Pengembangan Padi Toleran Salinitas Melalui Kultur Antera

PENGEMBANGAN PADI TOLERAN SALINITAS
MELALUI KULTUR ANTERA

HENI SAFITRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Pengembangan Padi
Toleran Salinitas melalui Kultur Antera” adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Agustus 2016
Heni Safitri
NIM A263110051

RINGKASAN
HENI SAFITRI. Pengembangan Padi Toleran Salinitas melalui Kultur Antera.
Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO, SINTHO WAHYUNING
ARDIE dan ISWARI SARASWATI DEWI.
Kebutuhan beras di Indonesia terus meningkat seiring dengan meningkatnya
jumlah penduduk, sehingga peningkatan produksi padi harus terus dilakukan
untuk mendukung ketahanan pangan nasional. Berkurangnya lahan sawah irigasi
yang merupakan pendukung utama produksi beras nasional ditambah dengan
perubahan iklim global merupakan kendala dalam peningkatan produksi padi.
Perubahan iklim dunia yang menyebabkan pemanasan global berakibat pada
intrusi air laut ke daratan yang memicu salinitas di sepanjang lahan di daerah
pantai.
Usaha meningkatkan produksi beras nasional dapat dilakukan melalui
berbagai pendekatan antara lain dengan pemanfaatan lahan marginal, khususnya
lahan salin di sepanjang pantai dan dengan penggunaan varietas unggul yang
berdaya hasil tinggi dan toleran salinitas. Potensi lahan salin di Indonesia yang

cukup luas dapat dimanfaatkan untuk penanaman padi, mengingat tanaman padi
merupakan salah satu tanaman serealia yang potensial dibudidayakan pada lahan
salin karena kemampuannya untuk hidup di lahan tergenang.
Perakitan varietas unggul secara konvensional memerlukan waktu yang
cukup lama, terutama dalam menghasilkan galur-galur murni yang homozigos dan
proses seleksi. Penggunaan kultur antera yang dikombinasikan dengan uji cepat
dalam penapisan genotipe padi terhadap salinitas pada fase bibit diharapkan dapat
mempersingkat siklus pemuliaan dalam menghasilkan varietas unggul baru
toleran salinitas. Tujuan penelitian ini ialah untuk mendapatkan galur-galur padi
dihaploid yang homozigos toleran salinitas melalui kultur antera, penapisan pada
fase bibit dalam media hidroponik, penapisan di tanah salin dan evaluasi galurgalur dihaploid di lapangan.
Studi toleransi beberapa plasma nutfah padi terhadap salinitas pada fase
bibit dengan menggunakan media hidroponik yang mengandung 120 mM NaCl
mengidentifikasi lima genotipe toleran (skor 3) yaitu Dendang, Inpara 5, Inpari
29, IR77674 dan IR81493; lima genotipe moderat toleran (skor 5) yaitu Cilamaya
Muncul, Inpari 30, IR64, IR78788 dan Siak Raya; dua genotipe peka (skor 7)
yaitu Banyuasin dan Mendawak; dan satu genotipe sangat peka (skor 9) yaitu
Inpara 4. Inpara 4 merupakan genotipe sangat peka, sebanding dengan IR29,
sehingga Inpara 4 dapat digunakan sebagai verietas pembanding peka pada
penelitian-penelitian selanjutnya. Penentuan toleransi suatu genotipe terhadap

salinitas dengan menggunakan skoring visual berdasarkan kerusakan daun pada
bibit tanaman lebih dapat membedakan antara genotipe toleran dan peka
dibandingkan dengan apabila penentuan toleransi menggunakan karakter
agronomi bibit lainnya.
Studi morfo-fisiologi beberapa genotipe padi pada beberapa konsentrasi
NaCl menghasilkan metode penapisan genotipe-genotipe padi terhadap salinitas di
tanah salin dengan menggunakan percobaan pot yang berisi tanah dan air
(perbandingan 7:3) yang ditambah 40 mM NaCl (6.2 dS m-1). Berdasarkan
penelitian ini diketahui bahwa genotipe toleran IR77674 dan IR81493 mempunyai

mekanisme toleransi terhadap salinitas yang bersifat eksklusi, sedangkan Dendang
dan Pokkali mempunyai mekanisme inklusi.
Pembentukan populasi F1 dengan melakukan persilangan antara tetua padi
berdaya hasil tinggi dengan tetua toleran salinitas menghasilkan 12 kombinasi
persilangan yang terdiri atas enam persilangan antara tetua toleran/toleran dan
enam persilangan antara tetua moderat/toleran. Tanaman F1 digunakan sebagai
sumber antera dalam pembentukan galur-galur dihaploid padi melalui kultur
antera. Teknik kultur antera telah menghasilkan 125 galur dihaploid, 60 galur
(43%) diantaranya diuji lebih lanjut karakter agronomi dan toleransinya terhadap
salinitas.

Penapisan 60 galur padi dihaploid terhadap salinitas di kultur hara
(hidroponik) yang mengandung 120 mM NaCl pada fase bibit menghasilkan 31
galur toleran (skor 3), 25 galur moderat toleran (skor 5) dan 4 galur peka (skor 7);
sedangkan penapisan 60 galur padi dihaploid di tanah salin (40 mM NaCl) pada
umur tanaman 60 hari menghasilkan 12 galur toleran (skor 3), 6 galur moderat
toleran (skor 5), 14 galur peka (skor 7) dan 28 galur sangat peka (skor 9). Korelasi
antara skor toleransi genotipe-genotipe padi pada media hidroponik dan di tanah
salin adalah sangat signifikan positif. Skor toleransi suatu genotipe di tanah salin
dapat 1-2 level lebih besar dibandingkan dengan skor toleransi suatu genotipe di
media hidroponik. Dengan demikian, penapisan galur-galur padi pada media
hidroponik pada fase bibit dapat digunakan sebagai dasar pemilihan galur, dimana
galur-galur yang tergolong toleran dapat diuji lebih lanjut pada pengujian galurgalur padi di tanah atau lahan salin pada fase reproduktif.
Evaluasi karakter agronomi dan daya hasil galur-galur padi dihaploid di
lahan sawah irigasi non-salin menghasilkan 21 galur padi berpotensi hasil tinggi
(>8 ton ha-1), sebanding dan/atau lebih tinggi dibandingkan dengan Ciherang (8.1
ton ha-1). Berdasarkan percobaan ini terpilih 32 galur yang diteruskan pada uji
daya hasil pendahuluan (UDHP).
Uji daya hasil pendahuluan terhadap 32 galur dihaploid dan 3 varietas
pembanding mengalami kendala kekeringan di lapangan dimulai dari 8 minggu
setelah tanam sehingga mengakibatkan penurunan pada penampilan agronomi dan

hasil gabah. Rata-rata hasil gabah galur-galur dihaploid pada UDHP sebanding
dengan Ciherang (3.4 ton ha-1). Tiga galur yaitu HS14-15-1-2, HS17-3-1-3 dan
HS17-21-1-5 adalah galur toleran salinitas berdasarkan skor kerusakan daun pada
uji pot di tanah salin (EC = 6.2 dS m-1). Galur-galur dihaploid ini perlu diuji
kembali di lahan optimal dan lahan sub-optimal (lahan salin).
Kata kunci: dihaploid, daya hasil, fase bibit, kultur antera, NaCl, Oryza sativa,
penapisan, tanah salin, toleran salinitas

SUMMARY
HENI SAFITRI. Development of Salinity Tolerant Rice through Anther Culture.
Supervised by BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, SINTHO
WAHYUNING ARDIE and ISWARI SARASWATI DEWI as members of the
advisory committee.
Rice demand in Indonesia increased along with population growth. Rice
production should be increased to support national food security. Global climate
change and reduction in irrigated land, which is the main contributor of national
rice production, are the limiting factors in increasing rice production. Global
climate change caused global warming, resulted in sea water intrusion, triggering
salinity along the land in coastal areas.
The effort to increase national rice production can be done through various

approaches among others by cultivation of marginal lands, particularly saline area
along the coast and the utilization of high yielding varieties tolerant to salinity.
Saline land potential in Indonesia is widespread and can be used for rice
production, as rice is a cereal crop that can grow on saline land because of its
ability to grow in waterlogged area.
Conventional rice breeding requires considerable amount of time, especially
in the selection process and in producing homozygous pure lines. The use of
anther culture combined with rapid evaluation in screening rice genotypes to
salinity tolerance at seedling phase is expected to shorten the breeding cycle for
producing new salinity tolerant varieties. The purpose of this study was to obtain
haploid rice lines tolerant to salinity through anther culture, to screen the doubled
haploid lines in hydroponic media and saline soil, and to evaluate the doubled
haploid rice lines in the field.
The study of tolerance to salinity at seedling phase using hydroponic media
containing 120 mM NaCl resulted in five tolerant genotypes (score 3), namely
Dendang, Inpara 5, Inpari 29, IR77674 and IR81493; five moderate tolerant
genotypes (score 5) namely Cilamaya, Inpari 30, IR64, IR78788 and Siak Raya;
two sensitive genotypes (score 7) namely Banyuasin and Mendawak; and a highly
sensitive genotype (score 9) namely Inpara 4. Inpara 4 was highly sensitive
genotype, similar to IR29. Inpara 4 can be used as a sensitive check variety in

future studies. The determination of a genotype tolerant to salinity using visual
score based on leaf damage of the seedling could distinguish between tolerant and
sensitive genotypes compared to the use of other seedling characters.
The morpho-physiological study of some rice genotypes at several NaCl
concentrations provides a screening method for salinity tolerance of rice in saline
soils by using pot experiment containing soil and water (ratio 7: 3) and 40 mM
NaCl (6.2 dS m-1). The result showed that the tolerant genotypes IR77674 and
IR81493 have the exclusion mechanisms of salinity tolerance, while Dendang and
Pokkali have the inclusion mechanisms.
The establishment of F1 population by conducting a cross between high
yielding varieties with the salinity tolerant rice genotypes as parents produced 12
crossing combination of F1s consisting of six cross between tolerant/tolerant
parents and six cross between moderate tolerant/tolerant parents. The F1 plants
were used as sources of anthers in the development of doubled haploid rice lines

through anther culture. From anther culture technique 125 doubled haploid lines
were produced, 60 lines (43%) were further tested for agronomic characters and
salinity tolerance.
The screening of 60 doubled haploid lines to salinity tolerance in nutrient
culture (hydroponics) containing 120 mM NaCl at seedling phase resulted in 31

tolerant lines (score 3), 25 moderate tolerant lines (score 5) and 4 sensitive lines
(score 7); while the screening of 60 doubled haploid lines to salinity tolerance in
saline soils (40 mM NaCl) at the 60 day-old plant resulted in 12 tolerant lines
(score 3), 6 moderate tolerant lines (score 5), 14 sensitive lines (score 7) and 28
highly sensitive lines (score 9 ). The correlation between the tolerance scores of
the genotypes in hydroponic media and in saline soils was very significantly
positive. The tolerance score of the genotype in saline soils could be 1-2 level
higher than the scores of the genotype in hydroponics media. Therefore, the
screening of rice lines in hydroponic media on seedling phase can be used as the
basis for selecting the lines which were classified as tolerant to be further tested in
the salinity tolerance screening of the rice lines in soil or saline land in the
reproductive phase.
Evaluation of agronomic and yield characters of 60 doubled haploid rice
lines in irrigated non-saline land produced 21 high yielding rice lines (> 8 ton ha-1
of yield potential), equal and/or higher than Ciherang (8.1 ton ha-1 of yield
potential). This experiment succesfully selected 32 lines for the preliminary yield
trials (PYT).
Preliminary yield trials of 32 doubled haploid rice lines and 3 check
varieties experienced drought problems in the field starting at 8 weeks after
planting, resulting the reduction in agronomic performance and grain yield. The

average grain yield of all doubled haploid rice lines on PYT was equal to
Ciherang (3.4 ton ha-1). Three lines namely HS14-15-1-2, HS17-3-1-3 and HS1721-1-5 were salinity tolerant lines based on leaf damage score in the saline soil
experiment. The doubled haploid rice lines need to be further tested in the optimal
and sub-optimal land (saline condition).
Keywords: haploid, yield, seedling phase, anther culture, NaCl, Oryza sativa,
screening, saline soil, salt tolerant

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN PADI TOLERAN SALINITAS
MELALUI KULTUR ANTERA


HENI SAFITRI

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: Dr Ir Agus Purwito, MSc Agr
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Buang Abdullah
Dr Ir Trikoesoemaningtyas, MSc

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala nikmat
dan karunia-Nya sehingga disertasi ini berhasil penulis selesaikan. Tujuan
penelitian ini adalah mendapatkan galur-galur padi dihaploid hasil kultur antera
yang toleran terhadap cekaman salinitas.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Bambang Sapta Purwoko,
MSc, Dr Ir Iswari Saraswati Dewi dan Dr Sintho Wahyuning Ardie SP MSi
selaku pembimbing yang banyak memberi arahan, saran dan tambahan wawasan
kepada penulis selama penelitian dan dalam menyelesaikan penulisan disertasi.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
selaku koordinator Mayor Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman, Dr Ir
Trikoesoemaningtyas, MSc selaku penguji pada ujian prakualifikasi lisan, ujian
tertutup dan sidang promosi doktor, Dr Dewi Sukma SP MSi selaku penguji pada
ujian prakualifikasi lisan, Dr Ir Agus Purwito MSc Agr selaku penguji luar komisi
pada ujian tertutup, dan Dr Buang Abdullah selaku penguji luar komisi pada
sidang promosi doktor.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Badan Litbang Pertanian
yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa pendidikan, Program Kerja
sama Kemitraan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Nasional (KKP3N) yang
telah memberikan dana penelitian, staf dan teknisi BB Biogen (Pak Iman, Pak
Inan, Pak Kohar, Yeni, Deny, dan Pak Hery), staf dan teknisi KP Padi Muara
Bogor (Pak Sularjo, Pak Supartopo, Cahyono, Erna Herlina, Yusuf, Oma, Pak
Darno (alm) dan Pak Indarjo), staf dan teknisi BB Padi Sukamandi dan IPB yang
telah membantu pelaksanaan penelitian.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman PBT 2011, Fitri
Rachmawati, Anneke Pesik, Angelita P Lestari, Rini Hermanasari, Marlina M,
dan Agus Zainuddin atas dukungan semangat dan persahabatan selama studi.
Terima kasih kepada Dr Sri Suhesti, Dr Redy dan Dr Ismail Maskromo atas
dukungan, saran dan masukan dalam penyusunan disertasi. Terima kasih kepada
Dr Indrastuti R, Yuni Widyastuti MSi, Cucu Gunarsih MSi, Yullianida MSi dan
semua teman-teman yang telah mendukung saya yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu.
Penulis menyampaikan rasa hormat, terima kasih dan penghargaan kepada
Bapak dan Ibu sebagai orang tua yang telah menanamkan dasar pendidikan yang
baik dan berguna bagi penulis, seluruh keluarga besar atas segala doa dan
dukungannya. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada suami
tercinta Edy Suwarna ST dan kedua anak kami tersayang, Naura Azizah dan
Naufal Fauzi atas segala pengertian, doa, motivasi, bantuan, pengorbanan dan
kesabarannya dalam mendampingi penulis selama ini. Terima kasih juga kepada
bibi yang sudah menjaga dan mengasuh anak-anak sehingga penulis dapat
beraktivitas dengan baik.
Akhirnya kepada semua pihak yang turut membantu selama penelitian
hingga penulisan disertasi ini, penulis ucapkan terima kasih. Semoga disertasi ini
bermanfaat.
Bogor, Agustus 2016
Heni Safitri

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Manfaat Penelitian
Kebaruan Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Tanaman Padi
Cekaman Salinitas pada Tanaman Padi
Kultur Antera dalam Pemuliaan Tanaman Padi
3 PENAPISAN
PLASMA NUTFAH PADI TERHADAP
SALINITAS PADA FASE BIBIT
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
4 RESPON MORFO-FISIOLOGI BEBERAPA GENOTIPE PADI
PADA BEBERAPA KONSENTRASI NaCl
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
5 PEMBENTUKAN POPULASI F1 DAN KULTUR ANTERA
PADI HASIL PERSILANGAN TETUA BERDAYA HASIL
TINGGI DENGAN TETUA TOLERAN SALINITAS
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
6 PENAPISAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID TERHADAP
SALINITAS PADA FASE BIBIT
Abstrak
Abstract

xvii
ixx
xxiii
xxv
1
1
2
3
3
3
5
5
7
7
9
12
15
15
16
17
18
20
30
31
31
32
33
34
35
44

45
45
46
47
47
51
57
59
59
60

Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
7 PENAPISAN GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID TERHADAP
SALINITAS DI TANAH SALIN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
8 EVALUASI KARAKTER AGRONOMI DAN DAYA HASIL
GALUR-GALUR PADI DIHAPLOID DI LAHAN NON-SALIN
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
9 UJI DAYA HASIL PENDAHULUAN GALUR-GALUR PADI
DIHAPLOID
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan
10 PEMBAHASAN UMUM
11 SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

61
62
64
81
83
83
84
85
85
86
93
95
95
96
97
97
98
104
105
105
106
107
107
108
113
115
123
125
133
149

DAFTAR TABEL
3.1
3.2
3.3
3.4
3.5
3.6
3.7
3.8
3.9
3.10
3.11
3.12
3.13
3.14
3.15
4.1
4.2
4.3
5.1
5.2
5.3
5.4
5.5

Materi genetik padi yang digunakan untuk penapisan terhadap
salinitas
Urutan kegiatan penapisan plasma nutfah padi terhadap salinitas
melalui uji deteksi dini pada fase bibit
Kriteria evaluasi terhadap cekaman salinitas pada fase bibit
Skor kerusakan daun padi beberapa plasma nutfah padi terhadap
salinitas pada fase bibit
Tinggi bibit dan penurunan tinggi bibit akibat salinitas pada
beberapa genotipe padi
Panjang akar dan penurunan panjang akar akibat salinitas pada
beberapa genotipe padi
Jumlah anakan dan penurunan jumlah anakan akibat salinitas
pada beberapa genotipe padi
Jumlah daun dan penurunan jumlah daun akibat salinitas pada
beberapa genotipe padi
Bobot basah tajuk dan penurunan bobot basah tajuk akibat
salinitas pada beberapa genotipe padi
Bobot basah akar dan penurunan bobot basah akar akibat salinitas
pada beberapa genotipe padi
Bobot basah biomassa dan penurunan bobot basah biomassa
akibat salinitas pada beberapa genotipe padi
Bobot kering tajuk dan penurunan bobot kering tajuk akibat
salinitas pada beberapa genotipe padi
Bobot kering akar dan penurunan bobot kering akar akibat
salinitas pada beberapa genotipe padi
Bobot kering biomassa dan penurunan bobot kering biomassa
akibat salinitas pada beberapa genotipe padi
Koefisien korelasi Pearson antar karakter pada penapisan
beberapa genotipe padi pada fase bibit
Kuadrat tengah karakter agronomi dan hasil genotipe-genotipe
padi pada beberapa konsentrasi NaCl
Rata-rata hasil gabah per tanaman enam genotipe padi pada
beberapa konsentrasi salinitas
Kuadrat tengah karakter fisiologi enam genotipe padi pada
beberapa konsentrasi salinitas
Materi genetik padi yang digunakan sebagai tetua persilangan
F1 hasil persilangan antara tetua toleran salinitas dan varietas
unggul
Hasil induksi kalus beberapa persilangan padi untuk toleransi
terhadap salinitas
Hasil regenerasi tanaman beberapa persilangan padi untuk
toleransi terhadap salinitas
Efisiensi pembentukan kalus dan tanaman hijau pada kultur antera
padi beberapa persilangan padi untuk toleransi terhadap salinitas

18
19
19
20
22
23
23
24
25
26
26
27
27
28
29
35
39
40
48
51
52
54
55

5.6

6.1
6.2
6.3
6.4
6.5
6.6
6.7
6.8
6.9
6.10
6.11
6.12

6.13

6.14
7.1
7.2

7.3
7.4
8.1
8.2
8.3

Aklimatisasi dan tanaman dihaploid putatif yang dihasilkan dari
kultur antera beberapa persilangan padi untuk pengembangan padi
toleran salinitas
Kriteria evaluasi terhadap cekaman salinitas pada fase bibit
Nilai tengah dan kisaran populasi beberapa karakter agronomi
bibit galur-galur padi dihaploid dan pembandingnya
Skor visual toleransi 60 galur dihaploid padi terhadap salinitas
pada fase bibit
Tinggi bibit dan panjang akar galur-galur dihaploid yang diuji
pada penapisan terhadap salinitas pada fase bibit
Jumlah anakan dan jumlah daun galur-galur dihaploid yang diuji
pada penapisan terhadap salinitas pada fase bibit
Bobot basah tajuk dan bobot basah akar galur-galur dihaploid
yang diuji pada penapisan terhadap salinitas pada fase bibit
Bobot kering tajuk dan bobot kering akar galur-galur dihaploid
yang diuji pada penapisan terhadap salinitas pada fase bibit
Bobot basah dan bobot kering biomassa galur-galur dihaploid
yang diuji pada penapisan terhadap salinitas pada fase bibit
Galur-galur padi dihaploid toleran salinitas pada fase bibit (skor
3)
Nilai komponen ragam karakter agronomi bibit pada kondisi nonsalin dan salin
Nilai duga heritabilitas arti luas karakter agronomi bibit galurgalur padi dihaploid pada kondisi non-salin dan salin
Indeks sensitivitas galur-galur padi dihaploid terhadap cekaman
salinitas untuk karakter tinggi tanaman, panjang akar, jumlah
anakan, jumlah daun, bobot basah tajuk dan bobot kering tajuk
Indeks sensitivitas galur-galur padi dihaploid terhadap cekaman
salinitas untuk karakter bobot basar akar, bobot kering akar, bobot
basah biomassa dan bobot kering biomassa
Koefisien korelasi antara skor visual kerusakan daun dengan
indeks sensitivitas karakter agronomi bibit padi
Skor visual toleransi 60 galur padi dihaploid terhadap salinitas di
tanah salin
Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif galur-galur
dihaploid yang diuji pada penapisan terhadap salinitas di tanah
salin
Jumlah gabah per malai galur-galur padi dihaploid yang diuji
pada penapisan terhadap salinitas di tanah salin
Hasil gabah per tanaman galur-galur padi dihaploid yang diuji
pada penapisan terhadap salinitas di tanah salin
Karakter agronomi galur-galur padi dihaploid pada sawah irigasi
di Cianjur, Jawa Barat, tahun 2015
Karakter hasil dan potensi hasil galur-galur padi dihaploid pada
sawah irigasi di Cianjur, Jawa Barat, tahun 2015
Nilai diferensial seleksi karakter agronomi galur-galur padi
dihaploid yang terpilih untuk uji daya hasil pendahuluan

56
63
64
66
67
68
70
72
73
75
76
77

78

79
81
87

88
90
92
101
102
104

9.1
9.2

10.1

10.2
10.3

Karakter agronomi galur-galur padi dihaploid pada uji daya hasil
pendahuluan di sawah irigasi di Sukabumi, Jawa Barat 2015
Komponen hasil dan hasil galur-galur padi dihaploid pada uji
daya hasil pendahuluan di sawah irigasi di Sukabumi, Jawa Barat
2015
Skor visual toleransi 60 galur padi dihaploid terhadap salinitas
pada media hidroponik (fase bibit) pada 120 mM NaCl dan di
tanah salin (60 HST) pada 40 mM NaCl
Koefisien korelasi Pearson skor toleransi salinitas padi pada
media hidroponik (fase bibit) dan di tanah salin (60 HST)
Galur-galur padi dihaploid yang toleran dan moderat terhadap
salinitas berdasarkan pengujian di tanah salin

111

112

118
118
119

DAFTAR GAMBAR
1.1
3.1
4.1
4.2
4.3
4.4
4.5
4.6
4.7

4.8
4.9
4.10
4.11
4.12
5.1

5.2

5.3
6.1

7.1

Bagan alir penelitian “Pengembangan Padi Toleran Salinitas
melalui Kultur Antera”
Penampilan genotipe toleran (A), moderat toleran (B), peka (C),
dan sangat peka (D) pada fase bibit
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap umur berbunga enam
genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap tinggi tanaman enam
genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap jumlah malai per tanaman
enam genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap panjang daun bendera enam
genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap panjang malai enam
genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap bobot 1000 butir gabah isi
enam genotipe padi
Penurunan hasil relatif gabah per tanaman (%) dibandingkan
dengan kontrol (0 mM NaCl) enam genotipe padi pada beberapa
konsentrasi salinitas
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap konsentrasi K+ dalam daun
enam genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap konsentrasi Na+ dalam daun
enam genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap konsentrasi Ca2+ dalam daun
enam genotipe padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap rasio K+/Na+ enam genotipe
padi
Pengaruh konsentrasi NaCl terhadap rasio Ca2+/Na+ enam
genotipe padi
Urutan kegiatan kultur antera padi mulai dari penanaman eksplan
(a), seleksi spikelet (b), sterilisasi (c), pemotongan spikelet dan
penanaman antera (d), inkubasi antera (e), regenerasi kalus (f) dan
perakaran (g)
Pembentukan kalus, regenerasi tanaman dan perakaran pada
kultur antera padi: (A) kalus yang terbentuk dari antera yang
dikulturkan, (B) hasil regenerasi kalus: 1. tanaman albino, 2. kalus
yang tidak beregenerasi, dan 3. tanaman hijau, (C) tanaman hijau
pada media perakaran
Tanaman yang dihasilkan dari kultur antera padi: (A) tanaman
dihaploid dan (B) tanaman haploid
Penampilan galur padi dihaploid pada uji toleransi terhadap
salinitas fase bibit: toleran (A), moderat toleran (B), peka (C),
Pokkali (D), IR29 (E)
Penampilan galur padi dihaploid toleran salinitas dan varietas
pembanding: (A) galur HS1-35-1-5, (B) Pokkali, (C) IR29.
Tanaman pada saat 40 HST (kiri) dan 100 HST (kanan)

4
21
37
37
37
38
38
38

39
40
41
43
43
44

50

53
56

65

88

8.1

9.1

9.2
9.3
10.1

10.2

Penampilan galur-galur padi dihaploid di lahan sawah non-salin
di Cianjur: (A) pelaksanaan percobaan di lapangan, dan (B)
penampilan galur-galur dihaploid yang berasal dari satu
persilangan, tampak seragam dalam galur dan berbeda antar galur
Kondisi pertanaman padi pada 12 minggu setelah tanam: (A)
tanah kelihatan retak-retak karena kekeringan yang cukup lama,
(B) usaha pengairan yang dilakukan dengan memompa air
Pertanaman UHDP padi yang mendapat pengairan dengan
pompanisasi dan lahan petani yang dibiarkan puso
Penampilan galur-galur padi dihaploid dan varietas Ciherang pada
uji daya hasil pendahuluan di Sukabumi pada 105 HSS
Kondisi percobaan penapisan plasma nurfah padi terhadap
salinitas di lapangan: (A) lokasi Madura pada 65 HST, dan (B)
lokasi Serang, Banten pada 30 HST
Kondisi percobaan uji daya hasil pendahuluan (UDHP) padi di
Indramayu, Jawa Barat: (A) saat tanam dan (B) pada saat 4
minggu setelah tanam

100

108
109
113

116

121

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

4

Komposisi kimia larutan Yoshida
Komposisi kimia media dasar induksi kalus (N6) dan media dasar
regenerasi (MS) pada kultur antera padi
Deskripsi varietas dan galur padi yang digunakan sebagai tetua
dan/atau varietas pembanding pada penelitian “Pengembangan
Padi Toleran Salinitas melalui Kultur Antera”
Hasil analisis tanah percobaan penapisan genotipe padi di tanah
salin pada perlakuan 0 mM NaCl dan 40 mM NaCl di
Laboratorium Balai Penelitian Tanah, Bogor

135
136

137

147

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan sumber bahan makanan pokok di
Indonesia. Kebutuhan beras dalam negeri terus meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah penduduk. Rata-rata konsumsi beras per kapita masyarakat
Indonesia adalah 87 kg per tahun (Kementan 2016). Dengan pertambahan jumlah
penduduk 1.49% per tahun, maka pada tahun 2020 penduduk Indonesia akan
mencapai 275 juta jiwa (BPS 2015), sehingga meningkatkan kebutuhan beras
secara signifikan. Luas pertanaman padi di Indonesia pada tahun 2013 yaitu 13.8
juta ha, dengan produksi padi nasional mencapai 71.3 juta ton dan produktivitas
5.3 ton ha-1 (Kementan 2016). Hal ini berarti peningkatan produksi padi harus
terus dilakukan untuk mendukung ketahanan pangan nasional.
Perubahan iklim dunia yang menyebabkan pemanasan global (global
warming) dalam beberapa dekade ini juga semakin menambah tantangan dalam
produksi padi. Berbagai penelitian membuktikan hubungan pemanasan global
dengan peningkatan kegaraman (salinitas) lahan (Dailidienė dan Davulien 2008;
Sposito 2008). Perubahan iklim dan pengaruh salinitas berpengaruh pada
pertumbuhan dan perkembangan produktivitas tanaman pangan di dunia termasuk
Indonesia. Pengaruh salinitas pada produksi padi di Indonesia dapat mencapai
50% dari luas lahan sawah yang berada di sepanjang Pantai Utara Jawa (Hariadi et
al. 2015). Selama ini sawah irigasi merupakan pendukung produksi beras yang
utama. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak terjadi konversi lahan sawah
irigasi ke tujuan non-pertanian sehingga luas lahan pertanian subur berkurang.
Usaha untuk meningkatkan produksi padi di Indonesia dapat dilakukan
dengan memanfaatkan lahan marginal, salah satunya adalah lahan salin. Potensi
lahan salin di Indonesia mencapai 440 ribu ha, sebagian besar merupakan lahan
pasang surut yang terletak di Sumatera, Jawa, Madura, Sulawesi, Maluku dan
Papua (Alihamsyah 2004). Luas lahan salin di Indonesia terus bertambah terutama
di daerah pesisir pantai. Selain intrusi air laut yang kejadiannya perlahan-lahan
dalam waktu yang lama, salinitas dapat disebabkan secara tidak terduga akibat
kejadian alam seperti tsunami yang melanda Aceh tahun 2004 (Subagyono et al.
2005).
Tanaman padi tergolong peka terhadap salinitas, namun padi merupakan
salah satu tanaman serealia yang direkomendasikan ditanam di lahan salin
(Quijano-Guerta dan Kirk 2002). Hal ini disebabkan padi sawah mempunyai
kemampuan untuk tumbuh di lahan tergenang (ponded water layer). Air yang
banyak pada sistem sawah mampu melarutkan molekul garam dan
mengangkutnya sebagai aliran permukaan (run off) maupun pencucian (leaching)
sehingga kadar garam, yang menyebabkan tanah menjadi salin, dapat berkurang
(Bhumbla dan Abrol 1978; Asch dan Wopereis 2001; Nafisah dan Daradjat 2008).
Meskipun demikian, kehilangan hasil dapat terjadi pada padi yang ditanam pada
kondisi lahan salin. Kehilangan hasil padi pada kondisi lahan dengan salinitas
rendah (2–6 dS m-1) mencapai 40%, salinitas sedang (6–10 dS m-1) mencapai
75%, dan pada tingkat salinitas tinggi (>10 dS m-1) dapat mencapai 100% (Zeng
dan Shannon 2000).

2

Penggunaan varietas unggul toleran salinitas merupakan cara yang paling
efisien dalam mengatasi masalah salinitas (Shrivastava dan Kumar 2015).
Pengembangan padi di lahan salin terkendala oleh kurangnya ketersediaan
varietas unggul toleran salinitas. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk
menghasilkan varietas baru yang toleran salinitas. Perakitan padi dengan
pemuliaan konvensional melalui persilangan, proses seleksi dan penggaluran
materi genetik memerlukan waktu yang cukup lama (>5 tahun). Teknik kultur
antera dibantu uji cepat atau deteksi dini dapat mengurangi lamanya waktu seleksi
dan penggaluran karena galur-galur yang akan diseleksi sudah merupakan galur
murni homozigos yang langsung dihasilkan pada generasi pertama hasil kultur.
Teknik kultur antera F1 merupakan salah satu strategi untuk mengurangi
lamanya waktu seleksi sehingga mempersingkat siklus pemuliaan dalam
menghasilkan galur-galur murni homozigos. Pemuliaan konvensional
membutuhkan 3 000–5 000 tanaman dalam generasi F2, sedangkan dengan kultur
antera hanya dibutuhkan 60–70 tanaman (Senadhira et al. 2002). Beberapa galur
hasil kultur antera sudah dihasilkan di Indonesia (Dewi dan Purwoko 2001;
Sasmita et al. 2002; Safitri et al. 2010). Galur-galur tersebut merupakan galur padi
sawah dan padi gogo, sehingga penelitian diarahkan untuk memperoleh varietas
berdaya hasil tinggi, toleran terhadap cekaman kekeringan, naungan, toksisitas
Aluminium dan blas. Penelitian perakitan padi toleran salinitas di Indonesia masih
menggunakan sistem pemuliaan konvensional, sehingga penggunaan teknik kultur
antera dalam pengembangan padi toleran salinitas diharapkan mampu
menghasilkan galur-galur murni dihaploid (DH) yang toleran salinitas dalam
waktu yang relatif cepat.
Perumusan Masalah
Lahan sawah irigasi yang semakin berkurang merupakan salah satu
penyebab berkurangnya produksi beras nasional. Selain itu, perubahan iklim dan
pemanasan global juga berpengaruh pada produktivitas padi di Indonesia, antara
lain mempengaruhi salinitas lahan di sepanjang pantai. Penggunaan lahan salin
merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan dalam peningkatan produksi
padi. Saat ini varietas padi yang toleran salinitas masih sangat terbatas. Oleh
karena itu, perlu dilakukan usaha perakitan varietas yang berdaya hasil tinggi
toleran salinitas.
Perakitan varietas padi toleran salinitas dapat dilakukan melalui pemuliaan
konvensional, penggunaan bioteknologi dan kombinasi keduanya. Pemuliaan
konvensional membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan galur murni
yang homosigous. Penggunaan bioteknologi yang digabungkan dengan pemuliaan
konvensional dapat mempersingkat proses pemuliaan dalam menghasilkan
varietas padi.
Kultur antera merupakan salah satu metode yang mudah diterapkan pada
tanaman padi. Penggunaan kultur antera yang dimodifikasi dengan pemuliaan
konvensional, antara lain dalam pembentukan populasi melalui persilangan dan
proses seleksi dapat menghasilkan galur murni padi yang homozigos dalam waktu
yang relatif singkat.
Uji cepat melalui penapisan salinitas pada fase bibit yang dilakukan
terhadap galur-galur dihaploid yang dihasilkan diharapkan mampu membantu

3

dalam proses pemilihan galur-galur dihaploid toleran salinitas pada tahap awal,
sehingga dapat mempercepat proses seleksi galur-galur dihaploid yang dihasilkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan galur-galur dihaploid yang
mempunyai karakter agronomi baik, berdaya hasil tinggi dan toleran salinitas.
Tujuan Khusus
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mendapatkan plasma nutfah padi dengan berbagai tingkat toleransi terhadap
salinitas melalui uji deteksi dini untuk digunakan sebagai tetua persilangan.
2. Mendapatkan konsentrasi NaCl kritis yang dapat digunakan untuk melakukan
penapisan genotipe padi di tanah salin di rumah kaca.
3. Mendapatkan F1 dari persilangan antara tetua berdaya hasil tinggi dengan
tetua toleran salinitas.
4. Mendapatkan galur padi dihaploid melalui kultur antera.
5. Mendapatkan galur-galur dihaploid dengan berbagai tingkat toleransi terhadap
salinitas pada fase bibit melalui pengujian pada media hidroponik.
6. Mendapatkan galur-galur dihaploid dengan berbagai tingkat toleransi terhadap
salinitas di tanah salin melalui pengujian dengan menggunakan NaCl dan
media tanah di rumah kaca.
7. Mendapatkan galur-galur padi dihaploid berpotensi hasil tinggi, mempunyai
karakter agronomi baik dan toleran terhadap salinitas.

Hipotesis Penelitian
1. Terdapat plasma nutfah padi yang toleran salinitas berdasar pengujian pada
fase bibit.
2. Terdapat konsentrasi NaCl yang dapat digunakan untuk melakukan uji
penapisan genotipe padi di tanah salin di rumah kaca.
3. Terdapat F1 hasil persilangan antar tetua untuk perakitan padi toleran salinitas
dengan daya kultur antera yang baik.
4. Terdapat galur-galur dihaploid yang bersifat homozigos melalui kultur antera.
5. Terdapat galur-galur dihaploid yang toleran salinitas berdasar pengujian pada
fase bibit pada media hidroponik.
6. Terdapat galur-galur dihaploid yang toleran salinitas berdasar pengujian pada
di tanah salin.
7. Terdapat galur-galur dihaploid dengan karakter agronomi baik, berdaya hasil
tinggi dan toleran terhadap salinitas.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian “Pengembangan Padi Toleran Salinitas melalui Kultur Antera”
merupakan suatu rangkaian penelitian yang terdiri atas beberapa percobaan yang
dilakukan secara seri di rumah kaca, laboratorium dan lapangan sehingga

4

percobaan-percobaan dalam penelitian ini saling terkait. Penelitian ini terdiri atas
tujuh percobaan, bagan alir penelitian disajikan pada Gambar 1.1.

Gambar 1.1

Bagan alir penelitian “Pengembangan Padi Toleran Salinitas
melalui Kultur Antera”

5

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini akan bermanfaat dalam menambah keragaman genetik
padi toleran salinitas dengan galur/varietas yang dihasilkan. Penelitian ini juga
bermanfaat dalam kegiatan penapisan terhadap genotipe padi di tanah salin
melalui percobaan pot yang dilakukan dengan penambahan NaCl.

Kebaruan Penelitian
Kebaruan penelitian ini yaitu diperolehnya galur-galur padi dihaploid
homozigos yang berdaya hasil tinggi dan/atau toleran salinitas. Selain itu
diperoleh metode yang dapat digunakan untuk melakukan penapisan genotipegenotipe padi terhadap salinitas di tanah salin di rumah kaca dengan
menggunakan pot yang berisi media tanah yang ditambahkan 40 mM NaCl.
Berdasarkan penapisan plasma nutfah padi diketahui bahwa Inpara 4, varietas asal
Indonesia, peka terhadap salinitas sehingga varietas ini dapat digunakan sebagai
varietas pembanding peka pada penelitian-penelitian yang akan datang.

6

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Tanaman Padi
Padi (Oryza sativa L.) dalam taksonomi tumbuhan diklasifikasikan ke
dalam
divisio
Spermatophyta,
sub
divisio
Angiospermae,
kelas
Monocotyledoneae, ordo Poales, dan famili Gramineae (Grist 1959). Tanaman
padi termasuk terna semusim yang mempunyai akar serabut, batang pendek serta
daun berbentuk lanset dengan warna hijau muda hingga hijau tua dan berurat daun
sejajar yang pada umumnya tertutupi oleh rambut-rambut yang pendek. Bunga
padi tersusun majemuk dengan tipe malai bercabang. Satuan bunga disebut floret
yang terletak pada satu spikelet yang duduk pada panikula. Tipe buah padi adalah
kariopsis sehingga tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya. Bentuk biji padi
bulat hingga lonjong dengan ukuran panjang 3 mm hingga 15 mm yang tertutup
oleh palea dan lemma (sekam). Setiap bunga padi (floret) memiliki enam kepala
sari (antera) dan kepala putik (stigma) bercabang dua. Kedua organ seksual ini
umumnya siap bereproduksi dalam waktu yang bersamaan. Antera kadang-kadang
keluar dari palea dan lemma jika telah masak. Dari segi reproduksi, padi
merupakan tanaman menyerbuk sendiri, karena 95% atau lebih polen membuahi
sel telur pada bunga di tanaman yang sama. Pada akhir perkembangan, sebagian
besar bulir padi mengandung pati di bagian endosperm (IRRI 2004).
Genus Oryza memiliki lebih dari 20 spesies, tetapi yang banyak
dibudidayakan di lima benua adalah Oryza sativa L., sedangkan Oryza glaberrima
Steund. hanya dibudidayakan terbatas di daerah Afrika Barat. Kedua spesies ini
termasuk diploid (Gould 1968). Berdasar gambaran umum morfologi dan
fisiologinya, Oryza sativa dibedakan menjadi tiga subspecies, yaitu indica,
japonica dan javanica (Chang dan Bardenas 1965). Subspesies indica mempunyai
karakteristik: daun berukuran sempit berwarna hijau tua, gabah pendek dan agak
bulat panjang, pada umumnya gabah tidak mempunyai ekor (awn), bulu sekam
lebat dan panjang, gabah agak mudah rontok, jumlah anakan sedang, batang
sedang-pendek, jaringan keras, tidak peka terhadap panjang hari atau agak peka,
dan kandungan amilosa pada biji 10–24%. Subspesies japonica mempunyai
karakteristik: daun berukuran sempit-lebar dan berwarna hijau muda, gabah
panjang-pendek, umumnya gabah tidak mempunyai ekor (awn), bulu sekam
jarang dan pendek, gabah mudah rontok, jumlah anakan banyak, batang sedangtinggi, jaringan lunak, kepekaan terhadap panjang hari bervariasi, dan kandungan
amilosa pada biji 23–31%. Subspesies javanica mempunyai karakteristik: daun
berukuran lebar, kaku dan berwarna hijau muda, gabah panjang lebar dan tebal,
gabah mempunyai ekor (awn) panjang atau tidak ada, bulu sekam panjang, gabah
sulit rontok, jumlah anakan sedikit, batang tinggi, jaringan keras, agak peka
terhadap panjang hari, dan kandungan amilosa pada biji 20–25% (Gupta dan
O‟toole 1986).
Di Indonesia, padi budidaya digolongkan menjadi dua, yaitu golongan bulu
dan cere. Penggolongan ini didasarkan pada karakter morfologi dan fisiologinya.
Padi bulu pada umumnya mempunyai karakteristik: mempunyai ekor pada ujung
gabah (awn), malai panjang, bentuk biji tipis dan besar, daun lebar dan keras,
jumlah anakan sedikit, batang tebal, kuat dan panjang, respon fotoperiode lemah,

8

periode minimum untuk berbunga umumnya panjang, biji sulit rontok, kurang
toleran terhadap lingkungan yang tidak menguntungkan, dan hasil gabah relatif
rendah. Padi cere mempunyai karakteristik: pada umumnya tidak mempunyai ekor
pada ujung gabah, panjang malai sangat bervariasi, bentuk biji kecil dan panjang,
daun kecil dan lembut, jumlah anakan banyak, batang pada umumnya kecil
dengan panjang bervariasi, respon terhadap fotoperiode bervariasi, umumnya
lebih responsif dibandingkan dengan padi bulu, periode minimum untuk berbunga
bervariasi, umumnya lebih cepat dibandingkan dengan bulu, biji mudah rontok,
mempunyai toleransi yang sedang-tinggi terhadap kondisi lingkungan yang tidak
menguntungkan, dan hasil gabah relatif tinggi (Takahashi 1997).
Pertumbuhan tanaman padi dibedakan dalam tiga fase, yaitu fase vegetatif,
generatif dan pematangan. Fase vegetatif dimulai dari awal pertumbuhan sampai
pembentukan malai, fase reproduktif dari pembentukan malai sampai pembungaan
dan fase pematangan dari pembungaan sampai gabah matang. Di daerah tropis,
fase generatif berlangsung 35 hari dan fase pematangan 30 hari. Perbedaan masa
pertumbuhan dibedakan berdasar lamanya fase vegetatif (Taslim dan Fagi 1989).
IRRI (2004) mengelompokkan pertumbuhan tanaman padi dalam sembilan fase,
yaitu: (0) perkecambahan (germination), (1) fase bibit (seedling), (2) fase
pembentukan anakan (tillering), (3) fase pemanjangan batang (stem elongation),
(4) fase inisiasi bunga sampai bunting (panicle initiation to booting), (5) fase
heading, (6) fase berbunga (flowering), (7) fase masak susu (milk grain), (8) fase
masak tepung (dough grain), (9) fase biji masak (mature grain). Fase 0–3
merupakan fase vegetatif, fase 4–6 merupakan fase reproduktif, dan fase 7–9
merupakan fase pematangan (ripening).
Padi tergolong tanaman yang toleran terhadap kondisi pengairan. Harahap
(1982) mengelompokkan padi menjadi tiga berdasar habitatnya yaitu padi gogo,
padi sawah dan padi rawa. Menurut Taslim dan Fagi (1989), berdasarkan atas
dalamnya air genangan, maka padi dapat digolongkan menjadi lima, yaitu:
1. Padi gogo, yaitu padi yang dalam budidayanya tidak pernah digenangi.
2. Padi sawah, yaitu padi yang seluruh waktu pertumbuhannya digenangi 5–25
cm.
3. Padi gogo rancah, yaitu padi yang tidak digenangi di awal pertumbuhan dan
kemudian digenangi 5–25 cm pada periode pertengahan sampai akhir
pertumbuhan.
4. Padi pasang surut, yaitu padi dengan genangan di atas 50 cm, dengan variasi
tinggi genangan air tergantung pada pasang surutnya air di pantai atau muara
sungai.
5. Padi rawa (padi lebak), yaitu padi sawah dengan genangan lebih dari 50 cm
sampai 200 cm.
Soepraptohardjo dan Suwardjo (1988) menyatakan bahwa dalam budidaya
padi sawah dibutuhkan pengairan yang baik untuk mengatasi kendala
pertumbuhan tanaman padi, sedangkan pada padi rawa atau padi rawa pasang
surut diperlukan penguasaan teknologi budidaya yang tepat untuk mengatasi
kondisi pertumbuhan tanaman agar tetap optimal. Sementara itu, untuk budidaya
padi gogo masih sepenuhnya tergantung pada air hujan.

9

Cekaman Salinitas pada Tanaman Padi
Tanah Salin
Salinitas adalah kondisi tanah yang ditandai dengan konsentrasi garam
terlarut tinggi. Tanah yang diklasifikasikan sebagai tanah salin adalah tanah
dengan daya hantar listrik (Electrical Conductivity, EC) sebesar lebih dari 4 dS
m-1, setara dengan 40 mM NaCl dan menghasilkan tekanan osmotik sekitar 0.2
MPa (Munns dan Tester 2008). Garam-garam yang menyebabkan salinitas adalah
NaCl, Na2CO3, NaHCO3, Na2SO4, CaCl2, MgSO4 dan MgCl2. Di Indonesia,
salinitas umumnya terjadi karena pengaruh air laut. Oleh sebab itu, NaCl
merupakan penyebab utama terjadinya tanah salin (Suwarno 1985).
Lahan salin dibedakan menjadi dua, yaitu salinitas pada lahan pantai dan
salinitas pada lahan di daerah arid (Ikehashi 1997). Sebagian besar dari lahan salin
ini terjadi secara alamiah, dari akumulasi garam selama jangka waktu yang lama
di zona arid dan semi arid. Pelapukan batuan tua melepaskan berbagai jenis garam
terlarut, terutama klorida dari natrium, kalsium, dan magnesium, dan dalam
jumlah yang lebih sedikit yaitu sulfat dan karbonat. NaCl adalah garam yang
mudah larut dan paling banyak. Penyebab lain dari akumulasi garam adalah
pengendapan garam laut yang dibawa oleh angin dan hujan. Dalam 1 kg air hujan
dapat mengandung NaCl 6–50 mg; konsentrasinya menurun dengan jarak
terjadinya hujan dari pantai (Munns dan Tester 2008).
Selain salinitas alami, salinitas sekunder juga menyumbang perubahan dari
lahan pertanian menjadi salin secara signifikan melalui pembukaan lahan atau
irigasi. Hal ini menyebabkan air tanah mengandung garam di zona perakaran. Dari
1 500 juta ha lahan pertanian di dunia berupa lahan kering, 32 juta ha (2%)
dipengaruhi oleh salinitas sekunder dalam berbagai derajat. Dari 230 juta hektar
lahan irigasi, sebanyak 45 juta ha (20%) dipengaruhi garam. Lahan irigasi hanya
15% dari total lahan untuk pertanian, tetapi produktivitas lahan irigasi dua kali
produktivitas lahan tadah hujan sehingga mampu menyumbang produksi,
sepertiga produksi bahan pangan dunia (Munns dan Tester 2008). Hal ini berarti
produktivitas di lahan salin masih sangat rendah, sehingga perlu digunakan
genotipe-genotipe yang toleran salinitas untuk meningkatkan produksi.
Pada budidaya tanaman padi, tanah salin dibedakan menjadi empat macam
(Suwarno 1985): (1) tanah salin di daerah lebak yang dipengaruhi oleh musim,
pada musim hujan tanah ini ditanami oleh padi toleran genangan dan pada musim
kemarau tidak ditanami karena salinitas; (2) tanah salin yang disebabkan oleh
pengaruh air laut di daerah pantai atau delta, dimana varietas padi toleran salinitas
dapat ditanam pada musim hujan; (3) tanah salin yang terjangkau air laut pasang
sehingga padi hanya dapat ditanam pada bagian yang tinggi dengan menggunakan
air tawar untuk irigasi; (4) tanah salin di daerah beriklim kering yang terjadi
akibat kurangnya drainase sehingga terjadi penumpukan garam.
Pengaruh Salinitas terhadap Tanaman
Menurut Suwarno (1985) pengaruh salinitas (NaCl) terhadap tanaman
mencakup tiga aspek yaitu: (1) pengaruh tekanan osmosis, dimana konsentrasi
garam yang tinggi pada larutan tanah menyebabkan tanaman sulit menyerap air

10

sehingga terjadi kekeringan fisiologis; (2) keseimbangan hara, karena salinitas
menghambat penyerapan K, Ca dan Mg pada tanaman; dan (3) pengaruh racun,
disebabkan oleh konsentrasi Na+ atau Cl- dalam jaringan yang tinggi.
NaCl mempengaruhi sifat kimia tanah dan selanjutnya berpengaruh terhadap
pertumbuhan tanaman (Bhumbla dan Abrol 1978; Soepardi 1983). Persentase Na+
pada koloid tanah salin kurang dari 15% dan pada umumnya mempunyai pH
kurang dari 8.5. Hal ini disebabkan garam yang terdapat dalam tanah adalah
netral. Pada tanaman, salinitas berpengaruh pada proses-proses penting yang
berhubungan dengan air dan ion (Sultana et al. 1999). Tingginya konsentrasi Na+
di dalam tanah menyebabkan hambatan penyerapan Ca2+, Mg2+, dan K+ bagi
tanaman. Salinitas juga dapat menurunkan serapan P meskipun tidak sampai
terjadi defisiensi. Meningkatnya kandungan Cl- diikuti pula oleh berkurangnya
kandungan NO3- dalam tajuk (Quijano-Guerta dan Kirk 2002). Marschner (2012)
menyatakan bahwa ion-ion Na+ dan Cl- yang terdapat pada tanah bergaram akan
menghancurkan struktur enzim dan makromolekuler lain yang merusak organel
sel, mengganggu fotosintesis dan respirasi, serta menghambat sintesis protein.
Salinitas pada padi berpengaruh pada terhambatnya perkecambahan,
menurunnya pertumbuhan, luas daun, bobot kering, pembentukan biji (Khatun
dan Flowers 1995) dan meningkatnya kehampaan (Asch et al. 1999). Gejala
tanaman yang terpapar cekaman salinitas sangat sulit dibedakan dengan gejala
kekeringan. Keracunan Na ditandai dengan mengeringnya daun (nekrosis) pada
daun-daun tua, dimulai dari tepi dan ujung daun hingga akhirnya keseluruhan
bagian daun mengering (Suwarno 1985; Tester dan Davenport 2003).
Menurut Suwarno (1985), pada fase perkecambahan tanaman padi toleran
terhadap salinitas dan menjadi sangat peka pada saat fase awal bibit, kemudian
toleransinya meningkat selama fase pertumbuhan vegetatif. Meskipun demikian,
tidak terdapat korelasi antara toleransi pada fase berkecambah dengan toleransi
pada fase bibit. Menurut Zeng et al. (2001), cekaman salinitas selama fase bibit
dapat menurunkan bobot kering tanaman sebesar dua kali lipat dibandingkan
dengan apabila cekaman tersebut terjadi pada fase pemasakan. Fase awal bibit dan
fase reproduktif merupakan fase yang lebih peka terhadap salinitas dibandingkan
dengan fase pembentukan anakan.
Pada kegiatan pertanian yang dilakukan di lahan pantai dimana aliran air
laut selalu terjadi, kerusakan tanaman akibat NaCl merupakan masalah umum.
Pada tanaman padi, NaCl berpengaruh pada penyerapan air dan nutrisi tanaman,
dan juga pengambilan oksigen (respirasi) di akar. Pengaruh penghambatan oleh
NaCl berturut-turut terjadi pada penyerapan H2O > K2O > P2O5 > O2 (respirasi) >
NH4-. Urutan tersebut menunjukkan bahwa NaCl tidak secara langsung
menghambat respirasi pada akar tanaman padi, tetapi menghambat penyerapan air
dan transpirasi. Antagonisme antara ion-ion Na+ dan K+ juga mungkin terlibat
dalam penurunan absorpsi K (Takenaga 1995).
Beberapa tanaman dapat beradaptasi baik di lingkungan dengan konsentrasi
garam tinggi (halofit), tetapi sebagian besar tanaman termasuk tanaman pangan
terhambat pertumbuhannya pada lingkungan tersebut (glikofit). NaCl adalah
garam yang paling mudah larut dan tersebar luas di semua lingkungan, tidak
mengherankan bahwa semua tanaman telah mempunyai mekanisme evolusi untuk
mengatur akumulasi NaCl dan memilih melawan untuk mendukung nutrisi lain
yang biasa hadir dalam konsentrasi rendah, seperti K+ dan NO3-. Pada umumnya,

11

Na+ dan Cl- secara efektif diekskl