PENGARUH PUTARAN DAN KECEPATAN TOOL TERHADAP SIFAT pMEKANIK PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING ALUMINIUM 5052

(1)

ABSTRACT

THE INFLUENCE OF ROTATION AND SPEED TOOL TO MECHANICT ASPECT ON WELDING THE FRICTION STIR WELDING ALUMINUM

5052 By

MUHAMMAD IQBAL

Aluminium is one metal which has good resistance to corrosion, it is due to the phenomenon of passivation, in addition to its corrosion. Resistant, aluminium also has a lighter weight than steel so it is often used as a boat building material especially on the deck, superstructure insulation, fuel and fresh water tanks. Welding is process of splicing among two or more metal parts using heat energy generally aluminium welding using fusion processes such as Metal Inert Gas or Tungsten Inert Gas, but on those methods, there may be the formation of defects such as porosity, cracks and prone to deformation during the cooling process and the formation of the weld metal the purpose of the study was to determine the effect of tool rotation and welding speed to the mechanical properties of aluminium 5052 with Friction Stir Welding method.

Welding process parameters are carried out in this study is a tool Rotation speed and welding. There are two tool rotations used i.e. 1800 rpm and 1100 rpm. Welding speed also used two variations which are 11,4 mm/min and 19,8 mm/min. The Mechanical testing conducted there were three test, namely testing the hardness, impact test, and tensile testing.

The Research showed tahat rotation tool and welding speed greatly effects the mechanical properties of aluminium that has been welded because the tool that sping faster will increase the tensile strength of aluminium, while the small welding speeds increases the hardnes of aluminium that has been welded.


(2)

ABSTRAK

PENGARUH PUTARAN DAN KECEPATAN TOOL TERHADAP SIFAT pMEKANIK PADA PENGELASAN FRICTION STIR WELDING

ALUMINIUM 5052 Oleh

MUHAMMAD IQBAL

Aluminium adalah salah satu logam yang memiliki sifat resistensi yang baik terhadap korosi, hal ini disebabkan karena terjadinya fenomena pasivasi. Selain sifatnya yang tahan korosi, aluminium juga memiliki berat yang lebih ringan dibandingkan dengan baja, sehingga aluminium sering digunakan sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan kapal, terutama pada geladak bangunan atas, sekat, tangki bahan bakar dan tangki air tawar.

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Pada umumnya pengelasan aluminium menggunakan proses fusion welding seperti Metal Inert Gas maupun Tungsten

Inert Gas, namun pada kedua metode tersebut terdapat kemungkinan terbentuknya

cacat berupa porositas, retak dan rawan terjadi deformasi selama proses pendinginan dan pembentukan logam las. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh putaran tool dan kecepatan pengelasan terhadap sifat-sifat mekanik Aluminium 5052 dengan metode friction stir welding.

Parameter proses pengelasan yang dilakukan pada penelitian ini adalah putaran

tool dan kecepatan pengelasan. Putaran tool yang digunakan ada dua, yaitu 1800 rpm dan 1100 rpm. Kecepatan pengelasan yang digunakan juga ada dua variasi, yaitu 11,4 mm/mnt dan 19,8 mm/mnt. Adapun pengujian mekanik yang dilakukan ada tiga, yaitu pengujian kekerasan, pengujian impact, dan pengujian tarik.

Hasil dari penelitian ini adalah ditemukan bahwa putaran tool dan kecepatan pengelasan sangat memengaruhi sifat-sifat mekanik aluminium yang telah dilas. Karena tool yang berputar lebih cepat akan meningkatkan kekuatan tarik aluminium, sedangkan kecepatan pengelasan yang kecil akan meningkatkan kekerasan aluminium yang telah dilas.


(3)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Aluminium adalah salah satu logam yang memiliki sifat resistensi yang baik terhadap korosi, hal ini disebabkan karena terjadinya fenomena pasivasi. fenomena pasivasi adalah terbentuknya lapisan aluminium oksida ketika aluminium terpapar dengan udara bebas, lapisan oksida ini yang mencegah terjadinya oksidasi lebih lanjut (Amanto & Daryanto, 2006). Selain sifatnya yang tahan korosi, aluminium juga memiliki berat yang lebih ringan dibandingkan dengan baja, sehingga aluminium sering digunakan sebagai salah satu bahan yang digunakan dalam pembuatan kapal, terutama pada geladak bangunan atas, sekat, tangki bahan bakar dan tangki air tawar.

Saat ini aluminium sering digunakan dalam proses membuat kendaraan seperti mobil, pesawat terbang, dan kapal laut. Sehingga untuk menyatukan aluminium perlu suatu proses pengelasan. Pada umumnya pengelasan aluminium menggunakan proses fusion welding seperti MIG (Metal Inert Gas) maupun TIG (Tungsten Inert Gas), namun pada kedua metode tersebut terdapat kemungkinan terbentuknya cacat berupa porositas, retak (crack) dan rawan terjadi deformasi selama proses pendinginan dan pembentukan


(4)

logam las. Selain itu terdapat juga kekurangan pada proses TIG dan MIG, yaitu terdapat asap yang berbahaya bagi kesehatan. Sehingga untuk mengatasi kekurangan proses TIG dan MIG pada pengelasan aluminium, digunakan alternatif lain yaitu dengan metode friction stir welding (Leonard & Lockyer, 2003).

Adapun prinsip kerja Friction Stir Welding (FSW) adalah memanfaatkan gesekan dari benda kerja yang berputar dengan benda kerja lain yang diam sehingga mampu melelehkan benda kerja yang diam tersebut dan akhirnya tersambung menjadi satu. Beberapa contoh pengelasan jenis ini adalah pembuatan bodi mobil, sayap ataupun bodi pesawat terbang serta peralatan memasak (Thomas, 1991).

Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan (Jarot Wijayanto & Agdha Anelis, 2010) yaitu pada Aluminium 6110 bahwa pengelasan dapat dilakukan dengan baik dan hasil pengelasan menghasilkan permukaan yang halus dan bersih. Namun nilai kekerasan pada daerah pengelasan mengalami penurunan dibandingkan material induk logam las, begitu juga terhadap nilai tegangan tarik dan regangannya yang ikut mengalami penurunan hal ini dikarenakan perubahan stuktur mikro pada daerah lasnya.

Masalah yang sering terjadi pada Friction Stir Welding (FSW) adalah suhu terlalu tinggi atau terlalu rendah pada stir zone. Karena bila panas yang berlebihan akan merugikan sifat akhir lasan karena perubahan karakteristik


(5)

logam dasar material. Namun Jika material tidak cukup panas maka arus pelunakan tidak akan optimal sehingga dimungkinkan akan terjadi cacat rongga atau cacat lain pada stir zone. Oleh sebab itu dalam menentukan parameter harus benar-benar cermat, input panas harus cukup tinggi tetapi tidak terlalu tinggi untuk memjamin plastisitas material serta untuk mencegah timbulnya sifat-sifat las yang merugikan (Wijayanto & Anelis, 2010).

Oleh karena itu pada saat pengelasan kita harus bener-benar memperhatikan

tool geometry, parameter proses, temperatur dan benda kerja yang digunakan.

Agar pada daerah pengaruh panas (HAZ) tidak terjadi perubahan sifat mekanik yang drastis dibanding logam induknya, namun pada daerah HAZ pasti struktur mikronya akan berbeda dibanding logam induknya, hal ini karena panas yang terjadi pada saat pengelasan (Taban, 2007).

B. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh putaran tool dan kecepatan pengelasan terhadap sifat-sifat mekanis Aluminium 5052 dengan metode friction stir welding.

C. Batasan Masalah

Adapun batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengelasan hanya pada material satu jenis yaitu plat aluminium 5052. Dengan proses pengelasan frictiom stir welding yang dilakukan pada temperatur kamar dan dengan ukuran tool pada setiap pengelasan sama.


(6)

2. Pengujian yang dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis meliputi pengujian tarik, pengujian kekerasan Rockwell dan pengujian Impact.

D. Hipotesis

Pengelasan Friction Stir Welding (FSW) yang dilakukan menggunakan putaran tool yang tinggi akan menghasilkan permukaan lasan yang halus dan memiliki sifat-sifat mekanik yang lebih baik dibandingkan dengan putaran tool yang rendah. Karena semakin cepat putaran tool maka permukan plat yang dilas akan semakin halus, dan setiap variasi putaran tool akan menghasilkan sifat mekanik yang berbeda.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dari penelitian yang dilakukan dimulai dari Pendahuluan, dimana bab ini berisikan latar belakang, tujuan, batasan masalah, dan sistematika penulisan dari penelitian yang dilakukan. Kedua yaitu tinjauan pustaka, bab ini memuat landasan teori dan parameter-parameter yang berhubungan dengan penelitian, yaitu tentang pengelasan, pengelasan FSW, aluminium, dan pengujian sifat mekananik logam.

Ketiga metodologi penelitan, dimana bab ini berisikan tentang waktu dan tempat penelitian, alat dan material yang akan digunakan dalam penelitian, prosedur penelitian dan pengujian, serta alur penelitian. Keempat hasil dan pembahasan, yang berisikan hasil dan data dari penenlitian yang telah dilakukan, serta membahas pengaruh setiap variasi terhadap kekuatan tarik,


(7)

nilai kekerasan dan kekutan impact spesimen yang telah dilas dari hasil-hasil yang diperoleh pada perhitungan dan pengujian.

Kelima kesimpulan dan saran, bab ini berisikan hal-hal yang dapat disimpulkan dan saran-saran yang ingin disampaikan dari pelaksanaan pengelasan yang telah dilakukan dan pembahasan pengujian. Berikutnya daftar pustaka, dimana berisikan referensi yang digunakan dalam pengujian. Terakhir lampiran, bagian ini berisikan data-data yang mendukung atau hal-hal lain yang dirasa perlu.


(8)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengelasan

Pengelasan adalah proses penyambungan antara dua bagian logam atau lebih dengan menggunakan energi panas. Menurut Deustche Industry

Normen(DIN), pengelasan adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam

paduan yang terjadi dalam keadaan lumer atau cair, dengan kata lain pengelasan adalah penyambungan setempat dari dua logam dengan mengguanakan energi panas. Pengelasan merupakan salah satu bagian yang tak terpisahkan dari proses manufaktur. Pengelasan adalah salah satu teknik penyambungan logam dengan cara mencairkan sebagian logam induk dan logam pengisi dengan atau tanpa tekanan dan dengan atau tanpa logam tambahan dan menghasilkan sambungan yang kontinu (Wiryosumarto, 1996).

Jenis- Jenis Pengelasan:

1. Pengelasan Cair

1.1.Las Busur Listrik (Electric Arc Welding) a. Las Flash Butt (Flash Butt Welding)

Flash butt merupakan metode pengelasan yang dilakukan dengan

menggabungkan antara loncatan elektron dengan tekanan, di mana benda kerja yang dilas dipanasi dengan energi loncatan elektron


(9)

kemudian ditekan dengan alat sehingga bahan yang dilas menyatu dengan baik.

b. Las Elektroda Terumpan (Consumable Electrode)

Consumable electrode (elektroda terumpan) adalah pengelasan

dimana elektroda las juga berfungsi sebagai bahan tambah. Las elektroda terumpan terdiri dari:

 Las MIG (Metal Inert Gas)

Las MIG atau las busur listrik adalah pengelasan dimana panas yang ditimbulkan oleh busur listrik antara ujung elektroda dan bahan dasar, karena adanya arus listrik dan menggunakan elektrodanya berupa gulungan kawat yang berbentuk rol yang gerakannya diatur oleh pasangan roda gigi yang digerakkan oleh motor listrik.

 Las Listrik (Shielded Metal Arc Welding/SMAW)

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) adalah proses pengelasan dengan mencairkan material dasar yang menggunakan panas dari listrik melalui ujung elektroda dengan pelindung berupa fluks atau slag yang ikut mencair ketika pengelasan.

 Las Busur Terpendam (Submerged Arc Welding/SAW)

Prinsip dasar pengelasan ini adalah menggunakan arus listrik untuk menghasilkan busur (Arc) sehingga dapat melelehkan kawat pengisi lasan (filler wire), dalam pengelasan SAW ini cairan logam lasan terendam dalam fluks yang melindunginya dari kontaminasi udara, yang kemudian fluks tersebut akan


(10)

membentuk terak las (slag) yang cukup kuat untuk melindungi logam lasan hingga membeku.

c. Las Elektroda Tak Terumpan (Non Consumable Electrode)

Non consumable electrode adalah pengelasan dengan

menggunakan elektroda, di mana elektroda tersebut tidak berfungsi sebagai bahan tambah. Elektroda hanya berfungsi sebagai pembangkit nyala listrik.

1.2. Las Tahanan (Resistance Welding) a. Las Titik (Spot Welding)

Pengelasan dilakukan dengan mengaliri benda kerja dengan arus listrik melalui elektroda, karena terjadi hambatan diantara kedua bahan yang disambung, maka timbul panas yang dapat melelehkan permukaan bahan dan dengan tekanan akan terjadi sambungan. b. Las Kelim ( Seam Welding)

Ditinjau dari prinsip kerjanya, las kelim sama dengan las titik, yang berbeda adalah bentuk elektrodanya. Elektroda las kelim berbentuk silinder.

c. Las Gas atau Las Karbit (Oxy-acetylene welding / OAW)

Pengelasan dengan oksi - asetilin adalah proses pengelasan secara manual dengan pemanasan permukaan logam yang akan dilas atau disambung sampai mencair oleh nyala gas asetilin melalui pembakaran C2H2 dengan gas O2 dengan atau tanpa logam pengisi.


(11)

d. Las Sinar Laser

Pengelasan sinar laser adalah pengelasan yang memanfaaatkan gelombang cahaya sinar laser yang dialirkan lurus kedepan tanpa penyebaran terhadap benda kerja sehingga menghasilkan panas dan melelehkan logam yang akan dilas.

e. Las Sinar Elektron

Prinsip kerjanya adalah adanya energi panas didapat dari energi sebuah elektron yang di tumbukkan pada benda kerja, elektron yang dipancarkan oleh katoda ke anoda difokuskan oleh lensa elektrik ke sistim defleksi. Sistim defleksi meneruskan sinar elektron yang sudah fokus ke benda kerja. Sinar yang sudah fokus tersebut digunakan untuk melakukan pengelasan benda kerja.

2. Pengelasan Padat 2.1. Friction Stir Welding

Friction stir welding merupakan proses penyambungan logam dengan

memanfaatkan energi panas yang diakibatkan karena adanya gesekan dari dua material.

2.2. Cold Welding

Pengelasan dingin (Cold welding) adalah pengelasan yang dilakukan dalam keadaan dingin. Yang dimaksud dingin di sini, bukan berarti tidak ada panas, panas dapat saja terjadi dari proses tersebut, namun tidak melebihi suhu rekristalisasi logam yang dilas. Cold Welding terdiri dari :


(12)

a. Las Ultrasonik (Ultrasonic Welding / UW)

Las ultrasonik adalah proses penyambungan padat untuk logam-logam yang sejenis, maupun logam-logam-logam-logam berlainan jenis, dimana secara umum bentuk sambungannya adalah sambungan tindih. Energi getaran berfrekwensi tinggi mengenai daerah lasan dengan arah paralel dengan permukaan sambungan. Tegangan geser osilasi pada permukaan lasan yang terjadi akibat pengaplikasian gaya akan merusak dan merobek lapisan oksida yang ada di kedua permukaan logam induk yang akan dilas.

b. Las Ledakan ( Explosive Welding / EW)

Las ledakan atau sering disebut las pembalutan (clading welding), merupakan proses las dimana dua permukaan dijadikan satu dibawah pengaruh tumbukan (impact force) disertai tekanan tinggi yang berasal dari ledakan (detonator) yang ditempatkan dekat dengan logam induk.

2.3. Las Tempa

Penyambungan logam dengan cara ini dilakukan dengan memanasi ujung logam yang akan disambung kemudian ditempa, maka terjadilah sambungan. Panas yang dibutuhkan sedikit di atas suhu rekristalisasi logam, sehingga logam masih dalam keadaan padat.

B. Friction Stir Welding (FSW)

FSW (friction stir welding) adalah sebuah metode pengelasan yang termasuk pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan penambah


(13)

atau pengisi. Panas yang digunakan untuk mencairkan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (tool) dengan benda yang diam (benda kerja). Tool berputar dengan kecepatan konstan disentuhkan ke material kerja yang telah dicekam. Gesekan antara kedua benda tersebut menimbulkan panas sampai ±80 % dari tititk cair material kerja dan selanjutnya tool ditekankan dan ditarik searah daerah yang akan dilas. Putaran dari tool bisa searah jarum jam atau berlawanan dengan arah jarum jam. Tool

yang digunakan pada pengelasan friction stir welding harus mempunyai titik cair dan kekerasan yang lebih dibandingkan denga material kerja, sehingga hasil lasan bisa baik. Pengelasan dengan menggunakan metode FSW bisa digunakan untuk menyambungkan material yang sama (similar metal) atau pun material yang tidak sama (dissimilar metal) seperti baja dengan baja tahan karat, alumunium dengan kuningan dan memungkinkan untuk mengelas kombinasi material lain yang tidak dapat di las dengan menggunakan metode pengelasan yang lain. Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari tool ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan.

Prinsip Friction Stir Welding yang ditunjukkan pada Gambar 1 dengan gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses

friction stir welding, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang

akan disatukan. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan


(14)

setempat yang mampu melunakkan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap (parameter1) dan bergerak melintang (parameter 2) pada jalur pengelasan (joint line) dari material yang akan di satukan. Parameter pengelasan yang dilakukan harus disesuaikan sedemikian rupa, sehingga pengurangan volume dari tool ketika terjadi gesekan dengan material kerja bisa diperkecil. Hal ini bertujuan untuk menjaga masukan panas yang konstan sepanjang pengelasan.

Gambar 2.1. Prinsip friction stir welding (Www.ESAB.Com)


(15)

Parameter Pengelasan

Berikut ini adalah parameter atau batasan-batasan dalam pengelasan friction

stir welding (FSW), yaitu:

1. Kecepatan rotasi (rpm)

Kecepatan putaran probe yang tinggi (> 10000 rpm) dapat meningkatkan strain rate dan dapat mempengaruhi proses rekristalisasi. Putaran yang tinggi menghasilkan temperature yang tinggi dan tingkat pendinginan yang lambat pada FSW.

2. Kecepatan pengelasan (mm/s)

Kecepatan pengelasan memiliki peranan vital dalam menghasilkan sambungan las yang baik. Kekuatan tarik maksimum dari Al 5052 dapat berkurang secara signifikan apabila kecepatan pengelasan dinaikkan. Dengan kecepatan pengelasan yang rendah akan menghasilkan sambungan dengan kuat tarik yang tinggi. Tetapi jika kecepatan pengelasan terlalu tinggi dari batas yang ditentukan maka akan timbul banyak cacat las.

3. Kekuatan Aksial (KN)

Tekanan tool adalah gaya tekan tool ke dalam alumunium. Pada tugas akhir ini, gaya tekan ini digantikan dengan tool depth plunge (mm) karena pengukuran kekuatan aksial sulit dilakukan dalam penelitian ini.

4. Alat Geometri

- D/d ratio of tool - Pin length (mm)


(16)

- Pin diameter, d (mm)

- Tool inclined angle (degrees)

Gambar 2.2. Tool FSW

Tabel 2.1. Komposisi kimia baja AISI 1045

Kode C % Si % Mn 5 Mo % P % S % AISI

1045

0,4-0,45

0,1-0,3

0,60-0,90

0,025 0,04 (maks)

0,05 (maks)

C. Kekuatan Tarik

Pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, pengujian dapat dilakukan dengan pengujian merusak dan pengujian tidak merusak. Pengujian merusak dapat dilakukan dengan uji mekanik untuk mengetahui kekuatan sambungan logam hasil pengelasan, yang salah satunya dapat dilakukan suatu uji tarik yang telah distandarisasi.


(17)

Kekuatan tarik sambungan las sangat dipengaruhi oleh sifat logam induk, daerah HAZ, sifat logam las, dan geometri serta distribusi tegangan dalam sambungan (Wiryosumarto, 1996).

Untuk melaksanakan pengujian tarik dibutuhkan batang tarik. Batang tarik, dengan ukuran-ukuran yang dinormalisasikan, dibubut dari spesimen yang akan diuji. Uji tarik merupakan salah satu dari beberapa pengujian yang umum digunakan untuk mengetahui sifat mekanik dari satu material. Dalam bentuk yang sederhana, uji tarik dilakukan dengan menjepit kedua ujung spesimen uji tarik pada rangka beban uji tarik. Gaya tarik terhadap spesimen uji tarik diberikan oleh mesin uji tarik (Universal Testing Machine) yang menyebabkan terjadinya pemanjangan spesimen uji dan sampai terjadi patah. Dalam pengujian, spesimen uji dibebani dengan kenaikan beban sedikit demi sedikit hingga spesimen uji tersebut patah, kemudian sifat-sifat tarikannya dapat dihitung dengan persamaan :

Tegangan: σ = (kgf/mm2)……….………(1) Dimana: F = beban (kgf)

Ao = luas mula dari penampang batang uji (mm2)

Regangan: ε = x 100% ………...(2) Dimana: Lo = panjang mula dari batang uji (mm)

L = panjang batang uji yang dibebani (mm)

Hubungan antara tegangan dan regangan dapat dilihat dalam gambar 3. Titik P menunjukkan batas proporsi, dan titik E menunjukkan batas dimana bila beban diturunkan ke nol lagi tidak akan terjadi perpanjangan tetap pada


(18)

batang uji dan disebut batas elastik. Titik E sukar ditentukan dengan tepat karena itu biasanya ditentukan batas elastic dengan perpanjangan tetap sebesar 0,005% sampai 0,01%. Titik S1 disebut titik luluh atas dan titik S2 titik luluh bawah. Pada beberapa logam batas luluh ini tidak kelihatan dalam diagram tegangan-regangan, dan dalam hal ini tegangan luluhnya ditentukan sebagai tegangan dengan regangan sebesar 0,2%. (Wiryosumarto, 1996)

Gambar 2.3.Kurva tegang-regang teknik (Wiryosumarto,1996)

Uji tarik suatu material dapat dilakukan dengan menggunakan universal

testing machine. Benda uji dijepit pada mesin uji tarik, kemudian beban

statik dinaikkan secara bertahap sampai spesimen putus. Besarnya beban dan pertambahan panjang dihubungkan langsung dengan plotter, sehingga diperoleh grafik tegangan (Kgf/mm2) dan regangan (%) yang memberikan informasi data berupa tegangan luluh (σys), tegangan ultimate (σult), modulus elastisitas bahan (E), ketangguhan dan keuletan sambungan las yang diuji tarik.


(19)

D. Kekerasan Rockwell

Proses pengujian kekerasan dapat diartikan sebagai kemampuan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Dengan kata lain, ketika gaya tertentu diberikan pada suatu benda uji yang mendapat pengaruh pembebanan, benda uji akan mengalami deformasi. Kita dapat menganalisis seberapa besar tingkat kekerasan dari bahan tersebut melalui besarnya beban yang diberikan terhadap luas bidang yang menerima pembebanan tersebut.

Kita harus mempertimbangkan kekuatan dari benda kerja ketika memilih bahan benda tersebut. Dengan pertimbangan itu, kita cenderung memilih bahan benda kerja yang memiliki tingkat kekerasan yang lebih tinggi. Alasannya, logam keras dianggap lebih kuat apabila dibandingkan dengan logam lunak. Meskipun demikian, logam yang keras biasanya cenderung lebih rapuh dan sebaliknya logam lunak cenderung lebih ulet dan elastis.

Pengujian kekerasan bahan logam bertujuan mengetahui angka kekerasan logam tersebut. Dengan kata lain, pengujian kekerasan ini bukan untuk melihat apakah bahan itu keras atau tidak, melainkan untuk mengetahui seberapa besar tingkat kekerasan logam tersebut. tingkat kekerasan logam berdasarkan pada standar satuan yang baku. Karena itu, prosedur pengujian kekerasan pun diatur dan diakui oleh standar industri di dunia sebagai satuan yang baku. Satuan yang baku itu disepakati melalui tiga metode pengujian kekerasan, yaitu penekanan, goresan, dan dinamik.


(20)

Metode Rockwell Berbeda dengan metode Brinell dan Vickers dimana kekerasan suatu bahan dinilai dari diameter atau diagonal jejak yang dihasilkan, maka metode Rockwell merupakan uji kekerasan dengan pembacaan langsung (direct-reading). Metode ini banyak dipakai karena pertimbangan yang praktis. Variasi dalam beban dan indetor yang digunakan membuat metode ini memiliki banyak macamnya (Davis, Troxell dan Wiskocil, 1955).

Metode yang paling umum dipakai adalah Rockwell B dengan referensi ASTM E 18 memakai indentor bola baja berdiameter 1/16 inci dan beban 150 kg dan Rockwell C memakai indentor intan dengan beban 150 kg. Sedangkan untuk bahan lunak menggunakan penetrator yang digunakan adalah bola Baja (Ball) yang kemudian dikenal dengan skala B dan untuk bahan yang keras penetrator yang digunakan adalah kerucut intan ( Cone ) dengan sudut pncak 120 0.

Walaupun demikian metode Rockwell lainnya juga biasa dipakai. Oleh karenanya skala kekerasan Rockwell suatu material harus dispesifikasikan dengan jelas. Contohnya 82 HRB, yang menyatakan material diukur dengan skala B. Indentor 1/16 inci dan beban 100 kg.


(21)

Tabel 2.2. Skala pada Metode Uji Kekerasan Rockwell (ASTM, 2004)

Scale Indentor F0(kgf) F1(kgf) F(kgf) E Jenis Material Uji

Warna A Diamond

cone

10 50 60 100 Exremely hard materials, tugsen carbides, dll

Hitam

B 1/16" steel ball

10 90 100 130 Medium hard materials, low dan medium carbon steels, kuningan, perunggu, dll

Merah

C Diamond cone

10 140 150 100 Hardened steels, hardened and tempered alloys

Hitam

D Diamond cone

10 90 100 100 Annealed kuningan dan tembaga

Hitam

E 1/8" steel ball

10 90 100 130 Berrylium copper,phosphor bronze, dll

Merah

F 1/16" steel ball

10 50 60 130 Alumunium sheet Merah G 1/16"

steel ball

10 140 150 130 Cast iron,

alumunium alloys

Merah H 1/8" steel

ball

10 50 60 130 Plastik dan soft metals seperti timah

Merah

K 1/8" steel ball

10 140 150 130 Sama dengan H scale

Merah L 1/4" steel

ball

10 50 60 130 Sama dengan H scale

Merah M 1/4" steel

ball

10 90 100 130 Sama dengan H scale

Merah P 1/4" steel

ball

10 140 150 130 Sama dengan H scale

Merah R 1/2" steel

ball

10 50 60 130 Sama dengan H scale

Merah S 1/2" steel

ball

10 90 100 130 Sama dengan H scale

Merah V 1/2" steel

ball

10 140 150 130 Sama dengan H scale


(22)

E. Impact

Menurut Dieter, George E (1988) uji impak digunakan dalam menentukan kecenderungan material untuk rapuh atau ulet berdasarkan sifat ketangguhannya. Uji ini akan mendeteksi perbedaan yang tidak diperoleh dari pengujian tegangan regangan. Hasil uji impak juga tidak dapat membaca secara langsung kondisi perpatahan batang uji, sebab tidak dapat mengukur komponen gaya-gaya tegangan tiga dimensi yang terjadi pada batang uji.

Sejumlah uji impak batang uji bertakik dengan berbagai desain telah dilakukan dalam menentukan perpatahan rapuh pada logam. Metode yang telah menjadi standar untuk uji impak ini ada 2, yaitu uji impak metode Charpy dan metode Izod. Metode charpy banyak digunakan di Amerika Serikat, sedangkan metode izod lebih sering digunakan di sebagian besar dataran Eropa. Batang uji metode charpy memiliki spesifikasi, luas penampang 10 mm x10 mm, takik berbentuk V dengan sudut 450, kedalaman takik 2 mm dengan radius pusat 0.25 mm. Batang uji charpy kemudian diletakkan horizontal pada batang penumpu dan diberi beban secara tiba-tiba di belakang sisi takik oleh pendulum berat berayun (kecepatan pembebanan ±5 m/s). Batang uji izod, lebih banyak dipergunakan saat ini, memiliki luas penampang berbeda dan takik berbentuk V yang lebih dekat pada ujung batang. Dua metode ini juga memiliki perbedaan pada proses pembebanan (Dieter, George E., 1988). Harga Impact dapat dihitung dengan pembagian antara energi yang diserap dengan luas permukakan spesimen yang diuji, sehingga diperoleh nilai harga impact sebagai berikut:

HI =


(23)

Dimana:

HI : Harga impact Esrp : Energi yang diserap A : Luas penampang l : Lebar spesimen t : Tinggi spesimen ttekik :Tinggi sudut takik

F. Aluminium

Aluminium adalah golongan dari jenis logam Non-Ferrous yang memiliki kelebihan tertentu dibandingkan logam lainnya yang dipergunakan dalam dunia industri, aluminium merupakan logam ringan, mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat-sifat baik lainya sebagai sifat logam, selain itu aluminium juga mempunyai sifat mampu bentuk (Wrought alloy) dimana paduan aluminium ini dapat dikerjakan atau diproses baik dalam pengerjaan dingin maupun pengerjaan panas(dengan peleburan). Karena sifat-sifat inilah maka banyak dilakuan penelitian untuk meningkatkan kekuatan mekaniknya, diantaranya dengan menambahkan unsur-unsur seperti : Cu,Mg, Si, Mn, Zn, Ni, dan sebagainya, baik dicampur secara satu persatu maupun secara bersama-sama, bahan-bahan tersebut juga memberikan sifat-sifat baik lainya seperti ketahanan korosi, ketahanan aus, koefisien pemuaian rendah. Material ini dipergunakan dalam bidang yang sangat luas, bukan saja untuk peralatan rumah tangga tetapi juga dipakai untuk keperluan material pesawat terbang, mobil, kapal laut, kontruksi dan


(24)

sebagainya, alumunium terbagi dalam dua jenis yaitu aluminium cetak atau cor (cast product) dan aluminium tempa (wrought product).

1. Sifat-sifat Aluminium

Aluminium memiliki beberapa sifat yang menguntungkan, sehingga alumunium banyak dipergunakan dalam dunia industri dan konstruksi berkekuatan menengah, adapun sifat-sifat aluminium tersebut, yaitu: 1.1.Ringan

Aluminium tergolong dalam jenis logam yang sangat ringan, beratnya jenisnya sekitar 2720 kg/m3, sehingga aluminium banyak dipergunakan dalam pembuatan alat-alat dan benda-benda yang membutuhkan berat ringan namun kekuatan yang baik seperti bodi mobil, pesawat, dan rangka konstruksi berkekuatan sedang.

1.2. Tahan Karat

Aluminium merupakan salah satu logam yang memiliki daya tahan terhadap korosi yang cukup baik, berbeda dengan beberapa logam lain mengalami pengikisan bila terkena oksigen, air atau bahan kimia lainnya. Namun reaksi kimia dapat menyebabkan korosi pada logam tersebut.

1.3. Hantar Listrik Yang Baik

Aluminium memiliki daya hantar listrik yang cukup baik yaitu, kurang lebih 65 % dari daya hantar tembaga. Disamping itu alumunium lebih liat sehingga lebih mudah diulur menjadi kawat (Devis, 1993).


(25)

2. Klasifikasi Aluminium

Aluminium diklasifikasikan dalam beberapa jenis golongan tergantung dari proses pencetakannya dan penggunaannya, karena aluminium jenis logam yang memiliki sifat mampu betuk yang baik, logam aluminium mampu mengganti logam lain seperti baja, tembaga, dan lainnya. Penggunaannya secara volumetrik telah melampaui konsumsi tembaga, timah, timbal, seng secara bersama-sama.

Aluminium merupakan bahan baku yang mudah diperoleh, mempunyai produksi yang unggul, sifat mekanik dan sifat fisik yang menguntungkan dan harga relatif murah. Aluminium merupakan logam ringan karena mempunyai berat jenis yang ringan. Selain itu dalam paduan aluminium juga ditambahkan beberapa paduan yang lain sesuai dengan penggunaan aluminium tersebut, sebagai penambah kekuatan mekaniknya yang sangat mengikat yaitu Cu, Mg, Si, Mn, Zn, Ni dan lainnya.

Dalam meningkatkan sifat mekanik aluminium terutama kekuatan tariknya dilakukan perpaduan dengan unsur Tembaga (Cu), Besi (Fe), Magnesium (Mg), Seng (Zn), Silikon (Si) sesuai dengan Aluminium Assosiation

paduan Al terdiri dari produk tempa (wrought)dan cor (cast), Klasifikasi produk tempa (Wrought) berdasarkan standar internasional (Surdia, 1991). 3. Pengaruh Unsur Paduan Terhadap Aluminium

Spesifikasi aluminium di dunia berbeda beda di setiap negara tergantung dari negara yang mengeluarkan standarisasi untuk jenis-jenis aluminium yang ada dinegara masing-masing, yang sangat terkenal dan sempurna adalah standar AA (Aluminium Assosciation) yang ada di Amerika,


(26)

didasarkan atas standar terdahulu. Paduan dengan unsur-unsur yang ditambahkan yaitu :

 Al-murni  Al-Cu  Al-Mn  Al-Si  Al-Mg  Al-Mg-Mn

3.1. Al-Murni

Aluminium murni merupakan alumunium dengan komposisi kemurnian aluminium dengan kadar kemurniannya mencapai 99.85 %, dan ada juga yang mencapai 99,999 %.

3.2. Al-Cu

Tembaga ditambahkan untuk meningkatkan kekuatan dalam paduan aluminium, jumlah paduanya dibatasi agar tidak mengurangi sifat mamputuangnya, biasanya 2-5% Cu di tambahkan untukmendapatkan sifat optimal baik untuk kekuatannya maupun keliatannya. Kandungan tembaga juga membrikan sifat ketahanan korosi dan keausan yang baik pada aluminium. Sedangkan untuk komposisi standarnya adalah Al-4%, Cu-0,5%. Paduan yang mengandung Cu mempunyai ketahanan korosi yang tinggi. Paduan tembaga biasanya dipakai pada aluminium yang dipergunakan untuk pembuatan bagian pesawat terbang.


(27)

3.3.Al-Mn

Unsur paaduan mangan dalam aluminium berfungsi untuk menambah kekuatan pada aluminium tersebut tanpa mengurangi sifat ketahanan korosinya. Kelarutan padat maksimum terjadi pada temperatur eutektik adalah 1,82% dan pada 500oC 0,36%, sedangkan pada temperatur biasa kelarutannya hamper 0%. Paduan Al-1,2%Mn dan Al-1,2% Mn-1,0% Mg dinamakan paduan 3003 dan 3004 yang dipergunakan sebagai paduan tahan korosi tanpa perlakuan panas. 3.4. Al-Si

Kandungan Si pada aluminium memberikan beberapa keuntungan seperti hasil permukaan yang baik. Paduan Al-Si sangat baik kecairannya tanpa kegetasan panas dan sangat baik untuk paduan coran (cast), sebagai bahan tambahan Si mempunyai ketahanan korosi yang baik, ringan, koefisien muaiyang kecil dan sebagai penghantar listrikyang baik juga panas koefisien pemuaian termalnya sangat rendah.

3.5. Al-Mg

Pengaruh Mg di dalam paduan Al-Mg mempunyai pengaruh yang hampir sama dengan pengaruh Cu di dalam paduan aluminium.

3.6. Al-Mg-Mn

Paduan Al-Mg-Mn ini mempunyai kekuatan yang kurang untuk bahan tempaan (wrought) dibandingkan dengan paduan lainya, tetapi sangat liat, sangat baik mampu bentuknya pada temperatur biasa, untuk proses ektrusi dan sebagainya. Jika sedikit Mg ditambahkan kepada Al


(28)

pengerasan penuaan sangat jarang terjadi, tetapi apabila secara simultan mengandung Mn, maka dapat dikeraskan dengan penuaan panas setelah perlakuaan pelarutan.

4. Aluminium 5052

Alumunium terdiri dari beberapa kelompok yang dibedakan berdasarkan paduan penyusunnya. Penambahan paduan ini akan menghasilkan sifat yang berbeda pula. Alumunium 5052 merupakan paduan aluminium dengan magnesium (Mg), paduan ini memiliki sifat tidak dapat diperlakukan-panas, tetapi memiliki sifat baik dalam daya tahan korosi terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu las Al-Mg banyak dipakai untuk konstruksi umum termasuk konstruksi kapal. Material jenis ini banyak sekali digunakan untuk aplikasi pada temperatur rendah, peralatan kelautan, dan struktur rangka bangunan.

Tabel 2.3. Spesifikasi Alumunium 5052

NO Komponen Elemen Metric

1 Aluminum, Al 96,6 %

2 Chromium, Cr 0,35 %

3 Copper, Cu 0,10 %

4 Iron, Fe 0,40 %

5 Silicon, Si 0,25 %

6 Magnesium, Mg 2,20 %


(29)

5. Sifat Mampu Las 5.1.Sifat-sifat umum

Dalam hal pengelasan, paduan aluminium mempunyai sifat yang kurang baik bila dibandingkan dengan baja. Sifat-sifat yang kurang baik atau merugikan tersebut antara lain:

a. Karena panas jenis dan daya hantar panasnya tinggi maka sukar sekali untuk memanaskan dan memcairkan sebagian kecil saja. b. Paduan aluminium mudah teroksidasi dan membentuk oksida

aluminium Al2O3 yamg mempunyai titik cair yang tinggi.

c. Kerena mempunyai koeffisian muai yang besar, maka mudah sekali terjadi deformasi sehingga paduan-paduan yang mempunyai sifat getas panas akan cenderung membentuk retak-panas.

d. Karena perbedaan yang tinggi antara kelarutan hydrogen dalam logam cair dan logam padat, maka dalam proses pembekuan yang terlalu cepat akan terbentuk rongga halus bekas kantong-kantong hydrogen.

e. Paduan aluminium mempunyai berat jinis rendah, karena itu banyak zat-zat lain yang terbentuk selama pengelasan akan tenggelam.

f. Karena titik cair dan viskositasnya rendah, maka daerah yang kena pemanasan mudah mencair dan jatuh menetes.

5.2.Retak las

Sebagian besar retak las yang terjadi pada paduan aluminium adalah retak panas yang termasuk dalam kelompok retak karena pemisahan.


(30)

Retak las ini dapat terjadi pada proses pembekuan dan proses pencairan. Retak las yang terjadi pada proses pembekuan disebabkan karena adanya penyusutan logam yang membeku. Beberapa hal yang diperkirakan menjadi penyebab terjadinya retak las adalah penggunaan logam las yang tidak sesuai dengan logam induk, suhu antara lapis las, tegangan penahan, dan juru las yang kurang terampil.

5.3.Lubang-lubamg halus

Lubang halus yang terjadi pada proses pengelasan aluminium disebabkan gas hydrogen yang larut kedalam aluminium cair. Karena batas kelarutan turun pada waktu pendinginan maka gas hydrogen keluar dari larutan membentuk gelembung halus. Usaha paling baik untuk menghindarinya adalah menghilangkan sumber hidrogen baik yang berbentuk zat-zat organik seperti minyak maupun yang berbentuk air.

5.4.Pengaruh panas pengelasan

Panas pengelasan pada paduan aluminium akan menyebabkan terjadinya pencairan sebagian, pelarutan padat atau pengendapan, tergantung pada tingginya suhu pada daerah las. Karena perubahan struktur ini biasanya terjadi penurunan kekuatan dan ketahanan korosi dan kadang-kadang daerah las menjadi getas (Wiryosumarto & Okumura, 2000).


(31)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat, sebagai berikut:

1. Proses pengelasan dilakukan di Laboratorium SMKN 2 Bandar Lampung. 2. Pembentukan spesimen uji tarik dan uji impact dilakukan di Laboratorium

SMKN 2 Bandar Lampung

3. Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Metalurgi dan Material, Universitas Indonesia, Depok.

4. Pengujian kekerasan dan uji ampact dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin, Universitas lampung, Bandar Lampung.

B . Bahan dan Alat

1. Aluminium 5052, sebagai bahan dasar proses pengelasan


(32)

Tabel 3.1. Sifat Fisik Al 5052

Sifat Fisik

rata-rata koefisien ekspansi termal (µm/m0C) 23,75

Titik cair (0C) 607-650

konduktivitas termal (W/m0C) 138

Hantaran listrik 35

Tahanan listrik (Ω mm2/m) 0,050

Tabel 3.2. Sifat Mekanik Al 5052 Sifat Mekanaik

Kekuatan tarik 215 Mpa 31 ksi

Regangan (dalam 2 in) 10 (1/16 in) 14 (1/2 in)

Kekerasan 68

Batas ketahanan 125 Mpa 18 ksi

Modolus elastis 70 Gpa 10,2 psi

2. Mesin milling, sebagai alat untuk mengelas


(33)

a. Prinsip Kerja

Tenaga untuk pemotongan berasal dari energi listrik yang diubah menjadi gerak utama oleh sebuah motor listrik, selanjutnya gerakan utama tersebut akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada spindel mesin milling. Spindel mesin milling adalah bagian dari sistem utama mesin milling yang bertugas untuk memegang dan memutar cutter hingga menghasilkan putaran atau gerakan pemotongan. Gerakan pemotongan pada cutter jika dikenakan pada benda kerja yang telah dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan pemotongan pada bagian benda kerja, hal ini dapat terjadi karena material penyusun cutter mempunyai kekerasan diatas kekerasan benda kerja. b. Fungsi

Adapun fungsi dari mesin milling ini ialah untuk memotong benda kerja dalam bentuk mendatar.


(34)

3. Mesin Uji Tarik, untuk mencari tegangan dan regangan Aluminium 5052 yang telah dilas

Gambar 3.3. Mesin Uji tarik

4. Mesin Uji kekerasan Rockwell, untuk mencari nilai kekerasan daerah las Aluminium 5052


(35)

5. Uji Impact

Gambar 3.5. Alat Uji Impact Charpy

6. Mesin penghalus spesimen

Gambar 3.6. Polishing

C. Pelaksanaan Penelitian

1. Pembuatan benda uji untuk pengelasan gesek, bahan Aluminium 5052 dengan ukuran sesuai standar pengujian

2. Prosedur Pengelasan:

a. Mempersiapkan mesin Milling


(36)

c. Menghidupkan mesin, sehingga tool berputar dan tool digerakkan hingga makan benda kerja sedalam 0,4 mm.

d. Tool menyentuh benda kerja dan pin berada didalam benda kerja (benda kerja berada pada kondisi plastis karena pemanasan akibat dari sentuhan gesekan antara pin dengan permukaan benda kerja).

e. Setelah bagian benda kerja yang terkena gesekan makan sedalam 0,4 mm, maka tool dibiarakan selama 90 menit. Setelah 90 menit tool

kemudian digerakkan.

f. Kemudian proses selesai, tool diangkat dan spesimen dipindahkan dari mesin las.

Gambar 3.7. Benda yang akan dilas FSW


(37)

D. Pengujian-pengujian

1. Uji Tarik

Pada pengujian tarik Aluminium ini menggunakan standar ASTM E-8. Adapun proses pengujian dimulai dari meletakkan kertas millimeter block

dan meletakkannya pada plotter. Kemudian mengukur benda uji dengan menggunakan tenaga hidrolik yang dimulai dari 0 kg sehingga benda putus pada beban maksimum. Setelah benda uji putus kemudian diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus. Untuk melihat beban dan gaya maksimum benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data, setelah semua data diperoleh kemudian menghitung kekuatan tarik, kekuatan luluh, dan perpanjangan benda.

Tabel 3.3. Data uji Tarik

Spesimin N

(RPM) v (mm/mnt) Beban Max (Kg) TS (Kg/mm2)

Regangan

1

1800

11,4

2 11,4

3 11,4

4

1800

19,8

5 19,8

6 19,8

7

1100

11,4

8 11,4

9 11,4

10

1100

19,8

11 19,8


(38)

2. Uji Kekerasan Rockwell

Pengujian kekerasan aluminium 5052 yang telah dilas menggunakan FSW

ialah pengujian kekerasan Rockwell, dengan menggunakan standar ASTM E 18. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan benda uji pada meja alat uji, kemudian benda uji diberi beban minor 10 kg dengan indentor bola baja yang berdiameter 1/16 inch dengan cara menurunkan gagang tuas pada alat uji. Saat pemberian beban minor jarum pada dial indicator

pointer diatur ke angka 0, dan tuas diangkat ke atas. Dalam waktu 10 detik

dari pemberian minor kemudian diberi beban mayor 150 kg dengan cara menekan gagang tuas ke bawah dan dibiarkan selama 12-15 detik, kemudian gagang tuas diangkat kembali. Dan setelah 10 detik dari gagang tuas diangkat maka nilai kekerasannya dapat dibaca langsung pada dial

indicator pointer.

Tabel 3.4. Data uji Kekerasan Spesimen

Uji

N (rpm)

v (mm/mnt)

HRB HRB rata-rata

1 1800 11,4

2 11,4

3 11,4

4 1800 19,8

5 19,8


(39)

3. Uji Impact

Standar uji impact yang digunakan ialah ASTM E-23, adapun prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh beban (pendulum) dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Pada saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial maksimum, kemudian saat akan menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh spesimen hingga spesimen tersebut patah.

Tabel 3.5. Data Uji Impact

Spesimin N

(RPM)

v (mm/mnt)

E (Joule)

HI (J/mm2)

HI

rata-rata 1

1800

11,4

2 11,4

3 11,4

4

1800

19,8

5 19,8


(40)

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.8. Diagram Alir penelitian Mulai

Kesimpulan Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan Data Hasil

Uji Tarik

Persiapan Spesimen: Memotong spesimen sesuai standar ASTM

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan: Yaitu menyetel dan memeriksa mesin Milling apakah berfungsi dengan baik atau tidak

Proses Pengelasan:

1. Putaran tool 1800 rpm, dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dan 19,8 mm/mnt

2. Putaran tool 1100 rpm, dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dan 19,8 mm/mnt

Persiapan Uji Material Study Literatur


(41)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada spesimen yang dilas menggunakan putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/mnt yaitu 62,36, sedangkan nilai kekerasan terendah pada pengelesan menggunakan putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt yaitu 49.

2. Harga impact tertinggi terdapat pada spesimen yang dilas menggunakan putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/mnt dengan nilai rata-rata sebesar 0,157 J/mm2, sedangkan harga impact terendah terjadi pada pengelasan menggunakan tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan11,4 mm/mnt yaitu nilai rata-ratanya sebesar 0,148 J/mm2. 3. Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada spesimen yang dilas menggunakan

putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dengan nilai rata-rata sebesar 5,3 Kg/mm2, sedangkan nilai kekuatan tarik terendah pada spesimen yang dilas menggunakn putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan19,8 mm/mnt dengan nilai rata-rata 2 Kg/mm2.


(42)

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan: 1. Sebaiknya pengelasan dilakukan pada kedua sisinya, yaitu bagian atas dan

bawah spesimen.

2. Saat melakukan pengelasan sebaiknya pada setiap satu variasi spesimen dilas semua terlebih dahulu dalam bentuk lembaran yang besar kemudian baru dipotong-potong sesuain standar pengujian, agan setiap spesimen dalam satu pariasi putaran dan kecepatan pengelasannya bisa benar-benar sama.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, H. Dan Daryanto, 2006. Ilmu Bahan. Jakarta: Bumi Aksara

Askeland Donald R. 2011. The Science And Engineering Of Materials. USA: Cengage Learning.

Callister, W.D. Jr. 2007. Material Science & Engineering. University of Minnesota: John Wiley & Sons.

Davis, J.R. 1993. Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio: ASMInternational.

E, Taban. 2007, Comparison Between Microstructure Characteristics And Joint Performance of 5086-H32 Aluminium Alloy Welded by MIG, TIG and Friction Stir Welding Processes. Turki: Department of Mechanical Engineering, Engineering Faculty, Kocaeli University, Veziroglu Campus, 41200 Kocaeli.


(44)

Pradnya Paramita.

Jarot Wijayanto & Agdha Anelis, 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110

(Jurnal). Yogyakarta: Jurusan Teknik Mesin,Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta.

Sardia, T. Dan S, Saito. 1995, Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.


(1)

3. Uji Impact

Standar uji impact yang digunakan ialah ASTM E-23, adapun prinsip pengujian impak ini adalah menghitung energi yang diberikan oleh beban (pendulum) dan menghitung energi yang diserap oleh spesimen. Pada saat beban dinaikkan pada ketinggian tertentu, beban memiliki energi potensial maksimum, kemudian saat akan menumbuk spesimen energi kinetik mencapai maksimum. Energi kinetik maksimum tersebut akan diserap sebagian oleh spesimen hingga spesimen tersebut patah.

Tabel 3.5. Data Uji Impact Spesimin N

(RPM) v (mm/mnt) E (Joule) HI (J/mm2)

HI rata-rata 1 1800 11,4

2 11,4

3 11,4

4

1800

19,8

5 19,8


(2)

38

E. Diagram Alir Penelitian

Gambar 3.8. Diagram Alir penelitian Mulai

Kesimpulan Analisa dan Pembahasan

Uji Kekerasan

Data Hasil Uji Tarik

Persiapan Spesimen: Memotong spesimen sesuai standar ASTM

Selesai

Persiapan Peralatan Pengelasan: Yaitu menyetel dan memeriksa mesin Milling apakah berfungsi dengan baik atau tidak

Proses Pengelasan:

1. Putaran tool 1800 rpm, dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dan 19,8 mm/mnt

2. Putaran tool 1100 rpm, dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dan 19,8 mm/mnt

Persiapan Uji Material Study Literatur


(3)

V. SIMPULAN DAN SARAN

A.Simpulan

Setelah melakukan penelitian dan pengolahan data, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai kekerasan tertinggi terjadi pada spesimen yang dilas menggunakan putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/mnt yaitu 62,36, sedangkan nilai kekerasan terendah pada pengelesan menggunakan putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt yaitu 49.

2. Harga impact tertinggi terdapat pada spesimen yang dilas menggunakan putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan 19,8 mm/mnt dengan nilai rata-rata sebesar 0,157 J/mm2, sedangkan harga impact terendah terjadi pada pengelasan menggunakan tool 1800 rpm dengan kecepatan

pengelasan11,4 mm/mnt yaitu nilai rata-ratanya sebesar 0,148 J/mm2. 3. Kekuatan tarik tertinggi terdapat pada spesimen yang dilas menggunakan

putaran tool 1800 rpm dengan kecepatan pengelasan 11,4 mm/mnt dengan nilai rata-rata sebesar 5,3 Kg/mm2, sedangkan nilai kekuatan tarik terendah pada spesimen yang dilas menggunakn putaran tool 1100 rpm dengan kecepatan pengelasan19,8 mm/mnt dengan nilai rata-rata 2 Kg/mm2.


(4)

52

B.Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka peneliti menyarankan: 1. Sebaiknya pengelasan dilakukan pada kedua sisinya, yaitu bagian atas dan

bawah spesimen.

2. Saat melakukan pengelasan sebaiknya pada setiap satu variasi spesimen dilas semua terlebih dahulu dalam bentuk lembaran yang besar kemudian baru dipotong-potong sesuain standar pengujian, agan setiap spesimen dalam satu pariasi putaran dan kecepatan pengelasannya bisa benar-benar sama.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amanto, H. Dan Daryanto, 2006. Ilmu Bahan. Jakarta: Bumi Aksara

Askeland Donald R. 2011. The Science And Engineering Of Materials. USA: Cengage Learning.

Callister, W.D. Jr. 2007. Material Science & Engineering. University of Minnesota: John Wiley & Sons.

Davis, J.R. 1993. Aluminium and Aluminium Alloy, Ohio: ASMInternational.

E, Taban. 2007, Comparison Between Microstructure Characteristics And Joint Performance of 5086-H32 Aluminium Alloy Welded by MIG, TIG and Friction Stir Welding Processes. Turki: Department of Mechanical Engineering, Engineering Faculty, Kocaeli University, Veziroglu Campus, 41200 Kocaeli.


(6)

Harsono W. & Thosie Okumura. 2000. Teknologo Pengelasan logam. Jakarta: Pradnya Paramita.

Jarot Wijayanto & Agdha Anelis, 2010, Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110 (Jurnal). Yogyakarta: Jurusan Teknik Mesin,Institut Sains & Teknologi Akprind Yogyakarta.

Sardia, T. Dan S, Saito. 1995, Pengetahuan Bahan Teknik. Jakarta: Pradnya Paramita.