Diversity, Host Range and Transmission Efficiency of Bean common mosaic virus by Aphids on Yard Long Beans

KERAGAMAN, KISARAN INANG DAN EFISIENSI
PENULARAN Bean common mosaic virus
DENGAN KUTUDAUN PADA TANAMAN
KACANG PANJANG

MELINDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman, Kisaran
Inang dan Efisiensi Penularan Bean common mosaic virus dengan Kutudaun
pada Tanaman Kacang Panjang adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013
Melinda
NIM A352090051

RINGKASAN
MELINDA. Keragaman, Kisaran Inang dan Efisiensi Penularan Bean common
mosaic virus dengan Kutudaun pada Tanaman Kacang Panjang. Dibimbing oleh
TRI ASMIRA DAMAYANTI dan SRI HENDRASTUTI HIDAYAT
Bean common mosaic virus (BCMV) merupakan salah satu virus penting
yang menginfeksi kacang panjang. Pada tahun 2008 ditemukan gejala mosaik
kuning yang parah dan berbeda dari gejala BCMV pada umumnya pada
pertanaman kacang panjang di Jawa Barat dan Jawa Tengah. Gejala mosaik kuning
yang parah ini disebabkan oleh Bean common mosaic virus strain Blackeye
Cowpea (BCMV-BlC) atau infeksi ganda BCMV-BlC dan Cucumber mosaic virus
(CMV). Sampai saat ini belum banyak diketahui sifat-sifat BCMV-BlC pada
kacang panjang, padahal informasi dasar suatu virus diperlukan untuk penentuan
strategi pengendaliannya. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui keragaman, kisaran inang dan efisiensi penularan BCMV-BlC dengan
3 spesies kutudaun.
Sampel daun dengan gejala mosaik kuning diambil dari pertanaman kacang
panjang di 3 desa di Dramaga Bogor Jawa Barat yaitu Bubulak, Cangkurawok, dan
Situgede serta 10 sampel daun dari beberapa daerah di Jawa Barat [Bogor
(Bojong), Subang, Indramayu dan Cirebon] dan Jawa Tengah (Tegal, Klaten,
Solo, Magelang, Sleman, dan Jogjakarta) koleksi Laboratorium Virologi
Tumbuhan Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian IPB. Sampel dideteksi secara
serologi dengan antiserum BCMV, dan secara molekuler menggunakan primer
spesifik gen coat protein (CP) BCMV. DNA hasil amplifikasi dirunut
nukleotidanya dan dianalisis filogenetikanya. Uji kisaran inang terbatas dan
penularan BCMV-BlC dengan tiga spesies kutudaun dilakukan menggunakan
BCMV-BlC isolat Cangkurawok. BCMV-BlC diisolasi dengan cara diinokulasi
pada tanaman indikator Chenopodium amaranticolor. Lesio Lokal (LL) yang
muncul diambil dan diinokulasi berseri sebanyak 3 kali pada C. amaranticolor
untuk memurnikan virus. LL hasil inokulasi terakhir diperbanyak pada tanaman
kacang panjang kultivar Parade dan digunakan sebagai sumber inokulum dalam
tiap pengujian. Uji kisaran inang dilakukan dengan menginokulasi BCMV-BlC
secara mekanis pada 18 spesies tanaman dari 3 famili. Uji efisiensi penularan
melalui kutudaun menggunakan 3 spesies kutudaun yaitu Aphis craccivora Koch,

A. gossypii Glover dan A. glycines Matsumura dengan perlakuan jumlah kutudaun
masing-masing 1, 3, 5, 7 dan 10. Uji kisaran inang dan efisiensi penularan BCMVBlC dengan kutudaun menggunakan 15 tanaman tiap perlakuan. Parameter yang
diamati pada kedua pengujian adalah masa inkubasi, tipe gejala dan kejadian
penyakit. Selain pengamatan secara visual, BCMV-BlC pada tanaman uji
dikonfirmasi dengan menggunakan metode Dot Immunobinding Assay (DIBA).
Hasil pengamatan gejala di lapangan menunjukkan ada 2 kelompok gejala.
Kelompok gejala pertama menunjukkan gejala mosaik dengan mosaik berwarna
hijau muda sampai kuning terang secara tidak merata (mosaik kuning berat),
penebalan disekitar tulang daun berwarna hijau tua (vein banding), malformasi
daun (daun menggulung seperti krupuk, mengerut sepanjang tulang daun), daun
melepuh, dan terhambat pertumbuhannya. Kelompok gejala kedua yaitu daun

membentuk pola mosaik berwarna hijau muda sampai kuning (mosaik kuning
sedang) dan penebalan disekitar tulang daun berwarna hijau tua (vein banding).
Hasil deteksi molekuler dengan RT-PCR berhasil mengamplifikasi DNA gen
CP sebanyak 8 dari 13 isolat BCMV berukuran ~861 pb. Perunutan DNA berhasil
merunut gen CP BCMV asal Cangkurawok, Cirebon, Subang, Tegal, Solo dan
Sleman, namun tidak berhasil merunut BCMV isolat Bubulak dan Bojong. Analisis
urutan nukleotida gen CP menunjukkan bahwa 4 isolat (Cangkurawok, Subang,
Solo dan Sleman) memiliki homologi tertinggi dengan BCMV-BlC dari Taiwan,

sedangkan 2 isolat (Cirebon dan Tegal) memiliki homologi tertinggi dengan
BCMV-NL1 dari Inggris. Analisis filogenetika berdasarkan runutan nukleotida dan
asam amino menunjukkan bahwa 4 isolat (Cangkurawok, Subang, Solo, dan
Sleman) memiliki kekerabatan yang dekat dengan BCMV-BlC yang menginfeksi
kacang panjang dari Taiwan, sedangkan 2 isolat (Cirebon dan Tegal) berdasarkan
runutan nukleotida memiliki kekerabatan yang dekat dengan BCMV-NL1 yang
menginfeksi buncis dari Inggris. Namun berdasarkan runutan asam amino isolat
dari Cirebon dan Tegal memiliki kekerabatan yang dekat dengan BCMV-BlC Y
yang menginfeksi kacang panjang dari Cina.
Berdasarkan uji kisaran inang, BCMV-BlC dapat menginfeksi kacang
panjang (Vigna sinensis) kultivar Parade, 777, Pangeran, New Jeliteng dan Katrina,
kacang tunggak (Vigna unguiculata) dan kacang hijau (Vigna radiata). Namun,
BCMV-BlC tidak dapat menginfeksi kacang kapri (Pisum sativum), kedelai
(Glycine max), buncis (Phaseolus vulgaris), kacang tanah (Arachis hypogaea),
mentimun (Cucumis sativus), cabai (Capsicum annuum), tomat (Lycopersicon
esculentum), tembakau (Nicotiana tabacum cv. White Burley dan N. glutinosa).
Hal ini menunjukkan BCMV-BlC hanya menginfeksi Vigna spp.
Penularan BCMV-BlC menggunakan 3 spesies kutudaun menunjukkan
bahwa A. craccivora, A. gossypii dan A. glycines dapat menjadi vektor BCMVBlC. Diantara ketiga spesies kutudaun A. craccivora merupakan vektor yang
sangat efisien menularkan BCMV-BlC karena dengan jumlah 1 ekor A. craccivora

mampu menginfeksi tanaman dengan kejadian penyakit yang tinggi (53%)
dibandingkan A. gossypii dan A. glycines dan efisiensinya mencapai 100% pada
penularan dengan 10 ekor kutudaun. Secara umum semakin banyak kutudaun yang
digunakan, semakin tinggi efisiensi penularan dan semakin berat gejala yang
muncul. Selain itu penularan dengan spesies kutudaun yang berbeda menunjukkan
variasi gejala yang berbeda.
Kata kunci : BCMV-BlC, keragaman genetik, kisaran inang, A. craccivora, A.
gossypii, dan A. glycines

SUMMARY
MELINDA. Diversity, Host Range and Transmission Efficiency of Bean common
mosaic virus by Aphids on Yard Long Beans. Supervised by TRI ASMIRA
DAMAYANTI and SRI HENDRASTUTI HIDAYAT
Bean common mosaic virus (BCMV) is one of the important viruses
infecting yard long beans. Severe yellow mosaic symptoms different from common
symptoms of BCMV was observed in 2008 in several yard long bean growing
areas in West Java and Central Java found. This severe yellow mosaic symptom is
caused by Bean common mosaic virus Blackeye Cowpea strain (BCMV-BlC) or
double infection of BCMV-BlC and Cucumber mosaic virus (CMV). Information
on characters of BCMV-BlC on yard long beans in Indonesia is very limited,

despite its importance for the determination of virus control strategy. Therefore this
study aims to determine the diversity, host range and transmission efficiency of
BCMV-BlC using 3 aphid species .
Leaf samples showing yellow mosaic symptoms were taken from yard long
bean plants in 3 villages in Dramaga, Bogor, West Java i.e. Bubulak,
Cangkurawok, and Situgede and 10 leaf samples from several areas in West Java
[Bogor (Bojong), Subang, Indramayu and Cirebon], and Central Java (Tegal,
Klaten, Solo, Magelang, Sleman, and Jogjakarta) collection of Plant Virology
Laboratory, Department of Plant Protection, Faculty of Agriculture, IPB. Leaf
samples were detected by serological using antiserum of BCMV and molecular
method using specific primer for BCMV coat protein (CP). Amplified DNA
products was then used for nucleotide sequencing followed by sequence allignment
and phylogenetic tree analysis. Limited host range study and transmission of
BCMV-BlC using three species of aphids was done for BCMV-BlC Cangkurawok
isolates. BCMV-BlC isolated by inoculation on indicator plants Chenopodium
amaranticolor. Local lesions (LL) were taken and inoculated serially to C.
amaranticolor for 3 times to purify the virus. Finally, LL was inoculated on bean
cultivar Parade and used as sources of inoculum for further test. A host range study
was conducted by inoculating BCMV-BlC mechanically using 18 plant species
from 3 families. Transmission efficiency test was done using 3 aphid species i.e.

Aphis craccivora Koch, A. gossypii Glover and A. glycines Matsumura with
treatment of aphids numbers (1, 3, 5, 7 and 10). Both host range and transmission
efficiency studies was conduxted using 15 plants per treatment. Parameter for both
studies includes incubation period, type of symptoms and disease incidence. In
addition to visual observation, infection of BCMV-BlC on test plants was
confirmed by using Dot Immunobinding Assay (DIBA).
Based on field observations, the symptoms can be differentiated into 2
groups. The first group consist of those symptoms showing mosaic with light green
to bright yellow unevenly (heavy yellow mosaic), vein banding, malformation of
leaves (leaf curl like crackers, pucker along the veins), leaf blister, and stunted
growth. The second group are those symptoms showing mosaic pattern of light
green to yellow (medium yellow mosaic) and vein banding.
Molecular detection by RT-PCR are successfully amplified ~861 bp viral
DNA from 8 out of 13 BCMV isolates. DNA analysis was able to allign sequence
of BCMV collected from Cangkurawok, Cirebon, Subang, Tegal, Solo and Sleman,

but was unable to allign the sequence of BCMV isolates from Bubulak and Bojong.
Further analysis showed that 4 BCMV isolates (Cangkurawok, Subang, Solo and
Sleman) has the highest homology to BCMV-BlC from Taiwan, while 2 isolates
(Cirebon and Tegal) has the highest homology to BCMV-NL1 from UK.

Phyllogenetic analysis based on nucleotide and amino acid sequences showed that
4 isolates (Cangkurawok, Subang, Solo, and Sleman) were closely related to
BCMV-BlC infected yard long bean from Taiwan. Two isolates (Cirebon and
Tegal) were closely related to BCMV-NL1 that infects beans from UK based on
nucleotide sequences, but they were closely related to BCMV-BlC Y that infects
beans from China.
Host range study showed that BCMV-BlC was able to infect yard long bean
(Vigna sinensis) cultivars Parade, 777, Pangeran, New Jeliteng and Katrina ,
cowpea (Vigna unguiculata) and mungbean (Vigna radiata). However, BCMVBlC was unable to infect pea (Pisum sativum), soybean (Glycine max), French bean
(Phaseolus vulgaris), peanut (Arachis hypogaea), cucumber (Cucumis sativus), hot
pepper (Capsicum annuum), tomato (Lycopersicon esculentum), tobacco
(Nicotiana tabacum cv. White Burley, and N. glutinosa). This host range study
suggested that BMCV-BlC was limitedly infect Vigna spp.
Transmission study using 3 aphid species showed that A. craccivora, A.
gossypii and A. glycines were able to transmit BCMV-BlC. Among the three aphid
species A. craccivora is considered as the most efficient vector for BCMV-BlC.
Single A. craccivora was capable to transmit the virus with the highest incidence
(53%) compared to A. gossypii and A. glycines. Transmission efficiency reached
100% using 10 aphids. In general, the more aphids, the higher the efficiency of
transmission and the more severe the symptoms. In addition, transmission using

different species caused variations of symptoms.
Key words: BCMV-BlC, genes biodiversity, host range,
gossypii, and A. glycines

A. craccivora, A.

© Hak Cipta Milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN, KISARAN INANG DAN EFISIENSI
PENULARAN Bean common mosaic virus
DENGAN KUTUDAUN PADA TANAMAN
KACANG PANJANG


MELINDA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar
Magister Sains pada
Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Kikin Hamzah M., MSc

Judul Tesis:
Nama
NIM

Keragaman, Kisaran Inang dan Efisiensi Penularan Bean common
mosaic virus dengan Kutudaun pada Tanaman Kacang Panjang

Melinda
A352090051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr II Sri Hendrastuti H., MSc
Anggota

Ketua

Diketahui

Ketua Program Studi Fitopatologi

_H'\\lJNlllJ

^MW@ BG j セ jHGNオ@

Pascasarjana

Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc

Tanggal Ujian: 21 Juni 2013

Tanggallulus:

0 1 AUG 20·\3

Judul Tesis:
Nama
NIM

:
:

Keragaman, Kisaran Inang dan Efisiensi Penularan Bean common
mosaic virus dengan Kutudaun pada Tanaman Kacang Panjang
Melinda
A352090051

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr
Ketua

Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc
Anggota

Diketahui
Ketua Program Studi Fitopatologi

Dekan
Sekolah
Pascasarjana
Dekan
Sekolah
Pascasarjana

Dr Ir Sri Hendrastuti H., MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.

Tanggal Ujian: 21 Juli 2013

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul
“Keragaman, Kisaran Inang dan Efisiensi Penularan Bean common mosaic virus
dengan Kutudaun pada Tanaman Kacang Panjang”. Shalawat dan salam tercurah
kepada Nabi Besar Muhammad Shalallahu Alaihi Wassalam beserta keluarga,
sahabat dan para pengikutnya. Tesis ini dibuat untuk memenuhi syarat memperoleh
gelar Magister Sains pada Program Studi Fitopatologi. Penelitian dilaksanakan dari
bulan Maret 2011 sampai bulan Desember 2012.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada orang tua, suami dan anakku
tercinta serta keluarga besar yang telah sabar memberi perhatian, dukungan materi
dan do`a selama penulis menempuh studi di IPB. Terimakasih kepada Dr. Ir. Tri
Asmira Damayanti, M.Agr, selaku dosen pembimbing I, yang telah memberikan
petunjuk, arahan dan bimbingannya dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc
sebagai dosen pembimbing II sekaligus sebagai Ketua Program Studi Fitopatologi,
Fakultas Pertanian, Institut pertanian Bogor yang telah memberikan ijin, petunjuk,
arahan dan bimbingannya selama ini. Ucapan terimakasih juga disampaikan
kepada NUFFIC AGRI-4 UNIPA yang telah membiayai penulis selama mengikuti
program Pascasarjana di IPB.
Terimakasih penulis sampaikan pula kepada Bapak Edi Supardi sebagai
teknisi laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB yang
banyak memberi masukan dan motivasi selama penulis melaksanakan penelitian,
serta Pak Saefudin dan pak Ahmad yang banyak membantu penulis selama
penelitian di rumah kaca Cikabayan. Tidak lupa penulis ucapan terimaksih kepada
teman-teman di laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman
IPB yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu atas segala ilmu dan keceriaan
yang diberikan.
Semoga karya ilmiah ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Juli 2013

Melinda

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kacang Panjang (Vigna sinensis ssp sesquipedalis)
Asal, Penyebaran dan Klasifikasi
Morfologi dan Syarat Tumbuh
Penyakit Mosaik Kacang Panjang
Penyebab Penyakit, Gejala, Penularan dan Morfologi
Penyakit Mosaik Kuning dan Sebarannya
Deteksi Protein dan Asam Nukleat Virus
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Metode Penelitian
Pengambilan Tanaman Sakit dan Kutudaun
Deteksi Sampel dari Lapangan dengan Metode I-ELISA
Deteksi BCMV dengan Teknik RT-PCR
Ekstrasi RNA total
Sintesis cDNA
Amplifikasi DNA dengan PCR
Elektroforesis
Perunutan dan Penyejajaran DNA
Isolasi dan Propagasi BCMV-BIC
Uji Kisaran Inang
Identifikasi dan Perbanyakan Kutudaun
Penularan BCMV-BIC dengan Kutudaun
Parameter Pengamatan
Deteksi BCMV-BIC dengan Metode DIBA
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Mosaik Kuning pada Tanaman Kacang Panjang
Deteksi Molekuler dan Perunutan DNA BCMV
Analisis Basa Nukleotida dan Asam Amino Gen Protein Selubung
BCMV
Filogenetika Berdasarkan Runutan Basa Nukleotida dan Asam
Amino Gen Protein Selubung BCMV
Uji Kisaran Inang Terhadap Infeksi BCMV-BlC Isolat
Cangkurawok
Efisiensi Penularan BCMV-BlC dengan 3 Spesies Kutudaun
SIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

1
1
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
5
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
9
9
10
10
11
11
11
13
13
14
15
18
19
22
25
26
31

DAFTAR TABEL
1 Tipe gejala dan hasil deteksi BCMV menggunakan metode RT-PCR
2 Hasil perunutan basa nukleotida gen CP beberapa isolat BCMV dari
tanaman kacang panjang dan % homologinya dengan isolat BCMV
dari Genbank
3 Homologi nukleotida BCMV asal Jawa Barat dan Jawa Tengah
terhadap BCMV asal negara lain
4 Homologi asam amino BCMV asal Jawa Barat dan Jawa Tengah
terhadap BCMV asal negara lain
5 Perbandingan asam amino antara BCMV-BlC isolat Cirebon, Tegal,
Taiwan, dan Cina
6 Hasil uji penularan BCMV-BlC secara mekanis dan deteksi DIBA
pada uji kisaran inang
7 Perbandingan inang yang dapat terinfeksi BCMV dan BCMV-BlC
8 Penularan BCMV-BlC isolat Cangkurawok dengan 3 spesies
kutudaun

14

15
16
17
18
20
21
22

DAFTAR GAMBAR
1 Tipe gejala kelompok 1 yaitu: a. Mosaik kuning berat; b. Mosaik
kuning sedang; c. Malformasi daun (mengerut); d. rugos. Tipe gejala
kelompok 2 yaitu: e, g, dan h. Mosaik kuning sedang; f. Mosaik
kuning ringan
2 Pita DNA hasil amplifikasi dengan primer spesifik gen CP BCMV
(BCMV-F/BCMV-R) pada gel agarosa 1 %. M = Penanda DNA 100
pb, DNA sampel asal; 1. Situgede, 2. Cangkurawok, 3. Bubulak, 4.
Bojong, 5. Subang, 6. Indramayu, 7. Cirebon, 8. Tegal, 9. Klaten, 10.
Solo, 11. Magelang, 12. Jogjakarta, 13. Sleman; K- = Kontrol negatif
(air), K+ = Kontrol positif
3 Pohon filogenetika berdasarkan sikuen nukleotida (A) dan sikuen
asam amino (B) BCMV. BYMV-HP dan CaBMV-DF-Brs
digunakan sebagai pembanding di luar kelompok
4 Gejala BCMV-BlC pada kacang panjang. Daun sehat (A), Variasi
gejala BCMV yang ditularkan oleh A. craccivora (B1-3). A. gossypii
(C1-3) dan A. glycines (D1-3). Tipe gejala 1-3 berturut-turut yaitu,
mosaik, penebalan tulang daun (vein banding) dan malformasi daun

13

15

19

23

DAFTAR LAMPIRAN
1 Runutan basa nukleotida gen CP BCMV asal Cangkurawok, Tegal,
Taiwan dan Cina. Tanda * (bintang) menunjukkan basa nukleotida
yang identik. Huruf yang diberi warna merah menunjukkan
perbedaan runutan basa nukleotida antara isolat Taiwan dan Cina
2 Runutan asam amino gen CP BCMV asal Cangkurawok, Tegal,
Taiwan dan Cina. Tanda * (bintang) menunjukkan asam amino
yang identik. Tanda titik satu (.) menunjukkan salah satu dari isolat
berbeda. Tanda titik dua (:) menunjukkan terdapat dua isolat yang
sama. Huruf yang diberi warna merah menunjukkan perbedaan
runutan asam amino antara isolat Taiwan dan Cina

28

30

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman kacang panjang (Vigna sinensis ssp. sesquipedalis) merupakan
komoditas strategis hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi. Sebagai komoditas
sayuran, kacang panjang memiliki kriteria sebagai sumber pangan yang dapat
tersedia dan terjangkau oleh daya beli semua lapisan masyarakat, mampu
meningkatkan pendapatan petani (Duriat 1998) serta cukup memenuhi asupan gizi
yang diperlukan oleh tubuh. Kandungan gizi yang terdapat pada kacang panjang
terdiri dari protein, lemak, mineral, karbohidrat, kalsium, fosfor, besi, vitamin B1,
B2 dan C3 (Pitojo 2006).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2011) produksi kacang panjang di
Indonesia pada tahun 2010 mencapai 489.449 ton dan pada tahun 2011 menurun
menjadi 458.307 ton. Produksi tanaman kacang panjang yang belum optimal ini
dapat disebabkan oleh banyak faktor. Salah satu faktor pembatas dalam produksi
tanaman yaitu gangguan beberapa penyakit tanaman. Penyakit yang umum
ditemukan pada pertanaman kacang panjang diantaranya adalah layu (Fusarium
oxysporum f.sp phaseoli), antraknosa (Colletotrichum lindemuthianum Sacc et
Magn), mosaik yang disebabkan oleh Bean common mosaic virus (BCMV),
Bean yellow mosaic virus (BYMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CabMV),
daun kecil kacang panjang (Cowpea witches-broom virus) dan puru akar
(Meloidogyne sp) (Siregar 1996; Anwar et al. 2005; Lazuardi 2005; Haryanto et
al. 2010).
Pada tahun 2008-2009, Damayanti et al. (2009) melaporkan kejadian
penyakit mosaik kuning kacang panjang yang meluas di beberapa daerah pantai
Utara Jawa Barat. Informasi serangan organisme pengganggu tanaman ini
awalnya disampaikan oleh Dr. Ir. Suryo Wiyono, anggota Komisi Perlindungan
Tanaman (KPT) pada pertemuan KPT di Bogor pada bulan November 2008. Hasil
pemantauan Direktorat Perlindungan Tanaman Hortikultura pada bulan-bulan
berikutnya dan laporan beberapa Unit Pelaksana Teknis Balai Proteksi Tanaman
Pangan dan Hortikultura (UPTD-BPTPH) mengindikasikan bahwa penyakit ini
telah menyebar ke berbagai lokasi di Jawa Barat (Bekasi, Karawang, Subang,
Purwakarta, Bogor), Jawa Tengah (Brebes, Tegal), D.I. Yogyakarta (Sleman,
Muntilan), dan Banten (Tangerang) (Mulyaman 2010). Tanaman yang terinfeksi
akan menunjukkan gejala mosaik, penghambatan pertumbuhan dan malformasi
daun. Infeksi pada tanaman yang masih muda bisa menyebabkan tidak
terbentuknya polong dan jika infeksinya sangat parah bisa mengakibatkan
kematian (Damayanti et al. 2009).
Identifikasi penyebab penyakit mosaik kuning pada kacang panjang
tersebut telah dilakukan oleh beberapa peneliti, walaupun belum ada kesimpulan
akhir yang dapat ditetapkan (Mulyaman 2010). Damayanti et al. (2009)
melaporkan bahwa salah satu virus yang berasosiasi dengan gejala mosaik kuning
pada tanaman kacang panjang yang berasal dari Bubulak, Dramaga Bogor dan
Sidorejo, Karanganyar Pekalongan adalah Bean common mosaic virus strain
Blackeye Cowpea (BCMV-BlC).
BCMV dapat ditularkan melalui beberapa cara yaitu secara mekanis,
melalui kutudaun secara non-persisten, melalui benih dan serbuk sari. Gejala

2
infeksi virus pada tanaman umumnya muncul 7 sampai 10 hari setelah
inokulasi. Tipe gejala yang ditimbulkan ditentukan oleh strain virus, suhu
lingkungan pertanaman dan genotipe inang. Beberapa strain BCMV yang telah
diketahui yaitu Blackeye Cowpea (BlC), US1, US5, NL1, NL2, NL3, NL4,
NL5, NL6, NL7 dan NL8. Inang utama BCMV tidak terbatas pada spesies
Phaseolus vulgaris, Vigna unguiculata, dan V. radiata namun dapat menginfeksi
inang dari famili Leguminosae lainnya (Morales dan Bos 1988).
Virus mosaik kuning ditularkan secara non-persisten oleh Aphis craccivora,
dengan efisiensi penularan mencapai 100% (Damayanti et al. 2009). Spesies
kutudaun lainnya yang dapat menjadi vektor BCMV selain A. craccivora adalah
Acyrthosiphon pisum, A. fabae, Myzus persicae, A. gossypii, A. medicaginis, A.
rumicis, Hyalopterus atriplicis, Macrosiphum ambrosiae, M. pisi dan M.
solanifolii. Spesies-spesies kutudaun tersebut menularkan BCMV secara
nonpersisten (Morales dan Bos 1988).
Sampai saat ini belum tersedia informasi terkait keragaman genetik dan
strain BCMV asal Indonesia yang menginfeksi kacang panjang. Sehingga kajian
terkait hal ini perlu dilakukan untuk memperkaya pengetahuan tentang BCMV di
Indonesia dan informasi dasar ini dapat digunakan sebagai landasan penentuan
pengendaliannya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi keragaman BCMV pada
tanaman kacang panjang di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah,
mengetahui kisaran inang Bean common mosaic virus strain Blackeye Cowpea
(BCMV-BlC) dan mempelajari efisiensi penularan BCMV-BlC melalui 3 spesies
kutudaun.

Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat memberikan informasi tentang keragaman
genetik BCMV, kisaran inang dan efisiensi penularan BCMV-BlC dengan tiga
spesies kutudaun yang berguna bagi landasan penentuan strategi pengendalian
penyakit mosaik kuning kacang panjang.

Hipotesis
1. Terdapat keragaman gen protein selubung BCMV pada tanaman kacang
panjang dengan gejala mosaik kuning di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
2. Beberapa spesies tanaman uji dapat menjadi inang alternatif BCMV-BlC.
3. Salah satu spesies kutudaun dapat menjadi vektor yang paling efisien
menularkan BCMV-BlC.
4. Semakin banyak kutudaun, kejadian penyakit semakin tinggi.
5. Ada hubungan antara spesies kutudaun yang menularkan BCMV-BlC dan
gejala

3

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Kacang Panjang
Asal, Penyebaran dan Klasifikasi
Tanaman kacang panjang bukan merupakan tanaman asli Indonesia,
melainkan berasal dari India dan Afrika Tengah. Kacang panjang menyebar ke
daerah-daerah Asia Tropika sehingga banyak dikenal jenis-jenis lokal sesuai
dengan kondisi lingkungan tempat tumbuhnya. Berbagai jenis lokal hasil seleksi
petani secara tradisional banyak ditemukan di Indonesia. Sentra penanaman
kacang panjang di Indonesia terdapat di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan, Aceh, Sumatra Utara, Lampung dan Bengkulu (Rukmana
1995).
Berdasarkan kekerabatannya dalam dunia tumbuhan, tanaman kacang
panjang dapat diklasifikasikan dalam Divisi Spermatophyta, SubDivisi
Angiospermae, Kelas Dicotyledon, Ordo Rosales, Famili Papilionaceae, Genus
Vigna dan Spesies Vigna sinensis ssp. sesquipedalis.
Morfologi dan Syarat Tumbuh
Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim yang tumbuhnya
merambat atau menjalar. Daunnya berupa daun majemuk, tersusun atas tiga helai.
Batangnya liat dan sedikit berbulu. Akarnya mempunyai bintil yang dapat
mengikat nitrogen (N) bebas dari udara yang bermanfaat untuk menyuburkan
tanah. Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu dan dapat menyerbuk sendiri.
Kemungkinan 10% penyerbukan silang dengan serangga dapat terjadi. Tidak
setiap bunga dapat menjadi buah. Buah kacang panjang berbentuk polong bulat
panjang dan ramping (Haryanto et al. 2010).
Tanaman ini memiliki dedaunan yang rapat namun agak tinggi dan
ramping, cocok untuk dijadikan sisipan dengan tanaman-tanaman sayuran yang
lebih kecil. Pada umumnya tanaman yang termasuk kacang-kacangan merupakan
tanaman yang baik untuk pola pergiliran tanam setelah mentimun, bawangbawangan atau terung-terungan karena tanaman ini dapat memperbaiki kesuburan
tanah (Duriat 1998).
Tanaman kacang panjang tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran
rendah dan dataran tinggi ± 1500 m dpl, tetapi yang paling baik di dataran rendah
karena banyak menggunakan tanah-tanah marginal. Penanaman di dataran tinggi
umumnya memiliki umur panen yang relatif lama dari waktu tanam, tingkat
produksi maupun produktivitasnya lebih rendah bila dibandingkan dengan dataran
rendah. Ketinggian optimumnya adalah kurang dari 800 m di atas permukaan laut.
Suhu ideal untuk pertumbuhan tanaman kacang panjang antara 20-30 oC
dengan iklim kering dan curah hujan antara 600-1.500 mm/tahun. Tumbuh baik
pada tempat terbuka (mendapat sinar matahari penuh). Hampir semua jenis tanah
cocok untuk budidaya kacang panjang, tetapi yang paling baik adalah tanah
lempung berpasir, subur, gembur, banyak mengandung bahan organik (Rukmana
1995).

4
Penyakit Mosaik Kacang Panjang
Penyebab Penyakit, Gejala, Penularan dan Morfologi
Penyakit mosaik pada tanaman kacang-kacangan merupakan penyakit yang
disebabkan oleh virus yang dikenal dengan nama Bean common mosaic virus
(BCMV). Virus ini umumnya menginfeksi tanaman kacang-kacangan seperti pada
buncis (Phaseolus vulgaris), kacang tunggak (Vigna unguiculata), kacang hijau
(V. radiata) dan dari famili Leguminosae lainnya (Morales dan Bos 1988).
Tanaman yang terinfeksi menunjukkan gejala utama mosaik dan nekrosis.
Tulang daun berwarna hijau tua sedangkan daerah interveinal menjadi hijau muda.
Adanya perubahan warna daun biasanya diikuti dengan malformasi daun berupa
kerutan dan menggulung. Tipe gejala yang ditimbulkan ditentukan oleh strain
virus itu sendiri, suhu lingkungan pertanaman dan genotipe inang. Virus dapat
terbawa oleh benih dan serbuk sari, ditularkan secara mekanis dan melalui
serangga vektor kutudaun (Galvez 1980; Morales dan Bos 1988).
BCMV termasuk famili Potyviridae dan genus Potyvirus. Partikel virus
berbentuk batang lentur dengan panjang 750 nm dan lebar 12-15 nm. Tipe asam
nukleatnya utas tunggal (single strand) RNA (ss-RNA). Kandungan asam nukleat
dalam partikel virus sebesar 5% sedangkan kandungan protein dalam coat protein
sebesar 95%. Kestabilan virus dalam sap tergantung strain virus dan waktu
infeksi. Virus ini mempunyai titik panas inaktivasi 50-60oC, titik batas
pengenceran 10-3-10-4 dan ketahanan in vitro virus 1-4 hari pada suhu ruang
(Morales dan Bos 1988; ICTVdB 2006).
Penyakit Mosaik Kuning dan Sebarannya
Pada pertengahan tahun 2008 telah terjadi outbreak penyakit mosaik
kuning pada kacang panjang di Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan insiden
penyakit mencapai 80-100%. Setelah diidentifikasi diketahui bahwa penyebab
mosaik kuning pada kacang panjang adalah Bean common mosaic virus strain
Blackeye Cowpea (BCMV-BlC) secara tunggal atau infeksi ganda BCMV-BlC
dengan Cucumber mosaic virus (CMV). Gejala awal pada daun yaitu muncul
bercak kuning, lalu meluas dan pada akhirnya seluruh daun menguning,
mengering dan tanaman mati. Polong tanaman yang terinfeksi juga menunjukkan
gejala yang sama (Damayanti et al. 2009).
Infeksi virus pada tanaman secara umum dapat menyebabkan gangguan
fisiologis dan metabolisme tanaman seperti aktifitas fotosintesis menurun karena
jumlah klorofil berkurang, nitrogen terlarut berkurang akibat sintesis virus yang
cepat dan karbohidrat dalam jaringan tanaman menurun sehingga menimbulkan
gejala mosaik (Hull 2002). Menurut Agrios (2005) penyakit tumbuhan yang
disebabkan oleh virus dapat menyebabkan kerusakan pada daun, batang, akar
buah, biji atau bunga dan menimbulkan kerugian ekonomi dengan menurunnya
hasil dan kualitas produk tumbuhan. Kerugian hasil yang diakibatkan oleh suatu
penyakit terlihat dari luas serangan, serta intensitas serangan pada suatu area.
Berdasarkan nilai kerugian hasil tersebut kita dapat mengetahui arti penting suatu
penyakit pada suatu lahan.
Pada tanaman kacang panjang sebaran penyakit yang disebabkan oleh virus
mosaik di musim hujan lebih rendah dibandingkan pada musim kemarau. Hal ini
mungkin disebabkan karena pada musim kemarau jumlah populasi serangga

5
vektor lebih banyak dibandingkan pada musim hujan, sehingga penyebaran
penyakit dapat terjadi secara cepat (Lazuardi 2005).
Deteksi Protein dan Asam Nukleat Virus
Serologi merupakan salah satu pengujian berdasarkan sifat–sifat protein
virus. Pada mulanya, uji serologi ini dimanfaatkan dalam identifikasi patogen
yang menyerang manusia dan hewan. Namun, sejak Beale pada tahun 1928
berhasil menemukan pembentukan antibodi khas untuk Tobacco mosaic virus
(TMV), uji serologi ini juga dimanfaatkan untuk diagnosis patogen tanaman. Saat
ini, uji serologi sudah menjadi standar identifikasi virus pada laboratorium
virologi (Wahyuni 2005).
DIBA (Dot-Immunobinding Assay) dan ELISA (Enzyme-Linked
Immunosorbent Assay) merupakan dua dari beberapa teknik uji serologi yang
digunakan untuk mendeteksi virus dalam konsentrasi yang rendah. Teknik ini
memerlukan sejumlah reagen yang berfungsi untuk mendukung terjadinya reaksi
antibodi dengan antigen. Dalam metode ini antiserum dikonjugasikan dengan
enzim, sehingga bila ditambahkan substrat enzim maka kompleks antigen-antibodi
dalam jumlah yang sedikit saja dapat tervisualisasi. Substrat pengikat antigenantibodi yang digunakan dalam DIBA adalah membran nitroselulosa. Antigen
yang dideteksi oleh antibodi spesifik akan divisualisasikan menjadi warna nila
atau ungu oleh enzim penghidrolisis kompleks antigen-antibodi yang sudah terikat
oleh membran nitroselulosa. Waktu yang diperlukan dalam pengerjaan lebih
singkat namun peneraan intensitas warna yang terjadi pada membran akan relatif
sekali karena belum ada alat yang dapat mengkonversi intensitas warna menjadi
angka (Djikstra et al. 1998 dan Wahyuni 2005).
ELISA telah banyak mengalami modifikasi sejak pertama kali teknik ini
diperkenalkan. Ciri utama ELISA adalah digunakannya enzim (alkalin fosfatase
atau peroksidase) untuk reaksi imunologi. ELISA digunakan pertama kali pada
tahun 1969 untuk deteksi virus. Ikatan kovalen antara molekul imunoglobulin dan
enzim dapat digunakan untuk mengamplifikasi reaksi antigen-antibodi. Penemuan
ini telah membawa dampak yang sangat besar dalam meningkatkan daya deteksi
serologi. Pada virus tumbuhan, ELISA pertama kali digunakan pada tahun 1977.
ELISA telah digunakan untuk mendeteksi antigen yang berasal dari tanaman
seperti virus tumbuhan, mikoplasma (MLO), bakteri dan jamur (Bos 1990).
Teknik ELISA ada 2 macam, yaitu ELISA langsung (direct- ELISA,
misalnya Double antibody sandwich, DAS) dan tidak langsung (indirect -ELISA).
Teknik ini mempunyai kelebihan yaitu dapat mengidentifikasi banyak sampel
sekaligus dengan biaya yang relatif murah dan cepat dilakukan. Polysterene
microtiter plate selain sebagai wadah, sekaligus juga sebagai substrat pengikat
antigen-antibodi karena permukaannya mempunyai molekul-molekul yang
bermuatan positif. Teknik ini memerlukan sejumlah reagen yang berfungsi untuk
mendukung terjadinya reaksi antibodi dengan antigen. Jenis antibodi yang
digunakan untuk mendeteksi sampel dapat berupa antibodi monoklonal atau
antibodi poliklonal (Wahyuni 2005). Perbedaan kedua metode tersebut adalah
pada direct-ELISA, enzim konjugat terdapat pada molekul immunoglobulin
pertama yang langsung beraksi dengan antigen. Pada indirect-ELISA, enzim
konjugat terdapat pada molekul immunoglobulin kedua yang beraksi dengan
antiserum (Crowther 1996; Djikstra dan De Jegger 1998).

6
Pada saat ini deteksi asam nukleat (DNA atau RNA) lebih populer
digunakan sebagai metode deteksi molekuler yang lebih sensitif untuk
mengidentifikasi patogen secara umum. Deteksi molekuler merupakan metode
deteksi yang didasarkan pada sifat asam nukleat. Bila sampel asam nukleat virus
berupa DNA, teknik amplifikasinya disebut Polymerase Chain Reaction (PCR).
Bila sampel berupa RNA, tekniknya disebut Reverse Transcriptase- Polymerase
Chain Reaction (RT-PCR) karena RNA harus ditranskripsi balik (reverse
transcription) menjadi DNA sebelum digunakan sebagai templat untuk
diamplifikasi (Agrios 2005; Wahyuni 2005).
RT-PCR sangat berguna untuk mengamplifikasi RNA virus atau viroid
yang konsentrasinya sangat sedikit dalam tumbuhan. Genom RNA virus dengan
bantuan enzim reverse transcriptase akan ditranskripsi balik sehingga diperoleh
molekul complementary DNA (cDNA) dan selanjutnya digunakan sebagai
cetakan dalam proses PCR. Hasil RT-PCR sangat berguna untuk mendeteksi
ekspresi gen, amplifikasi RNA sebelum dilakukan kloning dan analisis, maupun
untuk diagnosis agensia infektif maupun penyakit genetik (Yuwono 2006;
Wahyuni 2005).
PCR merupakan suatu metode enzimatis untuk melipatgandakan secara
eksponensial suatu sekuen nukleotida secara in vitro. Metode PCR sangat sensitif,
sehingga mampu mendeteksi DNA dalam jumlah yang sangat sedikit. Empat
komponen utama dalam proses PCR adalah (1) DNA cetakan yaitu fragmen DNA
yang akan dilipatgandakan, (2) oligonukleotida primer yaitu suatu sekuen
oligonukleotida pendek yang digunakan untuk mengawali sintesis rantai DNA, (3)
deoksiribonukleotida trifosfat (dNTP), terdiri atas dATP, dCTP, dGTP, dTTP, dan
(4) enzim Taq DNA polimerase yaitu enzim yang melakukan katalis reaksi
sintesis rantai DNA. Komponen lain yang juga penting adalah senyawa bufer.
Amplikasi DNA dimulai dengan denaturasi DNA templat/cetakan pada
suhu 95 ºC selama 1-2 menit sehingga DNA yang untai ganda (double stranded)
akan terpisah menjadi untai tunggal. Tahap kedua adalah penempelan (annealing)
primer pada DNA cetakan pada suhu 56 ºC selama 1 menit. Primer akan
membentuk ikatan hidrogen dengan cetakan pada daerah sekuen yang
komplementer dengan sekuen primer. Tahap ketiga adalah sintesis DNA pada
suhu 72 ºC selama 1-2 menit. Pada suhu ini akan terbentuk DNA baru
berdasarkan informasi yang ada pada DNA cetakan dengan bantuan enzim DNA
polimerase. Ketiga tahapan tersebut diulangi 25-34 siklus. Setelah PCR suhu
menjadi 4 ºC (Djikstra dan De Jegger 1998).

7

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan dan rumah
kaca Kebun Percobaan Cikabayan Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor mulai bulan Maret 2011- Mei 2013.

Metode Penelitian
Pengambilan Tanaman Sakit dan Kutudaun
Tanaman bergejala mosaik kuning didapat dari 3 lokasi penanaman kacang
panjang di Bogor yaitu di daerah Cangkurawok, Bubulak dan Situgede. Dari
masing-masing lokasi diambil 20 sampel daun yang menunjukkan gejala mosaik
kuning. Sampel daun sakit juga diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi IPB
yang berasal dari Bojong, Subang, Indramayu, Cirebon, Tegal, Klaten, Solo,
Magelang, Sleman dan Jogjakarta
Kutudaun A. craccivora, A. glycines, dan A. gossypii diperoleh berturutturut dari pertanaman kacang panjang di Cangkurawok Dramaga, cabai di sekitar
lingkungan rumah kaca Cikabayan IPB dan kedelai di Leuwikopo.
Deteksi Sampel dari Lapangan dengan Metode I-ELISA
Sampel dari lapangan dideteksi secara serologi dengan metode I-ELISA.
Jika dari hasil deteksi serologi menunjukkan hasil positif terhadap lebih dari satu
antisera, maka akan dilakukan isolasi virus dengan menginokulasi virus ke
tanaman indikator. Antiserum yang digunakan untuk pengujian ini yaitu BCMV,
CMV dan Potyvirus (Agdia, USA). Daun sakit dari masing-masing lapangan
diambil sebanyak 0,01 g kemudian digerus dalam 1 ml ekstrak bufer pH 9.6 (1.59
g Na2CO5, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3 yang dilarutkan dalam 1 L air steril)
dengan perbandingan 1:100 (b/v). Sap tanaman yang telah digerus dimasukkan
pada sumuran ELISA sebanyak 100 µl kemudian diinkubasi semalam pada suhu 4
o
C. Setelah diinkubasi semalam, sampel kemudian dicuci 8x dengan bufer 1x
PBST (Phosphate buffer saline tween-20). Tiap sumuran selanjutnya diisi dengan
100 µl antiserum pertama (1: 200) dalam conjugate buffer yaitu bufer ECI pH 7.4
(2 g bovine serum albumin, 20 g polyvinylpyrrolidone/PVP 40.000, 0.2 g NaN3
yang dilarutkan dalam 1 L air steril), dan diinkubasi selama 2 jam pada suhu 37
o
C. Selanjutnya sumuran ELISA dicuci kembali dengan bufer 1x PBST sebanyak
5x.
Sumuran plat yang telah dicuci kemudian diisi dengan 100 µl enzim
konjugat RaM-AP (Rabbit antimouse IgG-Alkaline Phosphatase) dalam ECI
buffer dengan perbandingan 1:200 dan diinkubasi selama 1 jam pada suhu ruang.
Selanjutnya sumuran ELISA dicuci kembali dengan bufer 1x PBST sebanyak 5
kali. Setelah dicuci, sumuran diberi substrat pewarna p-nitrophenylphosphate
(PNP) yang telah diencerkan dalam bufer substrat sebanyak 100 µl dan diinkubasi
dalam ruang gelap selama 30-60 menit pada suhu ruang. Perubahan warna yang
terjadi diamati dan akumulasi virus secara kuantitatif dibaca dengan ELISA reader

8
pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi
ELISA (NAE) sampel uji 2 kali lebih besar dibandingkan kontrol negatif
(tanaman sehat).
Deteksi BCMV dengan Teknik RT-PCR
Daun kacang panjang yang diduga terinfeksi BCMV dideteksi dengan
teknik RT-PCR menggunakan primer spesifik gen protein selubung (CP) BCMV.
Tahapan deteksinya terdiri dari ekstraksi RNA total tanaman, sintesis cDNA,
amplifikasi DNA dengan PCR, elektroforesis, dan perunutan DNA.
Ekstraksi RNA total. RNA total diekstraksi dari jaringan daun tanaman
kacang panjang yang bergejala mosaik kuning dengan menggunakan NucleoSpin
RNA Plant (Macherey-Nagel Inc., USA). Tahapannya diawali dengan
menghaluskan sampel sebanyak 0.1 g dengan bantuan nitrogen cair didalam
mortar dan pistil steril. Hasil gerusan kemudian dimasukkan ke dalam tabung
mikro 2 ml. Sebelum divortex terlebih dahulu ditambahkan 350 µl bufer RA1
yang mengandung 1% β-mercaptoethanol yaitu sebanyak 3.5 µl. Sampel dipipet
lalu dimasukkan ke dalam NucleoSpin Filter violet yang telah dilapisi tabung
koleksi 2 ml dan disentrifugasi selama 1 menit pada kecepatan 11 000 rpm.
Tabung NucleoSpin Filter violet diangkat dan supernatan didalam tabung koleksi
kemudian dipipet tanpa menyentuh pelet dalam tabung koleksi, kemudian
pindahkan pada tabung koleksi 1.5 ml yang baru. Selanjutnya ditambahkan 350 µl
etanol 70% ke dalam tabung koleksi tersebut kemudian dipipet naik turun.
Larutan kemudian dipindahkan ke NucleoSpin RNA Plant column (kolom biru)
yang ditempatkan pada tabung koleksi 2 ml dan disentrifugasi selama 30 detik
pada kecepatan 11 000 rpm. Kolom biru diangkat dan ditempatkan pada tabung
koleksi yang baru, kemudian Membrane Desalting Buffer (MDB) ditambahkan
kedalamnya sebanyak 350 µl dan disentrifugasi pada kecepatan 11 000 rpm
selama 1 menit. Campuran reaksi DNase disiapkan sebanyak 10 µl rDNase
ditambah 90 µl bufer reaksi rDNase. Campuran dihomogenisasi dengan cara
dibolak balik secara perlahan pada tabung koleksi yang ditutup rapat, kemudian
diambil 95 µl dan dimasukkan ke dalam kolom biru tanpa menyentuh pinggiran
kolom maupun membran. Inkubasi campuran reaksi DNase tersebut disuhu ruang
selama 15 menit kemudian tambahkan 200 µl bufer RA2, dan disentrifugasi pada
kecepatan 11 000 rpm selama 30 detik. Supernatan kemudian dipindahkan ke
tabung koleksi yang baru kemudian 600 µl RA3 ditambahkan pada kolom biru
dan disentrifugasi pada kecepatan dan waktu yang sama dengan sebelumnya yaitu
11 000 rpm selama 30 detik. Tabung koleksi sebelumnya diganti dengan tabung
koleksi yang baru kemudian ditambahkan 250 µl RA3, dan disentrifugasi selama
2 menit pada kecepatan 11 000 rpm kemudian ditunggu sampai kering. Kolom
biru dipindahkan pada tabung koleksi yang baru kemudian ditambahkan 60 µl air
bebas nuklease, dan disentrifugasi 1 menit pada kecepatan 11 000 rpm. Hasil yang
terkumpul dibawah tabung koleksi adalah RNA total yang akan digunakan
sebagai cetakan/ templat. RNA total hasil ekstraksi, kemudian disimpan pada suhu
20 ºC sampai siap digunakan.
Sintesis cDNA. RNA total hasil ekstraksi selanjutnya digunakan untuk
proses transkripsi balik (reverse transcription-RT) menjadi cDNA
(complementary DNA) dengan menggunakan enzim Reverse Transcriptase.
Transkripsi balik dibuat dengan urutan bahan-bahan sebagai berikut: 4 µl RNA

9
total, 4 µl 5x bufer RT, 2 µl DTT (dithiothreitol) 50 mM, 2 µl dNTP 10 mM, 1 µl
M-MuLV (200 U/µl), 1 µl RNase inhibitor (40 U/µl), 2 µl oligo d(T)18 10 µM dan
air bebas nuklease sampai volume total 20 µl. Reaksi RT dilakukan dalam mesin
Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem,
USA) yang diprogram untuk satu siklus pada suhu 25 oC selama 5 menit, 42 oC
selama 60 menit, dan 70 oC selama 15 menit untuk inaktivasi enzim M-MuLV.
Siapan cDNA hasil RT ini digunakan sebagai DNA cetakan dalam reaksi PCR.
Amplifikasi DNA dengan PCR. Amplifikasi DNA virus dilakukan
dengan metode Polymerase Chain Reaction (PCR) dengan menggunakan
pasangan primer spesifik yang digunakan untuk mendeteksi gen coat protein
BCMV yaitu primer BlC-cpF (5’- TCA GGA ACT GGG CAG CCG CAA C-3’)
dan primer BlC-cpR (5’-CTG CGG GGA ACC CAT GCC AAG-3’) yang
berukuran 861 pb (Anggraini 2011). Reaksi PCR terdiri dari: 1 µl cDNA, 12.5 µl
premix Go Taq Green (Promega), 1 µl primer BlC-cpF dan BlC-cpR (10 µM/µl),
dan air bebas nuklease sampai volume total 25 µl. Amplifikasi dilakukan pada
Automated Thermal Cycler (Gene Amp PCR System 9700; PE Applied Biosystem,
USA). Amplifikasi ini didahului dengan denaturasi awal pada suhu 94 oC selama
5 menit, dilanjutkan dengan 35 siklus yang terdiri dari denaturasi pada suhu 94 oC
selama 1 menit, penempelan primer (annealing) pada suhu 68 oC selama 1 menit
dan ekstensi pada suhu 72 oC selama 1 menit. Siklus terakhir ditambahkan 7 menit
pada suhu 72 oC untuk tahapan sintesis dan siklus berakhir pada suhu 4 oC. DNA
hasil PCR dielektroforesis pada agarose gel.
Elektroforesis. Gel agarosa konsentrasi 1% dibuat dari 0.3 g agarosa yang
dilarutkan dalam bufer TBE 0.5x sebanyak 30 ml dengan bantuan microwave.
Sebelum digunakan, larutan gel agarosa didinginkan hingga suhu 60 oC selama
kurang lebih 15 menit lalu ditambahkan 3 µl ethidium bromide (0.5 µg/10 ml).
Elektroforesis dilakukan pada tegangan 100 volt selama 25 menit. Hasil
elektroforesis selanjutnya divisualisasi dibawah transilluminator ultraviolet dan
didokumentasi dengan kamera digital.
Perunutan dan Penyejajaran DNA.
Fragmen DNA hasil amplifikasi PCR selanjutnya dikirim ke First Base
Genetica Science di Singapura untuk proses perunutan nukleotida. Hasil
perunutan nukleotida digunakan untuk analisis tingkat kesamaan dengan runutan
nukleotida yang terdapat di GenBank menggunakan program BLAST (Basic
Local Alignment Search Tool) (http://www.ncbi.nlm.nih.gov/BLAST) dan
beberapa perangkat lunak lainnya yaitu Bioedit (Hall 1999), dan CLC Sequence
Viewer 6.7. Analisis filogenetik dilakukan menggunakan perangkat lunak MEGA
5.05. Sampel yang teridentifikasi sebagai BCMV-BlC selanjutnya digunakan
dalam penelitian.
Isolasi dan Propagasi BCMV-BlC
Berdasarkan uji serologi dan molekuler terhadap sampel dari lapangan (data
tidak ditampilkan), sampel asal Cangkurawok terdeteksi positif BCMV dan CMV,
sehingga untuk membedakan kedua virus dilakukan isolasi pada tanaman
Chenopodium amaranticolor. C. amaranticolor merupakan salah satu tanaman
indikator yang baik untuk memisahkan virus karena menunjukkan reaksi lesio

10
lokal (nekrotik atau klorotik) yang khas. BCMV menyebabkan gejala lesio lokal
nekrotik (LLN) sedangkan CMV menunjukkan gejala klorotik sistemik (KS).
Metode inokulasi yang digunakan yaitu secara mekanis menggunakan sap
tanaman sakit. Sap tanaman sakit dibuat dengan cara menggerus daun tanaman
dalam bufer posfat pH 7.0 dengan perbandingan 1:5 (b/v). Sap yang sudah siap
diinokulasikan pada permukaan daun C. amaranticolor yang sebelumnya telah
ditaburi dengan carborundum 600 mesh. Sisa Carborundum yang masih
menempel pada daun dibersihkan dengan menggunakan air yang mengalir.
Setelah inokulasi C. amaranticolor diamati sampai muncul gejala LLN. LLN
yang muncul diambil secara tunggal dan diinokulasi kembali ke C. amaranticolor.
Isolasi virus pada C. amaranticolor dilakukan secara berseri sebanyak 3 kali
dengan menggunakan LLN sebagai inokulum. Setelah diperoleh virus murni
dilakukan propagasi virus untuk sumber inokulum pada tanaman kacang panjang
kultivar Parade.
Uji Kisaran Inang
Uji kisaran inang BCMV-BlC asal Cangkurawok menggunakan 18
spesies tanaman yang berasal dari 3 famili. Tanaman uji tersebut adalah dari
famili Solanaceae yaitu cabai (Capsicum annuum) kultivar IPB dan Bara, tomat
(Lycopersicon esculentum L) kultivar Ratna dan San Marino, tembakau (N.
tabacum cv. White Burley dan Nicotiana glutinosa L), famili Leguminosae yaitu
kacang panjang (Vigna sinensis) kultivar Parade, 777, Pangeran, New Jeliteng,
dan Katrina, kacang tanah (Arachis hypogaea), kedelai (Glycine max), buncis
(Phaseolus vulgaris), kacang hijau (Vigna radiata), kacang tunggak (Vigna
unguiculata L), kacang kapri (Pisum sativum), dan famili Cucurbitaceae yaitu
mentimun (Cucumis sativus).
Inokulasi dilakukan secara mekanis yaitu menggunakan sap tanaman sakit
seperti diuraikan sebelumnya. Jumlah tanaman yang diinokulasi adalah sebanyak
15 tanaman untuk setiap spesies tanaman. Perlakuan kontrol negatif dilakukan
dengan menginokulasi tanaman menggunakan bufer fosfat. Deteksi BCMV-BlC
dilakukan 4 minggu setelah inokulasi (MSI) dengan metode DIBA menggunakan
antiserum BCMV (Agdia, Inc).
Identifikasi dan Perbanyakan Kutudaun
Kutudaun yang digunakan adalah A. craccivora, A. gossypii dan A. glycines
stadia imago. Sebelum diperbanyak pada masing-masing tanaman inang (kacang
panjang, cabai dan kedelai), kutudaun diidentifikasi terlebih dahulu menurut
metode Blackman dan Eastop (2000) yaitu dengan membuat preparat mikroskop
kutudaun.
Pembuatan preparat kutudaun mengacu pada Mound (2006). Untuk
pengujian di laboratorium atau rumah kaca digunakan kutudaun yang tidak
bersayap. Kutudaun dewasa yang tidak bersayap dimasukkan dalam alkohol 95%
dan direbus dalam penangas air selama 5 menit, kemudian kutudaun diangkat dan
dipindahkan kedalam larutan KOH 10% dan dipanaskan lagi selama 10-15 menit
dalam penangas air atau sampai jernih. Kutudaun diangkat dan dimasukkan dalam
alkohol 50%. Abdomen serangga bagian ventral ditusuk dengan jarum halus dan
isi tubuhnya dikeluarkan. Spesimen kemudian dipindahkan dan direndam dalam
alkohol dengan kepekatan bertingkat (90%, 95%, dan 100%) masing-masing

11
selama 5 menit. Selanjutnya spesimen diletakkan pada gelas obyek dan ditetesi
dengan 1-2 minyak cengkeh. Pembuatan slide mikroskop kutudaun dilakukan di
bawah mikroskop stereo. Spesimen diletakkan terlentang, kemudian diatur
sedemikian rupa sehingga bagian-bagian tubuh seperti tungkai, antena, rostrum,
kauda, kornikel dan sayap tampak jelas. Setelah itu minyak cengkeh diserap
dengan menggunakan tisu, kemudian ditetesi dengan balsam kanada. Posisi
kutudaun diatur kembali dengan baik, lalu ditutup dengan gelas penutup. Karakter
yang diamati terdiri dari kepala, abdomen, sifunkuli, kauda, dan antene.
Kutudaun yang telah diidentifikasi selanjutnya diperbanyak dengan cara
imago tiap kutudaun yang diperoleh dari lapangan pertama-tama diletakkan dalam
cawan petri yang berisi daun talas untuk proses pembebasan virus. Nimfa yang
dihasilkan kemudian dipindahkan ke tanaman sehat kacang panjang, cabai dan
kedelai sebagai inangnya sebelum digunakan pada percobaan penularan.
Penularan BCMV-BlC dengan Kutudaun
Kutudaun yang digunakan untuk penularan adalah stadia imago.