Rancang Bangun Alat Pengiris Tempe
44
Lampiran 1. Flow Chart pelaksanaan penelitian.
Mulai
Merancang
bentuk alat
Menggambar dan
menentukan dimensi alat
Memilih bahan
Diukur bahan yang
akan digunakan
Dipotong bahan yang
digunakan sesuai dengan
dimensi pada gambar
Merangkai alat
Pengelasan
Digerinda permukaan
yang kasar
Pengecatan
b
a
Universitas Sumatera Utara
45
b
a
Pengujian alat
Layak?
Pengukuran parameter
Analisis data
Selesai
Universitas Sumatera Utara
46
Lampiran 2. Perhitungan komponen alat pengiris tempe
Dari persamaan (1) dapat diperoleh:
n2 = 236,7 ≈ 237 rpm
Perhitungan Panjang Sabuk V
Nilai C adalah jarak sumbu poros antara kedua pulley. Yang direncanakan adalah
600mm.
= 2 x 600mm + 1,57 (304,8 + 50,8) +
= 1785,47 mm ≈ 70,29 inchi
Universitas Sumatera Utara
47
Lampiran 3. Perhitungan daya motor
Diameter piringan
: 20 cm
Tebal piringan
: 0.5 cm
Diameter Pulley
: 30.48 cm
Piringan terbuat dari aluminium ( = 2.7 gr/cm3).
Volume piringan
= Luas penampang x tebal piringan
= π r2 x t
= 3.14 (10)2 x 0.5
= 157 cm3
Massa piringan
=ρx
= 2.7 gr/cm3 x 157cm3
= 423.9 gr
= 0.4239 Kg
F
= m x jari-jari poros ke tengah pisau
r pulley
= 0.4239 Kg x 30 cm
15.24 cm
= 0.8344 Kgf
= 1.84248 Lb
T
= F x r rotor
= 1.84248 Lb x 0.3937 inchi
= 0.72538 Lb. In
Universitas Sumatera Utara
48
= 2πn
= 2 x 3.14 x 1420
= 8917.6 rad
P= 0.10268 H ≈ 0.0766 KW
Pd
= fc × P (KW)
Pd
= 1.2 × 0.0766 KW
Pd
= 0.09191 KW ≈ 0.123 H
Karena dipasaran tidak tersedia motor listrik dengan daya 0.123 HP maka
digunakan motor dengan daya yang mendekati nilai tersebut yaitu 0.25 HP.
Universitas Sumatera Utara
49
Lampiran 4. Gambar teknik alat pengiris tempe
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
50
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
51
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
52
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
53
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
54
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
55
Lampiran 5. Gambar alat
Tampak Simetris
Tampak atas
Universitas Sumatera Utara
56
Tampak Samping
Piringan Pisau
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 6. Gambar tempe setelah diiris
Irisan yang bagus
Irisan yang rusak
Universitas Sumatera Utara
58
lampiran 7. Kapasitas efektif alat dan persentase bahan rusak
Kapasitas
efektif
alat
menunjukkan
produktivitas
alat
selama
pengoperasian tiap satuan waktu.
Tabel 7. Data Kapasitas Alat dan Persentase Bahan Rusak
Bahan
Persentase Kapasitas
M0
Mt
t
Ulangan
rusak
bahan
alat
(gram)
(gram)
(detik)
(gram)
rusak (%) (kg/jam)
I
1000
880
35,3
120
12
89,79
II
1000
820
35,8
180
18
82,83
III
1000
840
36,4
160
16
83,16
Total
3000
2540
107,5
460
46
255,78
Rata-rata
1000
846,6
35,83
153,3
15,3
85,26
Perhitungan
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 8. Analisis ekonomi
1. Unsur produksi
1. Biaya pembuatan alat (P)
= Rp. 3.300.000
2. Umur ekonomi (n)
= 5 tahun
3. Nilai akhir alat (S)
= Rp. 330.000
4. Jam kerja
= 7 jam/hari
5. Produksi
= 85,26 Kg/jam
6. Biaya operator
= Rp. 10.000 / jam
7. Biaya listrik
= Rp. 251,472/jam
8. Biaya perbaikan
= Rp. 356,4/ jam
9. Bunga modal dan asuransi
= Rp. 188.100/tahun
10. Jam kerja alat per tahun
= 2058 jam/tahun ( asumsi 294 hari
efektif berdasarkan tahun 2015)
2. Perhitungan biaya produksi
a. Biaya tetap (BT)
1. Biaya penyusutan (D)
Dt = (P-S) (A/F, i, n) (F/P, i, n-1)
Tabel 9. Perhitungan biaya penyusutan dengan metode sinking fund
Akhir Tahun ke (P-S) (Rp)
(A/F, 7.5%, n) (F/P, 7.5%, n-1)
0
1
2.970.000
0.1722
1
2
2.970.000
0.1722
1,075
3
2.970.000
0.1722
1,15565
4
2.970.000
0.1722
1,24235
5
2.970.000
0.1722
1,33565
Dt
511.434
549.791
591.038
635.380
683.096
Universitas Sumatera Utara
60
2.
Bunga modal (7,5%) dan asuransi (2%)
I
=
=
= Rp. 188.100/tahun
Tabel 10. Perhitungan biaya tetap tiap tahun
Tahun
D
I
(Rp)
(Rp/tahun)
1
511.434
188.100
2
549.791
188.100
3
591.038
188.100
4
635.380
188.100
5
683.096
188.100
Biaya tetap
(Rp/tahun)
699.534
737.891
779.138
823.480
871.196
b. Biaya tidak tetap (BTT)
1. Biaya perbaikan alat (reparasi)
Biaya reparasi
=
=
= Rp. 356,4/jam
2. Biaya listrik
Motor listrik 1/4 HP = 0,186 kW
Biaya listrik = 0,186 x Rp. 1.352/kWh
(Gol tarif R-1/TR)
= Rp. 251,472/jam
3. Biaya operator
Diperkirakan upah operator untuk mengoperasikan alat adalah sebesar
Rp.10.000/jam.
Biaya Tidak Tetap (BTT)
= biaya reparasi + upah operator + biaya listrik
= Rp. 356,4 + Rp. 10.000 + Rp. 251,4
= Rp. 10.607,8/jam
Universitas Sumatera Utara
61
Biaya pokok =
+ BTT]C
Tabel 11. perhitungan biaya pokok tiap tahun
Tahun
BT
X
BTT
(Rp/tahun) (jam/tahun) (Rp/jam)
1
699.534
2.058
10.607,8
2
737.891
2.058
10.607,8
3
779.138
2.058
10.607,8
4
823.480
2.058
10.607,8
5
871.196
2.058
10.607,8
C (jam/kg)
0.01173
0.01173
0.01173
0.01173
0.01173
BP
(Rp/Kg)
128,416
128,635
128,870
129,123
129,395
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 9. Break even point
Break even point atau analisis titik impas (BEP) umumnya berhubungan
dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha
yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap
sama dengan nol.
Biaya tetap (F) tahun ke- 5
= Rp. 871.196/tahun
Biaya tidak tetap (V)
= Rp. 10.607,8 (1 jam = 85,26 Kg)
= Rp. 124,41 /Kg
Penerimaan setiap produksi (R)
= Rp. 3428,71/Kg (harga ini diperoleh dari
upah buruh harian lepas yaitu 30.000)
Alat akan mencapai break even point jika alat telah mengiris sebanyak :
N=
=
F
(R-V)
Rp. 871.196/tahun
Rp. 3428,71/kg – Rp.124,41/kg)
= 236,66 Kg/tahun
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 10. Net present value
Investasi
= Rp. 3.300.000
Nilai akhir
= Rp. 330.000
Suku bunga bank
= Rp 7.5%
KEA
= 46,30 Kg/jam (berdasarkan perhitungan estimasi
waktu mengupas bungkus tempe yaitu 10 detik)
Umur alat
= 5 tahun
Cash in Flow 7,5%
= Pendapatan + Nilai akhir
= penerimaan x KEA x jam kerja x (P/A.7,5%.5) + nilai akhir x (P/F.7,5%.5)
= 3428,57 x 46,30 x 2058 x 4,05145 + 330.000 x 0,6968
= 1.323.578.994,06 + 229.944
= 1.323.808.937,06
= biaya pokok x kapasitas alat x jam kerja x (P/F.7,5%.n)
Pembiayaan
Tabel 12. Perhitungan pembiayaan 7.5% tiap tahun
BP
Kap. Alat
Jam kerja
Tahun
(P/F.7,5%.n)
(Rp/Kg)
(Kg/jam) (jam/tahun)
1
128,416
46,30
2.058
0,9302
2
128,635
46,30
2.058
0,8654
3
128,870
46,30
2.058
0,8058
4
129,123
46,30
2.058
0,7489
5
129,395
46,30
2.058
0,6968
Total
Pembiayaan
11.382.085,26
10.607.240,19
9.894.764,28
9.214.118,63
8.591.163,77
49.689.372,13
Jumlah COF = Rp. 3.300.000 + Rp. 46.689.372,13
= Rp. 52.989.372,13
NPV 7.5%
= CIF – COF
= Rp. 1.323.808.937,06 - 52.989.372,13
= Rp. 1.270.819.564,93
Jadi besarnya NPV 7.5% adalah Rp. 1.270.819.564,93 > 0 maka usaha ini
layak untuk dijalankan.
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 11. Internal rate of return
Dengan menggunakan metode IRR akan mendapat informasi yang berkaitan
dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang
dijelaskan dalam bentuk % periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan
seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa
besar pula kewajiban yang harus dipenuhi.
Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, pada
discount rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
IRR = i1 –
(i1 – i2)
Suku bunga bank paling atraktif (i1) = 7.5%
Suku bunga coba-coba ( > dari i1) (i2) = 12%
Cash in Flow 12%
= Pendapatan + Nilai akhir
= penerimaan x KEA x jam kerja x (P/A.12%.5) + nilai akhir x (P/F.12%.5)
= 3428,57 x 46,30 x 2058 x 3,6048 + 330.000 x 0,5674
= 1.177.661.714,74 + 187.242
= 1.177.848.956,74
Pembiayaan
= biaya pokok x kapasitas alat x jam kerja x (P/F.12%.n)
Tabel 13. Perhitungan pembiayaan 12% tiap tahun
BP
Kap. Alat
Jam kerja
Tahun
(P/F.12%.n)
(Rp/Kg)
(Kg/jam) (jam/tahun)
1
128,416
46,30
2.058
0,8929
2
128,635
46,30
2.058
0,7972
3
128,870
46,30
2.058
0,7118
4
129,123
46,30
2.058
0,6355
5
129,395
46,30
2.058
0,5674
Total
Pembiayaan
10.925.676,12
9.771.310,23
8.740.497,91
7.818.897,57
6.995.732,38
44.252.114,21
Universitas Sumatera Utara
65
Jumlah COF = Rp. 3.300.000 + Rp. 44.252.114,21
= Rp. 47.552.114,21
NPV 12%
= CIF – COF
= Rp. 1.177.848.956,74 – 47.552.114,21
= Rp. 1.130.296.842,53
Karena nilai X dan Y adalah positif maka digunakan rumus:
IRR = i2 +
(i2 – i1)
= 12% +
x (12% - 7.5%)
= 12% + (9,04 x 4,5%)
= 52,68 %
Universitas Sumatera Utara
66
Lampiran 12. Tarif listrik
PENETAPAN
PENYESUAIAN TARIF TENAGA LISTRIK
BULAN APRIL 2015
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BIAYA
GOL TARIF
BATAS DAYA
PEMAKAIAN
(Rp/kWh)
R-1/TR
1.300 VA
1.352,00
R-1/TR
2.200 VA
1.352,00
R-2/TR
3.500 VA sampai 1.468,25
5.500 VA
R-3/TR
6.600 VA ke atas
1.468,25
B-2/TR
6.600 VA sampai 1.468,25
200 Kva
B-3/TM
Di atas 200 Kva
I-3/TM
Di atas 200 kVA
I-4/TT
30.000 kVA ke
atas
P-1/TR
6.600 VA sampai 1.468,25
200 kVA
P-2/TM
Di atas 200 kVA
P-3/TR
1.468,25
L/TR, TM,
1.468,25
TT
PRA BAYAR
(Rp/kWh)
1.352,00
1.352,00
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
Sumber : PT. PLN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2011. Tanaman Kedelai. http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?.
[1 April 2015]
Budimarwanti, C., 2008. Komposisi dan Nutrisi pada Susu Kedelai. Hal : 4. Buku
Ajar. http://staff.uny.ac.id/sites/ [1 April 2015]
Daywin, F. J., Radja, G. S., Imam, H., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di
Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Distan KALSEL, 2014. Mengenal Kedelai.
http://distantph.kalselprov.go.id/2014/03/10/mengenal-kedelai/
Djoekardi, D., 1996. Mesin-Mesin Motor Induksi. Universitas Trisakti, Jakarta.
Giatman, M., 2006. Ekonomi Teknik. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjosentono, M., Wijanto, Elon, R., I. W. Badra, Dadang, T., 1996.
Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Hidayat, N., Masdiana, C. P., Sri, S., 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kamsiati, E., 2006. Diversifikasi Pengolahan Kedelai dalam Rangka Peningkatan
Konsumsi Kacang-kacangan di Kalimantan Tengah. Hal : 245. Skripsi.
http://kalteng.litbang.pertanian.go.id
Kastaman, R., 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Tasikmalaya.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Mabie, H. H and F. W. Ocvirk., 1967. Mechanics and Dynamic of Machinery.
John Wiley and Sons, Inc., New York.
Mursidah, 2005. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Upaya
Pengembangannya di Provinsi Kalimantan Timur. EPP, Vol : 2, No. 1 :
Hal 40. Jurnal Perkembangan Produksi Kedelai Nasional.
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/
Nash, A. W., 1998. Strenght of Materials. McGraw-Hill. New York.
Pusido BSN, 2012. Tempe: Persembahan Indonesia. http://www.bsn.go.id
Putro, S., 2006. Perajang Mekanik Keripik. Vol : 7, No. 2, Hal : 56, Juli 2006.
Jurnal Media Mesin.
42
Universitas Sumatera Utara
43
Riadi, L., 2007. Teknologi Fermentasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Romli, Syamsul, R., Tri, W., 2011. Mekanisasi Pemotongan Tempe Untuk
Keripik Menggunakan Pisau Rotasi. Vol : 3, No : 2, Hal : 37, Oktober
2011. Jurnal Austenit.
Santoso, 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Hal : 2-3. Buku Ajar.
https://labfpuwg.files.com/2010/02/teknologi-pengolahan-kedelai-teoridan-praktek.pdf
Setyowati, R., 2007. Populasi dan Jenis Bakteri pada Tempe yang dibungkus
Plastik. Hal : 1-3. Skripsi. http://eprints.ums.ac.id/Bab_1
Smith, H. P. Dan L. H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah
Mada University Press, Yoyakarta.
Saono, S., F. G. Winarno, D. Karjadi, 1982. Traditional Food Fermentation as
Industrial Resources in Asca Industries. The Indonesian Institute of
Sciences (LIPI), Jakarta.
Stolk, J dan C. Kross., 1981. Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan
Mesin. Penerjemah Handersin dan A. Rahman. Erlangga, Jakarta.
Sularso dan K. Suga., 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Waldiyono., 2008. Ekonomi Teknik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pustaka
Pelajar,Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Laboratorium
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe,
baja profil „L‟, puli (pulley), motor listrik, sabuk V(V-belt), baut dan mur, bearing
(bantalan), baja bulat padu (poros), kawat las, plat stainless steel, dan kabel.
Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis,
mesin las, mesin bor, mesin gerinda, gergaji besi, palu, tang, kunci pas, kunci L
dan kunci ring, kalkulator, stopwatch.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur
(kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang alat
pengiris
tempe.
Kemudian
dilakukan
perancangan
bentuk
dan
pembuatan/perangkaian komponen-komponen alat. Setelah itu, dilakukan
pengujian alat dan pengamatan parameter.
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat, dan mempersiapkan
bahan-bahan dan peralatan-peralatan yang akan digunakan dalam penelitian.
22
Universitas Sumatera Utara
23
Pelaksanaan Penelitian
Komponen utama alat pengiris tempe
Alat Pengiris yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa
komponen utama, yaitu:
1. Kerangka alat
Kerangka alat terbuat dari baja profil „L‟ dengan dimensi alat: panjang
70 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 100 cm. Kerangka berfungsi menopang
dan mendukung konstruksi dari alat dengan kokoh.
2. Pisau
Pisau terbuat dari baja yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran
10 x 5 cm yang terletak pada sebuah rumah pisau. Dengan ketebalan
irisan 2-4 mm. Rumah pisau berbentuk lingkaran dengan diameter 20
cm yang berfungsi sebagai tempat melekatnya pisau.
3. Motor listrik
Motor listrik yang akan digunakan mempunyai tenaga 0,25 HP dengan
kecepatan putar 1400 rpm. Motor listrik berfungsi untuk mengubah
energi listrik menjadi mekanis. Motor listrik juga berfungsi sebagai
tenaga penggerak dari pulley, poros dan rumah pisau hingga akhirnya
melakukan pengirisan bahan.
4. Sabuk-V
Sabuk-V yang digunakan mempunyai tipe A, yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya melalui sebuah pulley.
5. Bantalan
Universitas Sumatera Utara
24
Bantalan yang digunakan bantalan gelinding radial dan bantalan luncur.
6. Pulley
Pulley yang digunakan pada alat ini yaitu pulley jenis alur V dengan
diameter 2 inchi pada motor dan 12 inchi pada bagian yang akan
digunakan pada rangkaian pemotong.
7. Poros
Bahan poros pemutar yang akan digunakan direncanakan menggunakan
bahan baja padu.
Prosedur pembuatan alat pengiris tempe
Adapun prosedur pembuatan alat pengiris tempe adalah:
1. Dirancang terlebih dahulu bentuk atau kerangka alat pengiris tempe
kemudian digambar.
2. Dipilih bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat alat pengiris
tempe.
3. Diukur bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan kemudian dipotong.
4. Dilakukan pengelasan dan pengeboran untuk pemasangan kerangka
alat.
5. Dibentuk mata pisau dan rumahnya sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
6. Dilakukan pemasangan terhadap bahan yang telah sesuai dengan bentuk
yang dirancang.
7. Dilakukan pemasangan antara motor listrik, pulley, dan sabuk-V.
Universitas Sumatera Utara
25
Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang tempe dengan bentuk persegi panjang sebanyak 1 kg.
2. Dinyalakan alat pengiris tempe.
3. Tempe yang akan diiris diletakkan pada penampang tempat untuk
pengirisan tempe.
4. Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk mengiris tempe.
5. Ditimbang berat kentang yang teriris, dan tidak teriris atau rusak.
6. Dihitung nilai tiap-tiap parameter.
7. Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Universitas Sumatera Utara
26
Parameter Penelitian
1. Persentase kerusakan hasil
Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi
berat tempe yang rusak (hancur, hasil irisan tidak sempurna) dengan berat
tempe sebelum di iris dikali dengan 100%. Secara sistematis dapat
dituliskan dengan rumus:
2. Kapasitas efektif alat atau kea
Pengukuran kapasitas efektif alat dilakukan dengan membagi berat tempe
yang terpotong dengan waktu pemotongan. Secar sistematis dituliskan
dengan rumus:
(
)
3. Analisis ekonomi
Perhitungan biaya pengirisan tempe dilakukan dengan cara menjumlahkan
biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya Pokok =
+ BTT] C …………………(6)
dimana:
BT
= Total biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
= Total biaya tidak tetap (Rp/jam)
= Total jam kerja per tahun (jam/tahun)
C
= Kapasitas Alat (jam/kg)
Universitas Sumatera Utara
27
a. Biaya tetap
Biaya tetap terdiri dari:
1.
Biaya penyusutan (metode sinking fund)
Dt = (P-S) (A/F, i, n) (F/P, i, t-1) ................................................ (7)
dimana:
Dt = biaya penyusutan tiap akhir tahun (Rp/tahun)
P = harga beli (Rp)
S = nilai akhir (10% dari P) (Rp)
n = perkiraan umur ekonomi (tahun)
t = umur perkiraan mesin/alat pada permulaan tahun berikutnya
(Hidayat dkk, 1999).
2.
Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan besarnya :
I=
.............................................................................. (8)
dimana :
i = total persentase bunga modal dan asuransi
b. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari:
1. Biaya perbaikan untuk motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak. Biaya
perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan :
Biaya reparasi =
.................................................... (9)
2. Biaya listrik dari pemakaian daya dari motor listrik. Diketahui biaya listrik
yaitu Rp. 1352 / KWh
Universitas Sumatera Utara
28
3. Biaya karyawan / operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini
tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau
gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya (Hidayat dkk, 1999).
c. Break even point
Break even point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan
proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usahan yang
dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap
sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada disebelah kiri titik impas
maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila disebelah kanan
titik impas akan memperoleh keuntungan.
Analisis titik impas juga digunakan untuk :
1.
Hitungan biaya dan pendapatan untuk setiap alternatif kegiatan usaha.
2.
Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi
untuk peralatan produksi.
3.
Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi (kesamaan)
dari dua alternatif usulan investasi
(Waldyono, 2008).
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang
diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya operasional dan ada keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
29
Untuk mendefinisikan antara titik impas pada keuntungan (P) nol dan titik
impas dengan kontribusi keuntungan, keuntungan sebelum pajak (P) perlu diperha
tikan, yakni:
S
=
C
S - C
............................................................................ (10)
dimana:
S
=
sales variabel (produksi) (Kg)
FC
=
fix cash (biaya tetap) per tahun (Rp)
P
=
profit (keuntungan) (Rp) dianggap nol untuk mendapat titik impas.
SP
=
selling per unit (penerimaan dari tiap unit produksi) (Rp)
VC =
variabel cash (biaya tidak tetap) per unit produksi (Rp)
(Waldiyono, 2008).
d. Net present value
Net Present Value (NPV) adalah metode menghitung nilai bersih (netto)
pada waktu sekarang (present). Asumsi present yaitu menjelaskan waktu awal per
hitungan bertepatan dengan saat evaluasi dilakukan atau pada periode tahun ke nol
(0) dalam perhitungan cash flow investasi.
Cash flow yang benefitsaja perhitungannya disebut dengan present
worth of benefit (PWB), sedangkan jika yang diperhitungkan hanya cash out
(cost) disebut dengan present worth of cost (PWC).Sementara itu NPV diperoleh
dari PWB dikurangi PWC, yakni:
NPV = PWB - PWC ........................................................................ (11)
PWB = present worth of benefit
PWC = present worth of cost
Universitas Sumatera Utara
30
Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak ekonomis
atau tidak, diperlukan suatu ukuran atau kriteria tertentu dalam metode NPV ialah
NPV > 0 artinya investasi akan menguntungkan/ layak
NPV < 0 artinya investasi tidak menguntungkan
(Giatman, 2006).
e. Internal rate of return
Dengan menggunakan metode internal rate of return (IRR) akan
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow
dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % periode waktu.
Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam
mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi
(Giatman, 2006).
Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount
rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
IRR = i2 +
dimana :
(i2 – i1) ............................................... (12)
i1
= Suku bunga bank paling atraktif
i2
= Suku bunga coba-coba
NPV1 = NPV awal pada i1
NPV2 = NPV pada i2
(Kastaman, 2006).
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat Pengiris Tempe
Rancang bangun alat pengiris tempe pada penelitian ini yaitu perancangan
alat pengiris tempe yang menghasilkan irisan tempe yang tipis dengan ketebalan
2-4 mm. Dalam hal pengirisannya sangat diperhatikan bagian-bagian utama dalam
perancangan alat pengriris tempe ini.
Adapun bagian-bagian alat pengiris tempe yaitu kerangka, pisau dan
piringan pisau, motor listrik, sabuk v, pulley dan poros. Kerangka terbuat dari besi
profil L atau disebut juga besi siku dengan dimensi panjang 70 cm, lebar 50 cm
dan tinggi 75 cm. Kerangka berfungsi menopang dan mendukung konstruksi alat.
Dengan adanya kerangka inilah tempat melekatnya bagian-bagian lain seperti
puli, motor listrik, poros dan lain-lain.
Gambar 3. Alat pengiris tempe
Pisau terbuat dari baja dengan bentuk persegi panjang yang mempunyai
ukuran 10 x 5 cm yang terletak pada rumah pisau atau piringan pisau. Pisau
berguna untuk memotong bahan yang masuk menjadi irisan-irisan yang tipis
31
Universitas Sumatera Utara
32
dengan ketebalan 2-4 mm. Pisau dibuat dengan cara disepuh dan digosok dengan
batu asah sehingga pisau benar-benar tajam. Pisau diletakkan pada piringan pisau.
Gambar 4. Mata Pisau
Piringan pisau berguna sebagai tempat melekatnya pisau. Piringan pisau
dilekatkan pada poros yang berputar, sehingga sewaktu poros berputar piringan
pisau juga ikut berputar bersamaan dengan pisau yang melekat. Dengan putaran
dari piringan pisau inilah pengirisan bahan dari tempat masukan bisa dilakukan.
Pada piringan pisau ini juga diletakkan dua buah pisau, sehingga dalam satu kali
putaran terjadi dua kali pengirisan.
Gambar 5. Piringan pisau
Universitas Sumatera Utara
33
Poros merupakan sumbu penyalur tenaga antara puli penggerak dengan
piringan pisau. Poros yang digunakan menggunakan bahan baja dengan diameter
2.5 cm. Fungsi poros itu sendiri adalah menyalurkan putaran dari puli penggerak
menuju piringan pisau yang digunakan untuk pengirisan.
Gambar 6. Poros
Puli yang digunakan pada alat pengiris tempe menggunakan 2 buah, yaitu
puli pada motor listrik dan puli penggerak yang dipasang dengan poros. Puli pada
motor listrik menggunakan diameter 2 inchi sedangkan pada puli penggerak
berdiameter 12 inchi. Dengan perbandingan kedua puli tersebut diperoleh putaran
dari 1400 rpm menjadi 237 rpm, berdasarkan perhitungan pada (lampiran 8).
Dengan putaran 237 rpm inilah yang diharapkan bisa melakukan pengirisan pada
bahan dan mencapai kapasitas alat pengiris. Pada puli bagian penggerak juga
dilengkapi dengan tuas pemutar yang mana berfungsi pada saat listrik padam dan
motor listrik tidak dapat menyala maka digunakan tuas tersebut untuk pengirisan
secara manual.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 7 . Puli
Sabuk V berfungsi untuk mentransmisikan daya atau putaran dari puli
pada motor ke puli penggerak. Sabuk V yang digunakan yaitu sabuk tipe A.
Sabuk V yang digunakan mempunyai panjang 70,29 inchi berdasarkan
perhitungan pada (lampiran 8). Sabuk V ini dapat dilepas saat pengirisan
dilakukan dengan cara manual. Tujuannya agar motor listrik tidak mudah rusak.
Karena jika tidak dilepas makan bagian puli pada motor listrik juga akan berputar
dan juga pemutaran menggunakan tuas akan jadi lebih berat.
Gambar 8. Sabuk V
Universitas Sumatera Utara
35
Motor listrik yang digunakan pada alat pengiris tempe ini adalah sebesar ¼
HP dengan spesifikasi putaran 1400 rpm. Motor listrik adalah sumber daya dari
alat pengiris tempe ini. Putaran dari motor listrik ini dikonversikan melalui puli
dan poros lalu pada piringan pisau yang digunakan untuk melakukan pengirisan.
Gambar 9. Motor listrik
Prinsip Kerja Alat
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip putaran pada sebuah piringan vertikal,
yang mana pada piringan tersebut diletakkan mata pisau. Akibat dari putaran
tersebut, ketika bahan masuk secara horizontal maka pengirisan akibat kecepatan
putar piringan dan ketajaman mata pisau, bahan yang dimasukkan bisa teriris
dengan ketebalan yang kita inginkan.
Motor listrik sebagai tenaga penggerak akan menggerakkan puli motor
yang selanjutnya mentransmisi daya pada puli poros sehingga menggerakkan
poros. Poros yang berputar akan menggerakkan piringan pisau yang menyatu
dengan poros. Dengan kecepatan putaran, mata pisau mampu memberi tekanan
dan melakukan pengirisan tempe yang dimasukkan melalui lubang masukan.
Universitas Sumatera Utara
36
Hasil irisan tempe kemudian keluar melalui saluran pengeluaran dan ditampung
oleh wadah yang tersedia dibawahnya.
Proses Pengirisan
Untuk melakukan proses pengirisan tempe, agar mendapatkan hasil yang
baik diperlukan pisau yang tajam, dan tempe yang akan diiris juga mempunyai
struktur yang padat sehingga pada saat proses pengirisan, tempe yang telah teriris
tidak rusak akibat terpental dari kecepatan putar piringan pisau.
Pada proses pengirisan ini tempe yang akan diiris dalam keadaan dingin.
Tujuannya agar tempe memiliki struktur yang padat sehingga mudah dalam
pengirisan dan tidak mudah hancur. Pengirisan dilakukan dengan memasukkan
tempe melalui lubang masukan dan dilakukan dorongan pada tempe menuju
piringan pisau yang berputar dan hasil irisan akan keluar dari lubang pengeluaran
lalu ditampung pada wadah yang disediakan.
Kapasitas Efektifitas Alat
Kapasitas efektif alat diperoleh dengan melakukan pengirisan tempe
sebanyak tiga kali ulangan, kemudian dihitung kapasitas efektif alat rata-rata..
Kapasitas efektif suatu alat menunjukkan produktivitas alat selama pengoperasian
tiap satuan waktu.
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya tentang rancang bangun
alat pengiris tempe oleh Rofarsyam (2013), diperoleh kapasitas efektif alat yaitu
sebesar 15.9 Kg/jam. Prinsip kerja alat pengiris tempe milik Rofarsyam yaitu
tempe dimasukkan kedalam kotak pengarah, kemudian ditekan oleh pemberat
hingga menyentuh stopper. Ketebalan pengirisan tempe ditentukan oleh jarak
Universitas Sumatera Utara
37
antara stopper dengan pisau pengiris. Untuk memulai pengirisan dengan menekan
tombol ON pada saklar, maka pisau berputar dan kotak melintang akan bergerak
secara otomatis dan tempe ditekan dengan pemberat sehingga tempe mengenai
stopper. Pada saat kotak pengarah tempe bergerak melintang melewati pisau,
tempe akan teriris dengan ketebalan sesuai jarak antara pisau dengan stopper.
Dalam hal ini kapasitas efektif alat diukur dengan mambagi banyaknya
bahan yang diiris pada alat pengiris tempe terhadap waktu yang dibutuhkan
selama pengoperasian alat (Persamaan 5).
Tabel 5. Data kapasitas kerja alat pengiris tempe
M0
Mt
Ulangan
t (detik)
(gram)
(gram)
I
1000
880
35.3
II
1000
820
35.8
III
1000
840
36.4
Total
3000
2540
107.5
Rata-rata
1000
846.7
35.83
Kapasitas alat
(kg/jam)
89.79
82.83
83.16
255.78
85.26
Dari Tabel 5 diperoleh kapasitas efektif rata-rata alat pengiris tempe ini
sebesar 85.26 kg/jam. Hasil tersebut didapat dari hasil penelitian yang dilakukan
dengan mengiris bahan sebanyak tiga kali ulangan, dengan setiap ulangan
perlakuan menggunakan bahan seberat 1 kg.
Hasil pengujian menunjukkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
menghasilkan irisan tempe seberat 1 kg adalah sebesar 35.83 detik. Waktu
pengirisan pada setiap ulangan berbeda dikarenakan tempe yang diiris memiliki
tingkat kematangan yang berbeda dan juga kepadatan dari tempe tersebut.
Persentase Kerusakan Bahan
Kerusakan bahan ditandai dengan tempe yang hancur ketika pengirisan
berlangsung. Pengukuran persentase kerusakan bahan dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
38
pengamatan secara visual hasil pencetakan. Setelah pengirisan dilakukan
pemisahan atau penyortiran
tempe yang rusak secara mekanis yang ditandai
dengan hancurnya tempe yang diiris, atau terbuang dan ukuran yang lebih besar.
Persentase kerusakan bahan diperoleh dengan membandingkan antara berat bahan
rusak dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen.
Tabel 6. Persentase kerusakan bahan
Ulangan
M0 (gram)
I
II
III
Total
Rata-rata
1000
1000
1000
3000
1000
Tempe
rusak (gr)
120
180
160
460
153.3
Tempe
rusak (%)
12
18
16
46
15.3
Dari penelitian yang telah dilakukan, persentase rata-rata kerusakan bahan
yang teriris adalah sebesar 15.3%. Hal ini disebabkan karena saat pengirisan
berlangsung tempe yang teriris jatuh dengan terpental akibat putaran dari piringan
pisau sehingga menabrak dinding penutup dan mengalami kerusakan.
Analisis Ekonomi
Biaya pemakaian alat
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan. Harga pengirisan tempe yaitu Rp. 3428,71/ kg.
Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 8) diperoleh biaya untuk
mengiris tempe berbeda tiap tahun. Diperoleh biaya pengirisan tempe sebesar Rp.
128,416/kg pada tahun pertama, Rp. 128,635/kg pada tahun ke dua,
Rp.128,870/kg pada tahun ke tiga, Rp. 129,123/kg pada tahun ke empat, dan
Universitas Sumatera Utara
39
Rp. 129,395/kg pada tahun ke lima. Hal ini disebabkan perbedaan nilai biaya
penyusutan tiap tahun sehingga mengakibatkan biaya tetap alat tiap tahun berbeda
juga.
Tabel 7. perhitungan biaya pokok tiap tahun
Tahun
BP
(Rp/Kg)
1
128,416
2
128,635
3
128,870
4
129,123
5
129,395
Break even point
Menurut Waldiyono (2008) analisis titik impas umumnya berhubungan
dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha
yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Maka dari itulah penulis menghitung
analisa titik impas dari alat ini untuk mengetahui seberapa lama waktu yang
dibutuhkan alat ini agar mencapai titik impas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di peroleh
nilai BEP yang dapat dilihat pada (lampiran 9). Alat ini mencapai titik impas
apabila telah mengiris tempe sebanyak 236,66 Kg/tahun.
Net present value
Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur
suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal
dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu
Universitas Sumatera Utara
40
alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh
(Lampiran 10) pada penelitian dapat diketahui besarnya NPV dengan suku bunga
7,5% adalah Rp. 1.270.819.564,93. Hal ini berarti usaha ini layak untuk
dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Giatman (2006) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:
-
NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
-
NPV < 0, berarti sampai dengan n tahun investasi usaha tidak
menguntungkan
-
NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.
Internal rate of return
Hasil yang didapat dari perhitungan IRR adalah
sebesar 52,68%
(Lampiran 11). Usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank
tidak melebihi 52.68 % jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut
maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di
bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kapasitas alat pengiris tempe ini adalah sebesar 85,26 Kg/jam.
2. Persentase kerusakan bahan saat pengirisan adalah 15,3%.
3. Biaya pokok pengirisan tempe sebesar Rp. 128,416/Kg pada tahun pertama,
Rp. 128,635/Kg pada tahun ke-2, RP. 128,870/Kg pada tahun ke-3,
Rp.129,123/Kg pada tahun ke-4, dan Rp. 129,395/Kg pada tahun ke-5.
4. Alat ini akan mencapai nilai break even point apabila telah melakukan
pengirisan sebanyak 236,66 Kg/tahun.
5. Net present value alat ini dengan suku bunga 7.5% adalah Rp.
1.270.819.564,93 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.
6. Internal rate of return pada alat ini adalah sebesar 52,68%.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketajaman pisau dan bentuk
pisau yang digunakan.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang kecepatan rpm yang baik untuk
pemotongan tempe.
3. Perlu dilakukan pengecilan ukuran untuk alat pengiris tempe tersebut.
4. Dilakukan modifikasi alat dalam hal pembersihan jamur tempe yang melekat
pada pisau.
41
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai termasuk famili Leguminosae (Kacang-kacangan). Klasifikasi
lengkapnya adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (biji tertutup)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub famili
: Papilionoideae
Genus
: Glycine
Spesies
: mac
Nama Ilmiah : Glycine mac (L) Merill
(Suprapto, 2001).
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar (Glycine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L) Merril. Di
Indonesia, tanaman ini dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman
makanan. Selain itu, kedelai juga dikenal sebagai pupuk hijau karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah (DISTAN KALSEL, 2014).
Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal
dari Manchuria dan sebagian Cina, di mana terdapat banyak jenis kedelai
liar.
Kemudian menyebar ke daerah-daerah tropika dan subtropika. Setelah
4
Universitas Sumatera Utara
5
dilakukan
pemuliaan, dihasilkan
dibudidayakan.
Umur
panen
jenis-jenis
tanaman
kedelai
unggul
yang
kedelai berbeda-beda tergantung
varietasnya tetapi umumnya berkisar antara 75 dan 105 hari (Santoso, 2005).
Kacang-kacangan banyak diolah baik sebagai bahan jadi maupun bahan
setengah jadi, misalnya selai kacang kedelai, tahu, tempe, tepung kedelai, oncom,
kecap, dan lain-lain. Untuk mendapat hasil olah, mutu bahan dan cara
pengolahan,
termasuk
bahan-bahan
tambahan
yang
digunakan
sangat
berpengaruh.
Kandungan gizi dan manfaat
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa
untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah
kecil. Untuk medapatkan 2100 kalori, menurut perumusan LIPI tahun 1968
diperlukan kacang-kacangan 44 gram per kapita per hari. Untuk memenuhi
anjuran konsumsi 44 gram kacang-kacangan perhari tidaklah sulit. Mengingat
besarnya variasi penggunaan kacang dalam menu kita seperti tahu, tempe, bahan
sayuran, bubur kacang dan lain-lain (Suprapto, 2001).
Dapat dilihat, bahan kedelai mengandung protein 35 gram untuk setiap
100 gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai mencapai 4043%. Oleh karena itu bila seseorang tidak dapat makan daging karena alas an
tertentu, kebutuhan protein sebesar 55 gram/hari dapat dipenuhi dari makanan
berasal kedelai (Suprapto, 2001).
Perbandingan jumlah kalori, protein dan lemak dari setiap 100 gram
kedelai, dibandingkan bahan makanan lain adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
6
Tabel 1. Kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat (CHO) dari setiap 100
gram bahan makanan.
Protein
Lemak
CHO
Air
Bahan
Kalori
(%)
(%)
(%)
(%)
Beras
360
6,8
0,7
78,9
13
Jagung
355
9,2
3,9
73,7
12
Tepung ubi kayu
363
1,1
0,5
88,2
9
Kedelai
330
35
18
35
8
Kacang hijau
345
22
1
63
10
Daging
190
19
12
0
68
Ikan segar
113
17
5
0
76
Telur ayam
162
13
12
1
74
Susu skim kering
360
36
1
52
4
Sumber : Lembaga Penelitian Gizi (1967). Daftar analisa bahan makanan, Bogor, Penelitian Gizi dan Makanan. Dalam Lie
Goan-Hong, dkk. (1976(10))
Kedelai juga dapat diolah menjadi produk olahan yang disebut susu
kedelai. Susu kedelai yang mengandung protein nabati tidak kalah gizinya dengan
susu yang berasal dari hewan (susu sapi). Komposisi gizi di dalam susu kedelai
dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa kandungan protein
dalam susu kedelai hampir sama dengan kandungan protein dalam susu sapi
(Budimarwanti C, 2008).
Tabel 2. Komposisi gizi susu kedelai cair dengan susu sapi (100gr)
Komponen
Susu kedelai
Susu sapi
Kalori (Kkal)
41,0
61,0
Protein (gram)
3,50
3,20
Lemak (gram)
2,50
3,50
Karbohidrat (gram)
5,00
4,30
Kalsium (mg)
50,0
143
Fosfor (gram)
45,0
60,0
Besi (gram)
0,70
1,70
Vitamin A (SI)
200
130
Vitamin B1 (tiamin) (mgram)
0,08
0,03
Vitamin C (mgram)
2,00
1,00
Sumber: Aman dan Hardjo, 1973 : 158
Perkembangan produksi kedelai
Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di
Indonesia. Berdasarkan luas panen Indonesia, kedelai menempati urutan ke-3
Universitas Sumatera Utara
7
sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Rata-rata selama 4 tahun
(1970-1973) dicapai luas panen 703.878 ha dengan total produksi 518.204 ton
(Suprapto, 2001).
Tabel 3. Luas panen dan produksi kedelai di Indonesia tahun 1970-1981.
Luas panen
Produksi
Rata-rata
Tahun
(ribu ha)
(ribu ha)
(ton/ha)
1970
695
498
0,717
1971
680
516
0,759
1972
697
518
0,743
1973
743
541
0,728
1974
768
589
0,767
1975
752
590
0,785
1976
646
522
0,808
1977
646
523
0,810
1978
733
617
0,841
1979
784
680
0,867
1980
732
653
0,892
1981
811
687
0,847
Sumber : BPS
Dilihat dari persentase penggunaan kedelai dunia, diperkirakan sekitar
40 persen dari total produksi digunakan sebagai bahan makanan manusia
khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara, 55 persen sebagai pakan ternak
dan hanya 5 persen sebagai bahan baku industri khususnya di negara - negara
maju (Santoso, 2005).
Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata 40%
dari kebutuhan kedelai nasional. Produksi dalam negeri masih relatif rendah dan
memiliki kecenderungan terus
menurun. Pada tahun 2002 impor kedelai
mencapai 1,13 juta ton dengan nilai impor US $ 57 miliar, mengalami kenaikan
sebesar 1,21% dibandingkan tahun sebelumnya.
Akan tetapi, nilai ekspor
komoditas tanaman pangan turun 3,19% (Mursidah, 2005).
Berdasarkan data statistik perkembangan luas panen, produktivitas,
dan produksi kedelai Indonesia menurut wilayah periode tahun 2005-2012
Universitas Sumatera Utara
8
dapat dikatakan fluktuatif. Sejak tahun 2005 luas areal panen kedelai
Indonesia terus menurun hingga tahun 2007 dan kembali meningkat sampai tahun
2009 sebelum akhirnya turun kembali pada tahun 2011. Produktivitas kedelai
Indonesia tahun 2005 sebesar 13,01 ku/ha, kemudian menurun pada tahun 2006
dan kembali meningkat sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 produktivitas
kedelai Indonesia diperkirakan mencapai angka tertinggi dibandingkan tahuntahun sebelumnya yakni sebesar 13,76 ku/ha atau meningkat 0,08 ku/ha
dibandingkan tahun sebelumnya.
Rata-rata produktivitas kedelai wilayah Jawa lebih tinggi daripada di Luar
Jawa. Salah satu penyebab yang memungkinkan karena petani di luar Jawa
belum menggunakan kedelai varietas unggul, penerapan teknik budidaya kedelai
masih kurang tepat dan sebagian besar belum menerapkan pendekatan produksi
melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada kedelai. PTT bukanlah
suatu paket produksi kedelai, melainkan suatu pendekatan inovatif dan
dinamis melalui perakitan teknologi secara partisipasif bersama petani sesuai
dengan kondisi lingkungan setempat seperti lahan, keadaan sosial ekonomi
serta status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian. Melalui
PTT kedelai diharapkan dapat memberikan produktivitas tinggi dengan proses
produksi yang efisien dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produksi dan
pendapatan petani (Facino A, 2012).
Penggunaan kedelai
Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine
inhibitor, bila biji kedelai ini sudah direbus pengaruh tripsine inhibitor dapat
dinetralkan. Biji kedelai juga dapat dipakai sebagai bahan baku industri seperti
Universitas Sumatera Utara
9
minyak goreng, mentega. Minyak dari kedelai dapat digunakan untuk bermacam
tujuan perindustrian. Ini mencakup pembuatan glycerine, insectisida, cat dan lain
sebagainya. Selain itu kedelai juga dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan seperti makanan manusia, ternak, dan bahan baku insdustri. Di
Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia
dan ternak. Makanan yang terbuat dari kedelai anatara lain adalah kedelai rebus,
kedelai goreng, kecambah kedelai, tempe, tahu, tauco dan kecap (Suprapto, 2001).
Kacang kedelai yang diolah, secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
kelompok manfaat utama, yaitu olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak
kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri
makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue dan permen, serta sebagai
bahan industri bukan makanan seperti kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil.
Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri
makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang
digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan
untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan
dalam bentuk lecithin dibuat antara lain margarin, kue, tinta, kosmetika,
insectisida dan farmasi (BAPPENAS, 2011).
Biji kedelai mengandung lemak sekitar 18 - 20 persen. Lemak ini
banyak dimanfaatkan dan diolah sebagai minyak goreng, minyak salad,
dibuat margarin dan shortening, mayonnaise, lesitin dan emulsifier (mono
dan digliserida). Pada umumnya minyak dapat diambil dari biji kedelai
dengan cara diekstrak menggunakan pelarut lemak, yaitu heksana. Prosesnya
Universitas Sumatera Utara
10
terdiri atas tiga tahap, yaitu perlakuan pendahuluan, ekstraksi minyak, serta
penjernihan dan pemurnian minyak (Santoso, 2005).
Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyrakat barat.
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal
sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari
kedelai. Di daerah jawa dijumpai berbagai macam tempe yang dibuat dari bahan
selain kedelai. Namun demikian karena kedelai merupakan bahan yang paling
banyak dikenal maka bila nama tempe yang disebut maka yang dimaksud adalah
tempe kedelai. Sedangkan untuk tempe dari bahan lain, identitasnya harus disertai
nama bahannya seperti tempe benguk, dll (Hidayat dkk, 2006).
Industri tempe tidak hanya berkembang di Indonesia. Tempe juga
diproduksi dan dijual di mancanegara. Penyebaran tempe telah meluas
menjangkau berbagai kawasan. Masyarakat Eropa cukup lama mengenal tempe.
Yang memperkenalkan tempe kepada masyarakat Eropa adalah imigran asal
Indonesia yang menetap di Belanda. Dalam karya William Shurtleff dan Akiko
Aoyagi, The Book of Tempeh: A Cultured Soyfood, dimuat bahwa tempe
diproduksi di berbagai negara mulai dari Amerika Serikat, Kanada, Meksiko,
Belgia, Austria, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia,
Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan, India, dan Inggris hingga
Australia dan Selandia Baru (PUSIDO BSN, 2012).
Bongkrek merupakan tempe jenis khusus yang bisa diproduksi degan
fermentasi dari ampas kelapa baru (segar) menggunakan jamur tempe. Ini
Universitas Sumatera Utara
11
merupakan makanan
tradisional Indonesia, tidak seperti makanan fermentasi
yang lainnya. Bongkrek kadang-kadang menghasilkan toksin yang dikeluarkan
oleh bakteri asing pseudomonas cocovenenasis yang menumbuhkan jamur dengan
cepat (Saono, dkk., 1982).
Fermentasi
Fermentasi sudah lama dikenal sejak zaman dulu, dengan kecenderungan
terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan pengembangan sumbar daya yang
dapat diperbarui menyebabkan peningkatan upaya dan ketertarikan dalam upaya
mengambil kembali produk-produk fermentasi seperti asam organik, aditif
makanan dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857 ketika
Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari sebuah
aksi mikroorganisme yang spesifik. Fermentasi sebagai industri dimulai awal
1900 dengan produksi enzim mikroba, asam organik dan yeast. Saat ini fermentasi
memiliki arti yang berbeda bagi seorang ahli biokimia (Riadi L, 2007).
Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkat nilai
nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi
tempe. Tempe lebih banyak diterima untuk dikonsumsi bukan saja oleh orang
Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain. Tempe yang masih baru (baik) memiliki
rasa dan bau yang spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah
didiskripsikan tetapi dapat dimengerti dan dihayati bagi masyarakat yang telah
lama mengenal tempe (Hidayat dkk, 2006).
Beberapa makanan fermentasi seperti tempe tauco dan oncom memang
mempunyai potensi untuk menjadi sumber protein utama dalam diet seseorang.
Perkembangan makanan fermentasi menjadi produk konsumsi masal akan
Universitas Sumatera Utara
12
menghadapi beberapa halangan dan kendala. Walaupun pembuatannya ekonomuis
dan teknologinya dapat dikerjakan dengan mudah konsumen harus dididik melalui
beberapa pendekatan sebelum dapat diterapkan sesuai dengan rencana
(Saono, dkk., 1982).
Bentuk dan jenis tempe
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan
baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri
berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur
yang
kompak
menghubungkan
juga disebabkan
antara
komponen-komponen
oleh
miselia-miselia
jamur
yang
biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi
dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor
spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Pembungkusan tempe dengan menggunakan daun merupakan cara
tradisional yang paling banyak dilakukan. Membungkus tempe dengan daun sama
halnya dengan menyimpannya dalam ruang gelap (salah satu syarat ruang
fermentasi), mengingat sifat daun yang tidak tembus pandang. Disamping itu,
aerasi (sirkulasi udara) tetap dapat berlangsung melalui celah-celah pembungkus
yang ada.
Selain dengan daun pisang, bahan tempe dapat dibungkus dengan kantong
plastik. Pembungkusan bahan tempe dalam kantong plastik jangan sampai terlalu
rapat agar bagian dalam substrat cukup memperoleh udara. Pengemasan bahan
pangan memegang peranan penting dalam pengendalian dari kemungkinan dan
infeksi mikroorganisme terhadap produk bahan pangan. Bahan pangan merupakan
Universitas Sumatera Utara
13
sumber
energi
dan
sumber
gizi
yang
penting
bagi
manusia
dalam
mempertahankan hidupnya. Apabila tercemar oleh mikroorganisme dan disimpan
dalam
kondisi
yang
memungkinkan
bagi
aktivitas
metabolisme
dapat
menimbulkan kerusakan bahan pangan dan membahayakan kesehatan konsumen
(Setyowati R, 2007).
Jenis tempe bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan baku yang
digunakan. Beberapa jenis tempe yang ada dan cukup banyak dibuat di Indonesia
dapat dilihat dalam Tabel.
Tabel 4. Jenis tempe.
No
1
2
3
4
5
6
7
Bahan baku
Kedelai (Glicyne max)
Ampas tahu/kedelai
Bungkil kacang tanah
Ampas Kelapa
Bungkil kacang + ampas tahu
Koro benguk
Lamtoro
Nama/jenis tempe
Tempe Kedelai
Tempe gembus
Tempe bungkil
Tempe bongkrek
Tempe enjes
Tempe benguk
Tempe lamtoro
Sumber : Supriati (2003)
Proses pembuatan tempe
Tempe yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap yaitu: 1. Hidrasi dan
pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk darah tropis kirakira semalam), 2. Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai dan 3. Fermentasi oleh
jamur tempe yang diinokulasi segera setelah sterilisasi. Jamur tempe yang banyak
digunakan adalah Rhizopus oligosporus (Hidayat dkk, 2006).
Proses perendaman memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri-bakteri
asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5-5,3.
Penurunan pH biji kedelai dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri
kontaminan yang bersifat sebagai pembusuk. Keuntungan lain dari kondisi asam
dalam biji menghambat penaikan pH sampai diatas 7,0. Bila pH diatas 7,0 akan
Universitas Sumatera Utara
14
menghambat
pertumbuhan
atau
bahkan
mematikan
jamur
tempe
(Hidayat dkk, 2006).
Sterilisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme dan merupakan proses level tertinggi yang dapat dicapai untuk
membunuh semua bakteri
Lampiran 1. Flow Chart pelaksanaan penelitian.
Mulai
Merancang
bentuk alat
Menggambar dan
menentukan dimensi alat
Memilih bahan
Diukur bahan yang
akan digunakan
Dipotong bahan yang
digunakan sesuai dengan
dimensi pada gambar
Merangkai alat
Pengelasan
Digerinda permukaan
yang kasar
Pengecatan
b
a
Universitas Sumatera Utara
45
b
a
Pengujian alat
Layak?
Pengukuran parameter
Analisis data
Selesai
Universitas Sumatera Utara
46
Lampiran 2. Perhitungan komponen alat pengiris tempe
Dari persamaan (1) dapat diperoleh:
n2 = 236,7 ≈ 237 rpm
Perhitungan Panjang Sabuk V
Nilai C adalah jarak sumbu poros antara kedua pulley. Yang direncanakan adalah
600mm.
= 2 x 600mm + 1,57 (304,8 + 50,8) +
= 1785,47 mm ≈ 70,29 inchi
Universitas Sumatera Utara
47
Lampiran 3. Perhitungan daya motor
Diameter piringan
: 20 cm
Tebal piringan
: 0.5 cm
Diameter Pulley
: 30.48 cm
Piringan terbuat dari aluminium ( = 2.7 gr/cm3).
Volume piringan
= Luas penampang x tebal piringan
= π r2 x t
= 3.14 (10)2 x 0.5
= 157 cm3
Massa piringan
=ρx
= 2.7 gr/cm3 x 157cm3
= 423.9 gr
= 0.4239 Kg
F
= m x jari-jari poros ke tengah pisau
r pulley
= 0.4239 Kg x 30 cm
15.24 cm
= 0.8344 Kgf
= 1.84248 Lb
T
= F x r rotor
= 1.84248 Lb x 0.3937 inchi
= 0.72538 Lb. In
Universitas Sumatera Utara
48
= 2πn
= 2 x 3.14 x 1420
= 8917.6 rad
P= 0.10268 H ≈ 0.0766 KW
Pd
= fc × P (KW)
Pd
= 1.2 × 0.0766 KW
Pd
= 0.09191 KW ≈ 0.123 H
Karena dipasaran tidak tersedia motor listrik dengan daya 0.123 HP maka
digunakan motor dengan daya yang mendekati nilai tersebut yaitu 0.25 HP.
Universitas Sumatera Utara
49
Lampiran 4. Gambar teknik alat pengiris tempe
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
50
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
51
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
52
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
53
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
54
Skala = 1 : 1 (mm)
Universitas Sumatera Utara
55
Lampiran 5. Gambar alat
Tampak Simetris
Tampak atas
Universitas Sumatera Utara
56
Tampak Samping
Piringan Pisau
Universitas Sumatera Utara
57
Lampiran 6. Gambar tempe setelah diiris
Irisan yang bagus
Irisan yang rusak
Universitas Sumatera Utara
58
lampiran 7. Kapasitas efektif alat dan persentase bahan rusak
Kapasitas
efektif
alat
menunjukkan
produktivitas
alat
selama
pengoperasian tiap satuan waktu.
Tabel 7. Data Kapasitas Alat dan Persentase Bahan Rusak
Bahan
Persentase Kapasitas
M0
Mt
t
Ulangan
rusak
bahan
alat
(gram)
(gram)
(detik)
(gram)
rusak (%) (kg/jam)
I
1000
880
35,3
120
12
89,79
II
1000
820
35,8
180
18
82,83
III
1000
840
36,4
160
16
83,16
Total
3000
2540
107,5
460
46
255,78
Rata-rata
1000
846,6
35,83
153,3
15,3
85,26
Perhitungan
Ulangan I
Ulangan II
Ulangan III
Universitas Sumatera Utara
59
Lampiran 8. Analisis ekonomi
1. Unsur produksi
1. Biaya pembuatan alat (P)
= Rp. 3.300.000
2. Umur ekonomi (n)
= 5 tahun
3. Nilai akhir alat (S)
= Rp. 330.000
4. Jam kerja
= 7 jam/hari
5. Produksi
= 85,26 Kg/jam
6. Biaya operator
= Rp. 10.000 / jam
7. Biaya listrik
= Rp. 251,472/jam
8. Biaya perbaikan
= Rp. 356,4/ jam
9. Bunga modal dan asuransi
= Rp. 188.100/tahun
10. Jam kerja alat per tahun
= 2058 jam/tahun ( asumsi 294 hari
efektif berdasarkan tahun 2015)
2. Perhitungan biaya produksi
a. Biaya tetap (BT)
1. Biaya penyusutan (D)
Dt = (P-S) (A/F, i, n) (F/P, i, n-1)
Tabel 9. Perhitungan biaya penyusutan dengan metode sinking fund
Akhir Tahun ke (P-S) (Rp)
(A/F, 7.5%, n) (F/P, 7.5%, n-1)
0
1
2.970.000
0.1722
1
2
2.970.000
0.1722
1,075
3
2.970.000
0.1722
1,15565
4
2.970.000
0.1722
1,24235
5
2.970.000
0.1722
1,33565
Dt
511.434
549.791
591.038
635.380
683.096
Universitas Sumatera Utara
60
2.
Bunga modal (7,5%) dan asuransi (2%)
I
=
=
= Rp. 188.100/tahun
Tabel 10. Perhitungan biaya tetap tiap tahun
Tahun
D
I
(Rp)
(Rp/tahun)
1
511.434
188.100
2
549.791
188.100
3
591.038
188.100
4
635.380
188.100
5
683.096
188.100
Biaya tetap
(Rp/tahun)
699.534
737.891
779.138
823.480
871.196
b. Biaya tidak tetap (BTT)
1. Biaya perbaikan alat (reparasi)
Biaya reparasi
=
=
= Rp. 356,4/jam
2. Biaya listrik
Motor listrik 1/4 HP = 0,186 kW
Biaya listrik = 0,186 x Rp. 1.352/kWh
(Gol tarif R-1/TR)
= Rp. 251,472/jam
3. Biaya operator
Diperkirakan upah operator untuk mengoperasikan alat adalah sebesar
Rp.10.000/jam.
Biaya Tidak Tetap (BTT)
= biaya reparasi + upah operator + biaya listrik
= Rp. 356,4 + Rp. 10.000 + Rp. 251,4
= Rp. 10.607,8/jam
Universitas Sumatera Utara
61
Biaya pokok =
+ BTT]C
Tabel 11. perhitungan biaya pokok tiap tahun
Tahun
BT
X
BTT
(Rp/tahun) (jam/tahun) (Rp/jam)
1
699.534
2.058
10.607,8
2
737.891
2.058
10.607,8
3
779.138
2.058
10.607,8
4
823.480
2.058
10.607,8
5
871.196
2.058
10.607,8
C (jam/kg)
0.01173
0.01173
0.01173
0.01173
0.01173
BP
(Rp/Kg)
128,416
128,635
128,870
129,123
129,395
Universitas Sumatera Utara
62
Lampiran 9. Break even point
Break even point atau analisis titik impas (BEP) umumnya berhubungan
dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha
yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing), dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap
sama dengan nol.
Biaya tetap (F) tahun ke- 5
= Rp. 871.196/tahun
Biaya tidak tetap (V)
= Rp. 10.607,8 (1 jam = 85,26 Kg)
= Rp. 124,41 /Kg
Penerimaan setiap produksi (R)
= Rp. 3428,71/Kg (harga ini diperoleh dari
upah buruh harian lepas yaitu 30.000)
Alat akan mencapai break even point jika alat telah mengiris sebanyak :
N=
=
F
(R-V)
Rp. 871.196/tahun
Rp. 3428,71/kg – Rp.124,41/kg)
= 236,66 Kg/tahun
Universitas Sumatera Utara
63
Lampiran 10. Net present value
Investasi
= Rp. 3.300.000
Nilai akhir
= Rp. 330.000
Suku bunga bank
= Rp 7.5%
KEA
= 46,30 Kg/jam (berdasarkan perhitungan estimasi
waktu mengupas bungkus tempe yaitu 10 detik)
Umur alat
= 5 tahun
Cash in Flow 7,5%
= Pendapatan + Nilai akhir
= penerimaan x KEA x jam kerja x (P/A.7,5%.5) + nilai akhir x (P/F.7,5%.5)
= 3428,57 x 46,30 x 2058 x 4,05145 + 330.000 x 0,6968
= 1.323.578.994,06 + 229.944
= 1.323.808.937,06
= biaya pokok x kapasitas alat x jam kerja x (P/F.7,5%.n)
Pembiayaan
Tabel 12. Perhitungan pembiayaan 7.5% tiap tahun
BP
Kap. Alat
Jam kerja
Tahun
(P/F.7,5%.n)
(Rp/Kg)
(Kg/jam) (jam/tahun)
1
128,416
46,30
2.058
0,9302
2
128,635
46,30
2.058
0,8654
3
128,870
46,30
2.058
0,8058
4
129,123
46,30
2.058
0,7489
5
129,395
46,30
2.058
0,6968
Total
Pembiayaan
11.382.085,26
10.607.240,19
9.894.764,28
9.214.118,63
8.591.163,77
49.689.372,13
Jumlah COF = Rp. 3.300.000 + Rp. 46.689.372,13
= Rp. 52.989.372,13
NPV 7.5%
= CIF – COF
= Rp. 1.323.808.937,06 - 52.989.372,13
= Rp. 1.270.819.564,93
Jadi besarnya NPV 7.5% adalah Rp. 1.270.819.564,93 > 0 maka usaha ini
layak untuk dijalankan.
Universitas Sumatera Utara
64
Lampiran 11. Internal rate of return
Dengan menggunakan metode IRR akan mendapat informasi yang berkaitan
dengan tingkat kemampuan cash flow dalam mengembalikan investasi yang
dijelaskan dalam bentuk % periode waktu. Logika sederhananya menjelaskan
seberapa kemampuan cash flow dalam mengembalikan modalnya dan seberapa
besar pula kewajiban yang harus dipenuhi.
Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, pada
discount rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat
dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
IRR = i1 –
(i1 – i2)
Suku bunga bank paling atraktif (i1) = 7.5%
Suku bunga coba-coba ( > dari i1) (i2) = 12%
Cash in Flow 12%
= Pendapatan + Nilai akhir
= penerimaan x KEA x jam kerja x (P/A.12%.5) + nilai akhir x (P/F.12%.5)
= 3428,57 x 46,30 x 2058 x 3,6048 + 330.000 x 0,5674
= 1.177.661.714,74 + 187.242
= 1.177.848.956,74
Pembiayaan
= biaya pokok x kapasitas alat x jam kerja x (P/F.12%.n)
Tabel 13. Perhitungan pembiayaan 12% tiap tahun
BP
Kap. Alat
Jam kerja
Tahun
(P/F.12%.n)
(Rp/Kg)
(Kg/jam) (jam/tahun)
1
128,416
46,30
2.058
0,8929
2
128,635
46,30
2.058
0,7972
3
128,870
46,30
2.058
0,7118
4
129,123
46,30
2.058
0,6355
5
129,395
46,30
2.058
0,5674
Total
Pembiayaan
10.925.676,12
9.771.310,23
8.740.497,91
7.818.897,57
6.995.732,38
44.252.114,21
Universitas Sumatera Utara
65
Jumlah COF = Rp. 3.300.000 + Rp. 44.252.114,21
= Rp. 47.552.114,21
NPV 12%
= CIF – COF
= Rp. 1.177.848.956,74 – 47.552.114,21
= Rp. 1.130.296.842,53
Karena nilai X dan Y adalah positif maka digunakan rumus:
IRR = i2 +
(i2 – i1)
= 12% +
x (12% - 7.5%)
= 12% + (9,04 x 4,5%)
= 52,68 %
Universitas Sumatera Utara
66
Lampiran 12. Tarif listrik
PENETAPAN
PENYESUAIAN TARIF TENAGA LISTRIK
BULAN APRIL 2015
NO
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
BIAYA
GOL TARIF
BATAS DAYA
PEMAKAIAN
(Rp/kWh)
R-1/TR
1.300 VA
1.352,00
R-1/TR
2.200 VA
1.352,00
R-2/TR
3.500 VA sampai 1.468,25
5.500 VA
R-3/TR
6.600 VA ke atas
1.468,25
B-2/TR
6.600 VA sampai 1.468,25
200 Kva
B-3/TM
Di atas 200 Kva
I-3/TM
Di atas 200 kVA
I-4/TT
30.000 kVA ke
atas
P-1/TR
6.600 VA sampai 1.468,25
200 kVA
P-2/TM
Di atas 200 kVA
P-3/TR
1.468,25
L/TR, TM,
1.468,25
TT
PRA BAYAR
(Rp/kWh)
1.352,00
1.352,00
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
1.468,25
Sumber : PT. PLN
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Bappenas, 2011. Tanaman Kedelai. http://warintek.bantulkab.go.id/web.php?.
[1 April 2015]
Budimarwanti, C., 2008. Komposisi dan Nutrisi pada Susu Kedelai. Hal : 4. Buku
Ajar. http://staff.uny.ac.id/sites/ [1 April 2015]
Daywin, F. J., Radja, G. S., Imam, H., 2008. Mesin-Mesin Budidaya Pertanian di
Lahan Kering. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Distan KALSEL, 2014. Mengenal Kedelai.
http://distantph.kalselprov.go.id/2014/03/10/mengenal-kedelai/
Djoekardi, D., 1996. Mesin-Mesin Motor Induksi. Universitas Trisakti, Jakarta.
Giatman, M., 2006. Ekonomi Teknik. Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Hardjosentono, M., Wijanto, Elon, R., I. W. Badra, Dadang, T., 1996.
Mesin-Mesin Pertanian. Bumi Aksara, Jakarta.
Hidayat, N., Masdiana, C. P., Sri, S., 2006. Mikrobiologi Industri. Penerbit Andi,
Yogyakarta.
Kamsiati, E., 2006. Diversifikasi Pengolahan Kedelai dalam Rangka Peningkatan
Konsumsi Kacang-kacangan di Kalimantan Tengah. Hal : 245. Skripsi.
http://kalteng.litbang.pertanian.go.id
Kastaman, R., 2006. Analisis Kelayakan Ekonomi Suatu Investasi. Tasikmalaya.
Kasmidjo, R.B., 1990. TEMPE : Mikrobiologi dan Kimia Pengolahan serta
Pemanfaatannya. PAU Pangan dan Gizi UGM, Yogyakarta.
Mabie, H. H and F. W. Ocvirk., 1967. Mechanics and Dynamic of Machinery.
John Wiley and Sons, Inc., New York.
Mursidah, 2005. Perkembangan Produksi Kedelai Nasional dan Upaya
Pengembangannya di Provinsi Kalimantan Timur. EPP, Vol : 2, No. 1 :
Hal 40. Jurnal Perkembangan Produksi Kedelai Nasional.
http://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/
Nash, A. W., 1998. Strenght of Materials. McGraw-Hill. New York.
Pusido BSN, 2012. Tempe: Persembahan Indonesia. http://www.bsn.go.id
Putro, S., 2006. Perajang Mekanik Keripik. Vol : 7, No. 2, Hal : 56, Juli 2006.
Jurnal Media Mesin.
42
Universitas Sumatera Utara
43
Riadi, L., 2007. Teknologi Fermentasi. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Romli, Syamsul, R., Tri, W., 2011. Mekanisasi Pemotongan Tempe Untuk
Keripik Menggunakan Pisau Rotasi. Vol : 3, No : 2, Hal : 37, Oktober
2011. Jurnal Austenit.
Santoso, 2005. Teknologi Pengolahan Kedelai. Hal : 2-3. Buku Ajar.
https://labfpuwg.files.com/2010/02/teknologi-pengolahan-kedelai-teoridan-praktek.pdf
Setyowati, R., 2007. Populasi dan Jenis Bakteri pada Tempe yang dibungkus
Plastik. Hal : 1-3. Skripsi. http://eprints.ums.ac.id/Bab_1
Smith, H. P. Dan L. H. Wilkes., 1990. Mesin dan Peralatan Usaha Tani. Gajah
Mada University Press, Yoyakarta.
Saono, S., F. G. Winarno, D. Karjadi, 1982. Traditional Food Fermentation as
Industrial Resources in Asca Industries. The Indonesian Institute of
Sciences (LIPI), Jakarta.
Stolk, J dan C. Kross., 1981. Elemen Mesin: Elemen Konstruksi dari Bangunan
Mesin. Penerjemah Handersin dan A. Rahman. Erlangga, Jakarta.
Sularso dan K. Suga., 2002. Dasar Perencanaan dan Pemilihan Elemen Mesin.
Pradnya Paramita. Jakarta.
Suprapto, 2001. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Waldiyono., 2008. Ekonomi Teknik (Konsep, Teori dan Aplikasi). Pustaka
Pelajar,Yogyakarta.
Universitas Sumatera Utara
METODOLOGI PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2015 di Laboratorium
Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.
Bahan dan Alat Penelitian
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tempe,
baja profil „L‟, puli (pulley), motor listrik, sabuk V(V-belt), baut dan mur, bearing
(bantalan), baja bulat padu (poros), kawat las, plat stainless steel, dan kabel.
Sedangkan alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat tulis,
mesin las, mesin bor, mesin gerinda, gergaji besi, palu, tang, kunci pas, kunci L
dan kunci ring, kalkulator, stopwatch.
Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah studi literatur
(kepustakaan), melakukan eksperimen dan melakukan pengamatan tentang alat
pengiris
tempe.
Kemudian
dilakukan
perancangan
bentuk
dan
pembuatan/perangkaian komponen-komponen alat. Setelah itu, dilakukan
pengujian alat dan pengamatan parameter.
Persiapan Penelitian
Sebelum penelitian dilaksanakan, terlebih dahulu dilakukan persiapan
untuk penelitian yaitu merancang bentuk dan ukuran alat, dan mempersiapkan
bahan-bahan dan peralatan-peralatan yang akan digunakan dalam penelitian.
22
Universitas Sumatera Utara
23
Pelaksanaan Penelitian
Komponen utama alat pengiris tempe
Alat Pengiris yang digunakan dalam penelitian ini memiliki beberapa
komponen utama, yaitu:
1. Kerangka alat
Kerangka alat terbuat dari baja profil „L‟ dengan dimensi alat: panjang
70 cm, lebar 50 cm, dan tinggi 100 cm. Kerangka berfungsi menopang
dan mendukung konstruksi dari alat dengan kokoh.
2. Pisau
Pisau terbuat dari baja yang berbentuk persegi panjang dengan ukuran
10 x 5 cm yang terletak pada sebuah rumah pisau. Dengan ketebalan
irisan 2-4 mm. Rumah pisau berbentuk lingkaran dengan diameter 20
cm yang berfungsi sebagai tempat melekatnya pisau.
3. Motor listrik
Motor listrik yang akan digunakan mempunyai tenaga 0,25 HP dengan
kecepatan putar 1400 rpm. Motor listrik berfungsi untuk mengubah
energi listrik menjadi mekanis. Motor listrik juga berfungsi sebagai
tenaga penggerak dari pulley, poros dan rumah pisau hingga akhirnya
melakukan pengirisan bahan.
4. Sabuk-V
Sabuk-V yang digunakan mempunyai tipe A, yang berfungsi untuk
mentransmisikan daya melalui sebuah pulley.
5. Bantalan
Universitas Sumatera Utara
24
Bantalan yang digunakan bantalan gelinding radial dan bantalan luncur.
6. Pulley
Pulley yang digunakan pada alat ini yaitu pulley jenis alur V dengan
diameter 2 inchi pada motor dan 12 inchi pada bagian yang akan
digunakan pada rangkaian pemotong.
7. Poros
Bahan poros pemutar yang akan digunakan direncanakan menggunakan
bahan baja padu.
Prosedur pembuatan alat pengiris tempe
Adapun prosedur pembuatan alat pengiris tempe adalah:
1. Dirancang terlebih dahulu bentuk atau kerangka alat pengiris tempe
kemudian digambar.
2. Dipilih bahan-bahan yang akan digunakan untuk membuat alat pengiris
tempe.
3. Diukur bahan-bahan yang akan digunakan sesuai dengan ukuran yang
telah ditentukan kemudian dipotong.
4. Dilakukan pengelasan dan pengeboran untuk pemasangan kerangka
alat.
5. Dibentuk mata pisau dan rumahnya sesuai dengan ukuran yang telah
ditentukan.
6. Dilakukan pemasangan terhadap bahan yang telah sesuai dengan bentuk
yang dirancang.
7. Dilakukan pemasangan antara motor listrik, pulley, dan sabuk-V.
Universitas Sumatera Utara
25
Prosedur penelitian
Adapun prosedur penelitian adalah sebagai berikut:
1. Ditimbang tempe dengan bentuk persegi panjang sebanyak 1 kg.
2. Dinyalakan alat pengiris tempe.
3. Tempe yang akan diiris diletakkan pada penampang tempat untuk
pengirisan tempe.
4. Dicatat waktu yang dibutuhkan untuk mengiris tempe.
5. Ditimbang berat kentang yang teriris, dan tidak teriris atau rusak.
6. Dihitung nilai tiap-tiap parameter.
7. Dilakukan sebanyak 3 kali ulangan.
Universitas Sumatera Utara
26
Parameter Penelitian
1. Persentase kerusakan hasil
Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi
berat tempe yang rusak (hancur, hasil irisan tidak sempurna) dengan berat
tempe sebelum di iris dikali dengan 100%. Secara sistematis dapat
dituliskan dengan rumus:
2. Kapasitas efektif alat atau kea
Pengukuran kapasitas efektif alat dilakukan dengan membagi berat tempe
yang terpotong dengan waktu pemotongan. Secar sistematis dituliskan
dengan rumus:
(
)
3. Analisis ekonomi
Perhitungan biaya pengirisan tempe dilakukan dengan cara menjumlahkan
biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap.
Biaya Pokok =
+ BTT] C …………………(6)
dimana:
BT
= Total biaya tetap (Rp/tahun)
BTT
= Total biaya tidak tetap (Rp/jam)
= Total jam kerja per tahun (jam/tahun)
C
= Kapasitas Alat (jam/kg)
Universitas Sumatera Utara
27
a. Biaya tetap
Biaya tetap terdiri dari:
1.
Biaya penyusutan (metode sinking fund)
Dt = (P-S) (A/F, i, n) (F/P, i, t-1) ................................................ (7)
dimana:
Dt = biaya penyusutan tiap akhir tahun (Rp/tahun)
P = harga beli (Rp)
S = nilai akhir (10% dari P) (Rp)
n = perkiraan umur ekonomi (tahun)
t = umur perkiraan mesin/alat pada permulaan tahun berikutnya
(Hidayat dkk, 1999).
2.
Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan besarnya :
I=
.............................................................................. (8)
dimana :
i = total persentase bunga modal dan asuransi
b. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari:
1. Biaya perbaikan untuk motor listrik sebagai sumber tenaga penggerak. Biaya
perbaikan ini dapat dihitung dengan persamaan :
Biaya reparasi =
.................................................... (9)
2. Biaya listrik dari pemakaian daya dari motor listrik. Diketahui biaya listrik
yaitu Rp. 1352 / KWh
Universitas Sumatera Utara
28
3. Biaya karyawan / operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini
tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau
gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya (Hidayat dkk, 1999).
c. Break even point
Break even point (analisis titik impas) umumnya berhubungan dengan
proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usahan yang
dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap
sama dengan nol. Bila pendapatan dari produksi berada disebelah kiri titik impas
maka kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila disebelah kanan
titik impas akan memperoleh keuntungan.
Analisis titik impas juga digunakan untuk :
1.
Hitungan biaya dan pendapatan untuk setiap alternatif kegiatan usaha.
2.
Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi
untuk peralatan produksi.
3.
Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi (kesamaan)
dari dua alternatif usulan investasi
(Waldyono, 2008).
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang
diperoleh hanya cukup untuk menutup biaya operasional dan ada keuntungan.
Universitas Sumatera Utara
29
Untuk mendefinisikan antara titik impas pada keuntungan (P) nol dan titik
impas dengan kontribusi keuntungan, keuntungan sebelum pajak (P) perlu diperha
tikan, yakni:
S
=
C
S - C
............................................................................ (10)
dimana:
S
=
sales variabel (produksi) (Kg)
FC
=
fix cash (biaya tetap) per tahun (Rp)
P
=
profit (keuntungan) (Rp) dianggap nol untuk mendapat titik impas.
SP
=
selling per unit (penerimaan dari tiap unit produksi) (Rp)
VC =
variabel cash (biaya tidak tetap) per unit produksi (Rp)
(Waldiyono, 2008).
d. Net present value
Net Present Value (NPV) adalah metode menghitung nilai bersih (netto)
pada waktu sekarang (present). Asumsi present yaitu menjelaskan waktu awal per
hitungan bertepatan dengan saat evaluasi dilakukan atau pada periode tahun ke nol
(0) dalam perhitungan cash flow investasi.
Cash flow yang benefitsaja perhitungannya disebut dengan present
worth of benefit (PWB), sedangkan jika yang diperhitungkan hanya cash out
(cost) disebut dengan present worth of cost (PWC).Sementara itu NPV diperoleh
dari PWB dikurangi PWC, yakni:
NPV = PWB - PWC ........................................................................ (11)
PWB = present worth of benefit
PWC = present worth of cost
Universitas Sumatera Utara
30
Untuk mengetahui apakah rencana suatu investasi tersebut layak ekonomis
atau tidak, diperlukan suatu ukuran atau kriteria tertentu dalam metode NPV ialah
NPV > 0 artinya investasi akan menguntungkan/ layak
NPV < 0 artinya investasi tidak menguntungkan
(Giatman, 2006).
e. Internal rate of return
Dengan menggunakan metode internal rate of return (IRR) akan
mendapatkan informasi yang berkaitan dengan tingkat kemampuan cash flow
dalam mengembalikan investasi yang dijelaskan dalam bentuk % periode waktu.
Logika sederhananya menjelaskan seberapa kemampuan cash flow dalam
mengembalikan modalnya dan seberapa besar pula kewajiban yang harus dipenuhi
(Giatman, 2006).
Internal rate of return adalah suatu tingkatan discount rate, pada discount
rate dimana diperolah B/C ratio = 1 atau NPV = 0. Harga IRR dapat dihitung
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
IRR = i2 +
dimana :
(i2 – i1) ............................................... (12)
i1
= Suku bunga bank paling atraktif
i2
= Suku bunga coba-coba
NPV1 = NPV awal pada i1
NPV2 = NPV pada i2
(Kastaman, 2006).
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Alat Pengiris Tempe
Rancang bangun alat pengiris tempe pada penelitian ini yaitu perancangan
alat pengiris tempe yang menghasilkan irisan tempe yang tipis dengan ketebalan
2-4 mm. Dalam hal pengirisannya sangat diperhatikan bagian-bagian utama dalam
perancangan alat pengriris tempe ini.
Adapun bagian-bagian alat pengiris tempe yaitu kerangka, pisau dan
piringan pisau, motor listrik, sabuk v, pulley dan poros. Kerangka terbuat dari besi
profil L atau disebut juga besi siku dengan dimensi panjang 70 cm, lebar 50 cm
dan tinggi 75 cm. Kerangka berfungsi menopang dan mendukung konstruksi alat.
Dengan adanya kerangka inilah tempat melekatnya bagian-bagian lain seperti
puli, motor listrik, poros dan lain-lain.
Gambar 3. Alat pengiris tempe
Pisau terbuat dari baja dengan bentuk persegi panjang yang mempunyai
ukuran 10 x 5 cm yang terletak pada rumah pisau atau piringan pisau. Pisau
berguna untuk memotong bahan yang masuk menjadi irisan-irisan yang tipis
31
Universitas Sumatera Utara
32
dengan ketebalan 2-4 mm. Pisau dibuat dengan cara disepuh dan digosok dengan
batu asah sehingga pisau benar-benar tajam. Pisau diletakkan pada piringan pisau.
Gambar 4. Mata Pisau
Piringan pisau berguna sebagai tempat melekatnya pisau. Piringan pisau
dilekatkan pada poros yang berputar, sehingga sewaktu poros berputar piringan
pisau juga ikut berputar bersamaan dengan pisau yang melekat. Dengan putaran
dari piringan pisau inilah pengirisan bahan dari tempat masukan bisa dilakukan.
Pada piringan pisau ini juga diletakkan dua buah pisau, sehingga dalam satu kali
putaran terjadi dua kali pengirisan.
Gambar 5. Piringan pisau
Universitas Sumatera Utara
33
Poros merupakan sumbu penyalur tenaga antara puli penggerak dengan
piringan pisau. Poros yang digunakan menggunakan bahan baja dengan diameter
2.5 cm. Fungsi poros itu sendiri adalah menyalurkan putaran dari puli penggerak
menuju piringan pisau yang digunakan untuk pengirisan.
Gambar 6. Poros
Puli yang digunakan pada alat pengiris tempe menggunakan 2 buah, yaitu
puli pada motor listrik dan puli penggerak yang dipasang dengan poros. Puli pada
motor listrik menggunakan diameter 2 inchi sedangkan pada puli penggerak
berdiameter 12 inchi. Dengan perbandingan kedua puli tersebut diperoleh putaran
dari 1400 rpm menjadi 237 rpm, berdasarkan perhitungan pada (lampiran 8).
Dengan putaran 237 rpm inilah yang diharapkan bisa melakukan pengirisan pada
bahan dan mencapai kapasitas alat pengiris. Pada puli bagian penggerak juga
dilengkapi dengan tuas pemutar yang mana berfungsi pada saat listrik padam dan
motor listrik tidak dapat menyala maka digunakan tuas tersebut untuk pengirisan
secara manual.
Universitas Sumatera Utara
34
Gambar 7 . Puli
Sabuk V berfungsi untuk mentransmisikan daya atau putaran dari puli
pada motor ke puli penggerak. Sabuk V yang digunakan yaitu sabuk tipe A.
Sabuk V yang digunakan mempunyai panjang 70,29 inchi berdasarkan
perhitungan pada (lampiran 8). Sabuk V ini dapat dilepas saat pengirisan
dilakukan dengan cara manual. Tujuannya agar motor listrik tidak mudah rusak.
Karena jika tidak dilepas makan bagian puli pada motor listrik juga akan berputar
dan juga pemutaran menggunakan tuas akan jadi lebih berat.
Gambar 8. Sabuk V
Universitas Sumatera Utara
35
Motor listrik yang digunakan pada alat pengiris tempe ini adalah sebesar ¼
HP dengan spesifikasi putaran 1400 rpm. Motor listrik adalah sumber daya dari
alat pengiris tempe ini. Putaran dari motor listrik ini dikonversikan melalui puli
dan poros lalu pada piringan pisau yang digunakan untuk melakukan pengirisan.
Gambar 9. Motor listrik
Prinsip Kerja Alat
Alat ini bekerja berdasarkan prinsip putaran pada sebuah piringan vertikal,
yang mana pada piringan tersebut diletakkan mata pisau. Akibat dari putaran
tersebut, ketika bahan masuk secara horizontal maka pengirisan akibat kecepatan
putar piringan dan ketajaman mata pisau, bahan yang dimasukkan bisa teriris
dengan ketebalan yang kita inginkan.
Motor listrik sebagai tenaga penggerak akan menggerakkan puli motor
yang selanjutnya mentransmisi daya pada puli poros sehingga menggerakkan
poros. Poros yang berputar akan menggerakkan piringan pisau yang menyatu
dengan poros. Dengan kecepatan putaran, mata pisau mampu memberi tekanan
dan melakukan pengirisan tempe yang dimasukkan melalui lubang masukan.
Universitas Sumatera Utara
36
Hasil irisan tempe kemudian keluar melalui saluran pengeluaran dan ditampung
oleh wadah yang tersedia dibawahnya.
Proses Pengirisan
Untuk melakukan proses pengirisan tempe, agar mendapatkan hasil yang
baik diperlukan pisau yang tajam, dan tempe yang akan diiris juga mempunyai
struktur yang padat sehingga pada saat proses pengirisan, tempe yang telah teriris
tidak rusak akibat terpental dari kecepatan putar piringan pisau.
Pada proses pengirisan ini tempe yang akan diiris dalam keadaan dingin.
Tujuannya agar tempe memiliki struktur yang padat sehingga mudah dalam
pengirisan dan tidak mudah hancur. Pengirisan dilakukan dengan memasukkan
tempe melalui lubang masukan dan dilakukan dorongan pada tempe menuju
piringan pisau yang berputar dan hasil irisan akan keluar dari lubang pengeluaran
lalu ditampung pada wadah yang disediakan.
Kapasitas Efektifitas Alat
Kapasitas efektif alat diperoleh dengan melakukan pengirisan tempe
sebanyak tiga kali ulangan, kemudian dihitung kapasitas efektif alat rata-rata..
Kapasitas efektif suatu alat menunjukkan produktivitas alat selama pengoperasian
tiap satuan waktu.
Bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya tentang rancang bangun
alat pengiris tempe oleh Rofarsyam (2013), diperoleh kapasitas efektif alat yaitu
sebesar 15.9 Kg/jam. Prinsip kerja alat pengiris tempe milik Rofarsyam yaitu
tempe dimasukkan kedalam kotak pengarah, kemudian ditekan oleh pemberat
hingga menyentuh stopper. Ketebalan pengirisan tempe ditentukan oleh jarak
Universitas Sumatera Utara
37
antara stopper dengan pisau pengiris. Untuk memulai pengirisan dengan menekan
tombol ON pada saklar, maka pisau berputar dan kotak melintang akan bergerak
secara otomatis dan tempe ditekan dengan pemberat sehingga tempe mengenai
stopper. Pada saat kotak pengarah tempe bergerak melintang melewati pisau,
tempe akan teriris dengan ketebalan sesuai jarak antara pisau dengan stopper.
Dalam hal ini kapasitas efektif alat diukur dengan mambagi banyaknya
bahan yang diiris pada alat pengiris tempe terhadap waktu yang dibutuhkan
selama pengoperasian alat (Persamaan 5).
Tabel 5. Data kapasitas kerja alat pengiris tempe
M0
Mt
Ulangan
t (detik)
(gram)
(gram)
I
1000
880
35.3
II
1000
820
35.8
III
1000
840
36.4
Total
3000
2540
107.5
Rata-rata
1000
846.7
35.83
Kapasitas alat
(kg/jam)
89.79
82.83
83.16
255.78
85.26
Dari Tabel 5 diperoleh kapasitas efektif rata-rata alat pengiris tempe ini
sebesar 85.26 kg/jam. Hasil tersebut didapat dari hasil penelitian yang dilakukan
dengan mengiris bahan sebanyak tiga kali ulangan, dengan setiap ulangan
perlakuan menggunakan bahan seberat 1 kg.
Hasil pengujian menunjukkan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
menghasilkan irisan tempe seberat 1 kg adalah sebesar 35.83 detik. Waktu
pengirisan pada setiap ulangan berbeda dikarenakan tempe yang diiris memiliki
tingkat kematangan yang berbeda dan juga kepadatan dari tempe tersebut.
Persentase Kerusakan Bahan
Kerusakan bahan ditandai dengan tempe yang hancur ketika pengirisan
berlangsung. Pengukuran persentase kerusakan bahan dilakukan dengan
Universitas Sumatera Utara
38
pengamatan secara visual hasil pencetakan. Setelah pengirisan dilakukan
pemisahan atau penyortiran
tempe yang rusak secara mekanis yang ditandai
dengan hancurnya tempe yang diiris, atau terbuang dan ukuran yang lebih besar.
Persentase kerusakan bahan diperoleh dengan membandingkan antara berat bahan
rusak dengan berat awal bahan yang dinyatakan dalam persen.
Tabel 6. Persentase kerusakan bahan
Ulangan
M0 (gram)
I
II
III
Total
Rata-rata
1000
1000
1000
3000
1000
Tempe
rusak (gr)
120
180
160
460
153.3
Tempe
rusak (%)
12
18
16
46
15.3
Dari penelitian yang telah dilakukan, persentase rata-rata kerusakan bahan
yang teriris adalah sebesar 15.3%. Hal ini disebabkan karena saat pengirisan
berlangsung tempe yang teriris jatuh dengan terpental akibat putaran dari piringan
pisau sehingga menabrak dinding penutup dan mengalami kerusakan.
Analisis Ekonomi
Biaya pemakaian alat
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan. Harga pengirisan tempe yaitu Rp. 3428,71/ kg.
Dari analisis biaya yang dilakukan (lampiran 8) diperoleh biaya untuk
mengiris tempe berbeda tiap tahun. Diperoleh biaya pengirisan tempe sebesar Rp.
128,416/kg pada tahun pertama, Rp. 128,635/kg pada tahun ke dua,
Rp.128,870/kg pada tahun ke tiga, Rp. 129,123/kg pada tahun ke empat, dan
Universitas Sumatera Utara
39
Rp. 129,395/kg pada tahun ke lima. Hal ini disebabkan perbedaan nilai biaya
penyusutan tiap tahun sehingga mengakibatkan biaya tetap alat tiap tahun berbeda
juga.
Tabel 7. perhitungan biaya pokok tiap tahun
Tahun
BP
(Rp/Kg)
1
128,416
2
128,635
3
128,870
4
129,123
5
129,395
Break even point
Menurut Waldiyono (2008) analisis titik impas umumnya berhubungan
dengan proses penentuan tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha
yang dilakukan dapat membiayai sendiri (self financing) dan selanjutnya dapat
berkembang sendiri (self growing). Manfaat perhitungan titik impas adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Maka dari itulah penulis menghitung
analisa titik impas dari alat ini untuk mengetahui seberapa lama waktu yang
dibutuhkan alat ini agar mencapai titik impas.
Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan di peroleh
nilai BEP yang dapat dilihat pada (lampiran 9). Alat ini mencapai titik impas
apabila telah mengiris tempe sebanyak 236,66 Kg/tahun.
Net present value
Net present value (NPV) adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur
suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal
dalam penambahan alat pada suatu usaha maka NPV ini dapat dijadikan salah satu
Universitas Sumatera Utara
40
alternatif dalam analisis financial. Dari percobaan dan data yang diperoleh
(Lampiran 10) pada penelitian dapat diketahui besarnya NPV dengan suku bunga
7,5% adalah Rp. 1.270.819.564,93. Hal ini berarti usaha ini layak untuk
dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Giatman (2006) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu:
-
NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan
-
NPV < 0, berarti sampai dengan n tahun investasi usaha tidak
menguntungkan
-
NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.
Internal rate of return
Hasil yang didapat dari perhitungan IRR adalah
sebesar 52,68%
(Lampiran 11). Usaha ini masih layak dijalankan apabila bunga pinjaman bank
tidak melebihi 52.68 % jika bunga pinjaman di bank melebihi angka tersebut
maka usaha ini tidak layak lagi diusahakan. Semakin tinggi bunga pinjaman di
bank maka keuntungan yang diperoleh dari usaha ini semakin kecil.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Kapasitas alat pengiris tempe ini adalah sebesar 85,26 Kg/jam.
2. Persentase kerusakan bahan saat pengirisan adalah 15,3%.
3. Biaya pokok pengirisan tempe sebesar Rp. 128,416/Kg pada tahun pertama,
Rp. 128,635/Kg pada tahun ke-2, RP. 128,870/Kg pada tahun ke-3,
Rp.129,123/Kg pada tahun ke-4, dan Rp. 129,395/Kg pada tahun ke-5.
4. Alat ini akan mencapai nilai break even point apabila telah melakukan
pengirisan sebanyak 236,66 Kg/tahun.
5. Net present value alat ini dengan suku bunga 7.5% adalah Rp.
1.270.819.564,93 yang berarti usaha ini layak untuk dijalankan.
6. Internal rate of return pada alat ini adalah sebesar 52,68%.
Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai ketajaman pisau dan bentuk
pisau yang digunakan.
2. Perlu dilakukan penelitian tentang kecepatan rpm yang baik untuk
pemotongan tempe.
3. Perlu dilakukan pengecilan ukuran untuk alat pengiris tempe tersebut.
4. Dilakukan modifikasi alat dalam hal pembersihan jamur tempe yang melekat
pada pisau.
41
Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai termasuk famili Leguminosae (Kacang-kacangan). Klasifikasi
lengkapnya adalah sebagai berikut:
Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi
: Angiospermae (biji tertutup)
Kelas
: Dicotyledoneae (biji berkeping dua)
Ordo
: Polypetales
Famili
: Leguminosae
Sub famili
: Papilionoideae
Genus
: Glycine
Spesies
: mac
Nama Ilmiah : Glycine mac (L) Merill
(Suprapto, 2001).
Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak.
Kedelai jenis liar (Glycine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan
berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L) Merril. Di
Indonesia, tanaman ini dibudidayakan mulai abad ke-17 sebagai tanaman
makanan. Selain itu, kedelai juga dikenal sebagai pupuk hijau karena dapat
meningkatkan kesuburan tanah (DISTAN KALSEL, 2014).
Menurut para ahli botani, kedelai merupakan tanaman yang berasal
dari Manchuria dan sebagian Cina, di mana terdapat banyak jenis kedelai
liar.
Kemudian menyebar ke daerah-daerah tropika dan subtropika. Setelah
4
Universitas Sumatera Utara
5
dilakukan
pemuliaan, dihasilkan
dibudidayakan.
Umur
panen
jenis-jenis
tanaman
kedelai
unggul
yang
kedelai berbeda-beda tergantung
varietasnya tetapi umumnya berkisar antara 75 dan 105 hari (Santoso, 2005).
Kacang-kacangan banyak diolah baik sebagai bahan jadi maupun bahan
setengah jadi, misalnya selai kacang kedelai, tahu, tempe, tepung kedelai, oncom,
kecap, dan lain-lain. Untuk mendapat hasil olah, mutu bahan dan cara
pengolahan,
termasuk
bahan-bahan
tambahan
yang
digunakan
sangat
berpengaruh.
Kandungan gizi dan manfaat
Kedelai merupakan sumber protein nabati yang efisien, dalam arti bahwa
untuk memperoleh jumlah protein yang cukup diperlukan kedelai dalam jumlah
kecil. Untuk medapatkan 2100 kalori, menurut perumusan LIPI tahun 1968
diperlukan kacang-kacangan 44 gram per kapita per hari. Untuk memenuhi
anjuran konsumsi 44 gram kacang-kacangan perhari tidaklah sulit. Mengingat
besarnya variasi penggunaan kacang dalam menu kita seperti tahu, tempe, bahan
sayuran, bubur kacang dan lain-lain (Suprapto, 2001).
Dapat dilihat, bahan kedelai mengandung protein 35 gram untuk setiap
100 gram. Bahkan pada varietas unggul, kandungan protein kedelai mencapai 4043%. Oleh karena itu bila seseorang tidak dapat makan daging karena alas an
tertentu, kebutuhan protein sebesar 55 gram/hari dapat dipenuhi dari makanan
berasal kedelai (Suprapto, 2001).
Perbandingan jumlah kalori, protein dan lemak dari setiap 100 gram
kedelai, dibandingkan bahan makanan lain adalah sebagai berikut.
Universitas Sumatera Utara
6
Tabel 1. Kandungan kalori, protein, lemak dan karbohidrat (CHO) dari setiap 100
gram bahan makanan.
Protein
Lemak
CHO
Air
Bahan
Kalori
(%)
(%)
(%)
(%)
Beras
360
6,8
0,7
78,9
13
Jagung
355
9,2
3,9
73,7
12
Tepung ubi kayu
363
1,1
0,5
88,2
9
Kedelai
330
35
18
35
8
Kacang hijau
345
22
1
63
10
Daging
190
19
12
0
68
Ikan segar
113
17
5
0
76
Telur ayam
162
13
12
1
74
Susu skim kering
360
36
1
52
4
Sumber : Lembaga Penelitian Gizi (1967). Daftar analisa bahan makanan, Bogor, Penelitian Gizi dan Makanan. Dalam Lie
Goan-Hong, dkk. (1976(10))
Kedelai juga dapat diolah menjadi produk olahan yang disebut susu
kedelai. Susu kedelai yang mengandung protein nabati tidak kalah gizinya dengan
susu yang berasal dari hewan (susu sapi). Komposisi gizi di dalam susu kedelai
dan susu sapi dapat dilihat pada Tabel 2. Dapat dilihat bahwa kandungan protein
dalam susu kedelai hampir sama dengan kandungan protein dalam susu sapi
(Budimarwanti C, 2008).
Tabel 2. Komposisi gizi susu kedelai cair dengan susu sapi (100gr)
Komponen
Susu kedelai
Susu sapi
Kalori (Kkal)
41,0
61,0
Protein (gram)
3,50
3,20
Lemak (gram)
2,50
3,50
Karbohidrat (gram)
5,00
4,30
Kalsium (mg)
50,0
143
Fosfor (gram)
45,0
60,0
Besi (gram)
0,70
1,70
Vitamin A (SI)
200
130
Vitamin B1 (tiamin) (mgram)
0,08
0,03
Vitamin C (mgram)
2,00
1,00
Sumber: Aman dan Hardjo, 1973 : 158
Perkembangan produksi kedelai
Kedelai merupakan salah satu tanaman sumber protein yang penting di
Indonesia. Berdasarkan luas panen Indonesia, kedelai menempati urutan ke-3
Universitas Sumatera Utara
7
sebagai tanaman palawija setelah jagung dan ubi kayu. Rata-rata selama 4 tahun
(1970-1973) dicapai luas panen 703.878 ha dengan total produksi 518.204 ton
(Suprapto, 2001).
Tabel 3. Luas panen dan produksi kedelai di Indonesia tahun 1970-1981.
Luas panen
Produksi
Rata-rata
Tahun
(ribu ha)
(ribu ha)
(ton/ha)
1970
695
498
0,717
1971
680
516
0,759
1972
697
518
0,743
1973
743
541
0,728
1974
768
589
0,767
1975
752
590
0,785
1976
646
522
0,808
1977
646
523
0,810
1978
733
617
0,841
1979
784
680
0,867
1980
732
653
0,892
1981
811
687
0,847
Sumber : BPS
Dilihat dari persentase penggunaan kedelai dunia, diperkirakan sekitar
40 persen dari total produksi digunakan sebagai bahan makanan manusia
khususnya di Asia Timur dan Asia Tenggara, 55 persen sebagai pakan ternak
dan hanya 5 persen sebagai bahan baku industri khususnya di negara - negara
maju (Santoso, 2005).
Indonesia masih harus terus melakukan impor yang rata-rata 40%
dari kebutuhan kedelai nasional. Produksi dalam negeri masih relatif rendah dan
memiliki kecenderungan terus
menurun. Pada tahun 2002 impor kedelai
mencapai 1,13 juta ton dengan nilai impor US $ 57 miliar, mengalami kenaikan
sebesar 1,21% dibandingkan tahun sebelumnya.
Akan tetapi, nilai ekspor
komoditas tanaman pangan turun 3,19% (Mursidah, 2005).
Berdasarkan data statistik perkembangan luas panen, produktivitas,
dan produksi kedelai Indonesia menurut wilayah periode tahun 2005-2012
Universitas Sumatera Utara
8
dapat dikatakan fluktuatif. Sejak tahun 2005 luas areal panen kedelai
Indonesia terus menurun hingga tahun 2007 dan kembali meningkat sampai tahun
2009 sebelum akhirnya turun kembali pada tahun 2011. Produktivitas kedelai
Indonesia tahun 2005 sebesar 13,01 ku/ha, kemudian menurun pada tahun 2006
dan kembali meningkat sampai tahun 2011. Pada tahun 2012 produktivitas
kedelai Indonesia diperkirakan mencapai angka tertinggi dibandingkan tahuntahun sebelumnya yakni sebesar 13,76 ku/ha atau meningkat 0,08 ku/ha
dibandingkan tahun sebelumnya.
Rata-rata produktivitas kedelai wilayah Jawa lebih tinggi daripada di Luar
Jawa. Salah satu penyebab yang memungkinkan karena petani di luar Jawa
belum menggunakan kedelai varietas unggul, penerapan teknik budidaya kedelai
masih kurang tepat dan sebagian besar belum menerapkan pendekatan produksi
melalui Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) pada kedelai. PTT bukanlah
suatu paket produksi kedelai, melainkan suatu pendekatan inovatif dan
dinamis melalui perakitan teknologi secara partisipasif bersama petani sesuai
dengan kondisi lingkungan setempat seperti lahan, keadaan sosial ekonomi
serta status kelembagaan yang terkait dengan pembangunan pertanian. Melalui
PTT kedelai diharapkan dapat memberikan produktivitas tinggi dengan proses
produksi yang efisien dan berkelanjutan dalam upaya peningkatan produksi dan
pendapatan petani (Facino A, 2012).
Penggunaan kedelai
Biji kedelai tidak dapat dimakan langsung karena mengandung tripsine
inhibitor, bila biji kedelai ini sudah direbus pengaruh tripsine inhibitor dapat
dinetralkan. Biji kedelai juga dapat dipakai sebagai bahan baku industri seperti
Universitas Sumatera Utara
9
minyak goreng, mentega. Minyak dari kedelai dapat digunakan untuk bermacam
tujuan perindustrian. Ini mencakup pembuatan glycerine, insectisida, cat dan lain
sebagainya. Selain itu kedelai juga dapat digunakan untuk berbagai macam
keperluan seperti makanan manusia, ternak, dan bahan baku insdustri. Di
Indonesia penggunaan kedelai masih terbatas sebagai bahan makanan manusia
dan ternak. Makanan yang terbuat dari kedelai anatara lain adalah kedelai rebus,
kedelai goreng, kecambah kedelai, tempe, tahu, tauco dan kecap (Suprapto, 2001).
Kacang kedelai yang diolah, secara garis besar dapat dibagi menjadi 2
kelompok manfaat utama, yaitu olahan dalam bentuk protein kedelai dan minyak
kedelai. Dalam bentuk protein kedelai dapat digunakan sebagai bahan industri
makanan yang diolah menjadi: susu, vetsin, kue-kue dan permen, serta sebagai
bahan industri bukan makanan seperti kertas, cat cair, tinta cetak dan tekstil.
Sedangkan olahan dalam bentuk minyak kedelai digunakan sebagai bahan industri
makanan dan non makanan. Industri makanan dari minyak kedelai yang
digunakan sebagai bahan industri makanan berbentuk gliserida sebagai bahan
untuk pembuatan minyak goreng, margarin dan bahan lemak lainnya. Sedangkan
dalam bentuk lecithin dibuat antara lain margarin, kue, tinta, kosmetika,
insectisida dan farmasi (BAPPENAS, 2011).
Biji kedelai mengandung lemak sekitar 18 - 20 persen. Lemak ini
banyak dimanfaatkan dan diolah sebagai minyak goreng, minyak salad,
dibuat margarin dan shortening, mayonnaise, lesitin dan emulsifier (mono
dan digliserida). Pada umumnya minyak dapat diambil dari biji kedelai
dengan cara diekstrak menggunakan pelarut lemak, yaitu heksana. Prosesnya
Universitas Sumatera Utara
10
terdiri atas tiga tahap, yaitu perlakuan pendahuluan, ekstraksi minyak, serta
penjernihan dan pemurnian minyak (Santoso, 2005).
Tempe
Tempe adalah produk fermentasi yang amat dikenal oleh masyarakat
Indonesia dan mulai digemari pula oleh berbagai kelompok masyrakat barat.
Tempe dapat dibuat dari berbagai bahan. Namun demikian yang biasa dikenal
sebagai tempe oleh masyarakat pada umumnya ialah tempe yang dibuat dari
kedelai. Di daerah jawa dijumpai berbagai macam tempe yang dibuat dari bahan
selain kedelai. Namun demikian karena kedelai merupakan bahan yang paling
banyak dikenal maka bila nama tempe yang disebut maka yang dimaksud adalah
tempe kedelai. Sedangkan untuk tempe dari bahan lain, identitasnya harus disertai
nama bahannya seperti tempe benguk, dll (Hidayat dkk, 2006).
Industri tempe tidak hanya berkembang di Indonesia. Tempe juga
diproduksi dan dijual di mancanegara. Penyebaran tempe telah meluas
menjangkau berbagai kawasan. Masyarakat Eropa cukup lama mengenal tempe.
Yang memperkenalkan tempe kepada masyarakat Eropa adalah imigran asal
Indonesia yang menetap di Belanda. Dalam karya William Shurtleff dan Akiko
Aoyagi, The Book of Tempeh: A Cultured Soyfood, dimuat bahwa tempe
diproduksi di berbagai negara mulai dari Amerika Serikat, Kanada, Meksiko,
Belgia, Austria, Republik Ceko, Finlandia, Prancis, Jerman, Irlandia, Italia,
Belanda, Portugal, Spanyol, Swiss, Afrika Selatan, India, dan Inggris hingga
Australia dan Selandia Baru (PUSIDO BSN, 2012).
Bongkrek merupakan tempe jenis khusus yang bisa diproduksi degan
fermentasi dari ampas kelapa baru (segar) menggunakan jamur tempe. Ini
Universitas Sumatera Utara
11
merupakan makanan
tradisional Indonesia, tidak seperti makanan fermentasi
yang lainnya. Bongkrek kadang-kadang menghasilkan toksin yang dikeluarkan
oleh bakteri asing pseudomonas cocovenenasis yang menumbuhkan jamur dengan
cepat (Saono, dkk., 1982).
Fermentasi
Fermentasi sudah lama dikenal sejak zaman dulu, dengan kecenderungan
terhadap keberlanjutan lingkungan hidup dan pengembangan sumbar daya yang
dapat diperbarui menyebabkan peningkatan upaya dan ketertarikan dalam upaya
mengambil kembali produk-produk fermentasi seperti asam organik, aditif
makanan dan bahan kimia. Fermentasi mulai menjadi ilmu pada tahun 1857 ketika
Louis Pasteur menemukan bahwa fermentasi merupakan sebuah hasil dari sebuah
aksi mikroorganisme yang spesifik. Fermentasi sebagai industri dimulai awal
1900 dengan produksi enzim mikroba, asam organik dan yeast. Saat ini fermentasi
memiliki arti yang berbeda bagi seorang ahli biokimia (Riadi L, 2007).
Melalui proses fermentasi, kedelai menjadi lebih enak dan meningkat nilai
nutrisinya. Rasa dan aroma kedelai memang berubah sama sekali setelah menjadi
tempe. Tempe lebih banyak diterima untuk dikonsumsi bukan saja oleh orang
Indonesia, tetapi juga oleh bangsa lain. Tempe yang masih baru (baik) memiliki
rasa dan bau yang spesifik. Bau dan rasa khas tempe ini tidak mudah
didiskripsikan tetapi dapat dimengerti dan dihayati bagi masyarakat yang telah
lama mengenal tempe (Hidayat dkk, 2006).
Beberapa makanan fermentasi seperti tempe tauco dan oncom memang
mempunyai potensi untuk menjadi sumber protein utama dalam diet seseorang.
Perkembangan makanan fermentasi menjadi produk konsumsi masal akan
Universitas Sumatera Utara
12
menghadapi beberapa halangan dan kendala. Walaupun pembuatannya ekonomuis
dan teknologinya dapat dikerjakan dengan mudah konsumen harus dididik melalui
beberapa pendekatan sebelum dapat diterapkan sesuai dengan rencana
(Saono, dkk., 1982).
Bentuk dan jenis tempe
Tempe merupakan makanan hasil fermentasi tradisional berbahan
baku kedelai dengan bantuan jamur Rhizopus oligosporus. Mempunyai ciri-ciri
berwarna putih, tekstur kompak dan flavor spesifik. Warna putih disebabkan
adanya miselia jamur yang tumbuh pada permukaan biji kedelai. Tekstur
yang
kompak
menghubungkan
juga disebabkan
antara
komponen-komponen
oleh
miselia-miselia
jamur
yang
biji-biji kedelai tersebut. Terjadinya degradasi
dalam kedelai dapat menyebabkan terbentuknya flavor
spesifik setelah fermentasi (Kasmidjo, 1990).
Pembungkusan tempe dengan menggunakan daun merupakan cara
tradisional yang paling banyak dilakukan. Membungkus tempe dengan daun sama
halnya dengan menyimpannya dalam ruang gelap (salah satu syarat ruang
fermentasi), mengingat sifat daun yang tidak tembus pandang. Disamping itu,
aerasi (sirkulasi udara) tetap dapat berlangsung melalui celah-celah pembungkus
yang ada.
Selain dengan daun pisang, bahan tempe dapat dibungkus dengan kantong
plastik. Pembungkusan bahan tempe dalam kantong plastik jangan sampai terlalu
rapat agar bagian dalam substrat cukup memperoleh udara. Pengemasan bahan
pangan memegang peranan penting dalam pengendalian dari kemungkinan dan
infeksi mikroorganisme terhadap produk bahan pangan. Bahan pangan merupakan
Universitas Sumatera Utara
13
sumber
energi
dan
sumber
gizi
yang
penting
bagi
manusia
dalam
mempertahankan hidupnya. Apabila tercemar oleh mikroorganisme dan disimpan
dalam
kondisi
yang
memungkinkan
bagi
aktivitas
metabolisme
dapat
menimbulkan kerusakan bahan pangan dan membahayakan kesehatan konsumen
(Setyowati R, 2007).
Jenis tempe bermacam-macam, tergantung pada jenis bahan baku yang
digunakan. Beberapa jenis tempe yang ada dan cukup banyak dibuat di Indonesia
dapat dilihat dalam Tabel.
Tabel 4. Jenis tempe.
No
1
2
3
4
5
6
7
Bahan baku
Kedelai (Glicyne max)
Ampas tahu/kedelai
Bungkil kacang tanah
Ampas Kelapa
Bungkil kacang + ampas tahu
Koro benguk
Lamtoro
Nama/jenis tempe
Tempe Kedelai
Tempe gembus
Tempe bungkil
Tempe bongkrek
Tempe enjes
Tempe benguk
Tempe lamtoro
Sumber : Supriati (2003)
Proses pembuatan tempe
Tempe yang dibuat dari kedelai melalui tiga tahap yaitu: 1. Hidrasi dan
pengasaman biji kedelai dengan direndam beberapa lama (untuk darah tropis kirakira semalam), 2. Sterilisasi terhadap sebagian biji kedelai dan 3. Fermentasi oleh
jamur tempe yang diinokulasi segera setelah sterilisasi. Jamur tempe yang banyak
digunakan adalah Rhizopus oligosporus (Hidayat dkk, 2006).
Proses perendaman memberi kesempatan untuk tumbuhnya bakteri-bakteri
asam laktat sehingga terjadi penurunan pH dalam biji menjadi sekitar 4,5-5,3.
Penurunan pH biji kedelai dapat menghambat pertumbuhan bakteri-bakteri
kontaminan yang bersifat sebagai pembusuk. Keuntungan lain dari kondisi asam
dalam biji menghambat penaikan pH sampai diatas 7,0. Bila pH diatas 7,0 akan
Universitas Sumatera Utara
14
menghambat
pertumbuhan
atau
bahkan
mematikan
jamur
tempe
(Hidayat dkk, 2006).
Sterilisasi adalah suatu proses yang bertujuan untuk membunuh
mikroorganisme dan merupakan proses level tertinggi yang dapat dicapai untuk
membunuh semua bakteri