PENGARUH KADAR ZAT ADDITIVE TERHADAP KUAT TEKAN PADA BETON MUTU TINGGI

(1)

PENGARUH KADAR ZAT ADDITIVE TERHADAP KUAT TEKAN PADA BETON MUTU TINGGI

Oleh

SALMANI SYINDI ANGGRAENI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Teknik

Pada

Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik Universitas Lampung

FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITA LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

PENGARUH KADAR ZAT ADDITIVE TERHADAP KUAT TEKAN PADA BETON MUTU TINGGI

Oleh

Salmani Syindi Anggraeni

Beton merupakan material struktur yang umum digunakan karena penggunaannya yang sangat luas dalam bidang kontruksi bangunan sipil. Beton dikatakan sebagai beton mutu tinggi jika kekuatan tekannya diatas 50 MPa. Pada umumnya jika ingin mendapatkan beton dengan mutu dan keawetan yang tinggi, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, meliputi faktor air semen (fas), agregat (baik agregat kasar maupun halus), dan penggunaan bahan tambah (admixture dan Additive) yang bersifat mengubah perilaku beton saat pelaksanaan pekerjaan untuk memperbaiki kinerja pelaksanaan.

Penelitian ini menggunakan zat additive Naptha 7055 yang termasuk dalam tipe F yaitu Superplasticizier Polycarboxylate Base yang berfungsi untuk mengurangi air dan meningkatkan workability. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kadar zat additive jenis Naptha 7055 terhadap kuat tekan beton dan kadar optimum zat additive yang baik digunakan untuk campuran beton.

Dari hasil pembahasan penelitian ditemukan bahwa kadar zat additive yang optimum digunakan untuk campuran beton adalah pada 1,4% dan menghasilkan kuat tekan 68,72 MPa. Kadar zat additive 1,2%, 1,6%, dan 1,8% menghasilkan kuat tekan dibawah kuat tekan rencana. Hal ini disebabkan penggunaan zat additive kadar 1,2% terlalu sedikit dan berpengaruh pada nilai slump yang kecil, sedangkan kadar 1,6% dan 1,8% terlalu banyak sehingga mempengaruhi kuat tekan beton dan menyebabkan kuat tekan menjadi turun.


(3)

(4)

(5)

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xv

DAFTAR NOTASI ... xvi

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Batasan Masalah ... 3

E. Manfaat Penelitian ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Umum ... 5

B. Pengaruh Bahan Tambah ... 6

C. Beton ... 9

D. Semen Portland ... 10

E. Air ... 12

F. Agregat ... 13

G. Naptha 7055 ... 20


(7)

I. Faktor Air Semen... 22

J. Workability ... 22

K. Jurnal Terkait ... 23

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Bahan ... 25

B. Peralatan ... 25

C. Variabel Penelitian ... 27

D. Pelaksanaan Penelitian ... 28

E. Analisis Hasil Penelitian ... 34

F. Bagan Alir Penelitian ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Matarial... 36

B. Perancangan Campuran ... 40

C. Kelecakan (Workability) Beton ... 41

D. Berat Volume Beton ... 43

E. Kuat Tekan Beton ... 45

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan ... 49

B. Saran ... 50 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN A LAMPIRAN B LAMPIRAN C LAMPIRAN D LAMPIRAN E


(8)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sesuai dengan perkembangan zaman, perkembangan dibidang pembangunan semakin lama semakin meningkat. Seperti sekarang ini banyak sekali ditemukan bangunan–bangunan tinggi di daerah perkotaan. Semua bangunan tersebut membutuhkan struktur bangunan yang kokoh dan mampu menopang beban dari bangunan tersebut agar tidak terjadi keruntuhan bangunan. Salah satu bahan yang digunakan dalam pembangunan adalah beton.

Beton merupakan material struktur yang umum digunakan karena penggunaannya yang sangat luas dalam bidang kontruksi bangunan sipil. Sebagian besar bangunan komponen utamanya terbuat dari beton. Ada berbagai jenis beton yang biasanya digunakan dalam konstruksi antara lain beton normal, beton mutu tinggi, dan beton ringan. Beton dikatakan sebagai beton mutu tinggi jika kekuatan tekannya diatas 50 MPa. (Supartono, 1998 dalam Tri Mulyono, 2003).

Gedung–gedung tinggi dan fly over, merupakan contoh bangunan yang mengalami pembebanan yang besar, oleh karena itu dibutuhkan bahan bangunan yang mampu menopang bangunan tersebut. Beton mutu tinggi salah satu solusi untuk mengatasi kebutuhan struktur dalam bidang pembangunan.


(9)

Pada umumnya jika ingin mendapatkan beton dengan mutu dan keawetan yang tinggi, ada beberapa faktor yang harus diperhatikan, meliputi faktor air semen (fas), agregat (baik agregat kasar maupun halus), dan penggunaan bahan tambah (admixture dan Additive).

Dalam penelitian ini digunakan bahan tambahjenis Naptha 7055, yaitu bahan tambahan untuk beton berjenis water reducer (pengurang air) dan meningkatkan slump. Bahan tambah jenis ini dapat meningkatkan workability yang dapat mempermudah pengerjaan campuran beton untuk diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan. Dengan menambahkan bahan tambah ini ke dalam adukan beton diharapkan dapat mempermudah pekerjaan pengadukan beton. Hal ini karena Naptha 7055 yang biasa disebut superplasticizier adalah bahan campuran untuk beton yang berfungsi apabila dicampurkan dengan dosis tertentu dapat mengurangi jumlah pemakaian air dan meningkatkan workability. Namun apabila dosis yang digunakan berlebihan maka akan menyebabkan menurunnya kuat tekan beton. (Tri Mulyono, 2003)

Penggunaan zat additive dalam beton haruslah dengan kadar yang tepat agar dapat menghasilkan beton mutu tinggi sesuai dengan rencana, apabila penggunaan zat additive tidak sesuai maka yang terjadi adalah sebaliknya, yaitu tidak meningkatkan kuat tekannya akan tetapi dapat menurunkan. Atas dasar pertimbangan di atas, maka dilakukan penelitian mengenai kadar zat additive yang optimum untuk campuran beton agar menghasilkan beton mutu tinggi sesuai dengan rencana.


(10)

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini yaitu berapa besar persentase zat additive yang optimum untuk campuran beton terhadap kuat tekan beton dan berapa besar pengaruh zat additive terhadap slump pada adukan beton.

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Untuk mendapatkan campuran beton mutu tinggi.

2. Mengetahui persentase zat additive yang paling optimum untuk menghasilkan beton mutu tinggi.

3. Mengetahui pengaruh zat additive terhadap kuat tekan beton.

4. Mengetahui pengaruh zat additive terhadap slump pada adukan beton.

D. Batasan Masalah

Untuk membatasi ruang lingkup penelitian ini diperlukan batasan-batasan sebagai berikut :

1. Kuat tekan beton rencana (f’c) 60 MPa.

2. Persentase penggunaan zat additive pada campuran adalah 1,2%, 1,4%, 1,6%, dan 1,8% dari total persentase kebutuhan semen yang direncanakan. 3. Bahan tambah yang dipakai adalahNaptha 7055.

4. Semen yang digunakan adalah semen PCC merek Holcim.

5. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah dengan ukuran agregat maksimum 12,5 mm

.


(11)

6. Benda uji berupa silinder yang berdiameter 10 cm dan tinggi 20 cm, dengan 4 (empat) variasi yang masing-masing variasi 5 sampel.

7. Pengujian berupa uji kuat tekan yang akan dilakukan setelah beton mencapai umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat antara lain :

1. Memberikan informasi kepada produsen beton mengenai persentase zat additive yang optimum untuk campuran beton.

2. Memberikan informasi tentang perbandingan mutu beton dari variasi sampel beton dengan penambahan Naptha 7055.

3. Memberikan kontribusi pemikiran ilmu di bidang struktur. 4. Sebagai referensi bagi penelitian selanjutnya.


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Umum

Beton merupakan suatu bahan komposit (campuran) dari beberapa material, yang bahan utamanya terdiri dari campuran antara semen, agregat halus, agregat kasar, air dan atau tanpa bahan tambah lain dengan perbandingan tertentu. Karena beton merupakan komposit, maka kualitas beton sangat tergantung dari kualitas masing-masing material pembentuk. (Kardiyono Tjokrodimulyo,2007).

Agar dihasilkan kuat desak beton yang sesuai dengan rencana diperlukan mix

design untuk menentukan jumlah masing-masing bahan susun yang

dibutuhkan. Disamping itu, adukan beton harus diusahakan dalam kondisi yang benar-benar homogen dengan kelecakan tertentu agar tidak terjadi segregasi. Selain perbandingan bahan susunnya, kekuatan beton ditentukan oleh padat tidaknya campuran bahan penyusun beton tersebut. Semakin kecil rongga yang dihasilkan dalam campuran beton, maka semakin tinggi kuat desak beton yang dihasilkan. Syarat yang terpenting dari pembuatan beton adalah:

1. Beton segar harus dapat dikerjakan atau dituang.

2. Beton yang dikerjakan harus cukup kuat untuk menahan beban dari yang telah direncanakan.


(13)

B. Pengaruh Bahan Tambah

Bahan tambah adalah bahan selain unsur pokok beton (air, semen, dan agregat) yang ditambahkan pada adukan beton. Tujuannya adalah untuk mengubah satu atau lebih sifat-sifat beton sewaktu masih dalam keadaan segar atau setelah mengeras. Bahan tambah seharusnya hanya berguna kalau sudah ada evaluasi yang teliti tentang pengaruhnya pada beton, khususnya dalam kondisi dimana beton diharapkan akan digunakan. Bahan tambah ini biasanya diberikan dalam jumlah yang relatif sedikit, dan pengawasan yang ketat harus diberikan agar tidak berlebihan yang justru akan dapat memperburuk sifat beton. Sifat-sifat beton yang diperbaiki itu antara lain kecepatan hidrasi (waktu pengikatan), kemudahan pengerjaan, dan kekedapan terhadap air. Menurut SK SNI S-18-1990-03 (Spesifikasi Bahan Tambahan Untuk Beton, 1990), bahan tambah kimia dapat dibedakan menjadi 5 (lima) jenis yaitu:

1. Bahan tambah kimia untuk mengurangi jumlah air yang dipakai. Dengan pemakaian bahan tambah ini diperoleh adukan dengan faktor air semen lebih rendah pada nilai kekentalan yang sama, atau diperoleh kekentalan adukan lebih encer pada faktor air semen yang sama.

2. Bahan tambah kimia untuk memperlambat proses ikatan beton. Bahan ini digunakan misalnya pada satu kasus dimana jarak antara tempat pengadukan beton dan tempat penuangan adukan cukup jauh, sehingga selisih waktu antara mulai pencampuran dan pemadatan lebih dari 1 jam. 3. Bahan tambah kimia untuk mempercepat proses ikatan dan pengerasan


(14)

permukaan air, atau pada struktur beton yang memerlukan waktu penyelesaian segera, misalnya perbaikan landasan pacu pesawat udara, balok prategang, jembatan dan sebagainya.

4. Bahan tambah kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan memperlambat proses ikatan.

5. Bahan kimia berfungsi ganda, yaitu untuk mengurangi air dan mempercepat proses ikatan dan pengerasan beton.

Tri Mulyono menyebutkan dalam bukunya bahwa bahan tambah dibagi menjadi tujuh tipe yaitu :

1. Tipe A “Water-Reducing Admixture

Water-Reducing Admixture adalah bahan tambah yang mengurangi air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu.

2. Tipe B “Retarding Admixtures

Retarding Admixtures adalah bahan tambah yang berfungsi untuk

menghambat waktu pengikatan beton. Penggunanya untuk menunda waktu pengikatan beton (setting time) misalnya karena kondisi cuaca yang panas, atau memperpanjang waktu untuk pemadatan untuk menghindari cold joints dan menghindari dampak penurunan saat beton segar pada saat pengecoran dilaksanakan.

3. Tipe C “Accelerating admixture

Accelerating admixture adalah bahan tambah yang berfungsi untuk mempercepat pengikatan dan pengembangan kekuatan awal beton.


(15)

4. Tipe D “Water Reducing and Retarding Admixture

Water Reducing and Retarding Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu dan menghambat pengikatan awal.

5. Tipe E “Water Reducing and Accelerating Admixture

Water Reducing and Accelerating Admixture adalah bahan tambah yang berfungsi ganda yaitu mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton yang konsistensinya tertentu dan mempercepat pengikatan awal. Bahan ini digunakan untuk menambah kekuatan beton.

6. Tipe F “Water Reducing, High Range Admixture

Water Reducing, High Range Admixture adalah bahan tambah yang

berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih.

Fungsinya untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih. Kadar pengurangan air dalam bahan tambah ini lebih tinggi sehingga diharapkan kekuatan beton yang dihasilkan lebih tinggi. Jenis bahan tambah ini dapat berupa superplasticizier. Bahan jenis ini pun termasuk dalam bahan kimia tambahan yang baru dan disebut sebagai bahan tambah kimia pengurang air. Dosis yang disarankan adalah 1% sampai 2% dari berat semen. Dosis yang berlebihan akan menyebabkan menurunnya kekuatan tekan beton.


(16)

7. Tipe G “Water Reducing, High Range Retarding Admixture

Water Reducing, High Range Retarding Admixture adalah bahan tambah

yang berfungsi untuk mengurangi jumlah air pencampur yang diperlukan untuk menghasilkan beton dengan konsistensi tertentu, sebanyak 12% atau lebih dan juga untuk menghambat pengikatan beton. Jenis bahan tambah ini merupakan gabungan superplasticizier dengan menunda waktu pengikatan beton. Biasanya digunakan untuk kondisi pekerjaan yang sempit karena sedikitnya sumber daya yang mengelola beton yang disebabkan oleh keterbatasan ruang kerja.

C. Beton

Beton dibentuk dari pencampuran bahan batuan yang diikat dengan bahan perekat semen. Bahan batuan yang digunakan untuk menyusun beton umumnya dibedakan menjadi agregat kasar (krikil/batu pecah) dan agregat halus (pasir). Aregat halus dan agregat kasar disebut sebagai bahan susun kasar campuran dan merupakan komponen utama beton. Umumnya penggunaan bahan agregat dalam adukan beton mencapai jumlah ± 70%-75% dari seluruh beton. Nilai kekuatan dan daya tahan (durability) beton merupakan fungsi dari banyak faktor, antaranya adalah nilai banding campuran dan mutu bahan susun, metode pelaksanaan pembuatan adukan beton, temperatur dan kondisi perawatan pengerasannya. Nilai kuat tekan beton relatif tinggi dibanding kuat tariknya, dan merupakan bahan getas. Nilai kuat tariknya berkisar antara 9%-15% dari kuat tekannya, pada penggunaan sebagai komponen struktural bangunan, umumnya beton diperkuat dengan


(17)

batang tulangan baja sebagai bahan yang dapat bekerjasama dan mampu membantu kelemahannya, terutama pada bagian yang bekerja menahan tarik (Dipohusodo, 1994).

D. Semen Portland

Semen portland merupakan bubuk halus yang diperoleh dengan menggiling klinker (yang didapat dari pembakaran suatu campuran yang baik dan merata antara kapur dan bahan-bahan yang mengandung silika, aluminia, dan oxid besi), dengan batu gips sebagai bahan tambah dalam jumlah yang cukup. Bubuk halus ini bila dicampur dengan air, selang beberapa waktu dapat menjadi keras dan digunakan sebagai bahan ikat hidrolis.

Semen jika dicampur dengan air akan membentuk adukan yang disebut pasta semen, jika dicampur dengan agregat halus (pasir) dan air, maka akan terbentuk adukan yang disebut mortar, jika ditambah lagi dengan agregat kasar (kerikil) akan terbentuk adukan yang biasa disebut beton. Dalam campuaran beton, semen bersama air sebagai kelompok aktif sedangkan pasir dan kerikil sebagai kelompok pasif adalah kelompok yang berfungsi sebagai pengisi. (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007).

Pada umumnya semen berfungsi untuk:

1. Bercampur dengan untuk mengikat pasir dan kerikil agar terbentuk beton. 2. Mengisi rongga-rongga diantara butir-butir agregat.

Komponen semen portland terdiri dari :

 Trikalsium Silikat(C3S)


(18)

 Trikalsium Aluminat (C, A)

 Tetrakalsium Aluminoferit (C4AF)

Komposisi oksida utama pembentuk semen dapat dilihat pada Tabel 1, berikut :

Tabel 1. Komposisi Oksida Semen Portland Oksida Komposisi (%)

CaO 60 – 65 SiO2 17 – 25 Al2O3 3 – 8 Fe2O3 0,5 – 6

MgO 0,5 – 4 SO3 1 – 2 K2O, Na2O 0,5 – 1

Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007

Semen Portland dibagi menjadi lima jenis kategori sesuai dengan tujuan pemakaiannya (SK SNI S-04-1989-F) yaitu :

1. Jenis I

Semen Portland untuk konstruksi umum, yang tidak memerlukan persyaratan-persyaratan khusus seperti yang disyaratkan pada jenis-jenis lain.

2. Jenis II

Semen Portland untuk konstruksi yang agak tahan terhadap sulfat dan panas hidrasi yang sedang.

3. Jenis III

Semen Portland untuk konstruksi dengan syarat kekuatan awal yang tinggi.


(19)

4. Jenis IV

Semen Portland untuk konstruksi dengan syarat panas hidrasi yang rendah. 5. Jenis V

Semen portland untuk konstruksi dengan syarat sangat tahan terhadap sulfat.

E. Air

Dalam pembuatan beton, air merupakan salah satu faktor penting, karena air dapat bereaksi dengan semen, yang akan menjadi pasta pengikat agregat. Air juga berpengaruh terhadap kuat desak beton, karena kelebihan air akan menyebabkan penurunan pada kekuatan beton itu sendiri. Selain itu kelebihan air akan mengakibatkan beton menjadi bleeding, yaitu air bersama-sama semen akan bergerak ke atas permukaan adukan beton segar yang baru saja dituang. Hal ini akan menyebabkan kurangnya lekatan antara lapis-lapis beton.

Air pada campuran beton akan berpengaruh terhadap : 1. Sifat workability adukan beton.

2. Besar kecilnya nilai susut beton.

3. Kelangsungan reaksi dengan semen portland, sehingga dihasilkan kekuatan selang beberapa waktu.

4. Perawatan terhadap adukan beton guna menjamin pengerasan yang baik. Air untuk pembuatan beton minimal memenuhi syarat sebagai air minum yaitu tawar, tidak berbau, bila dihembuskan dengan udara tidak keruh dan


(20)

lain-lain, tetapi tidak berarti air yang digunakan untuk pembuatan beton harus memenuhi syarat sebagai air minum.

Penggunaan air untuk beton sebaiknya air memenuhi persyaratan sebagai berikut ini, (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007) :

1. Tidak mengandung lumpur atau benda melayang lainnya lebih dari 2 gr/ltr. 2. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat

organik) lebih dari 15 gr/ltr.

3. Tidak mengandung Klorida (Cl) lebih dari 0,5 gr/ltr. 4. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gr/ltr.

F. Agregat

Agregat adalah butiran mineral yang merupakan hasil disintegrasi alami batu-batuan atau juga berupa hasil mesin pemecah batu dengan memecah batu alami. Agregat merupakan salah satu bahan pengisi pada beton, namun demikian peranan agregat pada beton sangatlah penting. Kandungan agregat dalam beton kira-kira mencapai 70%-75% dari volume beton. Agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat beton, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam pembuatan beton. Agregat dibedakan menjadi dua macam yaitu agregat halus dan agregat kasar yang didapat secara alami atau buatan. Untuk menghasilkan beton dengan kekompakan yang baik, diperlukan gradasi agregat yang baik. Gradasi agregat adalah distribusi ukuran kekasaran butiran agregat. Gradasi diambil dari hasil pengayakan dengan lubang ayakan 10 mm, 20 mm, 30 mm dan 40 mm untuk kerikil.


(21)

Untuk pasir lubang ayakan 4,8 mm, 2,4 mm, 1,2 mm, 0,6 mm, 0,3 mm dan 0,15 mm.

Penggunaan bahan batuan dalam adukan beton berfungsi: 1. Menghemat Penggunaan semen portland.

2. Menghasilkan kekuatan yang besar pada betonnya. 3. Mengurangi susut pengerasan.

4. Mencapai susunan pampat beton dengan gradasi beton yang baik.

5. Mengontrol workability adukan beton dengan gradasi bahan batuan baik (A. Antono, 1982)

Cara membedakan jenis agregat yang paling banyak dilakukan adalah dengan berdasarkan pada ukuran butir-butirnya. Agregat yang mempunyai butir-butir yang besar disebut agregat kasar yang ukurannya lebih besar dari 4,8 mm. Sedangkan butir agregat yang kecil disebut agregat halus yang memiliki ukuran lebih kecil dari 4,8 mm.

Menurut peraturan SK-SNI-T-15-1990-03 kekasaran pasir dibagi menjadi empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar dan kasar.

Pasir yang digunakan dalam adukan beton harus memenuhi syarat sebagai berikut:

1. Pasir harus terdiri dari butir-butir tajam dan keras. Hal ini dikarenakan dengan adanya bentuk pasir yang tajam, maka kaitan antar agregat akan lebih baik, sedangkan sifat keras untuk menghasilkan beton yang keras pula.


(22)

2. Butirnya harus bersifat kekal. Sifat kekal ini berarti pasir tidak mudah hancur oleh pengaruh cuaca, sehingga beton yang dihasilkan juga tahan terhadap pengaruh cuaca.

3. Pasir tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 5% dari berat kering pasir, lumpur yang ada akan menghalangi ikatan antara pasir dan pasta semen, jika konsentrasi lumpur tinggi maka beton yang dihasilkan akan berkualitas rendah.

4. Pasir tidak boleh mengandung bahan organik terlalu banyak. 5. Gradasinya harus memenuhi syarat seperti Tabel 2 berikut ini: Tabel 2. Gradasi Pasir

Lubang Ayakan (mm)

Persen bahan butiran yang lewat ayakan Daerah I Daerah II Daerah III Daerah IV

10 100 100 100 100

4,8 90-100 90-100 90-100 95-100 2,4 60-95 75-100 85-100 95-100 1,2 30-70 55-90 75-100 90-100 0,6 15-34 35-59 60-79 80-100 0,3 5-20 8-30 12-40 15-50 0,15 0-10 0-10 0-10 0-15 Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007

Keterangan:

Daerah I : Pasir kasar Daerah III : Pasir agak halus Daerah II : Pasir agak kasar Daerah IV : Pasir halus


(23)

Agregat halus adalah pasir alam sebagai disintegrasi alami dari batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran terbesar 4,8 mm. Pasir alam dapat digolongkan menjadi 3 (tiga) macam (KardiyonoTjokrodimulyo, 2007), yaitu:

1. Pasir galian.

Pasir ini diperoleh lansung dari permukaan tanah atau dengan cara menggali. Bentuk pasir ini biasanya tajam, bersudut, berpori dan bebas dari kandungan garam walaupun biasanya harus dibersihkan dari kotoran tanah dengan jalan dicuci terlebih dahulu.

2. Pasir sungai.

Pasir ini diperoleh langsung dari dasar sungai, yang pada umumnya berbutir halus, bulat-bulat akibat proses gesekan. Daya lekatan antar butiran agak kurang karena bentuk butiran yang bulat.

3. Pasir laut.

Pasir laut adalah pasir yang diambil dari pantai. Butir-butirnya halus dan bulat karena gesekan. Pasir ini merupakan pasir yang jelek karena mengandung banyak garam. Garam ini menyerap kandungan air dari udara dan mengakibatkan pasir selalu agak basah serta menyebabkan pengembangan volume bila dipakai pada bangunan. Selain dari garam ini mengakibatkan korosi terhadap struktur beton, oleh karena itu pasir laut sebaiknya tidak dipakai.

Agregat kasar berupa pecahan batu, pecahan kerikil atau kerikil alami dengan ukuran butiran minimal 5 mm dan ukuran butiran maksimal 40 mm. Ukuran maksimum dari agregat kasar dalam beton bertulang diatur berdasarkan


(24)

kebutuhan bahwa agregat tersebut harus dengan mudah dapat mengisi cetakan dan lolos dari celah-celah yang terdapat di antara batang-batang baja tulangan. Berdasarkan berat jenisnya, agregat kasar dibedakan menjadi 3 (tiga) golongan (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007), yaitu:

1. Agregat normal

Agregat normal adalah agregat yang berat jenisnya antara 2,5-2,7 gr/cm3. Agregat ini biasanya berasal dari agregat basalt, granit, kuarsa dan sebagainya. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis sekitar 2,3 gr/cm3.

2. Agregat berat

Agregat berat adalah agregat yang mempunyai berat jenis lebih dari 2,8 gr/cm3, misalnya magnetik (FeO4) atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan mempunyai berat jenis tinggi sampai 5 gr/cm3. Penggunaannya dipakai sebagai pelindung dari radiasi.

3. Agregat ringan

Agregat ringan adalah agregat yang mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 gr/cm3 yang biasanya dibuat untuk beton non struktural atau dinding beton. Kebaikannya adalah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan pondasinya lebih ringan.

Dalam pelaksanaan pekerjaan beton, besar butir agregat selalu dibatasi oleh ketentuan maksimal persyaratan agregat, ketentuan itu antara lain:

a. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih dari 3/4 kali jarak bersih antara baja tulangan atau antara tulangan dan cetakan.


(25)

b. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal pelat.

c. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak terkecil antara bidang samping cetakan.

Menurut PBI 1971, ketentuan mengenai penggunaan agregat kasar untuk beton harus memenuhi syarat, antara lain :

1. Agregat kasar untuk beton dapat berupa kerikil sebagai hasil desintegrasi alami dari batuan-batuan atau berupa batu pecah yang diperoleh dari pemecahan batu. Pada umumnya yang dimaksudkan dengan agregat kasar adalah agregat dengan besar butir lebih dari 5 mm.

2. Harus terdiri dari butir-butir yang keras dan tidak berpori. Agregat kasar yang mengandung butir-butir pipih hanya dapat dipakai, apabila jumlah butir-butir pipih tersebut tidak melampaui 20 % dari berat agregat seluruhnya. Butir-butir agregat kasar harus bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh-pengaruh cuaca, seperti terik matahari dan hujan.

3. Agregat kasar tidak boleh mengandung lumpur lebih dari 1% (ditentukan terhadap berat kering). Yang diartikan dengan lumpur adalah bagian-bagian yang dapat melalui ayakan 0,063 mm. apabila kadar lumpur melampaui 1%, maka agregat kasar harus dicuci.

4. Agregat kasar tidak boleh mengandung zat-zat yang dapat merusak beton, seperti zat-zat yang reaktif alkali.


(26)

5. Kekerasan dari butir-butir agregat kasar diperiksa dengan bejana penguji dari Rudeloff dengan beban penguji 20t, dengan mana harus dipenuhi syarat-syarat berikut :

- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 9,5 – 19 mm lebih dari 24% berat.

- Tidak terjadi pembubukan sampai fraksi 19 – 30 mm lebih dari 22% berat.

Atau dengan mesin pengaus los angelest dengan mana tidak boleh terjadi kehilangan berat lebih dari 50%.

6. Agregat kasar harus terdiri dari butir-butir yang beraneka ragam besarnya dan apabila diayak dengan susunan ayakan yang ditentukan harus memenuhi syarat-syarat berikut :

- Sisa diatas ayakan 31,5 mm, harus 0% berat.

- Sisa diatas ayakan 4 mm, harus berkisar antara 90% dan 98% berat. - Selisih antara sisa-sisa komulatif diatas dua ayakan berurutan, adalah

maksimum 60% dan minimum 10% berat.

7. Besar butir agregat maksimum tidak boleh lebih daripada seperlima jarak terkecil antara bidang-bidang samping dari cetakan, sepertiga dari tebal pelat atau tigaperempat dari jarak bersih minimum diantara batang-batang atau berkas-berkas tulangan. Penyimpangan dari pembatasan ini diijinkan, apabila menurut penilaian pengawas ahli, cara-cara pengecoran beton adalah sedemikian rupa hingga menjamin tidak terjadinya sarang-sarang kerikil.


(27)

Tabel 3. Gradasi Kerikil

Lubang Ayakan (mm)

Persen bahan butiran yang lewat ayakan Berat butir maksimum

40 mm 20 mm

40 95-100 100

20 30-70 95-100

10 10-35 25-55

4,8 0-5 0-10

Sumber : Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007

G. Naptha 7055

Naptha 7055 yang termasuk dalam tipe F yaitu Superplasticizier

Polycarboxylate Base yang berfungsi untuk mengurangi air dan

meningkatkan workability. Zat additive jenis ini dapat diaplikasikan pada pekerjaan beton secara umum, beton yang rentan terhadap korosi, maupun beton mutu tinggi. Cocok untuk industri beton precast dan prestress serta dapat diaplikasikan pada pekerjaan struktur tinggi. Keuntungan dari Naptha 7055 adalah :

1. Meningkatkan workability.

2. Kuat tekan awal beton lebih tinggi dari beton normal. 3. Menjaga kinerja dasar beton.

4. Dapat diaplikasikan pada kondisi slump standar, slump tinggi, maupun slump flow.

5. Setting time beton lebih cepat dari beton normal. 6. Penggunaan air lebih sedikit dari beton normal. 7. Mengurangi korositas dan segregasi pada beton. 8. Meningkatkan durabilitas beton.


(28)

H. Kuat Tekan Beton

Sifat yang paling penting dari beton adalah kuat tekan beton. Kuat tekan beton biasanya berhubungan dengan sifat-sifat lain, maksudnya apabila kuat tekan beton tinggi, sifat-sifat lainnya juga baik. (Kardiyono Tjokrodimulyo,2007). Kekuatan tekan beton dapat dicapai sampai 1000 kg/cm2 atau lebih, tergantung pada jenis campuran, sifat-sifat agregat, serta kualitas perawatan. Kekuatan tekan beton yang paling umum digunakan adalah sekitar 200 kg/cm2 sampai 500 kg/cm2. Nilai kuat tekan beton didapatkan melalui tata cara pengujian standar, menggunakan mesin uji dengan cara memberikan beban tekan bertingkat dengan kecepatan peningkatan beban tertentu dengan benda uji berupa silinder dengan ukuran diameter 150 mm dan tinggi 300 mm. Selanjutnya benda uji ditekan dengan mesin tekan sampai pecah. Beban tekan maksimum pada saat benda uji pecah dibagi luas penampang benda uji merupakan nilai kuat desak beton yang dinyatakan dalam satuan MPa atau kg/cm2.

Tata cara pengujian yang umum dipakai adalah standar ASTM C 39. Rumus yang digunakan untuk perhitungan kuat tekan beton adalah:

... (1) Keterangan :

f’c = kuat desak beton (MPa)

P = beban maksimum (N)


(29)

I. Faktor Air Semen

Faktor air semen (fas) adalah perbandingan berat air dan berat semen yang digunakan dalam adukan beton. Faktor air semen yang tinggi dapat menyebabkan beton yang dihasilkan mempunyai kuat tekan yang rendah dan semakin rendah faktor air semen kuat tekan beton semakin tinggi. Namun demikian, nilai faktor air semen yang semakin rendah tidak selalu berarti bahwa kekuatan beton semakin tinggi. Nilai faktor air semen yang rendah akan menyebabkan kesulitan dalam pengerjaan, yaitu kesulitan dalam pelaksanaan pemadatan yang akhirnya akan menyebabkan mutu beton menurun. Oleh sebab itu ada suatu nilai faktor air semen optimum yang menghasilkan kuat desak maksimum. Umumnya nilai faktor air semen minimum untuk beton normal sekitar 0,4 dan maksimum 0,65.

(Tri Mulyono, 2003).

Pada beton mutu tinggi atau sangat tinggi, faktor air semen dapat diartikan sebagai water to cementious ratio, yaitu rasio total berat air (termasuk air yang terkandung dalam agregat dan pasir) terhadap berat total semen dan

additive cementious yang umumnya ditambahkan pada campuran beton mutu

tinggi. (Supartono, 1998).

J. Workability

Workability sulit untuk didefinisikan dengan tepat, namun sering diartikan sebagai tingkat kemudahan pengerjaan campuran beton untuk diaduk, dituang, diangkut dan dipadatkan. Unsur-unsur yang mempengaruhi sifat kemudahan dikerjakan antara lain (Kardiyono Tjokrodimulyo, 2007):


(30)

1. Jumlah air yang dipakai dalam campuran adukan beton. makin banyak air yang dipakai, makin mudah beton segar itu dikerjakan. Tetapi pemakaian air juga tidak boleh terlalu berlebihan.

2. Penambahan semen kedalam campuran juga memudahkan cara pengerjaan betonnya, karena pasti juga diikuti dengan penambahan air campuran untuk memperoleh nilai faktor air semen tetap.

3. Gradasi campuran pasir dan kerikil, jika campuran pasir dan kerikil mengikuti gradasi yang telah disarankan oleh peraturan maka adukan beton mudah dikerjakan.

4. Pemakaian butiran yang bulat memudahkan cara pengerjaan.

5. Pemakaian butiran maksimum kerikil yang dipakai berpengaruh terhadap cara pengerjaan.

6. Cara pemadatan beton menentukan sifat pekerjaan yang berbeda.

7. Selain itu, beberapa aspek yang perlu dipertimbangkan adalah jumlah kadar udara yang terdapat di dalam beton dan penggunaan bahan tambah dalam campuran beton.

K. Jurnal Terkait

1. Richard G, dkk (1996)

Richard G, dkk menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa penambahan Superplasticizer antara 0,9%-1,14% terhadap berat semen berpengaruh pada peningkatan nilai slump antara 80-240 mm dan dapat meningkatkan workabilitas, kuat tekan yang dihasilkan mencapai 60-100 MPa atau setara dengan 600-1000 kg/cm2.


(31)

2. Armeyn, (2006)

Armeyn menyatakan dalam penelitiannya bahwa Untuk mutu beton K425, kuat tekan karakteristik maksimum terdapat pada persentase faktor air semen 32,5% dengan umur proses pengerasan 28 hari yaitu sebesar 510 kg/cm2 , dan untuk mutu beton K500, kuat tekan beton karakteristik maksimum terdapat pada persentase faktor air semen 32,5% dengan umur proses pengerasan 28 hari yaitu sebesar 588,16 kg/cm2, dengan memakai bahan additive yaitu tricossal BV 80 sebanyak 0,3%.

3. Wisnumurti, Ristinah dan Yeanette Andita Puteri, (2007)

Wisnumurti, Ristinah dan Yeanette Andita Puteri menyatakan dalam penelitiannya bahwa terdapat pengaruh penambahan Akselerator Megaset Merah di bawah dosis optimal dan umur pengujian beton terhadap penurunan kuat tekan beton. Bahwa penggunaan Akselerator Megaset Merah di bawah dosis optimal tidak bisa dijadikan acuan bahwa pada umur 7 hari akan memperoleh kekuatan tekan yang akan sebanding dengan 28 hari.


(32)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Semen yang digunakan pada penelitian ini ialah semen PCC merek Holcim, didapatkan dari toko bahan bangunan dalam kondisi baik, dalam zak dengan satuan 50 kg/zak.

2. Agregat kasar yang digunakan berupa batu pecah (split) berasal dari PT. Sumber Batu Berkah yang merupakan hasil produksi stone crusher, dengan ukuran agregat maksimum 12,5 mm.

3. Agregat halus yang digunakan pasir yang digunakan berasal dari Way Seputih, daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah.

4. Bahan tambah yang digunakan adalah Naptha 7055.

5. Air yang digunakan berasal dari instalasi air bersih Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Universitas Lampung.

B. Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : 1. Satu set saringan

Alat ini digunakan untuk mengukur gradasi agregat sehingga dapat ditentukan nilai modulus kehalusan butir agregat. Saringan yang dipakai


(33)

dengan diameter berturut-turut 19 mm, 9,5 mm, 4,75 mm, 2,36 mm, 1,18 mm, 0,60 mm, 0,30 mm, 0,15 mm yang dilengkapi dengan tutup (pan). 2. Timbangan

Timbangan berkapasitas 12 kg dengan ketelitian pembacaan 1 gram digunakan untuk mengukur berat bahan campuran beton dan berat benda uji silinder.

3. Oven

Alat ini digunakan untuk mengeringkan bahan-bahan pada saat pengujian material yang membutuhkan kondisi kering.

4. Vibrator

Alat penggetar yang digunakan untuk memadatkan beton saat proses pencetakan.

5. Piknometer

Alat ini digunakan untuk mengukur berat jenis pasir. 6. Kerucut Abrams

Kerucut Abrams beserta tilam pelat baja dan tongkat besi digunakan untuk mengukur workability adukan dengan percobaan Slump Test. 7. Palu karet

Alat ini digunakan dalam proses pemadatan beton. 8. Cetakan silinder

Cetakan beton silinder dengan ukuran diameter 10 cm dan tinggi 20 cm, digunakan untuk mencetak benda uji pengujian kuat tekan.

9. Mesin pengaduk beton (Concrete Mixer)


(34)

10. Mesin uji tekan

Alat ini digunakan untuk menguji kuat tekan beton . Dalam penelitian ini akan dipakai Compression Testing Machine (CTM).

11. Alat bantu

Selama proses pembuatan benda uji digunakan beberapa alat bantu diantaranya adalah sendok semen, mistar, ember, dan gayung.

C. Variabel Penelitian

Pada penelitian ini jenis beton yang diteliti ialah jenis beton mutu tinggi, selain itu dilakukan pengujian kuat tekan beton pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari. Perencanaan campuran beton (mix design) dilakukan dengan menggunakan metode ACI 211-4R-93. Adapun variabel penelitian pada tiap pengujian seperti tercantum pada Tabel 4.

Tabel 4. Variabel penelitian

Kode Sampel

Macam Pengujian, Umur Silinder Beton, dan Jumlah Benda Uji

Zat Additive (%)

Uji Kuat Tekan

7 hari 14 hari 28 hari

A 1,2 5 5 5

B 1,4 5 5 5

C 1,6 5 5 5

D 1,8 5 5 5

Persentase kadar zat additive yang digunakan dalam penelitian ini didapat dari ketentuan yang disarankan pada kemasan Naptha 7055 yaitu 0,8% - 2% terhadap berat semen.


(35)

D. Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan Konstruksi, Fakultas Teknik, Universitas Lampung, Bandar Lampung. Penelitian ini dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu : pengadaan bahan material, pemeriksaan bahan beton mutu tinggi, pembuatan beton, perawatan (curring) serta pemeliharaan beton, pelaksanaan pengujian benda uji, dan analisis hasil penelitian.

Adapun langkah-langkah pelaksanaan penelitian adalah : 1. Pengadaan Bahan dan Peralatan

Sebelum penelitian mulai dilakukan, maka bahan dan peralatan yang akan digunakan dipersiapkan terlebih dahulu. Bahan-bahan beton adalah semen, batu pecah (split), pasir, bahan tambah jenis Naptha 7055 dan air dari instalasi air bersih laboratorium. Setelah bahan-bahan tersebut tersedia, maka dilakukan pengujian material.

2. Pemeriksaan Material yang Digunakan

Sebelum bahan-bahan penyusun beton dicampur menjadi satu, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan bahan agar dapat dihasilkan beton mutu tinggi yang sesuai dengan perencanaan. Pemeriksaan serta pengujian terhadap bahan beton terdiri dari :

a. Agregat Kasar (Batu Pecah/split)

Pemeriksaan terhadap agregat kasar dilakukan secara visual serta dilakukan uji, sebagai berikut :

1) Pemeriksaan berat jenis (ASTM C-127) 2) Pemeriksaan kadar air (ASTM C-556)


(36)

3) Analisis saringan atau gradasi agregat kasar (ASTM C 33), untuk mengetahui distribusi butiran (gradasi) agregat kasar menggunakan saringan.

4) berat volume agregat kasar (ASTM C 29), untuk mengetahui berat volume kondisi SSD (Saturated Surface Dry)

b. Agregat halus (Pasir)

Hal-hal yang dapat dilakukan dalam pemeriksaan agregat halus yaitu : 1) Pemeriksaan visual, seperti pasir harus terdiri dari butir-butir tajam

dan keras yang bersifat kekal, artinya tidak pecah atau hancur oleh pengaruh cuaca.

2) Pengujian agregat halus, antara lain :

a) Kandungan zat organik dalam pasir (ASTM C 40-92). b) Berat jenis dan penyerapan agregat halus (ASTM C 128-98). c) Kadar air (ASTM C 566-78).

d) Kadar lumpur (ASTM C 117-80).

e) Analisis saringan atau gradasi agregat halus (ASTM C 33-93). f) Berat volume agregat halus (ASTM C 29).

c. Semen

Pemeriksaan terhadap semen dilakukan dengan cara visual yaitu semen dalam keadaan tertutup rapat dan setelah dibuka tidak ada gumpalan serta butirannya halus.


(37)

d. Air

Pemeriksaan terhadap air dilakukan secara visual yaitu air harus bersih, tidak mengandung lumpur, minyak dan garam sesuai dengan persyaratan.

e. Bahan Tambah

Pemeriksaan terhadap bahan tambah jenis sika juga dilakukan secara visual.

3. Pembuatan Beton

Adapun langkah-langkah pembuatan beton, yaitu : a. Persiapan bahan beton

Adapun persiapan yang dilakukan antara lain :

1) Menimbang bahan-bahan beton yaitu semen, agregat kasar, agregat halus, bahan tambah jenis Naptha 7055 dan air dengan berat yang telah ditentukan dalam perencanaan campuran beton. Agregat kasar diayak terlebih dahulu dengan menggunakan ayakan diameter berturut-turut 12,5 mm, 9,5 mm, dan 4,75 mm.

2) Mempersiapkan cetakan silinder beton dan peralatan lain yang dibutuhkan.

b. Pengadukan campuran beton

Pembuatan benda uji dibuat berdasarkan perhitungan proporsi campuran dari hasil rancangan campuran beton (mix design). Pembuatan benda uji dilakukan untuk menentukan kuat tekan. Bahan pengisi (agregat), bahan ikat (semen portland) dicampur dalam komposisi yang direncanakan dalam keadaan kering. Langkah ini


(38)

dilakukan agar pencampuran antara bahan-bahan tersebut dapat lebih homogen, sehingga diharapkan hasil yang diperoleh maksimal. Dilanjutkan dengan memasukkan air dan bahan tambah jenis Naptha 7055 yang dibutuhkan ke dalam campuran. Pengadukan dilakukan sebanyak dua kali untuk setiap macam campuran dan setiap pengadukan dilakukan pemeriksaan.

c. Pencetakan beton

Setelah pengadonan selesai dilakukan pencetakan dengan cara memasukkan adonan beton ke dalam cetakan silinder dengan dibagi ke dalam tiga lapisan masing-masing setinggi 1/3 tinggi cetakan, kemudian dilakukan pemadatan untuk setiap lapisan dengan menggunakan vibrator, setelah itu memukul mukul cetakan beton dengan palu karet yang bertujuan untuk mengeluarkan udara-udara yang terperangkap dalam adonan beton sehingga beton akan lebih padat. Setelah selesai dicetak dan dipadatkan, beton dibiarkan selama ± 24 jam dan cetakan dapat dibuka. Setelah itu, beton diberi kode sampel, lalu diletakkan di ruang perawatan.

Gambar 1. Sampel beton setelah dicetak Diameter 10 cm dan Tinggi 20 cm


(39)

d. Perawatan serta pemeliharaan

Perawatan beton dilakukan sesuai dengan waktu rencana pengujian beton, dengan direndam di dalam air selama masa perawatan. Hal ini dimaksudkan untuk memperlambat proses penguapan air yang ada di dalam beton, sehingga semen dapat berhidrasi dengan sempurna.

4. Pengujian Kuat Tekan Beton (Compresive Strength)

Sebelum pengujian kuat tekan dimulai, maka dilakukan penimbangan sampel beton yang akan diuji dan mencatat hasilnya. Setelah ditimbang dilakukan pelapisan permukaan sampel beton dengan belerang agar permukaan sampel beton rata saat dilakukan pengujian kuat tekan beton. Setelah itu, dilanjutkan dengan pengujian kuat tekan beton.

Pengujian kuat tekan beton dilakukan terhadap benda uji silinder dengan menggunakan mesin uji kuat tekan Compression Testing Machine. Pengujian kuat tekan beton dilakukan setelah beton mencapai umur 7 hari, 14 hari, dan 28 hari. Pertama-tama mengambil benda uji beton dalam satu komposisi pencampuran yang sama sebanyak lima buah, lalu di uji satu per satu dengan cara meletakkannya pada mesin uji tekan secara sentris kemudian menjalankan mesin uji dengan kecepatan penambahan beban yang konstan berkisar antara 2 sampai 4 kg/cm2 per detik. Lakukan pembacaan pembebanan pada kondisi beton hancur (dalam satuan ton atau kN). Hasil kuat tekan benda uji dicatat saat jarum penunjuk kuat tekan mencapai nilai tertinggi. Ulangi langkah-langkah tersebut untuk berbagai komposisi pencampuran hingga selesai.


(40)

Berikut ini adalah cara untuk mencari besarnya kuat tekan, yaitu dengan rumus :

F’c = P/A ... (2) Dimana:

F’c = Kuat tekan beton (MPa) P = beban maksimum (N) A = luas permukaan (mm2)


(41)

E. Analisis Hasil Penelitian

Analisis hasil dari penelitian ini dilakukan dengan cara :

1. Menghitung kuat tekan beton dengan menggunakan Persamaan (1) dan disajikan dalam bentuk tabel.

2. Mengetahui pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap hubungan kuat tekan beton dengan komposisi material bahan tambah jenis Naptha 7055 yang bervariasi dan disajikan dalam bentuk grafik.

3. Mengetahui pengaruh dari variabel yang digunakan terhadap hubungan besarnya slump yang terjadi dengan komposisi material bahan tambah jenis Naptha 7055 yang bervariasi dan disajikan dalam bentuk grafik.


(42)

F. Bagan Alir Penelitian

Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Material

- Uji berat jenis - Uji kadar air - Gradasi - Berat Volume

- Kandunganzat organik - Uji berat jenis

- Uji kadar air - Kandungan lumpur - Gradasi

- Berat volume

Perencanaan campuran beton (mix design) menggunakan metode ACI. Dengan presentasi Zat Additive 1,2%, 1,4%, 1,6%, dan 1,8%.

Pengecoran Perawatan

Uji kuat tekan pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari

Selesai Semen PCC

Merek Holcim

Batu Pecah (split)

dari PT. SBB Pasir yang berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah

Zat Additive Naptha

7055


(43)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kebutuhan material yang dibutuhkan untuk kuat tekan beton 60 MPa (belum termasuk zat additive) adalah :

 Semen = 663 kg/m3  Agregat halus = 653 kg/m3  Agregat kasar = 882 kg/m3  Air = 184 kg/m3

2. Naptha 7055 optimum digunakan pada beton dengan kadar 1,4% terhadap berat semen. Dengan campuran Naptha 7055 menghasilkan kuat tekan beton 68,72 MPa pada umur 28 hari.

3. Kadar zat additive 1,2%, 1,6%, dan 1,8% menghasilkan kuat tekan dibawah kuat tekan rencana. Hal ini disebabkan penggunaan zat additive kadar 1,2% terlalu sedikit dan berpengaruh pada nilai slump yang kecil, sedangkan kadar 1,6% dan 1,8% terlalu banyak sehingga mempengaruhi kuat tekan beton dan menyebabkan kuat tekan menjadi turun.


(44)

4. Semakin tinggi penggunaan kadar zat additive, maka semakin tinggi pula nilai slump yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai slump akan membuat pekerjaan beton semakin mudah namun tidak membuat kuat tekan beton semakin tinggi pula.

5. Campuran beton yang menggunakan zat additive jenis Naptha 7055 masih dalam kondisi workability apabila adonan beton salalu dalam keadaan bergerak atau digetarkan hanya sampai 30 menit dari waktu pengikatan awal. Setelah 30 menit, adonan beton akan mengeras dan susah untuk dikerjakan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut :

1. Pada saat pembuatan benda uji, sebaiknya pelaksanaan pengecoran dilakukan satu kali adukan untuk setiap variasi agar tidak terjadi perbedaan kualitas dalam satu variasi campuran beton.

2. Sebaiknya penggunaan zat additive jenis Naptha 7055 digunakan untuk pembuatan beton precast dan tidak cocok digunakan untuk beton ready mix.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan zat additive yang berbeda namun dengan komposisi campuran beton yang sama bertujuan sebagai pembanding hasil uji slump dan kuat tekan.

4. Tahapan pada setiap pekerjaan penelitian harus dilakukan lebih teliti agar menghindari perbedaan yang besar seperti perbedaan berat volume.


(45)

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perilaku zat additive jenis Naptha 7055 dengan memperkecil jarak umur yang diamati agar dapat diketahui perilaku zat additive terhadap kuat tekan beton yang mengalami penurunan pada umur 7 hari menuju 14 hari.


(46)

DAFTAR PUSTAKA

ACI Commitee 211.4R-93. 1998. Guide for Selecting Proportions for High-Strengt Concrete with Portland Cement and Fly Ash

Annual Book of ASTM Standards Volume 04. 02. 1997. ”Concrete and Agregates

Anonim, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I.-2. Yayasan Lembaga Penyelidik Masalah Bangunan. Bandung.

Anonim, 1989. Standar Nasional Indonesia SK SNI S-04-1989-F “Spesifikasi

Bahan Bangunan Bagia A (Bahan Bangunan Bukan Logam)” Badan

Standarisasi Nasional. Bandung.

Anonim, 1990. Standar Nasional Indonesia T-15-1990-03 “Spesifikasi Bahan

Bangunan Bagia A (Bahan Bangunan Bukan Logam)” Badan Standarisasi

Nasional. Bandung.

Anonim, 1990. Standar Nasional Indonesia S-18-1990-03 “Spesifikasi Bahan

Tambahan Untuk Beton”. Yayasan Penyelidik Masalah Bangunan,

Bandung.

Anonim, 2000. Standar Nasional Indonesia 03-6468-2000 “Tata Cara Perhitungan Campuran Beton Berkekuatan Tinggi”. Yayasan Penyelidik Masalah Bangunan, Bandung.

Antono, A., 1982. Teknologi Beton, Diktat. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Armeyn, 2006. Hubungan Faktor Air Semen dan Lama Waktu Pengadukan dengan Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi,Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa.

Institut Teknologi Padang. Sumatera Barat.

Dipohusodo, I., 1994. Struktur Beton Bertulang. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hernando, F., 2009. Perencanaan Campuran Beton Mutu Tinggi Dengan Penambahan Superplasticizer Dan Pengaruh Penggantian Sebagian Semen Dengan Fly Ash, Tugas Akhir Jenjang S-1 FTSP UII. Yogyakarta. Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton. Andi Yogyakarta.


(47)

Tjokrodimulyo., K., 2007. Teknologi Beton. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Wisnumurti, dkk., 2007. Pengaruh Penggunaan Akselerator Megaset Merah Di Bawah Dosis Optimal Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Berbagai Variasi Umur Beton, Jurnal Rekayasa Sipil. Universitas Brawijaya. Malang.


(1)

Secara keseluruhan bagan alir metode penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Mulai

Studi Pustaka

Persiapan Material

- Uji berat jenis - Uji kadar air - Gradasi - Berat Volume

- Kandunganzat organik - Uji berat jenis

- Uji kadar air - Kandungan lumpur - Gradasi

- Berat volume

Perencanaan campuran beton (mix design) menggunakan metode ACI. Dengan presentasi Zat Additive 1,2%, 1,4%, 1,6%, dan 1,8%.

Pengecoran Perawatan

Uji kuat tekan pada umur 7 hari, 14 hari dan 28 hari

Selesai Semen PCC

Merek Holcim

Batu Pecah (split)

dari PT. SBB Pasir yang berasal dari daerah Gunung Sugih, Lampung Tengah

Zat Additive Naptha 7055


(2)

49

V. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah dikemukakan, dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Kebutuhan material yang dibutuhkan untuk kuat tekan beton 60 MPa (belum termasuk zat additive) adalah :

 Semen = 663 kg/m3  Agregat halus = 653 kg/m3  Agregat kasar = 882 kg/m3  Air = 184 kg/m3

2. Naptha 7055 optimum digunakan pada beton dengan kadar 1,4% terhadap berat semen. Dengan campuran Naptha 7055 menghasilkan kuat tekan beton 68,72 MPa pada umur 28 hari.

3. Kadar zat additive 1,2%, 1,6%, dan 1,8% menghasilkan kuat tekan dibawah kuat tekan rencana. Hal ini disebabkan penggunaan zat additive kadar 1,2% terlalu sedikit dan berpengaruh pada nilai slump yang kecil, sedangkan kadar 1,6% dan 1,8% terlalu banyak sehingga mempengaruhi kuat tekan beton dan menyebabkan kuat tekan menjadi turun.


(3)

nilai slump yang dihasilkan. Semakin tinggi nilai slump akan membuat pekerjaan beton semakin mudah namun tidak membuat kuat tekan beton semakin tinggi pula.

5. Campuran beton yang menggunakan zat additive jenis Naptha 7055 masih dalam kondisi workability apabila adonan beton salalu dalam keadaan bergerak atau digetarkan hanya sampai 30 menit dari waktu pengikatan awal. Setelah 30 menit, adonan beton akan mengeras dan susah untuk dikerjakan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, beberapa hal yang dapat disarankan adalah sebagai berikut :

1. Pada saat pembuatan benda uji, sebaiknya pelaksanaan pengecoran dilakukan satu kali adukan untuk setiap variasi agar tidak terjadi perbedaan kualitas dalam satu variasi campuran beton.

2. Sebaiknya penggunaan zat additive jenis Naptha 7055 digunakan untuk pembuatan beton precast dan tidak cocok digunakan untuk beton ready mix.

3. Perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan zat additive yang berbeda namun dengan komposisi campuran beton yang sama bertujuan sebagai pembanding hasil uji slump dan kuat tekan.

4. Tahapan pada setiap pekerjaan penelitian harus dilakukan lebih teliti agar menghindari perbedaan yang besar seperti perbedaan berat volume.


(4)

51

5. Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui perilaku zat additive jenis Naptha 7055 dengan memperkecil jarak umur yang diamati agar dapat diketahui perilaku zat additive terhadap kuat tekan beton yang mengalami penurunan pada umur 7 hari menuju 14 hari.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

ACI Commitee 211.4R-93. 1998. Guide for Selecting Proportions for High-Strengt Concrete with Portland Cement and Fly Ash

Annual Book of ASTM Standards Volume 04. 02. 1997. ”Concrete and Agregates

Anonim, 1971. Peraturan Beton Bertulang Indonesia N.I.-2. Yayasan Lembaga Penyelidik Masalah Bangunan. Bandung.

Anonim, 1989. Standar Nasional Indonesia SK SNI S-04-1989-F “Spesifikasi

Bahan Bangunan Bagia A (Bahan Bangunan Bukan Logam)” Badan

Standarisasi Nasional. Bandung.

Anonim, 1990. Standar Nasional Indonesia T-15-1990-03 “Spesifikasi Bahan

Bangunan Bagia A (Bahan Bangunan Bukan Logam)” Badan Standarisasi

Nasional. Bandung.

Anonim, 1990. Standar Nasional Indonesia S-18-1990-03 “Spesifikasi Bahan

Tambahan Untuk Beton”. Yayasan Penyelidik Masalah Bangunan,

Bandung.

Anonim, 2000. Standar Nasional Indonesia 03-6468-2000 “Tata Cara Perhitungan Campuran Beton Berkekuatan Tinggi”. Yayasan Penyelidik Masalah Bangunan, Bandung.

Antono, A., 1982. Teknologi Beton, Diktat. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Armeyn, 2006. Hubungan Faktor Air Semen dan Lama Waktu Pengadukan dengan Kuat Tekan Beton Mutu Tinggi,Jurnal Ilmiah Poli Rekayasa.

Institut Teknologi Padang. Sumatera Barat.

Dipohusodo, I., 1994. Struktur Beton Bertulang. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Hernando, F., 2009. Perencanaan Campuran Beton Mutu Tinggi Dengan Penambahan Superplasticizer Dan Pengaruh Penggantian Sebagian Semen Dengan Fly Ash, Tugas Akhir Jenjang S-1 FTSP UII. Yogyakarta. Mulyono, T., 2003. Teknologi Beton. Andi Yogyakarta.


(6)

Richard, G., dkk. 1996. Effect Of Superplasticizer Dosage On Mechanical Properties, Permeability And Freeze Thaw Durability Of High Strengh Concrete With And Without Silica Fume, ACI Material Jurnal, Marc-April. Tjokrodimulyo., K., 2007. Teknologi Beton. Jurusan Teknik Sipil

Fakultas Teknik UGM, Yogyakarta.

Wisnumurti, dkk., 2007. Pengaruh Penggunaan Akselerator Megaset Merah Di Bawah Dosis Optimal Terhadap Kuat Tekan Beton Dengan Berbagai Variasi Umur Beton, Jurnal Rekayasa Sipil. Universitas Brawijaya. Malang.