Sikap Aparat Penegak Hukum

Sebagaimana diketahui bahwa Undang-undang Nomor 8 tahun 1981, tentang Kibab Undang-undang Hukum Acara Pidana manganut sistem peradilan pidana yang mengutamakan perlindungan hak-hak asasi manusia, namun apabila ketentuan ketentuan mengenai hal itu diperhatikan secara lebih mendalam, ternyata hanya hak-hak tersangkaterdakwa yang banyak ditonjolkan sedangkan hak hak dari korban kejahatan sangat sedikit diatur. Sejalan dengan asas tersebut masyarakat khususnya media massa lebih banyak menyoroti mengenai hak-hak tersangkaterdakwa daripada mempermasalahkan mengenai perlindungan terhadap korban kejahatan. Sikap dan Pandangan Aparat Penegak Hukum Mengenai Perlunya Upaya- Upaya Konkrit Pemberian Perlindungan Hak dan Kepentingan Korban Tindak Pidana

1. Sikap Aparat Penegak Hukum

Berdasarkan wawancara dengan aparat penegak hukum di kabupaten Sukoharjo tentang sikap dan pandangan aparat penegak hukum mengenai perlunya upaya-upaya kongkrit pemberian perlindungan hak dan kepentingan korban tindak pidana. Masing-masing lembaga penegak hukum memberikan keterangannya sebagai berikut: Sikap aparat penegak hukum dalam pemberian perlindungan hak-hak korban, yaitu: a Kepolisian bersikap pro-aktif, dimana setiap ada laporanaduan akan segera mungkin untuk menindaklanjuti laporanaduan tersebut demi memberikan perlindungan hak-hak si korban; 15 b Kejaksaan bersikap pasif, hanya memberikan masukkan kepada kedua belah pihak untuk 15 Suparno, Kaur Bin Ops. Sat. Reskrim Polres Sukoharjo, Wawancara Pribadi, Sukoharjo, 7 Oktober 2013, pukul 09:30 WIB. melakukan mediasi perdamaian secara baik-baik; 16 c Pengadilan hanya menjebatani kedua belah pihak, dan hakim memberikan masukan melalui jaksa agar kedua belah pihak melakukan perdamaian secara tertulis dan ditandatangani kedua belah pihak di atas meterai, kemudian jaksa menyerahkan berkah perkara yang sudah terselip surat perdamaian tersebut. 17 Perlindungan hukum hak-hak korban dan langkah perlindungan yang diberikan lebih bersifat kurang pro-aktif. Dikatakan kurang pro-aktif karena langkah ini ditujukan kepada mereka yang telah mengalami atau menjadi korban kejahatan dan melaporkannya kepada pihak yang berwajib untuk diproses lebih lanjut. Disini peran kepolisian yang diperlukan untuk mengungkap kasus kejahatan yang terjadi. Peran pro-aktif kepolisian dapat membantu terungkapnya kejahatan yang tidak dilaporkan oleh masyarakat. Dengan demikian, peran pro-aktif kepolisian dapat membantu dalam hal perlindungan hukum hak-hak korban dalam proses penyelesaian perkara pidana, baik dari awal laporan tindak pidana sampai dengan dilaksanakannya putusan hakim. Termasuk dimana Kepolisian dapat memperdamaikan kedua belah pihak antara tersangka dengan korban sebelum kasus dilimpahkan ke kejaksaan. Dengan perdamaian di kepolisian tersebut maka kasus dapat dihentikan, Agar di kemudian hari tidak ada rasa saling balas dendam. Perdamaian yang dilakukan kepolisian dapat dilakukan dengan cara bagaimana kepolisian menjelaskan perkara terhadap tersangka agar meminta maaf dan mengganti kerugian yang dialami korbannya. 16 Yeni Astuti, Jaksa Kejaksaan Negeri Sukoharjo, Wawancara Pribadi, Sukoharjo, 8 Oktober 2013, pukul 08:00 WIB. 17 Evi Firtiastuti, Hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo, Wawancara Pribadi, Sukoharjo, 7 Oktober 2013, pukul 08:00 WIB. Perlindungan terhadap korban dalam suatu perkara pidana sudah semestinya harus diberikan jaminan perlindungan hukum oleh Negara, sebagaimana salah satu ciri dari Negara hukum itu sendiri, yaitu harus didasarkan atas asas kesamaan di depan hukum equality before the law. Dari aspek hak asasi manusia, Arif Gosita menyebutkan bahwa “Perlindungan terhadap korban merupakan kewajiban asasi manusia baik seseorang, sebagai anggota keluarga, masyarakat, maupun pemerintah “. 18

2. Pandangan Aparat Penegak Hukum