The potency of agarolytic bacteria as producer of exogenous agarase enzyme to improve growth of abalone juvenile (Haliotis asinina Linn 1758)
POTENSI BAKTERI AGAROLITIK SEBAGAI
PENYEDIA ENZIM AGARASE EKSOGEN UNTUK
MEMPERBAIKI PERTUMBUHAN JUVENIL
ABALON (Haliotis asinina Linn. 1758)
FATURRAHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Potensi Bakteri Agarolitik
sebagai Penyedia
Enzim Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan
Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn. 1758) adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juni 2012
Faturrahman
NIM G361080021
iii
iv
ABSTRACT
FATURRAHMAN. The Potency of Agarolytic Bacteria As Producer of
Exogenous Agarase Enzyme to Improve Growth of Abalone Juvenile
(Haliotis asinina Linn. 1758). Under supervision of ANJA MERYANDINI,
M. ZAIRIN JUNIOR, IMAN RUSMANA
There is a great potential of using probiotics in aquaculture to increase
growth rates and improve nutritional status of cultured animals. The aims of this
research were to isolate and select agarolytic bacteria, to identify isolates based on
physiological, biochemical and molecular properties, to analyze agarase activity
of the isolates, to evaluate colonization ability of agarolytic isolates in the
gastrointestinal tract of abalone, and to analyze the potency of Alg3.1-Abn1.2
bacterial strains as exogenous agarase producer to improve growth of abalone.
Selection of agarolytic bacteria as probiotic was based on criteria of their
antibiotics resistance, degree of agar liquefaction, and growth rate.
Dinitrosalysilic acid was used to measure in vitro and in situ agarase activity.
Viable cell count was used to determine whether the probionts could colonize
gastrointestinal tract of abalone. Growth performance of gnotobiotic and normal
abalone were evaluated and compared with abalone fed cake-Gracilaria
supplemented with probiotic strains. The result of isolation can be achieved 14
agarolytic bacteria. Seven of them showed antibiotic resistance. Based on their
growth rate, degree of agar liquefaction and qualitative agarolytic activity were
carried out three isolate that potential as exogenous agarase producers, i.e.
Alg4.2, Alg3.1 and Abn1.2 isolates. These isolates were identified as Vibrio. The
ability of Alg3.1 strain to degrade agar was higher than the others, whereas the
highest starch degradation was achieved by Abn1.2 strain. All isolates showed
high capacity to degrade casein. Generally, the degree of carbohydrate and
protein hydrolysis were increased up to 48 h of incubation. In vitro agarase
activity of mix culture Alg3.1-Abn1.2 (0.593 nkat/mL) was higher than that of
single culture of Alg3.1 (0.489 nkat/mL), Alg4.2 (0.423 nkat/mL) and Abn1.2
(0.411 nkat/mL). So the mix culture was chosen as candidate of probiotic.
Abalone fed diet supplemented with mix culture of Alg3.1-Abn1.2 strains
exhibited higher growth rate compared to that of abalone fed standard diet under
laboratory conditions. The increasing of biomass of gnotobiotic and normal
abalone supplemented with Alg3.1-Abn1.2 strains were higher 32.22 and 11.09%
respectively than that of gnotobiotic and normal abalone fed standard diet. The
improving of gaining daily shell length of gnotobiotic and normal abalone
supplemented with probiotics were higher 24.17 and 21.88% than that of abalone
fed unsupplemented diet. The efficiency and the feed conversion of abalone which
supplemented with Alg3.1-Abn1.2 strains was better than that of control abalone.
Application of Alg3.1-Abn1.2 strains as diet increased the activity of agarase
and amylase exogen in the abalone digestive tract. The number of culturable cell
reisolated from abalone fed probiotic-supplemented cake for 14 days was 106107 cfu/g.
Keyword: abalone growth, agarase activity, agarolytic bacteria, probiotic
v
vi
RINGKASAN
FATURRAHMAN. Potensi Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia Enzim Agarase
Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn.
1758). Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI, M. ZAIRIN JUNIOR, IMAN
RUSMANA
Abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina) merupakan salah satu
komoditi ekspor perairan laut andalan NTB. Minat masyarakat untuk
mengembangkan budidaya abalon sangat tinggi karena didorong oleh tingginya
permintaan dunia akan abalon hidup. Salah satu kendala yang dihadapi
pembudidaya abalon adalah laju pertumbuhan abalon yang lambat, dibutuhkan
waktu lebih dari 18 bulan untuk mencapai ukuran layak ekspor. Peningkatan laju
pertumbuhan abalon dapat dilakukan melalui pemberian probiotik. Probiotik
akuakultur selain dapat menekan kehadiran bakteri patogen perairan juga
menghasilkan sejumlah metabolit yang dapat memicu sistem imunitas inang,
membantu sistem pencernaan inang melalui penyediaan nutrisi esensial maupun
enzim-enzim pencernaan eksogen serta membantu memperbaiki kualitas perairan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyeleksi dan mengembangkan galur
bakteri probiotik yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan abalon. Isolat
bakteri yang berpotensi sebagai probiotik dipilih. Pemilihan ini didasarkan atas
kemampuannya dalam memecah komplek agar-agar penyusun dinding sel alga,
kerentanan isolat terhadap antibiotik, laju pertumbuhan, derajat agarolitik isolat
tunggal dan kombinasi terbaik, patogenisitas terhadap inang, ketahanan terhadap
pH asam, viabilitas pada air laut, kemampuan penempelan pada lempeng baja
stainless, derajat hidrofobisitas, dan koagregasi isolat. Isolat yang terseleksi
sebagai kandidat probiotik selanjutnya diidentifikasi secara biokimia, fisiologi dan
molekuler berdasarkan sekuen 16S rDNA. Isolat yang terpilih diuji
kemampuannya dalam mendegradasi substrat pati, agar-agar dan kasein serta
aktivitas enzim agarase secara in vitro. Sebelum diaplikasikan, isolat kandidat
diuji kemampuannya untuk berkolonisasi pada saluran pencernaan abalon.
Selanjutnya adalah uji coba aplikasi isolat bakteri kandidat
pada skala
laboratorium untuk melihat kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan
abalon. Untuk melihat kontribusi isolat dalam menyediakan enzim eksogen maka
dilakukan uji aktivitas enzim agarase secara in situ. Informasi tentang aspek
mikrobiologi, aktivitas dan kemampuannya sebagai probiotik dari isolat bakteri
ini diharapkan dapat mendukung pengembangan paket teknologi probiotik untuk
budidaya siput mata tujuh secara luas.
Hasil isolasi diperoleh 14 isolat bakteri agarolitik. Sebanyak 9 isolat
berasal dari Pantai Kuta yang terdiri atas 6 isolat berasosiasi dengan alga merah
dan 3 isolat lainnya dari saluran pencernaan abalon, 3 isolat diperoleh dari alga
merah asal Tanjung An dan 2 isolat dari Pantai Gerupuk. Isolat bakteri agarolitik
tersebut memiliki karakter morfologi koloni dan sel yang beragam. Berdasarkan
ukuran zona bening yang dibentuk, sebanyak 5 isolat menunjukkan derajat
agarolitik yang kuat yaitu Abn1.1, Alg3.1, Alg4.2, Alg2.2 dan Alg5.2, sedangkan
isolat Abn1.3, Alg1.1, dan Alg 4.1 memperlihatkan derajat agarolitik yang
rendah.
vii
Hasil uji resistensi terhadap antibiotik menunjukkan bahwa 7 isolat (50%)
bersifat intermediet dan atau resisten terhadap antibiotik. Sebanyak 4 isolat
resisten terhadap tetrasiklin, yaitu Alg1.1, Alg1.3, Alg2.1 dan Alg6.3, dan 3 isolat
resisten terhadap antibiotik rifampisin, yaitu, Abn1.3, Alg4.1 dan Alg5.3
sehingga ketujuh isolat secara langsung dieliminasi sebagai kandidat probiotik.
Isolat-isolat yang sensitif diukur laju pertumbuhannya. Empat isolat yaitu
Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 dan Alg5.1 memperlihatkan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dibanding Abn1.3, Alg2.2 dan Alg5.2.
Hasil uji kemampuan isolat dalam menghidrolisis agar-agar dalam bentuk
kultur tunggal maupun kombinasinya menunjukkan bahwa kombinasi antara isolat
Abn1.2 dengan Alg3.1 dan Abn1.2 dengan Alg4.2 memberikan hasil terbaik
dengan ukuran zona bening berturut-turut 32.50 dan 32.83 mm. Selanjutnya uji
patogenisitas terhadap isolat Alg3.1, Abn1.2 dan Alg4.2. memperlihatkan bahwa
ke-3 isolat tidak bersifat patogen terhadap spat. Uji viabilitas menunjukkan
bahwa populasi bakteri cenderung menurun setiap periode pengamatan. Terlihat
bahwa setelah 48 jam inkubasi, jumlah sel bakteri pada air laut berkurang hingga
lebih dari setengahnya. Hal ini terjadi karena air laut sangat miskin nutrisi
esensial. Pemberian sumber karbon berupa agar-agar tanpa disertai dengan faktor
tumbuh
seperti asam amino, lemak, dan vitamin tidak dapat menunjang
pertumbuhan bakteri dengan baik.
Kemampuan isolat untuk bertahan dalam media pada pH asam sangat
rendah, dimana ketiga isolat mengalami penurunan jumlah sel yang besar pada
media pH 2.5 selama 8 dan 24 jam inkubasi. Media pH 4.5 sedikit memberikan
pengaruh terhadap ketahanan isolat bakteri agarolitik yang ditandai dengan
kecilnya selisih jumlah populasi bakteri kontrol dengan perlakuan. Ketiga isolat
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik pada media pH basa (pH 7.5)
dibandingkan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena isolat sudah beradaptasi dengan
air laut yang bersifat alkalis dengan pH berkisar 7-8. Hasil uji hidrofobisitas
memperlihatkan bahwa persentase hidrofobisitas paling tinggi dicapai oleh isolat
Abn1.2 yaitu sebesar 23.91, diikuti oleh Alg4.2 sebesar 22.98 persen dan Alg3.1
11.84 persen. Isolat Alg4.2 dan Abn1.2 dengan nilai lebih dari 20% tergolong
hidrofobik moderat. Persentase koagregasi tertinggi dicapai oleh pasangan Abn1.2
dengan Alg3.1 sebesar 8.79 persen dan yang terendah adalah pasangan Abn1.2
dengan Alg4.2 sebesar 6.85 persen. Pertumbuhan sel planktonik ketiga isolat
berlangsung cepat pada 24 jam inkubasi dan mulai melambat pada 48 jam
inkubasi. Sebaliknya laju penempelan meningkat pesat setelah 48 jam inkubasi.
Identifikasi berdasarkan reaksi Gram, morfologi, fisiologi, dan biokimia
menggunakan metode ‘profile matching’ dan disertai dengan analisis molekuler
16S rRNA menunjukkan bahwa isolat Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 tergolong Vibrio
spp.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Abn1.2 memiliki
kemampuan hidrolisis pati paling tinggi, yaitu 89.20 dan 99.16%, sedangkan
derajat hidrolisis pati paling rendah adalah Alg3.1 sebesar 76.05 dan 90.20%
pada 24 jam inkubasi dan 48 jam. Sebaliknya hidrolisis agar-agar paling tinggi
dicapai oleh isolat Alg3.1, kemudian diikuti oleh Alg4.2 dan yang terendah adalah
Abn1.2. Namun demikian, ketiga isolat bakteri agarolitik kandidat probiotik
memperlihatkan kapasitas yang tinggi dalam menghidrolisis kasein.
viii
Aktivitas ekstrak kasar enzim agarase mulai terlihat sejak 4 jam setelah
diinokulasi pada Alg3.1 (0.036 nkat/ml), 8 jam pada Abn1.2 (0.241 nkat/ml) dan
12 jam pada Alg4.2 (0.206 nkat/ml). Aktivitas ini terus meningkat hingga
mencapai aktivitas maksimum pada 36 jam setelah inokulasi (0.489 nkat/ml)
pada Alg3.1, 28 jam setelah inokulasi (0.439 nkat/ml) pada Alg4.2 dan 24 jam
setelah inokulasi (0.411 nkat/ml) pada Abn1.2. Aktivitas maksimum paling
tinggi dicapai oleh kultur campuran Alg3.1-Abn1.2, yaitu 0.593 nkat/mL pada
jam ke 32. Dengan demikian, kedua isolat ini dipilih sebagai kandidat probiotik
penyedia enzim agarase eksogen untuk abalon.
Kemampuan kolonisasi isolat tunggal maupun kombinasinya terus
berkurang seiring bertambah lamanya waktu pengamatan. Meskipun demikian
persentase isolat campuran tetap lebih tinggi dibanding isolat tunggal sepanjang
waktu pengamatan. Pemberian probiotik pada pakan menunjukkan pertumbuhan
biomassa, pertumbuhan relatif dan pertambahan panjang cangkang abalon yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan pertumbuhan
biomassa abalon gnotobiotik dan abalon normal yang diberi bakteri agarolitik
berturut-turut adalah 32.22 dan 11.09% bila dibandingkan kontrol abalon
gnotobiotik dan abalon normal tanpa probiotik. Peningkatan pertambahan panjang
cangkang sebagai kontribusi bakteri agarolitik pada abalone gnotobiotik dan
abalon normal berturut-turut adalah 24.17 dan 21.88%. Efisiensi dan konversi
pakan abalon yang disuplementasi dengan probiotik galur Alg3.1-Abn1.2 lebih
baik dibandingkan abalon kontrol yang hanya mengkonsumsi cake standar.
Abalon gnotobiotik dan abalon normal yang mendapatkan probiotik menunjukkan
efisiensi pakan 35% dan 5% lebih baik dibanding abalon tanpa probiotik. Data
hasil analisis kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon menunjukkan bahwa
persentase agar-agar yang dicerna oleh abalon yang disuplementasi bakteri
agarolitik Alg3.1-RfR dan Abn1.2-RfR lebih tinggi bila dibandingkan dengan
abalon yang hanya mengkonsumsi cake Gracilaria standar.
Pemberian Alg3.1-RfR - Abn1.2-RfR baik pada abalon gnotobiotik maupun
abalon normal meningkatkan aktivitas enzim agarase dan amilase eksogen pada
saluran pencernaan abalon. Aktivitas enzim agarase abalon gnotobiotik plus
probiotik lebih tinggi 47% dibandingkan gnotobiotik, sedangkan aktivitas enzim
agarase abalon normal plus probiotik lebih tinggi 34% dibandingkan abalon
normal. Sementara itu, aktivitas enzim amilase abalon gnotobiotik dan abalon
normal yang diberi probiotik lebih tinggi 11 dan 15% bila dibandingkan dengan
kontrol gnotobiotik dan abalon normal tanpa probiotik.
Aktivitas enzim agarase dalam saluran pencernaan abalon dipengaruhi
oleh kadar enzim agarase eksogen yang diproduksi oleh mikroba. Secara umum
nampak terlihat bahwa total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
lebih tinggi daripada bakteri pada air pemeliharaan baik pada gnotobiotik maupun
abalon normal. Hal ini membuktikan bahwa isolat campuran Alg3.1-RfR Abn1.2-RfR mampu berkolonisasi dengan baik pada saluran pencernaan H
asinina dan membantu inangnya dalam memecah komplek agar-agar menjadi
molekul yang lebih sederhana berupa agarooligosakarida dan galaktosa, sehingga
dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan eksogen pada saluran pencernaan
dan memperbaiki pertumbuhan abalon.
ix
x
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
xi
xii
POTENSI BAKTERI AGAROLITIK SEBAGAI
PENYEDIA ENZIM AGARASE EKSOGEN UNTUK
MEMPERBAIKI PERTUMBUHAN JUVENIL
ABALON (Haliotis asinina Linn. 1758)
FATURRAHMAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
xiii
Penguji pada Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka:
Dr. Ir. Widanarni, M.Si
Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si
xiv
Judul
: Potensi
Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia
Enzim
Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan
Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn. 1758)
Nama Mahasiswa
: Faturrahman
NIM
: G361080021
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Dra. Anja Meryandini, M.S
Ketua
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si
Anggota
Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Tanggal Ujian : 12 Juni 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
xv
xvi
PRAKATA
Alhamdulilhah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pencipta lagi Maha Pengasih, atas karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan
September 2010 sampai dengan Desember 2011 ini ialah bakteri agarolitik.
Indonesia memiliki beragam biota laut yang memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi, salah satunya adalah abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina)
yang terdapat di pulau Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Tingginya permintaan dunia akan abalon, menarik minat banyak pengusaha untuk
mengembangkan usaha budidaya abalon. Loka Budidaya Laut Lombok telah
berhasil melakukan rekayasa teknologi pembenihan di hatchery sehingga dapat
memenuhi kebutuhan benih abalon. Meskipun demikian, kendala utama yang
dihadapi pembudidaya abalon adalah laju pertumbuhan abalon yang lambat.
Dalam kontek inilah penulis mencoba memberikan alternatif solusi dengan
mengangkat tema penelitian ”Potensi Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia Enzim
Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan Juvenil Abalon (Haliotis
asinina Linn. 1758)”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibu
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.Si, Bapak Prof. Dr. M. Zairin Junior, M.Sc dan
Bapak Dr. Iman Rusmana, M.Si. yang telah membimbing, memberi saran dan
kritik yang konstruktif sehingga penelitian dan pembuatan karya ilmiah ini
menjadi lebih baik. Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada
Direktur PT. Alaska Dwipa Perdana, Bapak Yusuf Triyanto, yang telah
memberikan keleluasaan kepada penulis untuk mengelola Laboratorium
Mikrobiologi Terapan PT. Alaska DP. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. H. Saripin, MM beserta staf Loka Budidaya Laut
Lombok atas izin dan bantuannya selama penelitian ini berlangsung. Kepada
mbak Heny, pak Jaka, bu Dewi, mbak Rika dan mas Heri BBL penulis
sampaikan terima kasih yang tak terhingga atas segenap bantuannya. Tak lupa
ungkapan terima kasih kepada ayah, ibu, istri, anak-anakku serta seluruh keluarga
atas segala doa, cinta dan kasih sayangnya. Permohonan maaf yang setulustulusnya kepada istri dan anak-anakku jika selama ini telah melalaikan kewajiban
dan tidak memenuhi hak-hak kalian.
Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang nyata baik dalam
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan maupun dalam pengembangan industri
budidaya perikanan laut khususnya abalon di Indonesia.
Bogor, Juni 2012
Faturrahman
xvii
xviii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumbawa pada tanggal 3 Juli 1975 sebagai anak
kedua dari pasangan Mustafa dan Mustarah. Pendidikan sarjana ditempuh di
Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Mataram, lulus pada
tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi
Bioteknologi Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2002.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi
Mikrobiologi pada perguruan tinggi yang sama diperoleh tahun 2008. Beasiswa
pendidikan pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram sejak tahun 2003.
Bidang studi yang menjadi tanggungjawab penulis adalah bioteknologi dan
teknologi mikrobial.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan
Biologi Indonesia dan anggota Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Karya ilmiah
berjudul ’The Application of Probiotic Effective Microorganism-4 on Abalone
(Haliotis asinina Linn 1758) Larval Rearing’ disajikan pada ’The 3nd
International Seminar on Science Education’ di Bandung pada bulan Oktober
2009; karya ilmiah yang berjudul ’The Potential of Marine Agarolytic Bacteria
for Production Bioethanol
from Agarophytes’ telah disajikan pada ‘1st
International Conference on Biodiversity’ di Solo pada bulan Juli 2011. Sebuah
artikel telah diterbitkan dengan judul “Isolation and Identification of An AgarLiquefying Marine Bacterium and Some Properties of Its Extracellular Agarases”
pada jurnal Biodiversitas Volume12 No. 4 Oktober 2011 halaman 192-197.
Penulis menikah dengan Sri Maryati pada tahun 2002 dan telah dikaruniai
tiga orang anak, Aisyah Rahmania Mujahidah, Raisa Nayla Ahsani Faturrahman
dan Azka Abdillah Faturrahman.
xix
xx
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xxv
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
3
Manfaat Penelitian ...........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Akuakultur .......................................................................
5
Probiotik Sebagai Pemacu Pertumbuhan .........................................
6
Penelitian Probiotik untuk Moluska .................................................
8
Nutrisi untuk Pertumbuhan Abalon ................................................
10
Sistem Pencernaan pada Abalon ......................................................
12
Bakteri Pendegradasi Agar-agar dan Enzim Agarase .....................
16
Interaksi Biologi Bakteri di Alam ....................................................
17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
21
Tahapan Penelitian ...........................................................................
21
Isolasi dan Seleksi Bakteri Agarolitik ....................................
21
Identifikasi Isolat Kandidat Probiotik .....................................
28
Degradasi Substrat dan Aktivitas Agarase In Vitro ................
30
Kemampuan Kolonisasi ..........................................................
32
Bioassai Isolat Kandidat Probiotik pada Abalon ...................
33
Aktivitas Agarase dan Amilase In Situ ..................................
36
Interpretasi dan Analisis Data ..........................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Seleksi Bakteri Agarolitik ..............................................
39
Identifikasi Bakteri Agarolitik ..........................................................
58
xiii
Degradasi Substrat dan Aktivitas Enzim In Vitro ............................
63
Kemampuan Kolonisasi ....................................................................
71
Aplikasi Isolat Agarobiotik pada Pakan Abalon ..............................
74
Aktivitas Agarase In Situ dan Total Bakteri .....................................
80
Pembahasan Umum ..........................................................................
85
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
89
LAMPIRAN .................................................................................................
95
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Penelitian probiotik pada moluska laut ..............................................
9
2.
Studi enzim-enzim pencernaan pada abalon.......................................
15
3.
Interpretasi zona hambat dari kultur uji .............................................
36
4.
Data lokasi, bahan sumber isolat, jumlah sampel,
jumlah isolat dan kode isolat bakteri agarolitik ...............................
39
Aktivitas agarolitik berdasarkan ukuran diameter zona bening
yang terbentuk pada media agar ..........................................................
41
Data resistensi isolat terhadap 4 jenis antibiotik berdasarkan
diameter zona hambat .........................................................................
43
Waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada medium MB ................................
46
Kekuatan likuifikasi agar isolat bakteri agarolitik pada media
agar-agar SWM selama 7 dan diinkubasi hari pada 29 oC .................
47
Rataan mortalitas spat abalon (ukuran 0.5-0.7 cm) yang diberi
isolat bakteri agarolitik pada konsentrasi berbeda .............................
49
Patogenisitas isolat terhadap Gracilaria sp selama
6 hari pengamatan ...............................................................................
49
11.
Viabilitas sel pada air laut steril yang diberi substrat agar .................
50
12.
Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat dalam media pH 2.5,
5.
6.
7.
8.
9.
10.
pH 4.5, pH 6.5 dan pH 7.5 dengan kontrol (pH 7.0) ...........................
52
13.
Persentase koagregasi isolat bakteri agarolitik yang dipasangkan.......
55
14.
Karakteristik fenotipik isolat...............................................................
59
15.
Takson dalam pusat data GenBank dengan sekuen gen 16S rRNA
yang paling mirip dengan sekuen parsial isolat ..................................
60
Pertumbuhan dan aktivitas enzim kualitatif isolat Alg3.1 pada
medium yang berbeda selama 24 jam inkubasi ..................................
62
Aktivitas agarase kualitatif antara tipe liar dan mutan
isolat Alg3.1 dan Abn1.2 .....................................................................
71
Total bakteri Alg3.1-RfR, Abn1.2-RfR, kombinasi dan kontrol
(log10 cfu/ml) pada saluran pencernaan abalon selama 24-72 jam
pengamatan .........................................................................................
72
16.
17.
18.
xv
19.
20.
21.
xvi
Rata-rata pertumbuhan relatif, pertumbuhan biomasa dan
pertambahan panjang cangkang harian abalon selama 60 hari
pemeliharaan ........................................................................................
75
Rata-rata efisiensi pakan dan konversi pakan abalon
selama 60 hari pemeliharaan ...............................................................
76
Rataan gross energy, kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon ...
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kurva pertumbuhan abalon Lombok yang dipelihara secara
Indoor dan diberi pakan Gracilaria sp. .............................................
11
2.
Abalon Haliotis asinina dan representasi saluran pencernaan ........
13
3.
Posisi pemotongan agarosa oleh enzim agarase ...............................
16
4.
Bagan alur kerja penelitian ................................................................
21
5.
Koloni bakteri agarolitik menyebar tipis pada permukaan medium B
dengan 1.8% agar, zona bening yang terbentuk dari supernatan
yang diproduksi pada kultur cair MB umur 24 jam, pembentukan
kawah atau pendangkalan agar setelah 3-5 hari inkubasi ...............
41
Kurva pertumbuhan isolat bakteri agarolitik berdasarkan jumlah
koloni (log10 cfu/mL) selama periode inkubasi 24 jam pada 29 oC
dan 120 rpm .......................................................................................
45
Aktivitas agarolitik kultur campuran berdasarkan diameter zona
bening ekstrak enzim kasar 36 jam yang diinkubasi pada 29 oC
selama 4 jam.......................................................................................
49
Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat dalam media pH 2.5,
pH 4.5, pH 6.5 dan pH 7.5 dengan kontrol (pH 7.0) pada periode
8 dan 24 jam inkubasi.........................................................................
54
9.
Persentase hidrofobisitas isolat bakteri agarolitik .............................
55
10.
Jumlah sel bakteri agarolitik yang menempel pada lempeng baja
stainless (log cfu/cm2) dan yang melayang (planktonik) pada fase
cair (log cfu/ml) selama 24 dan 48 jam pada 28 oC ...........................
57
Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rDNA yang
menunjukkan hubungan genetik antara Abn1.2, Alg3.1 dan
Alg4.2 dengan bakteri agarolitik yang lain ........................................
61
Derajat hidrolisis pati, agar dan kasein oleh bakteri agarolitik yang
diinkubasi pada 29 oC selama periode pengamatan 24 dan 48 jam....
64
6.
7.
8.
11.
12.
xvii
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
xviii
Derajat hidrolisis karbohidrat Gracilaria sp (% ) oleh isolat
bakteri agarolitik pada jumlah inokulum yang berbeda
selama periode 24 dan 48 jam pengamatan ......................................
66
Pertumbuhan sel dan aktivitas enzim agarase isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada media BSM plus selama
52 jam pada 29 oC ..............................................................................
68
Kromatografi lapis tipis produk hasil hidrolisis agarosa oleh
ekstrak kasar enzim agarase...............................................................
70
Perbandingan kurva pertumbuhan isolat bakteri Alg3.1 dan Abn1.2
tipe liar dengan mutan rifampisin .....................................................
71
Kemampuan kolonisasi isolat bakteri Alg3.1RfR, Abn1.2RfR,
campuran dan kontrol dalam saluran pencernaan abalon selama
72 jam .................................................................................................
73
Aktivitas agarase dan amilase pada saluran pencernaan abalon
yang mengkonsumsi cake Gracilaria standar dan yang
disuplementasi probiotik ..................................................................
80
Rasio jumlah bakteri agarolitik terhadap jumlah total bakteri pada
perlakuan pada air dan saluran pencernaan ........................................
83
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Komposisi media dan reagen yang digunakan ....................................
95
2.
Prosedur uji degradasi substrat oleh bakteri .......................................
97
3.
Pengukuran aktivitas enzim agarase dan kadar protein .....................
100
4.
Prosedur analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar serat
kasar, kadar lemak kasar, dan kadar prtein kasar) ..............................
101
5.
Proses ekstraksi agar menurut SNI (SNI 01-4497-1998) ...................
104
6.
Isolat bakteri agarolitik yang diisolasi dari air laut, alga dan abalon.
105
7.
Hubungan Optical density (OD620) dan Log10 cfu/mL isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada media MB.....................................
105
Aktivitas kualitatif (diameter zona bening, mm) dari supernatan
isolat bakteri agarolitik yang ditumbuhkan pada medium SWM
selama 24 jam ......................................................................................
106
9.
Data hasil uji hidrofobisitas pada OD600 ..............................................
106
10.
Data hasil pengukuran koagregasi isolat selama 1 dan 4 jam
pengamatan pada panjang gelombang 620nm .....................................
107
Hasil uji penempelan isolat bakteri agarolitik pada lempeng baja
stainless selama 24 dan 48 jam pada 28 oC dan diagitasi 120 rpm......
107
Derajat hidrolisis substrat oleh bakteri agarolitik kandidat
probiotik ..............................................................................................
108
Derajat hidrolisis karbohidrat Gracilaria oleh bakteri agarolitik
kandidat probiotik ................................................................................
108
Hubungan pertumbuhan sel (OD620) dengan aktivitas enzim agarase
selama 52 jam pengamatan ..................................................................
108
Nilai optical density (OD620nm) tipe liar dan mutan yang
ditumbuhkan pd media MB selama 24 jam .........................................
109
Rataan berat awal dan akhir, panjang cangkang awal
dan akhir abalon ...............................................................................
110
Konsumsi pakan total, konsumsi per ekor , konversi dan
efisiensi pakan .....................................................................................
110
Jumlah total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
abalon selama 60 hari pemeliharaan...................................................
111
Hasil analisis proksimat pakan dan feses abalon .................................
111
8.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
xix
20.
Kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon......................................
111
21.
Hasil perhitungan aktivitas enzim agarase dan amilase .......................
112
22.
Jumlah total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
abalon dan pada air budidaya selama 14 hari pemeliharaan ...............
112
xx
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina Linn. 1758) merupakan
salah satu komoditas perikanan tangkap yang telah memberikan peranan penting
bagi perekonomian masyarakat pesisir di Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak
hanya dijual di pasar nasional, tetapi juga diekspor ke beberapa negara Asia
seperti Jepang, Hongkong dan Taiwan. Menurut data ACIAR (2007), ekspor
abalon NTB ke Hongkong pada tahun 2006 ialah sebesar 5.2 ton dan 3.6 ton tahun
2007.
Permintaan dunia terutama dari negara-negara Asia terus meningkat dari
20000 ton pada tahun 1970-an menjadi lebih dari 40000 ton pada tahun 2007,
sementara itu produksi abalon dunia dari hasil tangkapan ternyata terus menurun
dari 20000 ton pada tahun 1975
menjadi kurang dari 9000 ton tahun 2008
(Gordon dan Cook 2010).
Mahalnya harga jual abalon mendorong masyarakat pesisir melakukan
eksploitasi secara intensif dan tidak selektif sehingga mengakibatkan stok alam
yang terus menurun, berkurangnya hasil tangkapan dan terancamnya kelestarian
abalon (Setyono 2009). Pada saat yang sama, daya tarik atau minat untuk
mengembangkan budidaya abalon di dunia termasuk Indonesia terus meningkat
seiring dengan tingginya permintaan dunia akan abalon
hidup. Indonesia kaya
akan sumberdaya pantai, sehingga Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
untuk mengembangkan budidaya abalon.
Salah satu
kendala yang dihadapi pembudidaya abalon adalah laju
pertumbuhannya yang lambat. Haliotis asinina dapat tumbuh mencapai ukuran
layak jual di pasaran nasional (cocktail abalone, 50-60 mm) dalam waktu 12-18
bulan (Setyono 2008). Ukuran pasar (market size) internasional abalon adalah 80
mm (Doeschate dan Coyne 2008), sehingga dibutuhkan waktu pemeliharaan
yang lebih panjang lagi untuk dapat menembus pasar ekspor.
Abalon yang
mengkonsumsi rumput laut sebagai pakan tunggal
menunjukkan laju pertumbuhan yang rendah karena defisiensi sejumlah nutrisi
esensial (Doeschate dan Coyne 2008) seperti protein. Menurut Setyono (2008),
abalon tropis di alam umumnya mengkonsumsi alga merah seperti Gracilaria,
2
Laurencia, Hypnea dan Amphiroa, sedangkan pada abalon budidaya diberikan
pakan tunggal berupa Gracilaria sp.. Gracilaria memiliki kandungan protein
yang rendah yaitu sekitar 3-7%, akan tetapi kaya akan agar-agar, hingga 47.34%
(Soegiarto dan Sulistijo 1985).
Herbivora laut termasuk abalon umumnya memiliki enzim-enzim
pendegradasi dinding sel komponen pakan di dalam saluran pencernaannya
(Gomez-Pinchetti dan Garcia-Reina 1993) dan memiliki
kemampuan untuk
menggunakan agar-agar, alginat, karagenan sebagai sumber energi (Erasmus et al.
1997). Disamping itu, dalam saluran pencernaan abalon juga ditemukan enzimenzim polisakarase eksogen yang disumbangkan oleh bakteri enterik. Kelompok
bakteri enterik memainkan peranan penting bagi penyediaan
nutrisi abalon
dengan menghidrolisis komplek polisakarida menjadi molekul sederhana yang
dapat diserap oleh abalon. Sebanyak 70-90% aktivitas bakteri polisakarolitik
menghasilkan enzim-enzim polisakarase ekstraseluler yang disekresikan ke dalam
saluran pencernaan abalon (Erasmus et al. 1997). Katabolisme monosakarida
oleh bakteri enterik menghasilkan sejumlah besar asam asetat dan format yang
dapat digunakan sebagai sumber energi atau prekursor sintesis asam amino oleh
abalon (Thompson et al. 2004; Prado et al. 2010). Michel et al. (2006) dalam
ulasannya menyebutkan bahwa beberapa kelompok bakteri laut menghasilkan
enzim agarase ekstraseluler yang dapat mendegradasi agar-agar menjadi
agarooligosakarida dan galaktosa. Dengan demikian, pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mempercepat laju pertumbuhan abalon H. asinina adalah dengan
meningkatkan kecernaan agar-agar melalui introduksi bakteri probiotik yang
dapat memproduksi enzim agarase.
Kajian mengenai aplikasi bakteri probiotik penyedia enzim polisakarase
pada budidaya abalon sudah pernah dilaporkan. Doeschate dan Coyne (2008)
menggunakan bakteri alginolitik Pseudoalteromonas sp. galur C4
pada
pemeliharaan H. midae yang diberi pakan alami ternyata secara signifikan dapat
meningkatkan laju pertumbuhan dan aktivitas enzim alginat lyase secara in situ
pada saluran cerna abalon dibandingkan kontrol. Sementara aplikasi bakteri dan
khamir yang diseleksi dari perut H. midae
pada budidaya abalon dapat
meningkatkan pertumbuhan hingga 34% bila dibandingkan dengan kontrol
3
(Macey dan Coyne 2005). Penelitian lain yang dilakukan di Jepang menunjukkan
bahwa Vibrio halioticoli, bakteri penghuni dominan perut H. discus hannai,
diketahui dapat memecah alginat, komplek polisakarida utama dari alga coklat
yang dimakan oleh abalon tersebut (Sawabe et al. 1998, 2003).
Penelitian mengenai bakteri agarolitik dan potensinya sebagai probiotik
untuk pertumbuhan abalon H. asinina belum ada, dan
suplementasi bakteri
agarolitik dipandang sebagai strategi yang tepat dalam memperbaiki pertumbuhan
H. asinina, yaitu
melalui penyediaan enzim agarase eksogen yang dapat
membantu sistem pencernaan abalon dalam mendegradasi agar-agar menjadi
senyawa sederhana siap serap.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk (1) melakukan isolasi, seleksi
dan
karakterisasi bakteri agarolitik, (2) menganalisis kemampuan isolat kandidat
probiotik dalam mendegradasi substrat dan menguji aktivitas enzim agarase dalam
memecah agar-agar menjadi galaktosa, (3) mengidentifikasi
isolat probiotik
secara fisiologi, biokimia dan molekuler, (4) menguji kemampuan kolonisasi
isolat baik dalam bentuk kultur tunggal maupun kultur campuran dalam saluran
pencernaan abalon, (5) mempelajari potensi isolat agarolitik terpilih dalam
meningkatkan laju pertumbuhan abalon, dan (6) mengevaluasi kontribusi isolat
agarolitik untuk menyediakan enzim agarase eksogen dalam saluran pencernaan
abalon.
Manfaat penelitian
Studi mengenai bakteri agarolitik dan enzim agarase serta aplikasinya
pada
H. asinina
merupakan sesuatu yang baru, sehingga informasi yang
diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi
sumbangsih penulis dalam
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ke-enzim-an dan probiotik
akuakultur di Indonesia. Selain itu, perolehan isolat bakteri agarolitik yang
berpotensi sebagai kandidat probiotik bagi abalon, diharapkan dapat mendorong
pengembangan budidaya abalon di Indonesia
4
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Akuakultur
Probiotik secara umum didefinisikan sebagai suplemen makanan dalam
bentuk mikroba hidup yang dapat menguntungkan inang dengan menjaga
keseimbangan mikrobiota saluran pencernaan. Definisi ini ditujukan untuk hewan
terestrial dan manusia. Menurut Verschuere et al. (2000), definisi probiotik
tersebut membutuhkan beberapa pertimbangan apabila ditujukan untuk akuakultur
karena adanya perbedaan karakter lingkungan perairan dengan terestrial. Berbeda
dengan manusia dan hewan terestrial, keberadaan mikroorganisme pada saluran
pencernaan organisme akuatik tidak berada sebagai suatu entitas tersendiri, akan
tetapi secara konstan berhubungan dengan mikroorganisme pada lingkungannya.
Oleh karena itu kehadiran bakteri pada lingkungan akuatik berpengaruh terhadap
komposisi mikrobiota pada saluran pencernaan dan begitu pula sebaliknya.
Pada hewan teresterial awal kolonisasi bakteri pada anak bersumber dari
kontak dengan induknya, sementara spesies akuatik
telur diletakkan di air
sehingga kolonisasi primer pada telur dan larva berasal dari mikroba lingkungan.
Lebih dari itu, larva atau hewan akuatik yang baru lahir sistem percernaannya
belum berkembang dan belum memiliki komunitas mikroba baik pada saluran
pencernaan, insang maupun pada kulitnya. Oleh karena itu,
tahap awal
perkembangan larva akuatik bergantung mikrobiota primer yang bersumber dari
perairan lingkungan budidaya (Verschuere et al. 2000).
Karakteristik
mikroba
probiotik
adalah
kemampuannya
untuk
mengkolonisasi saluran pencernaan inang, akan tetapi mikrobiota saluran
intestinal pada hewan akuatik berubah dengan cepat karena secara konstan
berhubungan dengan aliran mikroba yang berasal dari air dan makanan (Abidi
2003). Berdasarkan pernyataan di atas bahwa interaksi antara mikrobiota,
termasuk probiotik, dan inang tidak hanya dibatasi pada saluran pencernaan.
Bakteri probiotik seharusnya dapat aktif pada insang atau kulit inangnya, tetapi
juga aktif pada lingkungan perairan.
Dengan demikian, probiotik untuk lingkungan akuatik didefinisikan
sebagai mikroba hidup yang menguntungkan bagi inang dengan memodifikasi
6
hubungan komunitas mikroba yang berasosiasi dengan inang atau lingkungannya,
meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi, memacu respon inang
terhadap penyakit, atau dengan meningkatkan kualitas lingkungan perairan
(Verschuere et al. 2000).
Berdasarkan definisi di atas, probiotik mikroba memiliki peran yang
sangat penting pada akuakultur, khususnya menyangkut pengaruhnya terhadap
produktivitas, sumber nutrisi hewan akuatik, kualitas air, pengendalian penyakit
dan perbaikan lingkungan (Wang et al. 2008; Verschuere et al. 2000).
Secara umum prosedur
seleksi dan pengembangan probiotik
untuk
akuakultur terdiri atas 6 tahapan (Gomez-Gil et al. 2000), yakni (1) pengumpulan
informasi dari literatur serta di lapangan, seperti informasi operasional tambak
atau tanki pembenihan (hatchery),
manajemen produksi dan pengendalian
penyakit, (2) pengumpulan atau isolasi kandidat probiotik potensial dari pool atau
sumber terbaiknya (indigenous/putative probiotics), yaitu dari inang, pakan alami
maupun dari lingkungan budidaya, (3) seleksi dan evaluasi kemampuan calon
probiotik potensial, (4) penilaian patogenisitas probiotik potensial, (5) pengujian
skala laboratorium termasuk melihat pengaruh kandidat probiotik secara in vivo
terhadap variabel imunologi, sintasan dan keragaan inang, dan (6) analisis
ekonomi (cost/benefit analysis).
Probiotik dapat diberikan pada inang atau ditambahkan ke lingkungan
akuatik lewat beberapa cara, yaitu pemberian melalui pakan hidup (Gomez-Gil et
al. 1998), perendaman (Gram et al. 1999), pemberian pada air budidaya (Moriarty
1998), dan penambahan pada pakan buatan (Rengpipat et al. 2000).
Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan
Sebelum melakukan seleksi mikroba probiotik, pemahaman mengenai
mekanisme kerja probiotik adalah sangat penting karena merupakan dasar untuk
menentukan kriteria seleksi yang diinginkan.
Salah satu mekanisme aksi (mode of action) dari suatu probiotik
akuakultur untuk menghasilkan efek yang menguntungkan bagi inang adalah
menyediakan nutrisi esensial dan membantu sistem pencernaan inang melalui
kontribusi enzimatik (Xiang-Hong 1998; Verschuere et al. 2000; Balcazar et al.
7
2006, 2008; Kesarcodi-Watson et al. 2008; Qi et al. 2009). Kontribusi enzimatik
dari bakteri probiotik bagi inang adalah berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim
pencernaan seperti amilase, protease dan lipase (Ziaei-Nejad et al. 2006; Wang
2007; Suzer et al. 2008) dan produksi enzim pemecah komplek polisakarida
penyusun dinding sel pakan, seperti selulase, agarase, karaginase, alginat lyase
(Erasmus et al. 1997; Foster et al. 1999).
Zhou et al. (2009) mempelajari pengaruh pemberian Bacillus coagulans
SC8168 terhadap aktivitas enzim pencernaan pada berbagai fase perkembangan
larva udang Penaeus vannamae.
Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian
probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim protease, amilase
dan lipase pada fase awal larva (Z3 dan M3), akan tetapi pengaruhnya menjadi
sangat berbeda nyata dengan kontrol setelah fase postlarva (PL1-2). Pakan utama
udang pada fase awal larva adalah bentik diatom dan plankton yang kaya akan
enzim-enzim protease, amilase dan lipase, sehingga pemberian probiotik pada fase
ini tidak menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan aktivitas enzimatis pada
saluran pencernaan larva.
Wang et al. (2008) menggunakan probiotik Enterococcus faecum dengan
konsentrasi 1 x 107 cfu/ml pada tilapia selama 40 hari pemeliharaan. Tilapia yang
diberi probiotik menunjukkan berat badan akhir dan pertambahan berat harian
secara nyata lebih baik bila dibandingkan kontrol.
Ziaei-Nejad et al. (2006) menggunakan variabel rasio konversi pakan
(Feed conversion ratio, FCR) dan laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate,
SGR) untuk menilai pengaruh pemberian probiotik Bacillus spp. terhadap
performa pertumbuhan udang putih India. Pemberian probiotik baik pada tahap
pembenihan maupun pada pembesaran menunjukkan rasio konversi pakan, laju
pertumbuhan spesifik dan berat akhir yang lebih tinggi dibandingkan kontrol yang
tidak mendapatkan probiotik.
Rengpipat et al. (2000) melaporkan bahwa pemberian beragam bentuk
probiotik Bacillus S11 – dalam bentuk sel segar, sel segar dalam larutan fisiologis,
dan sel liofilisasi - tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan udang galah, akan tetapi pemberian probiotik dapat meningkatkan
secara nyata pertumbuhan bila dibandingkan dengan udang galah kontrol.
8
Penelitian Probiotik untuk Moluska
Laporan hasil penelitian mengenai probiotik untuk moluska tidak
sebanyak pada ikan dan udang. Meskipun demikian, laporan tersebut
mengisyaratkan bahwa pemberian probiotik menunjukkan pengaruh yang
menguntungkan bagi moluska.
Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan
survival rate dan kebugaran, reduksi mortalitas larva serta peningkatan
pertumbuhan (Tabel 1). Prado et al. (2010) menyebutkan bahwa bakteri
Alteromonas galur
CA2 yang diberikan bersama algae, mampu meningkatkan
keragaan sebesar 16-21% dan sintasan sebesar 21-22% pada larva tiram pasifik
(Crassostrea gigas). Sementara itu Gibson et al. (1998) menggunakan galur A.
media A199 sebagai probiotik untuk larva tiram Pasifik
dalam usaha
mengendalikan infeksi Vibrio tubiashii, terbukti mampu menurunkan mortalitas
secara signifikan bila dibandingkan kontrol.
Erasmus et al. (1997) melaporkan bahwa bakteri penghuni saluran
pencernaan H. midae
mampu memecah komplek polisakarida dari Ecklonia
maxima dan Gracilaria gracilis, alga utama yang dikomsumsi abalon tersebut.
Menurutnya, kelompok bakteri enterik memainkan peranan penting bagi
penyediaan nutrisi abalon dengan menghidrolisis komplek polisakarida menjadi
molekul sederhana yang dapat diserap oleh abalon. Lebih lanjut Erasmus et al.
(1997) menyebutkan bahwa bakteri-bakteri tersebut memproduksi enzim yang
dapat mendegradasi agar-agar, karagenan dan alginat. Macey dan Coyne (2005)
telah menyeleksi bakteri dan khamir dari perut H. midae dan setelah diaplikasikan
pada budidaya abalon dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 34% bila
dibandingkan dengan abalon kontrol.
Galur
V. halioticoli diketahui merupakan mikroflora utama yang
menghuni perut dari beberapa spesies siput Haliotis (Sawabe et al. 1998; Tanaka
et al. 2002), yaitu berkisar antara 40 -64 % dari total komunitas bakteri heterotrof
yang dapat dikulturkan (culturable) dengan jumlah sel antara 103 hingga 107
CFU/g perut siput Haliotis (Sawabe et al. 2003; Thompson et al. 2004). Vibrio
halioticoli dapat memproduksi asam asetat dan asam format dalam jumlah besar,
yang diduga digunakan sebagai sumber energi atau prekursor sintesis protein oleh
abalon (Thompson et al. 2004) sehingga dipertimbangkan bahwa terdapat
9
hubungan mutual antara V. halioticoli dengan abalon. Selain itu Tanaka et al.
(2002) melaporkan bahwa V. halioticoli menghasilkan enzim poliguluronat lyase,
suatu enzim yang mengkatalisis degradasi komponen dinding sel rumput laut
coklat yang merupakan makanan utama siput Haliotis.
Tabel 1. Penelitian probiotik pada moluska laut
Spesies abalon Probiotik
Pengaruh
Referensi
Pecten ziczac
Aktivitas antibakteri
Lodeiros et al. (1989)*
C. gigas
Flavobacterium sp.
P14
Alteromonas sp. CA2
Peningkatan sintasan larva
C. gigas
Alteromonas sp. CA2
Peeningkatan laju pertumbuhan
Argopecten
purpuratus
A. purpuratus
Alt. haloplanktis
Proteksi dari infeksi
Douillet & Langdon
(1993)*
Douillet and Langdon
1994*
Riquelme et al.(1996)*
INH
A. purpuratus
H. midae
C. gigas
Vibrio sp. C33
Microbial gut
Aeromonas media
A199
Aktivitas antibakteri (Vibrio
anguillarum- like)
Peningkatan sintasan larva
Aktivitas enzim
Peningkatan sintasan larva
Erasmus et al. 1997
Gibson et al. 1998
A. purpuratus
Vibrio sp. C33
C. gigas
S21
Pecten maximus
Roseobacter
gallaeciensis
BS107
Vibrio sp. C33
Pseudomonas sp. 11
Bacillus sp. B2
Pseudoalteromonas sp.
Phaeobacter
gallaeciensis
Vibrio midae
A. purpuratus
P. maximus
Ostrea edulis
H. midae
H. midae
H. gigantea
H. gigantea
Pseudoalteromonas sp.
C4
Lactobacillus sp. a3
Pediococcus sp.Ab1
Aktivitas antibakteri (Vibrio
tubiashii)
Antibacterial activity
(Vibrio anguillarum- like)
Enhancement of survival rate
Aktivitas antibakteri (Vibrio
alginolyticus)
Peningkatan sintasan larva
Avendano & Riquelme
(1999)*
Nakamura et al. (1999)*
Ruiz-Ponte et al.
(1999)*
Aktivitas antibakteri
Peningkatan sintasan larva
Riquelme et al.2001
Peningkatan sintasan larva
Peningkatan sintasan larva
Longeon et al. 2004
Prado (2006)*
Perbaikan komposisi mikroba
usus
Peningkatan sintasan larva
Peningkatan sintasan larva
Macey & Coyne 2005,
2006
Kemampuan kolonisasi
Aktivitas enzim dan produksi
asam lemak rantai pendek
Doeschate & Coyne
2008
Iehata et al. 2009
Iehata et al. 2010
*dikutip dari Prado et al. 2010
Baru-baru ini dilaporkan bahwa Pseudoalteromonas sp. galur C4 yang
diisolasi dari saluran pencernaan H. midae telah digunakan sebagai probiotik
untuk meningkatkan laju pertumbuhan abalon tersebut. Hasilnya menunjukkan
bahwa Pseudoalteromonas sp. galur C4 dapat memperbaiki status nutrisi, daya
10
cerna pakan alami dan meningkatkan laju pertumbuhan juvenil H. midae
(Doeschate dan Coyne 2008).
Suplementasi bakteri probiotik (dalam hal ini bakteri agarolitik) dipandang
sebagai strategi yang tepat dalam memperbaiki pertumbuh
PENYEDIA ENZIM AGARASE EKSOGEN UNTUK
MEMPERBAIKI PERTUMBUHAN JUVENIL
ABALON (Haliotis asinina Linn. 1758)
FATURRAHMAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
i
ii
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Potensi Bakteri Agarolitik
sebagai Penyedia
Enzim Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan
Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn. 1758) adalah karya saya sendiri dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Bogor,
Juni 2012
Faturrahman
NIM G361080021
iii
iv
ABSTRACT
FATURRAHMAN. The Potency of Agarolytic Bacteria As Producer of
Exogenous Agarase Enzyme to Improve Growth of Abalone Juvenile
(Haliotis asinina Linn. 1758). Under supervision of ANJA MERYANDINI,
M. ZAIRIN JUNIOR, IMAN RUSMANA
There is a great potential of using probiotics in aquaculture to increase
growth rates and improve nutritional status of cultured animals. The aims of this
research were to isolate and select agarolytic bacteria, to identify isolates based on
physiological, biochemical and molecular properties, to analyze agarase activity
of the isolates, to evaluate colonization ability of agarolytic isolates in the
gastrointestinal tract of abalone, and to analyze the potency of Alg3.1-Abn1.2
bacterial strains as exogenous agarase producer to improve growth of abalone.
Selection of agarolytic bacteria as probiotic was based on criteria of their
antibiotics resistance, degree of agar liquefaction, and growth rate.
Dinitrosalysilic acid was used to measure in vitro and in situ agarase activity.
Viable cell count was used to determine whether the probionts could colonize
gastrointestinal tract of abalone. Growth performance of gnotobiotic and normal
abalone were evaluated and compared with abalone fed cake-Gracilaria
supplemented with probiotic strains. The result of isolation can be achieved 14
agarolytic bacteria. Seven of them showed antibiotic resistance. Based on their
growth rate, degree of agar liquefaction and qualitative agarolytic activity were
carried out three isolate that potential as exogenous agarase producers, i.e.
Alg4.2, Alg3.1 and Abn1.2 isolates. These isolates were identified as Vibrio. The
ability of Alg3.1 strain to degrade agar was higher than the others, whereas the
highest starch degradation was achieved by Abn1.2 strain. All isolates showed
high capacity to degrade casein. Generally, the degree of carbohydrate and
protein hydrolysis were increased up to 48 h of incubation. In vitro agarase
activity of mix culture Alg3.1-Abn1.2 (0.593 nkat/mL) was higher than that of
single culture of Alg3.1 (0.489 nkat/mL), Alg4.2 (0.423 nkat/mL) and Abn1.2
(0.411 nkat/mL). So the mix culture was chosen as candidate of probiotic.
Abalone fed diet supplemented with mix culture of Alg3.1-Abn1.2 strains
exhibited higher growth rate compared to that of abalone fed standard diet under
laboratory conditions. The increasing of biomass of gnotobiotic and normal
abalone supplemented with Alg3.1-Abn1.2 strains were higher 32.22 and 11.09%
respectively than that of gnotobiotic and normal abalone fed standard diet. The
improving of gaining daily shell length of gnotobiotic and normal abalone
supplemented with probiotics were higher 24.17 and 21.88% than that of abalone
fed unsupplemented diet. The efficiency and the feed conversion of abalone which
supplemented with Alg3.1-Abn1.2 strains was better than that of control abalone.
Application of Alg3.1-Abn1.2 strains as diet increased the activity of agarase
and amylase exogen in the abalone digestive tract. The number of culturable cell
reisolated from abalone fed probiotic-supplemented cake for 14 days was 106107 cfu/g.
Keyword: abalone growth, agarase activity, agarolytic bacteria, probiotic
v
vi
RINGKASAN
FATURRAHMAN. Potensi Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia Enzim Agarase
Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn.
1758). Dibimbing oleh ANJA MERYANDINI, M. ZAIRIN JUNIOR, IMAN
RUSMANA
Abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina) merupakan salah satu
komoditi ekspor perairan laut andalan NTB. Minat masyarakat untuk
mengembangkan budidaya abalon sangat tinggi karena didorong oleh tingginya
permintaan dunia akan abalon hidup. Salah satu kendala yang dihadapi
pembudidaya abalon adalah laju pertumbuhan abalon yang lambat, dibutuhkan
waktu lebih dari 18 bulan untuk mencapai ukuran layak ekspor. Peningkatan laju
pertumbuhan abalon dapat dilakukan melalui pemberian probiotik. Probiotik
akuakultur selain dapat menekan kehadiran bakteri patogen perairan juga
menghasilkan sejumlah metabolit yang dapat memicu sistem imunitas inang,
membantu sistem pencernaan inang melalui penyediaan nutrisi esensial maupun
enzim-enzim pencernaan eksogen serta membantu memperbaiki kualitas perairan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menyeleksi dan mengembangkan galur
bakteri probiotik yang dapat meningkatkan laju pertumbuhan abalon. Isolat
bakteri yang berpotensi sebagai probiotik dipilih. Pemilihan ini didasarkan atas
kemampuannya dalam memecah komplek agar-agar penyusun dinding sel alga,
kerentanan isolat terhadap antibiotik, laju pertumbuhan, derajat agarolitik isolat
tunggal dan kombinasi terbaik, patogenisitas terhadap inang, ketahanan terhadap
pH asam, viabilitas pada air laut, kemampuan penempelan pada lempeng baja
stainless, derajat hidrofobisitas, dan koagregasi isolat. Isolat yang terseleksi
sebagai kandidat probiotik selanjutnya diidentifikasi secara biokimia, fisiologi dan
molekuler berdasarkan sekuen 16S rDNA. Isolat yang terpilih diuji
kemampuannya dalam mendegradasi substrat pati, agar-agar dan kasein serta
aktivitas enzim agarase secara in vitro. Sebelum diaplikasikan, isolat kandidat
diuji kemampuannya untuk berkolonisasi pada saluran pencernaan abalon.
Selanjutnya adalah uji coba aplikasi isolat bakteri kandidat
pada skala
laboratorium untuk melihat kemampuannya dalam meningkatkan pertumbuhan
abalon. Untuk melihat kontribusi isolat dalam menyediakan enzim eksogen maka
dilakukan uji aktivitas enzim agarase secara in situ. Informasi tentang aspek
mikrobiologi, aktivitas dan kemampuannya sebagai probiotik dari isolat bakteri
ini diharapkan dapat mendukung pengembangan paket teknologi probiotik untuk
budidaya siput mata tujuh secara luas.
Hasil isolasi diperoleh 14 isolat bakteri agarolitik. Sebanyak 9 isolat
berasal dari Pantai Kuta yang terdiri atas 6 isolat berasosiasi dengan alga merah
dan 3 isolat lainnya dari saluran pencernaan abalon, 3 isolat diperoleh dari alga
merah asal Tanjung An dan 2 isolat dari Pantai Gerupuk. Isolat bakteri agarolitik
tersebut memiliki karakter morfologi koloni dan sel yang beragam. Berdasarkan
ukuran zona bening yang dibentuk, sebanyak 5 isolat menunjukkan derajat
agarolitik yang kuat yaitu Abn1.1, Alg3.1, Alg4.2, Alg2.2 dan Alg5.2, sedangkan
isolat Abn1.3, Alg1.1, dan Alg 4.1 memperlihatkan derajat agarolitik yang
rendah.
vii
Hasil uji resistensi terhadap antibiotik menunjukkan bahwa 7 isolat (50%)
bersifat intermediet dan atau resisten terhadap antibiotik. Sebanyak 4 isolat
resisten terhadap tetrasiklin, yaitu Alg1.1, Alg1.3, Alg2.1 dan Alg6.3, dan 3 isolat
resisten terhadap antibiotik rifampisin, yaitu, Abn1.3, Alg4.1 dan Alg5.3
sehingga ketujuh isolat secara langsung dieliminasi sebagai kandidat probiotik.
Isolat-isolat yang sensitif diukur laju pertumbuhannya. Empat isolat yaitu
Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 dan Alg5.1 memperlihatkan laju pertumbuhan yang lebih
tinggi dibanding Abn1.3, Alg2.2 dan Alg5.2.
Hasil uji kemampuan isolat dalam menghidrolisis agar-agar dalam bentuk
kultur tunggal maupun kombinasinya menunjukkan bahwa kombinasi antara isolat
Abn1.2 dengan Alg3.1 dan Abn1.2 dengan Alg4.2 memberikan hasil terbaik
dengan ukuran zona bening berturut-turut 32.50 dan 32.83 mm. Selanjutnya uji
patogenisitas terhadap isolat Alg3.1, Abn1.2 dan Alg4.2. memperlihatkan bahwa
ke-3 isolat tidak bersifat patogen terhadap spat. Uji viabilitas menunjukkan
bahwa populasi bakteri cenderung menurun setiap periode pengamatan. Terlihat
bahwa setelah 48 jam inkubasi, jumlah sel bakteri pada air laut berkurang hingga
lebih dari setengahnya. Hal ini terjadi karena air laut sangat miskin nutrisi
esensial. Pemberian sumber karbon berupa agar-agar tanpa disertai dengan faktor
tumbuh
seperti asam amino, lemak, dan vitamin tidak dapat menunjang
pertumbuhan bakteri dengan baik.
Kemampuan isolat untuk bertahan dalam media pada pH asam sangat
rendah, dimana ketiga isolat mengalami penurunan jumlah sel yang besar pada
media pH 2.5 selama 8 dan 24 jam inkubasi. Media pH 4.5 sedikit memberikan
pengaruh terhadap ketahanan isolat bakteri agarolitik yang ditandai dengan
kecilnya selisih jumlah populasi bakteri kontrol dengan perlakuan. Ketiga isolat
menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik pada media pH basa (pH 7.5)
dibandingkan kontrol. Hal ini dapat terjadi karena isolat sudah beradaptasi dengan
air laut yang bersifat alkalis dengan pH berkisar 7-8. Hasil uji hidrofobisitas
memperlihatkan bahwa persentase hidrofobisitas paling tinggi dicapai oleh isolat
Abn1.2 yaitu sebesar 23.91, diikuti oleh Alg4.2 sebesar 22.98 persen dan Alg3.1
11.84 persen. Isolat Alg4.2 dan Abn1.2 dengan nilai lebih dari 20% tergolong
hidrofobik moderat. Persentase koagregasi tertinggi dicapai oleh pasangan Abn1.2
dengan Alg3.1 sebesar 8.79 persen dan yang terendah adalah pasangan Abn1.2
dengan Alg4.2 sebesar 6.85 persen. Pertumbuhan sel planktonik ketiga isolat
berlangsung cepat pada 24 jam inkubasi dan mulai melambat pada 48 jam
inkubasi. Sebaliknya laju penempelan meningkat pesat setelah 48 jam inkubasi.
Identifikasi berdasarkan reaksi Gram, morfologi, fisiologi, dan biokimia
menggunakan metode ‘profile matching’ dan disertai dengan analisis molekuler
16S rRNA menunjukkan bahwa isolat Abn1.2, Alg3.1, Alg4.2 tergolong Vibrio
spp.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat Abn1.2 memiliki
kemampuan hidrolisis pati paling tinggi, yaitu 89.20 dan 99.16%, sedangkan
derajat hidrolisis pati paling rendah adalah Alg3.1 sebesar 76.05 dan 90.20%
pada 24 jam inkubasi dan 48 jam. Sebaliknya hidrolisis agar-agar paling tinggi
dicapai oleh isolat Alg3.1, kemudian diikuti oleh Alg4.2 dan yang terendah adalah
Abn1.2. Namun demikian, ketiga isolat bakteri agarolitik kandidat probiotik
memperlihatkan kapasitas yang tinggi dalam menghidrolisis kasein.
viii
Aktivitas ekstrak kasar enzim agarase mulai terlihat sejak 4 jam setelah
diinokulasi pada Alg3.1 (0.036 nkat/ml), 8 jam pada Abn1.2 (0.241 nkat/ml) dan
12 jam pada Alg4.2 (0.206 nkat/ml). Aktivitas ini terus meningkat hingga
mencapai aktivitas maksimum pada 36 jam setelah inokulasi (0.489 nkat/ml)
pada Alg3.1, 28 jam setelah inokulasi (0.439 nkat/ml) pada Alg4.2 dan 24 jam
setelah inokulasi (0.411 nkat/ml) pada Abn1.2. Aktivitas maksimum paling
tinggi dicapai oleh kultur campuran Alg3.1-Abn1.2, yaitu 0.593 nkat/mL pada
jam ke 32. Dengan demikian, kedua isolat ini dipilih sebagai kandidat probiotik
penyedia enzim agarase eksogen untuk abalon.
Kemampuan kolonisasi isolat tunggal maupun kombinasinya terus
berkurang seiring bertambah lamanya waktu pengamatan. Meskipun demikian
persentase isolat campuran tetap lebih tinggi dibanding isolat tunggal sepanjang
waktu pengamatan. Pemberian probiotik pada pakan menunjukkan pertumbuhan
biomassa, pertumbuhan relatif dan pertambahan panjang cangkang abalon yang
lebih tinggi bila dibandingkan dengan kontrol. Peningkatan pertumbuhan
biomassa abalon gnotobiotik dan abalon normal yang diberi bakteri agarolitik
berturut-turut adalah 32.22 dan 11.09% bila dibandingkan kontrol abalon
gnotobiotik dan abalon normal tanpa probiotik. Peningkatan pertambahan panjang
cangkang sebagai kontribusi bakteri agarolitik pada abalone gnotobiotik dan
abalon normal berturut-turut adalah 24.17 dan 21.88%. Efisiensi dan konversi
pakan abalon yang disuplementasi dengan probiotik galur Alg3.1-Abn1.2 lebih
baik dibandingkan abalon kontrol yang hanya mengkonsumsi cake standar.
Abalon gnotobiotik dan abalon normal yang mendapatkan probiotik menunjukkan
efisiensi pakan 35% dan 5% lebih baik dibanding abalon tanpa probiotik. Data
hasil analisis kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon menunjukkan bahwa
persentase agar-agar yang dicerna oleh abalon yang disuplementasi bakteri
agarolitik Alg3.1-RfR dan Abn1.2-RfR lebih tinggi bila dibandingkan dengan
abalon yang hanya mengkonsumsi cake Gracilaria standar.
Pemberian Alg3.1-RfR - Abn1.2-RfR baik pada abalon gnotobiotik maupun
abalon normal meningkatkan aktivitas enzim agarase dan amilase eksogen pada
saluran pencernaan abalon. Aktivitas enzim agarase abalon gnotobiotik plus
probiotik lebih tinggi 47% dibandingkan gnotobiotik, sedangkan aktivitas enzim
agarase abalon normal plus probiotik lebih tinggi 34% dibandingkan abalon
normal. Sementara itu, aktivitas enzim amilase abalon gnotobiotik dan abalon
normal yang diberi probiotik lebih tinggi 11 dan 15% bila dibandingkan dengan
kontrol gnotobiotik dan abalon normal tanpa probiotik.
Aktivitas enzim agarase dalam saluran pencernaan abalon dipengaruhi
oleh kadar enzim agarase eksogen yang diproduksi oleh mikroba. Secara umum
nampak terlihat bahwa total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
lebih tinggi daripada bakteri pada air pemeliharaan baik pada gnotobiotik maupun
abalon normal. Hal ini membuktikan bahwa isolat campuran Alg3.1-RfR Abn1.2-RfR mampu berkolonisasi dengan baik pada saluran pencernaan H
asinina dan membantu inangnya dalam memecah komplek agar-agar menjadi
molekul yang lebih sederhana berupa agarooligosakarida dan galaktosa, sehingga
dapat meningkatkan aktivitas enzim pencernaan eksogen pada saluran pencernaan
dan memperbaiki pertumbuhan abalon.
ix
x
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah;
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh
karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
xi
xii
POTENSI BAKTERI AGAROLITIK SEBAGAI
PENYEDIA ENZIM AGARASE EKSOGEN UNTUK
MEMPERBAIKI PERTUMBUHAN JUVENIL
ABALON (Haliotis asinina Linn. 1758)
FATURRAHMAN
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Program Studi Mikrobiologi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012
xiii
Penguji pada Ujian Tertutup dan Ujian Terbuka:
Dr. Ir. Widanarni, M.Si
Dr. drh. Angela Mariana Lusiastuti, M.Si
xiv
Judul
: Potensi
Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia
Enzim
Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan
Juvenil Abalon (Haliotis asinina Linn. 1758)
Nama Mahasiswa
: Faturrahman
NIM
: G361080021
Disetujui :
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Dra. Anja Meryandini, M.S
Ketua
Dr. Ir. Iman Rusmana, M.Si
Anggota
Prof. Dr. Ir. M. Zairin Junior, M.Sc
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Mikrobiologi
Dr. Ir. Gayuh Rahayu
Tanggal Ujian : 12 Juni 2012
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Lulus:
xv
xvi
PRAKATA
Alhamdulilhah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha
Pencipta lagi Maha Pengasih, atas karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil
diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan dari bulan
September 2010 sampai dengan Desember 2011 ini ialah bakteri agarolitik.
Indonesia memiliki beragam biota laut yang memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi, salah satunya adalah abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina)
yang terdapat di pulau Lombok, Sumbawa, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Tingginya permintaan dunia akan abalon, menarik minat banyak pengusaha untuk
mengembangkan usaha budidaya abalon. Loka Budidaya Laut Lombok telah
berhasil melakukan rekayasa teknologi pembenihan di hatchery sehingga dapat
memenuhi kebutuhan benih abalon. Meskipun demikian, kendala utama yang
dihadapi pembudidaya abalon adalah laju pertumbuhan abalon yang lambat.
Dalam kontek inilah penulis mencoba memberikan alternatif solusi dengan
mengangkat tema penelitian ”Potensi Bakteri Agarolitik sebagai Penyedia Enzim
Agarase Eksogen untuk Memperbaiki Pertumbuhan Juvenil Abalon (Haliotis
asinina Linn. 1758)”.
Penulis menyampaikan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada Ibu
Prof. Dr. Anja Meryandini, M.Si, Bapak Prof. Dr. M. Zairin Junior, M.Sc dan
Bapak Dr. Iman Rusmana, M.Si. yang telah membimbing, memberi saran dan
kritik yang konstruktif sehingga penelitian dan pembuatan karya ilmiah ini
menjadi lebih baik. Terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada
Direktur PT. Alaska Dwipa Perdana, Bapak Yusuf Triyanto, yang telah
memberikan keleluasaan kepada penulis untuk mengelola Laboratorium
Mikrobiologi Terapan PT. Alaska DP. Disamping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Ir. H. Saripin, MM beserta staf Loka Budidaya Laut
Lombok atas izin dan bantuannya selama penelitian ini berlangsung. Kepada
mbak Heny, pak Jaka, bu Dewi, mbak Rika dan mas Heri BBL penulis
sampaikan terima kasih yang tak terhingga atas segenap bantuannya. Tak lupa
ungkapan terima kasih kepada ayah, ibu, istri, anak-anakku serta seluruh keluarga
atas segala doa, cinta dan kasih sayangnya. Permohonan maaf yang setulustulusnya kepada istri dan anak-anakku jika selama ini telah melalaikan kewajiban
dan tidak memenuhi hak-hak kalian.
Semoga penelitian ini dapat memberikan kontribusi yang nyata baik dalam
memperkaya khasanah ilmu pengetahuan maupun dalam pengembangan industri
budidaya perikanan laut khususnya abalon di Indonesia.
Bogor, Juni 2012
Faturrahman
xvii
xviii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sumbawa pada tanggal 3 Juli 1975 sebagai anak
kedua dari pasangan Mustafa dan Mustarah. Pendidikan sarjana ditempuh di
Jurusan Produksi Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Mataram, lulus pada
tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis diterima di Program Studi
Bioteknologi Program Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 2002.
Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Program Studi
Mikrobiologi pada perguruan tinggi yang sama diperoleh tahun 2008. Beasiswa
pendidikan pascasarjana (BPPS) diperoleh dari Direktorat Pendidikan Tinggi
Kementerian Pendidikan Nasional Republik Indonesia.
Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada Jurusan Biologi Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Mataram sejak tahun 2003.
Bidang studi yang menjadi tanggungjawab penulis adalah bioteknologi dan
teknologi mikrobial.
Selama mengikuti program S3, penulis menjadi anggota Perhimpunan
Biologi Indonesia dan anggota Masyarakat Biodiversitas Indonesia. Karya ilmiah
berjudul ’The Application of Probiotic Effective Microorganism-4 on Abalone
(Haliotis asinina Linn 1758) Larval Rearing’ disajikan pada ’The 3nd
International Seminar on Science Education’ di Bandung pada bulan Oktober
2009; karya ilmiah yang berjudul ’The Potential of Marine Agarolytic Bacteria
for Production Bioethanol
from Agarophytes’ telah disajikan pada ‘1st
International Conference on Biodiversity’ di Solo pada bulan Juli 2011. Sebuah
artikel telah diterbitkan dengan judul “Isolation and Identification of An AgarLiquefying Marine Bacterium and Some Properties of Its Extracellular Agarases”
pada jurnal Biodiversitas Volume12 No. 4 Oktober 2011 halaman 192-197.
Penulis menikah dengan Sri Maryati pada tahun 2002 dan telah dikaruniai
tiga orang anak, Aisyah Rahmania Mujahidah, Raisa Nayla Ahsani Faturrahman
dan Azka Abdillah Faturrahman.
xix
xx
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................
xxi
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................
xxv
PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................
1
Tujuan Penelitian .............................................................................
3
Manfaat Penelitian ...........................................................................
3
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Akuakultur .......................................................................
5
Probiotik Sebagai Pemacu Pertumbuhan .........................................
6
Penelitian Probiotik untuk Moluska .................................................
8
Nutrisi untuk Pertumbuhan Abalon ................................................
10
Sistem Pencernaan pada Abalon ......................................................
12
Bakteri Pendegradasi Agar-agar dan Enzim Agarase .....................
16
Interaksi Biologi Bakteri di Alam ....................................................
17
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ..........................................................
21
Tahapan Penelitian ...........................................................................
21
Isolasi dan Seleksi Bakteri Agarolitik ....................................
21
Identifikasi Isolat Kandidat Probiotik .....................................
28
Degradasi Substrat dan Aktivitas Agarase In Vitro ................
30
Kemampuan Kolonisasi ..........................................................
32
Bioassai Isolat Kandidat Probiotik pada Abalon ...................
33
Aktivitas Agarase dan Amilase In Situ ..................................
36
Interpretasi dan Analisis Data ..........................................................
37
HASIL DAN PEMBAHASAN
Isolasi dan Seleksi Bakteri Agarolitik ..............................................
39
Identifikasi Bakteri Agarolitik ..........................................................
58
xiii
Degradasi Substrat dan Aktivitas Enzim In Vitro ............................
63
Kemampuan Kolonisasi ....................................................................
71
Aplikasi Isolat Agarobiotik pada Pakan Abalon ..............................
74
Aktivitas Agarase In Situ dan Total Bakteri .....................................
80
Pembahasan Umum ..........................................................................
85
SIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
87
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
89
LAMPIRAN .................................................................................................
95
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
Penelitian probiotik pada moluska laut ..............................................
9
2.
Studi enzim-enzim pencernaan pada abalon.......................................
15
3.
Interpretasi zona hambat dari kultur uji .............................................
36
4.
Data lokasi, bahan sumber isolat, jumlah sampel,
jumlah isolat dan kode isolat bakteri agarolitik ...............................
39
Aktivitas agarolitik berdasarkan ukuran diameter zona bening
yang terbentuk pada media agar ..........................................................
41
Data resistensi isolat terhadap 4 jenis antibiotik berdasarkan
diameter zona hambat .........................................................................
43
Waktu generasi dan laju pertumbuhan spesifik isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada medium MB ................................
46
Kekuatan likuifikasi agar isolat bakteri agarolitik pada media
agar-agar SWM selama 7 dan diinkubasi hari pada 29 oC .................
47
Rataan mortalitas spat abalon (ukuran 0.5-0.7 cm) yang diberi
isolat bakteri agarolitik pada konsentrasi berbeda .............................
49
Patogenisitas isolat terhadap Gracilaria sp selama
6 hari pengamatan ...............................................................................
49
11.
Viabilitas sel pada air laut steril yang diberi substrat agar .................
50
12.
Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat dalam media pH 2.5,
5.
6.
7.
8.
9.
10.
pH 4.5, pH 6.5 dan pH 7.5 dengan kontrol (pH 7.0) ...........................
52
13.
Persentase koagregasi isolat bakteri agarolitik yang dipasangkan.......
55
14.
Karakteristik fenotipik isolat...............................................................
59
15.
Takson dalam pusat data GenBank dengan sekuen gen 16S rRNA
yang paling mirip dengan sekuen parsial isolat ..................................
60
Pertumbuhan dan aktivitas enzim kualitatif isolat Alg3.1 pada
medium yang berbeda selama 24 jam inkubasi ..................................
62
Aktivitas agarase kualitatif antara tipe liar dan mutan
isolat Alg3.1 dan Abn1.2 .....................................................................
71
Total bakteri Alg3.1-RfR, Abn1.2-RfR, kombinasi dan kontrol
(log10 cfu/ml) pada saluran pencernaan abalon selama 24-72 jam
pengamatan .........................................................................................
72
16.
17.
18.
xv
19.
20.
21.
xvi
Rata-rata pertumbuhan relatif, pertumbuhan biomasa dan
pertambahan panjang cangkang harian abalon selama 60 hari
pemeliharaan ........................................................................................
75
Rata-rata efisiensi pakan dan konversi pakan abalon
selama 60 hari pemeliharaan ...............................................................
76
Rataan gross energy, kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon ...
77
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.
Kurva pertumbuhan abalon Lombok yang dipelihara secara
Indoor dan diberi pakan Gracilaria sp. .............................................
11
2.
Abalon Haliotis asinina dan representasi saluran pencernaan ........
13
3.
Posisi pemotongan agarosa oleh enzim agarase ...............................
16
4.
Bagan alur kerja penelitian ................................................................
21
5.
Koloni bakteri agarolitik menyebar tipis pada permukaan medium B
dengan 1.8% agar, zona bening yang terbentuk dari supernatan
yang diproduksi pada kultur cair MB umur 24 jam, pembentukan
kawah atau pendangkalan agar setelah 3-5 hari inkubasi ...............
41
Kurva pertumbuhan isolat bakteri agarolitik berdasarkan jumlah
koloni (log10 cfu/mL) selama periode inkubasi 24 jam pada 29 oC
dan 120 rpm .......................................................................................
45
Aktivitas agarolitik kultur campuran berdasarkan diameter zona
bening ekstrak enzim kasar 36 jam yang diinkubasi pada 29 oC
selama 4 jam.......................................................................................
49
Selisih log (cfu/mL) antara jumlah isolat dalam media pH 2.5,
pH 4.5, pH 6.5 dan pH 7.5 dengan kontrol (pH 7.0) pada periode
8 dan 24 jam inkubasi.........................................................................
54
9.
Persentase hidrofobisitas isolat bakteri agarolitik .............................
55
10.
Jumlah sel bakteri agarolitik yang menempel pada lempeng baja
stainless (log cfu/cm2) dan yang melayang (planktonik) pada fase
cair (log cfu/ml) selama 24 dan 48 jam pada 28 oC ...........................
57
Pohon filogenetik berdasarkan sekuen 16S rDNA yang
menunjukkan hubungan genetik antara Abn1.2, Alg3.1 dan
Alg4.2 dengan bakteri agarolitik yang lain ........................................
61
Derajat hidrolisis pati, agar dan kasein oleh bakteri agarolitik yang
diinkubasi pada 29 oC selama periode pengamatan 24 dan 48 jam....
64
6.
7.
8.
11.
12.
xvii
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
xviii
Derajat hidrolisis karbohidrat Gracilaria sp (% ) oleh isolat
bakteri agarolitik pada jumlah inokulum yang berbeda
selama periode 24 dan 48 jam pengamatan ......................................
66
Pertumbuhan sel dan aktivitas enzim agarase isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada media BSM plus selama
52 jam pada 29 oC ..............................................................................
68
Kromatografi lapis tipis produk hasil hidrolisis agarosa oleh
ekstrak kasar enzim agarase...............................................................
70
Perbandingan kurva pertumbuhan isolat bakteri Alg3.1 dan Abn1.2
tipe liar dengan mutan rifampisin .....................................................
71
Kemampuan kolonisasi isolat bakteri Alg3.1RfR, Abn1.2RfR,
campuran dan kontrol dalam saluran pencernaan abalon selama
72 jam .................................................................................................
73
Aktivitas agarase dan amilase pada saluran pencernaan abalon
yang mengkonsumsi cake Gracilaria standar dan yang
disuplementasi probiotik ..................................................................
80
Rasio jumlah bakteri agarolitik terhadap jumlah total bakteri pada
perlakuan pada air dan saluran pencernaan ........................................
83
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.
Komposisi media dan reagen yang digunakan ....................................
95
2.
Prosedur uji degradasi substrat oleh bakteri .......................................
97
3.
Pengukuran aktivitas enzim agarase dan kadar protein .....................
100
4.
Prosedur analisis proksimat (kadar air, kadar abu, kadar serat
kasar, kadar lemak kasar, dan kadar prtein kasar) ..............................
101
5.
Proses ekstraksi agar menurut SNI (SNI 01-4497-1998) ...................
104
6.
Isolat bakteri agarolitik yang diisolasi dari air laut, alga dan abalon.
105
7.
Hubungan Optical density (OD620) dan Log10 cfu/mL isolat bakteri
agarolitik yang ditumbuhkan pada media MB.....................................
105
Aktivitas kualitatif (diameter zona bening, mm) dari supernatan
isolat bakteri agarolitik yang ditumbuhkan pada medium SWM
selama 24 jam ......................................................................................
106
9.
Data hasil uji hidrofobisitas pada OD600 ..............................................
106
10.
Data hasil pengukuran koagregasi isolat selama 1 dan 4 jam
pengamatan pada panjang gelombang 620nm .....................................
107
Hasil uji penempelan isolat bakteri agarolitik pada lempeng baja
stainless selama 24 dan 48 jam pada 28 oC dan diagitasi 120 rpm......
107
Derajat hidrolisis substrat oleh bakteri agarolitik kandidat
probiotik ..............................................................................................
108
Derajat hidrolisis karbohidrat Gracilaria oleh bakteri agarolitik
kandidat probiotik ................................................................................
108
Hubungan pertumbuhan sel (OD620) dengan aktivitas enzim agarase
selama 52 jam pengamatan ..................................................................
108
Nilai optical density (OD620nm) tipe liar dan mutan yang
ditumbuhkan pd media MB selama 24 jam .........................................
109
Rataan berat awal dan akhir, panjang cangkang awal
dan akhir abalon ...............................................................................
110
Konsumsi pakan total, konsumsi per ekor , konversi dan
efisiensi pakan .....................................................................................
110
Jumlah total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
abalon selama 60 hari pemeliharaan...................................................
111
Hasil analisis proksimat pakan dan feses abalon .................................
111
8.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
xix
20.
Kadar agar-agar pada pakan dan feses abalon......................................
111
21.
Hasil perhitungan aktivitas enzim agarase dan amilase .......................
112
22.
Jumlah total bakteri dan bakteri agarolitik pada saluran pencernaan
abalon dan pada air budidaya selama 14 hari pemeliharaan ...............
112
xx
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Abalon atau siput mata tujuh (Haliotis asinina Linn. 1758) merupakan
salah satu komoditas perikanan tangkap yang telah memberikan peranan penting
bagi perekonomian masyarakat pesisir di Nusa Tenggara Barat (NTB), tidak
hanya dijual di pasar nasional, tetapi juga diekspor ke beberapa negara Asia
seperti Jepang, Hongkong dan Taiwan. Menurut data ACIAR (2007), ekspor
abalon NTB ke Hongkong pada tahun 2006 ialah sebesar 5.2 ton dan 3.6 ton tahun
2007.
Permintaan dunia terutama dari negara-negara Asia terus meningkat dari
20000 ton pada tahun 1970-an menjadi lebih dari 40000 ton pada tahun 2007,
sementara itu produksi abalon dunia dari hasil tangkapan ternyata terus menurun
dari 20000 ton pada tahun 1975
menjadi kurang dari 9000 ton tahun 2008
(Gordon dan Cook 2010).
Mahalnya harga jual abalon mendorong masyarakat pesisir melakukan
eksploitasi secara intensif dan tidak selektif sehingga mengakibatkan stok alam
yang terus menurun, berkurangnya hasil tangkapan dan terancamnya kelestarian
abalon (Setyono 2009). Pada saat yang sama, daya tarik atau minat untuk
mengembangkan budidaya abalon di dunia termasuk Indonesia terus meningkat
seiring dengan tingginya permintaan dunia akan abalon
hidup. Indonesia kaya
akan sumberdaya pantai, sehingga Indonesia memiliki potensi yang sangat besar
untuk mengembangkan budidaya abalon.
Salah satu
kendala yang dihadapi pembudidaya abalon adalah laju
pertumbuhannya yang lambat. Haliotis asinina dapat tumbuh mencapai ukuran
layak jual di pasaran nasional (cocktail abalone, 50-60 mm) dalam waktu 12-18
bulan (Setyono 2008). Ukuran pasar (market size) internasional abalon adalah 80
mm (Doeschate dan Coyne 2008), sehingga dibutuhkan waktu pemeliharaan
yang lebih panjang lagi untuk dapat menembus pasar ekspor.
Abalon yang
mengkonsumsi rumput laut sebagai pakan tunggal
menunjukkan laju pertumbuhan yang rendah karena defisiensi sejumlah nutrisi
esensial (Doeschate dan Coyne 2008) seperti protein. Menurut Setyono (2008),
abalon tropis di alam umumnya mengkonsumsi alga merah seperti Gracilaria,
2
Laurencia, Hypnea dan Amphiroa, sedangkan pada abalon budidaya diberikan
pakan tunggal berupa Gracilaria sp.. Gracilaria memiliki kandungan protein
yang rendah yaitu sekitar 3-7%, akan tetapi kaya akan agar-agar, hingga 47.34%
(Soegiarto dan Sulistijo 1985).
Herbivora laut termasuk abalon umumnya memiliki enzim-enzim
pendegradasi dinding sel komponen pakan di dalam saluran pencernaannya
(Gomez-Pinchetti dan Garcia-Reina 1993) dan memiliki
kemampuan untuk
menggunakan agar-agar, alginat, karagenan sebagai sumber energi (Erasmus et al.
1997). Disamping itu, dalam saluran pencernaan abalon juga ditemukan enzimenzim polisakarase eksogen yang disumbangkan oleh bakteri enterik. Kelompok
bakteri enterik memainkan peranan penting bagi penyediaan
nutrisi abalon
dengan menghidrolisis komplek polisakarida menjadi molekul sederhana yang
dapat diserap oleh abalon. Sebanyak 70-90% aktivitas bakteri polisakarolitik
menghasilkan enzim-enzim polisakarase ekstraseluler yang disekresikan ke dalam
saluran pencernaan abalon (Erasmus et al. 1997). Katabolisme monosakarida
oleh bakteri enterik menghasilkan sejumlah besar asam asetat dan format yang
dapat digunakan sebagai sumber energi atau prekursor sintesis asam amino oleh
abalon (Thompson et al. 2004; Prado et al. 2010). Michel et al. (2006) dalam
ulasannya menyebutkan bahwa beberapa kelompok bakteri laut menghasilkan
enzim agarase ekstraseluler yang dapat mendegradasi agar-agar menjadi
agarooligosakarida dan galaktosa. Dengan demikian, pendekatan yang dapat
dilakukan untuk mempercepat laju pertumbuhan abalon H. asinina adalah dengan
meningkatkan kecernaan agar-agar melalui introduksi bakteri probiotik yang
dapat memproduksi enzim agarase.
Kajian mengenai aplikasi bakteri probiotik penyedia enzim polisakarase
pada budidaya abalon sudah pernah dilaporkan. Doeschate dan Coyne (2008)
menggunakan bakteri alginolitik Pseudoalteromonas sp. galur C4
pada
pemeliharaan H. midae yang diberi pakan alami ternyata secara signifikan dapat
meningkatkan laju pertumbuhan dan aktivitas enzim alginat lyase secara in situ
pada saluran cerna abalon dibandingkan kontrol. Sementara aplikasi bakteri dan
khamir yang diseleksi dari perut H. midae
pada budidaya abalon dapat
meningkatkan pertumbuhan hingga 34% bila dibandingkan dengan kontrol
3
(Macey dan Coyne 2005). Penelitian lain yang dilakukan di Jepang menunjukkan
bahwa Vibrio halioticoli, bakteri penghuni dominan perut H. discus hannai,
diketahui dapat memecah alginat, komplek polisakarida utama dari alga coklat
yang dimakan oleh abalon tersebut (Sawabe et al. 1998, 2003).
Penelitian mengenai bakteri agarolitik dan potensinya sebagai probiotik
untuk pertumbuhan abalon H. asinina belum ada, dan
suplementasi bakteri
agarolitik dipandang sebagai strategi yang tepat dalam memperbaiki pertumbuhan
H. asinina, yaitu
melalui penyediaan enzim agarase eksogen yang dapat
membantu sistem pencernaan abalon dalam mendegradasi agar-agar menjadi
senyawa sederhana siap serap.
Tujuan penelitian
Penelitian ini bertujuan
untuk (1) melakukan isolasi, seleksi
dan
karakterisasi bakteri agarolitik, (2) menganalisis kemampuan isolat kandidat
probiotik dalam mendegradasi substrat dan menguji aktivitas enzim agarase dalam
memecah agar-agar menjadi galaktosa, (3) mengidentifikasi
isolat probiotik
secara fisiologi, biokimia dan molekuler, (4) menguji kemampuan kolonisasi
isolat baik dalam bentuk kultur tunggal maupun kultur campuran dalam saluran
pencernaan abalon, (5) mempelajari potensi isolat agarolitik terpilih dalam
meningkatkan laju pertumbuhan abalon, dan (6) mengevaluasi kontribusi isolat
agarolitik untuk menyediakan enzim agarase eksogen dalam saluran pencernaan
abalon.
Manfaat penelitian
Studi mengenai bakteri agarolitik dan enzim agarase serta aplikasinya
pada
H. asinina
merupakan sesuatu yang baru, sehingga informasi yang
diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi
sumbangsih penulis dalam
memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, khususnya ke-enzim-an dan probiotik
akuakultur di Indonesia. Selain itu, perolehan isolat bakteri agarolitik yang
berpotensi sebagai kandidat probiotik bagi abalon, diharapkan dapat mendorong
pengembangan budidaya abalon di Indonesia
4
TINJAUAN PUSTAKA
Probiotik Akuakultur
Probiotik secara umum didefinisikan sebagai suplemen makanan dalam
bentuk mikroba hidup yang dapat menguntungkan inang dengan menjaga
keseimbangan mikrobiota saluran pencernaan. Definisi ini ditujukan untuk hewan
terestrial dan manusia. Menurut Verschuere et al. (2000), definisi probiotik
tersebut membutuhkan beberapa pertimbangan apabila ditujukan untuk akuakultur
karena adanya perbedaan karakter lingkungan perairan dengan terestrial. Berbeda
dengan manusia dan hewan terestrial, keberadaan mikroorganisme pada saluran
pencernaan organisme akuatik tidak berada sebagai suatu entitas tersendiri, akan
tetapi secara konstan berhubungan dengan mikroorganisme pada lingkungannya.
Oleh karena itu kehadiran bakteri pada lingkungan akuatik berpengaruh terhadap
komposisi mikrobiota pada saluran pencernaan dan begitu pula sebaliknya.
Pada hewan teresterial awal kolonisasi bakteri pada anak bersumber dari
kontak dengan induknya, sementara spesies akuatik
telur diletakkan di air
sehingga kolonisasi primer pada telur dan larva berasal dari mikroba lingkungan.
Lebih dari itu, larva atau hewan akuatik yang baru lahir sistem percernaannya
belum berkembang dan belum memiliki komunitas mikroba baik pada saluran
pencernaan, insang maupun pada kulitnya. Oleh karena itu,
tahap awal
perkembangan larva akuatik bergantung mikrobiota primer yang bersumber dari
perairan lingkungan budidaya (Verschuere et al. 2000).
Karakteristik
mikroba
probiotik
adalah
kemampuannya
untuk
mengkolonisasi saluran pencernaan inang, akan tetapi mikrobiota saluran
intestinal pada hewan akuatik berubah dengan cepat karena secara konstan
berhubungan dengan aliran mikroba yang berasal dari air dan makanan (Abidi
2003). Berdasarkan pernyataan di atas bahwa interaksi antara mikrobiota,
termasuk probiotik, dan inang tidak hanya dibatasi pada saluran pencernaan.
Bakteri probiotik seharusnya dapat aktif pada insang atau kulit inangnya, tetapi
juga aktif pada lingkungan perairan.
Dengan demikian, probiotik untuk lingkungan akuatik didefinisikan
sebagai mikroba hidup yang menguntungkan bagi inang dengan memodifikasi
6
hubungan komunitas mikroba yang berasosiasi dengan inang atau lingkungannya,
meningkatkan penggunaan pakan atau nilai nutrisi, memacu respon inang
terhadap penyakit, atau dengan meningkatkan kualitas lingkungan perairan
(Verschuere et al. 2000).
Berdasarkan definisi di atas, probiotik mikroba memiliki peran yang
sangat penting pada akuakultur, khususnya menyangkut pengaruhnya terhadap
produktivitas, sumber nutrisi hewan akuatik, kualitas air, pengendalian penyakit
dan perbaikan lingkungan (Wang et al. 2008; Verschuere et al. 2000).
Secara umum prosedur
seleksi dan pengembangan probiotik
untuk
akuakultur terdiri atas 6 tahapan (Gomez-Gil et al. 2000), yakni (1) pengumpulan
informasi dari literatur serta di lapangan, seperti informasi operasional tambak
atau tanki pembenihan (hatchery),
manajemen produksi dan pengendalian
penyakit, (2) pengumpulan atau isolasi kandidat probiotik potensial dari pool atau
sumber terbaiknya (indigenous/putative probiotics), yaitu dari inang, pakan alami
maupun dari lingkungan budidaya, (3) seleksi dan evaluasi kemampuan calon
probiotik potensial, (4) penilaian patogenisitas probiotik potensial, (5) pengujian
skala laboratorium termasuk melihat pengaruh kandidat probiotik secara in vivo
terhadap variabel imunologi, sintasan dan keragaan inang, dan (6) analisis
ekonomi (cost/benefit analysis).
Probiotik dapat diberikan pada inang atau ditambahkan ke lingkungan
akuatik lewat beberapa cara, yaitu pemberian melalui pakan hidup (Gomez-Gil et
al. 1998), perendaman (Gram et al. 1999), pemberian pada air budidaya (Moriarty
1998), dan penambahan pada pakan buatan (Rengpipat et al. 2000).
Probiotik sebagai Pemacu Pertumbuhan
Sebelum melakukan seleksi mikroba probiotik, pemahaman mengenai
mekanisme kerja probiotik adalah sangat penting karena merupakan dasar untuk
menentukan kriteria seleksi yang diinginkan.
Salah satu mekanisme aksi (mode of action) dari suatu probiotik
akuakultur untuk menghasilkan efek yang menguntungkan bagi inang adalah
menyediakan nutrisi esensial dan membantu sistem pencernaan inang melalui
kontribusi enzimatik (Xiang-Hong 1998; Verschuere et al. 2000; Balcazar et al.
7
2006, 2008; Kesarcodi-Watson et al. 2008; Qi et al. 2009). Kontribusi enzimatik
dari bakteri probiotik bagi inang adalah berupa peningkatan aktivitas enzim-enzim
pencernaan seperti amilase, protease dan lipase (Ziaei-Nejad et al. 2006; Wang
2007; Suzer et al. 2008) dan produksi enzim pemecah komplek polisakarida
penyusun dinding sel pakan, seperti selulase, agarase, karaginase, alginat lyase
(Erasmus et al. 1997; Foster et al. 1999).
Zhou et al. (2009) mempelajari pengaruh pemberian Bacillus coagulans
SC8168 terhadap aktivitas enzim pencernaan pada berbagai fase perkembangan
larva udang Penaeus vannamae.
Hasilnya menunjukkan bahwa pemberian
probiotik tidak memberikan pengaruh terhadap aktivitas enzim protease, amilase
dan lipase pada fase awal larva (Z3 dan M3), akan tetapi pengaruhnya menjadi
sangat berbeda nyata dengan kontrol setelah fase postlarva (PL1-2). Pakan utama
udang pada fase awal larva adalah bentik diatom dan plankton yang kaya akan
enzim-enzim protease, amilase dan lipase, sehingga pemberian probiotik pada fase
ini tidak menunjukkan pengaruh terhadap peningkatan aktivitas enzimatis pada
saluran pencernaan larva.
Wang et al. (2008) menggunakan probiotik Enterococcus faecum dengan
konsentrasi 1 x 107 cfu/ml pada tilapia selama 40 hari pemeliharaan. Tilapia yang
diberi probiotik menunjukkan berat badan akhir dan pertambahan berat harian
secara nyata lebih baik bila dibandingkan kontrol.
Ziaei-Nejad et al. (2006) menggunakan variabel rasio konversi pakan
(Feed conversion ratio, FCR) dan laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate,
SGR) untuk menilai pengaruh pemberian probiotik Bacillus spp. terhadap
performa pertumbuhan udang putih India. Pemberian probiotik baik pada tahap
pembenihan maupun pada pembesaran menunjukkan rasio konversi pakan, laju
pertumbuhan spesifik dan berat akhir yang lebih tinggi dibandingkan kontrol yang
tidak mendapatkan probiotik.
Rengpipat et al. (2000) melaporkan bahwa pemberian beragam bentuk
probiotik Bacillus S11 – dalam bentuk sel segar, sel segar dalam larutan fisiologis,
dan sel liofilisasi - tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
pertumbuhan udang galah, akan tetapi pemberian probiotik dapat meningkatkan
secara nyata pertumbuhan bila dibandingkan dengan udang galah kontrol.
8
Penelitian Probiotik untuk Moluska
Laporan hasil penelitian mengenai probiotik untuk moluska tidak
sebanyak pada ikan dan udang. Meskipun demikian, laporan tersebut
mengisyaratkan bahwa pemberian probiotik menunjukkan pengaruh yang
menguntungkan bagi moluska.
Pengaruh tersebut dapat berupa peningkatan
survival rate dan kebugaran, reduksi mortalitas larva serta peningkatan
pertumbuhan (Tabel 1). Prado et al. (2010) menyebutkan bahwa bakteri
Alteromonas galur
CA2 yang diberikan bersama algae, mampu meningkatkan
keragaan sebesar 16-21% dan sintasan sebesar 21-22% pada larva tiram pasifik
(Crassostrea gigas). Sementara itu Gibson et al. (1998) menggunakan galur A.
media A199 sebagai probiotik untuk larva tiram Pasifik
dalam usaha
mengendalikan infeksi Vibrio tubiashii, terbukti mampu menurunkan mortalitas
secara signifikan bila dibandingkan kontrol.
Erasmus et al. (1997) melaporkan bahwa bakteri penghuni saluran
pencernaan H. midae
mampu memecah komplek polisakarida dari Ecklonia
maxima dan Gracilaria gracilis, alga utama yang dikomsumsi abalon tersebut.
Menurutnya, kelompok bakteri enterik memainkan peranan penting bagi
penyediaan nutrisi abalon dengan menghidrolisis komplek polisakarida menjadi
molekul sederhana yang dapat diserap oleh abalon. Lebih lanjut Erasmus et al.
(1997) menyebutkan bahwa bakteri-bakteri tersebut memproduksi enzim yang
dapat mendegradasi agar-agar, karagenan dan alginat. Macey dan Coyne (2005)
telah menyeleksi bakteri dan khamir dari perut H. midae dan setelah diaplikasikan
pada budidaya abalon dapat meningkatkan pertumbuhan hingga 34% bila
dibandingkan dengan abalon kontrol.
Galur
V. halioticoli diketahui merupakan mikroflora utama yang
menghuni perut dari beberapa spesies siput Haliotis (Sawabe et al. 1998; Tanaka
et al. 2002), yaitu berkisar antara 40 -64 % dari total komunitas bakteri heterotrof
yang dapat dikulturkan (culturable) dengan jumlah sel antara 103 hingga 107
CFU/g perut siput Haliotis (Sawabe et al. 2003; Thompson et al. 2004). Vibrio
halioticoli dapat memproduksi asam asetat dan asam format dalam jumlah besar,
yang diduga digunakan sebagai sumber energi atau prekursor sintesis protein oleh
abalon (Thompson et al. 2004) sehingga dipertimbangkan bahwa terdapat
9
hubungan mutual antara V. halioticoli dengan abalon. Selain itu Tanaka et al.
(2002) melaporkan bahwa V. halioticoli menghasilkan enzim poliguluronat lyase,
suatu enzim yang mengkatalisis degradasi komponen dinding sel rumput laut
coklat yang merupakan makanan utama siput Haliotis.
Tabel 1. Penelitian probiotik pada moluska laut
Spesies abalon Probiotik
Pengaruh
Referensi
Pecten ziczac
Aktivitas antibakteri
Lodeiros et al. (1989)*
C. gigas
Flavobacterium sp.
P14
Alteromonas sp. CA2
Peningkatan sintasan larva
C. gigas
Alteromonas sp. CA2
Peeningkatan laju pertumbuhan
Argopecten
purpuratus
A. purpuratus
Alt. haloplanktis
Proteksi dari infeksi
Douillet & Langdon
(1993)*
Douillet and Langdon
1994*
Riquelme et al.(1996)*
INH
A. purpuratus
H. midae
C. gigas
Vibrio sp. C33
Microbial gut
Aeromonas media
A199
Aktivitas antibakteri (Vibrio
anguillarum- like)
Peningkatan sintasan larva
Aktivitas enzim
Peningkatan sintasan larva
Erasmus et al. 1997
Gibson et al. 1998
A. purpuratus
Vibrio sp. C33
C. gigas
S21
Pecten maximus
Roseobacter
gallaeciensis
BS107
Vibrio sp. C33
Pseudomonas sp. 11
Bacillus sp. B2
Pseudoalteromonas sp.
Phaeobacter
gallaeciensis
Vibrio midae
A. purpuratus
P. maximus
Ostrea edulis
H. midae
H. midae
H. gigantea
H. gigantea
Pseudoalteromonas sp.
C4
Lactobacillus sp. a3
Pediococcus sp.Ab1
Aktivitas antibakteri (Vibrio
tubiashii)
Antibacterial activity
(Vibrio anguillarum- like)
Enhancement of survival rate
Aktivitas antibakteri (Vibrio
alginolyticus)
Peningkatan sintasan larva
Avendano & Riquelme
(1999)*
Nakamura et al. (1999)*
Ruiz-Ponte et al.
(1999)*
Aktivitas antibakteri
Peningkatan sintasan larva
Riquelme et al.2001
Peningkatan sintasan larva
Peningkatan sintasan larva
Longeon et al. 2004
Prado (2006)*
Perbaikan komposisi mikroba
usus
Peningkatan sintasan larva
Peningkatan sintasan larva
Macey & Coyne 2005,
2006
Kemampuan kolonisasi
Aktivitas enzim dan produksi
asam lemak rantai pendek
Doeschate & Coyne
2008
Iehata et al. 2009
Iehata et al. 2010
*dikutip dari Prado et al. 2010
Baru-baru ini dilaporkan bahwa Pseudoalteromonas sp. galur C4 yang
diisolasi dari saluran pencernaan H. midae telah digunakan sebagai probiotik
untuk meningkatkan laju pertumbuhan abalon tersebut. Hasilnya menunjukkan
bahwa Pseudoalteromonas sp. galur C4 dapat memperbaiki status nutrisi, daya
10
cerna pakan alami dan meningkatkan laju pertumbuhan juvenil H. midae
(Doeschate dan Coyne 2008).
Suplementasi bakteri probiotik (dalam hal ini bakteri agarolitik) dipandang
sebagai strategi yang tepat dalam memperbaiki pertumbuh