Pemanfaatan Limbah Pod Kakao untuk Menghasilkan Etanol sebagai Sumber Energi Terbarukan

1

Lampiran 1

Tabel 1. Luas Areal Perkebunan Kakao dan Jumlah Produksi
Tahun

Jumlah Luas Areal
(Ha)

Jumlah Produksi

1997

529.057

330.219

1998

572.553


448.927

1999

667.715

367.475

2000

749.917

421.142

2001

821.449

536.804


2002

914.051

571.155

2003

964.223

698.816

2004

1.090.960

691.704

2005


1.167.046

748.828

2006*)

1.191.742

779.474

2007**)

1.193.903

794.040

2008**)

1.248.910


838.486

2009**)

1.303.917

882.931

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan – Departemen Pertanian

2

Lampiran 2

PERLAKUAN PENDAHULUAN

Pod Coklat
Pemotongan


Pengirisan

Pengeringan

Penggilingan dengan
hammer mill 40 mesh
Bubuk Pod Kakao

3

Lampiran 3

HIDROLISIS ASAM

Bubuk Pod Kakao
H2SO4
(0.1%; 0.3%;5%)

Pencampuran


Pemanasan
(148 oC; 1 jam)
Penyaringan

Padatan

Pencucian

H2SO4
(0.8%; 1%;1.2%)

Pencampuran

Pemanasan
(200 oC; 1 jam)
Penyaringan

Hidrolisat 2

Hidrolisat 1


4

Lampiran 4

HIDROLISIS ENZIMATIS

Bubuk Pod Coklat

Enzim Selulase
0,3ml 0.5ml 0,7 ml

Pencampuran

Diinkubasi
(50 oC; 1 jam)

Penyaringan

Hidrolisat


Padatan

5

Lampiran 5

PROSES FERMENTASI

Hidrolisat

Saccharomyces
cerevisiae

Pencampuran

Inkubasi
(30 oC; 72 jam)
Pemisahan


Produk etanol

Padatan

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya
cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan
kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Komoditas kakao menempati
peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara,
setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975
juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya (Suryani dan
Zulfebriansyah, 2005).
Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas
areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi per satuan
luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Komponen limbah buah

kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa disebut pod kakao, yaitu
sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988). Jika dilihat dari data produksi buah
kakao pada tahun 2006 yang mencapai 779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao
yang dihasilkan sebesar 584,6 ribu ton. Apabila limbah pod kakao ini tidak
ditangani secara serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan.
Pod buah kakao merupakan limbah perkebunan kakao yang sangat
potensial dan mempunyai nilai produktif yang bisa dikembangkan para petani.
Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik yang mengandung lignin, selulosa
dan hemiselulosa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Ashadi
mengenai pembuatan gula cair dari pod kakao didapatkan data mengenai
komposisi buah kakao dan kandungan kimiawi pod kakao. Hasil penelitian
tersebut menunjukkan bahwa pod kakao mengandung 20.11 % lignin, 31.25 %
selulosa, dan 48.64 % hemiselulosa. Kandungan selulosa dan hemiselulosa pada
pod kakao cukup potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai
ekonomi. Salah satunya yaitu etanol.

2

Etanol yang berasal dari gula dan pati dalam jangka panjang kurang
ekonomis. Hal ini karena sumber pertanian yang banyak mengandung gula dan

pati digunakan sebagai pangan dan pakan. Altenatif solusinya yaitu membuat
etanol dari selulosa yang juga merupakan polimer glukosa. Namun, pembuatan
etanol dari selulosa memerlukan tahapan sebelum dilakukan fermentasi. Hal ini
karena struktur selulosa yang lebih kompleks sehingga harus dirombak agar
fermentasi untuk menghasilkan etanol dapat berlangusung dengan optimal.
Menurut Shofiyanto (2008), bahan selulosa pada limbah dapat dimanfaatkan
sebagai sumber karbon untuk produksi etanol dengan melakukan hidrolisis
terlebih dahulu. Proses hidrolisis dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
gula sederhana yang kemudian difermentasi oleh khamir untuk menghasilkan
etanol.
Proses hidrolisis dapat dilakukan dengan penambahan asam, seperti asam
sulfat dan asam klorida. Selain itu, hidrolisis dapat dilakukan dengan
menggunakan enzim yang sering disebut hidrolisis enzimatis. Enzim tersebut
merupakan enzim selulase atau lainnya yang dapat memecah selulosa menjadi
monomer-monomernya. Keuntungan dari hidrolisis enzimatis yaitu dapat
mengurangi penggunaan asam sehingga dapat meminimalisir efek negatif
terhadap lingkungan. Namun, penggunaan enzim memerlukan biaya yang lebih
mahal

daripada

asam.

Setelah

proses

hidrolisis

dilakukan

fermentasi

menggunakan yeast seperti S. cerevisiae untuk mengkonversi menjadi etanol.

Tujuan

Gagasan tertulis ini bertujuan untuk memberikan solusi pemanfaatan pod
kakao yang merupakan limbah terbesar dari perkebunan atau industri pengolahan
kakao. Pod kakao tersebut dapat diolah menjadi produk yang mempunyai nilai
tambah tinggi yaitu etanol. Etanol dari pod kakao yang merupakan limbah
lignoselulosa merupakan etanol generasi kedua yang menjadi harapan solusi
bahan bakar masa depan.

3

TELAAH PUSTAKA

Pod Kakao (Theobroma cacao)

Pod kakao merupakan bagian mesokarp atau dinding buah kakao yang
mencakup kulit terluar sampai daging buah sebelum kumpulan biji. Pod buah
kakao merupakan bagian terbesar dari buah kakao. Komposisi bagian-bagian buah
kakao dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Buah Kakao
Komponen
Pod (kulit buah)
Biji dan pulp
Plasenta

Presentase (DB)
75.70
21.18
2.6

Sumber : Ashadi, 1988
Pod kakao merupakan limbah lignoselulosik. Lignoselulosa merupakan
komponen berenergi terbesar yang dimiliki oleh limbah. Limbah lignoselulosik
dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan etanol, sehingga menghindari
persaingan dengan bahan pangan. Lignoselulosa terdiri atas tiga penyusun utama,
yaitu selulosa, hemiselulosa, dan lignin, yang saling terikat erat membentuk satu
kesatuan. Komposisi kimia pod kakao disajikan pada Tabel 2
Tabel 2. Komposisi Kimia Pod Kakao
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Komponen
Kadar air
Kadar abu
Kadar Lemak
Kadar Protein
Kadar Karbohidrat
Kadar Lignin
Kadar Selulosa
Kadar Hemiselulosa

Sumber : Ashadi, 1988

Persentase (DB)
12.96
11.10
1.11
8.75
16.27
20.11
31.25
48.64

4

Lignin tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan
serat selulosa dan hemiselulosa sehingga menjadi sangat kuat. (Sun dan Cheng,
2002) Struktur kimia lignin mengalami perubahan di bawah kondisi suhu yang
tinggi dan asam. Pada reaksi dengan temperature tinggi mengakibatkan lignin
terpecah menjadi partikel yang lebih kecil dan terlepas dari selulosa (Taherzadeh
dan Karimi, 2008).
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan glukosa
yang terikat dengan ikatan β-1,4-glikosidik. Molekul selulosa merupakan
mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya membentuk rantai
polimer yang sangat panjang. Hidrolisis sempurna selulosa akan menghasilkan
monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan hidrolisis tidak sempurna akan
menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa (Fan et al., 1982). Selulosa
dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan asam atau enzim.
Selanjutnya glukosa yang dihasilkan dapat difermentasi menjadi etanol.
Hemiselulosa merupakan polisakarida yang mempunyai berat molekul
lebih kecil daripada selulosa. Molekul hemiselulosa lebih mudah menyerap air,
bersifat plastis, dan mempunyai permukaan kontak antar molekul yang lebih luas
dari selulosa (Oshima, 1965). Hemiselulosa mirip dengan selulosa yang
merupakan polimer gula. Namun, berbeda dengan selulosa yang hanya tersusun
atas glukosa, hemiselulosa tersusun dari bermacam-macam jenis gula. Monomer
gula penyusun hemiselulosa terdiri dari monomer gula berkarbon lima (C-5) dan
gula berkarbon enam (C-6). Hemiselulosa lebih mudah dihidrolisis daripada
selulosa, tetapi gula C-5 lebih sulit difermentasi menjadi etanol daripada gula C-6.
(Perez et al., 2005)

Proses Produksi Etanol

Pretreatment limbah lignoselulosa harus dilakukan untuk meningkatkan
hasil gula yang diperoleh dari tahapan hidrolisis. (Mosier, et al., 2005). Gula yang
diperoleh tanpa pretreatment kurang dari 20%, sedangkan dengan pretreatment

5

dapat meningkat menjadi 90% dari hasil teoritis (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij,
2005). Tujuan pretreatment adalah untuk membuka struktur lignoselulosa agar
selulosa menjadi lebih mudah diakses oleh enzim yang memecah polimer
polisakarida menjadi monomer gula. Proses penggiling merupakan salah satu sara
pretreatment limbah lignoselulosa. Tujuan dari penggilingan yaitu memperkecil
ukuran bahan selulosa dan memecah ikatan kimia pada rantai molekul yang
panjang. Proses ini tidak dapat menghilangkan lignin, tetapi akan memepermudah
perlakuan selanjutnya.
Hidrolisis adalah salah satu tahapan dalam pembuatan etanol berbahan
baku limbah lignoselulosa. Hidrolisis bertujuan untuk memecah selulosa dan
hemiselulosa menjadi monosakarida (glukosa & xylosa) yang selanjutnya akan
difermentasi menjadi etanol. Secara umum teknik hidrolisis dibagi menjadi dua,
yaitu: hidrolisis berbasis asam dan hidrolisis dengan enzim. Hidrolisis sempurna
selulosa menghasilkan glukosa, sedangkan hemiselulosa menghasilkan beberapa
monomer gula pentose (C5) dan heksosa (C6).
Proses hidrolisis bahan lignoselulosa secara asam telah dilakukan sejak
awal abad 20. Proses hidrolisis asam dapat dikatakan sederhana dan langsung
diketahui hasilnya, namun memiliki beberapa kekurangan. Proses hidrolisis asam
sering menghasilkan produk campuran glukosa, selobiosa, dan produk hidrolisis
hemiselulosa, serta degradasi produk dari pemecahan monomer gula menjadi
aldehid dan keton. Rendemen glukosa yang tinggi dapat dihasilkan dari hidrolisis
asam bila dicapai kondisi yang optimum.
Pada metode hidrolisis asam, limbah lignoselulosa dipaparkan dengan
asam pada suhu dan tekanan tertentu selama waktu tertentu. Proses hidrolisis
asam menghasilkan monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa.
Beberapa asam yang umum digunakan untuk hidrolisis asam antara lain adalah
asam sulfat, asam perklorat, dan asam klorida.
Hidrolisis asam pekat merupakan teknik yang sudah dikembangkan cukup
lama. Braconnot di tahun 1819 pertama kali menemukan bahwa selulosa dapat
dikonversi menjadi gula (Taherzadeh & Karimi, 2007). Hidrolisis asam pekat
menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan

6

hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih
tinggi (Hamelinck, Hooijdonk, & Faaij, 2005).
Hidrolisis asam encer juga dikenal dengan hidrolisis asam dua tahap (two
stage acid hydrolysis) dan merupakan metode hidrolisis yang banyak
dikembangkan dan diteliti saat ini. Hidrolisis asam encer pertama kali dipatenkan
oleh H.K. Moore pada tahun 1919. Kelemahan dari hidrolisis asam encer adalah
degradasi gula yang dihasilkan melalui proses hidrolisis dan pembentukan produk
samping yang tidak diinginkan. Degradasi gula dan produk samping ini tidak
hanya akan mengurangi hasil panen gula, tetapi produk samping juga dapat
menghambat pembentukan etanol pada tahap fermentasi selanjutnya (Taherzadeh
& Karimi, 2007).
Jika hidrolisis dilakukan dengan menggunakan asam pekat akan
memepercepat proses hidrolisis tetapi akan menurunan hasil hidrolisis karena
glukosa mudah sekali diuraikan. Sedangkan jika menggunakan asam encer proses
hidrolisis akan berlangsung lambat karena adanya daya tahan dari kristal selulosa,
tetapi dapat mengurangi penguraian glukosa oleh asam.
Berdasarkan penelitian Ashadi (1988), kadar glukosa yang dihasilkan dari
proses hidrolisis dipengaruhi oleh konsentrasi asam dan lama waktu hidrolisis.
Peningkatan konsentrasi asam yang digunakan akan menurunkan glukosa yang
dihasilkan karena glukosa yang terbentuk akan terdegradasi lebih lanjut. Menurut
Grethlein (1984), pada hidrolisis dengan menggunakan asam pada konsentrasi
tinggi, gula yang dihasilkan akan diubah menjadi senyawa-senyawa furfural yang
akan menghambat proses fermentasi.
Lama waktu hidrolisis mempengaruhi proses degradasi selulosa menjadi
glukosa dan juga memepengaruhi degradasi glukosa sebagai produk. Waktu
hidrolisis yang melebihi waktu optimum akan mendegradasi glukosa menjadi
komponen-komponen yang lebih sederhana yang biasanya bersifat racun terhadap
mikroorganisme (Grethlein, 1984).
Aplikasi hidrolisis menggunakan enzim secara sederhana dilakukan
dengan mengganti tahap hidrolisis asam dengan tahap hidrolisis enzim. Hidrolisis
enzimatis memiliki beberapa keuntungan dibandingkan hidrolisis asam, antara

7

lain tidak terjadi degradasi gula hasil hidrolisis, kondisi proses yang lebih lunak
(suhu rendah, pH netral), berpotensi memberikan hasil yang tinggi, dan biaya
pemeliharaan peralatan relatif rendah karena tidak ada bahan yang korosif
(Taherzadeh & Karimi, 2007). Beberapa kelemahan dari hidrolisis enzimatis
antara lain adalah membutuhkan waktu yang lebih lama, dan kerja enzim
dihambat oleh produk. Selain itu, enzim bekerja secara spesifik dan tidak bisa
menembus lignin yang mengikat selulosa dan hemiselulosa. Sehingga sebelum
dihidrolisis secara enzimatis, limbah lignooselulosik harus mengalami proses
penghilangan lignin atau biasa disebut delignifikasi. Harga enzim yang relatif
lebih mahal dibandingkan asam juga menjadi kerugian penggunaan hidrolisis
enzimatis. (Palonen, 2004)
Fermentasi adalah suatu proses perubahan kimia pada substrat organik,
baik karbohidrat, protein, lemak, atau sejenisnya melalui kegiatan katalis biokimia
yang dikenal sebagai enzim yang dihasilkan oleh mikroba spesifik (Prescott dan
Dunn, 1981). Khamir mampu mengkonsumsi berbagai substrat gula, tergantung
spesies yang digunakan. Secara umum, mikroorganisme ini dapat tumbuh dan
memfermentasi gula menjadi etanol secara efisien pada pH 3.5 – 6 dan suhu 28 –
35 oC.

8

METODE PENULISAN

Penulisan gagasan pemanfaatan limbah pod kakao untuk menghasilkan
etanol sebagai sumber energi terbarukan ini didasari dari data-data mengenai
jumlah limbah pod kakao yang begitu banyak dan belum dimanfaatkan secara
optimal. Apabila tidak ditangani dengan baik maka limbah pod kakao ini akan
menjadi masalah tersendiri bagi masyarakat khususnya petani kakao. Berdasarkan
data tersebut maka dibuat solusi untuk pemanfaatan pod kakao.
Perumusan solusi untuk mengatasi masalah ini diperoleh dari berbagai
literatur seperti buku, jurnal dan skripsi sehingga memberikan gambaran yang
mendukung tentang pemanfaatan limbah kakao yang sudah ada. Berdasarkan
gambaran dan informasi yang telah diperoleh kemudian dirancang suatu solusi
tentang pemanfaatan limbah pod kakao menjadi produk yang memiliki nilai guna
tinggi, yaitu etanol. Setelah itu dilakukan diskusi dengan dosen terkait untuk
memberikan masukan dan perbaikan pada solusi yang ditawarkan.

9

ANALISIS DAN SINTESIS

Analisis Permasalahan

Kakao merupakan komoditas yang sedang digalakkan oleh Pemerintah.
Hal ini dapat dilihat dari luas areal perkebunan dan produktivitas yang terus
mengalami pertumbuhan. Peningkatan produksi kakao tentu akan meningkatkan
jumlah limbah pod kakao yang dihasilkan. Pod kakao merupakan limbah terbesar
dari perkebunan atau industri pengolahan kakao. Jumlahnya mencapai 75 % dari
bobot buah kakao. Jika dilihat dari data produksi buah kakao yang mencapai
779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao yang dihasilkan sebesar 584,6 ribu
ton/tahun. Sampai saat ini pod kakao belum dimanfaatkan secara optimal. Pod
kakao merupakan limbah lignoselulosa yang mengandung komponen utama
berupa lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan oleh Ashadi mengenai pembuatan gula cair dari pod kakao, didapatkan
data mengenai komposisi buah kakao dan kandungan kimiawi pod kakao. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pod kakao mengandung 20.11 % lignin,
31.25 % selulosa, dan 48.64 % hemiselulosa. Kandungan selulosa pada pod kakao
cukup potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai ekonomi. Salah
satunya yaitu etanol.
Etanol yang berasal dari gula dan pati dalam jangka panjang kurang
ekonomis. Hal ini karena sumber pertanian yang banyak mengandung gula dan
pati digunakan sebagai pangan dan pakan. Altenatif solusinya yaitu membuat
etanol dari selulosa yang juga merupakan polimer glukosa. Namun, pembuatan
etanol dari selulosa memerlukan tahapan pendahuluan sebelum dilakukan
fermentasi. Hal ini karena struktur selulosa yang lebih kompleks sehingga harus
dirombak agar fermentasi untuk menghasilkan etanol dapat berlangusng dengan
optimal.
Tahapan awal dalam pembuatan etanol dari pod kakao adalah menyiapkan
bahan baku berupa pod kakao agar siap untuk tahapan selanjutnya. Pod kakao

10

yang telah dipisahkan dari bijinya mengandung kadar air yang cukup tinggi,
sehingga tidak bisa langsung digunakan. Selain itu, pod kakao memiliki ukuran
yang cukup besar sehingga perlu dilakukan pengecilan ukuran agar mudah dalam
proses pengerjaan selanjutnya.
Tahapan proses yang penting dalam menghasilkan etanol dari pod kakao
adalah hidrolisis dan fermentasi. Melalui proses hidrolisis, selulosa pada pod
kakao akan dirombak menjadi glukosa, sedangkan hemiselulosa akan diuraikan
menjadi monomer penyusunnya yaitu gula pentosa dan heksosa. Namun, adanya
lignin yang terikat bersama dengan selulosa dan hemiselulosa membentuk struktur
serat menjadi rintangan tersendiri dalam proses hidrolisis selulosa. Lignin
tersusun atas jaringan polimer fenolik yang berfungsi merekatkan serat selulosa
sehingga menjadi sangat kuat.
Apabila hidrolisis dilakukan dengan menggunakan metode asam, maka
pemecahan ikatan lignin dapat dilakukan secara bersamaan dengan perombakan
selulosa dan hemiselulosa menjadi monomernya. Hal ini menjadikan proses
hidrolisis menjadi lebih singkat dan efisien. Konsekuensinya adalah kandungan
hidrolisat yang dihasilkan tidak spesifik, tetapi mengandung berbagai macam
monomer gula dari polimer selulosa dan hemiselulosa. Selain itu, kemungkinan
terjadinya perombakan produk gula yang dihasilkan menjadi senyawa lain seperti
furfural sangat mungkin terjadi. Apalagi jika asam yang digunakan berkonsentrasi
tinggi.
Hidrolisis secara enzimatis memerlukan waktu dan tahapan yang lebih
panjang dibandingkan dengan hidrolisis asam. Pada hidrolisis enzimatis lignin
harus dihilangkan terlebih dulu. Lignin dapat menjadi penghalang penetrasi enzim
ke selulosa, sehingga penghilangan lignin merupakan hal yang harus dilakukan
jika ingin didapatkan kondisi hidrolisis yang optimal. Proses penghilangan lignin
biasa disebut delignifikasi. Setelah mengalami delignifikasi selanjutnya dilakukan
hidrolisis menggunakan enzim. Enzim merupakan katalis spesifik yang hanya
dapat bekerja pada substrat tertentu yang sesuai, sehingga penanganan untuk
hidrolisis enzimatis menjadi lebih kompleks.

11

Hidrolisat yang dihasilkan dari proses hidrolisis akan digunakan oleh
mikroorganisme dalam proses fermentasi untuk menghasilkan etanol. Pada
umumnya proses fermentasi dilakukan oleh khamir, sehingga diperlukan kondisi
yang optimum agar perombakan glukosa menjadi etanol dapat berlangsung
dengan optimal.

Sintesis Pemecahan Permasalahan

Pengolahan pod kakao menjadi etanol melalui beberapa tahapan yang
memiliki ciri khas masing-masing. Tahapan awal merupakan perlakuan
pendahuluan dimana pod kakao diberi perlakuan fisik berupa pengeringan dan
pengecilan ukuran menjadi bentuk bubuk. Pengecilan ukuran dari pod kakao
bertujuan untuk memutuskan struktur serat sehingga lebih mudah untuk
dihidrolisis. Selanjutnya dilakukan hidrolisis. Proses hidrolisis terbagai menjadi
dua kelompok besar yaitu dengan mengunakan asam atau menggunakan enzim.
Kedua tipe hidrolisis ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
Pada hidrolisis asam dilakukan dalam dua tahapan. Asam yang digunakan
yaitu asam klorida dengan konsentrasi yang rendah sehingga mengurangi
terjadinya resiko perombakan produk gula menjadi senyawa furfural. Pada
hidrolisis pertama digunakan asam klorida dengan konsentrasi 0,3% dengan
waktu hidrolisis selama 1 jam. Hidrolisis pertama akan memecah hemiselulosa
menjadi monomernya. Hidrolisat yang dihasilkan dari hidrolisis tahap pertama
dipisahkan, sedangkan bahan yang masih tersisa akan dihidrolisis kembali. Pada
hidrolisis kedua konsentrasi asam klorida yang digunakan lebih tinggi daripada
hidrolisis pertama yaitu 1%. Bahan yang masih tersisa sebagian besar terdiri dari
selulosa. Selulosa lebih sulit untuk dihidrolisis sehingga pada hidrolisis kedua
konsentrasi asam ditingkatkan. Hidrolisat dari hidrolisis pertama dan kedua
kemudian difermentasikan dalam fermentor.
Pada hidrolisis enzimatis, proses didahului dengan delignifkasi yaitu
penghilangan lignin. Proses penghilangan lignin dilakukan dengan penambahan

12

NaOH yang bertujuan untuk memecah ikatan lignin. Selulosa kemudian
dihidrolisis dengan menambahkan enzim selulase yang berfungsi untuk
merombak selulosa menjadi glukosa. Hidrolisat berupa produk gula yang
dihasilkan dari hidrolisis enzimatis kemudian difermentasi dalam fermentor.
Pada proses fermentasi digunakan mikroorganisme Saccharomyces
cerevisiae yang merupakan salah satu spesies khamir. Saccharomyces cerevisiae
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Saccharomyces
cerevisiae memerlukan suhu 30 oC dan pH 4.0.- 4.5 agar dapat tumbuh dengan
baik. Waktu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal pada proses
fermentasi ini adalah 72 jam.

13

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Pod kakao merupakan komponen limbah terbesar dari buah kakao.
Volume limbah pod kakao yang begitu besar merupakan suatu permasalahan
apabila tidak ditangani dengan baik. Alternatif penanganan limbah pod kakao
yang dapat meningkatkan nilai tambah dan bernilai ekonomi yaitu dengan
mengolahnya menjadi etanol. Etanol merupakan sumber energi terbarukan yang
potensial untuk dikembangkan. Hal ini dikarenakan jumlah energi fosil yang
semakin menipis sehingga perlu dicari energi alternatif untuk menggantikannya.
Pengolahan pod kakao menjadi etanol melalui beberapa tahapan.
Hidrolisis merupakan salah satu tahapan yang sangat penting, karena menentukan
kandungan gula yang akan digunakan untuk proses fermentasi yang menghasilkan
etanol. Secara tidak langsung, kadar etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi
berkaitan erat dengan keberhasilan proses hidrolisis.
Hidrolisis lignoselulosa terbagi menjadi dua kelompok, yaitu hidrolisis
asam dan hidrolisis enzimatis. Kedua tipe hidrolisis ini mempunyai kelebihan dan
kekurangan masing-msing. Hidrolisis asam lebih mudah dilakukan dan
memerlukan waktu yang lebih singkat. Biayanya pun lebih murah dibandingkan
dengan penggunaan enzim. Namun, pada hidrolisis asam dapat dihasilkan produk
samping yang dapat menggangu proses fermentasi. Hal ini dapat diatasi dengan
menggunakan asam dengan konsentrasi yang tepat, sehingga pembentukan produk
samping dapat diminimalisir.
Pada hidrolisis enzimatis tidak terjadi pembentukkan produk yang akan
menghambat proses fermentasi. Prosesnya pun lebih lunak karena tidak
memerlukan temperatur proses yang tinggi. Hidrolisis enzimatis memerlukan
biaya yang lebih tinggi, karena biaya pembeliaan enzim lebih mahal dibandingkan
dengan asam. Selain itu, sebelum hidrolisis enzimatis harus dilakukan

14

delignnifikasi untuk menghilangkan lignin. Secara keseluruhan waktu proses yang
dibutuhkan menjadi lebih lama dibandingkan dengan hidrolisis asam.

Saran

Pemanfaatan limbah pod kakao menjadi etanol berpotensi untuk
dikembangkan lebih lanjut. Mengingat luasnya perkebunan kakao dan
produktivitasnya dalam setahun. Selain itu perlu dipikirkan solusi lain untuk
memanfaatkan limbah pod kakao yang lebih efektif dan efisien.
Jika dilihat pada tahapan prosesnya, maka proses pembuatan etanol dari
limbah pod kakao yang paling penting adalah hidrolisis. Jika dikembangkan
dalam skala besar hidrolisis asam merupakan pilihan tepat. Pemilihan ini tentu
saja memperhatikan aspek kemudahan dan finansial. Hidrolisis asam dalam skala
yang lebih besar akan lebih optimal jika menggunakan tangki berpengaduk
sehingga asam akan terpapar secara sempurna. Tetapi, hidrolisis secara enzimatis
juga sangat potensial untuk dikembangkan, karena penggunaanya aman bagi
lingkungan dan dapat menghasilkan hidrolisat glukosa dengan rendemen yang
lebih tinggi.

15

DAFTAR PUSTAKA

Ashadi, R.W. 1988. Pembutaan Gula Cair dari Pod Coklat dengan Menggunakan
Asam Sulfat, Enzim, serta Kombinasi Keduanya. Skripsi. Fakultas
Teknologi Pertanian, IPB. Bogor.
Fan, L.T., Y.H. Lee, dan M.M.Gharpuray. 1982. The Nature of Lignocellulosics
and Their Pretreatment for Enzymatic Hydrolysis. Adv. Bichem. Eng. 23:
158 – 187.
Grethlein, H. E. 1984. Pretreatment for Enhanced Hydrolysis of Cellulosic
Biomass. Biotechnology Advances 2(1), 43-62.
Hamelinck, C. N.; Hooijdonk, G. v. & Faaij, A. P. 2005. Etanol from
Lignocellulosic Biomass: Techno-Economic Performance in Short, Middle,
and Long-Term. Biomass and Bioenergy 28(4), 384–410.
Moore, H.K. Process of Making Ethyl Alcohol from Wood. 1,323,540 United State
of America, 1919.
Mosier, Nathan, et al. 2005. Features of Promising Technologies for Pretreatment
of Lignocellulosic Biomass. Bioresource Technology 96 , pp. 673–686.
Oshima, M. 1965. Wood Chemistry Process Engineering Aspect. Noyes Develop.
Corp. New York.
Palonen, Hetti. 2004. Role of Lignin in the Enzymatic Hydrolysis of
Lignocellulose. VTT Biotechnology.
Perez, J. et al. 2005. Biodegradation and Biolgical Treatments of Cellulose,
Hemicellulose, and Lignin: An Overview. Int Microbiol, Vol. 5, pp. 53-63.
Prescott, S.C. dan C.G. Dunn. 1981. Industrial Microbiology. Mc Graw-Hill Book
Co.Ltd. New York.
Shofiyanto, M.E. 2008. Hidrolisis Tongkol Jagung oleh Bakteri Selulotik untuk
Produksi Bietanol dalam Kultur Campuran. Skripsi.
Sun, Y. and Cheng, J. 2002. Hydrolysis of Lignocellulosic Materials for Ethanol
Production: A Review. Bioresource Technology, Vol. 83, pp. 1-11.
Suryani, Dinie dan Zulfebriansyah. 2007. Komoditas Kakao : Potret dan Peluang
Pembiayaan. Economic Review, No. 210.

16

Taherzadeh, Muhammad J. and Karimi, Keikhosro. 2008. Pretreatment of
Lignocellulosic Waste to Improve Bioethanol and Biogas Production. Int.
J. Mol. Sci 9, pp. 1621-1651.
Taherzadeh, M.J. and Karimi, K. 2007. Acid-Based Hydrolysis Processes for
Ethanol from Lignocellulosic Materials: A Review. Bioresources 2(3), pp.
472-499.

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK
MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI
TERBARUKAN

BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT

DIUSULKAN OLEH :

LILY KURNIATY SYAM

F34052110 (2005)

JIHAN FARIKHA

F34052405 (2005)

DINA NUR FITRIANA

F34063394 (2006)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
i

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan

: Pemanfaatan Limbah Pod Kakao untuk
Menghasilkan Etanol sebagai Sumber Energi
Terbarukan

2. Bidang Kegiatan

: ( ) PKM-AI

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan
d. Universitas/Institut/Politeknik
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
f. Alamat email

:
:
:
:
:
:

() PKM-GT

Lily Kurniaty Syam
F34052210
Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Babakan Lio/ 085218623592
lee_aja_deh@yahoo.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : Satu (1) orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Ir. Erliza Noor
b. NIP
: 131 667 793
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jalan Terapi Raya AD6, Bumi
Menteng Asri, Bogor 16111
Telpon (0251) 83753364
HP. 081314353443
Dramaga, 2 April 2009
Menyetujui,
Ketua Departemen

Ketua Pelaksana Kegiatan

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 131 841 749

Lily Kurniaty Syam
NIM. F34052210

Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan

Dosen Pendamping

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP. 131 473 999

Dr. Ir. Erliza Noor
NIP. 131 667 793
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan proposal
program kreativitas mahasiswa gagasan tertulis yang berjudul ” pemanfaatan
limbah pod kakao untuk menghasilkan etanol sebagai sumber energi terbarukan”.
Didasari kesadaran penuh atas peran dari mahasiswa sebagai agen bagi
perubahan bangsa dan dapat menyumbangklan pemikiran dan solusi yang real
untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat saat ini maka
mendorong penulis untuk memanfaatkan potensi yang ada di indonesia untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Penulisan gagasan ini terbentuk dari melihat
keadaan bangsa saat ini dengan semakin menipisnya cadangan energi dari tahun
ke tahun, sedangkan disisi lain memanfaatkan limbah pod coklat yang ada di
indonesia pemanfaatannya belum teroptimalkan, maka penulis menuangkan ide
dan gagasan tersebut dalam proposal ini

untuk membantu mengatasi

permasalahan yang ada dimasyarakat.
Semoga dengan terbentuknya gagasan ini dapat membantu mengatasi
permasalahan yang ada pada masyarakat dalam hal cadangan energi dan
penanganan limbah pod kakao yang belum optimal Penulis menyadari penulisan
proposal ini masih banyak kekurangan. Semoga Allah SWT meridhoi karya dari
gagasan tertulis ini amin.

Bogor, 2 April 2009

Penulis

iii

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................................

1

Tujuan .......................................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................

3

Pod Kakao .................................................................................................

3

Proses Produksi Etanol ..............................................................................

4

METODE PENULISAN .....................................................................................

8

ANALISIS DAN SINTESIS ...............................................................................

9

Analisis Permasalahan ...............................................................................

9

Sintesis Pemecahan Permasalahan ............................................................. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 13
Kesimpulan ................................................................................................ 13
Saran ........................................................................................................... 14

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Buah Kakao .......................................................................

3

Tabel 2. Komposisi Kimia Pod Kakao ...............................................................

3

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Luas Areal Perkebunan Coklat dan Jumlah Produksi .................... 20
Lampiran 2. Perlakuan Pendahuluan .................................................................. 21
Lampiran 3. Hidrolisis Asam .............................................................................. 22
Lampiran 4. Hidrolisis Enzimatis ...................................................................... 23
Lampiran 5. Proses Fermentasi .......................................................................... 24

vi

RINGKASAN

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menempati
peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara,
setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975
juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya (Suryani dan
Zulfebriansyah, 2005). Luas areal perkebunan kakao di Indonesia pada 2006
mencapai 1,19 juta hektar dengan rata-rata pertumbuhan lahan 7,4% per tahun.
Produksi buah kakao tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton atau tumbuh rata-rata
3,8% per tahun. (Suryani dan Zulfebriansyah, 2005).
Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas
areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi persatuan
luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Komponen limbah buah
kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa disebut pod kakao, yaitu
sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988). Jika dilihat dari data produksi buah
kakao yang mencapai 779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao yang dihasilkan
sebesar 584,6 ribu ton/tahun. Apabila limbah pod kakao ini tidak ditangani secara
serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan.
Sampai saat ini pod kakao belum dimanfaatkan secara optimal. Pod kakao
merupakan limbah lignoselulosa yang mengandung komponen utama berupa
lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Ashadi mengenai pembuatan gula cair dari pod kakao didapatkan data
mengenai komposisi buah kakao dan kandungan kimiawi pod kakao. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pod kakao mengandung 20.11 lignin,
31.25 selulosa, dan 48.64 hemiselulosa. Kandungan selulosa pada pod kakao
cukup potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai ekonomi. Salah
satunya yaitu etanol.
Etanol yang berasal dari gula dan pati dalam jangka panjang kurang
ekonomis. Hal ini karena sumber pertanian yang banyak mengandung gula dan
pati digunakan sebagai pangan dan pakan. Altenatif solusinya yaitu membuat
etanol dari selulosa yang juga merupakan polimer glukosa. Namun, pembuatan
etanol dari selulosa memerlukan tahapan pendahuluan sebelum dilakukan
fermentasi. Hal ini karena struktur selulosa yang lebih kompleks sehingga harus
dirombak agar fermentasi untuk menghasilkan etanol dapat berlangusng dengan
optimal. Menurut Shofiyanto (2008), bahan selulosa pada limbah dapat
dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi etanol dengan melakukan
hidrolisis terlebih dahulu.
Pengolahan pod kakao menjadi etanol melalui beberapa tahapan yang
memiliki ciri khas masing-masing. Tahapan awal merupakan perlakuan
pendahuluan dimana pod kakao diberi perlakuan fisik berupa pengeringan dan
pengecilan ukuran menjadi bentuk bubuk. Pengecilan ukuran pada pod kakao
bertujuan untuk memutuskan struktur serat sehingga lebih mudah untuk
dihidrolisis. Selanjutnya dilakukan hidrolisis. Proses hidrolisis terbagai menjadi
dua kalompok besar yaitu dengan mengunakan asam atau menggunakan enzim.
Kedua tipe hidrolisis ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
vii

Melalui proses hidrolisis, selulosa pada pod kakao akan dirombak menjadi
glukosa. Namun, adanya lignin yang terikat bersama dengan selulosa membentuk
struktur serat menjadi rintangan tersendiri dalam proses hidrolisis selulosa.
Apabila hidrolisis dilakukan dengan menggunakan metode asam, maka
pemecahan ikatan lignin dapat dilakukan secara bersamaan dengan perombakan
selulosa. Hal ini menjadikan proses hidrolisis menjadi lebih singkat dan efisien.
Konsekuensinya yaitu kandungan hidrolisat yang dihasilkan tidak spesifik, tetapi
mengandung berbagai macam monomer gula dari polimer selulosa dan produk
samping lainnya. Selain itu, kemungkinan terjadinya perombakan produk gula
yang dihasilkan menjadi senyawa lain seperti furfural sangat mungkin terjadi.
Apalagi jika asam yang digunakan berkonsentrasi tinggi. Resiko-resiko yang
terdapat dalam hidrolisis asam dapat direduksi dengan melakukan hidrolisis asam
dengan dua tahap.
Hidrolisis secara enzimatis memerlukan waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan hidrolisis asam. Pada hidrolisis enzimatis lignin harus
dihilangkang terlebih dulu. Lignin dapat menjadi penghalang penetrasi enzim ke
selulosa, sehingga penghilangan lignin merupakan hal yang harus dilakukan jika
ingin didapatkan kondisi hidrolisis yang optimal. Proses penghilangan lignin biasa
disebut delignifikasi. Delignifikasi dilakukan dengan penambahan NaOH yang
bertujuan untuk memecah ikatan lignin. Setelah mengalami delignifikasi
selanjutnya dilakukan hidrolisis menggunakan enzim. Enzim merupakan katalis
spesifik yang hanya dapat bekerja pada substrat tertentu yang sesuai. Enzim
selulase berfungsi untuk merombak selulosa menjadi glukosa. Hidrolisat berupa
produk gula yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatis kemudian difermentasi
dalam fermentor.
Pada proses fermentasi digunakan mikroorganisme Saccharomyces
cerevisiae yang merupakan salah satu spesies khamir. Saccharomyces cerevisiae
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Saccharomyces
cerevisiae memerlukan suhu 30 oC dan pH 4.0.- 4.5 agar dapat tumbuh dengan
baik. Waktu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal pada proses
fermentasi ini adalah 72 jam. Setelah proses fermentasi dilakukan penyaringan
untuk memisahkan etanol dari substrat yang masih tersisa.
Adanya gagasan tertulis ini diharapkan dapat memberikan solusi
pemanfaatan pod kakao menjadi produk bernilai ekonomi seperti etanol. Etanol
yang dihasilkan merupakan etanol generasi kedua yang menjadi harapan solusi
bahan bakar masa depan.

viii

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

PEMANFAATAN LIMBAH POD KAKAO UNTUK
MENGHASILKAN ETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI
TERBARUKAN

BIDANG KEGIATAN :
PKM-GT

DIUSULKAN OLEH :

LILY KURNIATY SYAM

F34052110 (2005)

JIHAN FARIKHA

F34052405 (2005)

DINA NUR FITRIANA

F34063394 (2006)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
i

HALAMAN PENGESAHAN

1. Judul Kegiatan

: Pemanfaatan Limbah Pod Kakao untuk
Menghasilkan Etanol sebagai Sumber Energi
Terbarukan

2. Bidang Kegiatan

: ( ) PKM-AI

3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap
b. NIM
c. Jurusan
d. Universitas/Institut/Politeknik
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP
f. Alamat email

:
:
:
:
:
:

() PKM-GT

Lily Kurniaty Syam
F34052210
Teknologi Industri Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Babakan Lio/ 085218623592
lee_aja_deh@yahoo.com

4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : Satu (1) orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar
: Dr. Ir. Erliza Noor
b. NIP
: 131 667 793
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jalan Terapi Raya AD6, Bumi
Menteng Asri, Bogor 16111
Telpon (0251) 83753364
HP. 081314353443
Dramaga, 2 April 2009
Menyetujui,
Ketua Departemen

Ketua Pelaksana Kegiatan

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti
NIP. 131 841 749

Lily Kurniaty Syam
NIM. F34052210

Wakil Rektor Bidang Akademik
dan Kemahasiswaan

Dosen Pendamping

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS
NIP. 131 473 999

Dr. Ir. Erliza Noor
NIP. 131 667 793
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan proposal
program kreativitas mahasiswa gagasan tertulis yang berjudul ” pemanfaatan
limbah pod kakao untuk menghasilkan etanol sebagai sumber energi terbarukan”.
Didasari kesadaran penuh atas peran dari mahasiswa sebagai agen bagi
perubahan bangsa dan dapat menyumbangklan pemikiran dan solusi yang real
untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di masyarakat saat ini maka
mendorong penulis untuk memanfaatkan potensi yang ada di indonesia untuk
mengatasi permasalahan yang ada. Penulisan gagasan ini terbentuk dari melihat
keadaan bangsa saat ini dengan semakin menipisnya cadangan energi dari tahun
ke tahun, sedangkan disisi lain memanfaatkan limbah pod coklat yang ada di
indonesia pemanfaatannya belum teroptimalkan, maka penulis menuangkan ide
dan gagasan tersebut dalam proposal ini

untuk membantu mengatasi

permasalahan yang ada dimasyarakat.
Semoga dengan terbentuknya gagasan ini dapat membantu mengatasi
permasalahan yang ada pada masyarakat dalam hal cadangan energi dan
penanganan limbah pod kakao yang belum optimal Penulis menyadari penulisan
proposal ini masih banyak kekurangan. Semoga Allah SWT meridhoi karya dari
gagasan tertulis ini amin.

Bogor, 2 April 2009

Penulis

iii

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN ..............................................................................................

1

Latar Belakang ...........................................................................................

1

Tujuan .......................................................................................................

2

TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................

3

Pod Kakao .................................................................................................

3

Proses Produksi Etanol ..............................................................................

4

METODE PENULISAN .....................................................................................

8

ANALISIS DAN SINTESIS ...............................................................................

9

Analisis Permasalahan ...............................................................................

9

Sintesis Pemecahan Permasalahan ............................................................. 11
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 13
Kesimpulan ................................................................................................ 13
Saran ........................................................................................................... 14

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Buah Kakao .......................................................................

3

Tabel 2. Komposisi Kimia Pod Kakao ...............................................................

3

v

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Luas Areal Perkebunan Coklat dan Jumlah Produksi .................... 20
Lampiran 2. Perlakuan Pendahuluan .................................................................. 21
Lampiran 3. Hidrolisis Asam .............................................................................. 22
Lampiran 4. Hidrolisis Enzimatis ...................................................................... 23
Lampiran 5. Proses Fermentasi .......................................................................... 24

vi

RINGKASAN

Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang menempati
peringkat ketiga ekspor sektor perkebunan dalam menyumbang devisa negara,
setelah komoditas karet dan CPO. Pada 2006 ekspor kakao mencapai US$ 975
juta atau meningkat 24,2% dibanding tahun sebelumnya (Suryani dan
Zulfebriansyah, 2005). Luas areal perkebunan kakao di Indonesia pada 2006
mencapai 1,19 juta hektar dengan rata-rata pertumbuhan lahan 7,4% per tahun.
Produksi buah kakao tahun 2006 mencapai 779,5 ribu ton atau tumbuh rata-rata
3,8% per tahun. (Suryani dan Zulfebriansyah, 2005).
Semakin meningkatnya produksi kakao baik karena pertambahan luas
areal pertanaman maupun yang disebabkan oleh peningkatan produksi persatuan
luas, akan meningkatkan jumlah limbah buah kakao. Komponen limbah buah
kakao yang terbesar berasal dari kulit buahnya atau biasa disebut pod kakao, yaitu
sebesar 75 % dari total buah (Ashadi, 1988). Jika dilihat dari data produksi buah
kakao yang mencapai 779,5 ribu ton, maka limbah pod kakao yang dihasilkan
sebesar 584,6 ribu ton/tahun. Apabila limbah pod kakao ini tidak ditangani secara
serius maka akan menimbulkan masalah lingkungan.
Sampai saat ini pod kakao belum dimanfaatkan secara optimal. Pod kakao
merupakan limbah lignoselulosa yang mengandung komponen utama berupa
lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan
oleh Ashadi mengenai pembuatan gula cair dari pod kakao didapatkan data
mengenai komposisi buah kakao dan kandungan kimiawi pod kakao. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa pod kakao mengandung 20.11 lignin,
31.25 selulosa, dan 48.64 hemiselulosa. Kandungan selulosa pada pod kakao
cukup potensial untuk diolah lebih lanjut menjadi produk bernilai ekonomi. Salah
satunya yaitu etanol.
Etanol yang berasal dari gula dan pati dalam jangka panjang kurang
ekonomis. Hal ini karena sumber pertanian yang banyak mengandung gula dan
pati digunakan sebagai pangan dan pakan. Altenatif solusinya yaitu membuat
etanol dari selulosa yang juga merupakan polimer glukosa. Namun, pembuatan
etanol dari selulosa memerlukan tahapan pendahuluan sebelum dilakukan
fermentasi. Hal ini karena struktur selulosa yang lebih kompleks sehingga harus
dirombak agar fermentasi untuk menghasilkan etanol dapat berlangusng dengan
optimal. Menurut Shofiyanto (2008), bahan selulosa pada limbah dapat
dimanfaatkan sebagai sumber karbon untuk produksi etanol dengan melakukan
hidrolisis terlebih dahulu.
Pengolahan pod kakao menjadi etanol melalui beberapa tahapan yang
memiliki ciri khas masing-masing. Tahapan awal merupakan perlakuan
pendahuluan dimana pod kakao diberi perlakuan fisik berupa pengeringan dan
pengecilan ukuran menjadi bentuk bubuk. Pengecilan ukuran pada pod kakao
bertujuan untuk memutuskan struktur serat sehingga lebih mudah untuk
dihidrolisis. Selanjutnya dilakukan hidrolisis. Proses hidrolisis terbagai menjadi
dua kalompok besar yaitu dengan mengunakan asam atau menggunakan enzim.
Kedua tipe hidrolisis ini mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing.
vii

Melalui proses hidrolisis, selulosa pada pod kakao akan dirombak menjadi
glukosa. Namun, adanya lignin yang terikat bersama dengan selulosa membentuk
struktur serat menjadi rintangan tersendiri dalam proses hidrolisis selulosa.
Apabila hidrolisis dilakukan dengan menggunakan metode asam, maka
pemecahan ikatan lignin dapat dilakukan secara bersamaan dengan perombakan
selulosa. Hal ini menjadikan proses hidrolisis menjadi lebih singkat dan efisien.
Konsekuensinya yaitu kandungan hidrolisat yang dihasilkan tidak spesifik, tetapi
mengandung berbagai macam monomer gula dari polimer selulosa dan produk
samping lainnya. Selain itu, kemungkinan terjadinya perombakan produk gula
yang dihasilkan menjadi senyawa lain seperti furfural sangat mungkin terjadi.
Apalagi jika asam yang digunakan berkonsentrasi tinggi. Resiko-resiko yang
terdapat dalam hidrolisis asam dapat direduksi dengan melakukan hidrolisis asam
dengan dua tahap.
Hidrolisis secara enzimatis memerlukan waktu yang lebih panjang
dibandingkan dengan hidrolisis asam. Pada hidrolisis enzimatis lignin harus
dihilangkang terlebih dulu. Lignin dapat menjadi penghalang penetrasi enzim ke
selulosa, sehingga penghilangan lignin merupakan hal yang harus dilakukan jika
ingin didapatkan kondisi hidrolisis yang optimal. Proses penghilangan lignin biasa
disebut delignifikasi. Delignifikasi dilakukan dengan penambahan NaOH yang
bertujuan untuk memecah ikatan lignin. Setelah mengalami delignifikasi
selanjutnya dilakukan hidrolisis menggunakan enzim. Enzim merupakan katalis
spesifik yang hanya dapat bekerja pada substrat tertentu yang sesuai. Enzim
selulase berfungsi untuk merombak selulosa menjadi glukosa. Hidrolisat berupa
produk gula yang dihasilkan dari hidrolisis enzimatis kemudian difermentasi
dalam fermentor.
Pada proses fermentasi digunakan mikroorganisme Saccharomyces
cerevisiae yang merupakan salah satu spesies khamir. Saccharomyces cerevisiae
memiliki daya konversi gula menjadi etanol sangat tinggi. Saccharomyces
cerevisiae memerlukan suhu 30 oC dan pH 4.0.- 4.5 agar dapat tumbuh dengan
baik. Waktu yang diperlukan untuk mencapai hasil yang optimal pada proses
fermentasi ini adalah 72 jam. Setelah proses fermentasi dilakukan penyaringan
untuk memisahkan etanol dari substrat yang masih tersisa.
Adanya gagasan tertulis ini diharapkan dapat memberikan solusi
pemanfaatan pod kakao menjadi produk bernilai ekonomi seperti etanol. Etanol
yang dihasilkan merupakan etanol generasi kedua yang menjadi harapan solusi
bahan bakar masa depan.

viii