Konsep etika belajar siswa menurut al-Ghazali

KONSEP ETIKA BELAJAR SISWA
MENURUT AL-GHAZALI

Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh
HUSNUL KHULUQ
NIM: 206011000047

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M

ABSTRAK
Husnul Khuluq, NIM: 206011000047, Konsep Etika Belajar Siswa Menurut
Al-Ghazali

Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju akil baligh (kedewasaan), baik secara fisik,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diembannya
sebagai seorang hamba (‘abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai pemelihara
(khalifah) pada alam semesta. Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah
mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dan keahlian (skill) yang
diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan untuk terjun ke tengah
masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Sesuai dengan karakteristik masalah yang diangkat dalam skripsi ini maka
dalam penulisannya, penulis menggunakan Metode Riset kualitatif, yaitu
menekankan analisanya pada data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan
dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis
gunakan untuk menganalisis pemikiran Al-Ghazali tentang konsep etika belajar
siswa. Maka dengan sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada
Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah
dan mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan masalah
yang dibahas.
Adapun dalam pembahasannya penulis menggunakan metode deskriptif
karena data yang dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka.
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi

hanya menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau keadaan.
Selain itu semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi kunci terhadap apa
yang diteliti. Dengan demikian laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data
untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut. Data tersebut mungkin
berasal dari naskah atau dokumen lainnya.
Hasil penelitian yang penulis temukan terkait dengan konsep etika belajar
menurut Al-Ghazali mempunyai empat konsep etika belajar siswa, yaitu 1) diri
sendiri, yang meliputi aspek fisik dan psikis berupa aspek keimanan, akhlak,
aqliyah, sosial dan jasmaniyah; 2) terhadap guru yang menekankan guru harus
dianggap sebagaimana kita menganggap orang tua kita sendiri; 3) memilih
pelajaran yang terdiri atas ilmu mukasyafah dan ilmu mu’amalah; dan 4) memilih
teman belajar yang terbaik dalam hal ketakwaan. Keempat konsep etika belajar
siswa Al-Ghazali tersebut tidak dapat dipisah-pisahkan, akan tetapi merupakan
satu kesatuan yang utuh untuk membentuk kepribadian siswa yang paripurna
sehingga ia dapat berhasil dalam proses belajarnya meraih ilmu yang bermanfaat
tidak saja hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Konsep etika belajar menurut AlGhazali tersebut selalu relevan dengan perkembangan zaman dunia pendidikan,
baik di Indonesia maupun di belahan dunia manapun. Dan karenanya konsep etika
belajar siswa yang dikemukakan Al-Ghazali sangat urgent pengejawentahannya
bagi kemajuan dunia pendidikan.


i

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahiim

Segala puja dan puji bagi Allah SWT sebagai pagar penjaga nikmat-Nya,
zat yang Maha Menggenggam segala sesuatu yang ada dan tersembunyi di balik
jagad semesta alam, zat yang Maha Meliputi segala sesuatu yang terfikir maupun
yang tidak terfikir. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah atas Nabi
Muhammad SAW, keluarganya, sahabatnya, dan bagi seluruh Umat Islam yang
terlena maupun terjaga atas sunnahnya.
Alhamdulillahirrabbil‘aalamiin,

penulis

mengucapkan rasa

syukur

kepada Allah SWT atas segala rahmat dan pertolongan-Nya, sehingga skripsi ini

dapat diselesaikan. Karena tanpa rahmat pertolongan-Nya tidaklah mungkin
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Konsep Etika Belajar Siswa Menurut Al-Ghazali.”
Penulis gunakan untuk memenuhi persyaratan kelulusan yang ditempuh di
Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI). Penulis tertarik mengangkat karya tulis
ini karena berbekal dari pendidikan merupakan jembatan bagi anak yang akan
menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan masyarakat kelak.
Melalui sekolah inilah seorang anak kelak diharapkan menjadi orang dewasa
sebagai seorang warga negara dan warga masyarakat yang baik dan produktif.
Lebih dari itu, sebagai manusia, para siswa pun memiliki tanggung jawab sebagai
khalifah di muka bumi untuk melaksanakan tugas kekhalifahannya dengan sebaikbaiknya serta bersosialisasi dengan etika-etika dan norma-norma yang berlaku di
lingkungan masyarakat sekitarnya sebagai bekal kehidupan di akhirat kelak.
Dengan penuh kesadaran dan kerendahan hati, penulisan skripsi ini tidak
akan terselesaikan bila tanpa bantuan serta dukungan dari berbagai pihak, baik
secara moril maupun materil. Sudah sepatutnya penulis mengucapkan terima
kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungannya,
sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis mengucapkan terima
kasih sebesar-besarnya kepada :
ii


1.

Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.

2.

Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3.

Drs. Sapiudin Shiddiq, M.A, Dosen Penasehat Akademik Jurusan Pendidikan
Agama Islam, angkatan 2005. Serta Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah yang telah mengarahkan,
mendidik, membimbing, dan memberikan ilmu yang sangat bermanfaat untuk
penulis.

4.


Prof. Dr. H. Moh. Ardani, selaku Dosen Pembimbing skripsi, yang tidak
pernah menutup pintu keluasan waktunya untuk membimbing dan
memberikan semangat dan arahan dalam penulisan skripsi ini.

5.

Ibunda penulis (Siti Choiriyah) dan Ayahanda penulis (alm. R. Ibnu Mukti)
tercinta, atas tirakat suci, doa dan air mata tersebunyi bagi kehidupan penulis,
terima kasih, semoga pintu Rahman dan Rahim-Nya selalu terbuka untuk
pengorbananmu, Amin. Kakanda penulis (Kuni Masrochati dan Khotib AlUmam) dan Adinda penulis (Fathul Bari) atas semua persembahan dari surga
ini. Seluruh keluarga; Kakek (almarhum) dan nenek (almarhum), serta
keluarga besar, terima kasih atas doa yang terucap.

6.

Dr. Halimi, M.Ag yang telah memberikan dukungan kepada penulis baik
secara moral maupun material, penulis ucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya.

7.


Abu Khaer, terima kasih atas support dan pengorbanannya. I’m so sorry, if I
always disturb your actifity especially time of your sleep.!!

8.

Teman-teman seperjuangan, FORMAL (Forum Komunikasi Alumni dan
Santri Lirboyo), teman-teman Watu Congol, sesepuh dan jama’ah Mushalla
Al-Taqwa, teman-teman Majlis Ceria Al-Fikriyah, juga teman-teman yang
lain tanpa mengurangi rasa hormat penulis yang tidak dapat penulis sebutkan
satu persatu. Hanya ucapan terima kasih yang selalu terurai yang bisa penulis
sampaikan.

iii

9.

Seseorang yang memberikan inspirasi terbesar, Yoyo dan semua personel
PADI, Armand Maulana dan Dewa Budjana, thank you for spirit. Temanteman Komunitas Anak Jalanan (ANJAL Community). Teman-teman Anak
Kaki Lima Gunung (Anka 5G). Teman-teman Slanker Rawamangun. Temanteman HERS Radio. Teman-teman Milanisti Club dan komunitas lain yang
penulis pernah numpang ngopi. I perfect your struggle.


10. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan Agama Islam Non-Reg angkatan
2006, I miss you full.
11. Staff Perpustakaan Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan, dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
atas pelayanannya.
12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu serta memberikan dukungan
kepada penulis baik secara moral maupun material, penulis ucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya.

Jakarta, 9 Desember 2010

Husnul Khuluq

iv

DAFTAR ISI

ABSTRAK ................................................................................................... ..i
KATA PENGANTAR .................................................................................. .ii

DAFTAR ISI ................................................................................................ .v
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ………………………………………..1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah …………………………..4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………………………………...5
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………………….6
E. Metode Penelitian ……………………………………………...9
F. Sumber Data Penulisan ………………………………………..10

BAB II

KAJIAN TEORI
A. KONSEP PENDIDIKAN ISLAM .............................................11
1. Pengertian Pendidikan Islam.................................................. 11
2. Dasar Pendidikan Islam ......................................................... 15
3. Tujuan Pendidikan Islam ....................................................... 19
4. Metode Pendidikan Islam ...................................................... 21
5. Ruang Lingkup Pendidikan Islam .......................................... 25

6. Tanggung Jawab Pendidikan Islam ........................................ 26
B. Konsep Etika .......................................................................... 27
1. Pengertian Etika .................................................................... 27
2. Ruang Lingkup Etika ............................................................. 29
3. Perbedaan Antara Etika dengan Akhlak ................................. 30
C. Konsep Belajar .......................................................................
1. Pengertian ............................................................................. 34
2. Ciri-ciri Belajar ..................................................................... 35
D. Etika Belajar Siswa Menurut Tokoh Pendidikan Islam........... 37

iii

BAB III BIOGRAFI AL-GHAZALI
1. Sejarah Ringkas Al-Ghazali................................................... 42
2. Karya-karya Al-Ghazali......................................................... 46
3. Konsep Pendidikan Menurut Al-Ghazali................................ 47

BAB IV ANALISIS ETIKA BELAJAR SISWA MENURUT AL-GHAZALI
A. Konsep Etika Belajar Siswa.......................................................... 50
1. Konsep Etika Belajar Siswa dengan Diri Sendiri.................... 50

2. Konsep Etika Belajar Siswa dengan Guru .............................. 54
3. Konsep Etika Belajar Siswa dalam Memilih pelajaran ........... 57
4. Konsep Etika Belajar Siswa dalam Memilih Teman............... 60
B. Relevansi Etika Belajar Siswa Al-Ghazali dalam Masyarakat
Pendidikan Modern ........................................................................... 64

BAB V

PENUTUP
Kesimpulan .................................................................................. 72
Saran ........................................................................................... 72

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 74

iv

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses
pemberdayaan manusia menuju akil baligh (kedewasaan), baik secara fisik,
mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang
diembannya sebagai seorang hamba (‘abd) dihadapan Khaliq-nya dan sebagai
pemelihara (khalifah) pada alam semesta. Dengan demikian, fungsi utama
pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik dengan kemampuan dan
keahlian (skill) yang diperlukan agar memiliki kemampuan dan kesiapan
untuk terjun ke tengah masyarakat (lingkungan), sebagai tujuan akhir dari
pendidikan.
Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah pencapaian tujuan yang
diisyaratkan oleh Al-Qur’an, yaitu serangkaian upaya yang dilakukan oleh
seorang pendidik dalam membantu (membina) anak didik menjalankan
fungsinya di muka bumi, baik pembinaan pada aspek material maupun
spiritual. Dengan pencapaian tujuan tersebut, diharapkan anak didik akan
mampu menjadi makhluk dwi dimensi yang integral dan utuh. 1 Dengan
perkembangan dua dimensi tersebut diharapkan anak didik dapat bermanfaat

1

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), cet. I, h. 107

1

2

bagi kehidupannya dan kehidupan sosialnya. Dan bila hal ini terjadi, akan
berimplikasi pada kebahagiannya di dunia maupun di akhirat.
Dengan demikian, pendidikan idealnya merupakan suatu proses di
dalam menemukan transformasi baik dalam diri, maupun komunitas manusia.
Oleh sebab itu, proses pendidikan yang benar adalah membebaskan seseorang
dari berbagai kungkungan, intimidasi, dan ekploitasi. Disinilah letak tujuan
dari paedagogik, yaitu membebaskan manusia secara konprehensif dari ikatanikatan yang terdapat di luar dirinya atau dikatakan sebagai sesuatu yang
mengikat kebebasan seseorang.
Pandangan paedagogisme tersebut memang mempunyai segi-segi
positif yang sangat menghormati perkembangan anak, namun juga
mempunyai berbagai kelemahan karena anak seakan-akan diisolasikan dari
kehidupan bersama di dalam masyarakat. Paedagogisme melahirkan child
centered education yang cenderung melupakan bahwa anak hidup di dalam
suatu masyarakat tertentu dan mempunyai cita-cita hidup bersama yang
tertentu pula. Dengan kata lain, child centered education telah melahirkan
romantisme pendidikan yang berpusat kepada kepentingan anak (child needs).
Hal ini akan memberikan reaksi terhadap pendidikan yang tidak melihat
kepada hakikat anak sebagai makhluk manusia yang hidup di dalam dunianya
sendiri sehingga perlu memperoleh perlakuan-perlakuan khusus di dalam
proses mendewasakannya.2
Di sisi lain, pendidikan merupakan elemen yang sangat signifikan
dalam menjalankan roda kehidupan. Karena dari sepanjang perjalanan
manusia, pendidikan merupakan barometer untuk mencapai pematangan nilainilai kehidupan. Oleh karena itu, pemerintah melalui UU RI SISDIKNAS No.
20 Tahun 2003 Bab II Pasal 3 menyatakan:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi anak didik agar menjadi manusia yang beriman
2

H.A.R. Tilaar, Ed., Pendidikan, Kebudayaan, dan Masyarakat Madani Indonesia,
Strategi Reformasi Pendidikan Nasional, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1999), h. 19-20

3

dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab .3
Dengan demikian, dalam usaha mengoptimalkan seluruh potensi yang
dimiliki, siswa tidak hanya memanfaatkan kemampuan intelektualnya saja,
tetapi juga mengoptimalkan kemampuan beretika dalam kehidupan sehari-hari
mereka sehingga bisa dimanfaatkan untuk berinteraksi dengan orang lain,
terutama berinteraksi dengan guru.
Oleh karena itu, peran orang tua dan guru agama di sekolah sangatlah
penting agar akhlakul karimah tertanam dalam diri anak. Namun pada
sekolah-sekolah menengah umum yang notabene pelajaran agama Islamnya
memiliki persentasi yang amat kecil, kurang berperan dalam menciptakan
situasi yang kondusif dan meningkatkan keyakinan dan amalan agama. Hal
tersebut tersinyalir dengan adanya berbagai bentuk pelanggaran ajaran-ajaran
Islam, misalnya berani menentang perintah sang guru, berperilaku tidak sopan,
tawuran, aksi corat-coret, kurangnya kesadaran tentang kedisiplinan, dan
sebagainya.
Upaya untuk memperbaiki keadaan sebagaimana tersebut di atas,
terkait erat dengan proses pembelajaran, di mana guru sebagai salah satu
faktor yang ikut menunjang terwujudnya tujuan pendidikan secara optimal.
Indikasi ke arah faktor penunjang tercapainya tujuan tersebut adalah dengan
adanya interaksi yang baik antara guru dan siswa dan terjalinnya hubungan
yang

saling

mempengaruhi

untuk

merealisasikan

rencana-rencana

pembelajaran yang telah digariskan sebelumnya dalam rangka pencapaian
tujuan pendidikan siswa secara optimal.
Dalam konsep agama Islam, tujuan pendidikan ialah pembentukan
akhlak. Hal ini sesuai dengan makna tersirat yang tercantum dalam Al-Qur’an:

    

3

Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI
Tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 8-9

4

Dan sesungguhnya kamu (ya Muhammad) benar-benar berbudi
pekerti yang agung/luhur. (Q.S. Al-Qolam: 68)
Demikian juga dari hadits Nabi SAW:

5

belajar siswa di sini adalah etika siswa kepada guru baik di lingkungan kelas
maupun di luar kelas (kehidupan sehari-hari).
Agar penulisan skripsi ini lebih terarah, maka penulis membatasi
permasalahan pada hal sebagai berikut:
1. Pembahasan dibatasi hanya dalam tata-cara beretika yang bekenaan
dengan situasi belajar dalam proses pendidikan.
2. Penulisan skripsi ini membahas etika siswa dalam belajar yang semestinya
dilakukan dalam kerangka pendidikan universal berdasarkan pendapat AlGhazali yang terdapat dalam karya-karyanya, terkait dengan masalah
pendidikan.
Adapun masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah etika belajar siswa menurut Al-Ghazali?
2. Bagaimana mengaplikasikannya dalam proses pembelajaran siswa seharihari?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dilaksanakannya penulisan ini dimaksudkan untuk
mengetahui tata cara beretika belajar siswa yang baik menurut Al-Ghazali
sehingga dapat dipahami, diteladani dan direalisasikan dalam kehidupan
sehari-hari.
Di antara tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan skripsi ini adalah:
1. Tujuan keagamaan, maksudnya beramal untuk kehidupan akhirat, yakni
dari pengetahuan konsep etika belajar menurut Al-Ghazali yang
dipaparkan dan sesuai dengan sesuai dengan petunjuk Al-Qur’an dan AlHadits, diharapkan agar pembaca, terutama bagi mereka yang berstatus
siswa/mahasiswa dapat merealisasikannya, baik di dalam kelas maupun di
luar kelas sehingga berfungsi dalam proses belajar-mengajar, penerimaan
materi ajar dan pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan dalam
kehidupa riil, serta mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
2. Tujuan ilmiah, yang bersifat keduniawiaan, yakni bertujuan agar pembaca,
terutama mereka yang berstatus siswa/mahasiswa dapat memahami makna

6

etika belajar yang sesuai dengan tuntunan agama, sehingga dapat
mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun manfaat penelitian ini adalah:
1. Mengembangkan khazanah pengetahuan keislaman di lingkungan institusi
pendidikan tinggi Islam.
2. Mengetahui bagaimana pandangan Al-Ghazali terhadap etika belajar siswa
yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari.
3. Memberikan sumbangsih pemikiran tentang konsep dan teoritis tentang
etika belajar yang sesuai dengan petunjuk Al-Qur'an dan Al-Hadits, serta
menambah khazanah kepustakaan dalam mengkaji dan memahami salah
satu dari konsep pemikiran Al-Ghazali.
4. Sebagai bahan perbandingan dan masukan bagi para peserta didik dalam
memilih teori dan tata cara belajar yang baik.
5. Sebagai salah satu bentuk karya ilmiah yang dapat dijadikan bahan
referensi oleh para akademisi dalam pembuatan tugas karya ilmiahnya.
Tujuan dan manfaat di atas, lebih menekankan kepada fungsi manusia
sebagai khalifah di muka bumi untuk melaksanakan tugas kekhalifahannya
dengan sebaik-baiknya, serta bersosialisasi dengan etika dan norma yang
berlaku di lingkungan masyarakat sekitarnya sebagai bekal kehidupan di
akhirat kelak.

D. Tinjauan pustaka
1. Analisis teori
Kegiatan belajar mengajar dikatakan sebagai suatu sistem
intruksional yang didalamnya terdapat seperangkat komponen yang saling
bergantung antara yang satu dengan yang lain. Komponen-komponen
tersebut meliputi tujuan, metode, bahan atau materi pelajaran, alat atau
media dan evaluasi.
Belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang bernilai edukatif.
Nilai edukatif mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak

7

didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu.
Dalam pendidikan agama Islam tujuan yang hendak dicapai ialah
menumbuhkan dan meningkatkan keimanan melalui pemberian dan
pemupukan pengetahuan, pengamalan serta penghayatan peserta didik
tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus
berkembang dalam

hal keimanan, ketakwaannya, berbangsa dan

bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang
lebih tinggi.6
Oleh karena itu, pendidikan di sekolah itu sebenarnya adalah
bagian dari pendidikan dalam keluarga yang sekaligus juga merupakan
lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Dan kehidupan di sekolah adalah
merupakan jembatan bagi anak yang akan menghubungkan kehidupan
dalam keluarga dengan kehidupan masyarakat kelak. Melalui sekolah
inilah seorang anak kelak diharapkan menjadi orang dewasa sebagai
seorang warga negara dan warga masyarakat yang baik dan produktif. 7
Hal di atas sebagaimana nasihat yang disampaikan Al-Ghazali
kepada muridnya:
Hai anak! Ilmu yang tidak disertakan dengan amal itu namanya
gila, dan amal tanpa ilmu itu akan sia-sia. Dan ketahuilah bahwa
semata-mata ilmu saja tidak akan menjauhkan maksiat di dunia ini,
dan tidak akan membawa kepada taat dan kelakpun di akhirat tiada
akan memeliharamu (menjagamu, menghindarkan) daripada neraka
8
jahannam.
Jadi, antara ilmu dan amal harus seimbang dan saling melengkapi,
searah dan setujuan maksudnya. Dengan kata lain, ilmu haruslah amaliah
dan amal haruslah ilmiah, sehingga dapat tercapai keharmonisan antara

6

Abdul Majid dan Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Komptensi;
Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006), cet. Ke-3,
h. 135
7
M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet.1,
h. 28
8
Al-Ghazali, Ayyuha al-Walad, (Beirut: Dar al-Kutub al-’Ilmiyah, 1994 M), cet. I, h. 104

8

ilmu dan amal yang nantinya dapat direalisasikan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2. Kerangka berfikir
Keharmonisan antara ilmu dengan amal merupakan tuntutan ajaran
Islam yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk perilaku atau
aturan-aturan positif yang sesuai dalam proses belajar mengajar dengan
tetap mengedepankan konsentrasi, bersopan-santun dan menciptakan
suasana belajar-mengajar yang harmonis dengan tetap memperhatikaan
kemuliaan, kehormatan dan kewibawaan guru, sehingga dapat mencapai
hasil belajar berupa penguasaan pengetahuan, keterampilan dan sikap atau
tingkah laku yang diinginkan, sehingga dapat direalisasikan dalam
kehidupan sehari-hari. Berangkat dari sini, penulis mencoba mengkaji dan
membahas konsep etika belajar yang baik, dalam hal ini mengacu kepada
pemikiran Al-Ghazali.
Abu Hamid Al-Ghazali (1058-1111M) adalah seorang teolog
muslim, faqih dan sufi abad pertengahan. Hanya sedikit tokoh dalam
sejarah intelektual Islam yang memiliki pengaruh sekuat dan seberagam
Abu Hamid Al-Ghazali.9 Beliau juga salah satu ulama yang mengupas
masalah pendidikan dalam kaitannya dengan proses belajar mengajar.
Apabila pandangan Al-Ghazali tentang pendidikan tersebut dibandingkan
dengan pendidikan modern di Indonesia, nampaknya masih ada
relevansinya, karena masyarakat Indonesia masih menjunjung tinggi nilainilai

(agama)

dan

norma-norma

(susila)

pergaulan

dan

sosial

kemasyarakatan, bahkan dalam dunia pendidikan modern sekalipun, di
Indonesia masih memperhatikan dan mengembangkan nilai dan norma
tersebut.

9

Eva Y, N, Femmy S., Jarot W., Poerwanto, Rofik S., Ensiklopedi Oxford, Dunia Islam
Modern, (Bandung: Mizan, 2001), h. 111

9

E. Metode Penelitian
1. Jenis penelitian
Penelitian ini bersifat Kualitatif. Riset kualitatif memproses
pencarian gambaran data dari konteks kejadian secara langsung sebagai
upaya melukiskan peristiwa sepersis kenyataannya, yang berarti membuat
pelbagai kejadiannya seperti merekat dan melibatkan perspektif yang
partisipatif di dalam pelbagai kejadian, serta menggunakan penginduksian
dalam menjelaskan gambaran fenomena yang diamatinya. 10 Dengan
demikian, pendekatan kualitatif menekankan analisanya pada data
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati. Pendekatan kualitatif penulis gunakan untuk menganalisis
pemikiran Al-Ghazali tentang konsep etika belajar siswa. Maka dengan
sendirinya penganalisaan data ini lebih difokuskan pada Penelitian
Kepustakaan (Library Research), yakni dengan membaca, menelaah dan
mengkaji buku-buku dan sumber tulisan yang erat kaitannya dengan
masalah yang dibahas.
Sedangkan dipilihnya metode deskriptif karena data yang
dikumpulkan berupa kata-kata dan bukan angka-angka. Penelitian
deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis tertentu tetapi hanya
menggambarkan apa adanya tentang sesuatu variabel, gejala atau
keadaan.11 Selain itu, semua yang dikumpulkan berkemungkinan menjadi
kunci terhadap apa yang diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan
tersebut. Data tersebut mungkin berasal dari naskah atau dokumen lainnya.
2. Teknik pengumpulan data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:

10

Septiawan Santana K, Menulis Ilmiah; Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Yayasan
Obor Indonesia, 2007), ed. 1, h. 29-30
11
Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007), h. 234

10

a. Studi dokumenter, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
sumber-sumber informasi milik objek yang ditulis secara langsung
tanpa perantara penulis lainnya.
b. Studi kepustakaan, yaitu studi yang dilakukan dengan mempelajari
literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti dengan
mengumpulkan data-data melalui bahan bacaan seperti teks book,
jurnal ataupun artikel yang memiliki relevansi dengan penelitian ini
guna mendapatkan landasan teoritis.
3. Teknik analisis data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisis dekriptif yang
bertujuan untuk mendapatkan pemahaman yang tepat mengenai obyek
penelitian dengan tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis.12 Analisis
data dilakukan dengan cara mendeskripsikan data-data secara sistimatis
dan diformulasikan sedemikian rupa hingga diperoleh kesimpulan yang
komprehensif.

F. Sumber data penulisan
Untuk mendapatkan data-data yang valid maka diperlukan sumber data
penelitian yang valid pula. Dalam penelitian ini ada dua sumber data yaitu:
1. Sumber Data Primer.
Yang dimaksud data primer adalah data yang diperoleh secara
langsung dari obyek yang diteliti.
2. Sumber Data Sekunder
Yang dimaksud data sekunder adalah data-data yang mendukung data
primer, yaitu buku-buku atau sumber-sumber lain yang relevan dengan
penelitian ini.

12

Suharsimi Arikunto, Manajemen Penelitian, h. 234

11

BAB II
KAJIAN TEORI

A. Konsep Pendidikan Islam
1. Pengertian Pendidikan Islam
Secara bahasa, dalam bahasa Indonesia, kata ”pendidikan” berasal
dari kata ”didik”. Kata didik dan mendidik berarti adalah memelihara dan
memberi latihan (ajaran, tuntunan, pimpinan) mengenai akhlak dan
kecerdasan pikiran.1 Pengertian ini memberi kesan bahwa kata pendidikan
lebih mengacu pada cara mendidik.
Selain kata pendidikan, dalam bahasa Indonesia terdapat pula kata
”pengajaran” yang berasal dari kata ”ajar”. Sebagaimana terdapat dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata ajar berarti petunjuk yang diberikan
kepada orang supaya diketahui (diturut). Sedangkan pengajaran berarti
proses, cara, perbuatan mengajar atau mengajarkan.2
Masih dalam arti kebahasan, dijumpai pula kata tarbiyah dalam
bahasa Arab, kata ini sering digunakan oleh para ahli pendidikan Islam
untuk menerjemahkan kata “pendidikan” dalam bahasa Indonesia. Selain
kata tarbiyah, terdapat pula kata ta’lim yang berarti pengajaran. Abuddin
Nata mengatakan bahwa pengertian pendidikan Islam dari sudut etimologi
(ilmu akar kata) sering menggunakan istilah ta’lim dan tarbiyah yang
berasal dari kata állama dan rabba yang banyak digunakan dalam Al1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), Edisi III, cet. Ke 4, h. 263
2
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., h. 17

12

Qur’an. Jadi, konotasi kata tarbiyah mengandung arti memelihara,
membesarkan dan mendidik sekaligus mengandung arti mengajar
(’allama).3
Sedangkan secara istilah, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
pendidikan merupakan proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang
atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya
pengajaran dan pelatihan.4
Sementara itu, dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional
No. 20 Tahun 2003 Bab 1 Pasal 1 dinyatakan bahwa pendidikan adalah:
”Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses
pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”5
Beberapa ahli pendidikan mendefinisikan pendidikan, sebagai
berikut:
a. Menurut M. Arifin bahwa: “Pendidikan adalah usaha orang dewasa
secara sadar untuk membimbing dan mengembangkan kepribadiannya
serta kemampuan dasar anak didik, baik dalam pendidikan formal
maupun non formal.”6
b. SA. Branata, dkk, bahwa “Pendidikan ialah usaha yang sengaja
diadakan, baik langsung maupun dengan cara yang tidak langsung,
untuk

membantu

kedewasaan.”

3

anak

dalam

perkembangannya

mencapai

7

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet. Ke-

1, h. 5
4

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia..., h. 263
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI
Tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006), h. 5
6
M. Arifin, Hubungan Timbal Balik Pendidikan Agama di Lingkungan Sekolah dan
Keluarga; Sebagai Pola Pengembangan Metodologi, (Jakarta: Bulan Bintang, 1978), cet. ke. 4, h.
14
7
M. Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), cet.1,
h. 6
5

13

c. Jalaluddin dan Abdullah Idi, bahwa ”Pendidikan adalah suatu kegiatan
yang sadar akan tujuan. Dengan demikian tujuan merupakan salah satu
hal yang penting dalam kegiatan pendidikan, karena tidak saja akan
memberikan arah ke mana harus dituju, tetapi juga memberikan
ketentuan yang pasti dalam memilih materi (isi), metode, alat, evaluasi
dalam kegiatan yang dilakukan.8
Berdasarkan pengertian pendidikan yang dikemukakan para ahli di
atas, dapat disimpulkan pendidikan berarti usaha yang dilakukan untuk
menanamkan nilai dan norma yang ada dalam masyarakat serta
mewariskannya kepada generasi setelahnya untuk dikembangkan dalam
kehidupan yang merupakan suiatu proses pendidikan untuk melestarikan
hidupnya.
Pendidikan bagi kehidupan umat manusia merupakan kebutuhan
mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat. Tanpa pendidikan sama
sekali, mustahil seseorang atau suatu kelompok manusia dapat hidup
berkembangan sejalan dengan cita-cita untuk maju, sejahtara dan bahagia
menurut pandangan hidup mereka sendiri, karena pada dasarnya manusia
secara individual memiliki naluri sosial (homo socius) sebagai makhluk
yang

bermasyarakat,

saling

tolong

menolong

dalam

rangka

mengembangkan kehidupannya di segala bidang. 9
Islam secara bahasa berasal dari kata salama yang berarti
kedamaian, kesejahteraan, keselamatan, penyerahan diri, ketaatan dan
kepatuhan. 10 Sedangkan Islam dalam pengertian yang lebih luas adalah
agama yang identik dengan ajaran yang dibawa oleh Nabi Muhammad

8

Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat Pendidikan; Manusia, Filsafat dan Pendidikan,
(Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997), cet. Ke-1, h. 119
9
Drs. Fuad Ihsan, Dasar-dasar Kependidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2005), cet. Ke.
4, h. 2
10
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada,
2005), Ed. 6, h. 49

14

SAW yang termaktub dalam Al-Quran dan yang dalam pelaksanaannya
dicontohkan oleh Nabi Muhammad selama hidupnya. 11
Muhammad Daud Ali mengatakan bahwa Islam merupakan satu
sistem akidah dan syariat serta akhlak yang mengatur hidup dan kehidupan
manusia dalam berbagai hubungan. Agama Islam tidak hanya mengatur
hubungan manusia dengan manusia dalam masyarakat termasuk dengan
diri manusia itu sendiri tetapi juga dengan alam sekitarnya yang kini
terkenal dengan istilah lingkungan hidup.12
Jadi, pendidikan Islam yang dimaksudkan di sini adalah suatu
proses pewarisan dan pengembangan budaya manusia yang bersumber dan
berpedomankan ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al-Qur’an
dan terjabarkan dalam sunnah Rasul dan bermula sejak Nabi Muhammad
SAW menyampaikan ajaran tersebut kepada umatnya.
Kesimpulan di atas secara garis besar memiliki kesamaan dengan
pendapat Nur Uhbiyati yang menyatakan bahwa pendidikan Islam adalah
“suatu sistem pendidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang
dibutuhkan oleh hamba Allah. Oleh karena Islam mempedomani seluruh
aspek kehidupan manusia muslim baik duniawi maupun ukhrawi”. 13
Dengan demikian, makin jelaslah bahwa semua cabang ilmu
pengetahuan yang materiil bukan Islamis, termasuk ruang lingkup
pendidikan Islam juga, setidaknya menjadi penunjangnya. Pendidikan
Islam tidak menganut sistem tertutup melainkan terbuka terhadap tuntutan
kehidupan manusia, baik itu di bidang ilmu pengetahuan maupun tuntutan
pemenuhan kebutuhan rohaniah, karena meluasnya tuntutan hidup
manusia sendiri. Pendidikan adalah studi tentang sistem dan proses
kependidikan yang bertujuan untuk mencapai suatu produk kependidikan
yang dilaksanakan secara teoritis maupun praktis.

11

Dra. Zuhairini, dkk., Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), cet.
Ke. 7, h. 12
12
Muhammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam..., h. 51
13
Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1999), cet. Ke-2,
h. 13

15

Oleh karenanya, dari sisi teoritis, pendidikan Islam adalah
merupakan konsep berfikir yang bersifat mendalam dan terperinci tentang
masalah kependidikan yang bersumberkan pada ajaran Islam dari segala
rumusan-rumusan tentang konsep dasar, pola, sistem, tujuan, metoda dan
materi (substansi) kependidikan disusun menjadi ilmu yang bulat. Dengan
demikian

terlihat

bagaimana

Islam

memandang

pada

masalah

kependidikan yang mungkin dapat teraplikasi melalui proses yang sesuai
dengan kaidah-kaidah ilmu pendidikan pada umumnya yang tidak terbatas
atau terbuka, sehingga akan nampak dalam teori pendidikan Islam
terkandung nilai-nilai ilmiah paedagogis yang absah dalam dunia ilmu
pengetahuan, khususnya dalam dunia ilmu pendidikan. 14
2. Dasar Pendidikan Islam
Guna meneruskan dan mengekalkan nilai-nilai kebudayaan dari
sebuah masyarakat dan agar pendidikan dapat melaksanakan fungsinya
sebagai agent of culture serta memberi manfaat untuk manusia itu sendiri,
maka diperlukan acuan pokok yang mendasarinya. Dasar pendidikan Islam
secara garis besar ada 3 (tiga) yaitu: Al-Quran, Al-Sunnah dan PerundangUndangan yang berlaku di Negara ini.
a. Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan kalam Allah yang telah diwahyukan-Nya
kepada Nabi Muhammad SAW bagi seluruh umat manusia, Al-Qur’an
merupakan petunjuk yang lengkap (hudan lin-nas) meliputi seluruh
aspek kehidupan manusia yang universal. Keuniversalannya ajarannya
mencakup ilmu pengetahuan yang tinggi dan sekaligus merupakan
mulia yang esensinya tidak dapat dimengerti kecuali bagi orang yang
berjiwa suci dan berakal cerdas.
Al-Qur’an merupakan kitab Allah SWT yang memiliki
perbendaharaan luas dan besar bagi pengembangan kebudayaan umat
manusia. Ia merupakan sumber pendidikan yang terlengkap, baik itu
pendidikan pendidikan kemasyarakatan (sosial), moral (akhlak),
14

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam..., h. 16

16

maupun spiritual (kerohanian), serta material (kejasmanian) dan alam
semesta. Al-Qur’an merupakan sumber nilai yang absolut dan utuh.
Eksistensi tidak akan pernah mengalami perubahan. Kemungkinan
perubahan hanya sebatas interpretasi manusia terhadap teks ayat yang
menghendaki kedinamisan pemaknaannya sesuai dengan konteks
zaman, situasi, kondisi dan kemampuan manusia dalam melakukan
interpretasi. Ia merupakan pedoman normatif-teoritis bagi pelaksanaan
pendidikan Islam yang memerlukan penafsiran lebih lanjut bagi
operasional pendidikan Islam lebih lanjut.15
Penurunan Al-Qur’an yang dimulai dengan ayat-ayat yang
mengandung konsep pendidikan dapat menunjukan bahwa tujuan AlQur’an yang terpenting adalah mendidik manusia melalui metode yang
bernalar serta sarat dengan kegiatan meneliti, membaca, mempelajari,
dan observasi ilmiah terhadap manusia sejak manusia masih dalam
bentuk segumpal darah dalam rahim Ibu, sebagaimana firman Allah
SWT berikut ini:
            
           
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang
menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal
darah. Bacalah, dan tuhanmulah yang maha pemurah, yang
mengajarkan dengan Qalam, yang mengajarkan kepada
manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al-’Alaq: 1-5).16
b. As-Sunnah
Hadits merupakan jalan atau cara yang pernah dicontohkan
Nabi Muhammad SAW dalam perjalanan kehidupannya melaksanakan
15
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam, (Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001), cet. Ke-1, h. 95-96
16
Departemen Agama RI, Alquran Dan Terjemahannya, (Jakarta: Proyek Pengadaan
Kitab Suci Al-Quran DEPAG, 1995), h. 1079

17

dakwah Islam. Contoh yang diberikan beliau dapat dibagi kepada tiga
bagian. Pertama, hadits qauliyat yaitu yang berisikan ucapan,
pernyataan dan persetujuan Nabi Muhammad SAW. Kedua, hadits
fi’liyat yaitu yang berisi tindakan dan perbuatan yang pernah dilakukan
Nabi. Ketiga, hadits taqririyat yaitu yang merupakan persetujuan Nabi
atas tindakan dan peristiwa yang terjadi.
Kesemua contoh yang telah ditunjukkan Nabi merupakan
acuan dan sumber yang dapat digunakan umat Islam dalam seluruh
aktifitas kehidupannya. Hal ini disebabkan, meskipun secara umum
bagian terbesar dari syari’ah Islam telah terkandung dalam Al-Qur’an,
namun muatan hukum yang terkandungbelum mengatur berbagai
dimensi aktivitas kehidupan ummat secara terperinci dan analitis.
Untuk itu diperlukan keberadaan hadits Nabi sebagai penjelas
dan penguat hukum-hukum dalam Al-Qur’an sekaligus sebagai
pedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua aspeknya.
Dari sini dapat dilihat bagaimana posisi dan fungsi hadits Nabi sebagai
sumber pendidikan Islam yang utama setelah Al-Qur’an.17
Dalam dunia pendidikan, Rasulullah SAW, seperti dalam
hadits, menyerukan untuk menuntut ilmu pengetahuan sebagai bekal
dalam pendidikan dengan sabdanya: “Menuntut ilmu adalah suatu
kewajiban atas setiap muslim.”18
Mencermati hadits di atas menunjukan bahwa penguasaan ilmu
pengetahuan sangat penting untuk dijadikan sebagai bekal dalam
memasuki dunia yang penuh dengan problematika kehidupan, bahkan
untuk mempersiapkan diri memasuki kehidupan yang lebih kekal dan
abadi, yaitu kehidupan akhirat.19
Rasulullah SAW adalah sosok pendidik yang agung dan
pemilik metode yang sesuai dengan situasi dan kondisi peserta didik.
17

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam..., h. 97-98
Al-Ghazali, Ihya’ ’Ulum al-Din, (Surabaya: al-Hidayah, t.t), Juz I, h. 9
19
Muhammad Atyhiyah Al-Abrasy, Beberapa Pemikiran Pendidikan Islam, (Jogyakarta:
Titian Ilahi Press, 1996), h. 5
18

18

Beliau dapat memperhatikan manusia sesuai dengan kebutuhan,
karakteristik, dan kemampuan akalnya, terutama jika berbicara dengan
anak-anak. Beliau sangat memahami kondisi naluriah setiap orang
sehingga beliau mampu menjadikan mereka suka cita, baik material
maupun spiritual. Beliau senantiasa mengajak setiap orang untuk
mendekati Allah SWT dan syari’at-Nya sehingga terperiharalah fitrah
manusia melalui pembinaan diri setahap demi setahap, penyatuan
kecenderungan hati, dan pengarahan potensi menuju derajat yang lebih
tinggi.
c. Perundang-undangan yang berlaku di Indonesia
1) UUD 1945, pasal 29
Ayat 1, berbunyi:
Negara berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa
Ayat 2, berbunyi:
Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk
memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut
agamanya dan kepercayaanya
Pasal 29, UUD 1945 ini memberikan jaminan kepada
warga negara RI untuk memeluk agama dan beribadat sesuai
dengan agama yang dipeluknya bahkan mengadakan kegiatan
yang dapat menunjang bagi pelaksanaan ibadat. Dengan demikian,
pendidikan Islam yang searah dengan bentuk ibadat yang
diyakininya diizinkan dan di jamin oleh negara.

2) Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 disebutkan
bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk

19

berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab
3. Tujuan Pendidikan Islam
Tujuan pendidikan Islam ditinjau dari segi historis memiliki
dinamika seirama dengan kepentingan dan perkembangan masyarakat di
mana pendidikan itu dilaksanakan. Contoh sederhana bahwa tujuan
pendidikan Islam pada masa Rasulullah SAW berbeda jauh dengan tujuan
pendidikan Islam pada masa modern sekarang ini. Perkembangan inilah
yang menyebabkan tujuan pendidikan Islam secara khusus mengalami
perkembangan dinamika seirama dengan perkembangan zaman, namun
tanpa melepaskan diri pada nilai-nilai ilahiah dan tujuan umumnya, yaitu
sebagai bagian dari suatu ibadat. Akibat dinamikanya ini, para ahli muslim
mencoba untuk memberikan definisi khusus terhadap pendidikan Islam.
Antara lain adalah Muhammad Fadhil Al-Jumaly yang memberikan
batasan bahwa tujuan pendidikan Islam itu adalah membina kesadaran atas
diri manusia itu sendiri dan atas sistem sosial yang Islami. Sikap dan rasa
tanggung jawab pribadinya, sosialnya, juga terhadap alam ciptaan-Nya
serta kesadarannya untuk mengembangkan dan mengelola alam ini bagi
kepentingan kelangsungan hidup makhluk-Nya dan bagi kepentingan serta

20

kesejahteraan umat manusia. Dan yang penting lagi ialah terbinanya
ma’rifat kepada Allah Pencipta alam semesta dengan beribadah kepadaNya dengan cara mentaati perintah-Nya dan menjauhi segala laranganNya.20
Dalam versi yang lain, Ibn Khaldun menyebutkan bahwa tujuan
pendidikan Islam berupaya bagi pembentukan aqidah/keimanan yang
mendalam. Menumbuhkan dasar-dasar akhlak karimah melalui jalan
agamis yang diturunkan untuk mendidik jiwa manusia serta menegakkan
akhlak yang akan membangkitkan kepada perbuatan yang terpuji. Upaya
ini sebagai perwujudan penyerahan diri kepada Allah pada tingkat
individual, masyarakat dan kemanusiaan pada umumnya.21
Sedangkan dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 20
Tahun 2003 disebutkan bahwa:
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab .22
Dari berbagai rumusan di atas, terdapat beberapa tujuan yang asasi
bagi pendidikan Islam adalah sebagai berikut:
a. Tujuan umum, yakni tidak dapat dicapai kecuali setelah melalui proses
pengajaran, pengalaman, penghayatan dan keyakinan akan kebenaran.
b. Tujuan akhir, yaitu insan kamil yang mati dan akan menghadap
Tuhannya merupakan tujuan akhir dari proses pendidikan Islam.
Dalam arti bahwa mati dalam keadaan muslim merupakan ujung dari
takwa sebagai akhir dari proses hidup yang pasti berisikan kegiatan
pendidikan.

20

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam..., h. 105
Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam..., h. 106
22
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI
Tentang Pendidikan..., h. 8
21

21

c. Tujuan sementara ialah tujuan yang akan dicapai setelah anak didik
diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu
kurikulum pendidikan formal.
d. Tujuan operasional yaitu tujuan praktis yang hendak dicapai dengan
sejumlah kegiatan pendidikan tertentu, yang menuntut kemampuan dan
keterampilan tertentu yang lebih ditonjolkan pada sifat penghayatan
dan kepribadian.23
Jelaslah bahwa tujuan pendidikan Islam lebih berorientasi kepada
nilai-nilai luhur dari Tuhan yang harus diinternalisasikan ke dalam diri
individu anak didik melalui proses pendidikan.

4. Metode Pendidikan Islam
Dari segi bahasa, metode berasal dari dua kata, yaitu kata “meta”
yang berarti melalui dan kata “hodos” yang berarti jalan, dengan demikian
metode berarti jalan atau cara yang harus dilalui untuk mencapai tujuan
tertentu.24
Jalan mencapai tujuan ini bermakna ditempatkan pada posisi
sebagai cara untuk menemukan, menguji dan menyusun data yang
diperlukan bagi pengembangan ilmu atau tersistematisasikannya. Dengan
pengertian tersebut berarti metode lebih memperlihatkan sebagai alat
untuk mengolah dan mengemban suatu gagasan.
Selanjutnya jika kata metode tersebut dikaitkan dengan pendidikan
Islam, dapat berarti bahwa metode sebagai jalan untuk menanamkan
pengetahuan agama pada diri seseorang sehingga terlihat dalam pribadi
obyek dan sasaran, yaitu pribadi Islami. Selain itu metode dapat pula
berarti sebagai cara untuk memahami, menggali dan mengembangkan
ajaran Islam sehingga terus berkembang sesuai dengan perkembangan
zaman. Demikianlah ilmu pendidikan Islam merangkum metodologi
pendidikan Islam yang tugas dan fungsinya adalah memberikan cara
23

Samsul Nizar, Pengantar Dasar-dasar Pemikiran Pendidikan Islam..., h. 112
Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), cet.
Ke-1, h. 91
24

22

sebaik mungkin bagi pelaksanaan operasional dan ilmu pendidikan
tersebut.
Ada beberapa metode dalam pendidikan Islam yang dikemukakan
para ahli, di antaranya ialah:
a. Metoda Mutual Education
Yaitu suatu metoda mendidik secara berkelompok yang pernah
dicontohkan oleh Nabi, misalnya dicontohkan Nabi sendiri dalam
mengajarkan shalat dengan mendemonstrasikan cara-cara shalat yang
baik. Nabi juga menganjurkan shalat secara berjamaah dengan pahala
yang berlipat 27 kali. Dengan cara berkelompok inilah maka proses
mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih efektif oleh karena
satu sama lain dapat saling bertanya dan saling mengoreksi bila satu
sama lain melakukan kesalahan.
b. Metode Instruksional
Yaitu metode yang bersifat mengajar tentang ciri-ciri orang
yang beriman dan bersikap serta bertingkah laku agar mereka dapat
mengetahui bagaimana seharusnya mereka bersikap dan bertingkah
dalam kehidupan sehari-hari.
c. Metode Bercerita
Yaitu dengan cara mengisahkan peristiwa sejarah hidup
manusia

masa

lampau

yang

menyangkut

ketaatannya

atau

kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang
dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir di tengah mereka.
d. Metode Bimbingan dan Penyuluhan
Metode ini tertuang dalam Al-Qur’an untuk membimbing dan
menasehati manusia sehingga dapat memperoleh kehidupan batin yang
tenang, sehat serta terbebas dari segala bentuk kesulitan hidup yang
dihadapi atas dasar iman dan takwanya kepada Yang Maha
Menjadikan.

23

e. Metode Pemberian Contoh dan Teladan
Metode yang cukup besar dalam mendidik anak adalah metode
pemberian contoh dan teladan. Allah telah menunjukkan bahwa contoh
keteladanan dari kehidupan Nabi Muhammad adalah mengandung
nilai paedagogis bagi manusia (para pengikutnya).
f. Metode Diskusi
Metode diskusi juga diperhatikan oleh Al-Qur’an dalam
mendidik dan mengejar manusia dengan tujuan lebih memantapkan
pengertian dan sikap pengetahuan mereka terhadap suatu masalah.
Perintah Allah dalam hal ini adalah agar kita mengajak ke jalan yang
benar dengan hikmah dan mauidzoh yang baik dan membantah mereka
dengan berdiskusi dengan cara yang lebih baik. Suatu diskusi baru
dapat berjalan dengan baik bila dilakukan dengan persiapan beserta
bahan-bahannya yang cukup jelas, dengan pembicaraan yang
berlangsung secara rasional tidak didasarkan atas luapan emosi dan
lebih mementingkan pada kesimpulan rasional daripada kepentingan
egoistis pribadi peserta.
g. Metode Soal-Jawab
Metode soal-jawab sering digunakan oleh Rasulullah SAW dan
para Nabi dalam mengajarkan agama kepada umatnya. Bahkan para
ahli pikir dan filosofpun banyak mempergunakan metode soal-jawab
ini. Oleh karenanya, metode ini adalah yang paling tua dalam dunia
pendidikan dan pengajaran di samping metode ceramah. Namun
efektifitasnya lebih besardaripada metode-metode yang lain, karena
dengan soal-jawab, pengertian dan pemahaman seseorang dapat lebih
dimantapkan, sehingga segala bentuk kesalah pahaman, kelemahan
daya tangkap terhadap pelajaran dapat dihindari
h. Metode Pemberian Perumpamaan
Mendidik

dengan

menggunakan

metode

pemberian

perumpamaan atau metode imtsal tentang kekuasaan Tuhan dalam
menciptakan hal-hal yang hak dan hal-hal yang bathil, misalnya

24

sebagai yang digambarkan Allah SWT dalam firman-Nya sebagai
beriku