Penyakit mosaic pada tanaman nilam dan identifikasi Telosma mosaic virus yang berasosiasi serta pengendaliannya

PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN
IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG
BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA

RITA NOVERIZA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Penyakit Mosaik pada
Tanaman Nilam dan Identifikasi Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta
Pengendaliannya adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya ini kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2013

Rita Noveriza
NIM A362080031

RINGKASAN
RITA NOVERIZA. Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Identifikasi
Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta Pengendaliannya. Dibimbing oleh
GEDE SUASTIKA, SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, dan UTOMO
KARTOSUWONDO.
Minyak nilam (patchouli alcohol) yang dihasilkan oleh tanaman nilam
(Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu bahan baku parfum multifungsi
yang bernilai tinggi. Namun, didalam proses budidaya dan pengembangan
komoditas nilam ini terkendala oleh serangan Organisme Pengganggu Tanaman
terutama penyakit. Beberapa penyakit penting nilam yang saat ini sudah tersebar
di Indonesia yaitu budok, layu bakteri, penyakit yang ditimbulkan akibat
nematoda, penyakit akar putih dan bercak daun dan penyakit mosaikyang
disebabkan oleh virus.

Penelitian ini bertujuan (1) untuk memetakan keberadaan penyakit mosaik
pada pertanaman nilam di daerah sentra produksi nilam Indonesia, (2) untuk
mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik, (3) untuk
mengidentifikasi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik, (4) untuk
mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di lapangan,
(5) untuk mengidentifikasi dan mengkarakterisasi secara molekuler virus yang
berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam, (6) untuk menganalisis
keragaman genetik virus mosaik isolat nilam, (7) untuk mengetahui kisaran inang
virus yang menginduksi gejala mosaik pada tanaman nilam, (8) untuk mengetahui
hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan penyakit mosaik,
dan (9) untuk mendapatkan bibit nilam bebas virus dengan metode kultur
meristem apikal dan perendaman air panas.
Penelitian ini dilakukan melalui survei penyakit di lapangan, percobaan di
rumah kaca dan laboratorium, yang terdiri atas: (1) determinasi karakter biologi
virus pada tanaman nilam, meliputi: a) pengamatan kejadian penyakit dan
keragaman gejala virus pada tanaman nilam di beberapa daerah sentra produksi
nilam, b) deteksi virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik secara serologi,
c) respon tanaman indikator terhadap infeksi virus, dan d) kajian penularan virus
dengan serangga vektor kutudaun; (2) kajian pengaruh infeksi virus terhadap
kuantitas dan kualitas beberapa varietas nilam; (3) determinasi karakter molekular

Potyvirus, meliputi: penentuan keragaman molekular Potyvirus isolat Indonesia,
meliputi: ekstraksi RNA, amplifikasi DNA (RT-PCR), perunutan fragmen gen
coat protein (CP) Potyvirus, dan analisis filogenetika; dan (4) pembebasan virus
dari tanaman nilam yang terinfeksi melalui kultur meristem apikal dan
perendaman setek dalam air panas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit mosaik ditemukan terdapat
di seluruh sentra produksi nilam di Jawa dan Sumatera. Penurunan produksi terna
basah, terna kering, kadar minyak dan patchouli alcohol nilam akibat penyakit ini
pada panen pertama berturut-turut mencapai 35%, 40%, 9% dan 5%. Dua spesies
kutudaun yaitu Aphis gossypii Glover dan Brachycaudus sp. ditemukan
mengkoloni tanaman nilam di seluruh lokasi survei. Berdasarkan uji serologi,
Potyvirus ditemukan dominan berasosiasi dengan gejala mosaik tersebut. Kajian
kisaran inang dan cara penularan dengan kutudaun menguatkan bahwa virus yang

berasosiasi dengan penyakit mosaik tersebut adalah dari kelompok Potyvirus.
Identifikasi lebih lanjut dengan melihat sikuen nukleotida bagian 3 terminal dari
genom Potyvirus mengungkapkan bahwa spesies Potyvirus tersebut adalah
Telosma mosaic virus (TeMV). Virus ini pertama kalinya dilaporkan
keberadaannya di Vietnam pada tahun 2008 dan menyebabkan penyakit mosaik
pada tanaman Telosma cordata. Saat ini ditemukan menyebabkan penyakit

mosaik pada tanaman nilam di Indonesia. Virus ini sangat cepat menyebar ke
seluruh pertanaman nilam di Indonesia karena tanaman nilam diperbanyak
melalui setek.
Teknik kultur meristem apikal berpotensi menghasilkan bibit nilam bebas
virus. Eliminasi TeMV pada tiga varietas tanaman nilam (Sidikalang,
Lhokseumawe, Tapak Tuan) telah berhasil dilakukan dengan menggunakan teknik
kultur meristem apikal. Pada varietas Lhokseumawe, berhasil didapatkan tanaman
bebas virus mencapai 90.9% dengan ukuran meristem apikal 0.5-1 mm; dan
kemudian diikuti oleh varietas Sidikalang dan Tapak Tuan yang berturut-turut
sebesar 66.7% dan 33.3%. Namun, perendaman setek batang nilam pada air panas
yang bersuhu 50-60⁰C belum mampu mengeliminasi TeMV yang menginduksi
gejala mosaik pada tanaman nilam, tetapi dapat memperlambat munculnya gejala.
Suhu air panas yang terlalu tinggi mempengaruhi pertumbuhan setek nilam. Daya
tumbuh setek ketiga varietas nilam yang direndam pada suhu 50⁰C mencapai
kisaran 42.9–90.9%.
Kata Kunci: Nilam, Telosma mosaic virus, Aphis gossypii, kultur meristem
apikal, perlakuan air panas.

SUMMARY
RITA NOVERIZA. Telosma mosaic virus associated with mosaic disease of

patchouli plant: Identification and Control Approach. Under direction of GEDE
SUASTIKA,
SRI
HENDRASTUTI
HIDAYAT,
and
UTOMO
KARTOSUWONDO.
Patchouli oil (patchouli alcohol) produced by patchouli plant (Pogostemon
cablin Benth.) is one of the raw materials of high value multifunctional perfume.
However, in the process of cultivation and development of this commodities are
attacked by plant pest organisms, especially diseases. Some important diseases of
patchouli, which is now spread in Indonesia, namely budok, bacterial wilt,
diseases caused by nematodes and viruses.
This study aimed (1) to map the presence of mosaic disease on patchouli
plantation in patchouli production centers of Indonesia, (2) to measure product
reduction of patchouli plants due to mosaic disease, (3) to identify viruses
associated with mosaic disease, (4) to identify aphid species found colonizing
patchouli plants in the field, (5) to molecularly characterize viruses associated
with mosaic disease on patchouli, (6) to analyze the genetic diversity among

Telosma mosaic virus (TeMV) isolated from patchouli, (7) to determine the host
range of TeMV, (8) to determine the relationship of the aphids colonizing
patchouli plants with mosaic disease, and (9) to obtain virus-free patchouli
seedling by apical meristem culture method and hot water treatment.
The results show that the mosaic disease was found in all patchouli
production areas of Java and Sumatra and two species of aphids, i.e. Aphis
gossypii Glover and Brachycaudus sp. were found colonizing patchouli plants in
all survey locations. Due to the mosaic disease, reduction of fresh herbs weight,
dry herbs weight, oil content and the patchouli alcohol of patchouli in the first
harvest was reached 35%, 40%, 9% and 5%, respectively. Based on the
serological test, Potyvirus was found predominantly associated with the mosaic
symptoms. Further identification based on nucleotide sequence of coat protein
gene revealed that the species of Potyvirus is Telosma mosaic virus (TeMV). Host
range and aphid transmission evaluation confirmed the association of Potyvirus
with mosaic disease. This paper is the first report of occurence of TeMV in
Indonesia. This virus will be easily to spread to any areas because patchouli plants
are propagated by stem cuttings. In this study, a technique was also developed to
produce virus-free cutting using apical meristem culture and hot water treatment
on stem cutting. The patchouli plant has been propagated from apical meristem
culture of 0.5-1 mm in sizes yielded 33.3-90.9% virus-free plants. Submersion of

patchouli stem cutting in hot water of 50-60⁰C for 10-30 minutes could not
eliminated TeMV. Apical meristem culture technique is potential to produce
virus-free cutting of patchouli.
Key Words: Patchouli, Telosma mosaic virus, Aphis gossipii, apical meristem
culture, hotwater treatment.




















Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2013
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PENYAKIT MOSAIK PADA TANAMAN NILAM DAN
IDENTIFIKASI Telosma mosaic virus YANG
BERASOSIASI SERTA PENGENDALIANNYA

RITA NOVERIZA


Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor pada
Sub Program Studi Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi
Ujian Tertutup

: Dr. Ir. Supramana, MSi
(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB)
: Dr. Ir. Muhamad Djazuli
(Staf Peneliti Balai Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat-Litbang Pertanian, Bogor)


Ujian Terbuka

: Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi
(Staf Pengajar Departemen Proteksi Tanaman,
Fakultas Pertanian IPB)
: Dr. Ir. Sedyo Hartono
(Staf Pengajar Departemen Hama dan Penyakit
Tanaman, Fakultas Pertanian UGM)

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian adalah Penyakit Mosaik pada Tanaman Nilam dan Identifikasi
Telosma mosaic virus yang Berasosiasi serta Pengendaliannya.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan terima kasih
kepada Dr. Ir. Gede Suastika, M.Sc. selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Dr.
Ir. Utomo Kartosuwondo, M.S dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. selaku
anggota komisi pembimbing atas arahan dan bimbingan selama pelaksanaan
penelitian dan serta segala kesabaran, kritik, saran dan dukungan moral yang
sangat besar peranannya dalam terselesaikannya disertasi ini.

Terima kasih disampaikan kepada Pimpinan Badan Litbang Pertanian
beserta Jajaran atas penunjukan sebagai petugas belajar dan biaya yang diberikan.
Terima kasih disampaikan kepada Pimpinan dan seluruh Staf Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, IPB, Laboratorium Virologi Tumbuhan
dan Laboratorium Taxonomi Serangga atas segala bantuan fasilitas dan
penggunaan alat. Terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada Prof. Keiko
T. Natsuaki atas segala bantuan fasilitas dan penggunaan alat di laboratorium
Tropical Plant Protection, Department of International Agricultural Development
di Tokyo University of Agriculture, Jepang. Terima kasih juga kepada temanteman seperjuangan di Forum Wacana Entomologi/Fitopatologi, teman-teman di
Forum Komunikasi Petugas Belajar Badan Litbang Pertanian-IPB atas
dukungannya kepada penulis. Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan
penghargaan kepada teman-teman di Laboratorium Virologi Tumbuhan IPB, serta
adik-adik mahasiswa S1.
Terima kasih disampaikan juga kepada Pimpinan Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) berserta jajarannya dan Ketua Kelompok
Peneliti Hama dan Penyakit Balittro atas segala bantuan dan fasilitas serta
penggunaan alat. Rasa terima kasih dan penghargaan, penulis sampaikan kepada
Bapak dan Ibu serta teman-teman sejawat di Laboratorium Penyakit Balittro atas
bantuan, dukungan moral dan semangat kepada penulis.
Ucapan terima kasih kepada suami, Mendrizal Zaini atas doa,
pengorbanan, pengertian, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada pernah
putus. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Akhirnya, penulis berharap semoga karya ilmiah ini memberikan manfaat
bagi kita semua.

Bogor, Januari 2013

Rita Noveriza

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Alur Penelitian
Daftar Pustaka
II. TINJAUAN PUSTAKA
Nilam (Pogostemon cablin Benth.)
Sejarah dan Perkembangan Tanaman Nilam
Mutu Minyak Nilam
Virus pada Tanaman Nilam dan Gejalanya
Virus-Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Nilam
Karakter Biologi Potyvirus pada Tanaman Nilam
Bentuk Partikel dan Genom Potyvirus
Kisaran Inang Potyvirus pada Tanaman Nilam
Penyebaran dan Penularan Potyvirus pada Tanaman Nilam
Deteksi Molekular Potyvirus pada Tanaman Nilam
Akibat Infeksi Virus pada Tanaman Nilam
Strategi Pengendalian Virus pada Tanaman Nilam
Eliminasi Virus dengan Kultur Apikal Meristem
Eliminasi Virus dengan Perlakuan Air Panas
Varietas Nilam Tahan terhadap Infeksi Virus
Daftar Pustaka
III. PENYAKIT MOSAIK PADA PERTANAMAN NILAM DAN
VIRUS-VIRUS YANG BERASOSIASI
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka

Halaman
xiii
xiv
xvi
1
3
3
3
4
5
6
8
8
10
11
11
12
12
12
12
12
13
13
14
14
14
15
16

20
20
21
21
24
30
30

IV. IDENTIFIKASI SPESIES POTYVIRUS ASAL NILAM
BERDASARKAN RUNUTAN NUKLEOTIDA
Abstrak.
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
V. KISARAN INANG DAN PENULARAN TeMV ASAL NILAM
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode.
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
VI. ELIMINASI TeMV PENYEBAB PENYAKIT MOSAIK PADA
TANAMAN NILAM DENGAN KULTUR MERISTEM APIKAL
DAN PERLAKUAN AIR PANAS
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
Daftar Pustaka
VII. PEMBAHASAN UMUM
VIII. SIMPULAN UMUM DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

32
32
33
34
36
41
42
44
44
45
46
47
51
51

53
53
54
55
57
62
62
66
70
71
87

DAFTAR TABEL
2.1
2.2
2.3
3.1
3.2
3.3

3.4

3.5
4.1
4.2
4.3

4.4

5.1
6.1

6.2

Produksi terna kering, kadar minyak, produksi minyak, dan kadar
patchouli alcohol
Deskripsi 3 varietas tanaman nilam
Karakteristik mutu minyak 3 varietas nilam
Frekuensi infeksi virus pada sampel tanaman nilam dengan gejala
mosaik dari lokasi yang berbeda berdasarkan metode ELISA
Tingkat kejadian infeksi virus di pertanaman di daerah
pengambilan sampel di sentra produksi nilam di Indonesia
Penurunan bobot terna basah dan berat terna kering dari tiga
varietas nilam akibat penyakit mosaik pada pengukuran 6 bulan
setelah tanam
Penurunan kadar minyak (%) dan kadar patchouli alcohol (%)
dari tiga varietas nilam yang terserang penyakit moaik pada
pengukuran 6 bulan setelah tanam
Kepadatan populasi kutudaun pada beberapa daerah sentra
budidaya tanaman nilam di Indonesia
Fungsi sepuluh protein yang terdapat dalam struktur genom
Potyvirus
Daftar virus-virus (Potyvirus) yang digunakan untuk analis sikuen
nukleotida
Persentase kemiripan sikuen nukleotida (623 bp) sebagian protein
selubung (CP) dan 3‟UTR Potyvirus yang menginduksi gejala
mosaik pada nilam dari Indonesia dan beberapa sikuen Potyvirus
ada di GenBank
Tingkat kesamaan 11 isolat Potyvirus asal nilam terhadap
Telosma mosaic virus (DQ851493) berdasarkan sikuen
nukleotida dan asam amino gen CP serta nukleotida daerah
3‟UTR
Respon berbagai tanaman indikator terhadap infeksi Potyvirus
asal tanaman nilam
Kondisi pertumbuhan kultur jaringan nilam (varietas Sidikalang,
Lhokseumawe, dan Tapak Tuan) asal meristem apikal dan batang
terminal pada media MS yang ditambah BAP 0.5 mg/l
Persentase tanaman nilam hasil kultur jaringan meristem apikal
yang bebas Potyvirus berdasarkan uji ELISA

Halaman
9
10
11
25
26

27

27
28
34
37

38

40
48

57
58

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1
2.1

2.2
3.1

3.2

3.3

3.4

4.1
4.2

4.3

Alur penelitian penyakit mosaik pada tanaman nilam dan
identifikasi Potyvirus yang berasosiasi serta pengendaliannya
Nilam Jawa (Sumber: Hadipoentyanti) dan Nilam Aceh yaitu
Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan (Sumber: Nuryani,
2005)
Kalus dan tunas Nilam (Sumber: Amalia et al. 2008)
Karakter morfologi kutudaun tidak bersayap (aptera) yang
diamati untuk kunci identifikasi: (A) kepala, (B) kauda dan (C)
sifunkulus
Variasi gejala mosaik pada daun tanaman nilam yang dikoleksi
dari sentra produksi tanaman nilam di Indonesia: (A) dan (B)
sampel daun nilam dari Kecamatan Bogor Barat-Bogor, (C) dari
Cidolog-Ciamis, (D) Pakenjeng-Garut, (E) Kinali-Pasaman Barat
yang terinfeksi Potyvirus, (F) Cicurug-Sukabumi yang terinfeksi
Fabavirus (BBWV1), (G) Manoko-Bandung yang terinfeksi
Potyvirus, (H) Singkut-Sarolangun,Jambi yang terinfeksi
Potyvirus dan Fabavirus, (I) dari Kecamatan Salem-Brebes yang
terinfeksi Fabavirus (BBWV2), dan (J) tanaman nilam sehat
Bentuk partikel Potyvirus isolat asal Bogor yang diamati dengan
mikroskop elektron. Panjang partikel virus berkisar 350-2 400 nm
(rata-rata dari 40 partikel) dengan rata-rata 914 nm
Preparat mikroskopi Aphis gossypii: A. A. gossypii dewasa aptera.
B. Kepala (tanda panah). C. Kauda (tanda panah) dan
Brachycaudus sp: D. Brachycaudus sp dewasa aptera. E. Kepala
(tanda panah). F. Kauda (tanda panah)
Genom Potyvirus (~ 10 kb). Tanda panah no. 1 adalah posisi
primer CPUP dan tanda panah no. 2 adalah primer CP9502
Visualisasi fragmen DNA dari produk RT-PCR menggunakan
primer degenerate spesifik coat protein (CP) dan 3‟UTR
(CPUP&CP9502) pada elektroforesis gel agarose 1%. M= DNA
marker100 bp; (1) kontrol negatif; (2) kontrol positif Potyvirus
(ChiVMV); (3) sampel daun dari Pasaman; (4) Ciamis; (5) Garut;
(6) Bogor; (7) Manoko; (8) Cicurug; (9) Gunung Bunder; dan
(10) Jambi
Pohon filogeni Potyvirus yang menginfeksi tanaman nilam di
Indonesia [CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, BGR01, BGR02,
PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dan
hubungannya dengan anggota kelompok Potyvirus lainnya
[Telosma mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus
isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong
(PeLMV), Wisteria vein mosaic virusisolat Beijing (WiVMV),
Wild potato mosaic virus (WiPMV)]. Analisa didasarkan pada
metoda Neighbor Joining dengan nilai ulangan bootstrapnya
10.000 menggunakan program Mega 5.05

5

9
15

24

25

26

28
35

36

39

4.4

5.1

5.2

6.1

6.2

Susunan asam amino (134 aa) gen CP Potyvirus asal tanaman
nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02, GRT01,
GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01] dengan
beberapa gen CP Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1),
Bean common mosaic virus isolat R (BCMV1), Peace lily mosaic
virus isolat Haiphong (PeLMV), Wisteria vein mosaic virus
isolat Beijing (WiVMV),Wild potato mosaic virus (WiPMV),
Turnip mosaic virus (TuMV1), Potato virus Y (PVYgp), dan
Plum pox virus (PPVgp)] dari GenBank. Area konservasi tinggi
pada gen CP Potyvirus (warna merah)
Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii
pada beberapa tingkat periode puasa pra-akuisisi pada 50 hari
setelah inokulasi (HSI)
Persentase infeksi TeMV yang ditularkan oleh Aphis gossypii
pada beberapa tingkat periode waktu makan inokulasi pada 50
hari setelah inokulasi (HSI)
Pertumbuhan tunas meristem apikal dan batang terminal nilam (9
minggu setelah transplan) pada media MS yang ditambah BAP
0.5 mg/l: A.varietas Sidikalang, B. varietas Lhokseumawe, C.
varietas Tapak Tuan. Sebagai pembanding adalah varietas
Sidikalang yang berasal dari eksplan batang terminal (D)
Daya tumbuh dan tinggi setek batang nilam varietas Sidikalang,
Lhokseumawe dan Tapak Tuan setelah perlakuan perendaman air
panas pada tiga tingkat suhu (A= 50⁰C, B= 55⁰C, C= 60⁰C) dan
tiga tingkat waktu perendaman (1= 10 menit, 2= 20 menit, 3= 30
menit). Sebagai pembanding adalah setek batang nilam tanpa
perlakuan air panas (K). Pengukuran dilakukan 2 bulan setelah
perlakuan air panas

40

48

49

58

59

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1.

2.

Susunan nukleotida (683 bp) sebagian gen protein selubung (CP)
dan 3‟UTR Potyvirus asal tanaman nilam di Indonesia [BGR01,
BGR02, CMS01, CMS02, GRT01, GRT02, PSM01, PSM02,
JMB02, GNB01 dan MNK01], beberapa Potyvirus [Telosma
mosaic virus (TeMV1), Bean common mosaic virus isolat R
(BCMV1), Peace lily mosaic virus isolat Haiphong (PeLMV),
Wisteria vein mosaic virus isolat Beijing (WiVMV), dan Wild
potato mosaic virus (WiPMV)] dari GenBank
Susunan nukleotida (249 bp) daerah 3‟UTR Potyvirus asal
tanaman nilam di Indonesia [BGR01, BGR02, CMS01, CMS02,
GRT01, GRT02, PSM01, PSM02, JMB02, GNB01 dan MNK01]
dengan Potyvirus [Telosma mosaic virus (TeMV1), DQ851493]

81

85

1

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu
tanaman penghasil minyak atsiri yang penting, menyumbang devisa lebih dari
50% total ekspor minyak atsiri Indonesia. Indonesia merupakan pemasok minyak
nilam terbesar dipasaran dunia dengan kontribusi 80-90%. Ekspor Indonesia
berfluktuasi dengan laju peningkatan ekspor sekitar 12% per tahun atau kisaran
antara 700 dan 2 800 ton minyak nilam per tahun. Sementara itu, kebutuhan dunia
berkisar 1 200-1 500 ton dengan pertumbuhan 5% per tahun (PDIP 2010).
Sebagian besar produk minyak nilam diekspor untuk dipergunakan dalam
industri parfum, kosmetik, antiseptik dan insektisida (Dummond 1960, Robin
1982, Mardiningsih et al. 1995). Dengan berkembangnya pengobatan dengan
aromaterapi, minyak nilam juga menjadi salah satu pilihan bahan aromaterapi,
karena diketahui bermanfaat untuk penyembuhan fisik maupun mental. Selain itu,
minyak nilam juga digunakan sebagai bahan fiksatif (mengikat minyak atsiri
lainnya) yang sampai sekarang belum ada produk substitusinya (Ibnusantoso
2000).
Di Indonesia terdapat tiga jenis nilam (Pogostemon cablin Benth.) yang
dibedakan dari karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak serta
ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Jenis nilam tersebut
adalah nilam Aceh, nilam Kembang dan nilam Jawa atau Sabun. Varietas unggul
nilam yang dihasilkan Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat yang
dikembangkan dari jenis nilam Aceh adalah Tapak Tuan (unggul dalam hal
produksi dan kadar patchouli alcohol), Lhokseumawe (kadar minyaknya tinggi),
dan Sidikalang (agak tahan terhadap penyakit layu bakteri dan nematoda)
(Nuryani, 2005).
Pertanaman nilam di Indonesia diusahakan oleh petani yang tersebar di 12
propinsi, sekitar 50% berada di Sumatera (Nanggroe Aceh Darussalam (NAD),
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu dan
Lampung) dan 50% lainnya berada di Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, DI
Yogyakarta dan Jawa Timur). Akhir-akhir ini tanaman nilam juga dikembangkan
di Kalimantan Tengah (Barani 2008). Pada tahun 1998-2008, luas areal
pertanaman nilam meningkat pesat dengan rata-rata peningkatan sebesar 12.98%.
Bahkan pada tahun 2002 terjadi peningkatan luas areal nilam mencapai 139.79%
dibandingkan tahun sebelumnya (PDIP 2010). Namun peningkatan luas areal ini
tidak sejalan dengan perkembangan produktivitas nilam.
Produktivitas dan mutu minyak nilam Indonesia masih sangat rendah
dengan kadar minyak 1−2% (Rusli et al. 1993). Pada tahun 2004 produktivitas
nilam Indonesia sekitar 103.42 kg/ha/tahun, tetapi tahun berikutnya turun menjadi
103.11 kg/ha/tahun dan pada tahun 2006 meningkat hingga 107.23 kg/ha/tahun.
Level produktivitas yang cukup tinggi tidak dapat dipertahankann dan menurun
lagi menjadi 72.92 kg/ha/tahun pada tahun 2007 dan 83.05 kg/ha/tahun pada
tahun 2008. Banyak faktor yang menyebabkan produktivitas dan mutu nilam
Indonesia rendah. Selain masalah teknologi, faktor lain adalah budidaya yang
tidak intensif, hama dan penyakit, bibit yang buruk, juga cara penanganan bahan
baku dan penyulingan minyak nilam yang masih jauh dari sempurna (PDIP 2010).

2

Salah satu faktor penyebab penurunan produktivitas tanaman nilam karena
adanya infeksi patogen penyebab penyakit. Beberapa penyakit penting nilam yang
saat ini sudah tersebar di Indonesia yaitu budok, layu bakteri, penyakit yang
ditimbulkan akibat nematoda, akar putih dan bercak daun (Nurawan 2008), dan
penyakit mosaik yang disebabkan oleh virus (Sukamto et al. 2007).
Tanaman nilam di Jepang dan Taiwan, dilaporkan terinfeksi oleh
Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) genus Fabavirus, Patchouli motle virus
(PaMoV) genus Potyvirus (Natsuaki et al. 1994) dan di Brazil diinfeksi oleh
Patchouli virus X (PatVX) genus Potexvirus (Meissner Filho et al. 2002) dan
Tobacco necrosis virus (TNV) genus Necrovirus (Gama et al. 1982); sedangkan
di India diinfeksi oleh Peanut stripe virus (PStV) genus Potyvirus (Singh et al.
2009). Tanaman nilam di Indonesia (daerah Bogor dan Cianjur) dilaporkan
terinfeksi oleh virus yang termasuk golongan Potyvirus dan CMV, tetapi tidak
terinfeksi Potexvirus (Sukamto et al. 2007). Menurut hasil penelitian Hartono
(2008), tanaman nilam di Jawa Tengah juga terinfeksi oleh Bean common mosaic
virus (BCMV) strain Peanut stripe virus (PstV).
Di India, kejadian penyakit mosaik pada tanaman nilam mencapai 76%
(Sastry dan Vasanthakumar 1981). Sedangkan di Indonesia dilaporkan bahwa
kejadian penyakit mosaik berkisar antara 53-73%. Penyakit ini tersebar baik pada
pertanaman nilam didataran rendah maupun pergunungan (Sumardiyono et al.
1995). Penyakit mosaik juga ditemukan pada pertanaman nilam Kembang (P.
heyneanus Benth.) di Jawa Tengah dengan intensitas penyakit sangat tinggi
(Sumardiyono 1991). Berdasarkan hasil penelitian Sugimura et al. (1995),
PaMMV (Fabavirus) dan PaMoV (Potyvirus) dapat menurunkan produksi
tanaman nilam sebesar 35% dan kadar patchouli alcohol sebesar 2%.
Fabavirus dan Potyvirus adalah kelompok virus yang secara alami dapat
ditularkan dan disebarkan oleh kutudaun (Hampton et al. 2005). Namun
demikian, cara penyebaran utama virus tersebut yang terjadi di lapangan adalah
melalui bahan tanaman yang terinfeksi. Hal ini menyebabkan tingginya kejadian
penyakit mosaik pada tanaman nilam di daerah-daerah sentra produksi nilam di
Indonesia (Sastry dan Vasanthakumar 1981, Hartono dan Subandiyah 2006)
sehingga penggunaan bibit yang sehat menjadi sangat penting dalam pengendalian
virus pada tanaman nilam. Bila menggunakan bahan tanaman yang bebas dari
infeksi virus sebagai sumber bibit, diharapkan tanaman yang dibudidayakan dapat
berproduksi sesuai potensi genetiknya. Untuk mendapatkan tanaman bibit yang
bebas virus perlu dilakukan usaha eliminasi virus dari tanaman terinfeksi. Pada
berbagai jenis tanaman dilaporkan telah berhasil dilakukan eliminasi virus melalui
beberapa metode, diantaranya kultur meristem (Singh et al. 2009), perlakuan
pemanasan (Damayanti et al. 2010), dan penggunaan antiviral sintetik (Budiarto
et al. 2008).
Selain itu, belum ada laporan tentang bagaimana kejadian penyakit mosaik
pada tanaman nilam di sentra produksi nilam di Indonesia yang disebabkan oleh
infeksi virus, serta kerugian yang diakibatkan penyakit tersebut. Oleh sebab itu,
penelitian mengenai pemetaan keberadaan penyakit mosaik di lapangan,
identifikasi virus penyebab penyakit melalui pengujian kisaran inang, deteksi dan
identifikasi virus penyebab penyakit melalui kajian serologi, kajian karakter
molekuler virus dengan RT-PCR dan perunutan nukleotida sangat penting

3

dilakukan dalam usaha untuk mengetahui virus dominan yang menginfeksi
tanaman nilam dan usaha untuk mendapatkan teknik pengendaliannya.

Tujuan Penelitian

1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan, sebagai berikut:
Memetakan keberadaan penyakit mosaik pada pertanaman nilam di daerah
sentra produksi nilam di Indonesia (Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi,
Jawa Barat, dan Jawa Tengah).
Mengukur penurunan produksi tanaman nilam akibat penyakit mosaik.
Mendeteksi virus-virus yang berasosiasi dengan penyakit mosaik.
Mengidentifikasi dan mengkarakterisasi secara molekuler virus yang dominan
berasosiasi dengan penyakit mosaik pada tanaman nilam.
Menganalisis keragaman genetik TeMV isolat nilam.
Mengetahui kisaran inang TeMV isolat nilam.
Mengidentifikasi spesies kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam di
lapangan.
Mengetahui hubungan kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan
penyakit mosaik.
Mendapatkan bibit nilam bebas virus dengan metode kultur meristem apikal
dan perendaman air panas.
Hipotesis

1. Penyakit mosaik sudah tersebar di seluruh sentra produksi nilam di Indonesia.
2. Infeksi virus penyebab penyakit mosaik menurunkan produksi dan kadar
minyak nilam.
3. Terdapat beberapa jenis virus dan kutudaun yang berasosiasi dengan penyakit
mosaik pada tanaman nilam.
4. TeMV isolat nilam Indonesia mempunyai karakter yang berbeda dengan isolat
virus dari belahan lain dunia.
5. Terdapat beberapa varian dalam populasi genetik TeMV pada pertanaman
nilam Indonesia.
6. TeMV isolat nilam Indonesia mempunnyai kisaran inang yang berbeda
dengan isolat virus dari negara lain.
7. Ada hubungan antara kutudaun yang mengkoloni tanaman nilam dengan
penyakit mosaik,
8. Jaringan meristem apikal tanaman nilam sakit masih bebas dari virus yang
menginfeksi jaringannya.
9. Virus mosaik dapat diinaktifkan melalui perlakuan air panas pada suhu yang
setinggi-tingginya yang masih dapat ditoleransi oleh jaringan tanaman nilam.
Manfaat Penelitian
Dengan diketahuinya virus penyebab penyakit mosaik pada tanaman
nilam, vektor yang menularkan penyakit dan persentase penurunan biomas serta
kadar minyak nilam akibat penyakit mosaik ini dan juga teknik eliminasi virus

4

untuk mendapatkan bibit nilam sehat bebas virus, maka diharapkan dapat
memberikan informasi kepada para petani nilam dalam usaha untuk mencegah
penyebaran penyakit mosaik pada pertanaman nilam serta meningkatkan
kesejahteran petani nilam.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan melalui survei lapangan, percobaan di rumah kaca
dan laboratorium, yang terdiri atas:
1. Determinasi karakter biologi Potyvirus pada tanaman nilam, meliputi: a)
pengamatan kejadian infeksi virus dan keragaman gejala virus pada tanaman
nilam di beberapa daerah sentra produksi nilam; b) deteksi virus yang
berasosiasi dengan penyakit mosaik secara serologi; c) respon tanaman
indikator terhadap infeksi virus; dan d) kajian penularan virus dengan
serangga vektor kutudaun.
2. Kajian pengaruh infeksi virus terhadap kuantitas dan kualitas beberapa
varietas nilam.
3. Determinasi karakter molekuler TeMV, meliputi: penentuan keragaman
molekuler TeMV isolat nilam Indonesia, meliputi: ekstraksi RNA, amplifikasi
DNA (RT-PCR), perunutan fragmen nukleotida gen coat protein (CP) TeMV,
dan analisis filogenetika.
4. Pembebasan virus dari tanaman nilam yang terinfeksi melalui kultur meristem
apikal dan perendaman setek dalam air panas.
Alur penelitian disajikan pada Gambar 1.1

5

Gambar 1.1 Alur penelitian penyakit mosaik pada tanaman nilam dan identifikasi Telosma mosaic virus yang
berasosiasi serta pengendaliannya.

5

6
Daftar Pustaka
Barani AM. 2008. Strategi pengembangan nilam di Indonesia. Prosiding Seminar
Nasional Pengendalian Terpadu Organisme Pengganggu Tanaman Jahe
dan Nilam. Bogor-4 Nopember 2008. Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik. Bogor. hlm 7-14.
Budiarto K, Sulyo Y, Rahardjo IB, Pramanik S. 2008. Pengaruh durasi pemanasan
terhadap keberadaan Chrysanthemum Virus-B pada tiga varietas Krisan
terinfeksi. J. Hort. 18(2):185-192.
Damayanti TA, Putra LK, Giyanto. 2010. Hot water treatment of cutting cane
infected with Sugarcane streak mosaic virus (SCSMV). J. ISSAAS
16(2):17-25.
Dummond HM. 1960. Patchouli oil. Journal of Perfumery and Essential Oil
Record. :484-492.
Gama MICS, Kitajima EW, Lin MI. 1982. Properties of a tobacco necrosis virus
isolate from Pogostemon patchouli in Brazil. Phytopatology 72:529-532.
Hampton RO, Jensen A, Hagel GT. 2005. Attributes of Bean yellow mosaic
potyvirus transmission from clover to snap beans by four species of
aphids (Homoptera: Aphididae). J. Econ. Entomol. 98(6):1816-1823.
Hartono S, Subandiyah S. 2006. Pemurnian dan deteksi serologi Patchouli mottle
virus pada tanaman nilam. Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia
12(2):74-82.
Hartono S. 2008. Karakterisasi virus mottle pada tanaman nilam di Indonesia.
Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu Organisme
Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember 2008. Balai
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor.Tidak dipublikasi.
Ibnusantosa G. 2000. Kemandegan pengembangan minyak atsiri Indonesia.
Makalah disampaikan pada seminar “Pengusahaan Minyak Atsiri
Hutan Indonesia”. Bogor, 23 Mei 2000. Fakultas Kehutanan IPB
Darmaga. Bogor.
Mardiningsih TL, Triantoro SL, Tobing, Rusli S.1995. Patchouli oil product as
insect repellent. Indust. Crops. Res. Journal 1(3):152-158.
Meissner Filho PE, Resende R de O, Lima MI, Kitajima EW. 2002. Patchouli
virus X, a new potexvirus from Pogostemon cablin. Ann. Appl. Biol.
141:267-274.
Natsuaki KT, Tomaru K, Ushiku S, Ichikawa Y, Sugimura Y, Natsuaki T, Okuda
S, Teranaka M. 1994. Characteristic of two viruses isolated from
patchouli in Japan. Plant Dis. 78:1094-1097.
Nurawan A. 2008. Masalah Penyakit Nilam, Pengendalian dan Kerugian yang
ditimbulkan. Prosiding Seminar Nasional Pengendalian Terpadu
Organisme Pengganggu Tanaman Jahe dan Nilam. Bogor-4 Nopember
2008. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bogor. hlm 130136.
Nuryani Y. 2005. Pelepasan Varietas Unggul Nilam. Warta Penelitian dan
Pengembangan Tanaman Industri 11(1):1-3.
[PDIP] Pusat Data Informasi Pertanian. 2010. Outlook Komoditas Pertanian
Perkebunan. Jakarta (ID): Kementerian Pertanian.

7
Robin SRJ. 1982. Selected market for the essential oils of patchouli and vetiver.
Tropical Product Institute Ministry of Overseas Development. Great
Britain G. 167:7-20.
Rusli S, Hobir, Hamid A, Asman A, Sufiani S, Mansyur M. 1993. Evaluasi Hasil
Penelitian Minyak Atsiri. Bogor (ID): Balai Penelitian Tanaman Rempah
dan Obat.
Sastry KS, Vasanthakumar T. 1981. Yellow mosaic of patchouli (Pogostemon
patchouli) in India. Current Science 50(17):767-768.
Singh MK, Chandel V, Hallan V, Ram R, and Zaldi AA. 2009. Occurrence of
Peanut stripe virus on patchouli and raising of virus-free patchouli
plants by meristem tip culture. Journal of Plant Diseases and Protection
116(1): 2-6.
Sugimura Y, Padayhag BF, Ceniza MS, Kamata N, Eguchi S, Natsuaki T, Okuda
S. 1995. Essential oil production increased by using virus free patchouli
plants derived from meristem-tip culture. Plant Pathology 44:510-515.
Sukamto, Rahardjo IB, Sulyo Y. 2007. Detection of potyvirus on patchouli plant
(Pogostemon cablin Bent.) from Indonesia. Proceeding International
Seminar on Essential Oil. Jakarta 7-9 November 2007. ISMECRI.
Bogor. hlm 72-77.
Sumardiyono YB. 1991. Sifat fisik dan biologi virus pada tanaman nilam
(Pogostemon sp.). Yogyakarta (ID): Lembaga Penelitian UGM.
Sumardiyono YB, Sulandari S, Hartono S. 1995. Penyakit mosaik kuning pada
nilam (Pogostemon cablin). Risalah Kongres Nasional XII dan Seminar
Ilmiah PFI. Yogyakarta,6-8 September 1993. Perhimpunan Fitopatologi
Indonesia. Yogyakarta. hlm 912-916.

8
II. TINJAUAN PUSTAKA
Nilam (Pogostemon cablin Benth.)
Sejarah dan Perkembangan Tanaman Nilam
Tanaman nilam yang umum dibudidayakan sebagai penghasil minyak
atsiri yaitu nilam Aceh atau dengan nama Latin, Pogostemon cablin Benth.
Tanaman ini merupakan anggota Keluarga Labiatae atau Lamiaceae. Tanaman
nilam Aceh diduga berasal dari Filipina (DBPP 2004).
Budidaya nilam dilaporkan telah mulai dilakukan di Jawa pada tahun 1895
dengan bahan tanaman dari Singapura, meskipun jenisnya tidak diketahui, dan
pada tahun 1909 nilam mulai ditanam di Aceh (Ahmed 2002). Sampai saat ini,
Aceh Selatan dan Tenggara masih menjadi sentra nilam terluas di Indonesia,
meskipun masih didominasi oleh perkebunan rakyat berskala kecil (DBPP 2004).
Di Indonesia terdapat 3 jenis nilam yaitu Kembang (P. heyneanus BTH.),
Jawa atau Sabun (P. hortensis Back), dan Aceh (P. cablin Benth.) yang dibedakan
berdasarkan karakter morfologi, kandungan dan kualitas minyak serta ketahanan
terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik. Nilam Jawa dan Kembang
diduga berasal dari India dan pertama kali ditanam di Banten (Jawa Barat). Nilam
Jawa dan Kembang umumnya dipakai secara tradisional, sedangkan nilam Aceh
merupakan komoditi ekspor terkenal yang memiliki kualitas minyak tinggi. Nilam
Aceh memiliki kadar minyak >2.5% (Sudarmono 2008).
Daerah sentra pertanaman nilam tersebar di wilayah Indonesia mencakup
Nangroe Aceh Darussalam (NAD), Sumatera Barat, Sumatera Selatan, Sumatera
Utara, Riau, dan berkembang di Lampung, Jambi, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Kalimantan Tengah. Di Jawa Barat, tanaman nilam telah
dikembangkan di beberapa daerah seperti Kabupaten Garut, Tasikmalaya,
Bandung, Kuningan dan Majalengka, baik oleh swasta maupun melalui dukungan
dinas terkait (misalnya Dinas Koperasi & UKM dan Dinas Perindag) dengan
pertumbuhan yang cukup memuaskan (Roni 2003).
Berdasarkan rata-rata produksi minyak nilam Indonesia lima tahun
terakhir (2004-2008), sentra produksi minyak nilam Indonesia terdapat di 5
provinsi dengan kontribusi kumulatif mencapai 81.87% yaitu Sumatera Barat,
Sumatera Utara, Bengkulu, Jawa Tengah dan Jawa Barat (PDIP 2010).
Tanaman nilam yang dibudidayakan petani umumnya tidak jelas asal
usulnya (disebut jenis lokal) sehingga produksinya masih rendah. Di Kabupaten
Ciamis, tanaman nilam jenis lokal lebih unggul dari beberapa varietas yang
dilepas, tetapi dibeberapa lokasi lain keunggulannya tidak tampak sehingga jenis
lokal Ciamis dapat dianggap unggul lokal (Nuryani 2006). Beberapa varietas
unggul sudah dilepas oleh Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro)
dalam rangka untuk meningkatkan produktivitas dan mutu kualitas minyak
(Gambar 2.1).

9

Lhokseumawe
Lhoks

Nilam Jawa

Tapak Tuan
Tapak

Sidikalang
Sidika

Gambar 2.1 Nilam Jawa (Sumber: Hadipoentyanti, tidak dipublikasikan) dan
Nilam Aceh yaitu Sidikalang, Lhokseumawe dan Tapak Tuan
(Sumber: Nuryani 2005).
Balittro telah berhasil mengembangkan varietas unggul nilam dari nilam
Aceh yaitu Tapak Tuan, Lhokseumawe, dan Sidikalang (Nuryani 2006), yang
sudah mulai dikembangkan dilapangan adalah Sidikalang.
Varietas Tapak Tuan produksi terna kering, produksi minyak dan kadar
patchouli alcohol paling tinggi, tetapi kadar minyaknya paling rendah (2.83%).
Lhoksemawe memiliki kandungan kadar minyak tinggi (3.21%) tetapi tidak tahan
penyakit layu bakteri dan nematoda. Sedangkan Sidikalang memiliki kandungan
minyak tidak terlalu tinggi (2.89%), tetapi agak tahan terhadap penyakit layu
bakteri dan nematoda (Tabel 2.1 dan 2.2). Dari ketiga varietas tersebut masingmasing mempunyai keunggulan yang berbeda-beda, sehingga dalam pemilihan
varietas disesuaikan dengan kondisi wilayah setempat (Nuryani 2005).
Tabel 2.1 Produksi terna kering, kadar minyak, produksi minyak, dan kadar
patchouli alcohol.
Varietas

Produksi terna
kering (t/ha)

Tapak Tuan
13.278
Lhokseumawe
11.087
Sidikalang
10.902
Sumber : Nuryani 2005

Kadar minyak
(%)

Produksi
minyak (kg/ha)

2.83
3.21
2.89

375.76
355.89
315.06

Kadar
patchouli
alkohol (%)
33.31
32.63
32.95

10
Tabel 2.2 Deskripsi varietas unggul nilam Tapak Tuan, Lhokseumawe dan
Sidikalang.
No Seleksi
Asal
Tinggi tanaman (cm)
Warna batang muda
Warna batang tua
Bentuk batang
Percabangan
Jumlah cabang primer
Jumlah cabang sekunder
Panjang cabang primer (cm)
Panjang cabang sekunder (cm)
Bentuk daun
Pertulangan daun
Warna daun
Panjang daun (cm)
Lebar daun (cm)
Tebal daun (cm)
Panjang tangkai daun (cm)
Jumlah daun/cabang primer
Ujung daun
Pangkal daun
Bulu daun
Produksi terna segar (ton/ha)
Produksi minyak (kg/ha)
Kadar minyak (%)
Kadar patchouli alcohol (%)
Ketahanan terhadap patogen:
Meloidogyne incognita
Pratylenchus bracyurus
Radhopolus similis
Ralstonia solanacearum
Usul Nama

Varietas 1
0012
Tapak Tuan
(NAD)
50.57–82.28
Ungu
Hijau keunguan
Persegi
Lateral
7.30–24.48
18.80–25.70
46.24–65.98
19.80–45.31
Delta, bulat telur

Varietas 2
0007
Lhok Seumawe
(NAD)
61.07–65.97
Ungu
Ungu kehijauan
Persegi
Lateral
7.00–19.76
11.42–25.72
38.40–63.12
18.96–35.06
Delta, bulat telur

Menyirip
Hijau
6.47–7.52
5.22–6.39
0.31–0.78
2.67–4.13
35.37–157.84
Runcing
Rata, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
19.70–110.00
111.50–622.26
2.07–3.87
28.69–35.90

Menyirip
Hijau
6.23–6.75
5.16–6.36
0.31–0.81
2.66–4.28
48.05–118.62
Rucing
Datar, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
19.58–59.20
125.83–380.06
2.00-4.14
29.11–34.46

Varietas 3
0013
Sidi Kalang
(Sumut)
70.70–75.69
Ungu
Ungu kehijauan
Persegi
Lateral
8.00–15.64
17.37–20.70
43.01–61.69
25.80–34.15
Delta, bulat
telur
Menyirip
Hijau keunguan
6.30–6.45
4.88–6.26
0.30–4.25
2.71–3.34
58.07–130.43
Runcing
Rata, membulat
Bergerigi ganda
Banyak, lembut
13.66–108.10
78.90–624.89
2.23–4.23
30.21–35.20

Sangat rentan
Sangat rentan
Rentan
Rentan
Tapak Tuan 0012

Rentan
Agak rentan
Rentan
Rentan
Lhok Seumawe
0007

Agak rentan
Agak rentan
Agak rentan
Agak tahan
Sidi Kalang
0013

Sumber : Nuryani 2005
Mutu Minyak Nilam
Mutu nilam ditentukan oleh sifat fisika-kimia minyaknya. Faktor yang
paling menentukan mutu minyak nilam adalah kadar patchouli alcohol (PA). PA
merupakan komponen terbesar (50-60%) dari minyak atsiri nilam (Walker 1969)
dan memberikan bau (odour) yang khas pada minyak nilam, karena antara lain
mengandung nor-patchoulene (Trifilief 1980). Pada ketiga varietas nilam unggul,
kadar PAnya >30% dan merupakan syarat minimum untuk diekspor. Tapak Tuan
mempunyai kadar PA yang tertinggi (33.31%) (Tabel 2.1).
Hasil analisis mutu ketiga varietas nilam, semuanya telah memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh Standar Nasional Indonesia (SNI) (Tabel 2.3).

11
Tabel 2.3 Karakteristik mutu minyak varietas unggul nilam Tapak Tuan,
Lhokseumawe dan Sidikalang.
Varietas

Warna

Tapak Tuan

Kuning
muda
Kuning
muda
Kuning
muda

Lhokseumawe
Sidikalang

Berat
Jenis
(25ºC)

Indek
bias
(25ºC)

Putaran
optik

0.9722

1.5066

-55°12‟

Kelarutan
dalam
alkohol
(90%)
1:1

0.9679

1.5070

-52°24‟

0.9651

1.5068

-52°12‟

Bilangan
asam
(%)

Bilangan
ester
(%)

Kadar
PA

0.76

2.47

33.31

1:1

0.74

3.96

32.63

1:6

0.57

3.83

32.95

Sumber : Nuryani 2006
Virus pada Tanaman Nilam dan Gejalanya
Virus merupakan submikroorganisme yang sangat sederhana, tersusun dari
rangkaian asam nukleat (RNA atau DNA) yang bersifat infeksius dengan
diselubungi oleh mantel protein (coat protein). Secara umum virus tanaman hanya
dapat hidup di dalam sel-sel tanaman yang hidup, meskipun beberapa virus
tertentu seperti Tobacco mosaic virus (TMV) bersifat sangat stabil dan mampu
bertahan dalam keadaan inaktif pada daun tembakau sakit yang sudah kering
(Agrios 2005).
Virus-Virus yang Menginfeksi Tanaman Nilam
Di Brazil, pertama kali dilaporkan adanya infeksi Tobacco Necrosis Virus
(TNV) pada tanaman nilam, yang merupakan anggota genus Necrovirus (Gama et
al. 1982). Dua puluh tahun kemudian, ditemukan adanya infeksi Potato virus X
(PatVX) merupakan anggota genus Potexvirus. Virus ini ditemukan menginfeksi
pertanaman nilam di Agronomic Institute of Campinas, Brazil (Meissner Filho et
al. 2002).
Pada pertanaman nilam yang dikembangkan dilahan percobaan di Jepang
dan Taiwan, ditemukan adanya gejala penyakit mosaik yang disebabkan oleh
virus. Berdasarkan hasil identifikasi, tanaman nilam tersebut terinfeksi oleh
campuran dua jenis virus yaitu Patchouli mild mosaic virus (PaMMV) merupakan
anggota genus Fabavirus dan Patchouli mottle virus (PaMoV) merupakan
anggota genus Potyvirus. Persentase intensitas penyakit yang disebabkan oleh
kedua virus tersebut sangat tinggi (Natsuaki et al. 1994).
Pada tahun 2002, dilaporkan adanya infeksi virus Peanut stripe potyvirus
(PStV) merupakan anggota genus Potyvirus di India. Virus ini ditemukan
menginfeksi tanaman nilam pada lahan Chandpur di Institute of Bioresource
Technology (IHBT) kampus Palampur di India (Singh et al. 2009).
Virus yang dilaporkan menginfeksi tanaman nilam di Indonesia adalah
Cucumber mosaic virus (CMV) dan Potyvirus yang terdeteksi dari sampel
tanaman nilam asal Cianjur dan Bogor (Sukamto et al. 2007). Kemudian tanaman
nilam di Jawa Tengah dilaporkan terinfeksi oleh Bean common mosaic virus
strain PStV (Hartono 2008). Tanaman nilam Kembang (P. heyneanus) di Jawa
Tengah dilaporkan juga terinfeksi virus dengan intensitas penyakit yang tinggi

12
(Sumardiyono 1991). Infeksi virus-virus tersebut menunjukkan gejala yang
berbeda pada daun tanaman nilam.
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Nilam
Virus dapat menginfeksi tanaman nilam secara sendiri-sendiri (infeksi
tunggal) atau secara bersama-sama dengan virus lain (infeksi ganda). Dua jenis
virus (PaMoV dan PaMMV) ditemukan secara bersamaan menginfeksi tanaman
nilam di Jepang. Infeksi ganda menyebabkan gejala lebih berat jika dibandingkan
infeksi tunggal. PaMMV menginduksi gejala mosaik lemah (mild mosaic),
sedangkan PaMoV menginduksi belang lemah (mild mottling) (Natsuaki et al.
1994). Infeksi CMV, BCMV strain PStV dan PStV dapat menginduksi gejala
mosaik pada nilam di India dan Indonesia (Singh et al. 2009, Sukamto et al. 2007,
Hartono 2008).
Karakter Biologi Potyvirus pada Tanaman Nilam
Bentuk Partikel dan Genom Potyvirus
PaMoV dan PStV tergolong ke dalam genus Potyvirus, famili Potyviridae.
Berdasarkan hasil pengamatan dengan mikroskop elektron, Potyvirus terdiri dari
satu partikel berbentuk batang lentur dengan panjang antara 680–900 nm dengan
diameter 12 nm (Agrios 2005). Menurut Natsuaki et al. (1994), partikel PaMoV
berbentuk batang lentur dengan panjang kurang lebih 760 nm. Genom Potyvirus
adalah RNA tunggal positif, berukuran kurang lebih 10 kb dan satu subunit coat
protein (Agrios 2005).
Kisaran Inang Potyvirus
Pengujian kisaran inang PaMoV telah dilakukan oleh Sumardiyono et al.
(1995). Infeksi PaMoV menyebabkan gejala bercak nekrosis pada C.
amaranticolor dan Gomprena globosa, dan menyebabkan gejala mosaik pada
Nicotiana tabacum var. Samsun, N. glutinosa, dan Vigna unguiculata. Di lain
pihak, infeksi PaMoV tidak menyebabkan gejala pada tanaman N. glauca,
Physalis floridana, Tetragonia expansa, Phaseolus radiatus, Vicia faba dan
Datura stramonium. Hasil ini mirip dengan hasil pengujian kisaran inang strain
PaMoV isolat dari Jepang.
Menurut Natsuaki et al. (1994), PaMoV secara mekanis ditularkan dari
nilam ke C. quinoa, T. expansa dan Sesamum indicum L., menyebabkan gejala
lesion sistemik, dan ke C. amaranticolor dan G. globosa menyebabkan gejala
lesion lokal. Delapan belas spesies tanaman lain pada 7 famili termasuk Labiatae,
tahan terhadap PaMoV seperti Spinacia oleracea, Phaseolus vulgaris cvs. Top
Crops dan Masterpiece; Vigna sesquipedalis; Brassica campestris cv. Komatsuna;
Cucumis sativus, Perilla frutescens; Mentha spicata; Salvia splendens; Vinca
rosea; Lucopersicon esculentum; Nicotiana glutinosa; N. clevelandii; N. tabacum
cvs. Burley 21, Samsun dan Xanthi-nc; Petunia X hybrida; Lactuca sativa; dan
Zinnia elegans.
Penyebaran dan Penularan Potyvirus pada Tanaman Nilam
Infeksi virus pada umumnya bersifat sistemik, bergerak dari sel ke sel
melalui plasmodesmata dan secara pasif bersama asimilat melalui jaringan

13
pembuluh. Hal ini berarti bahwa virus tersebar ke seluruh jaringan tanaman dan
mampu melakukan perbanyakan (multiplikasi). Multiplikasi RNA/DNA dan
mantel proteinnya terjadi secara terpisah yang pada akhirnya akan bersatu
membentuk partikel virus baru. Multiplikasi virus pada umumnya terjadi dalam
jaringan-jaringan muda yang aktif melakukan metabolisme (Agrios 2005).
Infeksi, penyebaran dan penularan Potyvirus pada tanaman melalui
berbagai cara yaitu pelukaan halus, bibit tanaman terinfeksi, dan serangga vektor.
Potyvirus adalah kelompok virus yang secara alami dapat ditularkan dan
disebarkan oleh kutudaun (Hampton et al. 2005). Penularan virus melalui
serangga vektor pada pertanaman nilam di India adalah 27% (Sastry dan
Vasanthakumar 1981).
Namun demikian, cara penyebaran utama virus tersebut yang terjadi di
lapangan adalah melalui bahan tanaman yang terinfeksi. Perbanyakan tanaman
nilam dari tanaman yang terinfeksi tanpa adanya seleksi, merupakan salah satu
penyebab utama tingginya kejadian penyakit pada pertanaman nilam di India
(Sastry dan Vasanthakumar 1981) dan di Indonesia (Hartono dan Subandiyah
2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 2 680 setek nilam yang ditanam
di lapangan, 2 386 setek dinyatakan terinfeksi oleh virus. Persentase kejadian
penyakit mencapai 89% (Sastry dan Vasanthakumar 1981).
Deteksi Molekuler Potyvirus pada Tanaman Nilam
Di India, amplifikasi cDNA dari sampel tanaman nilam yang terinfeksi
PStV secara molekuler berhasil dilakukan melalui teknik reverse transcriptionpolymerase chain reaction (RT-PCR) dan Immunocapture-RT-PCR (IC-RTPCR). Teknik RT-PCR ini menggunakan satu pasang primer degenerate CP9502
(5„-GCGGATCCTTTTTTTTTTTTTTTTT-3‟) spesifik untuk bagian 3‟UTR
genom Potyvirus dan CPUP (5‟- TGAGGATCCTGGTGYATHGARAAYGG-3‟,
where Y = C/T, H = A/T/C, R = A/G), spesifik untuk wilayah coat protein (CP)
Potyvirus (Singh et al. 2009).
Akibat Infeksi Virus pada Tanaman Nilam
Dalam budidaya tanaman, virus merupakan salah satu penyebab penyakit
tanaman yang dapat menimbulkan kerugian yang cukup berarti baik secara
kualitas maupun kuantitas produksi. Infeksi virus PaMMV dapat menurunkan
produksi dan kadar minyak nilam berturut-turut mencapai 35% dan 2% (Sugimura
et al. 1995).
Pada daun tanaman nilam terdapat kelenjer minyak, tempat diproduksinya
minyak nilam. Menurut Sandes et al. (2012), minyak atsiri nilam dihasilkan pada
kelenjer yang terdapat pada bagian mesofil daun. Minyak nilam terdiri atas 24
jenis senyawa sesquiterpene (Deguerry et al. 2006). Menurut Maeda et al. (1999),
penyebab menurunkan kadar minyak pada tanaman yang terinfeksi virus karena
siklus sesquiterpene pada