Kajian pembangunan industri pulp berbasis hutan tanaman industri di Kabupaten Pelawan: kasus PT Riau Andalan Pulp and Paper

KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRL PULP
BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI KABUPATEN PELALAWAN
(KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER)

FADRIZAL LABAY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2006

PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir berjudul : "Kajian
Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di
Kabupaten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" adalah

karya saya sendiri dan beluln diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
ditzrbitkan maupun tidzk diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalarn teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas akhir ini.

Bogor,

Januari 2006

Fadrizal Labay
NIM A.015010335

FADRIZAL LABAY, Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan
Tanaman Industri Di Kabupsten Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and
Paper)". Dibimbing oleh RINA OKTAVIANI sebagai Ketua, dan DEDI
BUDIMAN HAKIM sebagai Anggota Komisi Pembimbing.
Industri pulp merupakan salah satu industri hasil hutan yang sangat
penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional. Upaya
peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri sebagai reinvestasi surplus
dapat menimbulkan penambahan tenaga kerja yang berasal dari sektor pertanian.
Kapasitas terpasang industri piilp di 111donesiapada tahun 2003 mencapai 6,s juta
ton per tahun. Apabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka
dibutuhkan bahar. baku serpih sekitar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan

daya dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
tersebut baru mencapai 30 persen, sehingga terdapat kesenjangan sebesar 70
persen yang masih bergantung kepada hutan alam yang akan merangsang
terjadinya illegal logging. Pembangunan hutan tanaman industri yang terintegrasi
dengan industri merupakan konsep pembangunan hutan dimasa depac, karena
akan terjadi subsidi silang dan mampu mempertinggi keuntungan dan
meningkatkan IRR. Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan
kertas yang terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan
Pulp and Paper dengan kapasitas terpasang industri 2 juta ton per tahun.
Kajian ini bertujuan untuk menganalisis kelayakan finansial
pembangunan industri pulp dan hutan tanaman industri, mengidentifikasi strategi
pengembangan hutan tanaman industri untuk mendukung industri pulp secara
lestari, dan menganalisis peran sektor kehutanan dan industri pulp terhadap
pembangunan daerah. Kajian pembangunan daerah ini memilih lokasi Kabu1;aten
Pelalawan. Metoda yang digunakan adalah metode deskriftif dan kuantitatif. Data
yang diperlukan dalam kajian ini adalah data sekunder dari badanldinasljawatan
terkait baik tingkat nasional, propinsi maupun kabupaten serta perusahaan PT.
Riau Andalan Pulp and Paper. Alat analisis dalam kajian ini menggunakan
analisis kelayakan proyek dan analisis deskriftif untuk lainnya.
Hasil kajian ini menunjukkan bahwa pembangunan hutan tanaman

industri skala besar secara finansial layak untuk dilaksanakan yang ditunjukkan
dengan NPV sebesar Rp 128.684.000.000,- IRR sebesar 17,06 persen, dan Net
B/C sebesar 1,29. Selanjutnya pembangunan industri pulp dengan kapasitas 2
juta ton secara finansial juga layak untuk dilaksanakan yang ditunjukkan dengan
NPV sebesar Rp 6.768.597.000.000,- IRR sebesar 31,73 persen, dan Net B/C
1,59. Analisis sensitivitas terhadap peningkatan biaya produksi atau penurunan
harga jual masing-masing sebesar 10 persen menunjukkan bahwa pembangunan
hutan tanaman industri dan pembangunan industri pulp kurang sensitif terhadap
perubahan tersebut karena masih memberikan nilai NPV positif, IRR lebih besar
dari suku bunga berlaku dan Net B/C lebih besar dari I. Selain itu kegiatan ini
juga mampu menyerap tenaga kerja sebanyak 22.929 orang per tahun. Peran
sektor kehutanan dan industri hasil hutan telah menyumbangkan sekitar 40,78
persen dari PDRB Kabupaten Pelalawan.

Dengan kapasitas terpasang industri pulp sebesar 2.juta ton per tahun,
potensi tegakan hutan tanaman industri rata-rata 189 meter kubik per hektar;
maka dibutuhkan hutan tanaman siap panen seluas 47.620 hektar per tahun.
Saat ini etat luas hutan tanzman industri yang dimiliki perusahaan hanya 23.5 10
hektar; sehingga masih terdapat kekurangan suplai seluas 24.1 10 hektar per
tahun. Untuk memenuhi kekurangan tersebut, perusahaan PT. Riau Andalan Pulp

and Paper telah membangun kemitraan dengan sejumlah perusahaan hutan
tanaman industri yang ada di Riau, Sumatera Barat dan Sumatera Utara; yaitu
sebanyak 23 unit perusahaan dengan luas efektif 182.874 hektar serta didukung
pula oleh hutan tanaman rakyat binaan pada 30 kelompok tani dan koperasi
dengan luas efektif 40.544 hektar dengan perkiraan luas tebangan 27.925 hektar
.per tahun.
Untuk tenvujudnya industri pulp berbasis pada hutan tanamar, industri
perlu dilakukan beberapa strategi, yaitu : pengembangan produktivitas hutan
tanaman industri, pengembangan produktivitas industri pulp serta pengembangan
kawasan sentra produksi hutan tanaman industri. Selain itu perlu pula dilakukan
penguatan daya saing industri pulp dengan penciptaan produksi bersih dan
bersertifikasi ekolabel, disertai dengan pemberdayaan masyarakat. Namun ha1
yang tidak kalah penting adalah pencegahan kebakaran hutan dan lahan dengan
pengawasan dan pengendalian yang ketat serta stabilitas politik dan keamanan.
Untuk mendapatkan dampak sosial ekonomi yang lebih baik disarankan
untuk dilakukan penyesuaian terhadap tarif PSDH kayu bahan baku serpih dari 1
persen menjadi 10 persen dari harga pasar, sehingga penerimaan negara dan
daerah dari dana perimbangan PSDH meningkat menjadi 10 kali lipat; serta perlu
dikembangkan sistem pengelolaan hutan tanaman industri bersama-sama dengan
masyarakat setempat dengan pola kelsmpok tani hutan tanaman industri. Selain

memberikan lapangan pekerjaan kepada masyarakat setempat, juga akan tercipta
sistem pengamanan aset hutan tanaman oleh kelompok tani dari berbagai
gangguan baik oleh manusia maupun hama tanaman.

O Hak cipta milik Fadrizal Labay, tahun 2006
Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam
bentuk apa pun, baik cetak, fotokopi, mikrojlm dun sebagainya

KAJIAN PEMBANGUNAN INDUSTRI PULP
BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI
DI KABUPATEN PELALAWAN
(KASUS PT. RIAU ANDALAN PULP AND PAPER)

FADRIZAL LABAY

Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Profesional pada

Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2004

Judul Tugas Akhir

: Kajian Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan

Tanaman Industri Di Kabupaten Pelalawan (Kasus PT.
Riau Andalan Pulp and Paper)
Nama ?V"lahasiswa

: Fadrizal Labay

NIM

: A.015010335


Disetujui,
Komisi Pembimbing,

J

Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS
Ketua

Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah

Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec
Anggota

ekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec

Tanggal Ujian : 24 Agustus 2005


Tanggal Lulus : 0 7

F E 8 2006

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 Juli 1960 di Desa Rumbio Kecamatan
Kampar Kabupaten Kampar Provinsi Riau, merupakan anak kedua dari enam
bersaudara. Ayah bernama Labai dan ibu bernama Jaromah.
Penulis menamatkan pendidikan Sekolah Dasar Negeri Nomor 5
Rumbio pada tahun 1973, Sekolah Menengah Pertama Negeri Airt~rispada tahun
1976, dan Sekolah Menengah Atas Negeri Nomor 2 Pekanbaru pada tahun 1980.
Pada tahun 1980 penulis melanjutkan pendidikan di Insitut Pertanian Boger
melalui Proyek Perintis I1 dan pada tahun 1985 memperoleh gel.ar Sarjana
Kehutanan pada Jurusan Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor dengan bidang keahlian Politik dan Ekonomi Kehutanan. Pada tahun 2002
penulis mendapat kesempatan melanjutkan pendidikan pada Program Studi
Magister Manajemen Pembangunan Daerah Sekolah Pascasarjana Institut
Pertanian Bogor.
Sejak tahun 1986 penulis menjadi pegawai di lingkungan Departemen

Kehutanan dan di tempatkan pada Kantor Wilayah Departemen Kehutanan
Provinsi Riau. Pada tahun 1992 dimutasi ke Kantor Wilayah Departemen
Kehutanan Provinsi Bengkulu, dan pada tahun 1997 diangkat menjadi Kepala
Dinas Perhutanan dan Konservasi Tanah Kabupaten Rejang Lebong Provinsi
Bengkulu. Pada tahun 2000 sejalan dengan pelaksanaan Otonomi Daerah, mutasi
ke Dinas Kehutanzn Provinsi Riau dengan jabatan terakhir Kepala Sub Dinas
Pengembangan Kehutanan.
Penulis menikah dengan Hj. Apriati binti H. Sa'ud pada tahun 1988 dan
hingga saat ini dikarunia empat orang putra-putri, yaitu : Veni Wulandari (15
tahun), Septy Dwi Indriani (13 tahun), Ikhsan Tri Anugrah (aim), dan Thalia
Salsabillah (3% tahun).

Puji dan syukur penulis sampaikan kehadirat Allah SWT karena atas
berkat dan rahmatNya Kajian Pembangunan Daerah dengan judul "Kajian
Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industri Di Kabupaten
Pelalawan (Kasus PT. Riau Andalan Pulp and Paper)" ini dapat diselesaikan
didalam waktu yang sangat terbatas.
Kajian pembangunan daerah merupakan salah satu syarat untuk
menyelesaikan Program Studi Magister Manajemen Pembangunan Daerah pada
Sekolah Pascasajana Institut Pertanian Bogor.

Fada kesempatan ini penulis menyampaikan banyak terima kasih
kepada:
1.

Ibu Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS dan Bapak Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim,
M A.Ec selaku Komisi Pembimbing,

2.

Bapak Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec; selaku Ketua Program Studi
Manajemen Pembangunan Daerah sekaligus dosen penguji luar komisi
atas kritik dan saran yang diberikan untuk perbaikan kajian ini,

3.

Bapak Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau atas dukungsln dan
dorongan dalam penyelesaian studi ini,

4.


Pimpinan PT. Riau Andalan Pulp and Paper beserta jajarannya yang telah
banyak membantu data dan informasi yang diperlukan,

5.

Isteriku tercinta Hj. Apriati, yang setia mendampingi dan memberi
semangat, serta anak-anakku Veni, Septy, dan Thalia yang telah memberi
keceriaan dan inspirasi dalam penulisan ini.

6.

Ayahanda Labai dan ibunda Jaromah, kakanda dan adinda yang selalu
memberikan dorongan dan do'a restu dengan keikhlasan,

7.

Rekan-rekan mahasiswa Manajemen Pembangunan Daerah Pekanbaru
Angkatan I serta pihak-pihak yang telah banyak membantu penulisan ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tulisan ini masih sangat jauh dari
sempurna, sehingga kritik dan saran untuk penyempurnaannya sangat penulis
harapkan.
Demikian, semoga tulisan ini dapat bermanfaat.
Bogor,

Januari 2006
Penulis,

Fadrizal Labay

DAFTAR IS1
Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................

v

DAFTAR LAMPIRAN ...............................................................................

vi

1.

PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1.2. Perumusan Masalah ....................................................................
1.3. Tujuan ........................................................................................

1
i

5
6

11.

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................
2.1. Makna Pembangunan Daerah .....................................................
2.2. Deforestasi dan Penyebabnya .....................................................
2.3. Perkembangan Industri Pulp ......................................................
2.4. Perkembangan Hutan Tanaman Industri ...................................
2.5. Sistem Agribisnis .......................................................................
2.6. Analisis Kelayakan Usaha .........................................................
2.7. Manfaat Ekonomi Pengusahaan Hutan ......................................

I11.

METODE KAJIAN ...........................................................................
..
3.1. Kerangka Pemlklran ....................................................................
3.2. Metode Kajian ............................................................................
3.2.1. Lokasi Kajian ....................................................................
3.2.2. Sasaran Kajian ...................................................................
3.2.3. Metode Pengumpulan Data ...............................................
3.2.4. Metode Pengolahan Data ..................................................

25
25
27
27
27
28
30

IV .

GAMBARAN UMUM DAERAH KAJIAN .....................................
4.1. Kondisi Geografis .......................................................................
4.2. Pemerintahan Daerah ..................................................................
4.3. Potensi Sumberdaya Hutan ........................................................
4.4. Kondisi Sosial Ekonomi .............................................................
4.4.1. Penduduk dan Ketenagakerjaan ........................................
4.4.2. Pendapatan Regional ..........................................................

35
35
35
36
39
39
41

V.

HASIL DAN PEMBAHASAN..........................................................
5.1. Analisis Kelayakan Usaha Hutan Tanaman Industri ..................
5.2. Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Industri Pulp ............
5.3. Analisis Kelestarian Suplai Bahan Baku Industri .......................
5.4. Analisis SWOT ...........................................................................
5.4. I Lingkungan Eksternal ......................................................
5.4.2 Lingkungan Internal .........................................................
5.5. Analisis Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis HTI .....
5.6. Analisis Peran Sektor Kehutanan Dalam Pembangilnan Daerah.
5.5.1 Penciptaan Devisa ...........................................................
5.5.2 Penciptaan Nilai Tarnbah PDRB......................................
5.5.3 Penyerapan Tenaga Kerja ................................................
5.5.4 Penerimaan Pungutannuran Kehutanan ...........................

VI . RANCANGAN STRATEGIS PEMBANGUNAN XNDUSTRI
PULP BERBASIS HUTAN TANAMAN INDUSTRI DI
KABUPATEN PELALAWAN .........................................................
6.1. Visi dan Misi Kabupaten Pelalawan ..........................................
6.2. Strategi Pembangunan Industri Pulp Berbasis Hutan Tanarnan
Industri Pulp ...............................................................................
6.3. Perancangan Program Strategis ..................................................
VII . KESIMPULAN DAN SARAN .........................................................
7.1. Kesimpulan ..................................................................................
7.2. Saran ...........................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN ...........................................................................

DAFTAR TABEL
Halaman
Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di
Indonesia .......................................................................................

10

Distribusi Lokasi dan Kapasitas Terpasang Industri Pulp di
Indonesia Tahun 2003 ....................................................................

13

Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia Tahun 1993 - 2002 ............

13

Rekapitulasi Pembangunan HTI di Indonesia berdasarkan Kelas
Perusahaan sampai dengan Tahun 2004 .......................................

17

Matriks SWOT (Strength, Weaknesses, Opportunities ,Threats)

34

Nama Kecamatan, Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan dan Desa di
Kabupaten Pelalawan Tahun 2003. ........................................

36

Luas Kawasan Hutan dan Penutupan Lahan Hutan Kabupaten
Pelalawan Tahun 2004. ................................................................

37

Perkembangan IUTHHK-HA di Kabupaten Pelalawan.

.............

37

Perkembangan Pembangunan HTI di Provinsi Riau sampai
dengan Tahun 2004. ....................................................................

38

Perkembangan Pembangunan HTI di Kabupaten Pelalawan. ......

38

Penduduk Kabupaten Pelalawan Menurut Kelompok Umur dan
Kecamatan Tahun 2003. ..............................................................

39

Jumlah Penduduk Berusia 10 Tahun keatas yang Bekerja pada
Lapangan Usaha Utama di Kabupaten Pelalawan Tahun 2001....

40

PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Konstan Tahun
1993 Menurut Sektor Tahun 1998 - 2003...................................

42

PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar Harga Berlaku Menurut
Sektor Tahun 1998 - 2003............................................................

45

Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar
Harga Konstan Tahun 1993 Menurut Sektor Tahun 1998 - 2003.

46

Distribusi Persentase PDRB Kabupaten Pelalawan Atas Dasar
Harga Berlaku Menurut Sektor Tahun 1998 2003 .....................

46

Realisasi Pembangunan HTI PT. RAPP Sampai dengan Tahun
2005 ...........................................................................................

47

Standar Biaya per hektar Pembangunan HTI Kayu-kayuan di
Provinsi Riau ................................................................................

48

Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Hutan Tanaman
Industri .........................................................................................

50

-

Perkembangan Produksi Pulp dan Nilai Devisa di Kabupaten
Pelalawan &lam kurun waktu 1995 - 2004..................................
Realisasi Penerimaan Bahan Baku Kayu pada Industri Pulp PT.
Riau Andalan Pulp and Paper Tahun 1994 - 2004......................
Biaya Investasi dan Operasional Industri Pu!p ............................
Analisis Sensitivitas Kelayakan Investasi Industri Pulp ..............
Perkembangan Ekspor Pulp Dunia dan Perubahan Peran Negaranegara Pengekspor Utama Pulp Dunia Tahun 1987-1997............
Proyeksi Konsumsi Pulp di Indonesia Tahun 2000-2010 .............
Perbandingan Biaya Produksi Hardwood Pulp d-PBerbagai
Negara (dalam US$ per ton) ..........................................................
Matrik Evaluasi Faktor Eksternal (EFE) dalam Mengembangkan
Industri Pulp Berbasis HTI ............................................................
Matrik Evaluasi Faktor Internal (EFI) dalam Mengembangkan
Industri Pulp Berbasis HTI ............................................................
Matrik SWOT Strategi Pengembangan Industri Pulp Berbasis
HTI di Kabupaten Pelalawan .........................................................
Alternatif Strategi Berdasarkan Peringkat ....................................
Realisasi Penerimaan PSDH dan DR Kabupaten Pelalawan
Tahun 2001 - 2004 ......................................................................

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Pasar Kayu untuk Industri Pulp ........................................

17

a~
Sambar 2 Kerangka Pemikiran Konseptuz! P e n g e ~ b a n g Industri
Pulp Berbasis Hutan Tanaman Industrl di Kebupaten
Pelalawan ................................................................................

26

Gambar 3 Pertumbuhan Rata-rata Tanaman Acacia mangium di Areal
HTI PT. Riau Andalan Pulp and Paper ...................................

48

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan Hutan
Tanaman Industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper ...........

92

Lampiran 2 Aliran Kas Analisis Kelayakan Usaha Pembangunan
Industri Pulp PT. Riau Andalan Puip and Paper ..................

95

Lampiran 3

Sumber Tambahan Bahan Baku Industri Pu!p PT. Riau
Andalan Pulp and Paper ........................................................

97

I. PENDAHUL'CJAN
1.1. Latar Belakang

Selama tiga dekade terakhir, sumber daya hutan telah menjadi modal
utama pembangunan ekonomi nasional, yang memberi dampak positif terhadap
peningkatan devisa, penyerapan tenaga kerja dan mendorong pengembangan
wilayah dan pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan hasil penelitian dari Center for
lnternational Forestry Research (CIFOR, 2004) disebutkan bahwa pada tahun
1989 nilai ekspor sektor kehutanan menyumbang devisa lebih dari 28,4 persen
dari total ekspor non-migas dan terus menurun menjadi 13,7 persen dari total
ekspor non-migas pada tahun 2003. Data Departemen Kehutanan menunjukkan
devisa sektor kehutanan pada periode tahun 1992-1997 tercatat sebesar US$ 16,O
milyar atau sekitar 3,5 persen dari PDB nasional, sedangkan dalam kurun waktu
tahun 1997-2003 nilai devisa sektor kehutanan mengalami penurunan menjadi
hanya sebesar US$ 13,24 milyar. Akibat pemanfaatan hutan yang berlebihan dan
perubahan kawasan hutan untuk kepentingan pembangunan diluar sektor
kehutanan antara tahun 1997-2003 telah menyebabkan terjadinya degradasi
sumberdaya hutan rata-rata sekitar 2,83 juta hektar per tahun (Dephut, 2005a).
Menurut Hardian (2000), sektor kehutanan telah menghasilkan devisa
sekitar US$ 8 milyar per tahun, penyerapan tenaga kerja sekitar 4 juta tenaga
kerja, serta pungutan kehutanan yang terdiri dari Dana Reboisasi (DR), Provisi
Sumber Daya Hutan (PSDH), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Pajak
Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn), dan lain-lainnya mencapai
US$36 per meter kubik kayu bulat. CIFOR (2004) melaporkan bahwa pada tahun
2003 ekspor produk kehutanan mencapai US$ 6,6 milyar yang diantaranya berupa

ekspor pulp, paper dan paperboard senilai US$2,4 milyar.
Upaya peningkatan pertumbuhan ekonomi di sektor industri sebagai
reinvestasi surplus dapat menimbulkan penambahan tenaga kerja yang berasal dari
sektor pertanian. Dengan tendensi demikian maka peranan sektor industri akan
lebih besar terhadap perekonomian wilayah. Peranan sektor industri di dalam
pembangunan wilayah ditinjau dari sisi ekonomi adalah memperluas lapangan
kerja, penghasil devisa negara melalui ekspor, dan menghemat devisa negara

melalui substitusi impor (Rivaie, 1979). Selanjutnya Rahardjo (1990) menyatakan
bahwa sektor industri dapat berperan sebagai dinamisator yang akan membawa
seluruh sektor perekonomian pada tingkat laju pertumbuhan yang lebih tinggi,
sebagai jalan pemenuhan kebutuhan masyarakat akan barang-barang, melepaskan
ketergantungan terhadap impor dan meningkatkan nilai ekspor.
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri hasil hutan yang
sangat penting, karena perannya dalam perolehan devisa dan ekonomi nasional.
Hampir setiap kehidupan manusia memanfaatkan koinoditas dari industri tersebut,
seperti aktivitas rumah tangga,

perkantoran, industri, pendidikan, dan

perdagangan (Ibnusantosa, 2000). Selanjutnya disebutkan bahwa Indonesia
berpotensi untuk menjadi salah satu negara industri pulp karena memiliki sumber
bahan baku berupa hutan, serta bahan baku alternatif (limbah pertanian) untuk
perkembangannya. Pada dekade terakhir ir~dustri pulp nasional mengalami
perkembangan yang pesat seiring dengan perkembangan industri kertas nasional,
disamping itu daya saing industri pulp nasional terus meningkat karena biaya
produksi pulp dan kertas merupakan salah satu yang terendah di dunia disebabkan
oleh faktor endowment seperti bahan baku serat, biaya tenaga kerja dan biaya
energi yang relatif murah. Pengembangan industri pulp dan kertas dimasa
mendatang memiliki peluang yang baik dan berpotensi untuk menjadi salah satu
industri unggulan nasional, jika dilihat dari potensi produksi maupun peluang
pasar yang ada.
Dari segi produksi, Indonesia dengan iklim tropis, lahan yang relatif luas
dan memiliki keanekaragaman hayati (biodiversity), secara alami dapat lebih
efisien menghasilkan serat alam, sedangkan dari potensi pasar ternyata masih
terbuka luas dan terus meningkat baik untuk pasar dalam negeri maupun
internasional. Kapasitas terpasang industri pulp di Indonesia pada tahun 2003
mencapai 6,5 juta ton per tahun yang menjadikan Indonesia negara terbesar ke 9
sebagai produsen pulp. Delapan puluh enam persen dari kapasitas terpasang
tersebut berada di Sumatera, 9 persen di Kalimantan, dan 5 persen di Jawa. Selain
itu konsumsi kertas didalam negeri menunjukan peningkatan dari 11,l kg
perkapita pada tahun 1993 menjadi 24 kg perkapita pada tahun 2002 (APKI,
2003). Dengan demikian pangsa pasar pulp dan kertas semakin terbuka lebar.

.4pabila industri pulp nasional bekerja pada kapasitas penuh, maka dibutuhkan
bahan baku serpih sekiiar 30,4 juta meter kubik per tahun; sedangkan daya
dukung hutan tanaman industri untuk memenuhi kebutuhan bahan baku tersebut
Saru rnencapai 30 persen, sehingga sisanya masih bergantung kepada hutan alam
yang akan merangsang terjadinya illegal logging.
Sejalan dengan tahap perkembangan ekonomi, maka kegiatan agribisnis
yang mengarah pada bidang jasa dan bisnis yang berbasis peitanian akan semakin
~neningkat.Oleil karena itu, pengenibangan agribisnis akan meiijadi salah satu
sektor unggulan (a leading sector) dalam pembangunan ekonomi nasional.
Agribisnis pulp dan kertas merupakan salah satu kluster industri (industry cluster)
yang terdiri dari kegiatan pembibitan kayu (nursery), budidaya tanaman hutan
(tinzber plantation), industri pulp dan kertas @ulp and paper industry) serta
industri lanjutannya. Pembangunan hutan tanaman yang terintegrasi dengan
industri merupakan konsep pembangunafi hutan dimasa depan. Apabila HTI
dibang~nsecara parsial hanya akan memberikan tingkat keuntungan yang rendah
dengan Internal Rate of Return (IRR) sekitar 10 persen. Namun apabila
diintegrasikan dengan industri, akan terjadi subsidi silang dan mampu
mempertinggi keuntungan dan meningkatkan IRR menjadi 22,4 persen (Iskandar,
Ngadiono dan Nugraha, 2003). Artinya secara komersial pembangunan HTI tidak
layak. Sedangkan hasil Studi Kelayakan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman PT.
Riau Andalan Pulp and Paper di Provicsi Riau (Kabupaten Kampar, Bengkalis,
Sia!; Pelalawan, Kuantan Singingi dan Indragiri Hulu) Tahun 2001 pada areal
seluas 300.000 hektar (netto 186.615 hektar) dengan daur tafiaman 8 tahun,
menunjukkan hasil berupa NPV sebesar Rp 24.160.729.639; IRR sebesar 23,26
persen, serta Net BIC sebesar 1,016 (PT. RAPP, 2001).
Di bidang ketenagakerjaan setiap hektar pembangunan hutan tanaman
industri dapat menyerap 1 orang tenaga kerja per tahun, yang berarti apabila
terlaksana target pembangunan seluas 5 juta hektar di Indonesia selalna 5 tahun
sesuai rencana strategis Departemen Kehutanan, setiap tahunnya akan menyerap
tenaga kerja sebanyak 1 juta orang yang dapat menghidupi sebanyak 3 sampai 4
juta jiwa (Dephut, 2005a).

Di Kabupaten Pelalawan terdapat satu unit industri pulp dan kertas yang
terintegrasi dengan hutan tanaman industri yaitu PT. Riau Andalan Pulp and
Paper. Pembangunan hutan tanaman industri didasarkan kepada Surat Keputusan
Menteri Kehutanan Nomor 66 11Kpts-I111992 tanggal 23 Juni 1992 tentang
pemberian Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (HPHTI) Sementara dan
Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 1301Kpts-II/1993 tanggal 27 Februari
1993 tentang pemberian HPHTI di Propinsi Riau kepada PT. Riau Andalan Pulp
and Paper seluas 300.C03 Ha. Sedailgkan pembangufiai: industri pulp and paper
didasarkan kepada Persetujuan Izin Usaha Industri dari Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) No. 3 17lTlIndustri/l997 tanggal 14 Juli 1997 sebesar
750.000 ton, Persetujuan BKPM No. 47hIlPMDNl1999 tanggal 15 September
1999 sebesar 990.000 ton, dan Persetujuan BKPM No. 649/T/Industri/1999
tanggal 6 Desember 1999 sebesar 350.000 ton; sehingga total kapasitas produksi
sesuai izin adalah sebesar 2.090.000 ton. Kebutuhan bahan baku mensapai 9 juta
meter kubik per tahun sedangkan daya dukung hutan tanaman industri untuk
mensuplai kebutuhan bahan baku pada tahun 2004 baru mencapai 2 juta meter
kubik per tahun. Dengan demikian masih terdapat kesenjangan suplai sebesar 7
juta meter kubik per tahun, yang masih disuplai dari pembelian bebas (PT. RAPP,
2005). Selanjutnya Industri pulp di Kabupaten Pelalawan mempunyai potensi
yang sangat besar dalam menunjang ekspor non-migas, ha1 ini tercermin dari
jumlah ekspor produk pulp dan kertas selama tahun 2000

- 2004 mencapai US$

2.184.950.778,84. Laporan Bank Indonesia Pekanbaru tentang Perkembangan
Ekonomi dan Keuangan Provinsi Riau Tihun 2001 menunjukkan bahwa dari total
ekspor non-migas Riau sebesar US$ 5,64 milyar, jika dilihat dari pangsanya
terdiri dari komoditi alat listrik 3 1,99 persen; pulp dan kertas 10,ll persen;
minyak sawit 8,33 persen; besi baja 4,26 persen; kayu lapis 1,90 persen; karet
1,19 persen; dan lainnya 39,65 persen.
Kabupaten Pelalawan memiliki sumberdaya hutan seluas 755.896 hektar
atau sebesar 17,5 persen dari potensi sumberdaya hutan Provinsi Riau, dimana
seluas 436.683 hektar merupakan areal untuk pembangunan hutan tanaman
industri yang meliputi 29 unit usaha dengan luas areal setiap unit HTI mulai dari
1.500 hektar sampai dengan 300.000 hektar. Dalam rangka meningkatkan peranan

industri pulp dan kertas terhadap pembangunan daerah Kabupaten Pelalawan,
maka kebiakan dalam rangka membuka kesempatan kerja bagi masyarakat
setempat serta peningkatan ekspor dan nilai tambah dari sektor industri supaya
lebih ditingkatkan.

Dengan demikian industri pulp dan kertas di Kabupaten

Pelalawan sebagai sektor yang berperan dalam menggerakkan perekonomian
wilayah diharapkan dapat memberikan dampak terhadap peningkatan pendapatan
masyarakat serta pertumbuhan ekonomi wilayah secara keseluruhan.
Sehnbungan dengar, ha1 tersebut diatas, maka melalui kajian ini penulis
ingin mengetahui, apakah dengan kondisi seperti sekarang, dapat diberlakukan
suatu perangkat kebijakan untuk memperbaiki kinerja industri pulp dan hutan
tanaman industri, tanpa mengabaikan perannya dalam penciptaan devisa, nilai
tambah Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja serta
penerimaan negara berupa pajak dan bukan pajak dari sektor kehutanan.

1.2. Perurnusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi didalam pembangunan industri pulp berbasis
hutan tanaman industri di Kabupaten Pelalawan saat ini antara lain, adalah :
1. Terdapatnya kesenjangan antara kebutuhan bahan baku sebesar 9 juta meter
kubik per tahun dengan kemampuan suplai bahan baku dari hutan tanaman
industri sebesar 2 juta meter kubik, sehingga pemenuhan bahan baku masih
menggunakan kayu hutan alam.
2. Pembangunan hutan tanaman industri pada skala kecil dengan luas 10.000
hektar dengan daur 10 tahun secara parsial, dari segi komersial tidak layak
untuk dikembangkan karena IRR di bawah suku bunga bank yang berlaku.
3. Strategi pembangunan industri pulp belum memperhitungkan kemampuan

suplai bahan baku lestari yang dicerminkan oleh pembangunan kapasitas
industri jauh melebihi kemampuan daya dukung hutan tanaman industri.
4. Di era otonomi daerah setiap pemerintah daerah berusaha untuk meningkatkan
investasi ekonomi di daerahnya masing-masing yang diharapkan dapat untuk
memacu pertumbuhan
pembangunan

ekonomi, kesempatan kerja serta peningkatan

sarana dan prasarana fisik di daerah; namun kurang

memperhztikan lingkungan hidup.

Sehubungan dengan permasalahan di atas, beberapa masalah pokok yang
dirumuskan dalam penulisan ini adalah :
a) Apakah secara finansial pembangunan industri pulp dan hutan tanaman
industri pulp dalam skala besar layak dikembangkan di Kabupaten Pelalawan.
b) Bagaimana strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat untuk

mendukung keberlangsungan industri pulp dan kertas.
c) Bagaimana dampak dari pembangunam industri pulp dan kertas terhadap
pembangunan daerah dan eicvnomi wilayah secara keseluruhan.

1.3. Tujuan
Tujuan dari kajian ini adalah untuk:
1) Menganalisis kelayakan pembangunan industri pulp dan hutan tanaman

industri PT. Riau Andalan Pulp and Paper di Kabupaten Pelalawan.

2) Mengidentifikasi strategi pengembangan hutan tanaman industri yang tepat
untuk mendukung industri pulp dapat beroperasi secara lestari.
3) Menganalisis peran sektor kehutanan dan industri pulp dan kertas terhadap

pembangunan daerah kabupaten Pelalawan.

11. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Makna Pembangunan Daerah

Secara tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus
menerus pada Gross Domestic Product (Produk Domestik Bruto, PDB) suatu
negara atau peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) suatu propinsi,
kabupaten atau kota (Kuncoro, 2004). Menurut Todaro (1999), pembangunan
wilayah bertujuan untuk mencapai pertumbuhan pendapatan per kapita yang
cepat, penyediaan dan perluasan kesempatan kerja, pemerataan pendapatan,
memperkecil disparitas kemakrnuran antar daerahlregional, serta mendorong
transformasi perekonomian yang seimbang antar sektor pertanian dan industri
melalui pemanfaatan sumberdaya alam yang tersedia dengan tetap memperhatikan
aspek kelestariannya (sustainable).

Dengan demikian hakekat pembangunan

wilayah bertujuan untuk menciptakan berbagai alternatif yang lebih baik bagi
setiap anggota masyarakat guna mencapai aspirasinya, yang dicirikan dengan
adanya proses transformasi ekonomi dan struktural melalui peningkatan kapasitas
produksi dan produktivitas rata-rata tenaga kerja, peningkatan pendapatan,
memperkecil disparitas pendapatan, perubahan struktur distribusi kekuasaan antar
golongan masyarakat ke arah yang lebih adil, serta transformasi kultural dan t&ta
nilai.
Pembangunan suatu daerah menurut Todaro (1999) harus mencakup tiga inti nilai:

1) Ketahanan (sustenance); kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok
untuk mempertahankan hidup,

2) Harga diri (self esteem); pembangunan haruslah memanusiakan orang,
meningkatkan kebanggaan sebagai manusia di daerah tersebut.

3) Fresdom from servitude; kebebasan bagi setiap individu suatu negara untuk
berfikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk berpartisipasi dalam
pembangunan.
Secara umum, pembangunan ekonomi daerah adalah suatu proses
dimana pemerintah daerah dan seluruh komponen masyarakat mengelola berbagai
sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan untuk menciptakan
suatu lapangan pekerjaan baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi

daerah tersebut. Dalam pembangunan ekonomi daerah peran pemerintah dapat
mencakup peran-peran wirausaha (entreprenuer), koordinator, fasilitator, dan
stimulator (Blakely, 1989).
Pembangunan ekonomi menurut Sukirno (1985) dapat didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu
masyarakrt meningkat dalam jangka panjang. Peningkatan ini merupakan suatu
pencerminan dari timbulnya perbaikan dalam kesejahteraan ekonomi masyarakat.
Dalam praktek, lajunya pertumbuhan ekonomi suatu negara ditunjukkan dengan
menggunakan tingkat pertumbuhan Produk Domestik Bruto.
Selanjutnya menurut Kuncoro (2004), beberapa sasaran fundamental
pembangunan yang berusaha dicapai oleh banyak daerah adalah :
1) Meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi daerah,
2) Meningkatkan pendapatan per kapita,

3) Mengurangi kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan.
Suatu perekonomian baru dapat dinyatakan dalam keadaan berkembang
apabila pendapatan perkapita menunjukkan kecenderungan (trend)jangka panjang
menaik, tetapi tidak berarti harus mengalami kenaikan secara terus menerus,
karena adanya kekacauan politik, kemunduran sektor ekspor, dan sebagainya.
Untuk melihat lajunya pembangunan suatu daerah dan perkembangan tingkat
kesejahteraan masyarakatnya, pertambahan pendapatan regional dan pertambahan
pendapatan perkapita dari masa ke masa perlu ditentukan. Pendapatan regional
merupakan nilai produksi barang-barang dan jasa yang diciptakan dalam suatu
perekonoinian dalam mssa satu tahun. Untuk menghitungnya dapat digunakan
dua cara, yaitu :
(1)

Cara pengeluaran, adalah menentukan pendapatan regional dengan
menjumlahkan seluruh pengeluaran berbagai golongan pembeli dalam
masyarakat yang meliputi transaksi barang jadi final goods) saja.

(2)

Cara pendapatan, adalah menentukan pendapatan dengan menjumlahkan
pendapatan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam memproduksi
barang dan jasa. Yang dijumlahkan adalah pendapatan yang diperoleh
pekerja, pendapatan para pengusaha dan pendapatan pemilik modal.

Sektor-sektor ekonomi menurut klasifikasi BPS telah terjadi perubahan
dari 1 1 sektor pada seri konstan 1983 menjadi 9 sektor pada seri konstan 1993
yaitu: (1) Pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, (2)
Pertambangan dan penggalian, (3j Industri pengolahan, (4) Listrik, gas dan air
bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, hotel dan restoran, (7) Pengangkutan dan
komunikasi, (8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan (9) Jasa-jasa.
Pendapatan regional menunjukkan tingkat kegiatan ekonomi yang dicapai
pada suatu tahun, sedangkan pertumbuhan ekonomi merupakan perubahan tingkat
kegiatan ekonomi yang berlaku dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu untuk
mengetahui tingkat pertumbuhan ekonomi harus dibandingkan pendapatan
regional dari berbagai tahun. Dalam membandingkan perlu disadari bahwa
perubahan nilai pendapatan regional yang berlaku dari tahun ke tahun disebabkan
oleh dua faktor, yaitu: (1) perubahan dalam tingkat kegiatan ekonomi, dan (2)
perubahan dalam harga-harga. Suatu perekonomian dikatakan mengalami
pertumbuhan atau berkembang apabila tingkat kegiatan ekonomi lebih tinggi dari
masa sebelumnya. Dengan demikian, pendapatan regional perlu dibedakan
menjadi dua pengertian, yaitu: (i) pendapatan menurut harga yang berlaku,
dihitung menurut harga-harga yang berlaku pada tahun yang bersangkutan, dan
(ii) pendapatan riil yang dihitung menurut harga tetap (konstan).
2.2. Deforestasi dan Penyebabnya
Deforestasi menurut pengertian F A 0 (1990) dan World Bank (1990)
dalam Sunderlin dan Resosudarmo (1997) didefinisikan sebagai hilangnya tutupan
hutan uorest cover) secara pemanen ataupun sementara. Menurut Barrow (1991)
deforestasi merupakan kehilangan pohon bagi satwa liar serta pengurangan
keanekaragaman jenis atau pengurangan penutupan lahan. Pendapt umum di
Indonesia menurut Prakosa (1996), deforestasi diartikan sebagai konversi hutan
menjadi penggunaan lahan yang lain, atau penurunan kualitas dan produktivitas
hutan yang ada, sehingga secara ekonomi dan ekologi tidak sama dengan keadaan
sebelumnya.
Masalah laju dan penyebab deforestasi di Indonesia telah banyak diteliti,
diantaranya oleh Sunderlin dan Resosudarmo (1997). Mereka merangkum

perubahan pandangan mengenai deforestasi di Indonesia dari waktu ke waktu.
Pelaku penyebab deforestasi berturut-turut adalah industri perkayuan, petani
rakyat (sistem perladangan berpindah, transmigrasi spontan dan transmigrasi
umum), serta perkebunan dan tanaman keras. Sedangkan penyebab yang
mendasari deforestasi adalah pemerintahlpolitik dan perkembangan ekonomi yang
berlangsung. Secara lengkap penyebab deforestasi disajikan dalam Tabe! 1.
Tabel 1. Perubahan pandangan mengenai penyebab deforestasi di Indonesia.
PENYEBAB YANG
MENDASARi
DEFORESTASI

JENIS PENYEBAB
SUMBER
Petani mkyat
Sistem Transmigmi Tmnsrnigrasi Perkebunan &
tanaman keras
perladangan spontan
umum

Pemerintahl Perkembangan
politik
ekonomi

lndustri
perkayuan

Dick, 1991
Walhi, 1992

I Porter, 1994

1

I Thiele, 1994 I
1 World Bank, I

I

I

I

I

I

I

Dampak dilebih-lebihkan

I

I Ross, 1996 1

I

Dam~ak

I

I

I

I

I
I

1

1

uampak

A;L,-;lGnn
"...uu.x..u,.

I
1

I

I

Keterangan : Kotak yang diarsir menunjukkan penyebab yang memegang peran utama dalam
deforestasi.
Sumber
: Sunderlin dan Resosudarmo (1 997)

Dalam tulisan lanjutannya Sunderlin (1999) menambahkan bahwa
penyebab deforestasi yang lainnya adalah ekspansi pertambangan, pembangunan
jalan, serta efek ganda dari krisis, kekeringan dan kebakaran hutan.

Oleh karena itu akibat deforestasi yang disebabkan oleh berbagai pihak
diatas juga harus ditanggung oleh masyarakat, sebab hutan memiliki karakteristik
sebagai sumberdaya aIam yang sifatnya sebagai barang publik (common property)
dan aksesnya terbuka (open access), sehingga dapat begitu mudah dimasuki oleh
berbagai pihak atau sistem lain. Implikasinya, usaha-usaha pemanfaatan
sumberdaya hutan yang dilakukan oleh swasta (private), dampaknya akan
befkenaan dengan kepentingan publik, baik yang di dalam maupun yang berada
jauh di luar areal usahanya (Kartodihardjo, 2000).
2.3. Perkembangan Industri Pulp
Dalam

rangka

meningkatkan

devisa

negara

untuk

keperluan

a a zaman
pzmbangunan nasional yang mengalami inflasi yang sangat besar p-d

Orde Lama, pemerintah Orde Baru memerlukan modal kerja (investasi). Untuk
menarik investasi dimaksud dikeluarkan regulasi berupa Undang-undang Nomor 1
Tahun 1967 tentang Penamanan Modal Asing (PMA) dan Undang-undang Nomor
6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Dalam bidang
kehutanan ditindaklanjuti dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 21
Tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan Hak Pemungutan Hasil
Hutan (HPHH). Kebijakan diatas diikuti pula dengan berbagai insentif ekonomi
seperti tax holiday terhadap import mesin dan alat-alat berat, prosedur investasi
yang mudah, dan rendahnya fee dan royalty terhadap pengusahaan hutan. Maka
sejak itu pengusahaan hutan di Indonesia berkembang pesat. Sampai dengan tahun
1997 terdapat 565 unit HPH dengan luas konsesi 60,l juta hektar dsn menurun
pada tahun 2003 menjadi 267 unit dengan luas konsesi 28,08 juta hektar (Dephut,
2005a).
Dalam rangka mengupayakan peningkatan rentabilitas dan nilai tambah
(added value), disyaratkan HPH wajib mendirikan industri pengolahan hasil hutan
terintegrasi. Untuk lebih meningkatkan industri perkayuan, pemerintah membuat
kebijakan larangan ekspor kayu bulat (log) melalui Surat Keputusan Bersama
Menteri Pertanian, Menteri Perdagangan dan Koperasi dan Menteri Perindustrian
tanggal 8 Mei 1980.

Saragih dan Sipayung (2000), menyebutkan bahwa kesempatan untuk
mengembangkan agribisnis pulp dan kertas di Indonesia masih terbuka luas dan
berpeluang untuk menjadi salah satu industri unggulan nasional bila dilihat dari
potensi produksi maupun peluang pasar yang ada. Dari potensi produksi, dengan
iklim tropis dan lahan yang relatif luas serta memiliki keanekaragaman hayati

(biodiversity),secara alami Indonesia dapat lebih efisien menghasilkan serat alam,
sedangkan potensi pasarnya masih terbuka dan terus meningkat baik dalam negeri
maupun intcrnasional.
Namun demikian masalah serius yang dihadapi oleh industri primer
hasil hutan kayu (IPHHK) tidak terkecuali industri pulp di Indonesia pada saat ini
adalah terdapatnya kesenjangan bahan baku, dimana kapasitas terpasang yang ada
tidak sebanding dengan produksi lestari dari hutan alam. Menurut Sariljanto
(2001), tanpa pembangilnan hutan tanaman (HTI maupun HTR) industri akan
menghadapi kesulitan besar dalam mendapatkan bahan baku, karena kondisi hutan
alam sudah semakin parah dan rusak berat.
Disisi lain menurut Kartodihardjo (2000), dalam kenyataannya
perkembangan kondisi industri pulp dan kertas di Indonesia tidak terlepas dari
gangguan yang disebabkan oleh masalah politik, sosial, lingkungan hidup, seperti:
KKN, pencemaran lingkungan dan kerusakan hutan. Hambatan utamanya adalah
bersumber dari lemahnya kebijakan pemerintah dimasa lalu, sehingga berdampak
luas terhadap kolldisi sosial dan lingkungan hidup hingga saat ini.
Mulai tahun 1990-an pemerintah mendorong terjadinya ekspansi besarbesaran dalam industri pulp dan kertas. Pada tahun 1991 industri pulp msmpunyai
kapasitas terpasang sebesar 1,l juta ton per tahun dan meningkat pesat menjadi
6,5 juta ton per tahun pada tahun 2003. Kapasita terpasang ini menjadikan

Indonesia negara terbesar ke 9 sebagai produsen pulp (APKI, 2003). Dari
kapasitas terpasang tersebut, 86 persen berada di Sumatera, 8 persen berada di
Kalimantan, dan 6 persen berada di Pulau Jawa; yang meliputi 14 unit industri
pulp. Enam unit terbesar memiliki kapasitas 90 persen dari seluruh kapasitas
terpasang (CIFOR, 2004). Rincian selengkapnya seperti pada Tabel 2 berikut.

.

Tabel 2. Distribusi Lokasi dan Kapasitzs Terpasang Industri Pulp
di Indonesia Tahun 2003.

Sumber :APKI, 2003.

Sekitar 40 persen produksi pulp Indonesia ditujukan untuk keperluan
ekspor, terutama ke China dan Korea Selatan; sedangkan sisanya dipasarkan di
dalam negeri untuk industri kertas dalam negeri atau diolah langsung menjadi
produk kertas pada industri pulp yang terinteg~asi dengan kertas. Realisasi
produksi dan ekspor pulp Indonesia selama tahun 1993 - 2002 disajikan seperti
pada Tabel 3.
Tabel 3. Produksi dan Ekspor Pulp Indonesia tahun 1993 - 2002.

1
!

Tahun

1993
'- 1994
1995
I
1996
C--1997
'

1

[

2000
2001
2002

1/
'

1

I

/
1

Kapasitas
(todtahun)
1.334.700
2.054.700
2.608.600
2.740.600
4.266.600
4.323.600
4.543.600
5.228.100
5.587.100
6.087.100

Produksi

Ekspor
Nilai Ekspor 1
_ (ton)
_ _
(US $ '000) i
1
123.600-1
900.000
1.314.300
243.200
132.305
2.022.120
576.200~438.468 1
2.560.5 10
1.127.390
43 1.558 '
3.058.450 -- 1.186.020 -- 489.337
689.885 1
3.430.000 -- ---1.656.740--3.694.630 ----1.179.400
-- --- 474.949 I
4.089.550
1.329.460.-- -4.665.920
-I
- 1.698.580
563.180
4.969.000
2.245.200
706.805
(t~)

,
I

P
A
-

707.8q

Sumber : CIFOR, 2004

Pada tahun 1993 nilai ekspor pulp Indonesia mencapai US$ 45,7 juta dan
meningkat pada tahun 2002 menjadi US$706,8 juta.

2.4. Perkembangan Hutan Tanaman Industri
Hutan Tanaman Industri (HTI) nierupakan unit usaha yang dikelola
secara komprehensif dan intensif baik dari sisi teknis, ekonomis dan manajerial
dalam rangka membangun dan menyediakan hasil hutan secara efektif, efisien
serta berkelanjutan (sustainable), dengan memperhatikan dan mempertimbangkan
fungsi-fungsi hutan lainnya. Sedangkan HTI Pulp menurut Tarumingkeng (2000),
sda!ah hutan tanarnar. yasg khusus diperuntukkan untuk industri pulp (baik untuk
kertas maupun rayon).
Menurut Suhendang (1992), pembangunan hutan tanaman industri
bertujuan untuk: (1) Menunjang pertumbuhan industri perkayuan melalui
penyediaan bahan baku yang cukup d ~ berkesinambungan,
n
untuk meningkatkan
ekspor kayu

olahan

(2) meningkatkan

dan

pemenuhan

produktivitas hutan

kebutuhan
produksi

kayu

dalam

negeri,

yang mempunyai

arus

produktivitas nisbi rendah, dan (3) memperluas lapangan kerja dan kesempatan
berusaha. Menurut Iskandar dkk (2003), tujuan pembangunan hutan tanaman
industri adalah : (1) Meningkatkan produktivitas, potensi dan kualitas kawasan
hutan produksi yang tidak produktif, (2) memenuhi kebutuhan bahan baku
industri, (3) menunjang pengembangan industri hasil hutan guna meningkatkan
nilai tambah dan devisa, (4) memperbaiki mutu lingkungan hidup, dan (5)
memperluas kesempatan kerja dan berusaha.
Selanjutnya

menurut

Suryohadikusumo

(2001),

secara

teori

pembangunan hutan tanaman di Indonesia mempunyai potensi yang besar untuk
dikembangkan terutama 15-20 tahun mendatang karena memiliki jutaan hektar
tanah kosong, namun dalam prakteknya tidak mudah untuk dilaksanakan karena
menghadapi banyak masalah seperti : klairn dan tantangan dari masyarakat.
Sedangkan menurut Sarijanto (2001), masa depan kehutanan Indonesia sangat
tergantung dari keberhasilan membangun Hutan Tanaman (HTI), sebab bila
pembangunannnya tidak mencapai luasan yang cukup, maka kondisi hutan alam
bahkan hutan lindung dan hutan konservasi sekalipun akan terus terancam
keberadaannya dalam rangka mencukupi bahan baku industri pengolahan kayu.
Selanjutnya ia kemukakan, bahwa ada delapan aspek yang menjsdi dasar
diperlukannya pembangunan hutan tanaman, yakni : ( I ) perkembangan industri

kayu yang sangat pesat, sehingga melampui kapasitas produksi hutan alam secara
letari; (2) terdapatnya cukup luas lahan tidak produktif dan lahan kosong dalam
kawasan hutan produksi, yakni sekitar 18 juta hektar (30 persen dari luas hutan
produksi yang ada); (3) sudah tiba saatnya dimana produk-produk hasil hutan
yang masuk pasar dunia harus memenuhi sertifikasi ekolabeling yang berasal dari
pengelolaan hutan secara lestari; (4) hutan tanaman akan menghasilkan volume
kayu yang jauh lebih besar dari hutan alam; (5) pengusahaan hutan tanaman
merupakan kegiatan padat karya, yang dapat menyerap tenaga kerja iebih besar
dibanding dengan pengusahaan hutan alam;

(6) bila pemer~ntah mampu

membangun hutan tanaman seluas 6,25 juta hektar sebelum tahun 2018, maka
hutan alam tidak perlu ditebang; (7) tersedianya dana reboisasi yang cukup besar
untuk memperbaiki kembali kondisi hutan yang rusak dan jika tidak digunakan
dikhawatirkan akan dipakai untuk kepentingn lain; (8) pembangunan hutan
tanaman lebih mudah dilakukan daripada melakukan pengkayaan pada hutan
alam.
Menurut Manan (1997), ada empat cara yang dapat dilakukan untuk
membangun HTI, yaitu : (1) melakukan konversi hutan alam produktif, potensi
rendah dan under stocked; (2) dilakukan pada tanah kosong dan ditumbuhi alangalang serta semak belukar; (3) penerapan silvikultur tebang habis dengan
permudaan buatan (THPB) di areal HPH, dan (4) melalui penebangan dan
pemanenan hutan alam.
Sebagian besar lokasi HTI Pulp berada di sekitar areal pedesaan dimana
masyarakatnya masih menganut cara hidup tradisional dan kehidupannya
memiliki ketergantungan dengan hutan. Mereka menganggap bahwa hutan
merupakan bagian dari kehidupannya, sehingga dengan hadirnya pengusaha
pengelola HTI melakukan ekploitasi sumber daya hutan di wilayahnya, mereka
merasa terisolir dan tersingkirkan (Tarumingkeng, 2000). Oleh karena itu untuk
menjalankan usahanya dengan baik, perusahaan haruslah mencermati lingkungan
eksternal yang terdiri dari lingkungan kerja dan lingkungan sosialnya melalui
pemberdayaan masyarakat (community development).
Dalam upaya mencapai optimalisasi pengusahaan hutan tanaman dari
diinensi ekonomi, ekologi dan sosial dilakukan pengaturan tata ruang hutan

tanaman sesuai Keputlsai~Mentzri Kehutanan Nomor 701Kpts-1111995 dengan
peruntukannja sebagai bcrikut, yaitu : (I) luas areal tanaman pokok 70 persen; (2)
luas areal tanaman unggulan 1