Identifikasi Hama Tanaman Cabai dengan Membandingkan Principal Component Analysis dan Gray Level Co-Occurrence Matrix

IDENTIFIKASI HAMA TANAMAN CABAI DENGAN
MEMBANDINGKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS
DAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX

RINI WINDYASTUTI

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Identifikasi Hama
Tanaman Cabai dengan Membandingkan Principal Component Analysis dan Gray
Level Co-Occurrence Matrix adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2013
Rini Windyastuti
NIM G64090076

ABSTRAK
RINI WINDYASTUTI. Identifikasi Hama Tanaman Cabai dengan Membandingkan Principal Component Analysis dan Gray Level Co-Occurrence Matrix.
Dibimbing oleh TOTO HARYANTO dan NINA MARYANA.
Cabai merupakan salah satu komoditas hortikultura jenis sayuran buah yang
bernilai ekonomi tinggi. Produktivitas cabai yang relatif masih rendah di
antaranya disebabkan oleh serangan hama. Salah satu cara mengidentifikasi hama
yaitu dengan menggunakan sistem identifikasi secara otomatis berbasis citra
digital. Pada penelitian ini dilakukan perbandingan dua ekstraksi ciri yaitu
Principal Component Analysis (PCA) dan Gray Level Co-Occurrence Matrix
(GLCM) dengan klasifikasi menggunakan Probabilistic Neural Network (PNN).
Ekstraksi ciri PCA yang dilakukan pada penelitian ini menggunakan proporsi 80%,
90%, dan 95% dan ekstraksi ciri GLCM menggunakan sudut 0o, 45o, 90o, dan
135o. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil akurasi identifikasi dengan
menggunakan ekstraksi ciri GLCM lebih baik dibandingkan PCA. Hasil akurasi

tertinggi pada GLCM yaitu sebesar 72% dan PCA yaitu sebesar 65%.
Kata kunci: Gray Level Co-Occurrence Matrix, hama, PNN, Principal
Component Analysis

ABSTRACT
RINI WINDYASTUTI. Identification of Pests of Chili with Comparing Principal
Component Analysis and Gray Level Co-Occurrence Matrix. Supervised by
TOTO HARYANTO and NINA MARYANA.
Chili is one of the highly regarded vegetables and fruits economically.
Chili’s productivity is highly affected by the presence of its pests. Pest
identification can done by automatic system pests identification based on image.
In this research, two features extraction algorithms are used for the system, i.e.
Principal Component Analysis (PCA) and the Gray Level Co-Occurrence Matrix
(GLCM), and the classification method Probabilistic Neural Network (PNN).
PCA parameters are setup using proportion of 80%, 90%, and 95 % while GLCM
uses angles of 0o, 45o, 90o, and 135o. The results show that GLCM outperforms
PCA in term of accuracy, with accuracy level 72% for GLCM and 65% for PCA.
Keywords: Gray Level Co-Occurrence Matrix, pest, PNN, Principal Component
Analysis


IDENTIFIKASI HAMA TANAMAN CABAI DENGAN
MEMBANDINGKAN PRINCIPAL COMPONENT ANALYSIS
DAN GRAY LEVEL CO-OCCURRENCE MATRIX

RINI WINDYASTUTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komputer
pada
Departemen Ilmu Komputer

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERATANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Identifikasi Hama Tanaman Cabai dengan Membandingkan
Principal Component Analysis dan Gray Level Co-Occurrence

Matrix
Nama
: Rini Windyastuti
NIM
: G64090076

Disetujui oleh

Toto Haryanto, SKom MSi
Pembimbing I

Dr Ir Nina Maryana, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Buono, MSi MKom
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 ini ialah
pengolahan citra digital, dengan judul Identifikasi Hama Tanaman Cabai dengan
Membandingkan Principal Component Analysis dan Gray Level Co-Occurrence
Matrix.
Terima kasih penulis ucapkan kepada pihak-pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian tugas akhir ini, yaitu:
1 Ayahanda Bahri Au, Ibunda Siti Nilawati, adik Abdiel Reihan serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
2 Bapak Toto Haryanto, SKom MSi dan Ibu Dr Ir Nina Maryana, MSi selaku
dosen pembimbing yang telah memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
3 Ibu Dr Imas S Sitanggang, SSi MKom selaku dosen penguji.
4 Ibu Aisyah dan Bapak Wawan yang telah membantu penulis dalam
menyediakan hama tanaman cabai.
5 Rizkia Hanna Amalia, Kak Cut Malisa Irwan dan M. Luthfi Fajar sebagai
teman satu bimbingan yang selalu memberikan masukan dan semangat kepada

penulis.
6 Syamsul Arifin, Nurul Azizah, dan sahabat kesebelasan atas segala motivasi,
semangat, dukungan, masukan, dan saran selama proses pengerjaan skripsi ini.
7 Rekan-rekan di Departemen Ilmu Komputer angkatan 46 atas segala
kebersamaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013
Rini Windyastuti

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN


viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian


2

METODE

2

Data Citra Hama

2

Praproses

4

Ekstraksi Ciri Menggunakan PCA

5

Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM


6

K-Fold Cross Validation

8

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network

8

Evaluasi

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Citra Hama

9
9


Praproses

10

Ekstraksi Ciri Menggunakan PCA

10

Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM

11

Perbandingan Hasil Akurasi PCA dan GLCM

12

Analisis Hasil Ekstraksi Ciri PCA Terhadap Identifikasi

13


Analisis Hasil Ekstraksi Ciri GLCM Terhadap Identifikasi

14

Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM Tanpa Resize

15

Hasil Antarmuka Sistem

16

SIMPULAN DAN SARAN

17

Simpulan

17

Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

18

DAFTAR ISI (2)
LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Fold data latih dan data uji
Hasil akurasi (%) PCA dengan menggunakan proporsi 80, 90 dan 95%
Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 1
Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 2
Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 3
Hasil confusion matrix PCA dengan data uji S3
Hasil confusion matrix GLCM menggunakan data uji S2, sudut 45o
dan jarak 3
Selisih dari nilai rata-rata ciri GLCM kelas 1 (T. parvispinus)
Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 1
Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 2
Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 3

8
11
11
12
12
13
14
15
15
15
16

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8

Alur penelitian
Struktur PNN
Tahapan praproses citra
Grafik perbandingan akurasi rata-rata PCA dan GLCM
Data latih M. persicae
Contoh citra hama data latih dan data uji pada kelas 1 (T. parvispinus)
Antarmuka menu Identifikasi
Antarmuka hasil identifikasi

3
9
10
13
14
15
16
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2

Tujuh citra hama cabai
Nilai 5 ciri GLCM pada data latih dan data uji kelas 1 (T. parvispinus)

20
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Cabai (Capsicum annum) adalah salah satu komoditas hortikultura jenis
sayuran buah yang bernilai ekonomi tinggi dan cocok untuk dikembangkan di
daerah tropika seperti Indonesia. Penduduk Indonesia sangat menggemari cabai
karena dapat digunakan pada beraneka masakan. Dengan demikian, prospek
pemasaran cabai sangat cerah dan potensi pasarnya cukup tinggi. Menurut data
Deptan (2012), rata-rata konsumsi cabai per kapita adalah 1 500 gram per tahun.
Dengan jumlah penduduk sebanyak 237.6 juta (sensus tahun 2010), berarti
Indonesia membutuhkan cabai sebanyak 356 400 ton per tahun. Sekalipun ada
kecenderungan peningkatan kebutuhan, tetapi permintaan terhadap cabai merah
untuk kebutuhan sehari-hari berfluktuasi, yang disebabkan oleh naik turunnya
harga cabai yang terjadi di pasar eceran. Faktor yang menyebabkan produktivitas
cabai rendah di Indonesia di antaranya disebabkan oleh gangguan organisme
pengganggu tanaman (Suryaningsih dan Hadisoeganda 2007). Kerusakan yang
disebabkan oleh serangan hama pada cabai masih merupakan penyebab utama
kegagalan panen sehingga hama menjadi faktor penting yang harus diperhatikan
dalam budidaya tanaman cabai.
Pada identifikasi hama cabai, yang masih biasa dilakukan adalah masih
secara manual dengan membawa hama serangga ke laboratorium dan
diidentifikasi dengan merujuknya pada buku identifikasi baik berupa kunci
identifikasi maupun gambar acuan atau membandingkan dengan spesimen
pembanding di laboratorium. Untuk mempermudah proses identifikasi,
dikembangkan suatu sistem berbasis citra yang dapat mengidentifikasi hama
secara otomatis.
Pada penelitian Ashar (2009) sistem pakar diagnosa hama dapat digunakan
sebagai alat bantu identifikasi sementara di lapang, namun masih perlu
pengembangan. Salah satu pengembangan dalam identifikasi hama dapat
dilakukan dengan cara pengolahan citra digital. Penelitian yang terkait hal ini di
antaranya PCA berbasis klasifikasi postur manusia (Tahir et al. 2007). Hasil yang
diperoleh adalah Principal Component Analysis (PCA) mampu menghasilkan
akurasi yang tinggi sebesar 98%. Kemudian penelitian Hartadi (2011) mendeteksi
potensi kanker payudara pada mammogram dengan menggunakan metode Gray
Level Co-occurrence Matrix (GLCM). GLCM mampu mendapatkan akurasi
sebesar 86%. Selanjutnya identifikasi tumbuhan obat menggunakan fitur citra
morfologi, tekstur, dan bentuk dengan klasifikasi Probabilistic Neural Network
(Nurfadhilah 2011). Hasil yang diperoleh PNN mampu mendapatkan akurasi
sebesar 74.67%. Berdasarkan latar belakang tersebut, pada penelitian ini
dilakukan identifikasi hama tanaman cabai berbasis citra dengan membandingkan
ekstraksi ciri PCA dan GLCM menggunakan klasifikasi PNN.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menerapkan dan membandingkan kemampuan
ekstraksi ciri PCA dan GLCM dengan menggunakan klasifikasi PNN sebagai
metode identifikasi hama tanaman cabai berbasis citra.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dihasilkannya suatu
sistem untuk identifikasi hama pada tanaman cabai berbasis citra yang dapat
membantu bagi praktisi tanaman cabai dalam melakukan identifikasi hama secara
otomatis. Kemudian mengetahui metode ekstraksi ciri yang menghasilkan akurasi
yang lebih baik antara PCA dan GLCM dalam mengidentifikasi citra hama cabai.

Ruang Lingkup Penelitian
Dari analisis yang telah dilakukan dapat dirumuskan beberapa batasan
masalah pada penelitian ini.
1 Penelitian dibatasi pada 7 jenis hama serangga pada tanaman cabai
2 Hama cabai yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Kebun
Cabai di Kecamatan Cipanas, Kabupaten Cianjur, dan Kebun cabai di Pasir
Muncang, Kecamatan Megamendung, Jawa Barat. Selain itu digunakan juga
spesimen yang ada di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB. Data diperoleh juga dari
informasi yang didapat pada buku dan internet.

METODE
Secara garis besar, alur metode penelitian ini digambarkan pada Gambar 1.
Tahapan penelitian ini meliputi pengumpulan data citra, praproses, ekstraksi ciri
citra, data dibagi menjadi data uji dan data latih menggunakan k-fold cross
validation, klasifikasi PNN, dan evaluasi.

Data Citra Hama
Data yang digunakan adalah 7 jenis citra hama yang disajikan pada
Lampiran 1. Setiap satu jenis hama terdiri atas 30 citra hama sehingga total citra
hama yang digunakan sebanyak 210 citra. Jenis hama yang digunakan pada
penilitian ini terdiri atas:
Trips parvispinus Karny (Thysanoptera: Thripidae)
Hama thrips lebih banyak menyerang di musim kemarau dan biasanya
hidup pada lipatan daun (Widodo et al. 2010). Hama ini menyerang tanaman
dengan cara memarut dan menghisap. Serangan hama ini menyebabkan bercak

3

Citra
Hama

Praproses
PCA

GLCM
K-fold cross
validation

Citra Latih

Citra Uji
PNN

Evaluasi
Gambar 1 Alur penelitian
keperakan menjadi kecoklatan dan daun mengeriting dengan arah ke atas
(Prabaningrum dan Moekasan 1996). Tubuh imago T. parvispinus berwarna
coklat. Bagian kepala dan toraks lebih pucat dibanding dengan bagian abdomen.
Pada bagian kepala terdapat sepasang antena yang terdiri atas tujuh ruas. Tungkai
pada umumnya berwarna kuning (Sartiami et al. 2011).
Myzus persicae (Sulz.) (Hemiptera: Aphididae)
Secara umum M. persicae tubuhnya lunak, berbentuk seperti buah pir,
mobilitasnya rendah dan biasanya hidup secara berkoloni (Setiawati et al. 2005).
Hama ini dapat menyebabkan kerusakan pada daun yang disebabkan oleh
aktivitas makan dengan cara menghisap cairan daun. Daun yang terserang keriput,
berwarna kekuningan, terputir dan pertumbuhan tanaman terhambat (Suryaningsih
dan Prabaningrum 1998).
Empoasca sp. (Homoptera: Cicadellidae)
Empoasca sp. disebut juga wereng. Wereng berukuran kecil dan gerakannya
sangat lincah, jika terganggu akan meloncat dengan cepat. Hama ini mengisap
cairan tanaman yang mengakibatkan tanaman menjadi lemah. Wereng juga
menghasilkan racun yang dapat merusak tanaman. Gejala serangan hama ini
menyebabkan bintik-bintik putih pada daun, karena cara makannya dengan
menusuk dan mengisap, terutama pada permukaan atas daun (Setiawati et al.
2005).

4
Helicoverpa armigera (Hȕbner) (Lepidoptera: Noctuidae)
Hama ini menyerang buah cabai muda maupun tua dengan membuat lubang
dan memakannya, serangga ini juga bersifat polifag. Telur H. armigera berwarna
kuning muda dan berubah menjadi abu-abu dan hitam ketika akan menetas
menjadi larva. Setelah fase larva H. armigera mengalami fase pupa sebelum
menjadi ngengat (fase dewasa). Ngengat H. armigera memiliki sayap dengan
warna coklat dengan satu bintik hitam pada sayap tersebut. Sayap belakangnya
memiliki tepi berwarna hitam, sedangkan pangkal sayap berwarna putih
kecoklatan (Herlinda 2005).
Bactrocera dorsalis Hendel (Diptera: Tephritidae)
Hama ini memiliki tubuh berwarna cerah dengan pita-pita berwarna
mencolok pada sayapnya. Biasanya imago memakan cairan atau sekresi dari
kumbang atau serangga lainnya, juga nektar yang terdapat pada bunga serta cairan
buah lainnya. Lalat buah jarang ditemukan pada pagi hari, tetapi sering ditemukan
pada siang hari sampai sore hari, terutama menjelang senja (Setiawati et al. 2005).
Serangan B. dorsalis atau lalat buah pada buah cabai ditandai dengan adanya titik
hitam pada pangkal buah dan apabila buah dibelah, di dalamnya terdapat belatung
(Widodo et al. 2010).
Spodoptera litura Fabricius (Lepidoptera: Noctuidae)
S. litura disebut juga ulat gerayak. Hama ini menyerang daun yang ditandai
dengan adanya lubang-lubang tidak beraturan. Serangan menyebabkan tanaman
menjadi gundul (Suryaningsih dan Prabaningrum 1998). Telur berbentuk bulat
dengan bagian datar melekat pada daun, telur berwarna coklat kekuningan. Warna
larva bervariasi, larva mempunyai tanda kalung dan bulan sabit berwarna hitam
pada ruas abdomen yang ke empat dan ke sepuluh (Setiawati et al. 2005).

Praproses
Sebelum masuk ke dalam tahap ekstraksi ciri, citra yang telah dikumpulkan
dilakukan praproses terlebih dahulu. Tahapan praproses citra yang dilakukan ialah
citra hama asli dilakukan cropping secara manual sehingga background tidak
mendominasi. Kemudian citra di-resize menjadi 60×60 pixel, selanjutnya
mengubah citra RGB menjadi grayscale, kemudian hasil citra grayscale dilakukan
pemfilteran. Pemfilteran digunakan untuk pemulusan citra agar citra menjadi
tampak lebih baik untuk analisis. Penghalusan citra pada penelitian ini
menggunakan operator Sobel karena operator ini mampu untuk mengurangi noise.
Proses penghalusan yang digunakan merupakan konvolusi dari jendela yang
ditetapkan terhadap citra yang dideteksi (Febriani dan Lussiani 2008). Agar
perkiraan gradient tepat di tengah jendela, dalam konvolusi Sobel digunakan
jendela 3×3. Susunan pixel-pixel di sekitar pixel (x,y) dapat dilihat pada bagan
berikut:
ao a
[a
a
a

a
a]
a

5

Operator Sobel adalah magnitude dari gradient yang dihitung dengan rumus:
M=√

Turunan parsial dihitung dengan rumus:
s

a

ca

a

a

ca

a

sy

a

ca

a

a

ca

a

dengan:
c =2
sx = hasil filter sumbu x
sy = hasil filter sumbu y (Gasim 2006).
Matriks operator Sobel dapat dilihat di bawah ini.
[

]

[

]

Dari matriks di atas terlihat bahwa Sobel memberikan pembobotan pada pixelpixel yang lebih dekat dengan titik pusat (Febriani dan Lussiani 2008).

Ekstraksi Ciri Menggunakan PCA
PCA mentransformasikan sejumlah peubah yang saling berkorelasi menjadi
sekumpulan peubah yang tidak berkorelasi. Teknik ini mereduksi dimensi
himpunan peubah yang biasanya terdiri dari peubah yang banyak dan saling
berkorelasi menjadi peubah baru yang tidak berkorelasi. Pada tahap ekstraksi ciri
dengan menggunakan metode PCA, data yang dimasukkan pada ekstraksi ciri
PCA adalah dalam bentuk vektor. Data citra yang dihasilkan pada tahap praproses
berukuran 60 x 60 pixel akan ditransformasikan menjadi vektor yang berukuran 1
x 3600. Kumpulan data citra yang diubah dalam suatu vektor dapat dilihat pada
persamaan di bawah ini:

 f ( x , y ),..., f ( x , y ),..., f ( x , y ),..., f ( x , y )
1

1

q

1

1

k

q

k

Sebelum melakukan proses PCA dilakukan normalisasi rataan dan standar deviasi
dari data pelatihan. Normalisasi dapat dilakukan dengan cara mengurangi nilai
setiap pixel dengan rataan kemudian dibagi standar deviasinya (Budiman 2008).
Perhitungan rata-rata dan standar deviasi dapat dilihat pada persamaan di bawah
ini:
1 k
x j ,i
= k
j 1

6
stdev √ ∑

-

2

Normalisasi

dengan:
= Nilai rata-rata parameter ke i
k = banyaknya data (Budiman 2008)
Perhitungan rata-rata dari suatu data citra yang sudah dinormarlisasi dengan
mengurangkan nilai masing-masing data citra dengan rata-rata seluruh data citra
yang dilakukan penggandaan pada rata-rata seluruh data citra sebanyak data citra.
Hasil perhitungan rata-rata digunakan untuk mendapatkan nilai matriks kovarian,
seperti terlihat pada persamaan dibawah ini:
C
dengan:
µ i = nilai rata-rata baris ke-i matriks x
k = banyaknya data (Budiman 2008)
Dengan demikian, untuk mendapatkan ciri dari suatu data yang direpresentasikan
dalam bentuk matriks, maka dihitung vektor eigen dan nilai eigen dari matriks
covarian yang dapat dilihat pada persamaan:
Cv = bIv
(bI – C)v = 0
Det(bI – C) = 0
dengan:
C = Matrik kovarian
b = nilai eigen
v = vektor eigen (Johnson dan Wichern 1998).
Nilai eigen yang dihasilkan berupa vektor kemudian diurutkan secara
menurun dari nilai paling besar menuju nilai yang paling kecil. Vektor eigen yang
bersesuaian dengan nilai terbesar dari nilai eigen mempunyai ciri yang paling
dominan. Pada penelitian ini dilakukan 3 kali percobaan dengan proporsi yang
berbeda yaitu 80, 90, dan 95%. Proporsi ini berguna untuk menentukan besarnya
komponen utama yang digunakan.

Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM
GLCM merupakan matriks yang menyatakan distribusi spasial antara dua
pixel yang bertetangga yang memiliki intensitas i dan j, yang memiliki jarak d
diantara keduanya, dan sudut θ diantara keduanya (Ganis, 2011). Pada tahap

7
ekstraksi ciri dengan menggunakan metode GLCM, data citra yang dimasukkan
pada GLCM ialah data citra hasil tahap praproses. Ekstraksi ciri GLCM yang
dilakukan pertama kali ialah menormalisasikan jumlah elemennya sama dengan 1.
Setiap elemen pixel (i,j) dalam GLCM yang sudah dinormalisasi menunjukkan
terjadinya peluang gabungan pasangan pixel dengan hubungan spasial yang
didefinisikan memiliki tingkat keabuan i dan j pada citra.
Teknik GLCM mencakup perhitungan entropi, kontras, energi, homogenitas,
dan korelasi. Entropi berfungsi untuk mengukur keteracakan dari distribusi
perbedaan lokal dalam citra (Gadkari 2004). Persamaan entropi diuraikan sebagai
berikut.
entropi

log



,

Kontras menyatakan sebaran terang (lightness) dan gelap (darkness) di dalam
sebuah gambar, befungsi untuk mengukur perbedaan lokal dalam citra (Gadkari
2004). Persamaan kontras adalah:
kontras

,

∑| |
,

Energi digunakan untuk mengukur konsentrasi pasangan graylevel. Nilai ini
didapat dengan meningkatkan setiap elemen dalam GLCM, kemudian
dijumlahkan (Gadkari 2004). Persamaan energi adalah sebagai berikut.
energi



,

,

Homogenitas berfungsi untuk mengukur kehomogenan variasi graylevel local
dalam citra (Gadkari 2004) dan korelasi mengukur seberapa berkorelasi pixel
dengan tetangganya. Persamaan homogenitas dan korelasi dapat dilihat di bawah
ini:
,
homogenitas ∑
| |
,

korelasi



(

)(

dengan:
µ i = nilai rata-rata baris ke-i matriks p
µ j = nilai rata-rata kolom ke-j matriks p
= standar deviasi baris ke-i matriks p
= standar deviasi kolom ke-j pada matriks p.

)

,

8
K-Fold Cross Validation
Seluruh data hasil ekstraksi ciri masing-masing dibagi menjadi data latih
dan data uji. Pembagian data latih dan data uji dilakukan dengan menggunakan
metode k-fold cross validation dengan menggunakan kombinasi k = 5. Proses
identifikasi dilakukan dengan 5 fold. Fold pertama S2, S3, S4 dan S5 digunakan
sebagai data latih sedangkan S1 digunakan sebagai data uji. Pada fold kedua S1,
S3, S4 dan S5 digunakan sebagai data latih sedangkan S2 digunakan sebagai data
uji, dan seterusnya. Fold yang digunakan untuk data latih dan data uji secara
lengkap disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Fold data latih dan data uji
Fold ke1
2
3
4
5

Data latih
S2, S3, S4, S5
S1, S3, S4, S5
S1, S2, S4, S5
S1, S2, S3, S5
S1, S2, S3, S4

Data uji
S1
S2
S3
S4
S5

Klasifikasi dengan Probabilistic Neural Network
Klasifikasi dapat dilakukan setelah matriks terpisah komponennya menjadi
data latih dan data uji. Setelah itu dilakukan klasifikasi yang hasilnya dapat dilihat
seberapa banyak data yang cocok dan yang tidak cocok dari pembagian data latih
serta data uji. Banyaknya kelas target pada penelitian ini adalah 7 sesuai dengan
jenis hama yang diidentifikasi. Citra yang digunakan pada proses klasifikasi
adalah citra hasil proses pendeteksian tepi. Matriks yang masuk pada tahap
pelatihan PNN merupakan hasil proyeksi vektor hasil ekstraksi terhadap citra
latih.
PNN terdiri atas empat lapisan, yaitu lapisan masukan, lapisan pola, lapisan
penjumlahan, dan lapisan keluaran. Struktur PNN dapat dilihat pada Gambar 2.
Lapisan masukan (input layer) merupakan input x yang terdiri atas k nilai yang
diklasifikasikan pada salah satu kelas dari n kelas. Pada lapisan pola (pattern
layer) dihitung jarak vektor data latih ke vektor data uji. Pada lapisan
penjumlahan (summation layer), setiap keluaran pattern layer dijumlahkan
dengan keluaran dari pattern layer lainnya yang berada dalam satu kelas untuk
menghasilkan probabilitas vektor output. Lapisan penjumlahan ini dapat dilihat
persamaannya sebagai berikut.
p
dengan :
p(A)
p(x|A)
xAi
d
N

p |



e p

= peluang kelas A
= peluang bersyarat x jika masuk ke dalam kelas A
= vektor data latih kelas A urutan ke-i
= dimensi vektor masukan
= jumlah pola pelatihan seluruh kelas

9
NA



= jumlah pola pelatihan pada kelas A
= faktor penghalus

Pada output layer, diambil nilai maksimum dari vektor output. Proses
pelatihan digunakan data hasil dari kombinasi k-fold cross validation untuk
masing-masing kelas. Proses pengujian dilakukan dengan menggunakan data
berdasarkan k-fold cross validation untuk masing-masing kelas. Masing-masing
data uji dijadikan input layer yang kemudian dihitung peluangnya terhadap
masing-masing kelas yang ada pada sistem. Nilai peluang terbesar yang dihasilkan
data uji merupakan kelas yang merepresentasikan data uji tersebut.

Gambar 2 Struktur PNN (Sumber: Specht 1990)
Evaluasi
Dari hasil masing-masing matriks yang diklasifikasikan dengan PNN
kemudian ditentukan dan dibandingkan melalui besaran akurasi yang berhasil
dicapai. Akurasi dihitung dengan persamaan berikut:
Akurasi =

∑ data uji enar klasifikasi
∑ data uji

HASIL DAN PEMBAHASAN
Data Citra Hama
Penilitian ini menggunakan 7 jenis hama dengan masing-masing jenis
memiliki 30 citra hama sehingga total citra hama sebanyak 210 citra dengan
format JPEG. Data diambil menggunakan kamera digital dan tools dino capture.
Ukuran citra dari kamera digital 2488×2120 pixel, sedangkan ukuran citra dari

10
dino capture adalah 1280×1024 pixel. Kelas citra terdiri atas: T. parvispinus, M.
persicae, Empoasca sp, B. dorsalis, H. armigera, larva S. litura (larva), dan H.
armigera (larva).
Praproses
Tahapan praproses pada citra yang dilakukan ialah dilakukan cropping
secara manual kemudian mengubah citra asli menjadi 60×60 pixel. Setelah itu
citra diubah dari citra RGB menjadi grayscale kemudian hasil citra grayscale
dilakukan proses pemfilteran menggunakan operator Sobel. Hasil praproses ini diinput-kan pada proses ekstraksi ciri GLCM, sedangkan pada proses ekstraksi PCA
data citra yang dihasilkan pada tahap praproses berukuran 60×60 pixel
ditransformasikan menjadi vektor yang berukuran 1×3600 sehingga matriks citra
latih yang di-input-kan pada proses ekstraksi ciri PCA berukuran 168×3600,
dengan 168 merupakan banyak citra yang dilatih. Tahapan praproses citra dapat
dilihat pada Gambar 3.

Citra asli

cropping

resize

grayscale

Operator
Sobel

Gambar 3 Tahapan praproses citra
Ekstraksi Ciri Menggunakan PCA
Pada proses PCA terbentuk matriks kovarian berukuran 3600×3600
dengan menghasilkan nilai eigen yang mewakili 3600 kolom. Penggunaan
proporsi 80, 90, dan 95% dengan menggunakan data latih S2, S3, S4, dan S5
berdasarkan 5-fold cross validation pada percobaan pertama dengan
menggunakan proporsi 80% menghasilkan komponen utama berdimensi 68, yang
berarti data sebanyak 68 kolom mewakili sebesar 80% data citra. Komponen
utama dari proporsi 80% berupa matriks berukuran 3600×68. Matriks PCA yang
menjadi input pada PNN merupakan hasil proyeksi dari matriks citra latih hasil
normalisasi dengan komponen utama. Dengan demikian, dimensi matriks input
PNN pada percobaan pertama adalah 168×68.
Komponen utama yang dihasilkan pada percobaan ke dua dengan
menggunakan proporsi 90% yaitu menghasilkan komponen utama berupa matriks
berukuran 3600×101. Dimensi matriks input PNN berdasarkan proporsi 90%
adalah 168×101.
Pada percobaan ke tiga dengan menggunakan proporsi 95% menghasilkan
komponen utama berdimensi 125, yang berarti data sebanyak 125 kolom mewakili
sebesar 95% citra. Komponen utama dari proporsi 95% berupa matriks berukuran

11
3600×125. Dengan demikian dimensi matriks input PNN pada percobaan ke tiga
adalah 168×125. Kemudian masing-masing percobaan dilakukan pengujian
dengan data uji berdasarkan 5-fold cross validation menggunakan klasifikasi PNN
dengan proporsi 80, 90, dan 95% (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil akurasi (%) PCA dengan menggunakan proporsi 80, 90 dan 95%
Proporsi (%)

1
64
55
50

80
90
95

2
69
50
48

Fold
3
57
55
50

4
67
64
57

5
67
60
55

Rata-rata
65
57
52

Tingkat akurasi yang paling tinggi yaitu sebesar 69% pada fold kedua
dengan menggunakan proporsi 80% dan data uji S2. Hasil rata-rata akurasi pada
ketiga proporsi ini menunjukkan akurasi optimum tercapai dengan menggunakan
PCA proporsi 80%. Hal ini menunjukkan bahwa dengan semakin besarnya
komponen utama yang digunakan tidak selalu memberikan pengaruh yang lebih
baik terhadap akurasi.
Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM
Data hasil tahap praproses diekstraksi ciri menggunakan GLCM,
kemudian setiap citra dibuat matriks co-occurrence dengan sudut yang digunakan
yaitu 0, 45, 90 dan 135º dengan jarak 1, 2, dan 3. Pertama dilakukan perhitungan
nilai peluang antar nilai pixel yang berdekatan secara horizontal, diagonal, dan
vertikal sesuai dengan sudut yang ditentukan dengan jarak. Kemudian hasil
matriks peluang dinormalisasi yaitu nilai peluang pasangan pixel dibagi dengan
jumlah semua peluang nilai pixel berdekatan sehingga hasil penjumlahan pixel
dalam matriks sama dengan 1. Selanjutnya dari hasil tersebut dilakukan
perhitungan entropi, energi, homogenitas, kontras, dan korelasi. Hasil perhitungan
tersebut membentuk dimensi matriks input PNN yaitu 168×5. Percobaan pertama
dilakukan menggunakan jarak 1 dengan sudut 0, 45, 90, dan 135º. Hasil akurasi
pada jarak 1 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 1
Sudut (o)

0
45
90
135

1
71
69
76
69

2
64
69
67
62

Fold
3
64
57
71
57

4
60
69
57
69

5
57
67
57
62

Rata-rata

63
66
66
64

Tabel 3 merupakan hasil akurasi pada jarak 1, yang memperlihatkan akurasi
yang merata di setiap fold. Hasil rata-rata akurasi pada keempat sudut
menunjukkan hasil tertinggi yaitu pada sudut 45o dan 90o sebesar 66%. Hasil

12
akurasi percobaan ke dua dengan sudut 0, 45, 90, dan 135º menggunakan jarak 2
dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 2
Sudut (o)
0
45
90
135

1
64
69
79
74

2
60
60
62
62

Fold
3
69
67
69
62

4
69
64
74
79

Rata-rata

5
67
69
67
62

66
66
70
68

Akurasi pada jarak 2 menghasilkan akurasi rata-rata tertinggi yaitu pada
sudut 90o sebesar 70%. Hasil akurasi percobaan ke tiga menggunakan sudut 0, 45,
90 dan 135º dengan jarak 3 dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Hasil akurasi (%) GLCM menggunakan jarak 3
Sudut (o)
0
45
90
135

1
57
79
74
74

2
62
64
60
60

Fold
3
62
74
60
67

4
74
76
69
86

5
64
69
76
69

Rata-rata
64
72
68
71

Hasil percobaan ke tiga yang diperoleh menunjukkan akurasi yang merata
di setiap fold. Rata-rata akurasi pada keempat sudut menunjukkan hasil tertinggi
yaitu pada sudut 45o sebesar 72%. Hasil dari tiga percobaan dengan mengunakan
jarak 1, 2 dan 3 menunjukkan hasil akurasi tertinggi yaitu pada jarak 3 dengan
sudut 45o sebesar 72%.

Perbandingan Hasil Akurasi PCA dan GLCM
Perbandingan nilai akurasi rata-rata identifikasi hama tanaman cabai
menggunakan PCA dengan proporsi 80% dan GLCM pada sudut 45o dengan jarak
3 dengan menggunakan 5-fold cross validation dapat dilihat pada Gambar 4 . Dari
Gambar 4 dapat dilihat bahwa PCA memiliki akurasi yang lebih rendah
dibandingkan dengan GLCM dengan akurasi rata-rata pada PCA 65% dan GLCM
72%. Hal ini dapat disebabkan oleh data latih masing-masing dalam satu kelas
memiliki variasi tinggi sehingga matriks penciri yang dihasilkan PCA dalam satu
kelas berada pada ruang dimensi yang berbeda. Hal tersebut dapat meyulitkan
dalam proses identifikasi. Adapun dengan menggunakan GLCM, GLCM mampu
meminimalisir variasi data latih. Matriks penciri yang dihasilkan pada GLCM
memperhitungkan keseluruhan pasangan dua pixel bersebelahan yang mencakup
perhitungan kontras, korelasi, energi, homogenitas, dan entropi sehingga ciri ini
yang mempengaruhi proses identifikasi.

Akurasi (%)

13
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

PCA

GLCM

S1

S2

S3
Fold

S4

S5

Gambar 4 Grafik perbandingan akurasi
rata-rata PCA dan GLCM
Analisis Hasil Ekstraksi Ciri PCA Terhadap Identifikasi
Berdasarkan hasil pengujian terhadap setiap hama, dapat diketahui bahwa
kelas 2 (M. persicae) memiliki tingkat akurasi terendah pada saat pengujian
dibandingkan dengan kelas hama lainnya. Pada perbandingan setiap kelas,
berdasarkan akurasi 57% pada Tabel 2 menggunakan proporsi 80% dan data uji
S3 pada confusion matrix Tabel 6.
Tabel 6 merupakan confusion matrix perbandingan setiap kelas, terlihat
penyebaran masing-masing hama setiap kelas dan hama yang masuk ke kelas
yang tidak sesuai. Pada kelas 2 (M. persicae), dari 6 data hama uji hanya 1 yang
teridentifikasi benar. Hal ini dapat disebabkan oleh data latih yang digunakan
pada kelas 2 memiliki variasi bentuk pola pelatihan cukup tinggi yang dapat
dilihat pada Gambar 5.
Tabel 6 Hasil confusion matrix PCA dengan data uji S3
Kelas hama
1
2
3
4
5
6
7

1
5
1
2
1
1

2
1

3
1
4
4

4

6
3
2 1
2
Rata-rata

5

6

7

2
2
4

Akurasi (%)
83
17
67
100
33
33
67
57

Keterangan:
1 = Thrips parvispinus
2 = Myzus persicae
3 = Empoasca sp.
4 = Helicoverpa armigera (imago)

5 = Bactrocera dorsalis
6 = Spodoptera litura (larva)
7 = Helicoverpa armigera (larva)

14

Gambar 5 Data latih M. persicae
Analisis Hasil Ekstraksi Ciri GLCM Terhadap Identifikasi
Berdasarkan hasil pengujian terhadap setiap hama, dapat diketahui bahwa
kelas 1 (T. parvispinus) memiliki tingkat akurasi terendah pada saat pengujian
dibandingkan dengan kelas hama lainnya. Perbandingan setiap kelas, berdasarkan
akurasi terendah sebesar 64% pada Tabel 5 dengan menggunakan data uji S2,
sudut 45o dan jarak 3 dapat dilihat pada confusion matrix Tabel 7.
Tabel 7 merupakan confusion matrix penyebaran masing-masing hama
setiap kelas dan hama yang masuk ke kelas yang tidak sesuai. Pada kelas 1 (T.
parvispinus), dari 6 data hama yang diuji teridentifikasi benar ada 2. Hal ini dapat
disebabkan kelas ini memiliki kemiripan nilai-nilai ciri yang tinggi dengan
beberapa kelas lain dan dapat disebabkan beragamnya variasi pola pelatihan yang
digunakan.
Hal lain dapat disebabkan oleh beragamnya nilai kontras. Pengaruh nilai
kontras pada hasil pengujian dapat dilihat pada selisih dari nilai rata-rata ciri
GLCM pada data latih dan data uji kelas 1 (T. parvispinus). Hasil selisih dari nilai
rata-rata ciri GLCM pada data latih dan data uji kelas 1 dapat dilihat pada Tabel 8
dan hasil nilai ciri GLCM pada data latih dan data uji dilihat pada Lampiran 2.
Pada Tabel 8 dari nilai rata-rata 5 ciri terlihat bahwa nilai kontras pada kelas ini
memiliki selisih tertinggi dibandingkan dengan ke empat ciri lainnya. Hasil
pengujian kelas 1 dapat dilihat pada Gambar 6.
Tabel 7 Hasil confusion matrix GLCM menggunakan
data uji S2, sudut 45o dan jarak 3
Kelas hama 1 2 3 4 5 6 7 Akurasi (%)
1
2
2 1 1
33
2
6
100
3
6
100
4
4 2
67
5
1
1 4
67
6
1
4 1
67
7
3
2
1
17
Rata-rata
64
Keterangan:
1 = Thrips parvispinus
2 = Myzus persicae
3 = Empoasca sp.
4 = Helicoverpa armigera (imago)

5 = Bactrocera dorsalis
6 = Spodoptera litura (larva)
7 = Helicoverpa armigera (larva)

15
Tabel 8 Selisih dari nilai rata-rata ciri GLCM kelas 1 (T. parvispinus)
Data
Data Latih
Data Uji
Selisih

Entropi
0
0
0

Kontras
8.363522
8.835385
0.471863

Homogen
0.590530
0.550718
0.039812

Data Latih

.

Energi
0.116208
0.078399
0.037809

Korelasi
0.280557
0.297466
0.016909

Data Uji

Gambar 6 Contoh citra hama data latih dan
data uji pada kelas 1 (T. parvispinus)
Ekstraksi Ciri Menggunakan GLCM Tanpa Resize
Proses ekstraksi ciri GLCM tanpa resize dilakukan pada 3 percobaan
dengan menggunakan jarak 1, 2 dan 3 berdasarkan 5-fold cross validation. Hasil
akurasi pada jarak 1 dapat dilihat pada Tabel 9. Hasil akurasi jarak 2 dapat dilihat
pada Tabel 10 dan jarak 3 dapat dilihat pada Tabel 11. Berdasarkan 3 percobaan
tersebut hasil rata-rata akurasi tertinggi yaitu pada jarak 1 menggunakan sudut 0o
sebesar 85%.
Tabel 9 Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 1
Sudut (o)
0
45
90
135

1
83
76
86
79

2
83
74
76
81

Fold
3
93
69
83
81

4
81
76
81
69

5
83
71
76
69

Rata-rata
85
73
80
76

Tabel 10 Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 2
Sudut (o)
0
45
90
135

1
81
79
79
69

2
86
69
76
64

Fold
3
88
62
74
62

4
86
71
74
69

5
83
71
69
67

Rata-rata
85
70
74
66

16
Tabel 11 Hasil akurasi (%) GLCM tanpa resize dengan jarak 3
Sudut (o)
0
45
90
135

1
86
64
74
79

2
67
64
64
57

Fold
3
83
69
76
57

4
76
74
67
69

5
81
69
71
64

Rata-rata
79
68
70
65

Data citra hasil tahap praproses dengan resize dan tanpa resize pada
ekstraksi ciri GLCM dapat mempengaruhi hasil akurasi pada proses identifikasi.
Hal ini dapat disebabkan dengan melakukan resize, dapat menghilangkan tekstur
citra yang sebenarnya dan menurunkan kualitas citra. Hal lain dapat disebabkan
oleh pada kelas 6 dan kelas 7 memiliki tekstur dan bentuk tubuh yang memanjang
dengan ukuran citra 1500 x 500, kemudian dilakukan resize ukuran citra menjadi
60 x 60 sehingga menghasilkan citra yang memampat. Hal tersebut dapat
menyebabkan kesalahan proses identifikasi.
Hasil Antarmuka Sistem
Antarmuka sistem ini hanya terdiri atas 1 menu yaitu menu Identifikasi.
Tampilan menu Identifikasi dapat dilihat pada Gambar 7. Pada menu Identifikasi,
user dapat mengambil citra hama dari gallery komputer. Kemudian user dapat
memilih ekstraksi ciri PCA dan GLCM. Selanjutnya identifikasi citra hama akan
diproses. Hasil yang ditampilkan merupakan nama citra hama yang telah
diidentifikasi. Tampilan hasil identifikasi dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 7 Antarmuka menu Identifikasi

17

Gambar 8 Antarmuka hasil identifikasi

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Program dapat mengklasifikasikan citra hama tanaman cabai ke dalam kelas
tertentu dengan tingkat pengenalan masukan yang berbeda untuk setiap fold. Hasil
percobaan dengan proporsi 80, 90, dan 95% ekstraksi ciri PCA pada penelitian ini
menunjukkan bahwa semakin besarnya komponen utama yang digunakan tidak
selalu memberikan pengaruh lebih baik terhadap akurasi. Analisis tekstur dengan
menggunakan metode GLCM dapat digunakan sebagai metode untuk analisis citra
hama tanaman cabai.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat pengenalan citra hama
tanaman cabai ialah pemilihan data latih, teknik pengambilan citra dan pemilihan
parameter ekstraksi ciri. Secara keseluruhan proses pengenalan hama tanaman
cabai dengan menggunakan GLCM memberikan hasil akurasi rata-rata yang lebih
baik dibandingkan PCA. Hasil akurasi tertinggi pada GLCM yaitu sebesar 72%
dengan menggunakan jarak 3 dan sudut 45o. Hasil akurasi tertinggi pada PCA
yaitu sebesar 65% dengan menggunakan proporsi 80%.

18
Saran
Penelitian selanjutnya disarankan untuk melakukan pemilihan data yang
mampu mewakili ciri-ciri yang signifikan dari data masukan. Pemilihan jumlah
data latih yang optimal agar didapatkan hasil pengenalan yang lebih baik. Saat
pengambilan citra, perlu dikembangkan suatu metode yang mampu
meminimalkan kesalahan pengenalan yang diakibatkan oleh adanya perbedaan
pengambilan citra, dan perbedaan kualitas antar citra. Selain itu, perlu dilakukan
proses segmentasi pada tahap praproses data.

DAFTAR PUSTAKA
Ashar BL. 2009. Sistem pakar diagnosa hama dan penyakit tanaman cabai besar
merah (Capsicum annum L.) [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Budiman R. 2008. Pengenalan spesies nematoda puru akar (Meloidogyne spp.)
melalui karakter morfologi ekor menggunakan jaringan syaraf tiruan [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Survei sosial ekonomi nasional [internet].
[diunduh 2012 Okt 11]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/Indikator/tabe15b-konsumsi-rata.pdf.
Febriani, Lussiani ETP. 2008. Analisis penelusuran tepi citra menggunakan
detektor tepi Sobel dan Canny. Di dalam: Seminar Ilmiah Nasional Komputer
dan Sistem Intelijen; 2008 Agus 20-21; Depok, Indonesia. Depok(ID):
Universitas Gunadarma. Hlm 462-466.
Gadkari D. 2004. Image quality analysis using GLCM [Tesis]. Orlando (US):
University of Central Florida.
Ganis KY. 2011. Klasifikasi citra dengan matriks ko-okurensi aras keabuan (Gray
Level Co-occurrence Matrix-GLCM) pada lima kelas biji-bijian [Skripsi].
Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Gasim. 2006. Jaringan syaraf tiruan untuk pengenalan jenis kayu berbasis citra
[Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Hartadi R. 2011. Deteksi potensi kanker payudara pada mammogram
menggunakan metode gray level co-occurrence matrices [Skripsi]. Semarang
(ID): Universitas Diponegoro.
Herlinda S. 2005. Bioekologi Helicoverpa armigera Hubner (Lepidoptera:
Noctuidae) pada tanaman tomat. Agria. 2(1): 32-36.
Johnson RA, Wichern DE. 1998. Applied Multivariate Statistical Analysis. New
Jersey (USA): Prentice Hall.
Nurfadhilah E. 2011. Identifikasi tumbuhan obat menggunakan fitur citra
morfologi, tekstur dan bentuk dengan klasifikasi Probabilistic Neural Network
[skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Prabaningrum L, Moekasan TK. 1996. Hama-hama tanaman cabai merah dan
pengendaliannya. Di dalam: Duriat AS, Hadisoeganda AWW, Soetiasso TA,
Prabaningrum L (ed.), Teknologi Produksi Cabai Merah. Bandung (ID): Balai
Penelitian Tanaman Sayur.

19
Sartiami D, Magdalena, Nurmansyah A. 2011. Thrips parvispinus Karny
(Thysanoptera: Thripdidae) pada tanaman cabai: perbedaan karakter morfologi
pada tiga ketinggian tempat. J Entomol Indon. 8(2): 85-95.
Setiawati W, Udiarto BK, Muharam A. 2005. Pengenalan dan pengendalian
hama-hama penting pada tanaman cabai. Bandung (ID): Balai Penelitian
Tanaman Sayur.
Specht DF. 1990. Probabilistic Neural Networks. Neural Network. 3: 109-118.
Suryaningsih E, Hadisoeganda AWW. 2007. Pengendalian hama dan penyakit
penting cabai dengan pestisida biorasional. J Hort. 17(3): 261-269.
Suryaningsih E, Prabaningrum L. 1998. Pestisida selektif untuk mengendalikan
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) pada tanaman cabai. Bandung (ID):
Balai Penelitian Tanaman Sayur.
Tahir NMD, Hussain A, Samad SA, Husain H. 2007. PCA-based human posture
classification. J Teknologi. 46 (D): 35-44.
Widodo, Wiyono S, Triwidodo H. 2010. Hama dan penyakit penting tanaman
cabai. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

20
Lampiran 1 Tujuh citra hama cabai

T. parvispinus

M. persicae

Empoasca sp.

larva H. armigera

S. litura

B. dorsalis

H.armigera

Lampiran 2 Nilai 5 ciri GLCM pada data latih dan data uji kelas 1 (T. parvispinus)
Data Latih
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Entropi
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

Kontras
10.21976
9.375192
8.473069
8.311173
8.096337
6.965528
7.372422
8.339797
7.432133
8.562942
7.535857
8.648199
7.930132
8.632810
7.707295
10.54632
6.810711
7.915359
6.610034
9.629117
9.221607

Homogen
0.523734
0.595052
0.60174
0.616547
0.613519
0.648837
0.627500
0.570578
0.583545
0.580079
0.598197
0.570022
0.619829
0.587863
0.598852
0.512980
0.598835
0.582314
0.590192
0.620666
0.610134

Energi
0.066069
0.132544
0.136601
0.156976
0.150443
0.172013
0.157211
0.083072
0.098363
0.102828
0.107327
0.097645
0.140792
0.117080
0.105216
0.066223
0.087898
0.090926
0.093332
0.183735
0.156589

Korelasi
0.172419
0.205274
0.344353
0.319416
0.331703
0.258179
0.244048
0.208139
0.320238
0.227165
0.331994
0.235497
0.328544
0.293824
0.375310
0.190133
0.395858
0.148006
0.274609
0.233439
0.305666

21
Lampiran 2 Nilai 5 ciri GLCM pada data latih dan data uji kelas 1 (Lanjutan)
Data Latih
22
23
24
Rata-rata
Data Uji
1
2
3
4
5
6
Rata-rata

Entropi
0
0
0
0
Entropi
0
0
0
0
0
0
0

Kontras
9.245614
8.672515
8.470606
8.363522
Kontras
10.21976
7.268390
10.49461
7.618036
7.587258
9.824254
8.835385

Homogen
0.556362
0.580635
0.584699
0.59053
Homogen
0.523734
0.578756
0.490658
0.552994
0.551324
0.606840
0.550718

Energi
0.094990
0.095387
0.095729
0.116208
Energi
0.066069
0.077235
0.046333
0.054530
0.057905
0.168324
0.078399

Korelasi
0.213640
0.383803
0.392103
0.280557
Korelasi
0.172419
0.407872
0.181680
0.398522
0.387648
0.236655
0.297466

22

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor, Jawa Barat pada tanggal 24 Juli 1991. Penulis
merupakan anak pertama dari 2 bersaudara dari ayah Bahri AU dan Ibu Siti
Nilawati. Pada tahun 2009, penulis menamatkan pendidikan di SMA Negeri 1
Depok. Penulis lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun
yang sama melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB di Departemen Ilmu
Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum pada
mata kuliah Rekayasa Perangkat lunak (2012-2013). Penulis aktif di organisasi
kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (HIMALKOM) pada
tahun 2010-2012 serta berbagai kegiatan kepanitiaan seperti IT Today (2010 &
2011), Masa Perkenalan Departemen (2011), Family Gathering Ilkom (2011 &
2012), dan Programming Competition (2010 & 2011). Penulis melaksanakan
kegiatan Praktik Kerja Lapangan di Biro Hukum dan Informasi Publik,
Kementrian Pertanian RI pada bulan Juli-Agustus 2012. Selain itu, penulis juga
aktif mengikuti lomba Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2012.