Efisiensi Penularan Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow mosaic virus, dan Squash mosaic virus Melalui Benih Cucurbitacea

EFISIENSI PENULARAN Cucumber mosaic virus, Zucchini
yellow mosaic virus, DAN Squash mosaic virus MELALUI
BENIH CUCURBITACEAE

YUDIA NURHAELENA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

i

ABSTRAK
YUDIA NURHAELENA. Efisiensi Penularan Cucumber mosaic virus, Zucchini
yellow mosaic virus, dan Squash mosaic virus Melalui Benih Cucurbitaceae.
Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Virus yang ditularkan melalui benih telah diketahui menyebabkan efek
negatif terhadap perkecambahan benih dan pertumbuhan bibit dan dapat
menyebabkan penyebaran penyakit yang lebih luas di lapangan. Penelitian ini

dilakukan untuk mengidentifikasi virus-virus yang ditularkan benih Cucurbitaceae
dan mempelajari potensi peran mereka sebagai inokulum primer di lapangan.
Benih Cucurbitaceae yang digunakan dalam penelitian yaitu mentimun, oyong,
semangka, zucchini, melon, dan kaboca diperoleh dari benih komersial yang
tersedia di pasar. Evaluasi virus yang ditularkan melalui benih dilakukan dengan
menggunakan metode growing on test. Teknik I-ELISA dan DIBA digunakan
untuk mendeteksi infeksi virus. Tiga virus yaitu CMV, SqMV, dan ZYMV
terdeteksi dari lahan pertanaman mentimun di Situgede, Dramaga, Bogor. CMV
terdeteksi dari benih melon varietas Kinanti dan benih zucchini masing-masing
sebesar 2% serta dari benih kaboca sebesar 12%. SqMV terdeteksi sebesar 80%,
6%, dan 2% berturut-turut dari benih mentimun, melon varietas Kinanti dan
oyong. Infeksi virus terdeteksi pada bibit berumur 2 sampai 5 minggu setelah
tanam yaitu CMV pada kaboca dan SqMV pada mentimun. Hasil ini
menunjukkan peran potensial dari virus yang ditularkan melalui benih sebagai
inokulum primer di lapangan.
Kata kunci: CMV, ZYMV, SqMV, virus tular benih

i

ABSTRACT

YUDIA NURHAELENA. Seed transmission efficiency of Cucumber mosaic
virus, Zucchini yellow mosaic virus and Squash mosaic virus in Cucurbitaceae.
Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.
Seed-transmitted viruses have been known to cause negative effect on seed
germination and seedling growth and may cause disease spread more widely in
the field. Research was conducted to identify seed-transmitted viruses from
Cucurbitaceae and to study their potential role as primary inoculum in the field.
Cucurbitaceae seeds used in the experiment i.e. cucumber, bottle gourd,
watermelon, zucchini, melon, and kabocha were obtained from commercial seeds
available in the market. Evaluation of seed-transmitted viruses was done using
growing on test method. I-ELISA and DIBA was used for detection of virus
infection. Three viruses i.e. CMV, SqMV, and ZYMV were detected from
cucumber field in Situgede, Dramaga, Bogor. CMV was detected from melon
variety Kinanti and zucchini seed (2%) as well as from kabocha seed (12%).
SqMV was detected 80%, 6%, and 2% from cucumber, melon variety Kinanti and
bottle gourd seeds, respectively. Virus infection was detected in seedling up to 5
weeks after transplanting, i.e. CMV in kabocha and SqMV in cucumber. This
results indicated the potential role of seed-transmitted viruses as primary
inoculums in the field.
Keywords: CMV, ZYMV, SqMV, seed-transmitted virus


iii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2013
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

EFISIENSI PENULARAN Cucumber mosaic virus, Zucchini
yellow mosaic virus, DAN Squash mosaic virus MELALUI
BENIH CUCURBITACEAE

YUDIA NURHAELENA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

: Efisiensi Penularan Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow
mosaic virus, dan Squash mosaic virus Melalui Benih
Cucurbitaceae
Nama Mahasiswa : Yudia Nurhaelena
NIM
: A34080035

Judul Skripsi


Disetujui oleh

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia-Nya, sehingga penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Efisiensi
penularan Cucumber mosaic virus, Zucchini yellow mosaic virus, dan Squash
mosaic virus melalui benih Cucurbitaceae” dapat terselesaikan. Penulis
menyampaikan ucapan terimakasih kepada kedua orang tua, kakak, dan keluarga
atas doa, dukungan, kasih sayang, dan semangat yang selalu diberikan kepada
penulis untuk dapat menyelesaikan pendidikan di IPB. Ucapan terimakasih juga

penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc selaku dosen
pembimbing atas bimbingan, saran, dan masukan selama penelitian berlangsung
hingga penulisan skripsi ini.
Penulis mengucapkan terimakasih juga kepada sahabat seperjuangan
Proteksi Tanaman angkatan 45, rekan-rekan di Laboratorium Virologi Tumbuhan
atas kebersamaan, bantuan dan dukungannya selama di IPB. Tidak ada yang
penulis berikan kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan, doa,
bantuan, bimbingan, dan pengorbanan kecuali doa semoga Tuhan Yang Maha Esa
memberikan rahmat dan balasan yang jauh lebih baik kepada semuanya. Akhirnya
penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak yang
berkepentingan dan pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Bogor, Maret 2013
Yudia Nurhaelena

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
3

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Deteksi Virus yang Menginfeksi Tanaman Cucurbitaceae
Deteksi Virus Tular Benih
Pengukuran Titer Virus Tular Benih
Deteksi Virus dengan Metode Indirect ELISA (I-ELISA)
Deteksi Virus dengan Metode Dot Immunobinding Assay (DIBA)

4
4
4
5
5
6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan
Efisiensi Penularan Virus Melalui Benih Cucurbitaceae
Potensi Virus Tular Benih Sebagai Sumber Inokulum

8

9
11

KESIMPULAN DAN SARAN

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

19

viii


DAFTAR TABEL
1 Daftar benih Cucurbitaceae yang digunakan pada pengujian virus
tular benih
2 Hasil deteksi virus dari tanaman mentimun berdasarkan reaksi
ELISA
3 Proporsi virus terbawa benih Cucurbitaceae
4 Rata-rata nilai absorbansi ELISA hasil pengujian sampel benih
Cucurbitaceae terhadap antiserum CMV dan SqMV
5 Rata rata nilai skor DIBA sampel benih Cucurbitaceae terhadap
antiserum CMV dan SqMV

5
9
10
11
12

DAFTAR GAMBAR


1
2
3
4

Penentuan skor berdasarkan reaksi DIBA pada membran nitroselulosa
7
Gejala pada tanaman mentimun di Situ Gede
8
Gejala daun tanaman Cucurbitaceae di rumah kaca
10
Membran nitroselulosa yang menunjukkan perbedaan intensitas perubahan
warna (skor 1-5) pada pengujian menggunakan metode DIBA
12

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Nilai absorbansi ELISA sampel dari lapangan
Nilai absorbansi ELISA daun mentimun untuk pengujian benih
Nilai absorbansi ELISA daun oyong untuk pengujian benih
Nilai absorbansi ELISA daun melon untuk pengujian benih
Nilai absorbansi ELISA daun zucchini untuk pengujian benih
Nilai absorbansi ELISA daun semangka untuk pengujian benih
Nilai absorbansi ELISA daun kaboca untuk pengujian benih

17
17
17
17
18
18
18

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman Cucurbitaceae merupakan kelompok tanaman yang memiliki
keanekaragaman jenis. Berbagai spesies Cucurbitaceae telah dimanfaatkan oleh
manusia sebagai sumber pangan dan berbagai produk berguna yang penting.
Sebagian besar Cucurbitaceae berasal dari wilayah tropika terutama dari Afrika
dan Asia Tenggara. Selain di daerah tropika, budidaya tanaman Cucurbitaceae
secara luas juga dilakukan di wilayah beriklim sedang yang memiliki periode
cuaca panas yang panjang (Rubatzky dan Yamaguchi 1997).
Tanaman Cucurbitaceae optimal pada suhu 25-30⁰C. Beberapa spesies dapat
tumbuh dengan baik pada suhu antara 15⁰C dan 20⁰C. Tanaman Cucurbitaceae
tidak cocok ditanam pada suhu dingin dan lahan dengan drainase tanah yang tidak
baik. Sebagian besar tanaman Cucurbitaceae diperbanyak dengan biji dan
biasanya ditanam secara langsung di lapangan. Benih dapat berkecambah paling
cepat pada suhu 30-35 ⁰C. Tanah yang dingin dapat menunda perkecambahan dan
dapat menyebabkab buah membusuk. Jenis-jenis tanaman Cucurbitaceae yang
penting adalah semangka (Citrullus lanatus), mentimun (Cucumic sativus L.),
melon (Cucumis melo L.), zucchini (Cucurbita pepo), kaboca (Cucurbit maxima),
oyong (Luffa acutangula), paria (Momordica charantia) (Rubatzky dan
Yamaguchi 1997).
Produksi tanaman Cucurbitaceae di lapangan dapat dipengaruhi oleh banyak
faktor, diantaranya adalah musim, keadaan di pertanaman, adanya serangan dari
organisme pengganggu tanaman (OPT), dan kualitas dari benih yang digunakan.
Patogen yang menyerang tanaman Cucurbitaceae dapat berasal dari kelompok
bakteri, cendawan, nematoda dan virus. Contoh bakteri terbawa benih yang
menyerang tanaman Cucurbitaceae adalah Pseudomonas syringae pv. lachrymans
menyebabkan penyakit bercak daun pada tanaman mentimun, Pseudomonas
pseudoalcaligenes subsp. citrulli menyebabkan penyakit hawar pada bibit
tanaman semangka, dan Xanthomonas campestris pv. cucurbitae menyebabkan
penyakit bercak daun pada kaboca. Contoh cendawan terbawa benih yang
menyerang tanaman Cucurbitaceae adalah Colletotrichum lagenarium
menyebabkan penyakit antraknosa, Didymella bryoniae penyebab penyakit bercak
daun, Fusarium oxysporum f.sp cucumerinum penyebab penyakit layu pada
mentimun, dan Pythium aphanidermatum penyebab damping-off. Virus tular
benih yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman Cucurbitaceae adalah
Cucumber green mottle mosaic virus (CGMMV), Cucumber leaf spot virus
(CLSV), Cucumber mosaic virus (CMV), Melon necrotic spot virus (MNSV),
Muskmelon necrotic spot virus, Papaya ringspot virus (PRSV), Squash mosaic
virus (SqMV), Tobacco ringspot virus (TRSV), Watermelon mosaic virus
(WMV), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Agarwal dan Sinclair 1996).
Dampak dari adanya virus dalam benih adalah pertumbuhan tanaman akan
terhambat, dapat berpotensi menghasilkan benih yang tidak sehat, dan apabila
tanaman dapat tumbuh maka berpotensi sebagai inokulum primer bagi tanaman
lainnya di lapang. Kualitas benih yang digunakan petani mempunyai pengaruh
yang cukup besar karena kebanyakan petani masih menggunakan benih asalan
yang dihasilkan sendiri. Penggunaan benih yang telah diuji kesehatannya sangat

2
penting. Keunggulan penggunaan benih bermutu adalah dapat menjamin
keberhasilan petani, keturunan benih diketahui, pertumbuhan benih seragam,
menghasilkan benih yang sehat, masak dan panen serempak, dan mempunyai
produktivitas tinggi. Benih bermutu memiliki beberapa kriteria unggul yaitu
mencakup kriteria mutu genetis, mutu fisiologis, mutu fisik dan kesehatan benih.
Mutu genetis menggambarkan sifat-sifat unggul yang diwariskan oleh tanaman
induk, mutu fisiologis menunjukkan viabilitas dan vigor benih. Mutu fisik
mencakup struktur morfologis, ukuran, berat, dan penampakan benih. Kesehatan
benih menunjukkan potensi benih sebagai pembawa patogen dan penyakit
tanaman (Susetyo 2012).
Berbagai metode yang dapat digunakan untuk mendeteksi patogen terbawa
benih adalah pemeriksaan benih kering, pemeriksaan secara perendaman,
pemeriksaan dengan cara inkubasi (metode kertas, metode agar, metode inkubasi
dengan media batu bata, pasir, tanah, dan metode growing on test) (Sutopo 2004).
Salah satu cara untuk mendeteksi benih yang membawa virus adalah dengan
metode growing on test. Pada metode ini benih ditumbuhkan pada media tanam.
Benih harus ditumbuhkan terlebih dahulu karena virus tumbuhan tidak dapat
hidup aktif di luar inangnya, tidak dapat ditumbuhkan pada media agar cawan
petri, tetapi harus dimasukkan dalam sel-sel hidup (Bos 1990).
Melalui metode growing on test, telah dilaporkan beberapa kasus virus yang
terbawa benih. CMV terbukti terbawa pada benih kacang sebesar 30% di India
(Abdullahi et al. 2001), tomat terbukti membawa TMV berkisar antara 19,5-27%
di Turki (Sevik dan Kose-Tohumcu 2011), Lockhart (1985) juga melaporkan
sebesar 20-23% SqMV dapat terbawa benih Chenopodium spp. di Morocco.
Selain itu, Alvarez dan Campbell (1978) menyatakan SqMV juga terbawa benih
cantaloupe (C. melo) sebesar 10,6% di California. Tobias et al. (2003) juga
melaporkan sekitar 0,3% sampai 15,3% ZYMV terbawa benih Cucurbita pepo
conv. citrullinina var. styriaca di Jerman. Menurut Lestari (2011) SqMV terbukti
ditemukan pada 13,3% benih oyong dan semangka, 33,3% pada benih zucchini,
73,3% pada benih kaboca, dan 100% pada benih mentimun dan melon. ZYMV
hanya ditemukan pada benih oyong dan zucchini berturut-turut sebesar 13,3% dan
26,67%.
Fakta yang berhubungan dengan efisiensi penularan virus melalui benih
masih perlu diperkuat melalui berbagai kegiatan penelitian. Penelitian ini
membahas tentang 3 virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae, yaitu CMV,
ZYMV, dan SqMV pada 6 jenis benih Cucurbitaceae yang berbeda dengan
penelitian-penelitian sebelumnya.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis virus yang dapat
ditularkan benih Cucurbitaceae dan potensinya sebagai inokulum primer.

3
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menguatkan pemahaman tentang
peran virus tular benih dan penyebarannya di lapangan.

4

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor dan di rumah
kaca, Kebun Percobaan Cikabayan, Darmaga. Penelitian dimulai dari bulan Maret
sampai Desember 2012.
Deteksi Virus yang Menginfeksi Tanaman Cucurbitaceae
Sampel berasal dari pertanaman mentimun milik petani di desa Situ Gede,
Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor. Daun mentimun yang dikumpulkan
adalah daun yang menunjukkan gejala infeksi virus, yaitu mosaik hijau tua dan
hijau muda, daun berwarna hijau gelap, mosaik hijau tua dan kuning, mosaik hijau
muda dan kuning. Sampel tanaman yang berasal dari lapangan dibawa ke
Laboratorium Virologi Tumbuhan untuk ditimbang kemudian disimpan pada
suhu -80 ⁰C atau langsung digunakan untuk deteksi virus.
Sampel yang telah ditimbang digunakan untuk deteksi virus menggunakan
antiserum, yaitu CMV, ZYMV, dan SqMV dengan teknik Indirect Enzyme-linked
Immunosorbent Assay (I-ELISA). Deteksi virus ini dilakukan untuk mengetahui
ada atau tidaknya ketiga macam virus pada sampel lapangan.
Deteksi Virus Tular Benih
Benih yang diuji terdiri dari beberapa jenis tanaman Cucurbitaceae, yaitu
mentimun (Cucumis sativus L.), oyong (Luffa acutangula), melon (Cucumis melo
L.), semangka (Citrullus lanatus), zucchini (Cucurbita pepo) dan kaboca
(Cucurbita maxima Duch.). Benih yang diuji merupakan benih yang umum
ditanam petani dan diproduksi oleh produsen benih di Indonesia (Tabel 1).
Jumlah benih yang diuji adalah 50 benih dari masing-masing jenis tanaman.
Benih tersebut ditumbuhkan pada media tanah steril yang mengandung kompos
dengan perbandingan 1:1. Setelah daun pertama pada tanaman muncul kemudian
dilakukan pengambilan sampel pada tiap-tiap tanaman. Sampel yang telah diambil
kemudian ditimbang sebesar 0,1 g dan disimpan pada suhu -80 ⁰C atau langsung
digunakan untuk deteksi virus.
Deteksi virus dilakukan menggunakan metode I-ELISA. Pengujian
dilakukan menggunakan tiga jenis antiserum yaitu antiserum CMV, ZYMV, dan
SqMV untuk mengetahui persentase tular benih masing-masing virus (CMV,
ZYMV, dan SqMV). Persentase virus yang ditularkan melalui benih dihitung
dengan rumus sebagai berikut:
jumlah benih terinfeksi
Persentase virus tular benih = jumlah benih yang ditanam x 100%

5
Tabel 1

Daftar benih Cucurbitaceae yang digunakan pada pengujian virus tular
benih
Jenis
Varietas
Perusahaan Benih
Tanaman
Mentimun
Yupiter
PT. Prabu Agro Mandiri
Purwakarta – Jawa Barat
Oyong
Tidak diketahui
Riawan Tani
Blitar – Indonesia
Semangka
F1-Gajah
Mahatan Pertiwi
Bogor – Jawa Barat
Zucchini
Jacky Z-6 (F1)
PT. Agrosid Manunggal Sentosa
Jakarta Utara
Melon
El-Divo (F1),
Mahatani Pertiwi
Bogor – Jawa Barat
Mai 119 (F1)
CV. Multi Agro Agrindo
Karanganyar – Jawa Tengah
Kinanthi (F1)
PT. Tunas Agro Persada
Semarang – Jawa Tengah
Kaboca
Pumpkin Golden
PT. Tanindo Subur Prima
Mama (F1)
Surabaya-Jawa Timur

Pengukuran Titer Virus Tular Benih
Benih-benih yang terbukti membawa virus dan memiliki efisiensi penularan
paling tinggi untuk masing-masing virus pada pengujian sebelumnya kemudian
ditanam kembali sebanyak 50 benih untuk masing-masing jenis benih sesuai
dengan metode yang telah dijelaskan sebelumnya. Benih ditanam hingga muncul
daun pertama. Sampel tanaman yang diambil merupakan daun muda yang baru
muncul. Sampel diambil saat tanaman berumur 2 minggu setelah tanam (MST), 3
MST, 4 MST, dan 5 MST. Sampel tanaman yang telah diambil kemudian
ditimbang sebesar 0,1 g dan disimpan pada suhu -80 ⁰C atau langsung digunakan
untuk deteksi virus. Deteksi virus untuk sampel tanaman 2 dan 3 MST
menggunakan metode I-ELISA; sedangkan untuk sampel tanaman 4 dan 5 MST
menggunakan metode Dot Immunobinding assay (DIBA). Perbedaan penggunaan
metode ini didasarkan pada tingkat sensitivitas masing-masing metode. Metode
ELISA lebih sensitif dibandingkan dengan DIBA sehingga digunakan untuk
mendeteksi virus dengan konsentrasi yang rendah pada tanaman yang berumur 2
dan 3 MST.
Deteksi Virus dengan Metode Indirect ELISA (I-ELISA)
Metode ELISA dilakukan berdasarkan panduan prosedur kit ELISA (Agdia
Inc). Pertama-tama antigen disiapkan dengan menggerus sampel daun yang diberi
GEB (general extract buffer/polyvinylpyrrolidone 20 g, chicken egg albumin 2 g,
Na 2 SO 3 1.3 g, yang dilarutkan dalam 100 ml PBST) pH 7.4 dengan perbandingan
1:10 (b/v). Sebanyak 100 µl antigen diisikan ke dalam sumuran plat mikrotiter
secara duplo. Sebagai pembanding sumuran plat mikrotiter diisi dengan 100 µl
bufer ekstrak, ekstrak tanaman sehat (kontrol negatif), ekstrak tanaman terinfeksi
virus (kontrol positif). Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 oC selama
satu malam. Suspensi pada plat mikrotiter selanjutnya dibuang dan plat dicuci

6
menggunakan PBST (phosphate buffer salien tween/NaCl 8 g, Na 2 HPO 4 1.15 g,
KH 2 PO 4 0.2 g, KCl 0.2 g, air destilata 1.000 ml + Tween 20 0.5 ml) sebanyak 5
kali. Setelah dicuci, protein yang terikat pada sumur plat mikrotiter diblok dengan
menambahkan 100 µl blocking solution (PBST yang mengandung susu skim 2%).
Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Plat
kemudian dicuci kembali menggunakan PBST sebanyak 5 kali.
Antiserum masing-masing virus (CMV, ZYMV, SqMV) kemudian
dimasukkan sebanyak 100 µl ke dalam sumuran plat mikrotiter sesuai peta yang
telah dibuat. Antiserum sebelumnya diencerkan dengan ECI (bovine serum
albumin 0.2 g, polyvinylpyrrolidone 2 g, PBST 100 ml) sesuai perbandingan yang
tertera pada kemasan antiserum yaitu 1:500, 1:200, 1:200 berturut-turut untuk
CMV, ZYMV, dan SqMV. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC
selama 2 jam, selanjutnya dicuci dengan menggunakan PBST seperti tahapan
sebelumnya.
Antiserum kedua (goat anti-rabbit globulin/GAR) kemudian dimasukkan
pada sumuran sebanyak 100 µl setelah dilakukan pengenceran menggunakan
bufer konjugat dengan perbandingan 1:2500. Plat mikrotiter kemudian diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 2 jam kemudian dicuci menggunakan PBST sebanyak 5
kali.
Tahapan terakhir adalah memasukkan 100 µl substrat solution (pNitrophenyl Phospate 5 mg dalam bufer substrat 5 ml MgCl 2 0.1 g, NaN 3 0.2 g,
dietholamine 97 ml, air destilata 1.000 ml) ke dalam sumuran plat mikrotiter. Plat
mikrotiter tersebut kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang
selama 15 menit sampai 60 menit. Nilai absorbansi dibaca menggunakan ELISA
reader model 550 (Bio-Rad, USA) pada panjang gelombang 405 nm. Sampel
dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5 kali lebih besar dari nilai
absorbansi nilai kontrol negatif.
Deteksi Virus dengan Metode Dot Immunobinding Assay (DIBA)
Jaringan daun tanaman uji digerus dalam tris buffer saline (TBS dengan
perbandingan 1:10). Cairan perasan tanaman selanjutnya diteteskan ke atas
membran nitroselulosa sebanyak 10 µl. Setelah tetesan sampel kering, membran
direndam di dalam 10 ml larutan blocking not fat milk 2% dalam TBS yang
mengandung Triton X-100 dengan konsentrasi akhir 2%. Membran kemudian
diinkubasi pada suhu ruang sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm selama 2
jam. Membran kemudian dicuci 5 kali dengan dH 2 O, tiap pencucian berlangsung
5 menit sambil digoyang dengan kecepatan 100 rpm. Membran selanjutnya di
rendam dalam 5 ml TBS yang mengandung antiserum 5 µl ditambah non fat milk
dengan konsentrasi akhir 2% dan kemudian membran diinkubasi semalam pada
suhu kamar sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm. Membran kemudian
dicuci sebanyak 5 kali dengan Tween 0.05% dalam TBS (TBST). Membran
selanjutnya direndam dalam 5 ml TBS yang mengandung konjugat 5 µl (goat anti
rabbit) ditambah non fat milk dengan konsentrasi akhir 2% dan kemudian
membran diinkubasi selama 60 menit sambil digoyang dengan kecepatan 50 rpm.
Membran selanjutnya dicuci dengan TBST dan direndam selama 5 menit dalam
10 ml bufer substrat yang mengandung nitro blue tetrazolium 66 µl dan bromo
chloro indolil phosphate 30 µl. Bila reaksi positif maka akan terjadi perubahan

7
warna putih menjadi ungu pada membran nitroselulosa yang telah ditetesi cairan
perasan dan reaksi dapat dihentikan dengan merendam membran dalam dH 2 O.
Penentuan titer (kadar) virus di dalam jaringan tanaman didasarkan pada
intensitas warna reaksi DIBA pada membran nitroselulosa. Intensitas warna ungu
yang kuat akan mendapatkan skor yang lebih tinggi dibandingkan intensitas warna
ungu yang lemah dengan kisaran skor 0 sampai 6 (Gambar 1).
Intensitas perubahan
warna pada membran
Skor

6

5

4

3

2

1

0

Gambar 1 Penentuan skor berdasarkan reaksi DIBA pada membran nitroselulosa

8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan
Sebanyak 6 sampel tanaman mentimun yang menunjukkan gejala yang
berbeda berhasil diperoleh dari lapangan. Gejala pada daun mentimun diantaranya
yaitu mosaik hijau tua dan hijau muda, dengan warna hijau tua lebih banyak di
daerah sekitar tulang daun (vein banding) dan mengalami pelepuhan (Gambar
2A), daun berwarna hijau tua dan tidak mengalami pelepuhan (Gambar 2B),
adanya mosaik hijau tua dan kuning, dengan warna hijau tua lebih banyak terdapat
di sekitar tulang daun, daun mengalami pelepuhan (Gambar 2C), adanya mosaik
hijau tua dan kuning dengan warna hijau tua lebih dominan dan lebih banyak
terdapat di daerah sekitar tulang daun, daun mengalami pelepuhan (Gambar 2D),
daun berwarna kuning namun tulang daun masih berwarna hijau (Gambar 2E),
adanya mosaik antara hijau muda dan kuning, dengan warna hijau muda terdapat
didaerah sekitar tulang daun dan tulang daun masih berwarna hijau tua (Gambar
2F).

A

B

C

D

E

F

Gambar 2 Gejala pada tanaman mentimun di Situ Gede. A) mosaik hijau tua dan
hijau muda, B) hijau tua, C) dan D) mosaik hijau tua dan kuning, E)
mosaik hijau muda dan kuning, F) mosaik hijau tua, hijau muda dan
kuning.

9
Tabel 2 Hasil deteksi virus dari tanaman mentimun berdasarkan reaksi ELISA
Jenis Virus
Jenis Sampel
CMV
SqMV
ZYMV
A
positif
positif
positif
B
negatif
negatif
negatif
C
positif
positif
positif
D
positif
positif
positif
E
positif
positif
negatif
F
positif
positif
negatif
Keterangan: CMV, Cucumber mosaic virus; SqMV, Squash mosaic virus; ZYMV, Zucchini
mosaic virus

Tiga jenis virus berhasil terdeteksi dari tanaman mentimun yaitu CMV,
ZYMV, dan SqMV (Tabel 2). Sampel daun A,C, dan D terinfeksi oleh ketiga
jenis virus; sampel E dan F terinfeksi dua jenis virus (CMV dan SqMV);
sedangkan sampel daun B tidak memberikan reaksi positif terhadap ketiga jenis
virus (Lampiran 1). Gejala pada sampel daun A, C, dan D relatif lebih parah
dibandingkan sampel daun B,E, dan F. Hubungan antara jenis virus yang
terdeteksi pada sampel daun mentimun dengan gejala yang diamati tidak dapat
disimpulkan karena tanaman mentimun di lapangan dapat terinfeksi oleh beberapa
jenis virus lainnya. Aulia (2004 dalam Lestari 2011) melaporkan bahwa virusvirus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae di Bogor adalah CMV, PRSV-W,
SqMV, TRSV, WMV-2, ZYMV.
Infeksi virus di lapangan dapat terjadi melalui berbagai cara. Benih
merupakan faktor utama infeksi virus di lapangan. Apabila benih telah membawa
virus maka benih tersebut dapat menjadi sumber infeksi di lapangan. Selain benih,
infeksi virus di lapangan dapat terjadi karena adanya serangga vektor. Serangga
vektor dapat menularkan virus ketika serangga tersebut makan daun yang telah
terinfeksi virus, kemudian serangga memakan daun lain yang sehat. Kutudaun
(Hemiptera: Aphididae) dilaporkan sebagai serangga vektor CMV dan ZYMV.
Kumbang (Coleoptera: Chrysomelidae) merupakan serangga vektor SqMV
(Kucharek dan Purcifull 1997). Adanya tanaman inang lain disekitar pertanaman
juga dapat menjadi sumber infeksi di lapangan.
Efisiensi Penularan Virus Melalui Benih Cucurbitaceae
Berdasarkan pengujian benih diketahui bahwa efisiensi CMV dan SqMV
terbawa benih berturut-turut berkisar antara 0 sampai 12 % dan 0 sampai 80%,
sedangkan ZYMV tidak terdeteksi pada benih Cucurbitaceae (Tabel 3). Persentase
CMV tertinggi (12%) terdeteksi pada benih kaboca sedangkan persentase SqMV
tertinggi (80%) terdeteksi dari benih mentimun. SqMV paling banyak terdapat
pada benih mentimun dibandingkan dengan kedua virus lainnya. Selain pada
mentimun, benih oyong juga membawa lebih banyak SqMV daripada CMV dan
ZYMV. Hal ini sesuai dengan nilai absorbansi ELISA (NAE) SqMV paling besar
diantara CMV dan ZYMV (Lampiran 2-3). CMV paling banyak terdeteksi pada
benih kaboca. Selain pada kaboca, zucchini juga terdeteksi membawa CMV
walaupun hanya sebesar 2%. NAE CMV pada kaboca dan zucchini lebih besar
daripada NAE SqMV dan ZYMV (Lampiran 5 dan 7). Umumnya CMV dan
SqMV terdeteksi dari sampel benih yang berbeda tetapi kedua virus tersebut

10
terdeteksi pada sampel benih melon varietas Kinanthi (Lampiran 4). Diantara 8
jenis benih Cucurbitaceae yang diuji, terdapat 3 jenis benih yang bebas virus yaitu
melon varietas El Divo, melon varietas Mai 119, dan semangka varietas Gajah,
karena ketiga benih tersebut memiliki NAE yang rendah untuk ketiga virus
(Lampiran 4 dan 6).
Pengujian SqMV dan ZYMV tular benih Cucurbitaceae di Indonesia telah
dilaporkan oleh Lestari (2011) dengan hasil yang hampir sama. Benih mentimun
varietas Penus dan melon Emerald Jewel (F1) terinfeksi SqMV dengan persentase
yang tinggi (100%) tetapi infeksi ZYMV tidak terdeteksi. Benih oyong varietas
Jaka (F1) juga terinfeksi SqMV dan ZYMV masing-masing sebesar 13,3%, benih
kaboca dan semangka terinfeksi SqMV berturut-turut 73,3% dan 13,3%. Alvarez
dan Campbell (1978) melaporkan benih yang membawa SqMV sebesar 10,6%.
Simmons et al. (2011) juga melaporkan benih C.pepo subsp texana membawa
ZYMV sebesar 1,6% dan Tobias et al. (2003) melaporkan infeksi ZYMV pada
benih Cucurbita pepo convar. citrullinina var styriaca yang berasal dari tanaman
yang sakit mencapai 15%.
Virus tular benih dapat berperan sebagai inokulum primer di lapangan.
Inokulum selanjutnya dapat menyebar di lapangan dengan bantuan seranggaserangga vektor. Alat-alat pertanian yang digunakan petani untuk mengolah
lahannya juga dapat berperan dalam penyebaran inokulum. Inokulum-inokulum
dapat menempel pada alat-alat pertanian, apabila petani kembali menggunakan
alat-alat pertanian tanpa membersihkannya terlebih dahulu maka inokulum yang
ada pada alat-alat pertanian dapat menempel pada tanaman yang sehat.
Tabel 3

Proporsi benih Cucurbitaceae yang terinfeksi virus

Tanaman

Varietas

Mentimum
Oyong
Melon

Jupiter
Tidak diketahui
El Divo
Kinanthi
Mai 119
Jacky Z-6
Pumpkin Golden
Mama (F1)
F1-GAJAH

Zucchini
Kaboca
Semangka
A

B

Σ Benih terinfeksi/Σ Benih yang diuji (%)
ZYMV
SqMV
CMV
0/50 (0)
0/50 (0)
0/50 (0)
1/50 (2)
0/50 (0)
1/50 (2)

0/50 (0)
0/50 (0)
0/50 (0)
0/50 (0)
0/50 (0)
0/50 (0)

40/50 (80)
5/50 (10)
0/50 (0)
3/50 (6)
0/50 (0)
0/50 (0)

6/50 (12)

0/50 (0)

0/50 (0)

0/50 (0)

0/50 (0)

0/50 (0)

C

s

Gambar 3 Gejala daun tanaman Cucurbitaceae di rumah kaca. Daun mentimun (A
dan B); daun kaboca (C)

11
Tanaman di rumah kaca selain diambil sebagai sampel untuk ELISA dan
DIBA juga diamati gejala yang timbul. Daun mentimun memiliki gejala mosaik
yang ringan, adanya mosaik hijau gelap dengan hijau muda kekuningan. Selain
adanya mosaik, bagian pinggir daun mulai berubah menjadi agak kekuningan
(Gambar 3A). Gejala vein clearing, daerah sekitar pertulangan daun berwarna
hijau muda kekuningan (Gambar 3B). Babadoost (1999) menyatakan bahwa
gejala SqMV pada daun yang lebih muda adalah vein clearing dan bercak
kekuningan. Gejala yang ditimbulkan masih ringan karena virus baru menginfeksi
tumbuhan dan bereplikasi. Gejala tidak terlihat ketika tanaman berumur 2 MST,
karena tanaman ketika berumur 2 MST masih muda sehingga gejala pada daun
belum terlihat dengan jelas. Tanaman kaboca juga menunjukkan adanya gejala
terinfeksi virus. Daun menunjukkan gejala adanya bercak-bercak kuning (Gambar
3C). Menurut Provvidenti (1996) daun yang terinfeksi CMV mengalami
penghambatan pertumbuhan, adanya bercak kuning pada daun, daun mengalami
malformasi dan ukurannya mengecil.
Potensi Virus Tular Benih Sebagai Sumber Inokulum
Virus terbawa benih sangat berpotensi menjadi sumber penyakit di lapangan,
karena virus sudah berada di dalam jaringan tanaman sejak awal pertumbuhan
tanaman. Infeksi CMV pada benih kaboca dan SqMV pada benih mentimun
dideteksi pada 2 MST sampai 5 MST untuk mengetahui potensi kedua virus
tersebut sebagai sumber inokulum di lapangan. Deteksi ELISA pada 2 dan 3 MST
menunjukkan reaksi positif CMV dan SqMV berturut-turut pada benih kaboca dan
mentimun (Tabel 4). Titer kedua virus pada 3 MST cenderung lebih tinggi
dibandingkan pada 2 MST. Hal tersebut mengindikasikan bahwa titer virus pada
benih berpotensi untuk meningkat.
Tabel 4 Rata-rata nilai absorbansi ELISA hasil pengujian sampel benih
Cucurbitaceae terhadap antiserum CMV dan SqMV
Virus

Jenis Benih

Rata-rata Nilai Absorbansi ELISA*
2 MST
3 MST
Kontrol negatif
0,2813
0,3189
0,1825
0,2463
0,2843
0,1523

CMV
Kaboca
SqMV
Mentimun
* MST, minggu setelah tanam
* Reaksi ELISA dianggap positif apabila sampel tanaman yang diuji mempunyai nilai
absorbansi ≥ 1,5 kali kontrol negatif

Setelah sampel dideteksi dengan ELISA pada 2 dan 3 MST, kemudian
sampel yang sama dideteksi dengan DIBA pada 4 dan 5 MST. Sampel yang
digunakan untuk pengujian ini adalah sampel yang memiliki nilai absorbansi
ELISA yang tinggi dan menunjukkan reaksi positif pada pengujian 2 MST dan 3
MST. Hasil pengujian virus yang ditularkan melalui benih menggunakan metode
DIBA adalah benih yang positif mempunyai signal adanya perubahan warna
menjadi ungu (Gambar 4). Pengujian ini menggunakan 5 sampel benih yang
terinfeksi CMV dan 12 sampel benih yang terinfeksi SqMV.
Hasil pengujian DIBA tersebut kemudian dievaluasi dengan metode
skoring (Gambar 1). Pengamatan dengan skor ini dilakukan untuk memudahkan
dalam mengamati hasil secara kuantitatif.

12

Skor 4
Skor 2
Skor 5

Skor 3

Skor 1

Gambar 4 Membran nitroselulosa yang menunjukkan perbedaan intensitas
perubahan warna (skor 1-5) pada pengujian menggunakan metode
DIBA
Hampir semua sampel pada 4 MST memiliki skor yang tinggi, hanya
beberapa saja yang memiliki skor yang rendah. Skor yang tinggi pada 4 MST
mengalami penurunan skor pada pengujian 5 MST. Sebaliknya ada beberapa
sampel yang memiliki skor rendah pada pengujian 4 MST namun memiliki skor
yang tinggi pada 5 MST (Tabel 5). Penurunan skor pada 4 MST ke 5MST dapat
disebabkan adanya kecenderungan terjadi recovery. Recovery adalah pemulihan
tanaman terhadap virus. Daun yang baru tumbuh memiliki gejala yang lebih
sedikit bahkan tidak ada walaupun mungkin virus masih berada di dalam
tumbuhan.
Tabel 5 Rata rata nilai skor DIBA sampel benih Cucurbitaceae terhadap antiserum
CMV dan SqMV
Virus

Jenis Benih

CMV

Kaboca

SqMV

Mentimun

Kode Sampel
K 1
K 4
K 14
K 42
K 50
T 2
T 6
T 7
T 12
T 16
T 20
T 21
T 31
T 34
T 41
T 43
T 49

Rata-rata nilai skor DIBA *
4 MST
5 MST
3
1
5
1
2
1
4
0
0
0
1
1
1
3
1
1
1
1
1
1
1
3
1
1
5
1
1
1
1
2
2
3
4
3

* MST, minggu setelah tanam; nilai skor DIBA berkisar 0 sampai 6

13

KESIMPULAN DAN SARAN
Tanaman mentimun di desa Situgede, Kecamatan Dramaga, Kabupaten
Bogor terinfeksi oleh 3 macam virus, yaitu CMV, ZYMV, dan SqMV. Dua virus,
yaitu CMV dan SqMV terbukti dapat ditularkan melalui benih Cucurbitaceae,
yaitu mentimun, oyong, melon varietas Kinanthi, zucchini, dan kaboca yang
beredar di pasaran dengan efisiensi penularan yang berbeda. Efisiensi penularan
CMV melalui benih berkisar 2-12%, sementara SqMV berkisar 6-80%. Virus
terbawa benih masih dapat terdeteksi hingga 5 MST sehingga benih dapat
berperan sebagai sumber inokulum yang potensial di lapangan.
Potensi virus terbawa benih Cucurbitaceae perlu diteliti lebih lanjut dengan
menambah jenis sampel benih yang diuji mengingat keragaman varietas
Cucurbitaceae yang sangat luas di pasaran. Selain itu pengujian kesehatan benih
perlu mencakup jenis virus lainnya yang dilaporkan berpotensi terbawa benih
Cucurbitaceae.

14

DAFTAR PUSTAKA
Abdullahi I, Ikotun T, Winter S, Thottappilly G, Atiri GI. 2001. Investigation on
seed transmission of Cucumber mosaic virus in Cowpea. African Crop Sci
J. 9(4):677-684.
Agarwal VK, Sinclair JB. 1997. Principles of Seed Pathology. Ed ke-2. CRC
Press Inc.
Alvarez M, Campbell RN. 1978. Transmission and distribution of Squash
mosaic virus in seeds of cantaloupe. Phytopathology. 68(3):257-263.
Aulia R. 2004. Inventarisasi dan deteksi virus penyebab mosaik pada family
cucurbitaceae di Kotamadya Bogor, Pasir Muncang dan Cibodas [skripsi].
Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Babadoost M. 1999. Mosaic disease of cucurbits. University of Illionis Urbana
Champaign (USA): Department of Crop Sciences [diunduh pada 28
November
2012].
Tersedia
pada
alamat:
http://web.aces.uiuc.edu/vista/pdf_pubs/926.pdf
Bos L. 1990. Pengantar Virologi Tumbuhan. Triharso, penerjemah. Yogyakarta
(ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari: Introduction to Plant
Virology.
Coutts B. 2006. Virus disease of cucurbit crops. Farmnote 166 Juni 2006.
[Internet]. Perth (AU): Department of Agriculture. [ diunduh pada 13
Januari
2013].
Tersedia
pada
alamat:
http://www.agric.wa.gov.au/objtwr/imported_assets/content/hort/veg/pw/fn
2006_viruscucurbits_bcoutts.pdf
Kucharek T, Purcifull D. 1997. Aphid-transmitted viruses of cucurbits in Florida.
Gainesville (US): University of Florida.
Lestari SM. 2011. Keberadaan beberapa virus dan efisiensi tular benih Squash
mosaic virus pada cucurbitaceae [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor.
Lockhart BEL, Jebbour F, Lennon AM. 1985. Seed transmission of Squash
mosaic virus in Chenopodium spp. Plant Disease 69(11):946-947.
Prabowo DP. 2009. Survei hama dan penyakit pada pertanaman mentimun
(Cucumis sativus Linn.) di desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten
Cianjur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Provvidenti R. 1996. Disease Caused by Viruses. Di dalam: Zitter TA, Hopkins
DL, Thomas CE, editor. Compendium of Cucurbit Disease. US: The
American Phytopathological Society Press.
Purba ERD. 2011. Pengaruh infeksi Squash mosaic comovirus terhadap
perkembangan penyakit mosaik pada lima varietas mentimun (Cucumis
sativus L.) [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Rubatzky VE, Yamaguchi M. 1997. Sayuran Dunia 3. Ed ke-2. Herison C,
penerjemah. Bandung (ID): ITB. Terjemahan dari: World Vegetables:
Principles, production, and nutritive values.

15
Sevik MA, Kose-Tohumcu E. 2011. The ELISA analysis results in tomato
(Lycopersicon esculentum Mill.) seed health testing for Tobacco mosaic
virus. Zemdirbyste=Agriculture. 98(3):301-306.
Simmons HE, Holmes EC, Gildow FE, Bothe-Goralczyk MA, Stephenson AG.
2011. Experimental verification of seed transmission of Zucchini yellow
mosaic virus. Plant Disease. 95(6):751-754. doi: 10.1094/PDIS-11-100843.
Sutopo L. 2004. Teknologi Benih. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.
Susetyo HP. 2012. Pengolahan Benih Melati [internet]. Jakarta (ID): Direktorat
Jenderal Hortikultura; [diunduh pada 17 Januari 2013]. Tersedia pada:
http://ditlin.hortikultura.deptan.go.id/index/php?option=com_content&view
=article&id=499:pengelolaan-benih-melati&catid=42:demo-category.
Tobias I, Sari L, Kuhlmann H. 2003. Transmission of Zucchini Yellow Mosaic
Virus on Cucurbita pepo convar. Citrullinina var. styriaca (Oilseed
pumpkin). Cucurbit Genetics Cooperative Report. 26:42-43.

16

LAMPIRAN

17
Lampiran 1 Nilai absorbansi ELISA sampel dari lapangan
Sampel
Nilai Absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
A
0.3290
0.3645
B
0.3050
0.1660
C
0.3405
0.2690
D
0.3110
0.2045
E
0.3555
0.1130
F
0.3130
0.1230

SqMV
0.2675
0.1570
0.2500
0.2265
0.2350
0.2500

Lampiran 2 Nilai absorbansi ELISA daun mentimun untuk pengujian benih
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
Timun 1
0.1195
0.1370
0.2050
Timun 2
0.1180
0.1300
0.2835
Timun 3
0.1000
0.1325
0.2820
Timun 4
0.1070
0.1320
0.3270
Timun 5
0.1195
0.1300
0.3225
Lampiran 3 Nilai absorbansi ELISA daun oyong untuk pengujian benih
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
Oyong 1
0.1005
0.0730
0.2350
Oyong 2
0.1000
0.0650
0.1400
Oyong 3
0.0845
0.0555
0.2385
Oyong 4
0.0910
0.0680
0.2111
Oyong 5
0.1000
0.0715
0.1355
Lampiran 4 Nilai absorbansi ELISA daun melon untuk pengujian benih
Varietas
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
El-Divo
Tanaman 1
0.1140
0.0635
0.1200
Tanaman 2
0.1300
0.0790
0.1485
Tanaman 3
0.1505
0.1165
0.2015
Tanaman 4
0.1485
0.0945
0.1640
Tanaman 5
0.1295
0.0675
0.1640
Mai 119
Tanaman 1
0.1120
0.0715
0.0805
Tanaman 2
0.1205
0.0805
0.1120
Tanaman 3
0.1345
0.0855
0.1305
Tanaman 4
0.1085
0.0700
0.1040
Tanaman 5
0.1140
0.1195
0.1105
Kinanthi
Tanaman 1
0.1415
0.0705
0.1955
Tanaman 2
0.1430
0.0745
0.2985
Tanaman 3
0.1430
0.0805
0.2175
Tanaman 4
0.1875
0.0765
0.1105
Tanaman 5
0.1555
0.0810
0.1510

18
Lampiran 5 Nilai absorbansi ELISA daun zucchini untuk pengujian benih
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
Zucchini 1
0.1560
0.0690
0.1285
Zucchini 2
0.1420
0.0710
0.1270
Zucchini 3
0.1770
0.0900
0.1920
Zucchini 4
0.1420
0.0685
0.1815
Zucchini 5
0.1570
0.0745
0.1590
Lampiran 6 Nilai absorbansi ELISA daun semangka untuk pengujian benih
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
Semangka 1
0.1165
0.1020
0.2280
Semangka 2
0.1070
0.1050
0.2550
Semangka 3
0.1255
0.1005
0.2020
Semangka 4
0.1200
0.1160
0.2075
Semangka 5
0.1385
0.1405
0.2055
Lampiran 7 Nilai absorbansi ELISA daun kaboca untuk pengujian benih
Sampel
Nilai absorbansi ELISA
CMV
ZYMV
SqMV
Kaboca 1
0.1690
0.1030
0.2200
Kaboca 2
0.2155
0.0940
0.1910
Kaboca 3
0.1870
0.0875
0.2040
Kaboca 4
0.1940
0.0880
0.2510
Kaboca 5
0.2180
0.0895
0.2045

19

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo pada tanggal 29 Juli 1990 dari Bapak
Sutomo dan Ibu Nurdiyani dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara.
Penulis menyelesaikan pendidikan di SMA Negeri 2 Purworejo dan lulus pada
tahun 2008. Penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Proteksi Tanaman di
Institut Pertanian Bogor melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada
tahun 2008.
Selama menjalani pendidikan di Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor
penulis aktif dalam berbagai kegiatan kampus, kepanitiaan dan organisasi
mahasiswa. Penulis aktif mengikuti berbagai kepanitiaan yang dilaksanakan
Departemen Proteksi Tanaman maupun Fakultas Pertanian. Salah satu kegiatan
organisasi yang pernah diikuti adalah Klub Fotografi Departemen Proteksi
Tanaman pada tahun 2010.