Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK
MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA
KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ”Efikasi Beberapa
Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang
Panjang di Lapangan” adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam Daftar Pustaka di bagian

akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Nicko Surya Siswoyo Putra
NIM A34090007

____________________________________

*Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan luar
pihak IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

ABSTRAK

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk
Mengendalikan Bean common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan.
Dibimbing oleh TRI ASMIRA DAMAYANTI.
Kacang panjang merupakan sayuran penting di Indonesia. Salah satu faktor
pembatas produksi kacang panjang adalah adanya infeksi Bean common mosaic
virus (BCMV). Di lapangan, infeksi BCMV sulit untuk dikendalikan. Salah satu

upaya pengendalian virus tanaman adalah dengan memanfaatkan ekstrak tanaman
yang mengandung substansi antivirus. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifan beberapa ekstrak tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus
untuk mengendalikan BCMV pada kacang panjang di lapangan. Empat belas
ekstrak tanaman terpilih diaplikasikan dalam bentuk ekstrak kasar dan ekstrak
protein yang disemprotkan ke daun satu jam sebelum inokulasi mekanis BCMV.
Percobaan dirancang dengan RAK dan tiap perlakuan terdiri dari 3 blok sebagai
ulangan. Peubah yang diamati adalah waktu inkubasi, kejadian penyakit, gejala,
keparahan penyakit dan titer BCMV yang dideteksi secara serologi. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa baik perlakuan ekstrak kasar maupun protein
memperpanjang waktu inkubasi dan menekan keparahan penyakit. Tingkat
hambatan relatif keparahan dan titer BCMV perlakuan ekstrak kasar berturut-turut
sebesar 48,4% - 89.8% dan 59.8% - 99.1%, sedangkan pada perlakuan ekstrak
protein berturut-turut sebesar 43.2% - 74.4% dan -55.1% - 42.7%. Perlakuan
ekstrak kasar menunjukkan lebih efektif dalam menekan BCMV dibandingkan
perlakuan ekstrak protein. Diantara ekstrak kasar yang diuji, ekstrak bogenvil dan
jambu biji menunjukkan penekanan BCMV tertinggi di lapangan.
Kata kunci: antivirus, BCMV, ekstrak tanaman, kacang panjang

ABSTRACT


NICKO SURYA SISWOYO PUTRA. Efficacy of Plant Extracts to Control Bean
common mosaic virus on Yard Long Bean in the Field. Supervised by TRI
ASMIRA DAMAYANTI.
Yard long bean is an important vegetable in Indonesia. One of its production
constraint is the infection of Bean common mosaic virus (BCMV). In the field,
BCMV infection is difficult to be controlled. One of effort to control the virus is
by utilizing antivirus substances from plant origin. The conducted research aim
was to test the effectiveness of plant extracts considerably containing antivirus
substances to control BCMV on yard long bean in the field trial. Fourteen plants
species were applied as crude and protein extracts which were sprayed on the
leaves an hour before mechanical inoculation of BCMV. The experiment was
arranged by using randomized block design. Each treatment consist of 3 blocks as
replicate. Incubation period, disease incidence, symptom, disease severity and titer
of BCMV were measured. The result showed that either crude extract or protein
extract prolonged the incubation period and decreased the disease severity.
Relative inhibition level of severity and BCMV titer of crude extract treatments
ranged from 48,4% to 89.8% and from 59.8% to 99.1%, whereas protein extract
treatment ranged from 43.2% to 74.4% and from -55.1% to 42.7%, respectively.
Crude extract treatment showed more effective to control BCMV infection than

protein extract treatment. Among tested plant extracts, Bougainvillea spectabilis
and Psidium guajava crude extracts showed highest relative inhibition level of
severity and BCMV titer in controlling BCMV in the field.
Keywords: antivirus, BCMV, plant extract, yard long bean

EFIKASI BEBERAPA EKSTRAK TANAMAN UNTUK
MENGENDALIKAN Bean common mosaic virus PADA
KACANG PANJANG DI LAPANGAN

NICKO SURYA SISWOYO PUTRA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Usulan : Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean
common mosaic virus pada Kacang Panjang di Lapangan
Nama
: Nicko Surya Siswoyo Putra
NRP
: A34090007

Disetujui oleh

Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Abdjad Asih Nawangsih, MSi
Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir dengan judul
“Efikasi Beberapa Ekstrak Tanaman untuk Mengendalikan Bean common mosaic
virus pada Kacang Panjang di Lapangan” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Siswoyo, Ibunda Lina
Sarida, dan Adinda Rachmad Gemilang Siswoyo Putra yang telah mendoakan dan
memberikan dukungan yang luar biasa kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Dr Ir Tri Asmira Damayanti, MAgr selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan masukan, motivasi, dan
bimbingan selama penelitian hingga penyusunan tugas akhir. Selain itu ucapan
terima kasih penulis sampaikan kepada Kak Dita Megasari, Kak Sari Nurulita,
Bapak Edi, Bapak Jaya, Martha Theresia Panjaitan, Nadzirum Mubin, Widyantoro
Cahyo Setiawan, Kavy Shobah, Mansyur Tri Widodo, Hartodi Rahmansyah,
Khoir Samsi, Tri Setyawan, Yola Walendra, Mega Purnama Sari dan seluruh

anggota laboratorium Virologi Tumbuhan serta teman-teman PTN angkatan 46
yang telah memberikan bantuan serta memotivasi dalam penyelesaian tugas akhir
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan tugas
akhir ini. Penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun.
Penulis juga berharap tugas akhir ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, Februari 2014

Nicko Surya Siswoyo Putra

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Manfaat

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV
Persiapan Lahan Percobaan
Persiapan Ekstrak Tanaman
Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan
Deteksi Serologi BCMV dengan ELISA Tidak Langsung
Analisis Data
HASIL
Waktu Inkubasi
Kejadian Penyakit
Gejala Infeksi BCMV
Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan
Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV
PEMBAHASAN
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

RIWAYAT HIDUP

vii
vii
vii
1
1
2
2
3
3
3
3
3
3
5
7
7
8
8

8
8
11
12
14
17
17
17
18
27

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Pemilihan tanaman pada setiap perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein 5
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan kejadian

penyakit
9
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala
10
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap keparahan dan tingkat
hambatan relatif penyakit
12
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3

Lahan percobaan
Skor keparahan penyakit
Gejala infeksi BCMV

4
6
11

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18

Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI
Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak kasar 4 MSI
Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak kasar
Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak protein
Sidik ragam kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP
Sidik ragam keparahan penyakit perlakuan ekstrak protein 4 MSP
Sidik ragam THR keparahan perlakuan ekstrak protein
Sidik ragam NAE perlakuan ekstrak protein
Sidik ragam THR BCMV perlakuan ekstrak protein
Sidik ragam jumlah daun perlakuan ekstrak protein
Sidik ragam bobot polong perlakuan ekstrak protein
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap bobot polong
Data iklim bulanan wilayah Dramaga, Bogor, Jawa Barat1

22
22
22
22
23
23
23
23
24
24
24
24
25
25
25
25
26
26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pada kurun waktu 2008 hingga 2012, produksi kacang panjang (Vigna
unguiculata subsp. sesquipedalis) nasional berfluktuasi. Menurut BPS (2013),
pada 2008 hingga 2010 produksi kacang panjang nasional meningkat yaitu 455
524 ton pada 2008, 483 793 ton pada 2009, dan 489 449 ton pada 2010. Namun
pada 2011 dan 2012 produksi kacang panjang nasional mengalami penurunan
cukup tinggi yaitu berturut-turut menjadi 456 254 ton dan 455 615 ton. Penurunan
produksi ini dapat disebabkan oleh gangguan organisme pengganggu tanaman
(OPT). Salah satu OPT yang diketahui menyerang kacang panjang adalah dari
golongan virus tanaman.
Damayanti et al. (2009) melaporkan bahwa pertanaman kacang panjang di
daerah Jawa Barat telah terinfeksi BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-B1C)
yang menginfeksi tunggal maupun ganda dengan Cucumber mosaic virus (CMV).
Gejalanya berupa mosaik kuning pada daun, vein-clearing pada tulang daun, serta
mosaik dan deformasi pada polong. Kejadian penyakit pada pertanaman tersebut
mencapai 80% hingga 100%.
Penyebaran BCMV sangat luas karena sifatnya yang terbawa benih (seedborne disease) (Morales dan Castano 1987). Selain itu BCMV juga dapat
ditularkan oleh beberapa spesies kutudaun secara non-persisten (Morales dan Bos
1988). Kehilangan hasil oleh BCMV bergantung pada varietas, waktu infeksi, dan
kondisi lingkungan. Pada varietas yang sangat rentan kejadian penyakit mosaik
dapat mencapai 100% (Mukeshimana et al. 2003).
Penggunaan insektisida untuk mengendalikan vektor kutudaun kurang
efektif karena dapat berdampak buruk terhadap serangga penyerbuk dan musuh
alami hama. Pengendalian yang efektif adalah dengan menggunakan varietas
tahan terhadap BCMV (Mukeshimana et al. 2003). Namun sampai saat ini
varietas tahan BCMV belum tersedia. Sehingga perlu dicari upaya lain untuk
mengendalikan BCMV, salah satunya dengan menggunakan ekstrak tanaman
yang mengandung substansi antivirus.
Penggunaan ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus
menunjukkan efektif menekan beberapa virus (Verma et al. 1998; Al-Ani et al.
2011; Madhusudhan et al. 2011). Ekstrak tanaman berperan sebagai penginduksi
ketahanan sistemik tanaman, bukan bereaksi langsung terhadap virus. Induksi
ketahanan sistemik oleh ekstrak tanaman bersifat non-spesifik dan efektif terhadap
virus yang kisaran inangnya luas (Verma et al. 1998).
Induksi ketahanan sistemik atau induced systemic resistance (ISR)
umumnya diinduksi oleh patogen lemah atau patogen strain avirulen, agen botani,
seperti ekstrak tanaman, dan cekaman lingkungan (Zeller 2006). ISR tidak secara
langsung menghambat perkembangan virus melainkan meningkatkan ketahanan
tanaman itu sendiri dengan menginduksi tanaman untuk memproduksi suatu
senyawa yang dapat menghambat perkembangan patogen (Prasad et al. 1995;
Verma et al. 1998). ISR tidak bergantung pada proses pembentukan asam salisilat,
melainkan bergantung pada asam jasmonic dan ethylene sebagai molekul sinyal.
Selain itu ISR juga tidak berasosiasi dengan pathogenesis related (PR) proteins
(Zeller 2006; Choudhary et al. 2007). ISR akan memicu ekspresi gen yang

2
menghasilkan senyawa yang mampu menghambat perkembangan patogen seperti
senyawa flavonoid, fitoaleksin, resin, peroksidase, dan lain sebagainya, serta
memicu perubahan morfologi, seperti penebalan lignin, peningkatan jumlah
papilla, dan penebalan dinding sel (Percival 2001).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji keefektifan beberapa ekstrak
tanaman yang diduga memiliki substansi antivirus dalam mengendalikan BCMV
pada kacang panjang di lapangan.
Manfaat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi ilmiah tentang efektivitas
ekstrak tanaman yang mengandung substansi antivirus untuk mengendalikan
BCMV.

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan pertanaman kacang panjang di Desa
Carangpulang, Dramaga, Bogor dan di Laboratorium Virologi Tumbuhan,
Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2013.
Metode Penelitian
Perbanyakan Sumber Inokulum BCMV
Isolat BCMV strain Blackeye cowpea (BCMV-BlC) diperoleh dari koleksi
laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Institut
Pertanian Bogor. Inokulum BCMV diperbanyak dengan menginokulasikan cairan
perasan (sap) BCMV pada tanaman kacang panjang kultivar Parade secara
berkala. Tanaman sumber inokulum ditanam dalam polybag dan dipelihara hingga
siap digunakan.
Inokulasi mekanis dilakukan pada tanaman kacang pajang berumur 7 hari
setelah tanam. Sap BCMV dibuat dengan mencampurkan daun sakit dengan bufer
fosfat dengan perbandingan 1:10 (b/v). Bufer fosfat dibuat dengan cara
mencampur 38.5 ml 1 M KH2PO4 dengan 61.5 ml 1 M K2HPO4. Campuran
tersebut diencerkan sepuluh kali untuk mendapat bufer fosfat 0.1 M pH 7.
Sebelum digunakan bufer diberi 1% 1,2-mercaptoethanol. Kemudian sap BCMV
dioleskan pada daun tanaman kacang panjang sehat yang telah ditaburi
carborundum 600 mesh, lalu permukaan daun dibilas dengan akuades.
Persiapan Lahan Percobaan
Lahan percobaan yang digunakan berukuran 500 m2 dibagi menjadi 3 blok
yang mewakili masing-masing kelompok uji. Setiap kelompok uji terdiri dari 24
perlakuan yang terbagi atas 2 perlakuan utama, yaitu perlakuan ekstrak kasar dan
perlakuan ekstrak protein. Setiap blok dibatasi oleh tanaman jagung (varietas
Laksmi IPB) baris ganda sebagai tanaman pagar untuk melindungi tanaman dari
penularan virus yang dibawa kutudaun ke pertanaman (Gambar 1).
Persiapan Ekstrak Tanaman
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini dipilih berdasarkan hasil uji
pendahuluan yang dilakukan oleh Damayanti dan Megasari (2013, data tidak
dipublikasikan) dan Panjaitan (2013). Empat belas tanaman tersebut menunjukkan
tingkat hambatan relatif lesio lokal nekrotik (LLN) yang tinggi pada tanaman
Chenopodium amaranticolor (data tidak ditampilkan). Masing-masing sepuluh
spesies tanaman digunakan sebagai perlakuan ekstrak kasar dan perlakuan ekstrak
protein (Tabel 1).
Persiapan Ekstrak Kasar. Ekstrak kasar dibuat sesuai prosedur yang
dikemukakan oleh Deepthi et al. (2007) dengan modifikasi minor pada rasio
bahan tanaman dengan bufer yaitu dari 1:1 (b/v) menjadi 1:5 (b/v) dan tanpa
sonifikasi pada pembuatan ekstrak tersebut. Ekstrak kasar dibuat dengan
menggerus 10 g bagian tanaman (daun/ kulit buah/ rimpang) dengan mortar dan
pistil dalam 50 ml 0.01 M bufer fosfat pH 7.2. Filtrat hasil penyaringan dengan

4
kain kasa kemudian disentrifugasi pada kecepatan 10 000 rpm selama 10 menit.
Supernatan selanjutnya dimasukkan dalam botol semprot kecil yang biasa
digunakan sebagai botol parfum dan siap digunakan dalam pengujian.

Gambar 1 Lahan percobaan: (a) Sebelum penanaman; (b) Setelah penanaman
dengan tanaman pagar; (c) peta perlakuan kelompok (kiri - kanan;
kelompok 1 - 3). Perlakuan ekstrak kasar (□) dan ekstrak protein (■),
serta tanaman jagung sebagai tanaman pinggir (■; jarak 1 m).
Perlakuan ekstrak yang diuji yaitu BNG (bogenvil), JGR (jengger
ayam), TYG (Tempuyung), JMB (jambu biji), BP4 (bunga pukul
empat), SMB (sambiloto), PTH (patah tulang), TLK (temulawak),
MMB (mimba), PGD (pagoda), JHM (jahe merah), MGS (manggis),
KCB (kecubung), KYP (kunyit putih), serta K(+) (kontrol terinfeksi
BCMV tanpa perlakuan) dan K(-) (kontrol sehat)
Persiapan Ekstrak Protein. Supernatan hasil ekstraksi ekstrak kasar
ditambahkan aseton dengan perbandingan 1:1 (v/v). Selanjutnya diinkubasi pada
suhu 4 oC selama satu malam. Campuran tersebut kemudian disentrifugasi pada
kecepatan 10 000 rpm selama 15 menit. Supernatan hasil sentifugasi selanjutnya
dilarutkan dalam bufer fosfat pH 7.2 dengan rasio 1:1 (v/v). Larutan tersebut
dimasukkan ke dalam botol parfum kecil dan siap digunakan.

5
Tabel 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14

Spesies tanaman yang diuji pada perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak
protein
Bagian
Ekstrak Ekstrak
Spesies
tanaman
kasar1 protein1
Pagoda (Clerodendrum japonicum)
Daun


Pukul Empat (Mirabilis jalapa)
Daun


Jambu Biji (Psidium guajava)
Daun


Mimba (Azadirachta indica)
Daun


Tempuyung (Sonchus arvencis)
Daun


Temulawak (Curcuma xanthorizzha)
Rimpang


Bogenvil (Bougainvillea spectabilis)
Daun

Jengger Ayam (Celosia cristata)
Daun

Jahe Merah (Zingiber officinale var. rubra)
Rimpang

Manggis (Garcinia mangostana)
Kulit buah

Kecubung (Datura stramonium)
Daun

Kunyit Putih (Curcuma manga)
Rimpang

Patah Tulang (Euphorbia tirucalli)
Daun

Sambiloto (Andrographis paniculata)
Daun


1

Ekstrak dipilih berdasarkan seleksi awal pada C. amaranticolor (Damayanti dan Megasari 2013,
data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013)

Persiapan Tanaman Uji dan Perlakuan di Lapangan
Kacang panjang kultivar Parade ditanam pada lahan pertanaman yang telah
dipersiapkan sebelumnya. Tiap perlakuan terdiri dari 40 tanaman yang ditanam
pada 2 guludan. Sedangkan tanaman pinggir jagung ditanam 21 hari sebelum
penanaman kacang panjang.
Perlakuan. Perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein dilakukan dengan
penyemprotan pada daun tanaman kacang panjang berumur 7 hari setelah tanam
(HST). Inokulasi BCMV dilakukan 1 jam setelah penyemprotan ekstrak (ekstrak
kasar dan ekstrak protein). Tanaman kontrol diinfeksi BCMV tanpa perlakuan
ekstrak (K+). Sedangkan tanaman kontrol sehat (K-) tidak diberi perlakuan
ekstrak tanaman dan tidak diinokulasi BCMV. Pengamatan dilakukan setiap
minggu sampai 7 minggu setelah inokulasi (MSI).
Parameter Pengamatan. Parameter yang diamati meliputi waktu inkubasi,
kejadian penyakit, gejala, keparahan penyakit dan titer BCMV.
Kejadian penyakit dihitung pada minggu ke 4 setelah perlakuan dengan
menggunakan rumus sebagai berikut.

Yaitu, n adalah jumlah tanaman bergejala mosaik; dan N adalah jumlah tanaman
yang diamati. Kejadian penyakit untuk tanaman yang tidak menunjukkan gejala
dikonfirmasi secara serologi dengan metode DIBA (dot-blot immunobinding
assay) sesuai dengan protokol yang digunakan oleh Anggraini (2011).
Keparahan penyakit dihitung setiap minggu dengan ketentuan skala
keparahan sebagai berikut (Gambar 2).

6
Skor 0 =
Skor 1 =
Skor 2 =
Skor 3 =
Skor 4 =

Tanaman tidak bergejala
Gejala mosaik ringan dengan pemucatan tulang daun
Gejala mosaik sedang
Gejala mosaik berat
Gejala mosaik berat diikuti dengan malformasi daun,
tanaman kerdil atau mati
Persentase keparahan penyakit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.

yaitu, ni adalah jumlah tanaman pada kategori serangan i; vi adalah skala kategori
serangan i; Z adalah nilai skala kategori serangan tertinggi; dan N adalah jumlah
seluruh tanaman yang diamati.

a
Gambar 2

b

c

d

Skor keparahan penyakit: (a) Skor 0; (b) Skor 1; (c) Skor 2; (d) Skor
3; (e) Skor 4

Waktu inkubasi dihitung dari inokulasi BCMV sampai 4 minggu setelah
inokulasi (MSI). Tingkat hambatan relatif (THR) keparahan ditentukan
berdasarkan nilai keparahan penyakit setiap perlakuan dengan rumus sebagai
berikut.

Yaitu, THR keparahan (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif keparahan
suatu perlakuan (i); KP adalah keparahan penyakit; dan K+ adalah kontrol
terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.
Titer BCMV diperoleh dari hasil analisis serologi (ELISA) sampel daun
yang diambil pada 4 MSI dan selanjutnya ditentukan THR virusnya menggunakan
rumus sebagai berikut.

Yaitu, THR virus (i) adalah persentase tingkat hambatan relatif virus perlakuan
(i); NAE adalah nilai absorbansi ELISA; dan K+ adalah kontrol terinfeksi BCMV
tanpa perlakuan.

e

7
Deteksi Serologi Titer BCMV dengan ELISA Tidak Langsung
Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV ditentukan secara
serologi dengan mendeteksi daun-daun sampel dari setiap perlakuan. Deteksi
serologi dilakukan dengan metode ELISA tidak langsung (Indirect-ELISA)
dengan antiserum BCMV (Agdia, USA). Daun sampel dari setiap perlakuan
dibuat menjadi 8 sampel komposit dan tiap komposit diambil dari 5 tanaman.
Antigen berasal dari daun sampel yang diperoleh dari lapangan kemudian digerus
dengan pistil di dalam plastik bening tebal dengan bufer ekstraksi [1.59 g Na2CO5,
2.93 g NaHCO3, 0.20 g NaN3, 20 g PVP yang dilarutkan dalam 1 000 ml
akuabides, pH 9.6] dengan perbandingan 1:100 (b/v). Sap sampel, kontrol positif
dan kontrol negatif diisikan ke dalam sumuran ELISA masing-masing sebanyak
100 µl. Kemudian plat ELISA diinkubasi selama satu malam pada suhu 4 oC
dalam kotak plastik lembab.
Plat ELISA selanjutnya dicuci dengan 1x Phosphate Buffer Saline Tween 20
(PBST) [8.0 g NaCl, 1.15 g Na2HPO4, 0.20 g KH2PO4, 0.20 g KCl, 0.50 g Tween20 dilarutkan dalam 1 000 ml akuades, pH 7.4] sebanyak delapan kali. Tiap
sumuran kemudian diberi 100 µl antiserum pertama BCMV (1:300 v/v) yang
dicampurkan dengan bufer ECI [1000 ml PBST, 2.0 g BSA, 20 g PVP, 0.2 g
NaN3, pH 7.4] dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 2 jam pada suhu
ruang. Kemudian plat ELISA dicuci dengan PBST sebanyak delapan kali.
Antiserum kedua (Rabbit Antimouse IgG-Alkaline Phosphate, Agdia) yang
dilarutkan dalam bufer ECI (1:300 v/v) diisi ke dalam sumuran sebanyak 100 µl
dan diinkubasi dalam kotak plastik lembab selama 1 jam pada suhu ruang.
Pencucian plat dilakukan delapan kali dengan PBST.
Plat ELISA selanjutnya diisi dengan substrat PNP (P-nitrophenylphosphate)
[10 mg PNP dalam 10 ml bufer PNP (0.1 g MgCl2·6H2O, 0.2 g NaN3, 97.0 ml
diethanolamine, 1 000 ml akuabides, pH 9.6)] sebanyak 100 µl. Selanjutnya
diinkubasi pada suhu ruang dalam kondisi gelap. Kemudian plat ELISA dianalisis
secara kuantitatif dengan ELISA reader (BIO-RAD Model 550) pada panjang
gelombang 405 nm setiap interval 15 menit sampai 60 menit. Pengujian dikatakan
positif jika nilai absorbansi ELISA (NAE) sampel uji besarnya 2 kali NAE kontrol
negatif ELISA (tanaman sehat).
Analisis Data
Percobaan dirancang dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK). Pada uji
lapangan digunakan 24 perlakuan termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan dan kontrol sehat dengan kelompok perlakuan sebanyak 3 kelompok
sebagai ulangan. Hasil percobaan kemudian dianalisis dengan analisis sidik ragam
(ANOVA) pada taraf nyata α = 5%. Data diolah menggunakan program Microsoft
Excel 2010 dan Statistical Package for Social Sciences (SPSS) versi 17.0.
Perlakuan yang menunjukkan adanya pengaruh langsung kemudian diuji lanjut
dengan uji selang berganda Duncan pada taraf nyata 5%.

HASIL
Waktu Inkubasi
Ekstrak Kasar. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak kasar tanaman
menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan, kecuali perlakuan ekstrak manggis (Tabel 2). Waktu inkubasi
terpanjang ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak pukul empat (19.1 hari setelah
inokulasi (HSI)) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lainnya kecuali
dengan perlakuan ekstrak kasar manggis (12.7 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV
tanpa perlakuan.
Ekstrak Protein. Waktu inkubasi semua perlakuan ekstrak tanaman
menunjukkan nyata lebih panjang dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan kecuali perlakuan ekstrak temulawak (Tabel 2). Perlakuan yang
menunjukkan waktu inkubasi terpanjang adalah perlakuan ekstrak pagoda (19.1
HSI) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan lain kecuali perlakuan ekstrak
temulawak (13.0 HSI) dan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan.
Kejadian Penyakit
Ekstrak Kasar. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak kasar tanaman
menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan (Tabel 2). Perlakuan ekstrak bogenvil, pagoda dan pukul empat efektif
menurunkan kejadian penyakit yang tidak berbeda nyata dengan kontrol sehat.
Kejadian penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh
perlakuan ekstrak jahe merah (58.7%) dan bogenvil (10.3%).
Ekstrak Protein. Kejadian penyakit semua perlakuan ekstrak protein
tanaman menunjukkan nyata lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV
tanpa perlakuan kecuali perlakuan kunyit putih (Tabel 2). Kejadian penyakit
tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit
putih (86.6%) dan pagoda (45.0%). Kejadian penyakit perlakuan ekstrak protein
lebih tinggi dibandingkan perlakuan ekstrak kasar.
Gejala Infeksi BCMV
Ekstrak Kasar. Kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan menunjukkan
gejala gejala mosaik berat (MB) diikuti dengan malformasi daun (MD). Perlakuan
ekstrak bogenvil dan pukul empat hanya menunjukkan gejala pemucatan tulang
daun (Pm) dan mosaik ringan (MR). Sedangkan perlakuan ekstrak jahe merah,
manggis, mimba, tempuyung, dan temulawak menunjukkan gejala gejala mosaik
berat (MB) tanpa malformasi daun (Gambar 3e - h).
Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein tanaman menunjukkan
gejala mosaik berat (MB) diikuti malformasi daun. Namun perlakuan ekstrak
tempuyung dan kecubung hanya menunjukkan gejala pemucatan tulang daun
(Pm), mosaik ringan (MR) hingga mosaik sedang (MS) (Gambar 3i-k). Gejala
tanaman perlakuan ekstrak protein menunjukkan gejala mosaik ringan, mosaik
sedang dan mosaik berat diikuti malformasi daun. Sedangkan tanaman perlakuan
ekstrak kasar masih menunjukkan gejala yang lebih ringan (Gambar 3i-k).

9
Tabel 2 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap waktu inkubasi dan
kejadian penyakit
Waktu inkubasi
No
Tanaman
Kejadian penyakit (%)3
(HSI1)2
Ekstrak Kasar
1
Pagoda
18.6 ± 3.0 c
21.0 ± 11.0 abc
2
Pukul Empat
19.1 ± 5.4 c
24.7 ± 12.3 abcd
3
Jambu Biji
15.0 ± 1.6 bc
31.5 ± 0.8 bcd
4
Mimba
15.5 ± 2.5 bc
57.7 ± 31.9 cd
5
Tempuyung
15.9 ± 3.3 bc
49.5 ± 18.6 cd
6
Temulawak
16.7 ± 0.6 bc
54.3 ± 31.7 cd
7
Bogenvil
17.5 ± 1.7 bc
10.3 ± 2.5 ab
8
Jengger Ayam
16.9 ± 0.3 bc
40.9 ± 26.9 bcd
9
Jahe Merah
14.4 ± 0.9 bc
58.7 ± 9.7 d
10
Kulit Manggis
12.7 ± 3.8 ab
41.4 ± 31.3 bcd
4
11
K+
8.9 ± 0.9 a
100.0 ± 0.0 e
12
K-4
0.0 ± 0.0 a
Ekstrak Protein
1
Pagoda
19.1 ± 6.2 c
45.0 ± 32.5 b
2
Pukul Empat
17.1 ± 3.3 bc
46.5 ± 28.8 b
3
Jambu Biji
14.7 ± 3.3 bc
52.0 ± 21.6 b
4
Mimba
18.0 ± 2.4 bc
47.2 ± 23.6 b
5
Tempuyung
16.3 ± 1.3 bc
49.1 ± 21.2 bc
6
Temulawak
13.0 ± 0.3 ab
60.4 ± 17.5 bc
7
Kecubung
16.0 ± 2.8 bc
48.0 ± 20.2 b
8
Kunyit Putih
14.5 ± 3.1 bc
86.6 ± 7.6 cd
9
Patah Tulang
17.1 ± 3.5 bc
68.9 ± 23.1 bc
10
Sambiloto
18.1 ± 2.7 bc
47.5 ± 21.8 b
11
K+4
8.5 ± 0.4 a
100.0 ± 0.0 d
12
K-4
0.0 ± 0.0 a
1

HSI: hari setelah inokulasi; 2Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang
berbeda pada lajur yang sama menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda
Duncan α = 0.05; - = tidak bergejala; 3Kejadian penyakit berdasarkan gejala visual dan
dikonfirmasi dengan dot-blot immunobinding assay (DIBA); 4K+ = kontrol terinfeksi BCMV
tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat

10
Tabel 3 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap gejala
No
Tanaman
Gejala1
Ekstrak Kasar
1
Pagoda
Pm, MR, MS
2
Pukul Empat
Pm, MR
3
Jambu Biji
Pm, MR, MS
4
Mimba
MR, MS, MB
5
Tempuyung
MR, MS, MB
6
Temulawak
MR, MS, MB
7
Bogenvil
Pm, MR
8
Jengger Ayam
Pm, MR, MS
9
Jahe Merah
MR, MS, MB
10
Manggis
MR, MS, MB
2
11
K+
MS, MB, MD, Pb, K
12
K-2
Ekstrak Protein
1
Pagoda
MR, MS, MB
2
Pukul Empat
MR, MS, MB
3
Jambu Biji
MR, MS, MB
4
Mimba
MR, MS, MB
5
Tempuyung
Pm, MR, MS
6
Temulawak
MR ,MS, MB
7
Kecubung
Pm, MR, MS
8
Kunyit Putih
MR, MS, MB
9
Patah Tulang
MR, MS, MB
10
Sambiloto
MR, MS, MB
11
K+2
MS, MB, MD, Pb, K
12
K-2
1

Pm= pemucatan tulang daun, MR= mosaik ringan, MS= mosaik sedang, MB= mosaik berat, MD=
mosaik berat yang diikuti malformasi daun Pb= penebalan tulang daun, K= klorosis, - = tidak
bergejala, gejala pada 4 MSI; 2K+ = kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat

11

a

b

c

d

e

f

g

h

i

j

k

Gambar 3 Gejala infeksi BCMV di lapangan. Tanaman kontrol sehat (a) dan
kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (b-d), gejala perlakuan
ekstrak kasar (e-h), gejala perlakuan ekstrak protein (i-k). (a) tidak
bergejala; (b, e, i) pemucatan tulang daun; (f, j) mosaik ringan;(g)
mosaik sedang; (c, h, k) mosaik berat; (d) mosaik berat diikuti klorosis
Keparahan Penyakit dan Tingkat Hambatan Relatif Keparahan
Ekstrak Kasar. Keparahan penyakit semua perlakuan ekstrak kasar
menunjukkan nyata lebih rendah dibanding kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut
ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak mimba (35.1%) dan bogenvil (6.6%).
Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata
lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4).
THR keparahan tertinggi dan terendah ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak
bogenvil (89.8%) dan tempuyung (48.4%) serta mimba (48.4%).
Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan keparahan
penyakit yang nyata lebih rendah dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa
perlakuan (Tabel 4). Keparahan penyakit tertinggi dan terendah berturut-turut
ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak kunyit putih (33.0%) dan tempuyung (15.8%).
Semua perlakuan ekstrak tanaman menunjukkan THR keparahan yang nyata
lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 4).
THR keparahan tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan
ekstrak tempuyung (74.4%) dan kunyit putih (43.2%).

12
Titer dan Tingkat Hambatan Relatif BCMV
Ekstrak Kasar. Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan NAE nyata
lebih rendah dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5).
Hanya perlakuan ekstrak bogenvil yang negatif terdeteksi BCMV diantara
perlakuan lainnya. NAE tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh
perlakuan ekstrak pagoda (0.515) dan bogenvil (0.171).
Semua perlakuan ekstrak kasar menunjukkan THR BCMV yang nyata lebih
tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5). THR
BCMV tertinggi dan terendah berturut-turut ditunjukkan oleh perlakuan ekstrak
bogenvil (99.1%) dan pagoda (59.8%). Perlakuan ekstrak bogenvil menunjukkan
THR BCMV paling tinggi diantara perlakuan lainnya tetapi tidak berbeda nyata
antar perlakuan ekstrak tanaman.
Ekstrak Protein. Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan NAE yang
tidak berbeda nyata dengan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Tabel 5).
Diantara ekstrak yang diuji, ada delapan perlakuan ekstrak protein tanaman yang
memiliki NAE lebih tinggi daripada kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan,
yaitu perlakuan jambu biji, temulawak, kecubung, kunyit putih, sambiloto,
mimba, pukul empat, dan pagoda, sehingga THR virusnya negatif.
Semua perlakuan ekstrak protein menunjukkan THR BCMV dibawah 50%
(Tabel 5). THR BCMV perlakuan ekstrak tanaman tertinggi dan terendah
berturut-turut ditunjukkan oleh tempuyung (42.7%) dan jambu biji (-55.1%).

13
Tabel 4

Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap keparahan dan tingkat
hambatan relatif penyakit
Keparahan
THR
No
Tanaman
1
penyakit (%)
keparahan (%)1
Ekstrak Kasar
1 Pagoda
10.4 ± 3.2 abc
83.2 ± 7.1 bcd
2 Pukul Empat
7.5 ± 5.3 ab
87.0 ± 10.8 bcd
3 Jambu Biji
18.6 ± 1.1 abc
69.6 ± 8.8 bcd
4 Mimba
35.1 ± 24.4 c
48.4 ± 33.8 b
5 Tempuyung
29.8 ± 13.7 bc
48.4 ± 31.5 b
6 Temulawak
28.6 ± 24.9 bc
52.6 ± 48.6 bc
7 Bogenvil
6.6 ± 1.9 ab
89.8 ± 2.2 cd
8 Jengger Ayam
15.6 ± 15.3 abc
79.1 ± 15.6 bcd
9 Jahe Merah
27.5 ± 14.4 bc
53.4 ± 31.2 bc
10 Kulit Manggis
29.5 ± 24.1 bc
59.4 ± 19.8 bc
2
11 K+
65.5 ± 22.0 d
0.0 ± 0.0 a
12 K-2
0.0 ± 0.0 a
100.0 ± 0.0 d
Ekstrak Protein
1 Pagoda
21.6 ± 16.9 ab
62.2 ± 29.9 b
2 Pukul Empat
19.9 ± 18.1 ab
64.5 ± 35.5 b
3 Jambu Biji
21.5 ± 17.8 ab
61.9 ± 33.6 b
4 Mimba
20.3 ± 14.9 ab
65.0 ± 26.2 b
5 Tempuyung
15.8 ± 8.4 ab
74.4 ± 14.9 bc
6 Temulawak
31.0 ± 7.8 b
48.3 ± 18.9 b
7 Kecubung
17.5 ± 3.8 ab
72.1 ± 3.2 bc
8 Kunyit Putih
33.0 ± 17.0 b
43.2 ± 34.5 b
9 Patah Tulang
23.3 ± 9.8 b
61.0 ± 21.7 b
10 Sambiloto
24.4 ± 19.5 b
56.8 ± 37.7 b
11 K+2
62.5 ± 10.7 c
0.0 ± 0.0 a
2
12 K0.0 ± 0.0 a
100.0 ± 0.0 c
1

Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama
menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α = 0.05; 2K+ =
kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat

14
Tabel 5 Pengaruh perlakuan ekstrak tanaman terhadap titer BCMV
No
Tanaman
NAE1, 2
THR5 virus1
Ekstrak Kasar3
1 Pagoda
0.515 ± 0.323 b
59.8 ± 36.0
2 Pukul Empat
0.413 ± 0.236 ab
72.5 ± 27.5
3 Jambu Biji
0.328 ± 0.138 ab
81.2 ± 17.5
4 Mimba
0.509 ± 0.289 b
60.3 ± 32.1
5 Tempuyung
0.472 ± 0.234 ab
64.9 ± 27.5
6 Temulawak
0.441 ± 0.216 ab
68.6 ± 25.5
7 Bogenvil
0.171 ± 0.033 a
99.1 ± 1.2
8 Jengger Ayam
0.428 ± 0.253 ab
70.6 ± 29.2
9 Jahe Merah
0.496 ± 0.274 ab
62.3 ± 30.6
10 Kulit Manggis
0.479 ± 0.224 ab
64.1 ± 26.7
6
11 K+
1.181 ± 0.256 c
0.0 ± 0.0
12 K-6
0.159 ± 0.065 a
100.0 ± 0.0
Ekstrak Protein4
1 Pagoda
1.315 ± 0.525 bcd
-15.6 ± 64.9
2 Pukul Empat
1.329 ± 0.450 bcd
-3.5 ± 4.5
3 Jambu Biji
1.715 ± 0.495 d
-55.1 ± 78.3
4 Mimba
1.363 ± 0.565 bcd
-5.7 ± 17.9
5 Tempuyung
0.832 ± 0.334 b
42.7 ± 17.7
6 Temulawak
1.714 ± 0.903 d
-35.5 ± 40.8
7 Kecubung
1.552 ± 0.350 cd
-30.0 ± 26.4
8 Kunyit Putih
1.450 ± 0.373 cd
-17.9 ± 11.9
9 Patah Tulang
1.067 ± 0.494 bc
15.4 ± 34.0
10 Sambiloto
1.445 ± 0.592 cd
-11.7 ± 15.5
11 K+6
1.280 ± 0.395 bcd
0.0 ± 0.0
6
12 K0.151 ± 0.046 a
100.0 ± 0.0

b
b
bc
b
b
b
c
b
b
b
a
c
abc
abc
a
abc
c
ab
ab
abc
bc
abc
abc
d

1

Untuk setiap kelompok ekstrak, angka yang diikuti huruf yang berbeda pada lajur yang sama
menunjukkan hasil berbeda nyata berdasarkan uji selang berganda Duncan α= 0.05; 2NAE = nilai
absorbansi ELISA; 3NAE K- ELISA = 0.131. Uji dinyatakan positif jika NAE perlakuan > 2 x
NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.262); 4NAE K- ELISA = 0.121. Uji dinyatakan positif jika
NAE perlakuan > 2 x NAE K- ELISA (NAE perlakuan > 0.242); 5THR = tingkat hambatan relatif;
6
K+ = kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, K- = kontrol sehat.

Secara umum, perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein tidak
menyebabkan gangguan terhadap pertumbuhan tanaman. Produktivitas polong
perlakuan ekstrak kasar cenderung lebih tinggi dibandingkan kontrol terinfeksi
BCMV tanpa perlakuan. Bahkan produktivitas polong tanaman perlakuan pagoda,
pukul empat, jambu biji, mimba, tempuyung, bogenvil, jengger ayam dan jahe
merah tidak berbeda nyata dengan produktivitas polong tanaman kontrol sehat.
Hanya perlakuan temulawak yang terendah dibandingkan perlakuan lainnya,
termasuk kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan (Lampiran 17).
Produktivitas polong perlakuan ekstrak protein cenderung tidak berbeda
nyata dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Hanya perlakuan
pagoda yang menunjukkan produktivitas polong yang tidak berbeda nyata dengan
kontrol sehat. Perlakuan tempuyung menunjukkan produktivitas polong terendah

15
(Lampiran 17). Produktivitas tanaman juga sangat dipengaruhi oleh banyaknya
tanaman yang mati karena serangan penyakit dan kondisi cuaca yang buruk.

PEMBAHASAN
Penggunaan ekstrak tanaman untuk mengendalikan virus berpotensi untuk
diteliti dan dikembangkan lebih lanjut. Ekstrak tanaman mudah dibiodegradasi,
kurang fitotoksik dan lebih sistemik serta aman dan spesifik target (Deepthi et al.
2007). Secara umum, ekstrak tanaman mampu secara nyata memperpanjang
waktu inkubasi dan menurunkan kejadian dan keparahan penyakit oleh BCMV di
lapangan. Baik pengujian di lapangan maupun di rumah kaca (Damayanti dan
Megasari 2013, data tidak dipublikasikan; Panjaitan 2013), perlakuan ekstrak
kasar menunjukkan lebih efektif menekan kejadian dan keparahan penyakit, serta
titer BCMV dibandingkan perlakuan ekstrak protein.
Pada uji efikasi ekstrak kasar di rumah kaca, NAE perlakuan beberapa
ekstrak kasar seperti bogenvil, jambu biji, jahe merah, kulit manggis, mimba,
tempuyung, dan temulawak menunjukkan lebih tinggi (Panjaitan 2013)
dibandingkan NAE pengujian di lapangan. Hal ini diduga karena suhu di rumah
kaca lebih tinggi dan konstan yang mendukung ekspresi gejala dan perkembangan
BCMV di dalam jaringan tanaman. Saat pengujian lapangan dilakukan (Mei –
September) curah hujan tinggi berkisar antara 110 mm – 290 mm, dengan
kelembaban nisbi 28.0 % - 85.4% dan suhu rata-rata 25.1 oC – 26.3 oC (Lampiran
18). Kondisi lingkungan ini kemungkinan kurang mendukung ekspresi gejala
tanaman perlakuan (keparahan penyakit) sehingga NAE pengujian di lapangan
lebih rendah dibandingkan di rumah kaca. Pada perlakuan ekstrak kasar bogenvil
menunjukkan adanya gejala infeksi virus ringan, namun secara serologi tidak
terdeteksi BCMV. Hal ini menunjukkan gejala tersebut bukan disebabkan oleh
BCMV, namun kemungkinan dapat disebabkan oleh faktor abiotik atau virus lain
yang menginfeksi secara alami di lapangan. Infeksi campuran virus atau
mikroorganisme lainnya merupakan hal yang umum terjadi di alam (Syller 2012).
Sebagian besar tanaman perlakuan ekstrak protein di lapangan menunjukkan
gejala berkedok (masking); diduga karena terhambatnya translokasi virus tetapi
proses replikasi virus di dalam sel tanaman tidak terhambat (Wahyuni 2005). Hal
ini dibuktikan oleh keparahan penyakit yang nyata lebih rendah dibandingkan
kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan, namun titer virus tinggi. Rendahnya
THR BCMV oleh perlakuan ekstrak protein diduga karena jenis pelarut yang
digunakan. Pada berbagai uji ekstrak tanaman, perbedaan pelarut memberikan
hasil yang bervariasi terhadap kandungan senyawa aktif yang dihasilkan dan juga
terhadap aktivitas ekstrak tanaman tersebut (Baranwal dan Verma 1997; Vivanco
et al. 1999; Sanches et al. 2005; Umamaheswari et al. 2008; Porwal et al. 2012;
Velmurugan et al. 2012). Namun penggunaan aseton sebagai pelarut pada
beberapa ekstrak tanaman diantaranya ekstrak daun jambu biji dilaporkan efektif
menekan infeksi Tobamovirus (Tobacco mosaic virus dan Tomato mosaic virus)
(Deepthi et al. 2007). Dalam penelitian ini semua perlakuan ekstrak kasar
termasuk daun jambi biji justru lebih efektif menekan titer BCMV dibandingkan
perlakuan ekstrak protein dengan pelarut aseton. Hal ini menunjukkan bahwa

16
keefektifan ekstrak tanaman dalam menekan virus tergantung dari inang, spesies
virus dan pelarut yang digunakan.
Mekanisme penekanan ekstrak tanaman terhadap infeksi BCMV pada
percobaan ini belum diketahui. Namun beberapa ekstrak tanaman diketahui
mengandung protein antivirus yang tergolong ke dalam ribosome-inactivating
proteins (RIPs) dan memiliki sifat menginduksi ketahanan sistemik (induced
systemic resistance, ISR). ISR tidak secara langsung menghambat perkembangan
virus, melainkan meningkatkan ketahanan tanaman itu sendiri dengan
menginduksi tanaman untuk memproduksi suatu senyawa yang dapat
menghambat perkembangan patogen (Prasad et al. 1995; Verma et al. 1998).
Kandungan Bougainvillea Antiviral Protein (BAP) pada bogenvil, Mirabilis
Antiviral Protein (MAP) pada pukul empat dan Celosia Cristata Protein (CCP)
pada jengger ayam (Kataoka et al. 1991; Balasaraswathi et al. 1998;
Balasubrahmanyam et al. 2000; Rajesh et al. 2005; Begam et al. 2006) diduga
berperan dalam penekanan infeksi BCMV. Kandungan substansi antivirus ekstrak
tanaman lainnya belum diketahui. Pada Clerodendrum inerme dilaporkan
memiliki substansi antivirus yang disebut sebagai single chain ribosomeinactivating proteins (Jassim dan Naji 2003), namun pada Clerodendrum
japonicum yang digunakan dalam penelitian ini kandungan substansi antivirusnya
belum diketahui.
Selain protein antivirus, kandungan senyawa aktif dalam tanaman
dilaporkan mampu menekanan infeksi suatu virus. Senyawa aktif tersebut antara
lain flavonoid, terpenoid, coumarin, tannin, quercetin, saponin dan fenol. Senyawa
flavonoid dan coumarin bekerja dengan cara menghalangi sintesis RNA. Senyawa
terpenoid dan saponin mampu menghambat sintesis DNA virus. Senyawa tannin
dan fenol bekerja dengan cara menghambat replikasi RNA dan DNA virus.
Sedangkan senyawa quercentin mampu menghambat enzim reverse transcriptase
(RT) dan polymerase (Jassim dan Naji 2003).
Beberapa ekstrak tanaman pernah dilaporkan efektif mengendalikan
Cucumber mosaic virus (CMV) (Mahdy et al. 2010; Hersanti 2004), Tobacco
mosaic virus (TMV), Cowpea aphid-borne mosaic virus (CAbMV) (Rajesh et al.
2005), Tomato mosaic virus (ToMV) (Deepthi et al. 2007; Madhusudhan et al.
2011), Tomato spotted wilt virus (TSWV), Turnip mosaic virus (TuMV)
(Balasaraswathi et al. 1998), (Sunnhemp rosette virus (SRV), Citrus ring spot
virus (CRSV) (Balasubrahmanyam et al. 2000), Potato virus Y (PVY), Cucumber
green mottle mosaic virus (CGMMV) (Kubo et al. 1990), Potato virus X (PVX),
Potato spindle tuber viroid (PSRVd) dan Potato leaf roll virus (PLRV) (Vivanco
et al. 1999).
Penekanan infeksi BCMV pada penelitian ini selain substansi antivirus
dalam ekstrak tanaman diduga juga karena adanya induksi ketahanan oleh ekstrak
tanaman yang digunakan. Induksi ketahanan sistemik oleh ekstrak tanaman
bersifat non-spesifik dan efektif terhadap virus yang kisaran inangnya luas
(Verma et al. 1998). Hasil penelitian ini juga memperkaya hasil penelitian
sebelumnya tentang keefektifan ekstrak tanaman tersebut dalam mengendalikan
virus. Namun perlu diteliti lebih lanjut mekanisme penekanan BCMV oleh ekstrak
tanaman potensial yang didapatkan penelitian ini.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Perlakuan ekstrak kasar lebih efektif menekan infeksi BCMV dibandingkan
perlakuan ekstrak protein. Semua perlakuan ekstrak kasar dan ekstrak protein
menunjukkan dapat memperpanjang waktu inkubasi infeksi BCMV, kecuali
perlakuan ekstrak kasar kulit manggis dan ekstrak protein temulawak. Perlakuan
ekstrak kasar secara nyata menekan keparahan penyakit dan titer BCMV.
Sedangkan perlakuan ekstrak protein hanya nyata menekan keparahan penyakit
saja dengan gejala yang lebih ringan namun tidak nyata menekan titer BCMV
dibandingkan kontrol terinfeksi BCMV tanpa perlakuan. Semua perlakuan ekstrak
protein menunjukkan gejala berkedok, kecuali pada perlakuan daun patah tulang
dan tempuyung. Diantara ekstrak yang diuji, perlakuan ekstrak kasar daun
bogenvil dan jambu biji menekan keparahan penyakit dan titer BCMV tertinggi
diantara perlakuan lainnya
Saran
Perlu dilakukan; (1) pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap
penekanan BCMV dengan frekuensi aplikasi berulang yang berbeda; (2)
pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap kemampuan kutudaun dalam
menularkan BCMV; (3) pengujian keefektifan ekstrak tanaman terhadap
penekanan BCMV dalam bentuk formulasi sederhana; (4) kajian mekanisme
aktivitas antivirus dan (5) karakterisasi metabolit tanaman yang potensial yang
didapat dalam penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Ani RA, Adhab MA, Diwan SNH. 2011. Systemic resistance induced in potato
plants against Potato Virus Y common strain (PVYo) by plant extracts in
Iraq. Advances in Environmental Biology 5(1):2009-215.
Anggraini S. 2011. Deteksi Bean common mosaic potyvirus penyebab penyakit
mosaik pada tanaman kacang panjang (Vigna sinensis L.) berdasarkan
teknik serologi dan polymerase chain reaction [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Balasaraswathi R, Sadasivam S, Ward M, Walker JM. 1998. An antiviral protein
from Bougainvillea spectabilis roots, purification and characterization.
Phytochemistry 47(8):1561-1565.
Balasubrahmanyam A, Baranwal VK, Lodha ML, Varma A, Kapoor HC. 2000.
Purification and properties of growth stage-dependent antiviral proteins
from the leaves of Celostia cristata. Plant Science 154(1):13-21.
Baranwal VK, Verma HN. 1997. Characteristic of a virus inhibitor from the leaf
extract of Celosia cristata. Plant Pathology 46(4):523-529.
Begam M, Narwal S, Roy S, Kumar S, Lodha ML, Kapoor HC. 2006. An antiviral
protein having deoxyribonuclease and ribonuclease activity from leaves of
post-flowering stage of Celosia cristata. Biochemistry 71:44-48. (1
Suplemen).
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Produksi sayuran di Indonesia [Internet].
[diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat
=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55¬ab=70.
Choudhary DK, Prakash A, Johri BN. 2007. Induced systemic resistance (ISR) in
plants: mechanism of action. Indian Journal of Microbiology 47(4):289297.
Damayanti TA, Alabi OJ, Naidu RA, Rauf A. 2009. Severe outbreak of a yellow
mosaic disease on the yard long bean in Bogor, West Java [short
communication]. Hayati Journal of Biosciences 16(2):78-82.
Deepthi N, Madhusudhan KN, Udayashankar AC, Kumar HB, Prakash HS, Shetty
HS. 2007. Effect of plant extracts and acetone precipitated proteins from six
medicinal plants against tobamovirus infection. International Journal of
Virology 3(2):80-87.
Hersanti. 2004. Uji keefektivan ekstrak daun tanaman pagoda (Clerodendrum
japonicum) sebagai agen penginduksi ketahanan sistemik tanaman cabai
merah terhadap Cucumber mosaic virus (CMV). Jurnal Bionatura 6(3):285293.
Jassim SAA, Naji MA. 2003. Novel antiviral agents: a medicinal plant
perspective. Journal of Applied Microbiology 95(3):412-427.
Kataoka J, Habuka N, Furuno M, Miyano M, Takanami Y, Koiwai A. 1991. DNA
sequence of Mirabilis antiviral protein (MAP), a ribosome-inactivating
protein with an antiviral property, from Mirabilis jalapa L. and its
expression in Escherichia coli. Journal of Biology Chemistry 266(13):84268430.

19
Kubo S, Ikeda T, Imaizumi S, Takanami Y, Mikami Y. 1990. A potent plant virus
inhibitor found in Mirabilis jalapa L. Japanese Journal of Phytopathology
56(4):481-487.
Madhusudhan KN, Vinayarani G, Deepak SA, Niranjana SR, Prakash HS, Singh
GP, Sinha AK, Prased BC. 2011. Antiviral activity of plant extracts and
other inducers against Tobamoviruses infection in bell pepper and tomato
plants. International Journal of Plant Pathology 2(1):35-42.
Mahdy AMM, Hafez MA, EL-Dougdoug KhA, Fawzy RN, Shahwan ESM. 2010.
Effect of two biotic inducers on salicylic acid induction in tomato infected
with Cucumber mosaic cucumovirus. Egyptian Journal of Virology.
Suplemen:352-372.
Morales FJ dan Bos L. 1988. Description of plant viruses: BCMV [Internet].
[diunduh 2013 Okt 2]. Tersedia pada: http://www.dpvweb.net/dpv/showdpv
.php?dpvno=337.
Morales FJ dan Castano M. 1987. Seed transmission characteristics of selected
Bean common mosaic virus strains in differential bean cultivars. Plant
Disease 71(1):51-53.
Mukeshimana G, Hart LP, Kelly JD. 2003. Bean common mosaic virus and Bean
common mosaic necrosis virus [extension Bulletin E-2894]. Michigan (US):
Michigan State University.
Panjaitan MT. 2013. Seleksi substansi antivirus asal tanaman dan efikasinya
dalam mengendalikan Bean common mosaic virus strain Black eye cowpea
(BCMV-BlC) pada kacang panjang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Percival GC. 2001. Induction of systemic acquired disease resistance in plant:
potential implications for disease management in urban forestry. Journal of
Arboriculture 27(4):181-192.
Porwal V, Singh P, Gurjar D. 2012. A comprehensive study on different methods
of extraction from guajava leaves for curing various health problem.
International Journal of Engineering Research and Application 2(6):490496.
Prasad V, Srivastava S, Varsha, Verma HN. 1995. Two basic proteins isolated
from Clerodendrum inerme Gaertn. are inducers of systemic antiviral
resistance in susceptible plants. Plant Science 110(1):73-82.
Rajesh S, Balasaraswathi R, Doraisamy S, Sadasivam S. 2005. Synthesis and
cloning of cDNA encoding an antiviral protein from the leaves of
Bougainvillea spectabilis Willd. (Nyctaginaceae) World Journal of
Agricultural Science 1(2):101-104.
Sanches NR, Cortez DAG, Schiavini MS, Nakamura CV, Filho BPD. 2005. An
evaluation of antibacterial activities of Psidium guajava (L.). Brazilian
Archives of Biology and Technology 48(3):429-436.
Syller J. 2012. Facilitative and antagonistic interactions between plant viruses in
mixed infections. Molecular Plant Pathology 13(2): 204-216
Umamaheswari A, Shreevidya R, Nuni A. 2008. In vitro antibacterial activity of
Bougainvillea spectabilis leaves extracts. Advances in Biological Research
2(1-2):1-5.
Velmurugan S, Babu MM, Punitha SMJ, Viji VT, Citarasu T. 2012. Screening
and characterization of antiviral compounds from Psidium guajava Linn.

20
Root bark against white spot syndrome virus. Indian Journal of Natural
Products and Resources 3(2):208-2014.
Verma HN, Baranwal VK, Srivastava S. 1998. Alternatives strategies for
engineering virus resistance in plants. Di dalam: Hadidi A, Khetarpal RK,
Kuganezawa H, editor. Plant Viruses Diseases Control. St. Paul (US): APS
Press. hlm 154-159.
Vivanco JM, Querci M, Salazar LF. 1999. Antiviral and antiviroid activity of
MAP-containing extracts from Mirabilis jalapa roots. Plant Disease
83(12):1116-1121.
Wahyuni WS. 2005. Dasar-dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Zeller W. 2006. Status on induced resistance against plant bacterial diseases.
Fitosanidad 10(2):99-103.

LAMPIRAN

22
Lampiran 1 Sidik ragam waktu inkubasi perlakuan ekstrak kasar
Sumber
Derajat
Jumlah
Kuadrat
F Hitung
keragaman
bebas
kuadrat
tengah
Model Terkoreksi
13
920.563
70.813
10.383
Intercept
1
7330.686
7330.686
1074.848
Perlakuan
11
917.172
83.379
12.225
Kelompok
2
3.392
1.696
0.249
Error
22
150.045
6.820
T