Perancangan Media Film Dokudrama Tokoh Raden Werkudara Dalam Lakon Bima Suci Sebagai Media Studi Karakter Visual Wayang Kulit Gagrak Surakarta

(1)

Laporan Pengantar Proyek Tugas Akhir

PERANCANGAN MEDIA FILM DOKUDRAMA TOKOH

RADEN WERKUDARA DALAM LAKON BIMA SUCI

SEBAGAI MEDIA STUDI KARAKTER VISUAL

WAYANG KULIT GAGRAK SURAKARTA

DK 38315/Tugas Akhir Semester II 2010/2011

Oleh :

Afrina Rahmaniar 51907051

Program Studi

Desain Komunikasi Visual

FAKULTAS DESAIN

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Swt atas limpahan rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan

pengantar tugas akhir ini dengan judul PERANCANGAN MEDIA FILM

DOKUDRAMA TOKOH RADEN WERKUDARA DALAM LAKON BIMA SUCI SEBAGAI MEDIA STUDI KARAKTER VISUAL WAYANG KULIT GAGRAK SURAKARTA.

Laporan ini di buat dengan tujuan untuk memenuhi persyaratan dalam menyelesaikan Program Strata I Desain Komunikasi Visual. Dalam penulisan laporan pengantar tugas akhir, tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materil sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat di sebutkan satu persatu. Tanpa bantuan dan dukungan berbagai pihak penulis tidak dapat menyelesaikan laporan ini dengan tepat waktu. Laporan ini belum dapat di katakan sempurna, oleh karena itu penulis senantiasa mengharapkan saran dari semua pihak guna untuk melakukan perbaikan di masa mendatang.

Bandung, 8 Agustus 2011


(3)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Beragam kebudayaan yang ada didunia ini menjadikan munculnya sebuah kesenian yang di buat oleh manusia, seperti bangsa Indonesia yang merupakan salah satu peradaban yang berkembang dengan berbagai macam kebudayaan yang menjadi jati diri bangsa Indonesia seperti halnya kesenian. Seluruh bangsa-bangsa yang ada didunia mengetahui bahwa Indonesia memiliki banyak karya seni yang memiliki nilai sejarah dan filosofi, salah satunya adalah wayang kulit yang memiliki nilai seni dan filosofi yang tinggi.

Wayang kulit merupakan kesenian yang meliputi seni pahat, seni lukis, seni perlambang, seni sastra, seni tutur, seni musik, seni suara. Dalam dunia pewayangan, pada umumnya penonton atau pembaca cerita pewayangan mengetahui karakter tokoh-tokoh pewayangan dari cerita yang di tulis atau jalan ceritanya. Dan pada umumnya penonton atau pembaca cerita kurang memahami setiap filosofi dan karakter yang terkandung dalam cerita maupun pada tokoh-tokoh yang ada pada cerita atau lakon dari wayang kulit. Terdapat sisi lain untuk mengetahui karakter dan sifat dari tokoh-tokoh pewayangan ini yaitu dari bentuk fisik wayang kulit, yang sudah di


(4)

gambarkan menjadi sebuah bentuk-bentuk anggota tubuh, dari ujung rambut hingga ujung kaki wayang kulit. Dan dalam setiap sebuah

lakon wayang kulit juga memiliki filosofi, jika di jabarkan lebih dalam sehingga setiap lakon dalam wayang kulit memiliki makna dan manfaat yang lebih bagi penonton, pembaca, pengrajin wayang kulit dan seorang dalang.

Wayang kulit memiliki berbagai ragam berdasarkan setiap daerah asalnya, seperti wayang kulit gagrak Surakarta, gagrak Cirebon, gagrak Yogyakarta, Gagrak Jawa Timur, dan lainnya. Tidak hanya itu, wayang kulit juga memiliki klasifikasi dalam menggambarkan kondisi spiritual dari tokoh-tokohnya tersebut yang di sebut dengan istilah wanda untuk mendukung situasi yang di gambarkan oleh seorang dalang. Hal ini tidak mudah untuk di ketahui oleh masyarakat yang sedang menonton wayang kulit.

Tokoh Raden Werkudara merupakan tokoh yang penuh dengan filosofi karena dalam penggambaran sosok Werkudara ini menyimpan berbagai simbol kehidupan. Werkudara juga merupakan tokoh yang di anggap mistis oleh orang Jawa. Dalam penggambaran tokoh Werkudara ini ada berbagai macam bentuk menurut daerahnya karena setiap daerah memiliki wujud sendiri dalam menggambarkan tokoh Werkudara ini begitu juga dengan wandanya yang menggunakan wanda-wanda tertentu menurut kebutuhan dalang dalam menjalankan lakon dari pagelaran wayang kulit.


(5)

Wayang kulit dan lakon yang ada tidak lepas dari sebuah fenomena yang muncul, seperti perbedaan bagaimana menyampaikan sebuah lakon dalam sebuah pagelaran wayang kulit dan beragam versi cerita yang di bawakan oleh seorang dalang. Kajian karakter visual wayang kulit gagrak Surakarta dengan kasus studi tokoh, merupakan penjabaran karakter tokoh Werkudara dalam lakon Begawan Bima Suci, meliputi penjabaran cerita dan filosofinya.

1.2 Identifikasi Masalah

Permasalahan yang dapat di identifikasi secara deskriptif tentang karakter wayang kulit gagrak Surakarta secara fisik dalam studi tokoh-tokoh pada lakon Begawan Bima Suci antara lain :

a. Terbatasnya keterangan tentang pemahaman karakter, sifat, dan status sosial dari tokoh-tokoh pewayangan dari bentuk fisiknya.

b. Pemahaman simbol-simbol falsafah hidup melalui karakter fisik wayang kulit maupun dari filosofi yang terkandung dalam lakon Begawan Bima Suci tidak selalu mudah.

c. Lakon Begawan Bima Suci sebagai cerita memiliki makna yang penting untuk kehidupan, khususnya orang Jawa sebagai pendidikan moral dan perilaku manusia.

d. Tokoh Raden Werkudara dianggap sebagai tokoh yang penuh mistis dan dianggap memiliki keistimewaan oleh orang Jawa.


(6)

e. Untuk memberikan pemahaman tentang filosofi yang ada pada tokoh Raden Werkudara dalam lakon Begawan Bima Suci. f. Perlu penjabaran isi dari lakon Begawan Bima Suci agar

masyarakat lebih dapat memahami makna, dan filosofinya. g. Karakter visual wayang kulit hanya dapat di pahami oleh orang

tertentu.

1.3 Fokus Permasalahan

Fokus permasalahan yang ada pada wayang kulit gagrak Surakarta pada tokoh Raden Werkudara dalam lakon Begawan Bima Suci adalah bahwa karakter dari tokoh wayang kulit gagrak Surakarta, tidak semua kalangan masyarakat dapat memahami dan mengenali karakter visual tokoh-tokoh dari wayang kulit, hanya kalangan tertentu yang dapat memahami dan mengenali karakter visual dari tokoh-tokoh wayang Kulit.

1.4 Tujuan Penelitian

Untuk memberikan penjelasan tentang simbol-simbol dan filosofi yang terkandung dalam rupa dan karakter wayang kulit gagrak Surakarta terutama pada tokoh Raden Werkudara dalam lakon

Begawan Bima Suci, agar masyarakat dapat mengetahui dan memahami semua makna-makna yang terkandung dalam simbol-simbol dan filosofi yang ada pada tokoh-tokoh dan cerita. Tujuan


(7)

perancangan ini adalah untuk membuat salah satu instrumen yang dapat membantu masyarakat yang belum bisa memahami dan mengenali karakter visual tokoh-tokoh wayang kulit gagrak Surakarta.


(8)

BAB II

WAYANG KULIT GAGRAK SURAKARTA

2.1 Pengertian Wayang Kulit

Wayang adalah kesenian asli Indonesia (Jawa). Kesenian wayang kulit meliputi seni pahat, seni lukis, seni sastra, seni tutur, seni perlambang, seni musik, seni suara, dan juga seni peran. Masyarakat Jawa Tengah menyebutkan bahwa ‘wayang’ juga dikenal dengan sebutan ‘Ringgit’ yang diartikan sebagai ‘miring dianggit.’ Miring karena wayang kulit bersikap miring yaitu kedua bahu tangannya tidak seimbang, dengan posisi badan menghadap pada kita. Dianggit artinya dicipta sehingga wayang dapat digerakkan seperti orang berjalan (Marwoton Panenggak Widodo).

Wayang adalah wewayanganing urip (cerminan jiwa dan karakter hidup manusia), (Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono, 2010). Kata “wayang” berasal dari bahasa Jawa, yaitu “Wewayangan”, yang artinya bayangan atau bayang-bayang. Wayang kulit yang biasanya yang disebut wayang purwa adalah gambar atau tiruan orang dan sebagainya untuk pertunjukan suatu lakon, dan wayang kulit adalah wayang yang dibuat dari kulit, sedangkan orang yang memainkannya disebut dalang (Imam Musbikin, 2010, h15).


(9)

Wayang yang merupakan hasil karya 2 dimensi yang memiliki sifat, karakter, watak yang dapat digerakkan yang terbuat dari kulit kerbau dan tanduk kerbau sebagai gapitnya atau sebagai penggapit untuk memegang wayang. Kulit ditatah dan di sungging sehingga dapat dilihat pada bayangan yang seakan-akan kulit yang ditatah dan disungging itu bergerak sendiri, dan merupakan simbol dan cermin hidup manusia dan jagat raya. Wayang merupakan simbol kehidupan yang dapat diartikan sebagai sebuah gambaran, dari watak-watak manusia dan cerminan jiwa dari karakter kehidupan manusia didunia. Wayang sama halnya seperti sebuah cermin, yang sebenarnya merupakan gambaran dari diri orang sedang bercermin kepada kehidupan yang dijalani, dan memantulkan watak dari diri orang yang bercermin, yang sebenarnya dapat dilukiskan jelas pada karakter dari visual wayang kulit maupun diri manusia, yang juga menggambarkan sebuah perjalanan kehidupan dan siklusnya.

2.2 Sejarah Wayang Kulit

Keberadaan kesenian wayang kulit sudah berabad-abad sebelum agama Hindu masuk ke pulau Jawa. Berawal dari tahun 1500 SM, dan saat itu masyarakat menganut kepercayaan Animisme-Dinamisme. Pada abad ke-4 masuklah agama Hindu dari India yang membawa cerita-cerita Ramayana dan Mahabaratha yang dapat diterima oleh masyarakat Indonesia dan dari cerita Ramayana dan Mahabaratha


(10)

disesuaikan kembali dengan falsafah hidup masyarakat Jawa. Kemudian cerita-cerita tersebut dibuat menjadi ukiran pada dinding relief yang ada pada candi Penataran, Prambanan dan candi-candi Hindu lain yang ada di Jawa.

Di zaman kerajaan Kediri pada masa pemerintahan Prabu Jayabaya, mulai muncul bentuk wayang purwa yang menggambarkan cerita dari serat Mahadarma. Sampai pada masa kerajaan Majapahit, yang saat itu di perintah oleh Raja Bratama, muncul wayang beber yang digambar pada kertas. Dan pada masa pemerintahan Prabu Brawijaya, salah satu putranya yang bernama Sungging Prabangkoro yang pandai menggambar diperintahkan oleh ayahnya untuk melengkapi pakaian wayang beber.

Mulailah pada masuknya agama Islam bentuk wayang purwa mengalami perubahan karena bentuk fisik dari wayang bertentangan dengan ajaran Islam, maka Wali Songo memunculkan pemikiran untuk merubah bentuk wayang purwa dengan disesuaikan kembali dengan ajaran agama Islam.

2.3 Wanda Wayang Kulit

Wanda adalah ragam karakter dari figur wayang kulit, hanya tokoh-tokoh tertentu yang dikembangkan kembali, untuk menampilkan ekspresi dan suasana karakter tokoh wayang kulit dalam kondisi spiritualnya maupun jiwanya yang sesuai dengan jalan ceritanya


(11)

(lakon). Wanda dapat diartikan sebagai gambaran pasemon raenan,

wanda punika gambaring wewatakaning manungsa ingkang boten nate pejah (Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono, 2010).

Wanda memiliki fungsi yang sangat penting dalam pagelaran wayang kulit yaitu untuk memberikan kemudahan kepada dalang untuk memberikan suasana beragam pada tokoh yang dimainkan dalam cerita dan memberikan kondisi spiritual yang dapat di ekspresikan pada penyampaian jalan cerita kepada penonton.

Pengembangan atau pembuatan wanda yang beragam dilakukan dengan merubah detail-detail fisik dari perupaan wayang kulit, dari segi warna, posisi bagian tubuh dan ragam hias yang di gunakan tetapi masih pada pakemnya. Jadi kondisi spiritual pada wanda itu bersifat mengikuti tempo atau situasi pada jalan cerita yang di mainkan. Dari sekian banyak tokoh wayang dalam satu kotak, tidak semua memiliki wanda, hanya tokoh-tokoh tertentu yang memiliki wanda, biasanya tokoh yang memiliki wanda itu yang sering diceritakan dalam lakon dan tokoh-tokoh pewayangan yang di istimewakan saja yang memiliki wanda. Dalam wayang gagrak Surakarta, tokoh yang memiliki wanda terdapat kurang lebih 40 tokoh, tapi hal itu terus berkembang sesuai dengan kreatifitas dari seniman-seniman. Pada dasarnya wanda itu ada 3 macam, yaitu :


(12)

Digambarkan dengan wajah merunduk, dengan posisi tubuh condong kedepan, wanda ini tampil saat adegan jejeran atau

pasewakan.

b. Wanda yang menggambarkan sikap tegap, siaga, dan aktif. Di gambarkan dengan tubuh tegak , muka sedikit menengadah dengan mata memandang lurus kedepan, wanda ini tampil saat ada dalam perjalanan, pelawatan, yang memerlukan kesiapan mental.

c. Wanda yang menggambarkan dalam kondisi emosional tinggi yang meluap-luap, di gambarkan muka tokoh yang sangat menengadah tinggi, dengan tubuh tegak sedikit condong kebelakang, wanda ini tampil saat adegan perang (Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono, 2010).

2.4 Tata Sungging Wayang Kulit

Warna sungging itu memiliki ragam yang berbeda di setiap daerah. Seperti daerah Surakarta dan Yogyakarta itu tata sunggingnya itu hawancawarna, artinya bermacam-macam warna. Kalau untuk daerah Jawa Timur istilah tata sunggingnya adalah

parianom yang komposisi warnanya adalah biru dan hijau. Kalau untuk daerah sebelah barat ke Cirebon, Tegal, Kedu lebih dominan warna merah. Sejak zaman dulu bentuk muka wayang seperti yang di


(13)

gambarkan ole Mpu Kanwa dalam Kakawin Arjuna Wiwaha, pada zaman pemerintahan Prabu Airlangga (1019 – 1049) kesamaan dalam warna dasar merah, kuning, hitam, putih. Kemudian warna yang menyusul adalah warna biru. Warna kulit dari wayang kulit, dulu berwarna coklat muda terang kini berwarna keemasan yang di buat

dari prodo atau brons. Lima warna dasar sungging yang

melambangkan karakter, watak, maupun status sosial wayang kulit adalah :

a. Wayang yang mukanya berwarna putih.

Melambangkan bahwa masih bujang atau masih muda, belum menikah dan memiliki watak yang halus dan jujur, misalkan tokoh Pandawa masih muda.

b. Wayang yang mukanya berwarna hitam.

Melambangankan bahwa sudah menikah dan di gambarkan sebagai seorang kesatria, contohnya Arjuna, Kresna, mereka dikenal sebagai kesatria yang tampan dan mereka juga sudah menikah. Dan warna hitam melambangkan kekuatan dan keteguhan.

c. Wayang yang mukanya berwarna kuning (Prodo).

Melambangkan seorang kesatria yang memiliki watak sedikit kasar seperti Prabu Suyudhana.


(14)

Melambangkan sifat yang kasar, munafik, bringasan, dan memiliki nafsu amarah yang besar seperti Buto Cakil atau raksasa, Prabu Dasamuka, yang memiliki tubuh manusia atau kesatria. Dan warna muka merah pada umumnya menandakan wayang sabrang.

e. Wayang yang mukanya berwana biru.

Melambangkan wayang yang memiliki sifat penakut, pengecut, tapi sombong, biasanya wayang ini bermata telengan. Contohnya Leksmana Mandra Kumara, Citraksa, Citraksi.

2.5 Wayang Kulit Gagrak Surakarta

Gagrak adalah sebuah istilah, yang memiliki pengertian yaitu merupakan ciri khas dari wayang kulit yang disesuaikan dengan wilayahnya, yang pada akhirnya menjadi keaneka ragaman ciri khas bentuk, dan gagrak di pengaruhi oleh kondisi sosial, budaya, dan geografis dari wilayahnya yang memiliki perbedaan yang bertolak belakang walaupun masih dalam satu Pulau Jawa.

Perbedaan ini disebabkan karena adanya penyesuaian dengan kebudayaan dilingkungan setiap wilayah. Sehingga memiliki karakter khusus yang akan menjadi ciri atau identitas yang kuat dari wayang kulit yang di miliki oleh wilayah Surakarta. Dalam pengkarakteran wayang kulit ini merupakan gagrak Surakarta, yang memiliki ciri khas atau perbedaan mendasar yaitu antara lain memiliki ukuran lebih


(15)

tinggi satu palemanan dari pada ukuran wayang kulit gagrak lain, seperti wayang kulit gagrak Yogyakarta, Cirebon, Jawa Timur. Wayang kulit gagrak Surakarta ini, memiliki proporsi fisik yang ramping dan panjang. Pada penggunaan ragam hias, akan menambah ciri khas yang akan muncul, untuk membedakan dengan gagrak wayang kulit lain seperti pada tata sunggingnya menggunakan

Hawancawarna yang artinaya berbagai macam warna.

Gambar II. 1 Raden Werkudara Surakarta


(16)

Gambar II. 2 Raden Werkudara Yogyakarta

(Sumber : Koleksi pribadi)

Gambar II. 3 Raden Werkudara Cirebon.


(17)

2.6 Studi Karakter Rupa Wayang Kulit Gagrak Surakarta Tokoh Raden Werkudara

2.6.1 Bentuk Mata

Raden Werkudara bermata telengan atau mata bulat. Teleng artinya mentheleng (bulat), warna matanya hitam jika wajahnya berwarna hitam. Dan Werkudara bermata bulat tunduk, memiliki sifat watak satria, berani gagah pekasa, yang selalu membela kebenaran yang memiliki sifat keras, tangguh, jika marah menakutkan, namun tutur katanya sopan santun terhadap siapapun.

Gambar II.4 Bentuk mata wayang kulit


(18)

2.6.2 Bentuk Hudung dan Wajah

Wayang kulit juga memiliki bermacam bentuk hidung untuk mengkombinasi bentuk wajah dalam membentuk karakter wajah pada wayang kulit. Raden Werkudara berhidung tumpul dempak atau tumpul dempok. Berwajah luruh, yang mengartikan bahwa Raden Werkudara memiliki sifat andap asor (sopan santun) kepada siapa saja. Berwajah hitam melambangkan bahwa Raden Werkudara seorang kesatria yang sudah menikah, dan melambangkan seorang kesatria yang berkekuatan besar.

2.6.3 Bentuk Mulut

Bentuk mulut wayang kulit gagrak Surakarta di bagi menjadi dua macam, yaitu :

a. Mulut golongan wayang halusan.

Bentuk mulut golongan wayang halusan di bagi menjadi dua, yaitu :

1. Wayang bokongan halus. 2. Wayang jangkahan.

b. Mulut untuk wayang golongan gusen (gusi) atau prengesan.


(19)

Wayang yang bermulut gusen memiliki watak kasar, biasanya untuk wayang raksasa yang tutur katanya sedikit kasar dan keras.

Sama dengan posisi bentuk mata yang menyatu pada wajah. Posisi wayang yang mukanya merunduk memberikan karakter atau sifat yang sabar, bijaksana, halus tutur katanya, berwibawa. Dan dalam gesture wayang yang sedang merunduk menandakan dalam kondisi

pisowanan. Untuk wajah yang posisinya langak (muka dan pandangan matanya lurus), memberikan karakter atau sifat yang sedikit sombong, tangguh, trengginas, tangkas dalam berperang, dan pemberani, tapi wayang dengan wajah yang menengadah lurus kedepan biasanya dalam gesture wayang yang posisi wajahnya langak dalam kondisi yang waspada atau siap sedia, dalam melakukan perjalanan, dan saat akan menghadapi musuh. Dan wayang dengan posisi wajah yang longok (menengadah) memberikan karakter atau sifat yang sombong, keras, kuat, pemberani, dan selalu bersiap sedia jika ada yang menghalangi jalannya. Raden Werkudara bermulut keketan, karena tergolong wayang halusan.


(20)

2.6.4 Bentuk Tangan

Bentuk tangan raden Werkudara adalah mengepal dengan kuku pancanaka adalah tangan Bathara Bayu dan para putra Bayu (Tunggal Bayu / Panca Bayu) seperti :

1. Resi Mainoko memiliki dua perwujudan yang pada zaman Ramayana Resi Mainoko adalah gunung, dan pada masa Barathayudha berwujud seorang resi. 2. Kapiwara Anoman yang berwujud seekor kera putih

dan berdarah putih, yang merupakan seorang begawan di Kendalisada.

3. Jajak Werko.

4. Gajah Situbondho yang berwujud seekor gajah.

5. R. Werkudara (Bima) merupakan seorang kesatria Pandawa, dan juga seorang raja di kerajaan Jodipati.

Gambar II. 5 Bentuk tangan wayang kulit tokoh Werkudara.


(21)

Kuku Pancanaka, secara etimologi Pancanaka

berasal dari kata panca yang artinya lima dan naka artinya kuku jadi artinya lima kuku yang sama panjangnya menggambarkan bahwa Raden Werkudara adalah orang yang memiliki keseimbangan dalam pengetahuan dan menganggap semua manusia memiliki derajad yang sama didunia, serta sebagai pelindung para dewa.

Jarinya lima di genggam menjadi satu, sebagai lambang persatuan dan kekuatan yang kukuh, kokoh, keker, dan kuat (Mulyono, 1977).

2.6.5 Bentuk Gelung

Gelung minangkara cinandi rengga endek ngarep dhuwur mburi, artinya Raden Werkudara merupakan kesatria yang selalu menghargai orang lain dan selalu sopan santun terhadap siapa saja dan Raden Werkudara tidak senang pamer dan menyombongkan diri akan kepandaiannya yang di miliki, dan menunjukan dirinya adalah makhluk ciptaan Tuhan dan memenuhi kewajiban untuk menyembah Tuhannya.


(22)

Gambar II. 6 Bentuk gelung Supit urang untuk tokoh wayang kulit

Raden Werkudara

(Sumber : Ki Marwoto Panenggak Widodo)

2.7 Pakaian dan Perhiasan Wayang Kulit Gagrak Surakarta Tokoh Raden Werkudara.

Dalam karakter pakaian dan perhiasan wayang kulit gagrak Surakarta meliputi jenis sumping, jenis kalung, jenis ikat pinggang, jenis tutup kepala, sanggul, pakaian bawah, jenis uncal, jenis anting-anting, jenis gelang, dan jenis kelat bahu, yang merupakan dalam satu kesatuan untuk mengetahui siapa tokoh tersebut, memiliki kedudukan apa tokoh tersebut, karakternya,dan sifatnya yang di satukan dengan karakter rupa dari wayang kulit akan menjadikan satu komponen yang penting untuk membentuk kondisi spiritual dari tokoh wayang kulit sehingga membentuk sebuah wanda yang tergabung dalam perupaannya.


(23)

Dari seluruh bagian rupa, pakaian dan perhiasan wayang kulit ini sudah memiliki pakem-pakem yang tidak dapat dirubah karena berkaitan dengan identitas dari tokoh tersebut, terkecuali dalam pengembangan wanda yang merubah beberapa bagian dari tokoh wayang yang pada dasarnya tidak merubah tampilan visual yang menjadi ciri khusus. Gestur merupkan pengaruh penting dalam mengenali tokoh, karena setiap tokoh maupun satu tokoh yang terdiri dari beberapa wanda memiliki gesture yang berbeda-beda.

Dalam pakaian dan perhiasan wayang kulit yang melengkapi tampilan visual wayang kulit yang berfingsi untuk mengetahui jenis wayang juga, seperti :

a. Wayang golongan dewa. b. Wayang golongan pendeta. c. Wayang golongan kesatria. d. Wayang golongan raja.

e. Wayang golongan putran, putra raja yang masih muda. f. Wayang golongan putri.

g. Wayang golongan punggawa/ rampekan. h. Wayang golongan abdi dalam.

i. Wayang golongan raksasa. j. Wayang golongan kera.


(24)

2.7.1 Pupuk Mas

Pupuk mas rineka jaroting asem, artinya pupuk mas (perhiasan) yang ada pada dahi Raden Werkudara seperti akar dari pohon asem yang berbentuk rumit, menjelaskan bahwa Raden Werkudara memiliki budi luhur dan memiliki akal pikiran yang selalu maju.

2.7.2 Sumping

Sumping pudak sinumpet, menggambarkan Raden Werkudara sebagai manusia yang memiliki budi, dan tidak terkalahkan saat di medan laga, dan juga menggambarkan Raden Werkudara memiliki pengetahuan tentang Tuhannya namun di simpan tidak untuk dipamerkan sehingga seperti orang tidak berilmu, tapi memiliki pengetahuan yang luas.

Gambar II. 7 Bentuk sumping wayang kulit tokoh Raden Werkudara.


(25)

2.7.3 Anting-anting

Anting-anting panunggul maniking warih, memiliki makna Raden Werkudara adalah orang yang pikirannya selalu terang dan terbuka, memiliki pandangan luas, serta cerdas, sehingga sulit untuk menipu Raden Werkudara.

2.7.4 Kalung

Kalung Sangsangan naga banda, memiliki makna sebuah kekuatan yang dimiliki Raden Werkudara seperti kekuatan raja naga yang marah, sehingga kekuatannya sangat besar. Kalau Raden Werkudara dalam peperangan atau dalam pertempuran tidak terkalahkan. Untuk tokoh Raden Werkudara gagrak

Surakarta ini kalung Sangsangan naga banda tidak

digambarkan seekor naga seperti tokoh Raden Werkudara gagrak Cirebon.

2.7.5 Kelat Bahu

Kelat bahu rineka balibar manggis binelah tekan kendangane trus njaba njerone, kusuma dilaga trus njaba njero, binasakake bawa leksana, datan kersa ngoncati sabda kang wus kawedar, memiliki makna perhiasan yang dikenakan di lengan Raden Werkudara seperti belahan buah manggis, melambangkan orang menepati janjinya sesuai apa yang di


(26)

janjikan, dan Raden Werkudara merupakan bunganya dimedan perang yang tidak terkalahkan.

Gambar II. 8 Bentuk Kelat bahu wayang kulit tokoh Werkudara

(Sumber : Ki Marwoto Panenggak Widodo)

2.7.6 Gelang

Gelang Candrakirana, artinya gelang yang dipakai oleh Raden Werkudara berwujut seperti bulan purnama yang bersinar terang, sebagai simbol orang yang memiliki pengetahuan yang benar serta luas yang di gunakan untuk di amalkan kepada sesama.


(27)

Gambar II. 9 Bentuk badan wayang kulit tokoh Raden Werkudara (Sumber : Ki Marwoto Panenggak Widodo)

2.7.7 Jenis Pakaian Bawah

Dalam karakter pakaian dan perhiasan wayang kulit gagrak Surakarta meliputi jenis sumping, jenis kalung, jenis ikat pinggang, jenis tutup kepala, sanggul, pakaian bawah, jenis uncal, jenis anting-anting, jenis gelang, dan jenis kelat bahu, yang merupakan dalam satu kesatuan untuk mengetahui siapa tokoh tersebut, memiliki kedudukan apa tokoh tersebut, karakternya,dan sifatnya yang di satukan dengan karakter rupa


(28)

dari wayang kulit akan menjadikan satu komponen yang penting untuk membentuk kondisi spiritual dari tokoh wayang kulit sehingga membentuk sebuah wanda yang tergabung dalam perupaannya.

Dari seluruh bagian rupa, pakaian dan perhiasan wayang kulit ini sudah memiliki pakem-pakem yang tidak dapat di rubah karena berkaitan dengan identitas dari tokoh tersebut, terkecuali dalam pengembangan wanda yang merubah beberapa bagian dari tokoh wayang yang pada dasarnya tidak merubah tampilan visual yang menjadi ciri khusus. Gestur merupkan pengaruh penting dalam mengenali tokoh, karena setiap tokoh maupun satu tokoh yang terdiri dari beberapa wanda memiliki gesture yang berbeda-beda.

Dalam pakaian dan perhiasan wayang kulit yang melengkapi tampilan visual wayang kulit yang berfungsi untuk mengetahui jenis wayang juga, seperti :

a. Wayang golongan dewa. b. Wayang golongan pendeta.

Wayang golongan kesatria. Wayang golongan raja.

c. Wayang golongan putran, putra raja yang masih muda. d. Wayang golongan putri.


(29)

f. Wayang golongan abdi dalam. g. Wayang golongan raksasa. h. Wayang golongan kera.

Wayang Jangkahan Wayang jangkahan dibagi menjadi beberapa macam Wayang jangkahan dengan pakaian dodot poleng bang bintulu aji, merupakan pakaian khusus untuk Arya Bima. Kampuh poleng bang bintulu, kampuh yang memiliki lima macam warna di dalamnya. Warna kampuh yang berjumlah lima macam tersebut merupakan simbol dari panca indriya yang merupakan indera yang tidak dapat di lihat seperti nafsu manusia. Merah melambangkan keperwiraan, hitam melambangkan kesentosaan, kuning melambangkan kepercayaan, putih melambangkan kesucian, sedangkan hijau melambangkan kebijaksanaan dan keadilan.

Paningset cinde bara binelah numpangwetis kanan kiri,

artinya ikat pinggang cinde yang dikenakan Raden Werkudara melambangkan orang yang sudah menguasai keyakinannya akan Tuhannya dan agamanya dengan tuntas.


(30)

Gambar II. 10 Bentuk Pakaian wayang kulit tokoh Werkudara

(Sumber : Ki Marwoto Panenggak Widodo)

2.7.8 Raden Werkudara ( Brantasena )

Raden Werkudara adalah putra ke dua dari Prabu Pandu Dewanata dengan Dewi Kunthi, yang dilahirkan dengan keadaan terbungkus. Sebelum Raden Werkudara bertemu dengan Batara Ruci, rabut Raden Werkudara masih terurai, dan setelah pertemuannya dengan Batara Ruci, Raden Werkudara menyanggul rambutnya. Raden Werkudara di kenal juga dengan panggilan Bima, Brantasena, Sena, Bayusuta,


(31)

Abilawa, Pandusiwi, Wastratmaja, Arya Dadunwacana, Kusuma Dilaga, Sena Wangi, Jayadilaga.

Gambar II. 11 Raden Werkudara

(Sumber : Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono, 2010)

Raden Wekudara memiliki hati yang sangat keras, sekeras besi dan baja namun hatinya sangat lebut. Raden


(32)

Wekudara digambarkan sebagai seorang pahlawan perang pemberani, kuat, keras, tangguh, tegas, pintar, bijaksana, jujur, pelindung keluarga dan rakyatnya. Raden Werkudara memiliki senjata yaitu kuku pancanaka, gada rujakpolo, bergawa, dan bargawastra, tapi Raden Werkudara juga memiliki kesaktian aji bandung Bandawasa, blabak pengantol-antol, kethuk lindu, aji ungkal bener, aji pancawara. Raden Werkudara dalam perang Barathayuda menjabat sebagai seorang senopati tanpa pasukan. Raden Werkudara yang juga merupakan putra titisan Batara Bayu, yang memiliki tunggal Bayu, yaitu Anoman, Jajak Werko, Gunung Mainoko, dan Gajah Situbanda yang memiliki ciri yang sama yaitu memiliki Kuku Pancanaka, hanya para Putra Bayu yang memiliki Kuku Pancanaka seperti Batara Bayu.

Raden Werkudara memiliki tiga orang putra yaitu Gathutkaca putra Werkudar dengan Dewi Arimbi, putri Prabu Arimbaka raja dinegara Pringgondani yang menguasai angkasa, sedangkan Antareja adalah putra Werkudara dengan Dewi Nagagini, putri Hyang Antaboga dari Khayangan Saptapratala, yang memiliki kesaktian menembus bumi, Antasena adalah putra Werkudara dengan Dewi Urangayung, putrid Hyang Mintuna dewa ikan air tawar di Kisik Narmada yang menguasai dalam air. Putranya Antareja dan Antasena


(33)

meninggal sebelum perang Barathayuda, karena kesaktian yang di miliki tidak ada satupun yang menandingi dan di sisi lain dalam takdir perang Barathayudha yang di tuliskan oleh dewa Antasena dan Antareja tidak memiliki lawan tanding yang sepadan karena kesaktian yang di miliki tidak dapat di kalahkan dengan senjata maupun kekuatan apapun. Namun Gathutkaca terlibat dalam Perang Barathayudha, dan meninggal karena di kalahkan oleh Adipati Karna.

Dalam lakon Bima Suci ini, Raden Werkudara dalam bentuk wayang kulit menggunakan wanda gurnat, yang memiliki sifat bijaksana, sabar dan berwibawa. Raden Werkudara wanda gurnat memiliki ciri-ciri, muka longok (agak kedepan), gelung sedang, bahu pajeg, dan badan agak besar,

adeg pajeg, lambung mayat (agak miring), leher keker (Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono; 2010). Ciri lainnya adalah mata lebih besar dari wanda lain, pundak belakang lebih tingg dari pundak depan, warna muka hitam, badannya berwarna kuning prada, dada tegak, leher lebih pendek dari wanda lain. Adapun dalam tokoh Raden Werkudara ini saat menjadi seorang begawan Bima Suci menggunakan wayang kulit Bima yang menggunakan pakaian brahmana atau pendeta. Dalam lakon inilah tokoh Bima Suci atau Raden Werkudara mengalami perubahan dalam visual atau tampilan pada fisik wayang kulit,


(34)

contohnya saat sebelum bertemu Dewa Ruci, rambut Raden Werkudara masih terurai, dan saat Raden Werkudara bertemu dengan Dewa Ruci sampai akhir hayat, rambutnya di gelung atau di sanggul.

Gambar II. 12 Raden Werkudara gelung


(35)

2.7.9 Bima Suci

Di pertemuan dalam istana dikerajaan Astina yang di pimpin langsung oleh Prabu Duryudana dan terdapat Sengkuni sebagai patih, Basukarana sebagai senopati, Pendita Durna, Kartamarma, membicarakan tentang masalah yang sedang mengancam kekuasaan kerajaan Astina, yang sewaktu-waktu dapat menghancurkan ketentraman negara. Prabu Duryudana pun marah kepada semua yang ada di pertemuan agung diistana, karena tidak ada yang mengetahui permasalah yang mengancam negara dan Prabu Duryudana pun memberitahukan bahwa di Argakilasa ada seorang yang menjadi pendita dan mendirikan padepokan yang bernama

Begawan Bima Suci atau Bimapaksa yang mengajarkan

tentang ilmu sangkan paraning dumadi. Patih Sengkuni yang juga merupakan paman dari para Kurawa mencurigai bahwa Begawan Bima Suci adalah Raden Werkudara atau Brantasena. Patih Sengkuni berusaha untuk menelaah semuanya dan mencari ujung dari permasalahannya yang ternyata kecurigaannya itu benar.

Prabu Duryudhana ingin membubarkan padepokan Bima Suci di Argakilasa dan membunuh Bima Suci. Namun Adipati Karna yang juga merupakan raja dinegeri Awangga ini melarang Prabu Duryudana untuk turun tangan sendiri. Dan


(36)

akhirnya Adipati Karna bersama Durna dan Kartamarma berangkat ke Argakilasa bersama pasukan Astina.

Di Argakilasa Anoman dan Gatutkaca memantau keamanan padepokan Pandan Sumirat, dan menemukan dari kejauhan pasukan kurawa mendekat ke arah Argakilasa. Dan akhrinya timbul perselisihan untuk menjaga ketentraman Argakilasa, akhirnya pasukan Astina yang bersama dengan pasukan negara sekutunya dapat di kalahkan oleh Anoman dan Gatutkaca.

Di padepokan Argakilasa ada seorang begawan bernama begawan Soponyono dari Sonyoluri yang datang ke padepokan Argakilasa untuk belajar tentang ilmu yang dimiliki oleh Begawan Bima Suci. Namun Bima Suci justru membongkar jati diri dari begawan Soponyono yang ternyata Bathara Indra yang merupakan utusan Bathara Guru untuk menyelidiki siapa Begawan Bima Suci dan apa yang diajarkannya. Dan akhirnya Bathara Indra membawa Begawan Bima Suci ke Suralaya untuk menemui Bathara Guru dan Bathara Narada.

Saat berada di Suralaya Begawan Bima Suci di tanyai tentang ilmu yang di milikinya untuk di sampaikan pada

murid-muridnya. Namun Begawan Bima Suci hanya menjawab,

Uripe ulu mergo kulit, uripe kulit mergo daging, uripe daging mergo getih, uripe getih mergo jantung. Sing tak rasakake


(37)

mong kuwi panguasane jantung rino wengi, sing tak rasakake sing obah yo obah.” Jawaban itu membuat Bathara Guru dan Bathara Narada menjadi bingung karena tidak dapat menelaah ilmu apa itu. Namun pada akhirnya Bathara Guru memberikan tawaran untuk meminta sesuatu padanya misalkan harta, tahta, pangkat. Namun Begawan Bima Suci menolaknya namun Begawan Bima Suci melakukan kesalahan karena menolak semua tawaran yang di berikan Bathara Guru, namun Bima Suci justru melirik dan menanyakan sesuatu yang menjadi tempat Bathara Guru duduk itu bercahaya terang. Karna itulah Bathara guru marah dan ingin memasukkan Begawan Bima Suci ke dalam Kawah Candradimuka sebagai hukuman.

Saat berada di kawah Candradimuka Prabu Pandu sedang bersama Dewi Madrim istrinya sedang menjalankan hukumannya karena kesalahan yang pernah di perbuat. Tak lama nampak Bima berada di Kawah Candradimuka dan bertemu dengan ayahnya yaitu Prabu Pandu. Bima merasa sangat sedih dengan keberadaan ayahnya yang ada di Kawah Candradimuka bersama ibunya Madrim. Bima juga merasa marah dan kecewa terhadap para dewa karena sudah menempatkan ayahnya di Kawah Candradimuka padahal dulu ayahnya merupakan jagonya dewa, begitu berbuat satu kesalahan sudah menghukum ayahnya di Kawah


(38)

Candradimuka, sedangkan jikan dewa yang berbuat salah hanya minta maaf. Ketidak adilan itulah yang di rasakan oleh Bima saat melihat ayahnya yang berada di Kawah Candradimuka. Pada saat Bima berada di Kawah Candradimuka kondisi kawah yang awalnya sangat panas langsung menjadi dingin.

Di sisi lain di Suralaya terjadi keributan karena ulah dari para Kadang Bayu yang di pimpin oleh Anoman meminta Begawan Bima Suci kembali ke dunia. Dan para dewa juga di ributka dengan kondisi kawah Candradimuka yang menjadi dingin. Lalu Bathara Narada dan Bathara Guru membujuk Bima untuk keluar dari Kawah Candradimuka, namun Bima tidak mau keluar dari Kawah Candradimuka karena ingin bersama ayahnya. Tapi akhirnya Bathara Narada memerintahkan Bathara Bayu untuk mengeluarkan Bima dari Kawah Candradimuka, dan akhirnya Bima bersedia keluar dari kawah Candradimukan karena perintah dewanya. Dan bukan hanya itu Bima merupakan titisan Bathara Bayu.

Saat Bathara Guru dan Bathara Narada datang menemui Bima di kawah Candradimuka, Bathara Guru dan Bathara Narada meminta bantuan pada Bima untuk membubarkan para Kadang Bayu yaitu Anoman, Gajah Situbanda, Jajak Werko dan Mainoko yang membuat huru-hara di Suralaya meminta


(39)

Bima Suci segera di kembalikan ke dunia. Namun sebelum Bima Suci menjalankan tugasnya Bathara Guru memberikan hadiah berupa apapun yang di minta oleh Bima Suci akan di kabulkan. Bima Suci langsung yang di minta pertama kali adalah ayahnya Pandu dan ibunya Dewi Madrim yang ada di Kawah Candradimuka menjadi ada disurga, selanjutnya yang diminta Bima Suci adalah saat perang Barathayudha dirinya selalu menang tidak terkalahkan, membunuh senopati Kurawa tidak ada salah dan dosanya, negara Astina separuh dan Indraprasta dengan jajahannya kembali ke tangan Pandawa, selanjutnya dalam perang Barathayudha Pandawa utuh tidak ada yang gugur dalam medan perang. Akhirnya setelah mengajukan keinginannya, Bima Suci langsung menjalankan tugasnya untuk membubarkan para Kadang Bayu yang membuat huru-hara di Suralaya, itulah cerita dari Bima Suci.

Lakon Bima Suci merupakan ceita yang sangat memiliki makna yang dalam. Mengajarkan tentang pendidikan moral dalam menjalani kehidupan yang sempurna agar mendapatkan kematian yang sempurna, dan mengajarkan tentang mengenali Tuhan kita. Hal yang paling penting adalah bagaimana seorang anak dapat berbakti pada orang tuanya, dan Tuhannya seperti Raden Werkudara yang dapat menjadi seorang anak yang soleh dapat membantu orang tuanya masuk ke Surga dan


(40)

Werkudara sangat tunduk dengan Dewanya yaitu Bathara Bayu. Dan contoh seorang anak laki laki yang memiki pegangan mikul nduwur, mendem njero, seorang anak laki-laki harus lebih bisa menjadi anak yang dapat berbakti, menjaga harkat, martabat, kehormatan orang tua di tempat paling tinggi, dan dapat menjaga rahasia keluarga dan memendamnya dalam-dalam agar tidak diketahui orang lain.

Tokoh Werkudara ini pun mengajarkan keteguhan jiwa , kepercayaan dan tidak takut dengan apapun yang akan datang padanya, kekuatan itulah yang menjadikan Raden Werkudara ini menjadi orang yang sangat kuat, jika sudah berkata iya ya iya, jika berkata tidak ya tidak, dan memiliki karakter kalau kaku seperi pikulan kalau lemas seperti tali. Kaku seperti pikulan itu menggambarkan keteguhan hati dan jiwa dari seorang Werkudara, sedangkan lemes seperti tali menggambarkan hati seorang Werkudara begitu lembut, baik, tidak mudah emosi, dan sabar.


(41)

BAB III

STRATEGI PERANCANGAN DAN KONSEP VISUAL FILM DOKUMENTER

3.1 Strategi Perancangan

3.1.1 Pendekatan Komunikasi

Pendekatan komunikasi dalam menyampaikan informasi tentang wayang kulit gagrak Surakarta yaitu melalui pendekatan visual dan verbal. Untuk pendekatan visualnya memiliki tujuan untuk memberikan tampilan agar mudah dipahami dan dapat dilihat secara jelas seperti apa wayang kulit gagrak Surakarta itu dan bagaimana jalan cerita Bima Suci dalam pagelaran wayang kulit yaitu dengan menampilkan tampilan visual yang memiliki ekspresi sebagai pendukung. Sedangkan untuk pendekatan verbalnya sebagai pendukung dari pendekatan visual yang akan membantu untuk menjelaskan visual yang ada dengan menggunakan dialog bahasa Indonesia karena lebih mudah di mengerti untuk menerjemahkan dari dialog berbahasa Jawa yang tidak semua kalangan masyarakat dapat memahami.


(42)

3.1.2 Strategi Kreatif

Dari sebuah hasil kesenian yang berupa wayang kulit maupun pagelarannya yang dapat di adaptasikan dengan media film dokumenter yang dapat membantu menyampaikan informasi pada masyarakat. Sehingga pembelajaran dan pemahamannya dapat lebih diterima di masa modern yang menjadikan film sebuah hiburan yang digemari masyarakat. Dengan menggunakan bahasa Indonesia sebagai penjelas dari bahasa pedalangan pada film akan membantu untuk memberikan pemahan dari apa yang terdapat dari tampilan visual dari film.

3.1.3 Strategi Media

Media yang akan di gunakan adalah media Film, yang lebih fokus pada dokumenter. Karena media film ini memiliki unsur yang sama dengan obyek yang akan di buat film yaitu membicarakan tentang wayang kulit gagrak Surakarta dalam lakon Bima Suci secara menyeluruh. Karena wayang kulit lebih condong pada pagelaran langsung sehingga sesuai dengan media film untuk mendokuntasikan secara langsung agar lebih dapat di fahami secara visual dan audionyapun mendukung untuk memperjelas dari informasi yang akan disampaikan.


(43)

Target audiens pada media film dokudrama dalam wayang kulit gagrak Surakarta pada lakon Bima Suci ini di tujukan kepada masyarakat Surakarta. Segmentasinya yaitu kalangan menengah dengan rentan usia siswa SLTA kurang lebih dengan umur 16-20 tahun yang berminat untuk mempelajari wayang kulit Surakarta beserta pagelaran wayang kulit. Status sosial masyarakatnya adalah masyarakat kota. Dengan memiliki gaya hidup yang selalu mengikuti perkembangan jaman yang identik dengan hiburan dan hobi. Dengan status ekonomi B+ (kalangan menengah). Secara geografinya yaitu di pusat kota yang menjadi sentra perkembangan ekonomi, pendidikan, dan budaya.

3.2 Film Dokudrama

Film Dokumenter adalah representasi atas realita yang bersifat

subyektif, karena di pengaruhi oleh argument sutradaranya.

Argumen dalam dokumenter sangat di pengaruhi oleh cara pandang sutradara terhadap fenomena yang di telitinya. Namun demikian argumenharus di capai dengan data dan metode yang dapat di pertanggung-jawabkan.

Integritas dan kejujuran serta wawasan artistik seorang dokumentaris menentukan nilai dan kwalitas karya film


(44)

dokumenternya (IGP Wiranegara, 2010). Film dokudrama adalah film yang sesuai dengan realitas yang masih bersifat subyektif dari sutradara namun di buat dengan masih menggunakan beberapa pengaturan kondisi sehingga memiliki sebuah cerita yang lebih menarik dalam pembuatan film dokudrama.

3.2.1 Gagasan Film

Dalam pengerjaan Tugas Akhir ini akan di buat sebuah Film Dokumenter yang mengangkat wayang kulit gagrak Surakarta dalam lakon Begawan Bima Suci. Ide dasar ini diambil dengan alasan karena di masa sekarang sebagian besar menganggap bahwa pertunjukan wayang kulit merupakan sebatas hiburan, dan masyarakat tidak mengetahui tentang makna-makna yang ada pada wayang kulit yang memiliki filosofi yang dalam dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia secara sosial, budaya dan keagamaan.

Gagasan dari pembuatan film dokumenter ini dari gagasan yang berupa Wayang kulit gagrak Surakarta. Ide ini memiliki tujuan agar masyarakat dapat mengetahui lebih mendalam tentang kesenian wayang kulit gagrak Surakarta dari filosofi yang ada dalam wayang kulit gagrak Surakarta dan dapat membedakan secara lebih baik antara wayang


(45)

kulit gagrak Surakarta dengan wayang kulit gagrak lain seperti Yogyakarta, Cirebon, atau Jawa Timur. Dan memiliki tujuan juga agar lebih mengenal siapa dalang yang berada di balik sebuah Kelir.

Film Dokumenter ini dibuat dengan cara melalui riset mendalam terhadap obyek yang akan di jadikan tujuan utama dari pembuatan film dokumenter, dan melalui wawancara terhadap beberapa orang yang terkait dengan ide dasar atau masalah utama. Film ini pun di buat dengan cara yang berdasarkan fakta yang ada dengan mendokumentasikan segala yang terkait dengan wayang kulit gagrak Surakarta dan tokoh Raden Werkudara dalam lakon Bima Suci, dari rupa dan karakternya sampai penjelasan tentang makna yang ada.

Film ini akan di distribusikan pada dinas pendidikan, DISPARBUD, dan musium wayang sebagai arsip, dan jika dalam acara-acara tertentu yang berhubungan dengan wayang kulit seperti acara festifal wayang kulit akan diputar, agar dapat membantu kalangan masyarakat tertentu yang kurang mengenali wayang kulit.


(46)

3.2.2 Inti Cerita

Judul film yang akan di gunakan adalah BIMA SUCI THE PUPPET SURAKARTA. Inti ceritanya yaitu sebuah cerita tentang wayang kulit gagrak Surakarta yang memiliki ciri khas. Dan menjelaskan rupa dan karakter visual dari wayang kulit gagrak Surakarta yang memiliki filosofi dan makna tertentu yang ada pada bagian-bagian dari wayang kulit. Menerangkan simbol-simbol makna kehidupan dari lakon Bima Suci yang menjadi cerita yang memiliki keistimewaan. Dengan menjelaskan bagaimana sosok seorang Raden Werkudara dalam wayang kulit gagrak Surakarta dalam lakon Bima Suci.

3.2.3 Struktur Cerita

Sebuah cerita tentang wayang kulit gagrak Surakarta yang memiliki ciri khas. Dan menjelaskan rupa dan karakter visual dari wayang kulit gagrak Surakarta yang memiliki filosofi dan makna tertentu yang ada pada bagian-bagian dari wayang kulit. Menerangkan simbol-simbol makna kehidupan dari lakon Bima Suci yang menjadi cerita yang memiliki keistimewaan. Dengan menjelaskan juga bagaimana sosok seorang Raden Werkudara dalam wayang kulit gagrak Surakarta dalam lakon Bima Suci.


(47)

3.3 Konsep Visual

3.3.1 Format Film

Format film yang akan di gunakan adalah digital video, berdurasi 45 menit. Format untuk pembuatan film ini menggunakan digital video karena secara materi lebih dapat menekan biaya pembuatan film, dan dalam segi hasil, digital video memberikan kualitas gambar yang lebih baik, dan memiliki pengaturan digital yang lebih praktis dalam gambar, dan kualitas audionya lebih baik.

3.3.2 Tipografi

Tipografi yang di gunakan adalah huruf dekoratif dan huruf sans serif. Jenis huruf dekoratif memiliki sifat yang bebas, anggun dan tradisional. Pemilihan jenis huruf dekoratif sangat sesuai dengan mengangkat tema kebudayaan tradisional. Sedangkan untuk pemilihan jenis huruf sans serif agar memiliki kesan tidak formal, sederhana dan akrab, dan fleksibel.

a. Huruf dekoratif ( Awesome Java )

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz


(48)

. , * ( ) ! ? “ ; / \ < > { } [ ] @ # % = +

b. Huruf sans serif (Century Gothic )

ABC DEFG HIJKLMNO PQ RSTUVWXYZ Ab c d e fg hijklm no p q rstuvw xyz . , * ( ) ! ? “ ; / \ < > { } [ ] @ # % = +

c. Huruf sans serif ( Agency FB )

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz


(49)

BAB IV

TEKNIS PRODUKSI

4.1 Gagasan – Tema

Gagasan atau tema dari film ini adalah wayang kulit gagrak Surakarta yang mengangkat sebuah karakter tokoh wayang kulit yaitu Werkudara yang merupakan bagian dari Pandawa dalam sebuah lakon Bima Suci, yang merupakan sebuah cerita lakon Bima Suci, yang merupakan sebuah cerita yang memiliki makna filosofi yang tinggi dan mendalam dalam mengajarkan moralitas dan ke Tuhanan, terutama bagaimana seorang anak yang berbakti kepada orang tuanya, walaupun orang tuanya sudah meninggal.

4.2 Sinopsis

Wayang kulit gagrak Surakarta, merupakan sebuah wayang kulit yang berasal dari wilayah Surakarta atau yang lebih di kenal dengan Solo. Dalam wayang kulit gagrak Surakarta mengangkat sosok karakter dari tokoh pewayangan yaitu Werkudara atau Brantasena. Brantasena atau Werkudara ini adalah sosok kesatria pandawa yang memiliki keistimewaan dan karakter yang sangat kuat, sosoknya yang tinggi besar, menyimpan sesuatu yang tidak dapat benar-benar dikenali secara mendalam.


(50)

Dalam lakon Bima Suci, Werkudara ini memberikan sebuah ajaran tentang ilmu kesempurnaan hidup, kesejatian dari hidup manusia didunia harus bermoral baik dan bagaimana dia dapat menjalani kehidupan dengan benar dan konsisten untuk mendapatkan kesempurnaan hidup dan mati. Pengapdiannya terhadap Dewanya dan orang tuanya begitu besar, dan perannya sebagai seorang anak yang dapat menjunjung tinggi harkat, martabat, derajad dan kehormatan orang tua, dan menempatkan ditempat yang paling tinggi. Bagaimana seorang Bima Suci dapat mengangkat harkat, martabat, derajad dan kehormatan orang tuanya? Bagaimanakah sosok Bima Suci ini dalam lakon Bima Suci?

4.3 Riset – Studi Lapangan

4.4.1 Studi Pustaka

a. Ensiklopedia Wayang, Djoko Dwiyanto, Sukatmi Susantina, Wiwien Widyawati. Mulyono Sri. 1977. Wayang dan Karakter Manusia. Yayasan

Nawangi, PT. Inaltu.

b. Serat Dewa Ruci. Imam Musbikin.

c. Mustikane Djagad Dewa Roetji. Ki Sigit Natatjarita..


(51)

e. Nonton Wayang Dari Berbagai Pakeliran. Pranoedjoe Poespaningrat.

f. Mengenal Wayang Kulit Purwa. Soekatno .

g. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Heru S Sudjarwo, Sumari, Undung Wiyono.

h. Tuntunan Tatah Sungging Wayang Purwa Gagrak Surakarta. Ki Marwoto Panenggak Widodo.

4.4.2 Studi Indikator

a. Fisik

Target audience pada media film

dokumenter dalam wayang kulit gagrak Surakarta pada lakon Bima Suci ini di tujukan kepada masyarakat Surakarta. Segmentasinya yaitu kalangan menengah dengan rentan usia siswa SLTA kurang lebih dengan umur 16-20 tahun. Status sosial masyarakatnya adalah masyarakat kota. Dengan memiliki gaya hidup yang selalu mengikuti perkembangan jaman yang identik dengan hiburan dan hobi. Dengan ekonomi B+ (kalangan menengah). Secara geografinya yaitu di pusat kota yang menjadi sentra perkembangan


(52)

b. Warna

Untuk penggunaan warna dalam fim adalah colorfull. Karena di buat dengan dasar kriteria yang sama dengan wayang kulit gagrak Surakarta yang hawancawarna yang memiliki arti yang sama berbagai ragam warna, selain itu agar dapat memperlihatkan estetika dari sebuah visual. c. Visual

Garis, merupakan unsur terbentuknya sebuah gambar. Garis memiliki dimensi memanjang serta memiliki arah. Garis memiliki sifat-sifat yang khusus di setiap macam garis. Garis yang akan digunakan dalam media ini adalah garis lengkung dan berombak. Garis lengkung memiliki kesan lemah lembut, anggun dan mengarah. Untuk garis yang berombak memiliki kesan halus, lunak, berirama. Kedua macam garis ini akan menjadi sebuah kombinasi yang sesuai dalam tema tradisional.

d. Bahasa

Bahasa Indonesia menumbuhkan banyak variasi yaitu variasi yang menurut penggunaan yang di sebut sebagai dialek dan varian menurut


(53)

pemakaian yang disebut sebagai ragam bahasa. Dan bahasa yang di gunakan oleh target audience adalah Dialek sosial yaitu dialek yang dipergunakan oleh kelompok masyarakat tertentu atau yang menandai tingkat masyarakat tertentu. Yang kedua adalah Idiolek, yaitu seluruh ciri bahasa seseorang sekalipun kita berbahasa Indonesia semua, masing-masing dari diri kita memiliki ciri khas masing-masing dalam pelafalan, tata bahasa, atau pilihan dan kekayaan kata-kata. e. Tipografi

Huruf dekoratif ( Awesome Java )

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

. , * ( ) ! ? “ ; / \ < > { } [ ] @ # % = +

Tipografi yang di gunakan adalah huruf dekoratif. Jenis huruf dekoratif memiliki sifat yang bebas, anggun dan tradisional. Pemilihan jenis huruf dekoratif sangat sesuai dengan mengangkat tema


(54)

sebagai Headline, subheadline dan judul film dalam cover dvd, cover film, kemasan dvd film, dan kebutuhan media lain.

Huruf sans serif (Century Gothic )

ABC DEFG HIJKLMNO PQ RSTUVWXYZ Ab c d e fg hijklm no p q rstuvw xyz . , * ( ) ! ? “ ; / \ < > { } [ ] @ # % = +

Sedangkan untuk pemilihan jenis huruf sans serif agar memiliki kesan tidak formal, sederhana dan akrab, dan fleksibel. Huruf ini akan di gunakan untuk teks terjemahan bahasa dalam film dan menjadi teks penjelas keterangan identitas narasumber. Dan jenis huruf ini akan di gunakan sebagai teks pada Manual book.

Huruf sans serif ( Agency FB )

ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ

Abcdefghijklmnopqrstuvwxyz

. , * ( ) ! ? “ ; / \ < > { } [ ] @ # % = +


(55)

Huruf ini di gunakan untuk penulisan teks dalam film, kemasan DVD, cover DVD, dan sebagai teks dalam ending credit.

4.4 Storyline

Di buka dengan permainan gunungan sebagai pembuka cerita. Suasana pagi dipasar Gede Solo masyarakat Solo yang melakukan aktivitasnya dipasar tetaplah sama. Dua orang laki laki yang sedang menata wayang-wayang kulit pada sebuah kelir untuk persiapan pagelaran wayang kulit. Wawancara dengan bapak Sudarsono yang merupakan seorang dalang dan juga dosen di ISI Solo.

Pagelaran wayang kulit Bima suci di gelar dengan struktur cerita yang di persingkat dari pagelaran wayang kulit dengan dalang bapak Sugito. Ditengah-tengah pagelaran wayang kulit lakon Bima Suci ini terdapat penjelasan dari narasumber yaitu bapak Bambang Suwarno yang juga seorang dalang dan pembuat wayang kulit, tentang warna sungging, bentuk fisik Werkudara dan wanda. Dan dilanjutkan lagi dengan pagelaran wayang kulit lakon Bioma Suci lagi sampai selesai.

Dan diakhir pagelaran bapak Bambang Suwarno memberikan penjelasan lagi pada Karakter Werkudara dan makna filosofi yang terkandung dalam setiap visual dari tokoh Werkudara. Dan di tutup dengan permainan gunungan.


(56)

4.5 Scene Plot/Struktur Cerita

Di buka dengan permainan gunungan sebagai pembuka cerita. Suasana pagi dipasar Gede Solo masyarakat Solo yang melakukan aktivitasnya dipasar tetaplah sama. Dua orang laki-laki yang sedang menata wayang-wayang kulit pada sebuah kelir untuk persiapan pagelaran wayang kulit untuk sebuah buka giling dipabrik gula. Wawancara dengan bapak Sudarsono yang merupakan seorang dalang dan juga dosen di ISI Solo. Wawancara ini di lakukan di salah satu ruangan digedung jurusan Pedalangan. Bapak Sudarsono menjelaskan tentang wayang kulit dan pagelaran wayang kulit.

Pagelaran wayang kulit Bima suci di gelar dengan struktur cerita yang di persingkat dari pagelaran wayang kulit dengan dalang bapak Sugito dari Tulungagung. Pagelaran wayang kulit dengan lakon Bima Suci ini menggunakan pagelaran klasik dalam penyajiannya. Ditengah-tengah pagelaran wayang kulit lakon Bima Suci ini terdapat penjelasan dari narasumber yaitu bapak Bambang Suwarno yang juga seorang dalang dan pembuat wayang kulit, tentang warna sungging, bentuk fisik Werkudara dan wanda. Dan di lanjutkan lagi dengan pagelaran wayang kulit lakon Bima Suci lagi sampai selesai.

Dan di akhir pagelaran bapak Bambang Suwarno memberikan penjelasan lagi pada Karakter Werkudara dan makna filosofi yang terkandung dalam setiap visual dari tokoh Werkudara. Dan di tutup dengan permainan gunungan.


(57)

4.6 Director`s Treatment

Director’s treatment adalah gaya penyutradaraan, yang meliputi

tataan seluruh pengambilan gambar sampai color tune dan

keseimbangan antara dialek dan aksi. Untuk warna yang di gunakan menggunakan colorfull dengan nuansa sedikit gelap, dan menggunakan tempo yang standart, tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat. Untuk peletakan kamera ada dua macam yaitu untuk wawancara dengan narasumber dan pagelaran wayang kulit.

Gambar IV. 1 Konsep peletakan kamera untuk pagelaran wayang kulit, wawancara


(58)

4.7 Studi Karakter

4.7.1 Raden Werkudara

Raden Werkudara memiliki karakter seperti di ibaratkan

kenek kaku kaya pikulan, lek lemes kaya tali,

maksudnya jika sudah memiliki keteguhan hati dan tekat bulat akan dilakukan, namun jika hatinya akan sangat baik dan lembut kepada siapapun yang bersikap baik dan bertujuan baik.

4.7.2 Sugito

Bapak Sugito memiliki karakter yang baik, humoris, terbuka namun suka memberikan nasehat melalui tutur.

4.7.3 Sudarsono.

Memiliki karakter yang terbuka, tegas, humoris.

4.7.4 Bambang Suwarno

Memiliki karakter yang sedikit kaku, baik, terbuka, dan serius.

4.8 Shooting List

Pengambilan gambar ini akan di lakukan secara berurutan, seperti berikut perencanaan pengambilan gambar :

a. Pengambilan gambar suasana pagi kota Solo di pasar Gede.


(59)

b. Pengambilan gambar seorang laki-laki menata wayang-wayang kulit di sebuah kelir.

c. Pengambilan gambar untuk wawancara dengan Bapak Sudarsono di ISI Solo, di salah satu ruangan di gedung jurusan pedalangan.

d. Pengambilan gambar pagelaran wayang kulit dari sisi

center depan.

e. Pengambilan gambar pagelaran wayang kulit dari sisi samping kanan depan.

f. Pengambilan gambar pagelaran wayang kulit dari sisi

center belakang.

g. Pengambilan gambar pagelaran wayang kulit dari sisi kiri depan.

h. Pengambilan gambar permainan gunungan sebagai pembuka.

i. Pengambilan gambar permainan gunungan sebagai penutup.

j. Pengambilan gambar wawancara dengan bapak Bambang Suwarno dikediamannya di daerah Sangrah Solo.


(60)

4.9 Storyboard

Storyboard ini di buat untuk membantu pengambilan gambar, memandu sutradara, cameraman, editor film. Storyboard berfungsi untuk memberikan pengarahan pengambilan gambar yang sesuai cerita dan kategori shoot yang akan di ambil lebih tepat dan sesuai dengan kebutuhan. Storyboad dapat di lihat di Apendiks 1.

4.10 Dokumentasi Produksi/Behind the Scene

Dalam proses pembuatan film ini terdapat dokumentasi produksi atau biasa di sebut behind the screne. Dokumentasi produksi ini berfungsi untuk mendokumentasikan proses persiapan dan pengerjaan soal pembuatan film berlangsung. Dokumentasi produksi ini juga sebagai arsip dari sebuah proses pempuatan filmnya berserta kru film.

4.11 Studi Pasca Produksi 4.11.1 Metode Editing

Metode editing untuk film ini akan menggunakan metode

Continuity Cutting, yaitu metode untuk penyambungan gambar yang memiliki keterkaitan atau berkesinambungan dan ini di gunakan untuk mengedit gambar-gambar estabilish dan wawancara. Dan yang metode kedua menggunakan Dynamic Cutting, yaitu


(61)

metode penyatuan gambar-gambar yang memiliki keterkaitan atau berkesinambungan ini di gunakan untuk metode editing pada gambar pagelaran wayang kulit Bima Suci.

4.11.2 Teknik Editing

Teknik editing yang di gunakan adalah Paralel Editing

dan Cross Cutting. Karena Paralel Editing di gunakan untuk penyusunan gambar yang memiliki persamaan

waktu, sedangkan Cross Cutting untuk

mengkombinasikan dua adegan atau gambar yang waktunya tidak bersamaan.

4.11.3 Tahapan Editing non digital.

a. Logging

Tahapan editing non digital ini melalui penyusunan logging gambar, traskrip wawancara dan editing scrip. Hal ini akan membantu seorang editor film dalam proses editing gambar yang sedah di tentukan alurnya sesuai dengan storyboard.


(62)

b. Editing Script

Editing script merupakan sebuah proses akhir dari editing non digital sebelum melakukan proses editing digital. Editing script ini berfungsi sebagai penentu dari sebuah editing digital dari visual yang akan di gunakan dan audio yang akan di gunakan dalam penyusunan gambar dan audionya yang berupa suara-suara musik maupun percakapan yang muncul dalam sebuah visual. Serta menentukan berapa durasi yang akan di tampilkan dalam visualnya dan audionya dari gambar satu ke gambar yang selanjutnya hingga akhir. Sehingga dapat di ketahiu secara tepat berapa durasi dari film yang akan di edit secara

digital. Proses editing script dapat dilihat di apendiks 3.

4.11.4 Tahapan Editing Digital

Tahapan editing digital ini dilakukan setelah melalui proses editing scrip. Editing digital merupakan editing yang melalui sebuah software untuk editing film yaitu Adobe Premier yang digunakan untuk menyusun gambar dan suara yang akan dijadikan sebuah


(63)

rangkaian yang membentuk sebuah alur cerita dengan visual yang sesuai dan menjadi film yang utuh.

4.12 Media Produksi dan Distribusi 5.13.1 Cover DVD

Gambar IV. 2 Cover DVD Film.

Ukuran : 27,1cm x 18,6cm

Bahan : Art Paper 130gr


(64)

5.13.2 Cover Kemasan DVD

Gambar IV. 3 Kemasan DVD Film.

Ukuran : 29,9cm x 19,1cm

Bahan : Art Paper 250gr


(65)

5.13.3 Poster Film

Gambar IV. 4 Poster Film.

Ukuran : 29,9cm x 19,1cm

Bahan : Art Paper 250gr


(66)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Janturan Wayang.

Baksin, Askurifai.2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung : Katarsis.

Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Agung.

Dwiyanto Djoko, Susantina Sukatmi, Widyawati Wiwien. 2010. Ensiklopedia Wayang. Yogyakarta-Sleman : Media Abadi.

Sri Mulyono. 1977. Wayang dan Karakter Manusia. Yayasan Nawangi, PT. Inaltu.

Musbikin, Imam. 2010. Serat Dewa Ruci. Yogyakarta : Diva Press.

Natatjarita, Sigit. Mustikane Djagad Dewa Roetji. Surabaya : Yayasan Daniwara.

Natatjarita, Sigit. Bhimosutji (Bhimopaksa) . Surabaya : Yayasan Daniwara.

Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pnter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Galangpress.

Poespaningrat, Pranoedjoe. 2008. Nonton Wayang Dari Berbagai Pakeliran. Yogyakarta : PT. BP. Kedaulatan Rakyat.


(67)

Sudjarwo Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta : Kaki Langit.

Widodo Panenggak Marwoto. Tuntunan Tatah Sungging Wayang Purwa Gagrak Surakarta. Surabaya : Cv. Citra Jaya.


(68)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA

Afrina Rahmaniar

ALAMAT

Jl. Semeru No.101 Kec. Kauman Tulungagung, Jawa Timur

E-MAIL

near_frena@yahoo.co.id

TEMPAT, TGL

LAHIR

Tulungagung, 18 April 1988

STATUS

Belum Menikah

PENDIDIKAN

2007 - 2011 S-1 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNIVERSITAS KOMPUTER

INDONESIA (UNIKOM), BANDUNG

2004 - 2007 SMAN 1 Kedungwaru

2001 - 2004 SMPN 1 Kauman

1994 - 2001 SDN 1 Sidorejo

PENGALAMAN BERORGANISASI

2008 - 2009 2005 - 2006 2001-2002 2002-2003 2002-2003

MUBES UNIKOM

Bendahara 1 GEMPA (Organisasi Pecinta Alam) (OSIS) Bela negara

(OSIS) Bendahara

Ketua PMR (PRAMUKA)

PENGALAMAN MAGANG

2010 Majalah Suave

KEMAMPUAN SPESIFIK

Tugas Akhir

(TA)

PERANCANGAN MEDIA FILM DOKUDRAMA TOKOH RADEN WERKUDARA DALAM LAKON BIMA SUCI SEBAGAI MEDIA


(69)

STUDI KARAKTER VISUAL WAYANG KULIT GAGRAK SURAKARTA

Komputer MS Office (Ms Word, Ms PowerPoint)

Adobe Photoshop, Adobe Flash, Corel Draw, Adobe Premiere


(1)

5.13.2 Cover Kemasan DVD

Gambar IV. 3 Kemasan DVD Film.

Ukuran : 29,9cm x 19,1cm Bahan : Art Paper 250gr Teknis Cetak : Offset


(2)

5.13.3 Poster Film

Gambar IV. 4 Poster Film.

Ukuran : 29,9cm x 19,1cm Bahan : Art Paper 250gr Teknis Cetak : Offset

63   


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Janturan Wayang.

Baksin, Askurifai.2003. Membuat Film Indie Itu Gampang. Bandung : Katarsis.

Budiono. 2005. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia. Surabaya : Karya Agung.

Dwiyanto Djoko, Susantina Sukatmi, Widyawati Wiwien. 2010. Ensiklopedia Wayang. Yogyakarta-Sleman : Media Abadi.

Sri Mulyono. 1977. Wayang dan Karakter Manusia. Yayasan Nawangi, PT. Inaltu.

Musbikin, Imam. 2010. Serat Dewa Ruci. Yogyakarta : Diva Press.

Natatjarita, Sigit. Mustikane Djagad Dewa Roetji. Surabaya : Yayasan Daniwara.

Natatjarita, Sigit. Bhimosutji (Bhimopaksa) . Surabaya : Yayasan Daniwara.

Nugroho, Fajar. 2007. Cara Pnter Bikin Film Dokumenter. Yogyakarta : Galangpress.

Poespaningrat, Pranoedjoe. 2008. Nonton Wayang Dari Berbagai Pakeliran. Yogyakarta : PT. BP. Kedaulatan Rakyat.


(4)

   

Sudjarwo Heru S, Sumari, Wiyono Undung. 2010. Rupa dan Karakter Wayang Purwa. Jakarta : Kaki Langit.

Widodo Panenggak Marwoto. Tuntunan Tatah Sungging Wayang Purwa Gagrak Surakarta. Surabaya : Cv. Citra Jaya.


(5)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

NAMA

Afrina Rahmaniar

ALAMAT

Jl. Semeru No.101 Kec. Kauman Tulungagung, Jawa Timur

E-MAIL

near_frena@yahoo.co.id

TEMPAT, TGL

LAHIR

Tulungagung, 18 April 1988

STATUS

Belum Menikah

PENDIDIKAN

2007 - 2011 S-1 DESAIN KOMUNIKASI VISUAL UNIVERSITAS KOMPUTER

INDONESIA (UNIKOM), BANDUNG

2004 - 2007 SMAN 1 Kedungwaru

2001 - 2004 SMPN 1 Kauman

1994 - 2001 SDN 1 Sidorejo

PENGALAMAN BERORGANISASI

2008 - 2009 2005 - 2006 2001-2002 2002-2003 2002-2003

MUBES UNIKOM

Bendahara 1 GEMPA (Organisasi Pecinta Alam) (OSIS) Bela negara

(OSIS) Bendahara

Ketua PMR (PRAMUKA)

PENGALAMAN MAGANG

2010 Majalah Suave

KEMAMPUAN SPESIFIK

Tugas Akhir (TA)

PERANCANGAN MEDIA FILM DOKUDRAMA TOKOH RADEN WERKUDARA DALAM LAKON BIMA SUCI SEBAGAI MEDIA


(6)

STUDI KARAKTER VISUAL WAYANG KULIT GAGRAK SURAKARTA

Komputer MS Office (Ms Word, Ms PowerPoint) Adobe Photoshop,

Adobe Flash, Corel Draw, Adobe Premiere