PENGARUH PUTARAN TOOL TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS SAMBUNGAN PADA ALUMINIUM 5051 DENGAN METODE FRICTION STIR WELDING

(1)

PENGARUH PUTARAN TOOL TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS SAMBUNGAN PADA ALUMINIUM 5051 DENGAN METODE FRICTION

STIR WELDING

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: AJI MERDIYANTO

20120130135

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(2)

PENGARUH PUTARAN TOOL TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS SAMBUNGAN PADA ALUMINIUM 5051 DENGAN METODE FRICTION

STIR WELDING

TUGAS AKHIR

Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan Untuk Mencapai Derajat Strata-1 Pada Prodi Teknik Mesin Fakultas Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Disusun Oleh: AJI MERDIYANTO

20120130135

PROGRAM STUDI TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA 2016


(3)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama : Aji Merdiyanto

NIM : 20120130135

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa Tugas Akhir yang berjudul : PENGARUH PUTARAN TOOL TERHADAP SIFAT-SIFAT MEKANIS

SAMBUNGAN PADA ALUMUNIUM 5051 DENGAN METODE FRICTION

STIR WELDING adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali jika disebutkan sumbernya dan belum pernah diajukan pada instansi manapun, serta bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta bersedia mendapat sanksi akademik bila ternyata di kemudian hari pernyataan ini tidak benar.

Yogyakarta, Agustus 2016 Yang menyatakan

Aji Merdiyanto 20120130135


(4)

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum WR. WB.

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan karunianya sehingga dapat tersusunnya tugas akhir ini sesuai yang diharapkan dan terlaksana dengan baik. Hanya dengan ijin-Nya, segala urusan yang rumit menjadi mudah.

Tugas akhir ini mencakup pengaruh putaran tool terhadap alumunium 5051 dengan metode friction stir welding. Dalam proses penyusunan tugas akhir ini, banyak kendala baik teknis maupun nonteknis yang penyusun alami, namun hal tersebut tidak menyurutkan langkah penyusun dalam menyelesaikan tugas akhir. Penyusun menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun metodologinya. Oleh karena itu kritik dan saran yang konstruktif sangat diharapkan guna penyempurnaan tugas akhir ini bagi penyusun lebih lanjut dan mendalam pada masa-masa yang akan datang.

Dari proses awal hingga akhir penyusunan tugas akhir ini, banyak pihak yang telah memberikan dukungan, untuk itu penyusun tidak lupa menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dan berpartisipasi dalam penyusunan tugas akhir ini.

1. Bapak Novi Caroko S.T.,M.Eng., selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Bapak Aris Widyo Nugroho. S.T., M.T., Ph.D., selaku Dosen Pembimbing I yang telah memberikan arahan dan bimbingan Tugas Akhir.

3. Bapak Muhammad Budi Nur Rahman, S.T., M.Eng, selaku Dosen Pembimbing II yang telah memberikan arahan dan bimbingan Tugas Akhir.


(5)

4. Bapak Totok Suwanda, S.T., M.T. selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan perbaikan yang berharga dalam penyusunan tugas akhir ini.

5. Kedua orang tua, Ayah dan Ibunda tercinta , dan saudara-saudaraku yang senantiasa selalu mendoakan, memberikan dorongan semangat, kasih sayang, dengan penuh kesabaran dan tanpa henti.

6. Staff pengajar, Laboran dan Tata Usaha Jurusan Teknik Mesin Fakultas teknik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

7. Teman-teman Teknik Mesin angkatan 2012 yang telah memberi dorongan, masukan dan semangat selama penelitian.

8. Semua pihak yang telah banyak membantu penyusun dalam menyelesaikan Tugas Akhir, yang tak dapat kami sebutkan semua satu per satu.

Karena keterbatasan dalam pengetahuan dan pengalaman, kami menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam Tugas Akhir kami ini. Maka kritik dan saran dari anda sangat kami harapkan untuk pengembangan selanjutnya. Besar harapan kami sekecil apapun informasi yang ada dibuku kami ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Wassalamu’alaikum WR. WB.

Yogyakarta, Agustus 2016 Penulis,

Aji Merdiyanto 20120130135


(6)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PENGESAHAN UJIAN PENDADARAN ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ... iii

INTISARI ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR NOTASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Batasan Masalah... 2

1.4 Tujuan Penelitian ... 3

1.5 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI ... 4

2.1 Tinjauan Pustaka ... 4

2.2 Dasar Teori ... 5


(7)

2.2.2 Jenis Pengelasan Secara SSW ... 5

2.2.3 Bentuk Pin Tool Kerucut ... 7

2.2.4 Daerah Pengelasan Pada Friction Stir Welding ... 8

2.2.5 Parameter Pengelasan ... 9

2.2.6 Keuntungan ... 9

2.2.7 Aplikasi Friction Stir Welding ... 10

BAB III METODE PENELITIAN ... 11

3.1 Diagram Alir Penelitian ... 11

3.2 Tempat Penelitian... 12

3.3 Alat dan Bahan ... 13

3.3.1 Alat yang Digunakan Dalam Penelitian ... 13

3.3.2 Bahan yang Digunakan Dalam Penelitian ... 18

3.4 Proses Penelitian ... 19

3.4.1 Proses Pembuatan Tool ... 19

3.4.2 Proses Pengelasan ... 20

3.4.3 Proses Pengujian ... 20

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil Pengelasan Friction Stir Welding ... 27

4.2 Hasil Uji Struktur Makro dan Mikro ... 29

4.3 Hasil Uji Kekerasan Vickers ... 33

4.4 Hasil Uji Tarik... 36

4.5 Fraktografi ... 40

BAB V PENUTUP ... 42

5.1 Kesimpulan ... 42

5.2 Saran ... 43


(8)

LAMPIRAN ... 46 Lampiran 1 hasil pengujian kekerasan vickers pada putaran tool 1300 dan 2200 rpm ... 46 Lampiran 2 hasil pengujian kekerasan vickers pada putaran tool 3300 dan logam induk ... 47 Lampiran 3 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada raw material ... 48 Lampiran 4 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 1300 rpm. ... 49 Lampiran 5 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 1300 rpm. ... 50 Lampiran 6 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 1300 rpm. ... 51 Lampiran 7 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 2200 rpm. ... 52 Lampiran 8 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 2200 rpm. ... 53 Lampiran 9 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 2200 rpm. ... 54 Lampiran 10 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 3300 rpm. ... 55 Lampiran 11 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 3300 rpm. ... 56 Lampiran 12 hasil pengujian tarik standar ASTM E8 pada putaran tool 3300 rpm. ... 57


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Prinsip Friction Stir Welding ... 6

Gambar 2.2 Friction Linier Welding ... 7

Gambar 2.3 Prinsip Continous Drive Friction Welding ... 7

Gambar 2.4 Desain Tool ... 8

Gambar 2.5 Hasil Las ... 8

Gambar 2.6 Struktur Mikro Hasil Pengelasan dengan Metode Friction Stir Welding ... 9

Gambar 2.7 Aplikasi FSW... 10

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan FSW Pada Plat Aluminium ... 12

Gambar 3.2 Mesin Milling ... 13

Gambar 3.3 Gerinda ... 14

Gambar 3.4 Tachometer ... 14

Gambar 3.5 Thermometer ... 15

Gambar 3.6 Alat Uji Foto Makro ... 16

Gambar 3.7 Alat Uji Foto Mikro ... 16

Gambar 3.8 Alat Uji Tarik ... 17

Gambar 3.9 Alat Uji Kekerasan ... 17

Gambar 3.10 Plat Aluminium ... 18

Gambar 3.11 Desain Tool ... 19

Gambar 3.12 Profil Singkat Uji Tarik ... 22

Gambar 3.13 Kurva Tegangan-Regangan ... 24

Gambar 3.14 Skema Uji Tarik Menurut ASTM E8 ... 25

Gambar 3.15 Pengujian Vikers ... 26

Gambar 3.16 Bentuk Indentor ... 26

Gambar 4.1 Hasil Pengelasan FSW dengan Variasi Putaran Tool ... 28

Gambar 4.2 Struktur Makro Sambungan Las FSW dengan Variasi Putaran Tool ... 30

Gambar 4.3 Struktur Mikro Base Metal Aluminium 5051 Setelah Pengujian Mikrostruktur ... .31


(10)

Gambar 4.4 Struktur Mikro Daerah HAZ Aluminium 5052 dengan Variasi

Putaran Tool Setelah Pengujian Mikrostruktur ... .32

Gambar 4.5 Struktur Mikro Daerah Weld Nugget Aluminium 5051 dengan Variasi Putaran tool Setelah Pengujian Mikrostruktur ... .33

Gambar 4.6 Grafik Distribusi Kekerasan Dari Pusat Las ... 35

Gambar 4.7 Grafik Pengaruh Putaran Tool Terhadap Kekerasan Pada Daerah Sambungan las ... 35

Gambar 4.8 Grafik Tansile Strength Dan Tansile Yield Pada Sambungan Las FSW Dengan Varisasi Putaran Tool ... 36

Gambar 4.9 Grafik Pengaruh Putaran Tool Terhadap Regangan Hasil Las FSW ... 38

Gambar 4.10 Grafik Beban Perpanjangan Variasi Putaran Tool... 39

Gambar 4.11 Penampang Patahan Uji Tarik ... 40


(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Sifat Mekanik Aluminium 5051 ... 18 Tabel 3.2 Kandungan Unsur Aluminium 5051 Pada ASM Aluminium 5051

Matweb ... 19 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan ... 34


(12)

DAFTAR NOTASI AL2O3 = Oksida Aluminium

Al = Aluminium

ASM = Aerospace Specification Metal

ASTM = Standard Test Methods of Tension Testing Wrought and Cast Aluminum- and Magnesium-Alloy Products (Metric)

BM = Base Metal

CDFW = Countinous Drive Friction Welding Cr = Chromium

Cu = Copper C = Carbon Fe = Ferro

FLW = Friction Linier Welding FSW = Friction Stir Welding GPa = Giga Pascal

HAZ = Heat Affected Zone

Ksi = Kilo-Pound Per Inci Persegi MIG = Metal Inert Gas

Mg = Magnesium Mn = Mangan MPa = Mega Pascal O = Oksigen

Psi = Pound Square Inch RPM = Rotation Per Minute RM = Raw Material

Si = Silicon

SSW = Solid State Welding TIG = Tungsten Inert Gas

TMAZ = Thermomechanically Affected Zone UTS = Ultimate Tensile Strength


(13)

VHN = Vickers Hardnes Number WN = Weld Nugget

YS = Yield strength Zn = Zinc


(14)

(15)

INTI SARI

Friction stir welding (FSW) adalah proses pengelasan yang memanfaatkan putaran dari tool yang bergesek terhadap dua buah lempengan logam yang akan disambung. Alumunium paduan jenis Al-Mg (seri 5051), jenis paduan aluminium magnesium ini termasuk jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut, dan dalam sifat mampu lasnya. Paduan Al-Mg banyak digunakan tidak hanya dalam konstruksi umum, tetapi juga untuk tangki-tangki penyimpanan gas alam cair, dan oksigen cair, peralatan rumah tangga, struktur rangka kendaraan dan kapal laut. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh perbedaan putaran tool terhadap sifat mekanis pada FSW Aluminium 5051.

Plat aluminium 5051 dengan ketebalan 5 mm dipotong dengan ukuran lebar 100 mm, panjang 75 mm sebanyak 6 buah. Spesimen tersebut kemudian disambung dengan metode FSW menggunakan mesin modifikasi milling sebagai alat pemutar tool dan alat pencekam statik sebagai pencekam aluminium. Parameter yang digunakan pada penelitian ini adalah kecepatan pengelasan putaran tool yang bervariasi dari 1300, 2200, dan 3300 rpm dengan feed rate 20 mm/menit. pengujian kekerasan dengan metode Mikro Vicker, struktur mikro dan makro di Universitas Gajah Mada dengan menggunakan Mikroskop Optik, dan kekuatan tarik di uji dengan Ultimate Tensile Machine di Universitas Negeri Solo.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tegangan tarik tertinggi ke terendah terjadi pada putaran tool 2200 rpm kemudian 3300 rpm sebesar 90,13 MPa dan 72,33 MPa dan tegangan tarik raw material sebesar 120,32 MPa. Regangan tarik tertinggi ke terendah terjadi pada putaran tool 2200 rpm kemudian 3300 rpm sebesar 7,76 % dan 4,56 %, dan reganagan raw material sebesar 11.08 %. Nilai kekerasan tertinggi terdapat pada variabel 1300 rpm dengan nilai kekerasan 31,9 VHN dan nilai kekerasan terendah terdapat pada variabel 3300 rpm dengan nilai kekerasan 28,4 VHN dan kekerasan raw material sebesar 41,3 VHN. Hasil foto struktur makro menunjukan cacat wormholes pada setiap variasi putaran tool. Cacat wormholes yang terbentuk berupa lubang kecil yang terjadi pada daerah las.


(16)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Aluminium merupakan salah satu logam yang sangat penting di bidang teknik terutama untuk bahan struktur atau mesin, sebagai contoh struktur pesawat terbang, kapal, otomotif. Saat ini sambungan dengan cara proses pengelasan telah banyak digunakan pada berbagai konstruksi mesin dan struktur, karena dapat menurunkan biaya produksi dan dapat meningkatkan kekuatan strukturnya. Salah satu metode pengelasan yang digunakan sebagai penyambung aluminium adalah Friction Stir Welding (FSW).

Pada umumnya metode pengelasan pada proses penyambungan aluminium paduan, antara lain gas tungsten arc welding (GTAW) atau disebut juga las tungsten innert gas (TIG), las metal innert gas (MIG) serta friction stir welding (FSW). Namun dari pengelasan MIG dan TIG masih terdapat beberapa kekurangan seperti terjadi retak panas pada hasil las, memerlukan logam pengisi (filler) dan adanya reaksi gas yang kurang ramah lingkungan. Untuk memecahkan permasalahan tersebut, metode las FSW dapat menjadi salah satu solusi. Keunggulannya adalah kekuatan tarik, ketangguhan dan ketahanan dari sambungan las FSW lebih mudah ditingkatkan dari pada pengelasan dengan metode MIG Kulekci M, K., dkk, (2009).

Aluminium dengan seri 5xxx dengan unsur paduan utamanya magnesium, jenis paduan aluminium magnesium ini termasuk jenis yang tidak dapat diperlaku-panaskan, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi dan mampu las yang baik. oleh karena itu paduan aluminium-magnesium banyak digunakan tidak dalam kontruksi umum, tetapi juga untuk bagian-bagian kapal, pesawat terbang, mobil, dan tangki-tangki penyimpanan gas alam cair Rasyid, I.N., (2014)

Menurut Winarto (2011), pengelasan adalah proses penyambungan secara metalurgi dengan mengaplikasikan beberapa jenis sumber panas. Pengelasan


(17)

dapat juga diartikan sebagai “sebuah proses penyambungan yang menghasilkan penggabungan dari material-material dengan memanaskannya hingga temperatur pengelasan, dengan atau tanpa penggunaan logam pengisi.”,

Pada proses FSW, sambungan las dihasilkan dari panas akibat gesekan batang silinder (tool) yang berputar dan menekan dua logam yang disambung sepanjang garis sambungan. Tool terdiri dari pin dan shoulder yang berfungsi untuk menghasilkan panas akibat geseskan dan sebagai pengaduk material. Oleh karena itu besaran putaran tool sangat berpengaruh dalam mengatur masukan panas dan aliran massa pada bagian las. Dengan begitu pentingnya faktor besaran putaran tool terhadap proses pengelasan, maka pada penelitian ini dilakukan proses FSW pada sambungan sejenis aluminium paduan seri 5xxx, dengan besaran putaran tool sebagai variabel yang akan berperan penting.

1.2Rumusan Masalah

Dalam beberapa literatur menyebutkan bahwa banyak parameter yang mempengaruhi kualitas pengelasan dengan metode FSW diantaranya kecepatan putar tool, feed rate, desain tool ataupun dari material yang digunakan. Agar mendapat hasil pengelasan yang baik, maka dari parameter tersebut harus disesuaikan dan diatur sesuai dengan kebutuhan. Oleh karena itu maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagamaina pengaruh kecepatan putar tool pada FSW terhadap sifat mekanik yaitu pada pengujian tarik, kekerasan serta pada strukur makro dan mikro hasil pngelasan FSW.

1.3Batasan Masalah

Selama proses penyusunan laporan ini dibatasi permasalahan yang akan dibahas dengan rincian sebagai berikut :

1. Feed rate pada pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW dianggap

konstan.

2. Tekanan tool pada pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW dianggap konstan


(18)

3. Material yang digunakan pada penelitian ini adalah Aluminium 5051 dengan panjang 170 mm, lebar 100 mm, dan tebal 5mm

4. Ukuran pin tool pada setiap pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW berdiameter 5 mm.

1.4Tujuan

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh kecepatan putar tool terhadap, struktur makro dan mikro pada pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW.

2. Mengetahui pengaruh kecepatan putar tool terhadap kekerasan pada pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW.

3. Mengatahui pengaruh kecepatan putar tool terhadap kekuatan tarik pada pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW.

1.5Manfaat

Manfaat dari penelitian ini sebagai berikut:

1. Memberikan alternatif penyambungan alumunium dengan metode FSW. 2. Mengetahui kekuatan tarik dan ketangguhan dari sambungan las pada

aluminium 5051 dengan metode FSW.

3. Memberi informasi tentang parameter yang digunakan untuk pengelasan aluminium 5051 dengan metode FSW.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI 2.1. Tinjauan Pustaka

Penelitian terhadap las gesek telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian tentang parameter kekuatan tarik, kekerasan permukaan dan struktur mikro sudah mulai dilakukan oleh beberapa peneliti.

Erwanto, R., (2015), menggunakan AL 5052 dengan standar ASM aluminium 5052-H34 tahun 2015 memiliki propertis Hardness Vikers sebesar 78 VHN. Kemudian dilakukan pengelasan dengan variasi kecepatan putar tool 950, 1500, 2500 dan 3600 rpm. Dimana hasil uji kekerasan dan uji tarik yang paling tertinggi pada kecepatan putar tool 3600 rpm 207 MPa dan 69,6 VHN, sedangkan yang hasil uji mekanik yang terendah pada putaran tool 1500 rpm yaitu 112 MPa dan 56,5 VHN.

Pada penelitian sebelumnya Rasyid, I.N., (2015), menggunakan material ASM AA6061 T6 base metal 107 VHN dan ASM AA 5083 base metal 95 VHN, dengan variasi putaran tool 900, 1500, dan 2280 rpm, hasil nilai kekerasan paling tinggi dihasilkan oleh pengelasan 2280 rpm dengan nilai kekerasan daerah las sebesar 81,14 VHN, sedangkan untuk kekuatan tarik paling tinggi dihasilkan oleh pengelasan 1500 rpm yang relatif sama dengan 2280 rpm dengan kekuatan tarik sekitar 211,3 MPa..

Nurdiansyah, F., dkk., 2012, menyatakan bahwa menggunakan Aluminium Seri 5083 dengan ketebalan 4 mm dan tool yang digunakan K-100 yang terbentuk straight square. Proses Friction Stir Welding dengan variasi putran tool 394, 536, 755, 1084 rpm. Nilai kekerasan paling tinggi dihasilkan oleh pengelasan 394 rpm tingkat kekerasan weld metal sebesar 67.2 VHN sedangkan kekerasan yang terendah pada putaran 1084 rpm tingkat kekerasan weld metalnya 43.9 VHN, dan variasi RPM yang paling optimum adalah RPM dengan kecepatan putar 755 karena pada variasi RPM ini tidak terdapat cacat pada weld joint serta memiliki panjang surface irragularitis cukup pendek.


(20)

Dari hasil beberapa penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi putaran tool maka akan menghasilkan nilai kekerasan semakin tinggi. Pada kecepatan putar tool 3600 rpm pada AL5052 nilai kekerasan daerah las 69,6 VHN Erwanto, R., (2015). Rasyid, I.N (2015), AA6061 T6 dan ASM AA 5083 dengan putaran tool 2280 rpm nilai kekerasan 81,14 VHN, Kecepatan putaran tool dalam proses FSW akan menentukan kualitas lasan, karena berpengaruh terhadap besarnya masukan panas saat proses pengelasan dan dapat memberikan perubahan terhadap sifat-sifat mekanik dan mikrostruktur daerah sambungan.

.

2.2. Dasar Teori

2.2.1 Pengertian Pengelasan

Dalam perkembangan dunia konstruksi pengelasan sangat umum digunakan dengan berbagai macam metode pengelasan. Pengelasan adalah sebuah proses penyambungan yang menghasilkan penggabungan dari material–material dengan memanaskannya hingga temperatur pengelasan, dengan adanya tekanan atau hanya dengan menggunakan tekanan dan tanpa penggunaan logam pengisi. penggunaan teknik pengelasan dalam kontruksi sangat luas, meliputi rangka baja, bejana tekan, pipa pesat, pipa saluran dan sebagainya. Disamping untuk pembuatan, proses las dapat juga dipergunakan untuk reparasi misalnya untuk mengisi lubang-lubang pada coran. Membuat lapisan las pada perkakas mempertebal bagian-bagian yang sudah aus, dan macam–macam reparasi lainnya.

2.2.2 Jenis Pengelasan Secara Solid State Welding (SSW)

Pengelasan secara SSW pada FSW dibagi menjadi tiga jenis pengelasan gesek, yaitu:

1. FSW

FSW adalah sebuah metode pengelasan yang termasuk pengelasan gesek, yang pada prosesnya tidak memerlukan bahan penambah atau pengisi. Panas yang digunakan untuk melunakan logam kerja dihasilkan dari gesekan antara benda yang berputar (pin) dengan benda yang diam (benda kerja). Pin berputar dengan kecepatan konstan disentuhkan ke material kerja yang telah dicekam.


(21)

Prinsip FSW yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Gesekan dua benda yang terus-menerus akan menghasilkan panas, ini menjadi suatu prinsip dasar terciptanya suatu proses pengelasan gesek. Pada proses FSW, sebuah tool yang berputar ditekankan pada material yang akan disambung. Gesekan tool yang berbentuk silindris (cylindrical-shoulder) yang dilengkapi pin/probe dengan material, mengakibatkan pemanasan setempat yang mampu melunakan bagian tersebut. Tool bergerak pada kecepatan tetap pada jalur pengelasan dari material yang akan disambung dan berfungsi sebagai pengaduk.

Gambar 2.1 PrinsipFSW (Winarto., 2011)

Dalam pengelasan FSW, ada dua kecepatan alat yang harus diperhitungkan dalam pengelasan ini yaitu seberapa cepat tool itu berputar dan seberapa cepat tool itu melintasi jalur pengelasan (joint line). Kedua parameter ini harus ditentukan secara cermat untuk memastikan proses pengelasan yang efisien dan hasil yang memuaskan.

2. Friction Linier Welding.

Friction Linier Welding adalah proses pengelasan gesek yang mendapat panas dari gesekan linier dari salah satu benda kerja dan benda kerja yang lain diberi tekanan secara konstan seperti ditunjukkan pada Gambar 2.2.


(22)

Gambar 2.2 Friction Linier Welding (Bhamji, I ., 2010) 3. Friction Continous Drive Welding.

Continous Drive Friction Welding adalah proses pengelasan gesek yang mendapatkan energi panas untuk penyambungan dengan memberi putaran pada salah satu benda kerja dan memberikan tekanan pada P1. Setelah sambungan memanas dan melunak, pemutaran dihentikan secara tiba-tiba dan selanjutnya penekanan lebih kuat diberikan P2 pada benda kerja seperti ditunjukkan pada Gambar 2.3.

Gambar 2.3 Prinsip Continous Drive Friction Welding (Winarto., 2011)

2.2.3 Bentuk Pin Tool Kerucut

Wijayanto, J., & Anelis, A., 2010 menggunakan pin tool kerucut yang ditunjukan pada gambar 2.4 pengelasan pada alumunium 6110 dengan metode friction stir welding (FSW) dengan kecepatan 3600 rpm, feed rete 320 mm/ menit


(23)

hasil pengelasan menyatu dengan baik dan permukaan yang halus dan bersih, karena pin tool dapat menghasilkan panas yang baik dari sholder.

Gambar 2.4 Desain Tool Gambar 2.5 Hasil Las

2.2.4 Daerah Pengelasan Pada FSW

Daerah pengelasan merupakan daerah yang terpengaruh oleh panas yang menyebabkan perubahan struktur mikro dan sifat mekanik seperti ditunjukkan pada Gambar 2.8. Namun pada kasus tertentu struktur mikro dan sifat mekanik tidak mengalami perubahan apapun. Daerah pengelasan dibagi menjadi 4 bagian : 1. Parent metal atau logam induk merupakan daerah yang tidak terpengaruh siklus termal, mikrostruktur maupun sifat mekanik. Struktur mikro berupa butiran halus memanjang searah dengan rah rol.

2. HAZ adalah daerah yang mengalami siklus termal tetapi tidak mengalami deformasi plastis dan perubahan sifat mekanik. Pada daerah ini terjadi perubahan struktur mikro.

3. Thermomechanically affected zone (TMAZ) adalah daerah transisi antara logam induk dan daerah las yang mengalami deformasi struktur tetapi tidak terjadi reksristalisasi.

4. Daerah weld nugget adalah daerah mengalami deformasi plastis dan pemanasan selama proses FSW sehingga menghasilkan rekrstalisasi yang menghasilkan butiran halus di daerah pengadukan. Weld nugget bentuknya


(24)

bergantung pada parameter proses, geometri tool, temperatur, benda kerja dan konduktivitas termal material.

Gambar 2.6 Struktur mikro hasil pengelasan dengan metode friction stir welding, A. logam induk. B. HAZ, C. TMAZ, D. weld nugget (Rahayu, D., (2012)

2.2.5 Parameter Pengelasan

Berikut ini adalah parameter atau batasan-batasan dalam pengelasan FSW, yaitu: (Friction Stir Welding, the ESAB Way., 2012)

1. Kecepatan putar tool, berpengaruh Panas gesekan, “pengadukan”, pemecahan dan pencampuran lapisan oksida.

2. Sudut punter, berpengaruh tampil lasan, pengurusan 3. Laju pengelasan, berpengaruh tampilan dan kendali panas 4. Gaya tekan turun, berpengaruh panas gesekan.

2.2.6 Keuntungan

Adapun keuntungan dari FSW menurut Rahayu, D., (2012), adalah 1. Ramah lingkungan

2. Tidak memerlukan bahan pengisi

3. Tidak memerlukan busur las untuk pegelasan 4. Bisa untuk mengelas semua jenis aluminium alloy 5. Tool welding dapat digunakan untuk berulang kali


(25)

2.2.7 Aplikasi Friction Stir Welding (FSW)

Aplikasikan FSW sudah banyak di dalam dunia industri, biasanya diaplikasikan untuk menyambungkan material aluminium dan paduannya. Di negara maju telah mengaplikasikan pengelasan FSW ini pada industri pembuatan kapal, kereta api, pesawat terbang, bahkan di dunia otomotif pun sudah mengaplikasikan metode pengelasan ini.

Gambar 2.7 Aplikasi FSW pada (a) kabin pesawat, (b) kapal, (c) velg mobil dan (d) rangka mobil (Friction Stir Welding, the ESAB Way., 2012)

a

d b


(26)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Diagram Alir Penelitian

Langkah-langkah utama dalam proses pengelasan dengan metode FSW dapat dilihat pada Gambar 3.1.

A

Bahan Aluminium 5xxx

Proses Pengelasan

Variasi putaran Tool 1300, 2200, 3300 rpm, dengan feed rate tool 20 mm/menit

Mulai

Kajian Pustaka

Lasan Tersambung Persiapan Alat 1. Modifikasi tool mesin milling

2. Pembuatan pin tool diameter 20 mm, diameter sholder 18 mm, panjang sholder 11 mm, diameter pin 5 mm panjang pin 5 mm

3. Pembuatan cekam clamping

Tidak


(27)

Gambar 3.1 Diagram Alir Percobaan FSW Pada Plat Aluminium

3.2. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan dibeberapa tempat adalah sebagai berikut:

1. Pembuatan specimen dan proses pengelasan FSW dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

2. Pengujian kekerasan dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin D3 Universitas Gadjah Mada.

3. Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Material Teknik Universitas Negeri Surakarta.

4. Pengujian struktur mikro dan makro dilakukan di Laboratorium Teknik Mesin D3 Universitas Gadjah Mada.

Proses Pengujian :

1. Pengaruh struktur makro dan mikro 2. Uji kekerasan mikro vickers

3. Uji tarik standar ASTM E8

Analisa dan pembahasan hasil pengujian

Selesai Kesimpulan


(28)

3.3. Alat dan Bahan

3.3.1. Alat yang digunakan dalam penelitian 1. Modifikasi Tool Mesin Milling Vertikal

Prinsip kerja dari mesin milling berasal dari energi listrik yang diubah menjadi energi gerak oleh motor listrik, selanjutnya energi gerak tersebut akan diteruskan melalui suatu transmisi untuk menghasilkan gerakan putar pada spindel mesin milling. Spindel mesin milling adalah bagian utama dari mesin milling yang berfungsi untuk memegang dan memutar tool. Gerakan putar pada tool jika dikenakan pada benda kerja yang telah dicekam maka akan terjadi gesekan/tabrakan sehingga akan menghasilkan pengelasan pada bagian benda kerja.

Gambar 3.2 Mesin milling vertikal

Gambar 3.2 adalah mesin milling vertikal jenis 3-phase induction motor yang digunakan pada percobaan FSW, dengan spesifikasi dibawah ini:

1). Berat motor 26 kg

2). Tegangan minimum 220 volt dan tegangan maksimum 380 volt 3). Arus minimum 3,64 Ampere dan arus maksimum 6,3 Ampere 4). Putaran minimum 980 rpm dan putaran maksimum 3600 rpm


(29)

2. Gerinda

Gambar 3.3 Gerinda (depoktoolsshop.indonetwork.co.id)

Gambar 3.3 adalah Mesin gerinda adalah salah satu mesin perkakas yang digunakan untuk memotong benda kerja dengan tujuan tertentu. Prinsip kerja mesin gerinda adalah batu gerinda berputar bersentuhan dengan benda kerja sehingga terjadi pengikisan, penajaman, pengasahan, dan pemotongan.

3. Tachometer

Gambar 3.4 Tachometer

Gambar 3.4 adalah Tachometer merk Tecklock 33435 berfungsi untuk mengukur putaran tool pada mesin milling yang akan digunakan pada FSW.


(30)

4. Thermometer

Gambar 3.5 Thermometer Laser Infrared

Gambar 3.5 adalah Thermometer laser infrared AMF 005 berfungsi untuk mengukur suhu pada benda kerja sebelum, ketika berjalan, dan saat terakhir pengelasan pada putaran tool.

5. Amplas

Amplas digunakan untuk menghaluskan dan meratakan permukaan benda uji sebelum penelitian (khususnya untuk pengujian struktur mikro).

6. Gergaji

Gergaji digunakan untuk memotong plat (benda kerja) sesuai dengan ukuran yang diinginkan.

7. Kikir

Kikir digunakan untuk meratakan permukaan agar rata setelah digergaji 8. Isolasi

Isolasi digunakan untuk merekatkan benda kerja ke cekam bertujuan untuk memperapatkan sambangan

9. Penggaris

Penggaris digunakan untuk alat bantu mengukur kecepatan feed rete dan menggukur benda kerja

10.Palu

Palu diguanakan untuk melepaskan benda kerja dari cekam karena lengket setelah pengelasan.


(31)

11.Alat Uji Foto Makro

Gambar 3.6 Alat uji foto makro

Gambar 3.6 adalah alat uji foto makro berfungsi untuk mengetahui struktur makro pada aluminium setelah proses pengelasan. Terletak di laboraturium bahan teknik D3 UGM dengan merek OLYMPUS mikroskop dengan pembesaran seimbang SZ404STR-SZ6045TR-SZ1145TR.

12.Alat Uji Foto Mikro

Gambar 3.7 Alat uji foto mikro

Gambar 3.7 adalah alat uji foto mikro berfungsi untuk mengetahui struktur mikro pada aluminium setelah proses pengelasan. Terletak di laboraturium D3 bahan teknik UGM dengan merek OLYMPUS model PME3-111B/-312B.


(32)

13.Alat Uji Tarik

Gambar 3.8 Alat uji tarik

Gambar 3.8 adalah Universal Testing Machine berfungsi untuk melakukan pengujian tarik sambungan las gesek material aluminium 5xxx.Terletak di laboratorium material teknik UNS.

14.Alat Uji Kekerasan Mikro Vickers

Gambar 3.9 Alat uji kekerasan

Gambar 3.9 adalah lat uji kekerasan mikro vickers berfungsi untuk mengetahui kekerasan mikro pada aluminium 5XXX setelah proses pengelasan. Terletak di laboraturium bahan teknik S1 teknik mesin UGM, merek buehlerHigt Quality Micro Hardness Tester model MM 0054.


(33)

3.3.2. Bahan yang digunakan dalam penelitian 1. Aluminium

Aluminium (Gambar 3.10) yang digunakan adalah aluminium 5051 yang memiliki ketebalan 5 mm dipotong lebar 170 mm, dan panjang 100 mm. aluminium seri ini banyak digunakan pada bagian-bagian pesawat, kapal dan lain-lain, karena aluminium 5051 ini memiliki komposisi dan kekuatan mekanik yang cocok untuk dijadikan komponen-komponen bagian pesawat dan kapal laut. Adapun komposisi dan kekuatan mekanik dari aluminium 5051 dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan Tabel 3.2 berikut ini.

Gambar 3.10 Plat Aluminium

Tabel 3.1 Sifat mekanik aluminium 5051 (ASM aluminium 5051A-H112 tahun 2016)

PENGUJIAN

Massa jenis 2.7 g/cm³ (170 lb/ft³) Modulus elastisitas 71 Gpa (10 x 10 psi)

Perpanjangan putus 18 - 21%

Kapasitas panas 900 j/kg-k

Kekuatan rasio berat 63 KN-m/kg

Kekuatan tarik 170 MPa (25000 Psi)

Tegangan luuh 58 Mpa (8400 psi )

Ekspansi termal 22 µm/m-K

Table 3.2. Kandungan unsur 5051 (Aluminium Composition Spech Matweb 2016)


(34)

Jumlah (%)

95,6 -98,3

0,10 Max 0,25

Max 0,70

1,7 -2,2

Max 0,40

Max 0,10

Max 0,25

2. Besi

Besi yang digunakan ialah besi pejal dengan diameter 22 mm dan panjang 100 mm. Fungsinya sebagai bahan baku pembuatan tool pada pengelasan FSW. Pembuatan tool ini dilakukan di laboratorium Teknim Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

3.4.Proses Penelitian

3.4.1. Proses Tembuatan Tool

Gambar 3.11 Desain Tool

Tool ini dibuat besi pejal dan pembuatan dilakukan di Laboratorium Proses Produksi Teknik Mesin Universitas Muhammadiyah Yogyakarta menggunakan mesin bubut manual yang pengerjaannya dilakukan sendiri, kecuali heat treatment dilakukan oleh tukang las setelah pembentukan tool tersebut selesai. Apabila melakukan heat treatment sendiri dihawatirkan tidak mendapat kan hasil yang maksimal karena panas yang diinginkan tidak tercapai. Proses pembuatan tool mulai dari pengurangan diameter tool dari 25 mm ke 20 mm, kemudian pembuatan shoulder 20 mm ke 18 mm, panjang 11 mm, dan pembuatan pin dengan cara memperkecil diameter tool dari 18 mm menjadi 5 mm dan panjang 5 mm, dengan panjang keseluruhan tool 100 mm (Gambar 3.11)


(35)

Proses pengelasan pada penelitian ini dilakukan dengan metode FSW, dengan menggunakan parameter-parameter yang telah ditentukan.

1. Bahan menggunakan alumunium 5051 dengan tebal 5 mm. 2. Mempersiapkan mesin las

3. Mempersiapakan benda kerja pada mesin las

4. Menghidupkan mesin, sehingga pin memutar dan menekan material lalu sholder terkena benda kerja sampai probe atau pin tool berada di dalam permukaan benda kerja dengan feed rate 20 mm/menit dan kecepatan putar tool 3300 rpm.

5. Probe berada di dalam benda kerja (benda kerja berada pada kondisi plastis karena pemanasan akibat dari sentuhan gesekan antara sholder dengan permukaan benda kerja)

6. Pin tool berputar kecepatan konstan pada benda kerja dan terjadi proses penyatuan material aluminium 5051 (joining process).

7. Proses selesai, tool diangkat dan specimen dipindahkan dari mesin.

8. Proses 1-2 dengan feed rate 20 mm/menit, dengan kecepatan putar tool yang 1200 dan 2200 rpm.

3.4.3 Proses Pengujian

Setelah specimen, tool dan pengelasan dan mesin milling siap makan langkah selanjutnya adalah persiapan proses pengujian. Persiapan proses pengujian meliputi.

1. Pengujian Mikro

Pengujian struktur mikro ini bertujuan untuk melihat struktur mikro ketebalan lapisan oksida aluminium setelah proses anodizing maupun proses dieying. Fungsi dari mounting adalah untuk memudahkan melakukan pengamatan foto struktur mikro pada saat pengujian berlangsung. Selanjutnya spesimen diamati menggunakan mikroskop maka akan terlihat struktur mikro ketebalan lapisan oksida yang ada pada daerah permukaan aluminium bagian samping setelah proses anodizing tersebut.


(36)

2. Pengujian Makro

Pengujian struktur makro ini bertujuan untuk melihat struktur makro permukaan aluminium setelah proses anodizing maupun proses dyeing. pada pengujian ini murni hasil dari proses anodizing tanpa dimounting dan dipreparasi pada bagian permukaan aluminiumnya. Selanjutnya spesimen diamati menggunakan mikroskop maka akan terlihat struktur makro yang ada pada daerah permukaan aluminium setelah proses anodizing tersebut.

3. Pengujian Tarik

Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik. Dalam pengujiannya, bahan uji ditarik sampai putus. Uji tarik rekayasa banyak dilakukan untuk melengkapi informasi rancangan dasar kekuatan suatu bahan dan sebagai data pendukung bagi spesifikasi bahan (Dieter, 1987). Pada uji tarik, benda uji diberi beban gaya tarik sesumbu yang bertambah secara kontinyu, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan terhadap perpanjangan yang dialami benda uji (Davis, Troxell, dan Wiskocil, 1955). Kurva tegangan regangan rekayasa diperoleh dari pengukuran perpanjangan benda uji.


(37)

Sumber :(Sastranegara, A., 2009).

Batas elastis σe (elastic limit) dinyatakan dengan titik A. Bila sebuah bahan diberi beban sampai pada titik A, kemudian bebannya dihilangkan, maka bahan tersebut akan kembali ke kondisi semula (tepatnya hampir kembali ke kondisi semula) yaitu regangan “nol” pada titik O.

 Batas proporsional σp (proportional limit) Titik sampai di mana penerapan hukum Hook masih bisa ditolerir. Biasanya batas proporsional sama dengan batas elastis.

 Deformasi plastis (plastic deformation) Yaitu perubahan bentuk yang tidak kembali ke keadaan semula. Pada gambar yaitu bila bahan ditarik sampai melewati batas proporsional dan mencapai daerah landing.

 Tegangan luluh atas σuy (upper yield stress) Tegangan maksimum sebelum bahan memasuki fase daerah landing peralihan deformasi elastis ke plastis.  Tegangan luluh bawah σly (lower yield stress) Tegangan rata-rata daerah

landing sebelum benar-benar memasuki fase deformasi plastis. Bila hanya disebutkan tegangan luluh (yield stress), maka yang dimaksud adalah tegangan ini.

 Regangan luluh εy (yield strain) Regangan permanen saat bahan akan memasuki fase deformasi plastis.

 Regangan elastis εe (elastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan elastis bahan. Pada saat beban dilepaskan regangan ini akan kembali ke posisi semula.

 Regangan plastis εp (plastic strain) Regangan yang diakibatkan perubahan plastis. Pada saat beban dilepaskan regangan ini tetap tinggal sebagai perubahan permanen bahan.

 Regangan total (total strain) Merupakan gabungan regangan plastis dan regangan elastis. εt = εe+εpPerhatikan beban dengan arah OABE. Pada titik B, regangan yang ada adalah regangan total. Ketika beban dilepaskan, posisi regangan ada pada titik E dan besar regangan yang tinggal (OE) adalah regangan plastis.


(38)

 Tegangan tarik maksimum TTM (UTS, ultimate tensile strength) ditunjukkan dengan titik C (σβ), merupakan besar tegangan maksimum yang didapatkan dalam uji tarik.

 Kekuatan patah (breaking strength) ditunjukkan dengan titik D, merupakan besar tegangan di mana bahan yang diuji putus atau patah.

Hukum Hooke (Hooke's Law) Untuk hampir semua logam, pada tahap sangat awal dari uji tarik, hubungan antara beban atau gaya yang diberikan berbanding lurus dengan perubahan panjang bahan tersebut. Ini disebut daerah linier atau linear zone. Di daerah ini, kurva pertambahan panjang vs beban mengikuti aturan Hooke sebagai berikut : rasio tegangan (stress) rumus persamaan 3.1. dan regangan (strain) rumus persamaan 3.2. adalah konstan. Stress adalah beban dibagi luas penampang bahan dan strain adalah pertambahan panjang dibagi panjang awal bahan. Tegangan dirumuskan dengan:

Dimana

σ = tegangan (MPa) F: gaya tarikan (N) A: luas penampang (m²)

Diamana

ε = regangan (%)

ΔL: pertambahan panjang (mm) L: panjang awal (mm)

Hubungan antara stress dan strain dirumuskan dengan hukum Hooke: e = σ /ε Strain: ε = ΔL

Stress: σ =

... (3.1.)


(39)

Gambar 3.13 Kurva Tegangan-Regangan Sumber : (Sastranegara, A., 2009)

Untuk memudahkan pembahasan, kita modifikasi sedikit dari hubungan antara gaya tarikan dan pertambahan panjang menjadi hubungan antara tegangan dan regangan (stress vs strain). Selanjutnya kita dapatkan, yang merupakan kurva standar ketika melakukan eksperimen uji tarik. E adalah gradien kurva dalam daerah linier, di mana perbandingan tegangan (σ) dan regangan (ε) selalu tetap. E diberi nama "Modulus Elastisitas" atau "Young Modulus". Kurva yang menyatakan hubungan antara strain dan stress seperti ini sering disingkat kurva SS (SS curve).

Pengujian tarik dilakukan pada spesimen hasil pengelasan. Spesimen yang digunakan untuk uji tarik dibuat menurut standard ASTM E8/E8M-09 (Standard Test Methods of Tension Testing Wrought and Cast Aluminum- and Magnesium-Alloy Products (Metric). Pengujian tarik dilakukan di Laboratorium Material Teknik Universitas Negeri Surakarta. Skema pengujian tarik diperlihatkan pada Gambar 3.14. Sedangkan rancangan perhitungan uji tarik dapat dilihat pada Tabel 3.3.


(40)

Gambar 3.14 Skema uji tarik menurut ASTM E8

4. Pengujian Kekerasan

Kekerasan (Hardness) adalah salah satu sifat mekanik (Mechanical properties) dari suatu material. Kekerasan suatu material harus diketahui khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan (frictional force) dan deformasi plastis. Deformasi plastis sendiri suatu keadaan dari suatu material ketika material tersebut diberikan gaya maka struktur mikro dari material tersebut sudah tidak bisa kembali ke bentuk asal artinya material tersebut tidak dapat kembali ke bentuknya semula. Lebih ringkasnya kekerasan didefinisikan sebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi atau penetrasi (penekanan).

Pengujian kekerasan dengan metode Vickers bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam yaitu daya tahan material terhadap indentor intan yang cukup kecil dan mempunyai bentuk geometri berbentuk piramid seperti ditunjukkan pada Gambar 3.15, 3.16. Beban yang dikenakan juga jauh lebih kecil dibanding dengan pengujian rockwell dan brinel yaitu antara 1 sampai 1000 gram.

Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dengan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) dari indentor (diagonalnya) (A) yang dikalikan dengan sin (136°/2). Rumus untuk menentukan besarnya nilai kekerasan dengan metode vikers yaitu :


(41)

Gambar 3.15 Pengujian Vikers (William, D., Callister, Jr, 1985)

Gambar 3.16 Bentuk Indentor Vickers (William, D., Callister, Jr, 1985)

….VHN

Dimana :

HV = Angka kekerasan Vickers F = Beban (kgf)


(42)

1

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Pengelasan Pada FSW

Hasil pengelasan menggunakan metode FSW ditunjukkan pada Gambar 4.1. Pengelasan FSW adalah penyambungan pada kondisi padat atau logam las tidak mencair (solid-state process) dengan memanfaatkan gesekan antara pin beserta sholder dengan benda kerja sehingga mampu melunakan benda kerja tersebut dan terbentuklah sambungan las.

Pada Gambar 4.1.a menunjukkan bahwa hasil pengelasan dengan metode FSW dengan kecepatan putar tool 1300 rpm dengan feed rate 20 mm/menit terlihat lubang dan permukaan las masih terlihat kasar hal tersebut disebabkan putaran tool rendah sehingga pelunakan akibat panas dari friksi kurang maksimal. Pada kecepatan putar tool 2200 rpm dengan feed rate 20 mm/menit sambungan las menyatu dengan baik walaupun masih terdapat ripples dan permukaan kurang halus yang disebabkan pelunakan dari friksi mengalami siklus termal sehingga menyebabkan kampuh dipermukaan las, dapat dilihat pada gambar 4.1.b. Sedangkan pada gambar 4.1.c menunjukkan bahwa kecepatan putar tool 3300 rpm dengan feed rate 20 mm/menit sambungan las menyatu dengan baik, teramati adanya ripples. Hal tersebut disebabkan panas dari friksi lebih tinggi sehingga menyebabkan kampuh dipermukaan las.


(43)

2 100 mm 100 mm 100 mm

Gambar 4.1 hasil pengelasan dengan metode FSW variasi kecepatan putar tool dengan feed rate 20 mm/menit (a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm, (c) 3300 rpm

Arah pergeseran meja Advancing Side

Retriating Side

Arah Putaran Tool Arah pergeseran meja

Retreating Side Advancing Side

Arah pergeseran meja

Arah pergeseran meja

Arah pergeseran meja

Arah pergeseran meja Advancing Side

Advancing Side Retreating Side

Retreating Side Arah Putaran Tool

Arah Putaran Tool Advancing Side Advancing Side Retriating Side Retriating Side Ripples B C A A B C 170 mm 200 mm 200 mm Ripples


(44)

3

4.2 Hasil Foto Makro dan Mikro a. Hasil Foto Makro

Berdasarkan hasil foto struktur makro untuk tiap spesimen memiliki perbedaan yang sangat signifikan baik dari segi bentuk ataupun dari sifat mekaniknya. Hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan dari tiap kecepatan putar tool tidak sama sehingga menyebabkan proses pelunakan material tidak seluruhnya melunak. Proses pelunakan sangat berperan penting dalam pengelasan ini karena jika material tidak meleleh pin yang berfungsi sebagai pengaduk dan penyambung material tidak akan bisa mengaduk dengan sempurna.

Dari gambar 4.2 menunjukkan hasil pengelasan FSW adanya cacat wormholes dan incomplete penetrationn (IP) pada hasil pengelasan. Cacat wormholes yang memiliki panjang 2,4 mm, lebar 2,3 mm dan IP terdapat pada hasil pengelasan dengan putaran tool 1300 rpm. Cacat wormholes disebabkan kurangnya penetrasi dan menimbulkan konsentrasi tegangan pada hasil pengelasan, cacat IP disebabkan oleh kurangnya penekanan pembenaman serta suhu pengelasan yang rendah. Cacat wormholes juga terjadi pada variasi putaran tool 2200 rpm yang memiliki panjang 2,2 mm, lebar 2 mm dan pada variasi putaran tool 3300 rpm terdapat cacat IP yang memiliki panjang 2 mm, lebar 0,5 mm disebabkan suhu panas yang terlalu tinggi pada variasi tersebut sehingga menyebabkan material menjadi lebih mudah retak karena heat input yang terlalu tinggi.

Haipan (2012) menyatakan bahwa hal ini dapat terjadi akibat material yang teraduk hanya sepertiga dari seluruh material yang dilas. Pada gambar 4.2 terlihat adanya batas antara material yang menyatu dan tidak.


(45)

4

Gambar 4.2 Foto Stuktur makro sambungan las FSW dengan variasi putaran tool dengan pembesaran 9 kali a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm, dan

(c) 3300 rpm BM

HAZ WN

BM TMAZ

TMAZ

WN

BM TMAZ

TMAZ HAZ

WN BM

BM HAZ

TMAZ TMAZ

IP

Wormholes

Wormholes IP

5 mm 9 mm

BM

A

C B


(46)

5

b. Hasil Foto Mikro

Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk mengetahui perubahan struktur mikro yang terjadi akibat adanya proses pengelasan dengan metode FSW, yaitu didaerah stir zone, HAZ, dan base metal. Pada pengelasan FSW dengan penggunaan aluminium 5051 hanya terjadi penghalusan partikel-pertikel pada daerah stir zone dan tidak terjadi perubahan fase karena pada pengelasan ini tidak menggunakan logam pengisi. Menurut wahyudiato (2015) menyatakan bahwa partikel hitam yang terdispersi merata pada matriks aluminium adalah Al3Mg2, seperti yang dijelaskan pada Gambar 4.3 dan 4.4 Pada pengelasan FSW paduan Alumunium 5051.

Ketiga daerah (stir zone, HAZ, dan base metal) itu mendapatkan perlakuan yang berbeda pada saat proses pengelasan berlangsung, dengan adanya perlakuan yang berbeda maka ketiganya memiliki struktur mikro yang berbeda.

Gambar 4.3 Struktur mikro base metal Aluminium 5051 setelah pengujian mikrostruktur dengan pembesaran 100x

Menurut Wahyudianto (2015), bentuk butir pada aluminium 5052 memiliki panjang rata-rata 10 µm dan lebar rata-rata 8 µm serta berbentuk hitam itu menunjukkan kandungan butir Al3Mg2. Hasil foto struktur mikro daerah HAZ dengan perbesaran 100x dengan varisai putaran tool 1300,2200,3300 rpm dapat dilihat gambar 4.3


(47)

6

Gambar 4.4 Struktur Mikro daerah HAZ variasi putaran tool dengan pembesaran 100 kali (a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm (c) 3300 rpm

Pada Gambar 4.4.a menunjukkan daerah HAZ mengalami perubahan bentuk partikel, pada daerah tersebut ukuran partikel terlihat lebih kecil memiliki lebar rata-rata 10 µm dan partikel terlihat halus jika dibandingkan dengan daerah Gambar 4.4.(b).(c). Gambar 4.4.b untuk daerah HAZ, bentuk partikel Al3Mg2 terlihat memiliki lebar rata-rata 20 µm dan pada daerah tersebut tidak terlihat adanya transisi antara HAZ dan weld. Bentuk butir pada daerah HAZ pada gambar 4.4.c lebih besar memiliki lebar rata-rata 25 µm.Ukuran butir semakin bertambah seiring dengan tingginya kecepatan putaran tool hal ini dikarenakan pada daerah HAZ 3300 rpm menerima heat input yang lebih besar berasal dari pengelasan. Dari ketiga penjelasan bahwa daerah HAZ partikel masih berbentuk kasar dikarenakan daerah HAZ hanya terpengaruh panas dari gesekan tool pada saat proses pengelasan.

C

Al3Mg2

B A


(48)

7

Gambar 4.5 Struktur Mikro daerah stir zone variasi putaran tool dengan pembesaran 100 kali (a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm, (c) 3300 rpm

Pada gambar 4.5 menunjukan bahwa butiran logam akan semakin kecil bila dekat dengan stir zone bila dibandingkan butiran logam antara base metal, dan HAZ. Gambar 4.5.(b).(c) menunjukkan daerah stir zone, pada daerah ini partikel mengalami pertumbuhan dan partikel terlihat lebih kecil dan lembut terjadi akibat adanya rekristalisasi yang disebabkan oleh proses puntiran pada saat pengelasan.

4.3 Hasil Uji Kekerasan Vickers

Pengujian kekerasan ini dilakukan pada tiap spesimen hasil pengelasan dengan variasi putaran tool. Table 4.1 menunjukkan data hasil pengujian kekerasan dengan menggunakan uji kekerasan Vickers, kemudian pada Gambar 4.6 menunjukkan grafik perbandingan kekerasan pada setiap variasi pengelasan.

B A


(49)

8

Tabel 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan

Posisi titik uji (mm)

Nilai kekerasan VHN

1300 2200 3300 Raw Material

15 41.3 43.2 40.6 -

12 41.3 43.2 37.7 41.3

9 39.6 41.3 37.7 -

6 40.3 42.1 31.9 -

3 38 32.4 28 -

0 31.9 31.7 28.4 41.3

3 35.3 32.7 30.5 -

6 40.3 37.4 33.4 -

9 41.7 44.7 37.1 -

12 42.1 44.3 37.7 -

15 42.1 45.2 40.6 41.3

Proses pengelasan aluminium dengan friction stir welding menggunakan variasi putaran tool 1300, 2200 ,3300 rpm hasil pada pusat las lebih kecil dari raw material, dapat dilihat pada table 4.1. Pada putaran tool 1300 rpm memiliki kekerasan paling tinggi dipusat las sebesar 31,9 VHN sedangkan Kekerasan yang rendah di pusat las pada putaran tool 3300 rpm sebesar 28,4 VHN, ini dapat terjadi karena heat input yang besar proses pendinginannya membutuhkan waktu lama sehingga kekerasannya menurun. Erwanto, R., (2015) Al 5052 variasi putaran tool 1500, 2500, 3500 rpm dengan feed rate 60 mm/menit kekerasan mencapai 78 % dari kekuatan raw material.

Pada gambar 4.6 menunjukkan hasil daerah distribusi kekerasan dari pusat las ke advancing dan retreating. Hasil pada pusat titik las pada 3300 ke 1300 rpm terjadi kenaikan nilai kekerasan mekipun tidak signifikan. Penurunan nilai kekerasan pada daerah las dikarenakan karaktristik dari paduan itu sendiri selain itu juga disebabkan proses pengerasan membutuhkan waktu lama. Sedangkan pada jarak 3-15 mm dari pusat las kenaikan nilai kekerasan mulai terjadi hingga nilainya kurang lebih sama dengan logam induk.


(50)

9

.

Gambar 4.6 Grafik distribusi kekerasan dari pusat las ke retreating dan advancing

Gambar 4.7 Grafik pengaruh putaran tool terhadap kekerasan pada daerah sambungan las (titik 0)

Pada gambar 4.7 menunjukkan bahwa kekerasan dari sambungan FSW variasi putaran tool 1300, 2200, 3300 rpm hasilnya adalah 31,9, 31,7, 28,4 VHN.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

-20 -10 0 10 20

V

H

N

Posisi titik uji (mm)

1300 rpm 2200 rpm 3300 rpm Raw Material

Advancing Retreating

31.9 31.7

28.4 0 5 10 15 20 25 30 35 40 45

1300 2200 3300 Raw Material

Ke ke ra sa n (V HN ) Putaran (rpm) 41.3


(51)

10

Kekerasan sambungan las FSW hanya mencapai 77 % masih lebih rendah dari kekerasan raw materialnya.

Dari gambar grafik 4.7 menunjukkan bahwa ketiga variasi putaran tool diketahui bahwa semakin besar putaran tool maka tingkat kekerasannya semakin kecil. Hal ini disebabkan heat input yang dihasilkan semakin besar sehingga proses pengerasannya membutuhkan waktu lama selain itu juga karaktristik dari paduan itu sendiri yang tidak mampu diperlakuan panas.

4.4 Hasil UJi Tarik

Pengujian tarik menggunakan standar ASTM E8, dari proses pengujian didapat besaran tegangan tarik dan tegangan luluh data hasil pengujian dapat dilihat pada gambar 4.8 :

Gambar 4.8 pengaruh variasi putaran tool terhadap tansile strenght dan tansile yield pada sambungan las FSW

Pada gambar 4.8 menunjukkan bahwa kekuatan tarik dari sambungan FSW variasi putaran tool 1300, 2200, 3300 rpm hasilnya adalah 76,36, 90,13, 72,33 MPa. Kekuatan tarik dan tegangan luluh tertinggi diperoleh pada putaran tool 2200 rpm sebesar 90,13, 54,4 MPa. Hal ini tidak teramati adanya retak didaerah las, dan mempunyai kekerasan cukup tinggi. Sedangkan hasil kekuatan tarik

120.32 76.36 90.13 72.33 72.85 46.46 54.4 48.66 0 20 40 60 80 100 120 140

Raw Material 1300 2200 3300

Ke kua tan T arik (Mpa ) Putaran (rpm) TS Ty


(52)

11

yang rendah pada putaran tool 3300 rpm sebesar 72,33 VHN. Disebabkan terdapat cacat Incomplete Penetration (IP) hal ini dikarenakan panas yang terlalu tinggi pada variasi tersebut menyebabkan material menjadi lebih mudah retak karena heat input terlalu tinggi sehingga mengalami patah getas dan kekuatan tariknya menurun. Kekuatan tarik sambungan tersebut baru mencapai 75%. dari kekuatan tarik raw material.

Nilai yeld strength pada sambungan FSW variasi putar tool 1300, 2200, 3300 rpm masing-masing adalah 46,46, 54,4, 48,66 MPa. Tegangan luluh pada putaran tool 1300 rpm diperoleh hasil yang rendah disebabkan kurangnya penekanan serta suhu pengelasan rendah sehingga patahannya merambat pada sambungan las FSW. Kekuatan tegangan luluh sambungan baru mencapai 75% dari tegangan luluh raw material.

Pada penelitian Erwanto, R., (2015) Al 5052 variasi putaran tool 1500, 2500, 3500 rpm dengan feed rate 60 mm/menit kekuatan tarik mencapai 64 MPa dari kekuatan raw material.

Sudrajat, A., (2012) AA 1100 menggunakan variasi putaran tool 780, 980, dan 1120 rpm dengan feed rate 15 mm/menit kekuatan tarik mencapai 47 MPa dari kekuatan raw material.

Pada penelitian yang dilakukan oleh. Erwanto, R., (2015)., menyatakan bahwa kekuatan tarik mencapai 64 % dari kekuatan raw material danSudrajat, A., (2012), kekuatan tarik mencapai 47 % Mpa dari kekuatan raw material. Sedangkan pada penelitian ini mencapai 74 % lebih tinggi dari penelitian Erwanto dan sudrajat.

Gambar 4.9 grafik hasil yang diperoleh dari proses pengujian tarik berupa nilai regangan dari hasil pengelasan yang akan dibandingkan dengan nilai regangan raw material.


(53)

12

Gambar 4.9 Grafik Pengaruh putaran tool terhadap regangan hasil las FSW

Pada gambar 4.9 hasil dari pengujian tarik untuk nilai regangan dengan variasi putaran tool 1300, 2200, 3300 rpm adalah 6,16, 7,76, 4,56 % dan pada raw material sebesar 11,08%. Pada hasil pengujian tarik tersebut nilai regangan tertinggi pada putaran tool 2200 rpm disebabkan pada hasil las tidak terlihat cacat IP pada weld-nya, membentuk butiran-butiran kecil, kekerasan juga cukup tinggi sehingga mengalami patahan ulet. Sedangkan nilai regangan terendah pada putaran tool 3300 rpm pada hasil las terlihat cacat IP pada weld-nya, membentuk butiran-butiran lebar sehingga patahan terjadi tepat pada daerah las dan mengalami patahan getas. Nilai regangan dan tegangan pada penelitian ini mencapai 75% dari raw material dan regangan (ε) yang terjadi berbanding lurus dengan tegangannya (σ).

Pada penelitian yang dilakukan oleh. Erwanto, R., (2015)., menyatakan bahwa nilai regangan mencapai 26 % dari base metal dan Sudrajat, A., (2012), nilai regangan mencapai 200% dari base metal sedangkan pada penelitian ini hanya mencapai 75% dari base metal, lebih rendah dari regangan penelitian Sudrajat. 11.08 6.16 7.76 4.66 0 2 4 6 8 10 12

Raw Material 1300 2200 3300

R eg ang an (% ) Putaran (rpm)


(54)

13

Gambar 4.10 menunjukkan hasil dari proses pengujian tarik berupa nilai beban perpanjangan dari hasil pengelasan yang akan dibandingkan dengan nilai raw material. Pada logam induk aluminium 5051 dengan logam yang sudah dilas memiliki perbedaan tegangan dan regagan tarik yang tidak sangat signifikan, yang hampir mencapai 75% dari kekuatan raw materialnya. Hal ini di karenakan pada daerah logam lasan mengalami perubahan stuktur mikro, akibat dari penempaan pada saat pengelasan.

Gambar 4.10 grafik beban perpanjangan variasi putaran tool Keterangan

1. Raw material 2. 1300 rpm 3. 2200 rpm 4. 3300 rpm


(55)

4.5Fraktografi

Setelah dilakukan pengujian tarik dilakukan pengujian fraktografi pada patahan benda uji, hasil fraktografi dapat dilihat pada gambar 4.11

Gambar 4.11 penampang patahan uji tarik dengan putaran tool (a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm dan (c) 3300 rpm

Dari hasil yang telah dilakukan setelah uji tarik diperoleh bahwa spesimen gambar 4.11.(a).(b) hasil pengelasan FSW mengalami patahan ulet. Hal ini disebabkan hasil las menyatu dengan baik dan tidak teramati retak. Sedangkan gambar 4.11.c mengalami patahan getas hal ini diduga terdapat lubang dan tidak

C A


(56)

15

begitu menyatunya spesimen yang dilas pada hasil las FSW, dapat dilihat pada Gambar 4.11.

Gambar 4.12 patahan uji tarik tampak atas dengan kecepatan putar tool (a) 1300 rpm (b) 2200 rpm dan (c) 3300 rpm.

Patahan tampak atas sambungan las dapat dilihat pada Gambar 4.12. Pada sambungan las gambar 4.12.(a).(b) hasil pengelasan FSW mengalami patahan ulet. Hal ini disebabkan hasil las menyatu dengan baik, tidak teramati retak, dan terdapat lubang kecil. (c) mengalami patahan getas karena terdapat Cacat incomplete fusion. Cacat incomplete fusion yang terbentuk berupa lubang kecil yang terjadi pada bagian las dan tidak begitu menyatunya spesimen yang dilas, Hal tersebut membuktikan bahwa nilai kekuatan tarik berhubungan dengan nilai kekerasan.

A

B


(57)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1KESIMPULAN

1. Pada hasil foto makro terdapat cacat wormholes dan cacat Incomplete Penetration (IP) pada hasil pengelasan. cacat wormholes yang terbentuk berupa lubang kecil disebabkan kurangnya penetrasi dan menimbulkan konsentrasi tegangan pada hasil pengelasan, dan cacat IP berbentuk lubang memanjang disebabkan oleh kurangnya penekanan pembenaman serta suhu pengelasan yang rendah. Hasil foto mikro terlihat adanya perbedaan pada setiap butir-butir unsur pada daerah (Weld nugget, HAZ, dan base metal).

2. Nilai kekerasan pada pusat titik las pada 3300 rpm sebesar 28,4 VHN ke 1300 rpm sebesar 31,9 VHN terjadi kenaikan nilai kekerasan mekipun tidak signifikan. Penurunan nilai kekerasan pada daerah las dikarenakan karaktristik dari paduan itu sendiri selain itu juga disebabkan proses pengerasan membutuhkan waktu lama. Sedangkan pada jarak 3-15 mm dari pusat las kenaikan nilai kekerasan mulai terjadi hingga nilainya kurang lebih sama dengan logam induk.

3. Pada hasil kekuatan tarik dan tegangan luluh tertinggi pada sambungan las FSW dengan putaran tool 2200 rpm sebesar 90,13, 54,4 MPa yang terendah pada putaran tool 3300 rpm sebesar 72,33 MPa. Pada penelitian ini kekuatan tarik mencapai 74 % dari kekuatan raw material sebesar 120,3 MPa. Nilai regangan tertinggi pada putaran tool 2200 rpm sebesar 7,76 %. Sedangkan regangan terendah terdapat pada putaran tool 3300 rpm sebesar 4,56 %. Nilai regangan pada penelitian ini mencapai 70 % dari raw material sebesar 11,8 % dan regangan (ε) yang terjadi berbanding lurus dengan kekuatn tarik (σ).


(58)

5.2 Saran

1. Menggunakan pin tool kerucut agar teraduk lebih sempurna dan hasil pengelasan menyatu dengan baik dibandingkan pin silindris.

2. Menggunakan Pin tool berbentuk ulir (triflute) untuk meningkatakan aliran bahan dibanding pin silindris .

3. Adanya penambahan alat pemanas agar panas yang timbul pada logam lasan lebih merata dan menghasilkan lasan yang lebih baik.


(59)

DAFTAR PUSTAKA

ASTM. 2010. “Standart Test Methods for Tension Testing of Metallic Material, ASTM E8/E8M-09”.

Bhamji, I ., 2010.’’Solid state joining of metal by linear friction stir’’, Materials Science & Technology 2010. Vol.27. No.1. Jan 2011. pp.2-1.2.

Friction stir welding Esby, 2012., http ://eng. Esab.co.kr/Web App/ Upload/ 2012/ 04/05/ Friction%20Stir%20 Welding. pdf (Diakses 23 Mei 2016).

Kulekci, M, K., dkk, 2009, Experimental Comparison of MIG and Friction Stir Welding Processes for EN AW-6061-T6 (Al Mg1 Si Cu) Aluminium Alloy, Jurnal Vol.35 No. 1B, The Arabian Journal for Science and Engineering. Matweb, 2016., 5051 Alumunium Composition Spech

Nurdiansyah, F ., Soeweify., Zubaydi, A ., (2012), “ Pengaruh RPM Terhadap Kualitas Sambungan dan Metalurgi Las pada Joint Line untuk Aluminium Seri 5083 dengan Proses Friction Stir Welding”, JURNAL TEKNIK ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271

Rasyid, I.N., 2014, “Pengaruh Tool Terhadap Sifat Mekanis Dan Korosi Pada Sambungan Tak Sejenis Las FSW AA6061-T6 Dan AA5083” Perpustakan Universitas Gajah Mada, Yogyakarta.

Erwanto, R., 2015. “Pengaruh Kecepatan Putar Tool Terhadap Kekuatan Mekanik Dengan Friction Stir Welding (FSW) Pada Alumunium 5052” Skripsi TM Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Rahayu, D., 2012. “Analisis proses Friction stir welding (FSW) Pada Plat tipis Aluminium” Skripsi FT, UI, 2012.

Sudrajat, A.F.P., Sumarji., Darsin, M, 2012., “Analisis Sifat Mekanik Hasil Pengelasan Alumunium AA 1100 Dengan Metode Friction Strir Welding (FSW), Angger Sudrajat F.P, Jurnal ROTOR, Volume 5 Nomor 1, Januari 2012.

Sastranegara, A., 2009, Mengenal Uji Tarik http:// infometrik. Com /2009/09/ mengenal-uji-tarik-dan-sifat-sifat-mekanik-logam/ (Diakses 16 Mei 2016) Wahyudianto, FX. A., Ilman, M.N., Iswanto, P.T., dan Kusmono, 2015.

“Pengaruh Kecepatan Putar Tool Terhadap Struktur Mikro, Kekerasan dan Kekuatan Tarik Pada Sambungan Las FSW Tak Sejenis Anatara AA 5083 dan AA 6061-T6”, Prosiding Seminar Nasional Material dan Metalurgi (SENAMM VIII),Yogyakarta.

Wijayanto, J & Anelis, A., 2010. “Pengaruh Feed Rate terhadap Sifat Mekanik pada Pengelasan Friction Stir Welding Alumunium 6110”, Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1, November 2010.

Winarto., 2011, Hand Book Teknologi Pengelasan, Japan Welding Society 1-11, Kanda Sakuma-cho, Chiyoda-ku, Tokyo 101-0025 Japan.

William, D., Callister, Jr, 1985. “Materials Science And Engeenering, Callister’’, William D., 1940,Singapore.


(60)

LAMPIRAN

Lampiran 1 hasil pengujian kekerasan vickers pada putaran tool 1300 dan 2200 rpm


(61)

Lampiaran 2 hasil pengujian kekerasan vickers pada putaran tool 3300 rpm dan logam induk


(62)

(63)

(64)

(65)

(66)

(67)

(68)

(69)

(70)

(71)

(1)

2.2. Prosedur penelitian

Bahan yang digunakan untuk pengelasan FSW adalah aluminium 5051 yang memiliki kekuatan mekanik logam aluminium 5051 dari ASM yang tercantum pada Tabel 1.

Tabel 1 Sifat mekanik aluminium 5051 (ASM aluminium 5051A-H112 tahun 2016)

Uji Satuan

Massa jenis 2.7 g/cm³ (170 lb/ft³) Modulus elastisitas 71 Gpa (10 x 10⁶ psi) Perpanjangan putus 18 - 21%

Kapasitas panas 900 j/kg-k Kekuatan rasio berat 63 KN-m/kg

Kekuatan tarik 170 MPa (25000 Psi) Tegangan luluh 58 Mpa (8400 psi )

Ekspansi termal 22 µm/m-K

Proses FSW yang dilakukan dengan menggunakan mesin milling dengan variasi kecepaan putar tool 1300, 2200, dan 3300 rpm, dengan feed rate 20 mm/menit. Tool yang digunakan adalah besi pejal seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Desain tool

Pengamatan struktur mikro dilakukan untuk melihat zona-zona yang terbentuk dan batasan zona akibat pengelasan FSW dan karakteristik metalurgi dengan menggunakan mikroskop optic. Zona tersebut ialah logam induk, HAZ, TMAZ, dan NZ. Pengamatan juga dilakukan terhadap sifat mekanik hasil lasan meliputi kekerasan dan kekuatan tarik. Pengujian kekerasan dilakukan dengan metode Vicker di zona lasan dengan 11 titik dan bentuk spesimen uji tarik yang digunakan mengikuti standart ASTM E8, seperti pada gambar 3.

Gambar 3 Spesimen uji tarik berdasarkan ASTM

E8 3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Analisa visual permukaan lasan

Profil permukaan atas dan bawah yang dihasilkan dari proses pengelasan dengan variasi putaran tool ditunjukkan pada Gambar 4. pada permukaan lasan masih terlihat adanya ripples. Akhir lasan terdapat lubang pin dari tool yang digunakan, ini merupakan kekurangan pengelasan FSW.

Arah pergeseran meja

Arah pergeseran meja

Advancing Side Advancing Side

Advancing Side Retriating Side

Retriating Side

Arah pergeseran meja

Retriating Side

Arah Putaran Tool

Arah Putaran Tool

Arah Putaran Tool

A

B


(2)

Gambar 4 hasil pengelasan dengan metode FSW variasi kecepatan putar tool dengan feed rate 20 mm/menit (a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm, (c) 3300

rpm dan (d) tampak bagian bawah lasan 3.2. Struktur Makro dan Mikro

Gambar 5 menunjukkan hasil pengelasan FSW adanya cacat wormholes dan incomplete penetrationn (IP).

Cacat

wormholes

yang

memiliki panjang 2,3 mm, lebar 2 mm dan IP

terbesar terdapat pada hasil pengelasan dengan

putaran

tool

1300 rpm. Cacat

wormholes

disebabkan

kurangnya

penetrasi

dan

menimbulkan konsentrasi tegangan pada hasil

pengelasan. Sedangkan cacat IP disebabkan

oleh suhu pengelasan yang rendah sehingga

temperature lelehan logam yang teraduk belum

tercapai dengan baik.

Cacat wormholes juga terjadi pada variasi putaran tool 2200 rpm

yang

memiliki panjang 2,2 mm, lebar 2 mm

dan pada variasi putaran tool 3300 rpm terdapat cacat IP

yang memiliki panjang 2 mm, lebar 0,5 mm

disebabkan disebabkan panas yang terlalu tinggi pada variasi tersebut sehingga meenyebabkan material menjadi lebih mudah retak karena heat input yang terlalu tinggi.

Gambar 5 Stuktur makro sambungan las FSW dengan variasi putaran tool pembesaran 9 kali

(a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm, dan (c) 3300 rpm Pengamatan struktur mikro lasan di daerah BM, HAZ, dan NZ untuk lasan FSW dengan variasi putaran tool dapat dilihat pada gambar 6.

Gambar 6 struktur mikro daerah HAZ pembesaran 100 kali (a) base metal, (b) 1300 rpm, (c) 2200

rpm (d) 3300 rpm

Menurut Wahyudianto (2015) bentuk butir pada aluminium 5052 memiliki panjang rata-rata 10 µm dan lebar rata-rata 8 µm serta berbentuk hitam itu menunjukkan kandungan butir Al3Mg2. Gambar 6 memperlihatkan struktur mikro daerah

A B

C

Wormholes

Wormholes

IP

TMAZ

TMAZ

TMAZ

WN

WN

WN

HAZ

HAZ

Al3 Mg2

BM

BM

BM

Arah pergeseran meja

Advancing Side

Retriating Side

D

Al

IP

D

C

C B


(3)

HAZ dimana besar butir mengalami perubahan bentuk dan ukuran jika dibandingkan pada daerah base material. Hal ini diakibatkan oleh siklus termal yang berasal dari proses pengelasan. Sedangkan daerah HAZ 3300 rpm, bentuk dan ukuran butir sedikit membesar seiring kenaikan kecepatan putaran tool.

Gambar 7 Struktur Mikro daerah stir zone variasi putaran tool pembesaran 100 kali (a) 1300 rpm

(b) 2200 rpm dan (c) 3300 rpm

Pada Gambar 7 menunjukan bahwa butiran logam akan semakin kecil bila dekat dengan weld nugget bila dibandingkan butiran logam antara base metal, dan HAZ. Gambar 7.(b).(c) menunjukkan daerah stir zone, pada daerah ini partikel mengalami pertumbuhan dan partikel terlihat lebih kecil dan lembut terjadi akibat adanya rekristalisasi yang disebabkan oleh proses puntiran pada saat pengelasan.

3.3. Uji Kekerasan

Pengujian kekerasan ini dilakukan pada tiap spesimen hasil pengelasan dengan variasi putaran tool dengan pengujian kekerasan mikrovicker. Pada gambar 8 menunjukkan hasil daerah distribusi kekerasan dari pusat las ke advancing dan retreating. Hasil pada pusat titik las pada 3300 ke 1300 rpm terjadi kenaikan nilai kekerasan mekipun tidak

signifikan.

Penurunan nilai kekerasan pada daerah las dikarenakan

karaktristik dari paduan itu sendiri selain itu juga disebabkan proses pengerasan membutuhkan waktu lama.Sedangkan pada jarak 3-15 mm dari pusat las kenaikan nilai kekerasan mulai terjadi hingga nilainya kurang lebih sama dengan logam induk.

Gambar 8 grafik distribusi kekerasan dari pusat las ke retreating dan advancing

Gambar 9

grafik pengaruh putaran tool

terhadap kekerasan pada daerah sambungan

las (titik 0)

Pada gambar 9 Pada putaran tool 1300 rpm memiliki kekerasan paling tinggi dipusat las sebesar 31,9 VHN sedangkan Kekerasan yang rendah di pusat las pada putaran tool 3300 rpm sebesar 28,4 VHN, ini dapat terjadi karena heat input yang besar menghasilkan bentuk grain yang besar. Penelitian yang dilakukan Erwanto, R., (2015), menggunakan AL 5052 kecepatan putar tool 950, 1500, 2500 dan 3600 rpm. Dimana hasil uji kekerasan yang paling tertinggi pada kecepatan putar tool 3600 rpm sebesar 69,6 VHN dan kekerasan terendah pada putaran tool 1500 rpm sebesar 56,5 VHN

.

A B


(4)

3.4 UJi Tarik

Pengujian uji tarik dilakukan pada material aluminium 5051 pada logam hasil pengelasan. Dimensi spesimen uji tarik untuk material pengelasan menggunakan standar ASTM E8. Hasil yang diperoleh dari proses pengujian tarik berupa nilai tegangan dan regangan.

Gambar 9 pengaruh variasi putaran tool terhadap tansile strenght dan tansile yield pada

sambungan las FSW

Dari gambar 9 menunjukkan bahwa kekuatan tarik dari sambungan FSW variasi putaran tool 1300, 2200, 3300 rpm hasilnya adalah 76,36, 90,13, 72,33 MPa. Kekuatan tarik dan tegangan luluh tertinggi diperoleh pada putaran tool 2200 rpm sebesar 90,13, 54,4 MPa. Sedangkan hasil kekuatan tarik yang rendah pada putaran tool 3300 rpm sebesar 72,33 VHN disebabkan terdapat cacat wormholes hal ini dikarenakan panas yang terlalu tinggi pada variasi tersebut menyebabkan material menjadi lebih mudah retak sehingga kekuatan tariknya menurun.

Nilai yeld strength pada sambungan FSW variasi putar tool 1300, 2200, 3300 rpm masing-masing adalah 46,46, 54,4, 48,66 MPa. Tegangan luluh pada putaran tool 1300 rpm diperoleh hasil yang rendah disebabkan

kurangnya penekanan

serta suhu pengelasan rendah

pada sambungan las FSW.

Pada penelitian yang dilakukan oleh. Erwanto, R., (2015)., menyatakan bahwa kekuatan tarik mencapai 64 % dari kekuatan raw material sebesar 323 MPa. Sedangkan pada pengujian ini hanya mencapai 75% raw material lebih tinggi dari penelitian erwanto.

Gambar 10 grafik variasi putaran tool terhadap regangan

Gambar 10 menunjukkan hasil dari pengujian tarik nilai regangan terbesar pada raw material sebesar 11,08%, sedangkan variasi putaran tool 1300, 2200 adalah 6,16, 7,76, dan yang teredah putaran tool 3300 rpm sebesar 4,56 %. Pada penelitian yang dilakukan oleh Erwanto, R., (2015)., menyatakan bahwa kekuatan tarik mencapai 26 % dari kekuatan raw material sebesar 25.1 % sedangkan pada penelitian ini hanya mencapai 75% dari raw material, lebih tinggi dari regangan penelitian Erwanto.

Gambar 4.11 grafik beban perpanjangan variasi putaran tool

keterangan

1. Raw material 2. 1300 rpm 3. 2200 rpm 4. 3300 rpm

Gambar 4.11 menunjukkan hasil dari proses pengujian tarik berupa nilai beban perpanjangan


(5)

(tegangan-regangan) dari hasil pengelasan yang akan dibandingkan dengan nilai raw material. Pada logam induk aluminium 5051 dengan logam yang sudah dilas memiliki perbedaan tegangan dan regagan tarik yang sangat signifikan, mencapai 75% dari kekuatan raw materialnya. Hal ini di karenakan pada daerah logam lasan mengalami perubahan stuktur mikro, akibat dari penempaan pada saat pengelasan

3.4. Fraktorafi

Dari hasil yang telah dilakukan setalah uji tarik diperoleh bahwa spesimen gambar 11.(a).(b) hasil pengelasan FSW mengalami patahan ulet. Hal ini disebabkan hasil las menyatu dengan baik dan tidak teramati retak. Sedangkan gambar 11.c mengalami patahan getas hal ini diduga terdapat lubang dan retak pada hasil las FSW, dapat dilihat pada Gambar 11.

Gambar 11 penampang patahan spesimen uji tarik dengan variasi putaran tool

(a) 1300 rpm, (b) 2200 rpm dan (c) 3300 rpm

Gambar 12 patahan uji tarik tampak atas dengan kecepatan putar tool (a) 1300 rpm (b) 2200 rpm

dan (c) 3300 rpm.

Patahan tampak atas sambungan las dapat dilihat pada Gambar 4.11. Pada sambungan las gambar 4.11.(a).(c) mengalami patahan getas karena terdapat Cacat incomplete fusion. Cacat incomplete fusion yang terbentuk berupa lubang kecil yang terjadi sepanjang pengelasan dan tidak begitu menyatunya spesimen yang dilas, Sesuai dengan hasil uji kekasaran mikro dan hasil dari foto makro Hal tersebut membuktikan bahwa nilai kekuatan tarik berhubungan dengan nilai kekerasan

.

4. Kesimpulan

1. Pada hasil makro pada putaran tool 3300 rpm terdapat cacat IP.

Cacat

wormholes

disebabkan kurangnya penetrasi dan

menimbulkan

konsentrasi

tegangan

pada hasil pengelasan, cacat

IP

disebabkan oleh suhu pengelasan yang

rendah dan suhu pengelasan terlalu

tinggi.

Cacat wormholes juga terjadi pada variasi putaran tool 2200 rpm dan pada variasi putaran tool 3300 rpm terdapat cacat IP disebabkan disebabkan panas yang terlalu tinggi pada variasi tersebut sehingga meenyebabkan material menjadi lebih mudah retak karena heat input yang terlalu tinggi. Hasil foto mikro terlihat adanya perbedaan pada setiap butir-butir unsur pada daerah (Weld nugget, HAZ, dan base metal).

2. Nilai kekerasan pada pusat titik las pada 3300 rpm sebesar 28,4 VHN ke 1300 rpm sebesar 31,9 VHN terjadi kenaikan nilai kekerasan mekipun tidak signifikan. Penurunan nilai kekerasan pada daerah las A

C B

C B A


(6)

dikarenakan karaktristik dari paduan itu sendiri selain itu juga disebabkan proses pengerasan membutuhkan waktu lama. Sedangkan pada jarak 3-15 mm dari pusat las kenaikan nilai kekerasan mulai terjadi hingga nilainya kurang lebih sama dengan logam induk

.

3. Pada hasil uji tarik nilai tegangan dan regangan tertinggi pada sambungan las FSW dengan putaran tool 2200 rpm sebesar (90,13 MPa ; 7,76 %) dan nilai tegangan dan regangan yang terendah pada putaran tool 3300 sebesar (72,33 MPa ; 4,56 %). Regangan (ε) yang terjadi

berbanding lurus dengan tegangannya (σ)

dan kekuatan tarik sambungan las FSW mencapai 74%. dari kekuatan tarik raw material.

4. Dari hasil

pengujian fraktograf

i

pada

patahan

benda uji putaran tool 1300

dan 2200 rpm

mengalami patahan ulet. Hal ini disebabkan hasil las menyatu dengan baik dan tidak teramati retak. tool 3300 rpm mengalami patahan getas hal ini diduga terdapat lubang dan retak pada hasil las FSW.

5. Daftar Pustaka

ASTM, 2010. “Standard Test Methods for

Tesion Testing of Metallic materials, ASTM E8/E8M-09”.

Kulekci, M, K., dkk, 2009, Experimental Comparison of MIG and Friction Stir Welding Processes for EN AW-6061-T6 (Al Mg1 Si Cu) Aluminium Alloy, Jurnal Vol.35 No. 1B, The Arabian Journal for Science and Engineering. Erwanto, R., 2015, “Pengaruh ecepatan

putar Tool Terhadap Kekuatan Mekanik Dengan Friction Stir Welding (FSW) Pada Alumunium

5052”, Skripsi TM Universitas

Muhammadiyah Yogyakarta, Yogyakarta.

Rasyid, I.N., 2014, “Pengaruh Tool

Terhadap

Sifat

Mekanis

Dan

Korosi Pada Sambungan Tak

Sejenis Las FSW AA6061-T6 Dan

AA5083”

Perpustakan Universitas

Gajah Mada, Yogyakarta.

Wahyudianto, FX. A., Ilman, M.N.,

Iswanto, P.T., dan Kusmono, 2015.

“Pengaruh

Kecepatan Putar Tool

Terhadap

Struktur

Mikro,

Kekerasan dan Kekuatan Tarik

Pada Sambungan Las FSW Tak

Sejenis Anatara AA 5083 dan AA

6061-

T6”,

Prosiding

Seminar

Nasional Material dan Metalurgi

(SENAMM VIII),Yogyakarta.