektisida tetapi belum ada penelitian mengenai aktivitasnya
sebagai larvasida.
Perumusan Masalah
Penggunaan larvasida konvensional dapat mencemari lingkungan dan
menimbulkan sifat resistensi terhadap larva sehingga perlu dicari alternatif
larvasida yang lebih ramah lingkungan. Kajian mengenai ekstrak bahan alam
sebagai larvasida telah banyak dilakukan tetapi aktivitasnya masih rendah
sehingga perlu kajian ekstrak tanaman lainnya yang memiliki daya bunuh yang
tinggi terhadap larva. Bintaro telah diteliti memiliki daya bunuh yang tinggi
terhadap serangga dan memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai insektisida
nabati.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas ekstrak bintaro
terhadap larva nyamuk Ae. aegypti.
Hipotesa
1.

Terdapat peningkatan mortalitas larva nyamuk Ae. aegypti setelah terpapar
ekstrak kulit batang, daging buah, kulit buah dan daun bintaro.

2.

Diperoleh satu bagian ekstrak dari bintaro yang paling toksik terhadap
larva Ae. aegypti.

3.

Diperoleh konsentrasi yang rendah tetapi sangat toksik terhadap larva
nyamuk Ae. aegypti.

3

Manfaat Penelitian
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
diantaranya:
1.

Memberikan informasi ilmiah mengenai aktivitas pohon bintaro terhadap
larva nyamuk Ae. aegypti

2.

Memberikan informasi ilmiah mengenai bagian pohon bintaro yang memiliki
aktivitas tinggi terhadap larva nyamuk Ae. aegypti.

3.

Hasil penelitian dapat dikembangkan sebagai alternatif penanggulangan larva
nyamuk Ae. aegypti.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit Demam Berdarah Dengue
Penyakit demam berdarah dengue merupakan penyakit virus yang
ditularkan oleh nyamuk dengan penyebaran paling cepat di dunia. Pada 50 tahun
terakhir, kejadian telah meningkat 30 kali lipat seiring dengan adanya perluasan
distribusi geografis negara-negara baru dan mobilitas yang sangat tinggi antara
desa dan kota (WHO 2009). Sejak tahun 1980, penyakit DBD menyebar luas di
berbagai wilayah tropis dan sub tropis meliputi benua Amerika, Afrika, Asia dan
Pasifik Barat. WHO memperkirakan telah terjadi 50 - 100 juta kasus DBD
pertahunnya di dunia, dengan 25.000 kasus kematian (Gubler 1997).

Gambar 1. Negara dengan resiko penularan dengue tahun 2008
(Sumber: WHO 2009)
Di Indonesia, penyakit DBD merupakan salah satu masalah kesehatan.
Penyakit ini telah menyebabkan kekhawatiran masyarakat karena perjalanan
penyakitnya yang cepat dan menyebabkan kematian dalam waktu singkat
(DEPKES 2005). Kasus DBD di Indonesia, pertama kali dijumpai di Jakarta dan
Surabaya pada tahun 1968. Berdasarkan laporan World Health Organization
(WHO) (1999), terdapat empat kejadian luar biasa (KLB) DBD yang signifikan
selama periode 1968-1998, yaitu pada tahun 1973, 1983, 1988 dan 1998. Pada

6

tahun 1998, tercatat 72.133 kasus DBD dengan jumlah kematian 1.414 orang
(Case Fatality Rate (CFR) 2,0%). Dari tahun ke tahun, area sebaran maupun
jumlah kasus DBD cenderung meningkat. Berdasarkan data Departemen
Kesehatan Republik Indonesia, kejadian DBD lima tahun terakhir semakin
memprihatinkan. Pada tahun 2004 terjadi 79.462 kasus dengan jumlah kematian
957 orang. Tahun 2005, kasus DBD di 32 provinsi mencapai 91.089 kasus,
sebanyak 1.214 orang meninggal dunia (CFR 1,3%). Tahun 2006 korban demam
berdarah mencapai angka yang sangat menakutkan yaitu 114.656 kasus. Laporan
Departemen Kesehatan menyebutkan penyakit demam berdarah sudah menjadi
masalah yang endemik di 33 provinsi dan di 330 kotamadya/kabupaten. Pada
2007, jumlah kasus DBD melonjak menjadi 158.115 kasus dengan 1.599 korban
meningggal dunia, atau tertinggi dalam 10 tahun terakhir, yang menjadikan
Indonesia negara dengan kasus dan kematian akibat DBD terbesar di dunia. DKI
Jakarta tercatat sebagai daerah endemik DBD terbesar yaitu terdapat 31.836 kasus,
sementara tingkat kematian tertinggi yaitu di Jawa Timur sebanyak 372 orang.
Kasus DBD 2001-2007 jauh lebih banyak jika dibandingkan dengan dekade 1990an. Sampai medio Juli 2008, kasus DBD di Indonesia sudah mencapai 73.488
kasus dengan kematian 542 jiwa (CFR 0,74%) (DEPKES 2008).
Penyakit DBD tergolong penyakit yang sangat berbahaya dan termasuk
kategori penyakit sangat menular (WHO 2003). Penyakit ini disebabkan oleh
virus dengue yang ditularkan oleh nyamuk Ae. aegypti (WHO 2009). Virus
dengue tergolong genus Flavivirus, famili Flaviridae yang terdiri dari empat
serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 (Seema dan Jain 2005).
Selama masa inkubasi di tubuh manusia (intrinsik) yaitu sekitar 3-14 hari
maka akan timbul gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai dengan
demam, pusing, myalgia dan berbagai tanda non spesifik lainnya. Nyamuk Ae.
aegypti lebih aktif mencari mangsanya di siang hari di banding nyamuk lain yang
cenderung menyerang manusia pada malam hari. Setelah menggigit tubuh
manusia, perut nyamuk akan terpenuhi darah kira-kira dua hingga empat miligram
atau sekitar 1,5 kali berat badannya (Kristina et al. 2004).

7

Biologi Nyamuk Aedes aegypti
Siklus

hidup.

Di

dalam

siklus

hidupnya,

nyamuk

mengalami

metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu telur, larva, pupa dan dewasa (Hadi
dan Koesharto 2006). Larva dan pupa memerlukan air untuk kehidupannya,
sedangkan telur tahan hidup dalam waktu lama tanpa air, meskipun harus tetap
dalam lingkungan yang lembab (Christoper 1960).
Telur. Telur Ae. aegypti berwarna hitam, oval dan diletakkan di dinding
wadah air, biasanya di bagian atas permukaan air. Apabila wadah air itu
mengering, telur bisa tahan (dorman) selama beberapa minggu atau bahkan bulan
dan ketika wadah tersebut berisi air lagi dan menutupi seluruh bagian telur, maka
ia akan menetas menjadi jentik (Hadi dan Koesharto 2006). Menurut Becker et al
(2003), telur Ae. aegypti menyukai air yang jernih atau air dengan kandungan
bahan organik yang sedang. Telur nyamuk Aedes aegypti dapat berkembang
hingga dewasa pada air dengan medium campuran kotoran ayam, kaporit dan air
sabun (Hadi dan Koesharto 2006). Menurut penelitian Mohammed dan Cadee
(2011), telur menetas hanya memerlukan waktu dua hari (48 jam) dengan tingkat
fertilitas mencapai 98% pada suhu 24-250C, 57% pada suhu 26-270C, 20% pada
suhu 29-300C, 3.7% pada suhu 32-330C dan 1.6% pada suhu 34-350C.

Gambar 2. Telur Ae. aegypti (Sumber: www.denguevirusnet.com)

8

Larva. Jentik nyamuk tidak berlengan, dadanya lebih besar dari kepalanya.
Kepalanya berkembang baik dengan sepasang antena dan mata majemuk, serta
sikat mulut yang menonjol. Perutnya terdiri atas 9 ruas yang jelas, dan ruas
terakhir dilengkapi dengan tabung udara (sifon) yang bentuknya silinder (Hadi
dan Koesharto 2006). Stadium larva mengalami empat fase larva yaitu instar I, II,
III dan instar IV. Perubahan fase instar ditandai dengan proses pergantian kulit
(Bates 1970). Antena larva Ae. aegypti kira-kira setengah kepala dan tanpa spikula.
Pada sternit abdomen VIII terdapat sisir (comb) berjumlah 6-12 dan bentuknya
seperti trisula. Siphon berpigmen sedang dengan siphonal index sekitar 1.8-2.5
dan acus tidak berkembang. Pecten memiliki 8-22 gigi (Becker at al. 2003).
Waktu stadium larva berkisar 4-8 hari, persentase larva menjadi pupa mencapai
87.7% pada suhu 24-250C, 98.5% pada suhu 26-270C, 97.2% pada suhu 29-300C,
87.6% pada suhu 32-330C dan 74.2% pada suhu 34-350 (Mohammed dan Cadee
2011).

Gambar 3. Larva nyamuk Ae. aegypti (Sumber: www. darnis.inbio.ac.cr)
Pupa. Mendekati ekdisi akhir atau pupa larva menjadi gemuk. Larva
cenderung berhenti makan dan tetap saat istirahat di permukaan. Ketika pertama
kali muncul, pupa berwarna putih, tetapi dalam waktu singkat menunjukkan
perubahan pigmen (Christoper 1960). Pupa nyamuk bergerak aktif seperti
kebanyakan pupa serangga lainnya (Bates 1970). Pupa nyamuk berbentuk seperti
koma, kepala dan dadanya bersatu dilengkapi dengan sepasang trompet
pernapasan. Stadium pupa tidak makan dan bila terganggu, pupa akan bergerak

9

naik turun di dalam wadah air. Dalam kurun waktu lebih dari dua hari dari pupa
akan munculah nyamuk dewasa (Hadi dan Koesharto 2006).

Gambar 4. Pupa nyamuk Ae. aegypti (Sumber: www.denguevirusnet.com)
Dewasa. Nyamuk betina berukuran sedang dengan ornamen di kepala,
skutum, tungkai dan abdomen. Ae. aegypti mudah dikenali dan dibedakan dari
anggota sub-genus lainnya denggan corak putih pada dorsal dada (punggung)
dengan pola seperti siku yang berhadapan. Probosis gelap, sedangkan palpi 1/5
panjang probosis dengan corak putih pada ujungnya, clypeus bercorak putih
lateral, dan pedicel dengan bercak putih di bagian samping. Vertex memiliki garis
medium putih dari interocular sampai ke belakang occiput, dan corak putih juga
di samping, dipisahkan oleh tambalan bercorak gelap. Skutelum secara dominan
ditutupi dengan sisik gelap. Skutelum memiliki sisik putih yang luas pada semua
lobus dan sisik gelap dipertengahan puncak lobus. Tibia seluruhnya gelap. Bagian
depan dan tengah tarsi memiliki pita dasar putih pada tarsomer I dan II, tarsus
belakang memiliki pita dasar putih yang lebar pada tarsomer I sampai IV dan
pada tarsomer V semuanya putih. Pada nyamuk jantan palpi sama panjang dengan
probosis dengan pita dasar putih pada palpomere II-IV. Dua segmen terakhir
ramping dengan seta yang pendek. (Becker et al. 2003). Nyamuk Aedes memiliki
ujung abdomen yang runcing, mempunyai cerci yang menonjol, dibagian lateral
dada terdapat rambut post-spiracular dan tidak memiliki rambut spiracular (Hadi
dan Koesharto 2006).

10

Gambar 5. Nyamuk dewasa Ae. aegypti (Sumber: www. aedes.caltech.edu)
Proses Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu cara untuk memisahkan campuran beberapa zat
menjadi komponen-komponen terpisah. Ragam ekstraksi yang tepat tergantung
pada tekstur dan kandungan air bahan tumbuhan yang diekstraksi dan pada jenis
senyawa yang diisolasi. Bila mengisolasi senyawa dari jaringan hijau,
keberhasilan ekstraksi dengan alkohol berkaitan langsung dengan seberapa jauh
klorofil tertarik oleh pelarut tersebut. Bila ampas jaringan pada ekstraksi ulang
sama sekali tak berwarna hijau kembali, dapat dianggap semua senyawa berbobot
molekul rendah telah terekstraksi (Harborne 1987).

Isolasi ekstraktif dapat

dilakukan dengan ekstraksi menggunakan campuran pelarut netral dan atau
dengan pelarut tunggal secara berurutan (Fengel dan Wegener 1995). Kelarutan
zat di dalam pelarut-pelarut itu tergantung dari ikatannya, apakah polar, semi
polar atau non polar. Pelarut polar misalnya: air, alkohol dan metanol, sedangkan
yang non polar misalnya heksan dan karbon tetra klorida. Zat-zat yang polar
hanya larut dalam pelarut polar, sedangkan zat-zat non polar hanya larut dalam
pelarut non polar (Yuliani dan Rusli 2003). Pemilihan pelarut yang akan
digunakan juga harus sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Beberapa syarat
pelarut yang ideal yaitu harus dapat melarutkan semua zat dengan cepat dan
sempurna, harus mempunyai titik didih yang cukup rendah agar pelarut mudah
diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi, pelarut tidak boleh larut air, pelarut

11

harus bersifat inert sehingga tidak bereaksi dengan komponen bahan, pelarut
harus mempunyai titik didih yang seragam, harga pelarut harus serendah mungkin
dan tidak mudah terbakar (Guenther 1988)
Menurut Kristanti et al. (2006) berdasarkan bentuk campuran yang
diekstraksi, dapat dibedakan dua macam ekstraksi yaitu:
1.

Ekstraksi padat-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk padat. Proses ini paling banyak ditemukan dalam
usaha mengisolasi suatu substansi yang terkandung di dalam suatu bahan
alam.

2.

Ekstraksi cair-cair jika substansi yang diekstraksi terdapat didalam
campuran yang berbentuk cair.
Berdasarkan proses pelaksanaannya, ekstraksi dapat dibedakan sebagai

berikut:
1.

Ekstraksi yang berkesinambungan (continous extraction)
Dalam ekstraksi ini pelarut yang sama dipakai berulang-ulang sampai
proses ekstraksi selesai

2.

Ekstraksi bertahap (bath extraction)
Dalam ekstraksi ini setiap tahap ekstraksi selalu dipakai pelarut yang baru
sampai proses ekstraksi selesai
Ekstraksi dapat dikerjakan dengan pelarut organik seperti eter, aseton,

benzena, etanol, diklorometana atau campuran larutan tersebut (Achmadi 1990).
Menurut Kristanti et al. (2006) maserasi adalah suatu contoh metode ekstraksi
padat-cair bertahap yang dilakukan dengan jalan membiarkan padatan terendam
dalam suatu pelarut. Proses perendaman dalam usaha mengekstraksi suatu
substansi dari bahan alam ini bisa dilakukan tanpa pemanasan (suhu kamar),
dengan pemanasan atau bahkan pada titik didih. Sesudah disaring, tidak terlarut
dapat diekstraksi kembali menggunakan pelarut yang baru. Pelarut yang baru
dalam hal ini tidak berarti harus berbeda zat dengan pelarut yang terdahulu, tetapi
bisa berasal dari pelarut yang sama. Proses ini bisa diulang beberapa kali sesuai
kebutuhan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan proses ekstraksi menurut Yuliani
dan Rusli (2003) adalah sebagai berikut: persiapan bahan, pemilihan pelarut,

12

metode ekstraksi, proses penyaringan, dan proses pemekatan. Bahan yang akan
diekstraksi sebelumnya dikeringkan terlebih dahulu, pengeringan tanaman yang
digunakan untuk pestisida nabati sebaiknya sampai kadar air mencapai 10 %
dengan suhu kurang dari 50 ºC agar bahan aktif yang terkandung tidak rusak.
Sebelum ekstraksi bahan perlu dikeringkan agar tidak terlalu banyak terjadi
perubahan kimia dan suhu rendah bertujuan agar komponen tertentu yang
diinginkan tidak rusak selama ekstraksi.
Larvasida dari Bahan Alam
Beberapa tanaman memiliki efektivitas terhadap larva nyamuk Ae. aegypti
seperti minyak buah Kamandarah (Croton tiglium) dan jarak pagar (Jutropha
curcas) (Astuti 2008). Ekstrak metanol kulit Cinnamomum cassia, buah Illicium
verum, buah Piper nigrum, buah Zanthoxylum piperitumdan Kaempferia galanga
memiliki potensi sebagai larvasida (Yang et al. 2004). Tanaman Anacardium
occidentale, Mammea siamensis, Phyllanthus pulcher, Anethum graveolens,
Kaempferia galanga, Cinnamomum porrectum, Costus speciosus, dan Acorus
calamus pada konsentrasi 100 µg/mL menyebabkan kematian larva 100 % selama
48 jam pengamatan sedangkan tanaman Strychnos nuxvomica, Knema globularia,
Stemona tuberosa, Samaneasaman, Annona muricata, Abutilon indicum pada
konsentrasi 100 µg/mL memberikan persentase kematian larva sebesar 93%, 88%,
80%, 78%, 69% dan 57% (Promsiri et al. 2006).
Hasil penelitian Rahuman et al. (2009) menunjukkan bahwa ekstrak aseton,
kloroform, air panas, metanol, petroleum ether (60–80°C) dari daun Calotropis
procera, Canna indica, Hibiscus rosa-sinensis, Ipomoea carnea, Sarcostemma
brevistigma memiliki potensi sebagai larvasida. Ekstrak etanol daun dan buah
Melia azedarach menyebabkan kematian yang tinggi terhadap larva nyamuk Ae.
aegypti (Coria et al. 2008). Ekstrak aseton, kloroform, etil asetat, n-heksan dan
metanol dari daun Ocimum canum, Ocimum sanctum dan R. nasutus memberikan
persentase kematian moderat pada larva nyamuk Ae. aegypti

dan Culex

quinquefasciatus Say (Kamaraj et al. 2008). Ekstrak air buah Sapindus
emarginatus menyebabkan kematian 100% pada larva nyamuk Ae. aegypti
(Koodalingan et al. 2009). Begitu juga dengan ekstrak tanaman Azadirachta

13

indica (Atawodi 2009), Carica papaya (Ahmad et al. 2011), dan lidah buaya
(Subramaniam et al. 2012) memiliki aktivitas yang tinggi terhadap larva nyamuk
Ae. aegypti. Komponen flavonoid Poncirus trifoliate juga memiliki pengaruh
terhadap mortalitas larva nyamuk Aedes aegypti (Rajkumar dan Jebanesan 2008).
Ekstrak benzen fraksi daun Citrullus vulgaris Schrad lebih efektif terhadap larva
nyamuk A.stephensi daripada A. aegypti (Mulaii et al. 2008).
Pohon Bintaro (Cerbera manghas)
Pohon bintaro banyak digunakan sebagai penghijauan dan juga sebagai
penghias taman kota. Pohon bintaro juga disebut Pong-pong tree atau Indian
suicide tree, mempunyai nama latin Cerbera manghas, termasuk tumbuhan non
pangan atau tidak untuk dimakan. Pohon bintaro sering disebut juga sebagai
mangga laut, buta badak, babuto, dan kayu gurita. Dalam bahasa Inggris tanaman
ini dikenal sebagai Sea Mango. Bintaro termasuk tumbuhan mangrove yang
berasal dari daerah tropis di Asia, Australia, Madagaskar, dan kepulauan sebelah
barat samudera pasifik (Gaillard at al. 2004). Bintaro merupakan pohon beracun
dari famili Apocynacea. Buahnya sangat beracun, mengandung cerberin sebagai
komponen aktif utama cardenolide. Pohon ini termasuk ke dalam 50% pohon
beracun yang menyebabkan 10% kasus keracunan di Kerala India (Gaillard et al.
2004). Disamping Cerberin terdapat dua cardenolide yang diidentifikasi dari akar
Cerbera manghas

sebagai agent antiproliferatif dan antiestrogenik ketika

dievaluasi terhadap sel kanker usus besar manusia (Chang et al. 2000). Dalam
buah juga terkandung tanghinigenin dan Neriifolin masuk dalam kelas steroid
sebagai cardiac glycoside yang bersifat antikanker (Wang et al. 2010; Zhao et al.
2011). Ekstrak Cerbera manghas memiliki aktivitas analgesic, antikonvulsan,
cardiotonik dan hypotensif (Hien et al. 1991 dalam Zhao et al. 2011). Tarmadi et
al (2010) melaporkan bahwa ekstrak buah Bintaro (Cerbera manghas) sangat
efektif terhadap rayap tanah Coptotermes gestroi dan memiliki potensi untuk
dikembangkan sebagai

insektisida alami. Disamping itu,

buah

bintaro

mengandung alkaloid, saponim, tanin, triterpenoid dan steroid. Dimana komponen
kimia tersebut bersifat toksik terhadap serangga. Ekstrak bintaro dapat
menghambat perkembangan serangga hama Eurema spp (Utami 2010). Penelitian

14

Tarmadi et al. (2010) menunjukkan ekstrak buah bintaro sangat efektif terhadap
rayap tanah Coptotermes gestroi dan memiliki potensi untuk dikembangkan
sebagai insektisida alami. Disamping itu, ekstrak buah bintaro bersifat racun
terhadap serangga hama gudang Sitophilus oryzae (Tarmadi et al. 2012).
Klasifikasi tanaman bintaro (Gaillard at al. 2004) :
Kingdom

: Plantae – Plants

Subkingdom

: Tracheobionta - Vascular plants

Superdivision

: Spermatophyta - Seed plants

Division

: Magnoliophyta - Flowering plants

Class

: Magnoliopsida – Dicotyledons

Subclass

: Asteridae

Order

: Gentianales

Family

: Apocynaceae - Dogbane family

Genus

: Cerbera L.

Species

: Cerbera manghas L.

Gambar 6. Pohon bintaro (Sumber: www.litbang.deptan.go.id)

15

BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Pengendalian Serangga Hama dan
Biodegradasi UPT. Balai Penelitian dan Pengembangan Biomaterial LIPI dan
Laboratorium Parasitologi dan Entomologi Kesehatan FKH IPB

dari bulan

Januari-Agustus 2012.
Bahan Penelitian
Bahan ekstrak yang digunakan yaitu daun, kulit batang, kulit buah dan
daging buah bintaro yang diperoleh dari sekitar Bogor. Daun yang digunakan
yaitu daun yang sudah tua. Kulit batang diambil dari bagian batang bebas cabang
dari pohon bintaro yang sudah masak tebang dengan diameter 20 – 30 cm. Kulit
buah diambil dari buah yang sudah tua (berwarna ungu kemerahan dan hijau tua).
Daging buah yang digunakan berasal dari buah yang sudah tua. Bagian daging
buah diambil dengan cara membelah buah menggunakan gergaji mesin.

A

C

B

D

Gambar 7. Bahan ekstrak dari tanaman bintaro: daun (A), kulit batang (B),
kulit buah (C), daging buah (D)

16

Serangga Uji
Uji bioassay menggunakan larva instar III-IV nyamuk Ae. aegypti yang
merupakan hasil rearing insektarium Laboratorium Parasitologi dan Entomologi
Kesehatan FKH IPB.
Metode penelitian
Prosedur Ekstraksi
Daun, kulit batang, kulit buah dan daging buah bintaro terlebih dahulu
dikeringkan dan dihaluskan menjadi serbuk dengan ukuran 40 mesh. Masingmasing serbuk diekstrak dengan pelarut metanol dengan metode maserasi.
Ekstraksi dilakukan sampai berwarna bening. Ekstrak metanol diperoleh dengan
menyaring residu dengan ekstraknya menggunakan kertas saring Whatman.
Larutan ekstrak dievaporasi menggunakan rotavapor pada suhu 40 oC kemudian
dikeringkan di atas waterbath untuk mendapatkan ekstrak kering.

Serbuk daun, kulit batang,
kulit buah, daging buah
Metanol
Larutan ekstrak
metanol
Evaporasi
Ekstrak kering

Uji larvasida

Ekstrak terbaik
Gambar 8. Diagram alir proses ekstraksi dan pengujian bioassay

17

A

B

C

D

Gambar 9. Proses ekstraksi: ekstraksi menggunakan metode maserasi (A),
penyaringan larutan ekstrak (B), larutan ekstrak hasil penyaringan
(C), evaporasi (D).
Prosedur Fraksinasi
Tahap fraksinasi dilakukan hanya pada bagian ekstrak bintaro yang paling
tinggi aktivitasnya terhadap larva nyamuk Ae. aegypti. Sebanyak 175 gram
ekstrak kering hasil ekstraksi kemudian ditambahkan aquades sampai diperoleh
300 ml ekstrak. Ekstrak kemudian dimasukkan dalam corong pisah 1000 ml dan
diekstraksi dengan pelarut berikutnya yaitu n-heksana sebanyak 300 ml (1:1).
Ekstrak dalam corong pisah dikocok agar aquades dan n-heksana berinterksi lalu
diamkan beberapa saat sampai ada pemisahan yang jelas antara kedua pelarut.
Pada tahap ini diperoleh fraksi terlarut n-heksana dan tidak terlarutnya. Fraksi
tidak terlarut diekstraksi kembali dengan pelarut berikutnya yait