Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang

i

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI
Bean common mosaic virus TERBAWA BENIH
KACANG PANJANG

HAMDAYANTY

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

ii

ABSTRAK

HAMDAYANTY. Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common
mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang. Dibimbing oleh TRI ASMIRA
DAMAYANTI.

Pada tahun 2008 terjadi ledakan mosaik kuning kacang panjang di Pulau
Jawa. Salah satu penyebabnya adalah Bean common mosaic virus (BCMV).
Tingginya intensitas mosaik kuning di lapangan sampai saat ini salah satunya
diduga karena tingginya intensitas BCMV terbawa benih yang digunakan.
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara infeksi BCMV pada umur
tanaman yang berbeda dan efisiensi BCMV terbawa benih serta pengaruhnya
terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Tanaman
kacang panjang kultivar Parade diinokulasi BCMV secara mekanis pada umur
1, 2, 3, dan 4 minggu setelah tanam (MST). Tiap perlakuan terdiri atas 3 ulangan
dan tiap ulangan terdiri atas 20 tanaman. Peubah yang diamati adalah periode
inkubasi, tipe gejala, kejadian dan keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa
benih, jumlah daun, tinggi tanaman, masa berbunga, dan produksi. Virus dideteksi
secara serologi dengan metode indirect ELISA. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat,
gejala penyakit semakin parah (keparahan tinggi), pertumbuhan tanaman semakin
terhambat, masa berbunga semakin lambat, dan produksi polong semakin rendah.
Infeksi BCMV pada tanaman umur 1 MST menyebabkan penurunan produksi
kacang panjang hingga 44.9% dan penghambatan pertumbuhan tanaman secara
nyata dibandingkan dengan perlakuan inokulasi lainnya. Keparahan penyakit
tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing

sebesar 94.6%, 83.8%, 81.1%, dan 69.6%. Infeksi BCMV pada umur tanaman
yang berbeda tidak berpengaruh terhadap kejadian penyakit dan titer virus. Hal ini
menunjukkan bahwa umur tanaman bukan merupakan faktor penentu kejadian
penyakit dan titer virus. Deteksi serologi terhadap 100 benih dari tiap perlakuan
inokulasi menunjukkan persentase BCMV terbawa benih masing-masing sebesar
7%, 66%, 39%, dan 24% pada umur inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST. Infeksi BCMV
pada tanaman umur 2 MST merupakan masa kritis tanaman menghasilkan benih
yang membawa BCMV.

Kata kunci : BCMV, waktu inokulasi, kacang panjang, BCMV terbawa benih.

iii

HUBUNGAN ANTARA WAKTU INOKULASI DAN EFISIENSI
Bean common mosaic virus TERBAWA BENIH
KACANG PANJANG

HAMDAYANTY

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

iv
Judul Skripsi

: Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common
mosaic virus Terbawa Benih Kacang Panjang

Nama Mahasiswa : Hamdayanty
NIM

: A34080022


Disetujui,

Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr.
NIP 19681017 199302 2 001

Diketahui,

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, MSi.
NIP. 19650621 198910 2 001

Tanggal Lulus:

v

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Maros sebagai anak ketiga dari 3 bersaudara, pada
tanggal 28 Oktober 1990 dari pasangan Bapak M. Yusuf dan Ibu Wahida.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN 3 Maros pada tahun 19962002 kemudian melanjutkan studi di SMPN 2 Maros pada tahun 2002-2005.
Penulis kemudian melanjutkan studi di SMAN 1 Maros pada tahun 2005-2008.

Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai salah satu mahasiswa Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama penulis menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam kegiatan
kemahasiswaan di antaranya Organic Farming Club (2009-2012) dan Himpunan
Mahasiswa Proteksi Tanaman (2010-2011). Penulis juga ikut terlibat dalam
kegiatan IPB Goes to Field tahun 2010. Pada tahun 2011, penulis mengikuti
magang di International Center of Biotechnology and Biodiversity (ICBB).
Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Hama dan Penyakit Benih
dan Pascapanen pada tahun 2011 dan Pemanfaatan dan Pengelolaan Pestisida
pada tahun 2012. Penulis mendapatkan dana penelitian dari Direktorat Jenderal
Pendidikan Tinggi dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) Penelitian pada
tahun 2011 dan 2012 dan PKM Pengabdian Masyarakat pada tahun 2012. Pada
tahun 2012, penulis menjadi salah satu kandidat mahasiswa berprestasi
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

vi

PRAKATA


Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul
“Hubungan antara Waktu Inokulasi dan Efisiensi Bean common mosaic virus
Terbawa Benih Kacang Panjang”. Tugas akhir ini sebagai salah satu syarat untuk
meraih gelar sarjana di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak, Ibu (M. Yusuf dan Wahida), dan kakak-kakakku yang selalu
memotivasi dan mendoakan kelancaran studi dan tugas akhir ini.
2. Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi dan
pembimbing akademik yang telah membimbing dengan sabar sejak
penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, dan penyusunan tugas akhir
serta memberikan dukungan moral selama menempuh perkuliahan di
Departemen Proteksi Tanaman.
3. Ir. Djoko Prijono, MAgrSc. selaku dosen penguji tamu yang banyak
memberikan motivasi dan saran perbaikan dalam penulisan tugas akhir.
4. Bapak Edi Supardi dan Saudari Tuti Legiastuti yang memberikan pengarahan
dalam melaksanakan penelitian di Laboratorium Virologi Tumbuhan.
5. Seluruh anggota Laboratorium Virologi Tumbuhan 2011-2012 yang selalu
membantu dan memberikan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
6. Teman-teman dari Departemen Proteksi Tanaman, khususnya angkatan 45,

yang senantiasa memberikan bantuan, dukungan, dan masukan dalam
penulisan dan penyusunan tugas akhir ini.
7. Badan Usaha Milik Negara yang telah memberikan beasiswa pendidikan
(tahun 2010-2012) dan beasiswa penelitian kepada penulis.
Semoga hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat meskipun masih
terdapat kekurangan dalam penulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat
diharapkan oleh penulis untuk perbaikan skripsi ini.

Bogor, Agustus 2012
Hamdayanty

vii

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL .....................................................................................

viii


DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

x

PENDAHULUAN .....................................................................................
Latar Belakang .................................................................................
Tujuan Penelitian .............................................................................
Manfaat Penelitian ...........................................................................

1
1
2
2

TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................
Kacang Panjang ...............................................................................

Bean common mosaic virus (BCMV) ..............................................
Mekanisme Penularan Virus Lewat Biji ..........................................
Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Virus ...............................
Enzyme Linked Immunosorbent Assays (ELISA) ............................

4
4
4
6
7
8

BAHAN DAN METODE ..........................................................................
Tempat dan Waktu Penelitian..........................................................
Perbanyakan Inokulum BCMV .......................................................
Persiapan Lahan dan Tanaman Uji ..................................................
Inokulasi BCMV ke Tanaman .........................................................
Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan Kacang Panjang ..............
Deteksi BCMV dari Tanaman dan Benih ........................................
Peubah Pengamatan .........................................................................

Rancangan Percobaan dan Analisis Data ........................................

9
9
9
9
10
10
11
12
14

HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................
Hasil .................................................................................................
Kondisi Umum Pertanaman ...................................................
Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV..............................
Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV.............................
BCMV Terbawa Benih...........................................................
Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif
dan Generatif Tanaman Kacang Panjang ...............................

Pembahasan .....................................................................................

15
15
15
15
16
17

KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Kesimpulan ......................................................................................
Saran ................................................................................................

28
28
28

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................

29

19
22

viii

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda
terhadap periode inkubasi dan tipe gejala ...............................................

16

2 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda
terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai
absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan ..........................................

17

3

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap
produksi dan penurunan produksi kacang panjang .................................

21

ix

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual ...............................

13

2 Gejala BCMV .........................................................................................

16

3 Persentase BCMV terbawa benih dalam sampel komposit berdasarkan
umur tanaman saat terinfeksi virus .........................................................

18

4 Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat
terinfeksi virus ........................................................................................

18

5 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
jumlah daun ............................................................................................

19

6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
tinggi tanaman ........................................................................................

20

7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
masa berbunga ........................................................................................

21

x

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 1 MST

33

2

NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 2 MST

34

3

NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 3 MST

35

4

NAE sampel komposit benih tanaman yang diinokulasi umur 4 MST

36

5

NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi umur
1 MST ..................................................................................................

37

NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada
umur 2 MST .........................................................................................

38

NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada
umur 3 MST .........................................................................................

39

NAE sampel individu benih dari tanaman yang diinokulasi pada
umur 4 MST .........................................................................................

40

Rata-rata jumlah daun tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan
6 MST .................................................................................................

41

6
7
8
9

10 Rata-rata tinggi tanaman kacang panjang pada umur 2, 4, dan 6 MST

41

11 Rata-rata masa berbunga tanaman kacang panjang berdasarkan
inokulasi pada umur tanaman berbeda .................................................

41

12 Hasil analisis ragam periode inkubasi pada taraf α = 5% ...................

42

13 Hasil analisis ragam kejadian penyakit BCMV pada taraf α = 5% .....

42

14 Hasil analisis ragam keparahan penyakit BCMV pada taraf α = 5% ..

42

15 Hasil analisis ragam NAE tanaman lapangan pada taraf α = 5%........

42

16 Hasil analisis ragam jumlah daun 2 MST pada taraf α = 5% ..............

43

17 Hasil analisis ragam jumlah daun 4 MST pada taraf α = 5%..............

43

18 Hasil analisis ragam jumlah daun 6 MST pada taraf α = 5% ..............

43

19 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 2 MST pada taraf α = 5% ..........

43

20 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 4 MST pada taraf α = 5% ..........

44

21 Hasil analisis ragam tinggi tanaman 6 MST pada taraf α = 5% ..........

44

22 Hasil analisis ragam masa berbunga tanaman kacang panjang pada
taraf α = 5%..........................................................................................

44

23 Hasil analisis ragam produksi kacang panjang pada taraf α = 5% ......

44

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kacang panjang merupakan jenis sayuran penting di Indonesia. Salah satu
manfaat kacang panjang adalah sebagai sumber protein nabati. Dalam upaya
peningkatan gizi masyarakat, kacang panjang penting sebagai sumber vitamin dan
mineral. Sayur ini banyak mengandung vitamin A dan vitamin C terutama pada
polong muda. Selain sebagai sumber gizi, tanaman ini juga dapat menyuburkan
tanah karena Rhizobium pada akarnya dapat membantu tanaman mengikat
nitrogen. Kacang panjang juga dapat digunakan sebagai bahan pupuk hijau dan
tanaman penutup tanah untuk mencegah erosi (Haryanto et al. 2007).
Produksi kacang panjang Indonesia cenderung mengalami fluktuasi dari
tahun ke tahun. Produksi pada tahun 2009 mencapai 483.793 ton dan meningkat
pada tahun 2010 menjadi 489.449 ton. Pada tahun 2011 mengalami penurunan
menjadi 456.254 ton (BPS 2012). Terjadinya fluktuasi produksi ini dapat
disebabkan oleh beberapa hal, salah satunya adalah penyakit tanaman khususnya
dari golongan virus. Udayashankar et al. (2010) menyatakan bahwa penyakit virus
memberikan kontribusi yang besar terhadap penurunan produksi kacang panjang
terutama di daerah Asia, Amerika Latin, dan Afrika. Penyakit virus yang
menyerang kacang panjang mencapai 20 jenis dan sebagian besar bersifat terbawa
benih, salah satunya adalah Bean common mosaic virus (BCMV).
BCMV merupakan salah satu virus penyebab mosaik pada kacang panjang.
Virus ini mempunyai kisaran inang yang cukup luas, dapat ditularkan oleh
kutudaun secara nonpersisten (Sutic et al. 1999), dan bersifat terbawa benih
(Udayashankar et al. 2010). Gejala yang muncul pada tanaman kacang-kacangan
sangat bergantung pada kultivar dan umur tanaman yang terinfeksi. Secara umum,
gejala BCMV ditunjukkan dengan mosaik berupa lepuhan, pola warna kuning dan
hijau pada daun, tulang daun menguning, malformasi daun (Setyastuti 2008),
daun menggulung, tanaman menjadi kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan
lebih sedikit dibandingkan dengan tanaman sehat (Mukeshimana et al. 2003).

2
Pada tahun 2008-2009 dilaporkan terjadi ledakan penyakit mosaik kuning
akibat serangan BCMV strain Black eye cowpea (BCMV-BlC) pada tanaman
kacang panjang yang meluas di beberapa daerah di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
Kejadian penyakit BCMV di lapangan dapat mencapai 80%-100% (Damayanti
et al. 2009). Tingginya kejadian BCMV di lapangan diduga difasilitasi oleh
tingginya BCMV terbawa benih yang digunakan seperti yang telah dilaporkan
oleh Mahar (2012) pada beberapa kultivar kacang panjang komersial. Efisiensi
BCMV terbawa benih kemungkinan besar terkait erat dengan umur tanaman saat
terinfeksi virus. Tanaman yang terinfeksi virus pada umur tanaman yang berbeda
akan menunjukkan respons yang berbeda. Semakin muda tanaman diinfeksi virus,
kejadian penyakit semakin tinggi dan periode inkubasi menjadi lebih singkat
(Tualeka 2004; Leonita 2008). Belum banyak informasi terkait efisiensi BCMV
terbawa benih di Indonesia, padahal sampai saat ini kejadian penyakit mosaik
kacang panjang akibat infeksi BCMV masih tinggi di lapangan. Oleh karena itu
perlu dilakukan penelitian terkait hubungan antara umur tanaman saat terinfeksi
BCMV dan efisiensinya terbawa benih serta pengaruhnya terhadap pertumbuhan
tanaman sebagai informasi dasar yang diperlukan dalam penentuan strategi
pengendalian yang tepat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengetahui hubungan antara infeksi BCMV pada
umur tanaman yang berbeda dan efisiensi BCMV terbawa benih serta
pengaruhnya

terhadap

pertumbuhan

vegetatif

dan

generatif

tanaman

kacang panjang.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah diketahuinya masa
rentan tanaman kacang panjang terhadap infeksi BCMV sehingga dapat
ditentukan upaya pencegahan infeksi alami di lapangan untuk menekan BCMV
terbawa benih.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Kacang Panjang
Kacang panjang (Vigna sinensis L.) adalah tanaman sayuran yang sudah
lama ditanam di Indonesia. Sumber genetik tanaman kacang panjang diduga
berasal dari India, Cina, dan Afrika (Abissinia dan Etiopia). Daerah yang menjadi
sentra tanaman kacang panjang di Indonesia masih didominasi di Pulau Jawa
terutama Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Tanaman kacang panjang
memiliki daya adaptasi yang cukup luas terhadap lingkungan tumbuh
(Rukmana 1995).
Kacang panjang termasuk dalam kelas Angiospermae, ordo Rosales, famili
Papilionaceae/Leguminosae/Fabaceae, genus Vigna, dan spesies Vigna sinensis
(L) Savi ex Hassk. Kacang panjang merupakan tanaman perdu semusim yang
tumbuh merambat dengan daun majemuk, tersusun atas 3 helai. Batangnya liat
dan sedikit berbulu. Bunga kacang panjang berbentuk kupu-kupu. Akarnya
mempunyai bintil yang dapat mengikat nitrogen bebas. Hal ini bermanfaat untuk
menyuburkan tanah (Haryanto et al. 2007).
Kacang panjang dapat tumbuh pada dataran rendah maupun dataran tinggi
dengan ketinggian 0-1500 m dari permukaan laut. Temperatur harian yang sesuai
untuk pertumbuhan kacang panjang adalah sekitar 18-32 oC dengan suhu optimum
25 oC. Kacang panjang dapat ditanam sepanjang musim baik musim kemarau
maupun musim penghujan. Waktu bertanam kacang panjang yang baik adalah
pada awal atau akhir musim hujan. Tanaman kacang panjang membutuhkan curah
hujan sekitar 600-2000 mm/tahun. Tanaman ini membutuhkan banyak sinar
matahari. Produksi polong kacang panjang akan menurun apabila tanaman
ternaungi (Haryanto et al. 2007)

Bean common mosaic virus (BCMV)
BCMV merupakan salah satu virus anggota famili Potyviridae, genus
Potyvirus dengan genom ssRNA (utas tunggal), positive sense, berbentuk filamen

5
dengan panjang 750 nm dan lebar 14 nm. Badan inklusi Potyvirus berbentuk cakra
atau beberapa bentuk yang lain (Regenmortel et al. 2004).
BCMV diketahui menginfeksi pertanaman kacang-kacangan di seluruh
dunia khususnya di Asia, Afrika, dan Amerika Latin (Murayama et al. 1998;
Udayashankar et al. 2010). BCMV di Asia terdapat di antaranya di China, Jepang,
Korea, India, dan Indonesia dengan tingkat serangan yang berbeda-beda. BCMV
di Afrika terdapat di Uganda, Malawi, Rwanda, Kenya, Tanzania, Burundi, dan
Etiopia (Spence dan Walkey 1995). Serangan BCMV yang cukup luas ini
berpotensi tersebar melalui kegiatan perdagangan komoditas kacang-kacangan
antarnegara.
Tipe gejala penyakit yang muncul pada pertanaman bergantung pada strain
BCMV, temperatur, dan genotipe inang (Udayashankar et al. 2010). Gejala
pertama kali terlihat pada daun-daun muda berupa pemucatan tulang daun yang
mengakibatkan jaringan sekitarnya menjadi hijau muda, kemudian berkembang
menjadi mosaik dengan pola warna hijau dan kuning disertai malformasi. Setelah
itu, tulang daun akan mengerut sehingga daun terlihat bergelombang dan
permukaan daun menjadi tidak rata. Gejala lanjut akan menunjukkan lepuhanlepuhan sehingga bentuk daun tidak teratur (pengurangan ukuran lamina daun),
layu dan akhirnya gugur (Setyastuti 2008). Menurut Mukeshimana et al. (2003),
tanaman yang terserang BCMV memiliki daun yang menggulung, keriting,
tanaman menjadi kerdil, dan polong serta biji yang dihasilkan lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman sehat. Polong kacang panjang yang terserang
BCMV menunjukkan gejala mosaik dan malformasi polong (Sutic et al. 1999)
Secara garis besar, penularan BCMV dari satu tanaman ke tanaman lain
dengan tiga cara yaitu melalui benih, kutudaun, dan mekanis. Penularan virus
lewat benih mempunyai arti penting dalam penyebaran dan perkembangan
kejadian penyakit virus di lapangan misalnya penurunan kualitas benih,
penurunan kuantitas produksi, dan penyebaran virus antardaerah (Sutic et al.
1999). Benih yang terinfeksi virus menunjukkan gejala yang dapat diamati secara
visual misalnya terjadinya perubahan warna dan bentuk. Komposisi benih juga
dapat berubah dengan adanya infeksi virus khususnya asam amino bebas pada
benih. Benih yang terinfeksi virus akan menghasilkan kecambah yang sakit dan

6
tersebar secara acak di lapangan. Kecambah yang terinfeksi menjadi sumber
infeksi utama (primary source of infection) yang selanjutnya disebarluaskan oleh
kutudaun yang ada di lapangan (Udayashankar et al. 2010).
Spesies kutudaun yang dapat menjadi vektor BCMV antara lain Aphis fabae
Scopoli dan Myzus persicae (Sulzer) (Morales 1987). Morales dan Boss (1988)
melaporkan bahwa A. gossypii Glover, A. craccivora Koch, A. medicaginis Koch,
A. rumicis Linnaeus., Hyalopterus atriplicis Linnaeus, Macrosiphon ambrosiae
(Thomas), M. pisi (Kaltenbach) dan M. solanifolii Ashmead dapat menjadi vektor
BCMV. Diuraphis noxia (Mordvilko), Metopolophium dirhodum (Walker),
Rhopalosiphum padi (Linnaeus), Schizaphis graminum (Rondani), dan Sitobium
avenae Fabricius dilaporkan juga dapat menjadi vektor BCMV (Halbert et al.
1994). Vektor BCMV yang paling penting pada tanaman kacang panjang adalah
A. craccivora karena A. craccivora merupakan hama utama pada tanaman kacang
panjang di Indonesia. BCMV ditularkan kutudaun ke tanaman secara
nonpersisten. Penularan virus tipe ini menunjukkan bahwa virus dalam vektor
hanya terdapat di alat mulut dan tidak dapat memperbanyak diri dalam vektor
(Hull 2002).
Penularan virus secara mekanis dapat dilakukan dengan cara mengoleskan
cairan perasan tanaman sakit pada permukaan daun. Efisiensi penularan dapat
dilakukan dengan penaburan karborundum pada permukaan daun. Karborundum
dapat menyebabkan abrasi saat cairan perasan tanaman dioleskan pada permukaan
daun tanaman (Walkey 1991).

Mekanisme Penularan Virus Lewat Biji
Penularan virus ke benih dapat melalui 2 cara yaitu dengan menginfeksi
bagian-bagian benih dan mengontaminasi kulit benih. Bagian benih yang dapat
terinfeksi virus adalah embrio, endosperma, dan kulit benih. Penularan virus ke
benih melalui embrio merupakan tipe penularan yang paling umum terjadi pada
tanaman (Agarwal dan Sinclair 1997). Infeksi virus pada embrio hanya terjadi
apabila tanaman terinfeksi virus sebelum penyerbukan bunga. Hal ini disebabkan
tidak adanya plasmodesmata antara embrio dan tanaman induk. Penularan virus ke
embrio benih dapat pula terjadi akibat terinfeksinya serbuk sari tanaman

7
(Hull 2002). Untuk beberapa virus yang sangat stabil, seperti Tobaco mosaic virus
dan Cucumber green mottle mosaic virus, dapat menular walaupun berada pada
kulit biji (Agarwal dan Sinclair 1997).
Penularan BCMV pada benih terjadi akibat infeksi virus pada embrio
benih baik itu melalui tanaman induk maupun melalui serbuk sari yang terinfeksi.
BCMV tidak terbawa pada kulit biji (Sutic et al. 1999). Menurut Morales dan Bos
(1988), BCMV mampu mempertahankan infektivitasnya dalam biji selama
30 tahun.

Tindakan Pencegahan dan Pengendalian Virus
Pencegahan dan pengendalian BCMV pada tanaman kacang panjang
penting dilakukan agar kejadian penyakit tidak menyebar secara luas di lapangan.
Penggunaan benih kacang panjang yang sehat merupakan salah satu cara untuk
mengurangi sumber infeksi di lapangan. Hal ini disebabkan BCMV merupakan
virus terbawa benih yang memiliki potensi terbawa benih yang cukup tinggi.
Pengendalian serangga vektor BCMV penting dilakukan untuk mengurangi
tersebarnya penyakit di lapangan. Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan
penyemprotan

insektisida kimia khususnya vektor yang masih terdapat pada

inang liar sebelum tanam karena penularan virus melalui vektor bersifat
nonpersisten (Sutic et al. 1999).
Tindakan

pengendalian

infeksi

BCMV

dapat

dilakukan

dengan

menggunakan beberapa ekstrak tanaman. Kejadian penyakit BCMV strain
Blackeye cowpea mosaic (BCMV-BlC) pada tanaman buncis berkurang sebesar
7% pada kondisi rumah kaca dan 40% pada kondisi lapangan dengan perlakuan
benih menggunakan ekstrak Boerhaavia diffusa. Aplikasi semprot ekstrak
B. diffusa dan Bougainvillea spectabilis dapat mengurangi kejadian penyakit 13%
dan 12% pada kondisi rumah kaca sedangkan B. diffusa dan Clerodendrum
inerme mengurangi kejadian penyakit sampai dengan 31% dan 32% pada kondisi
lapangan (Prasad et al. 2007). BCMV dilaporkan dapat ditekan dengan
menggunakan ekstrak bunga Clerodendrum japonicum (bunga pagoda),
Chenopodium amaranticolor, Mirabilis jalapa (bunga pukul empat) dan
Andrographis paniculata (sambiloto). Ekstrak bunga pagoda dan ekstrak bunga

8
pukul empat mampu menghambat infeksi virus hingga 90% (Kurnianingsih 2010).
Penyemprotan kitosan pada daun mampu menghambat BCMV dan menekan
kejadian penyakit masing-masing sebesar 84.8% dan 62.1% (Haryanto 2010).

Enzyme Linked Immunosorbent Assays (ELISA)
Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan salah satu teknik
deteksi serologi yang saat ini banyak digunakan untuk mendeteksi virus dan
patogen tanaman lainnya (Agrios 2005). Prinsip dari teknik ini adalah
terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang teradsorpsi ke sumur plat mikrotiter
yang terbuat dari bahan polistirena (Djikstra dan De Jager 1998).
Pada umumnya ELISA dapat dibagi menjadi 2 yaitu direct double antibody
sandwich ELISA (DAS-ELISA) dan indirect ELISA (I-ELISA). Perbedaan utama
DAS ELISA dan I-ELISA terletak pada urutan peletakan antigen (sampel virus).
Pada metode DAS-ELISA, antigen diletakkan setelah antibodi primer. Antibodi
sekunder diletakkan setelah antigen. DAS-ELISA memerlukan antibodi sekunder
yang spesifik untuk antigen yang dideteksi. Pada metode I-ELISA, antigen
diletakkan terlebih dahulu kemudian antibodi primer. Antibodi sekunder
diletakkan setelah antibodi primer. Hasil deteksi dikatakan positif apabila terjadi
perubahan warna menjadi kuning pada sumuran plat mikrotiter setelah pemberian
enzim substrat. DAS-ELISA sangat dianjurkan untuk deteksi virus skala besar,
namun penggunaannya dalam program indexing memiliki masalah karena
spesifikasinya yang tinggi. Oleh karena itu dianjurkan menggunakan I-ELISA
karena hubungan serologi antara virus lebih stabil (Djikstra dan De Jager 1998).
Menurut Djikstra dan De Jager (1998), terdapat beberapa keunggulan
deteksi serologi dengan ELISA untuk virus tumbuhan di antaranya virus dapat
terdeteksi walaupun dalam konsentrasi yang rendah (1-10 ng/ml), antibodi yang
digunakan sangat sedikit, metode ini dapat digunakan untuk deteksi virus dalam
skala besar, dan hasil deteksi dapat diukur secara kuantitatif.

9

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di kebun percobaan Cikabayan dan Laboratorium
Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, dari Oktober 2011 sampai Juni 2012.

Perbanyakan Inokulum BCMV
Isolat BCMV asal Cirebon diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi
Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman. Inokulum diperbanyak pada tanaman
kacang panjang kultivar Parade sesuai petunjuk Djikstra dan De Jager (1998).
Kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam (HST) diinokulasi dengan BCMV
secara mekanis. Prinsip dari metode ini adalah menularkan virus dengan
mengoleskan cairan perasan pada permukaan daun sehingga virus dapat masuk ke
dalam sel tanaman. Cairan perasan dibuat dengan cara menggerus daun terinfeksi
BCMV dalam 0.01 M bufer fosfat pH 7.0 yang mengandung merkaptoetanol 1%
dengan perbandingan 1:5 (b/v). Daun digerus pada mortar steril. Daun yang akan
diinokulasi virus dilukai dengan karborundum 600 mesh. Cairan perasan yang
mengandung virus kemudian dioleskan pada permukaan atas daun dengan tangan.
Serbuk karborundum yang masih menempel pada daun dibersihkan menggunakan
air mengalir.

Persiapan Lahan dan Tanaman Uji
Lahan yang digunakan berupa lahan kering berukuran 100 m2. Pengolahan
lahan dilakukan 60 hari sebelum tanam. Bedengan dibuat dengan panjang 250 cm,
lebar 150 cm, dan tinggi 30 cm. Jarak antara bedengan 50 cm. Jumlah bedengan
sebanyak 15 bedengan. Pupuk kompos disebar pada alur pertanaman dengan dosis
75 ton/ha. Pemberian pupuk kompos dilakukan satu bulan sebelum tanam.
Benih kacang panjang yang digunakan adalah kultivar Parade yang
diperoleh dari toko pertanian Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penanaman dan
pemupukan dilakukan sesuai petunjuk Adijaya et al. (2005). Benih ditanam pada

10
kedalaman 4-5 cm sebanyak 3 benih per lubang dengan jarak tanam 20 x 50 cm.
Pupuk anorganik disebar di samping alur pertanaman dengan jarak 5-10 cm dari
alur pertanaman. Pemupukan dilakukan 2 kali yaitu pada saat tanam dan pada saat
tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST). Pada pemupukan pertama
digunakan urea, SP-36, dan KCl masing-masing dengan dosis 50 kg/ha,
100 kg/ha, dan 200 kg/ha. Pada pemupukan kedua digunakan pupuk urea dengan
dosis 50 kg/ha. Penjarangan dilakukan pada 2 MST dengan memilih salah satu
tanaman kacang panjang yang menunjukkan pertumbuhan yang sehat.

Inokulasi BCMV ke Tanaman
Inokulasi BCMV pada tanaman uji dilakukan secara mekanis yaitu melalui
luka halus pada permukaan tanaman. Prinsipnya sama dengan penularan mekanis
pada saat perbanyakan inokulum. Inokulasi BCMV pada tanaman dilakukan pada
waktu yang berbeda-beda yaitu 1, 2, 3 dan 4 MST. Pada perlakuan kontrol, tidak
dilakukan inokulasi pada tanaman uji hingga tanaman panen. Tiap perlakuan
terdiri atas 3 ulangan masing-masing terdiri atas 20 tanaman.

Pemeliharaan Tanaman dan Pemanenan Kacang Panjang
Tanaman kacang panjang disiram setiap hari hingga tanaman berumur
2 MST. Penyiraman selanjutnya hanya dilakukan 3 hari sekali. Penyiangan gulma
dilakukan pada saat 2 dan 4 MST. Ajir dengan tinggi 2 meter dipasang di samping
tanaman pada saat 2 MST. Pemantauan hama dan penyakit tanaman dilakukan
setiap hari khususnya untuk hama Aphis craccivora yang merupakan vektor
BCMV. Pengendalian A. craccivora secara mekanis dilakukan sejak tanaman
berumur 1 MST. Saat tanaman berumur 4 MST pengendalian secara kimiawi
dilakukan menggunakan insektisida berbahan aktif imidaklorpid 5% dengan
volume cairan semprot 725 l/ha.
Panen pertama kacang panjang dilakukan pada saat tanaman berumur
8 MST. Panen dilakukan sebanyak 3 kali dengan interval panen 1 kali seminggu.
Setelah panen, bobot polong ditimbang. Selanjutnya, polong kacang panjang

11
dijemur di bawah sinar matahari hingga kering. Benih kacang panjang kemudian
dikelompokkan berdasarkan perlakuan.

Deteksi BCMV dari Tanaman dan Benih
Deteksi BCMV dari lapangan dilakukan untuk mengetahui perbedaan titer
virus untuk masing-masing perlakuan. Daun diambil pada saat tanaman berumur
4 minggu setelah inokulasi (MSI). Daun diambil menggunakan tutup eppendorf
ukuran 1.5 ml untuk keseragaman sampel uji (bobot daun 1 tutup eppendorf =
0.01 g). Setiap ulangan dari masing-masing perlakuan (inokulasi 1, 2, 3, dan
4 MST) dikompositkan sehingga terdapat 12 sampel komposit (SK) (tiap
perlakuan terdiri atas 3 ulangan, 1 komposit mewakili 1 ulangan).
Sebanyak 100 benih kacang panjang hasil inokulasi BCMV pada umur
tanaman yang berbeda ditanam untuk mengetahui persentase BCMV terbawa
benih. Benih ditanam pada media tanah dalam nampan persemaian. Jumlah benih
yang ditanam sebanyak 100 benih dari masing-masing perlakuan inokulasi. Daun
kacang panjang diambil saat tanaman berumur lebih dari 3 MST. Daun diambil
dengan menggunakan tutup eppendorf ukuran 1.5 ml. Tiap 5 sampel daun dari 5
tanaman uji dibuat menjadi 1 SK sehingga total SK berjumlah 20 untuk setiap
perlakuan. Sampel tanaman dan sampel asal benih kemudian dideteksi secara
serologi menggunakan antiserum BCMV dengan metode indirect ELISA sesuai
dengan protokol yang dibuat oleh produsen antiserum (Agdia). SK benih yang
positif kemudian dideteksi lanjut secara individu untuk mengetahui persentase
BCMV terbawa benih.
Cairan perasan tanaman (antigen) disiapkan dengan menggerus daun yang
diberi bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO3, 0.293 g NaHCO3, 0.20 g NaN3,
20 g polivinilpirrolidon (PVP) yang dilarutkan dalam 1 L air steril, pH 9.6]
dengan perbandingan 1:100 (b/v). Daun digerus pada plastik bening ukuran
15 x 10 cm. Sebanyak 100 μl cairan perasan diisi ke dalam sumuran ELISA. Plat
ELISA diinkubasi semalam pada suhu 4 ºC. Setelah itu, plat dicuci sebanyak 4-8
kali dengan phosphate buffer saline Tween-20 (PBST) [8 g NaCl, 2 g KH2PO4,
1.15 g Na2HPO4, 0.2 g KCl 0.5 ml, Tween 20 yang dilarutkan dalam 1 L air steril,
pH 7.4]. Tiap sumuran ELISA diisi dengan 100 μl antiserum BCMV (1:200)

12
dalam bufer ECI [2 g bovine serum albumin, 20 g PVP, 0.2 g NaN3 yang
dilarutkan dalam 1 liter air steril, pH 7.4]. Setelah itu, plat diinkubasi selama
2 jam pada suhu 37 ºC, kemudian plat dicuci 4-8 kali dengan PBST.
Antiserum RaM-AP (rabbit anti mouse yang telah dilabel enzim alkaline
phosphatase) (antiserum kedua) kemudian dimasukkan pada sumuran sebanyak
100 μl setelah dilakukan pengenceran menggunakan bufer ECI (1:200) dan
diinkubasi selama 1-2 jam pada suhu 37 ºC. Plat kemudian dicuci dengan PBST
sebanyak 4-8 kali. Setelah plat dicuci, tiap sumuran diisi dengan 100 μl substrat
p-nitrofenilfosfat (PNP). Setiap 1 tablet PNP (5 mg) dilarutkan dalam 5 ml bufer
PNP [97 ml dietanolamin, 0.2 g NaN3, 0.1 g MgCl2, dilarutkan dengan air steril
hingga volume larutan 1 L, pH 9.8] dan diinkubasi pada suhu ruang hingga terjadi
perubahan warna menjadi kuning. Hasil ELISA dibaca secara kuantitatif dengan
ELISA reader pada panjang gelombang 405 nm. Sampel dinyatakan positif jika
nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji 1.5 kali lebih besar dibandingkan
dengan kontrol negatif (tanaman sehat).

Peubah Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi periode inkubasi, tipe gejala, kejadian
penyakit, keparahan penyakit, persentase BCMV terbawa benih, tinggi tanaman,
jumlah daun, masa berbunga, dan bobot produksi. Periode inkubasi virus dihitung
sejak virus diinokulasi hingga menunjukkan gejala pada tanaman. Kejadian
penyakit pada tanaman ditentukan dengan menghitung jumlah tanaman sakit dan
membandingkan jumlah tanaman uji yang digunakan. Kejadian penyakit dihitung
dengan menggunakan rumus (Cooke 1998):
Jumlah tanaman terinfeksi
KP =

X 100%
Jumlah tanaman yang diinokulasi

Keparahan penyakit dihitung setiap minggu dengan mengukur skor
penyakit pada masing-masing tanaman uji. Kategori skor yang digunakan
(Gambar 1) yaitu:

13
0 : tidak bergejala
1 : gejala mosaik ringan
2 : gejala mosaik sedang
3 : gejala mosaik berat
4 : gejala mosaik berat dengan malformasi daun yang parah, kerdil, atau mati

Gambar 1

a
a

bb
b

c
c

d
d

e
e

Skor keparahan penyakit berdasarkan gejala visual. (a) Skor 0,
(b) skor 1, (c) skor 2, (d) skor 3, (e) skor 4.

Nilai skor yang diukur dikonversi dalam nilai keparahan penyakit (disease
severity) berdasarkan rumus Townsend dan Heüberger (1974 dalam Agrios 2005):
∑ (ni x vi)
I=

x 100%
NxV

I = keparahan penyakit
ni = jumlah tanaman dengan skor ke-i
vi = nilai skor penyakit
N= jumlah tanaman yang diamati
V= skor tertinggi
Persentase BCMV terbawa benih diperoleh dari individu benih yang
positif BCMV hasil deteksi serologi indirect ELISA. Rumus yang digunakan
adalah sebagai berikut.
Jumlah benih positif BCMV
Persentase BCMV terbawa benih =

x 100%
Jumlah benih uji

Pengukuran tinggi tanaman dan jumlah daun dilakukan 2 minggu sekali
hingga tanaman berumur 6 MST. Tinggi tanaman diukur mulai dari dari pangkal

14
batang hingga titik tumbuh. Masa berbunga tanaman ditentukan dengan mencatat
waktu munculnya bunga pertama pada tiap tanaman.

Rancangan Percobaan dan Analisis Data
Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok.
Perlakuan yang diuji ada 5 yaitu 1, 2, 3, 4 MST, dan kontrol. Masing-masing
perlakuan terdiri atas 3 ulangan dan masing-masing ulangan terdiri atas 20
tanaman. Data periode inkubasi, kejadian penyakit, keparahan penyakit, tinggi
tanaman, jumlah daun, masa berbunga, dan produksi polong kacang panjang
dianalisis dengan sidik ragam menggunakan program SAS for windows versi 9.0.
Perlakuan yang memberikan pengaruh nyata diuji dengan Duncan Multiple Range
Test (DMRT) pada taraf α = 5%.

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Kondisi Umum Pertanaman
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG)
(2012), temperatur dan kelembaban udara rata-rata saat penelitian dilakukan
adalah 25.6 oC dan 85% dengan rata-rata curah hujan adalah 308.3 mm/bulan.
Temperatur dan kelembaban udara tersebut sesuai untuk pertumbuhan kacang
panjang, namun curah hujan kurang sesuai. Batas maksimal curah hujan yang
sesuai untuk pertumbuhan kacang panjang 166.67 ml/bulan (Haryanto et al.
2007).

Periode Inkubasi dan Tipe Gejala BCMV
Periode inkubasi adalah waktu yang dibutuhkan virus sejak virus masuk ke
tanaman hingga gejala pada tanaman teramati. Semakin muda tanaman kacang
panjang terinfeksi BCMV, periode inkubasi semakin cepat (Tabel 1). Tanaman
kacang panjang yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki periode inkubasi
yang lebih cepat (8-9 HST) dibandingkan dengan perlakuan lain. Periode inkubasi
BCMV pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 MST tidak berbeda nyata
dengan tanaman yang diinokulasi BCMV umur 2 dan 4 MST, namun periode
inkubasi cenderung semakin lama dengan semakin tuanya umur tanaman yang
diinokulasi.
Tipe gejala akibat infeksi BCMV berbeda berdasarkan waktu inokulasi
(Tabel 1). Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST menunjukkan gejala
mosaik ringan (2a) sampai mosaik berat dan penebalan pada tulang daun (vein
banding) (Gambar 2b), malformasi daun, tepi daun melengkung ke bawah
(Gambar 2c), sebagian daun menguning pada saat tanaman memasuki fase
pembungaan (Gambar 2d), dan tanaman kerdil. Tanaman dengan gejala daun
menguning juga akan menghasilkan polong dengan gejala mosaik dan malformasi
polong (Gambar 2e). Gejala yang muncul pada tanaman yang diinokulasi BCMV
umur 2 MST hampir sama dengan 1 MST, namun pada tanaman yang dinokulasi

16
BCMV umur 2 MST tidak ditemukan adanya tanaman kerdil. Gejala yang muncul
pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 3 dan 4 MST berupa mosaik ringan
dan sebagian tanaman menunjukkan mosaik berat. Mosaik ringan terlihat pada
awal munculnya gejala sedangkan mosaik berat terlihat setelah 5-10 hari periode
inkubasi. Hal ini menunjukkan bahwa semakin muda tanaman saat terinfeksi
virus, kepekaan tanaman terhadap infeksi BCMV semakin tinggi.

Tabel 1 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
periode inkubasi dan tipe gejala
Waktu inokulasi (MST)

Periode inkubasi (HSI a) b

Tipe gejalac

1

8.22 ± 0.20c

MsR, MsB, MF, Kng, Kd

2

13.75 ± 2.08b

MsR, MsB, MF, Kng

3

15.12 ± 3.42ab

MsR, MsB

4

17.38 ± 2.33a

MsR, MsB

Kontrol

-

Tidak ada gejala

a

HSI = hari setelah inokulasi.
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).
c
MsR = mosaik ringan, MsB = mosaik berat, MF = malformasi, Kng = kuning, Kd = kerdil.

b

a
Gambar 2

b

c

d

ee

Gejala BCMV. (a) Mosaik ringan, (b) mosaik berat, (c) malformasi
daun, (d) daun menguning, (e) mosaik dan malformasi polong.

Kejadian dan Keparahan Penyakit BCMV
Inokulasi BCMV pada umur tanaman 1-4 MST menunjukkan kejadian
penyakit sebesar 100% (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa infeksi BCMV
pada umur tanaman kacang panjang yang berbeda tidak berpengaruh terhadap
tingkat kejadian penyakit BCMV di lapangan. Berdasarkan data keparahan
penyakit dapat diketahui bahwa semakin muda tanaman diinokulasi BCMV,
keparahan penyakit tanaman cenderung semakin tinggi (Tabel 1). Tanaman

e

17
kacang panjang yang diinokulasi umur 1 MST menunjukkan tingkat keparahan
penyakit yang sangat tinggi yaitu mencapai 94.6% dan berbeda nyata
dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Nilai absorbansi ELISA (NAE) merupakan gambaran kuantitatif virus yang
menginfeksi tanaman. NAE dari setiap perlakuan (1, 2, 3, dan 4 MST)
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata untuk masing-masing perlakuan
inokulasi (Tabel 2).

Tabel 2

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman kacang panjang yang
berbeda terhadap kejadian penyakit, keparahan penyakit, dan nilai
absorbansi ELISA (NAE) tanaman lapangan

Waktu inokulasi
(MST)a

Kejadian
penyakit (%)b

Keparahan
penyakit (%)b

NAEb

Keterangan

1

100 ± 0a

94.6 ± 1.9a

0.98 ± 0.01a

+

2

100 ± 0a

83.8 ± 4.3b

1.00 ± 0.09a

+

3

100 ± 0a

87.1 ± 8.0ab

1.09 ± 0.26a

+

4

100 ± 0a

69.6 ± 6.4c

1.01 ± 0.01a

+

0 ± 0b

0.00 ± 0.0d

0.11 ± 0.03b

-

Kontrol
a
b

MST = minggu setelah tanam.
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

BCMV Terbawa Benih
Deteksi virus secara serologi pada tanaman hasil growing on test
menunjukkan bahwa masing-masing benih hasil perlakuan positif terdeteksi
BCMV namun dengan persentase terbawa benih yang bervariasi. Persentase
BCMV terbawa benih komposit perlakuan inokulasi umur 1, 2, 3, dan 4 MST
masing-masing sebesar 30% (6/20), 90% (18/20), 45% (9/20), dan 45% (9/20)
(Gambar 3).

18

BCMV dalam SK (%)

100

90

80
60
40

45

45

3

4

30

20
0
1

2

Waktu inokulasi (MST)

Gambar 3

Persentase BCMV terbawa benih dalam SK berdasarkan umur
tanaman saat terinfeksi virus

Hasil deteksi individu tanaman dari SK yang positif BCMV menunjukkan
bahwa dari masing-masing 100 benih yang diuji, BCMV yang terbawa benih
perlakuan inokulasi 1, 2, 3, dan 4 MST masing-masing sebesar 7%, 66%, 39%,
dan 24% (Gambar 4). Dari data ini diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi
BCMV umur 2 MST menunjukkan persentase BCMV terbawa benih yang
tertinggi dibandingkan perlakuan lainnya.

BCMV terbawa benih (%)

80
66
60
36

40

24
20
7
0
1

2

3

4

Waktu inokulasi (MST)

Gambar 4

Persentase BCMV terbawa benih berdasarkan umur tanaman saat
terinfeksi virus

19
Pengaruh Infeksi BCMV terhadap pertumbuhan Vegetatif dan Generatif
Tanaman Kacang Panjang
Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kacang panjang. Pertumbuhan
vegetatif yang terhambat adalah jumlah daun dan tinggi tanaman. Pertumbuhan
generatif yang terhambat adalah masa berbunga dan produksi kacang panjang.
Secara umum, semakin muda tanaman pada saat diinokulasi BCMV, pertumbuhan
vegetatif dan generatif tanaman semakin terhambat.
Jumlah daun. Jumlah daun pada pengamatan 2 MST memperlihatkan hasil
yang berbeda nyata antara perlakuan inokulasi namun jumlah daun mendekati
angka 2 untuk semua perlakuan sehingga dapat dikatakan belum terdapat
penghambatan

pembentukan

daun

akibat

infeksi

virus

(Lampiran

9).

Penghambatan pembentukan daun terlihat jelas saat tanaman berumur 6 MST.
Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST memiliki jumlah daun yang lebih
sedikit dibandingkan dengan perlakuan lainnya (Gambar 5).

30

Minggu 2
Minggu 4
Minggu 6

Jumlah daun

25

a

a
ab

ab

b

20
15

5

ab

a

a

a

10

ab

b

a

a
a

ab

0
1

2

3

4

Kontrol

Waktu inokulasi (MST)
Gambar 5 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
jumlah daun

20
Tinggi tanaman. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda dapat
memengaruhi tinggi tanaman kacang panjang. Secara umum, semakin muda
tanaman terinfeksi BCMV semakin terhambat tinggi tanaman. Efek infeksi
BCMV terhadap tinggi tanaman telah terlihat pada saat tanaman berumur 4 MST
khususnya pada tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 MST (Gambar 6).
Penghambatan tinggi tanaman akibat infeksi virus pada tanaman yang diinokulasi
BCMV umur 1 MST berbeda nyata baik itu pada pengamatan 4 MST maupun
6 MST.

Minggu 2
Minggu 4
Minggu 6

Tinggi tanaman (cm)

300
250

b

200
150

a

a

a

a

a

a

ab

ab

b

100
50

a

a

a

a

a

0
1

2

3

4

Kontrol

Waktu inokulasi (MST)

Gambar 6 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
tinggi tanaman

Masa berbunga. Tanaman kacang panjang yang terinfeksi BCMV memiliki
masa berbunga yang lebih lambat dibandingkan dengan tanaman sehat. Semakin
muda tanaman terinfeksi BCMV, masa berbunga juga cenderung semakin lambat.
Tanaman yang diinokulasi BCMV umur 1 dan 2 MST memiliki masa berbunga
masing-masing 46 dan 45 HST; lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan lain
dan berbeda nyata dengan kontrol (Gambar 7).

21

Masa berbunga (HST)

47
46

a
a

45

ab

ab

44
b

43
42
41
40
1

2

3

4

Kontrol

Waktu inokulasi (MST)
Gambar 7 Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda terhadap
masa berbunga

Produksi. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda juga
memengaruhi produksi polong kacang panjang. Semakin muda tanaman saat
diinokulasi BCMV, produksi polong per ha juga semakin rendah (Tabel 3).
Di antara umur tanaman yang berbeda saat terinfeksi BCMV, penurunan produksi
yang nyata terjadi saat tanaman kacang panjang terinfeksi BCMV pada umur
1 MST yaitu sebesar 44.9%. Produksi polong pada tanaman yang diinfeksi
BCMV pada umur 2-4 MST cenderung lebih rendah dibandingkan dengan
kontrol, namun tidak berbeda nyata secara statistik.

Tabel 3

Pengaruh inokulasi BCMV pada umur tanaman berbeda terhadap
produksi dan penurunan produksi kacang panjang

Waktu inokulasi (MST)a

Produksi (ton ha-1)b

Penurunan produksi (%)

1

5.490 ± 0.325b

44.9

2

8.154 ± 1.628a

18.1

3

8.839 ± 1.538a

11.3

4

9.395 ± 1.677a

5.7

Kontrol

9.965 ± 0.853a

-

a
b

MST = minggu setelah tanam
Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji selang berganda Duncan α = 5%).

22
Pembahasan
BCMV merupakan salah satu virus yang menginfeksi tanaman kacang
panjang. Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi
periode inkubasi virus. Secara umum, semakin muda tanaman kacang panjang
terinfeksi BCMV, periode inkubasi virus semakin cepat. Periode inkubasi erat
kaitannya dengan kemampuan virus menyebar dari tempat inokulasi ke bagian
tanaman lainnya dan kemudian menunjukkan gejala. Virus mampu menyebar ke
bagian tanaman yang masih muda dengan cepat karena tanaman muda belum
memiliki sistem pertahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Agrios 2005).
Selain dipengaruhi oleh umur tanaman saat terinfeksi virus, perbedaan lama
periode inkubasi virus dapat pula dipengaruhi oleh faktor inang, konsentrasi virus,
faktor lingkungan, sifat virus, dan kecepatan perkembangan virus dalam jaringan
serta tingkat kerentanan tanaman terhadap infeksi virus (Walkey 1991;
Susetio 2011).
Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda tidak memengaruhi
kejadian penyakit (100%) dan titer virus (Tabel 2). Menurut Susetio (2011),
kultivar Parade merupakan kultivar yang sangat rentan terhadap infeksi BCMV.
Oleh karena itu, perbedaan umur tanaman saat terinfeksi BCMV bukan faktor
yang memengaruhi tingkat kejadian penyakit dan titer virus di lapangan. Faktor
yang lebih berperan dalam memengaruhi hal di atas kemungkinan adalah faktor
kerentanan tanaman secara genetik. Curah hujan yang tinggi saat penelitian juga
kemungkinan mendukung tingginya kejadian penyakit BCMV di lapangan. Khan
et al. (2011) melaporkan bahwa kejadian penyakit Cucumber mosaic virus (CMV)
pada tanaman mentimun yang ditanam di lapangan meningkat seiring dengan
meningkatnya curah hujan.
Inokulasi BCMV pada umur tanaman yang berbeda memengaruhi tingkat
keparahan penyakit. Semakin muda tanaman terinfeksi BCMV, tingkat keparahan
penyakit cenderung semakin tinggi. Gejala akibat infeksi BCMV yang paling
parah adalah gejala mosaik dan vein banding. Munculnya gejala mosaik
disebabkan adanya area yang terinfeksi dan tidak terinfeksi virus. Area yang
terinfeksi virus biasanya berwarna hijau pucat karena hilangnya atau
berkurangnya produksi klorofil (Walkey 1991). Infeksi Bean yellow mosaic

23
potyvirus (BYMV) pada tanaman kacang buncis (Phaseolus vulgaris, Fabaceae)
dapat menyebabkan penurunan jumlah klorofil a, klorofil b, karotenoid,
karbohidrat, protein, dan asam amino. Persentase penurunan kandungan tanaman
tersebut di atas semakin meningkat seiring dengan meningkatnya umur tanaman
(Hemida 2005). Infeksi BCMV pada umur tanaman yang lebih muda dapat
menyebabkan penurunan klorofil tanaman lebih awal dibandingkan dengan
tanaman yang diinokulasi pada tanaman yang lebih tua. Pengurangan klorofil
yang lebih awal dapat menyebabkan gejala mosaik yang muncul pada tanaman
lebih parah sehingga meningkatkan tingkat keparahan penyakit pada tanaman.
Keparahan yang lebih tinggi pada tanaman muda kemungkinan juga diperberat
karena tanaman belum memiliki ketahanan yang kuat terhadap infeksi virus (Hull
2002).
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa tanaman yang diinokulasi
BCMV pada umur yang lebih tua (4 MST) menunjukkan keparahan penyakit yang
lebih rendah (69.6%) dibandingkan dengan inokulasi pada umur tanaman yang
lebih muda (Tabel 2). Infeksi BCMV pada tanaman yang lebih tua
mengekspresikan gejala yang lebih ringan dibandingkan dengan tanaman muda
walaupun titer virus tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman yang lebih tua
lebih tahan terhadap infeksi virus (walaupun terinfeksi virus, ekspresi gejala lebih
ringan).
Secara um