Latar Belakang ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG MABUK
By definition, criminal homicide is a collective transaction. An offender, victim, and possibly an audience engage in an interchange which
leaves the victim dead. Furthermore, these transactions are typically situated, for participants interact in a common physical territory Wolfgang, 1958:
203-205; Wallace, 1965. “Pengertian mabuk dapat diartikan sebagai keadaan keracunan karena
konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik” Eva Handayani, 2006 : 112.
“ Mabuk dapat pula diartikan sebagai suatu kondisi psikologis yang
dapat diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya, sehingga seorang yang terbiasa mabuk kadang disebut sebagai seorang alkoholik, atau pemabuk” Muhtadi, 2003 :
93. Oleh karena itu pengertian mabuk dapat ditegaskan sebagai keadaan
keracunan karena konsumsi alkohol sampai kondisi di mana terjadi penurunan kemampuan mental dan fisik, dimana kondisi psikologis tersebut dapat
diidentifikasikan berbentuk gejala umum antara lain bicara tidak jelas, keseimbangan kacau, koordinasi buruk, muka semburat, mata merah, dan
kelakuan-kelakuan aneh lainnya. An alcohol offence is present in up to 60 of violent crimes Quensel,
1984. The offences most often connected with alcoholism are homicide, sexual offences, and arson Hore, 1988. In northern Sweden, one-third of all
homicides were committed by alcoholics or drug addicts Lindqvist, 1991. Similarly high rates have been described in Denmark Gottlieb et al., 1988
and the USA Mayfield, 1976. In a cross-cultural comparison of alcohol and homicide in 14 European countries, total alcohol sales were positively and
statistically significantly associated with homicide rates, specifically in the northern European countries with a drinking culture that is characterized by
heavy drinking episodes Rossow, 2001. In Russia, rates of alcohol consumption and homicide are among the highest in the world. Models
employed to estimate the impact of alcohol consumption on regional homicides revealed a significant relationship between alcohol consumption
and homicide.
Mabuk di Indonesia tidak merupakan kejadian sehari-hari. Hal ini berhubungan dengan hidup keagamaan dan iklim daerah ini, yang tidak
membutuhkan pemakaian alkohol secara mutlak. Tidak demikian halnya di negara-negara di Eropa dan Amerika. Di sini alkohol bukanlah minuman yang
istimewa. Pemabukan banyak terjadi dan oleh karena pemabukan ini dapat menimbulkan gangguan-gangguan terhadap ketertiban umum yang berupa
kejahatan atau pelanggaran, maka hukum pidana bersangkut paut pula dengan persoalan pemabukan. Menjadi persoalan bagaimana menilai perbuatan
seseorang yang dilakukan dalam keadaan mabuk. Alkohol dapat menyebabkan intoksikasi keracunan, kebiusan dari otak. Minuman seolah-olah
mengakibatkan psychoseacuut, dengan tanda cirinya antara lain euphorie perasaan hebat, gembira, kehilangan rem-rem moril, kurang kritik terhadap
diri sendiri, merasa dirinya hebat, memandang sepele terhadap bahaya, konsentrasi yang sedikit Sudarto, 1990 : 99-100.
Adapun salah satu contoh kasusnya seperti di Sleman, pembunuhan terhadap Muhammad Eko Sukardiyanto mahasiswa semester VII UMY, yang
mana pembunuhan ini dikarenakan pelaku dalam pengaruh mabuk dan juga Pembunuhan yang dilakukan oleh Briptu Sofyan terhadap mahasiswa STKIP
Kabupaten Garut, Herman alias Oday. Terdakwa Briptu Sofyan saat itu dalam kondisi mabuk dan terpengaruh alkohol ketika menembak Herman.
Mengenai contoh kasus mengenai tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk ini sangatlah sulit untuk ditentukan secara pasti
pertanggung-jawaban pidananya karena harus dibuktikan terlebih dahulu apakah pelaku sengaja terlebih dahulu merencanakan untuk memabukkan diri
sebelum melakukan tindak pidana pembunuhan agar menjadi berani ataukah pelaku melakukan perbuatan yang tidak disadari yakni melakukan tindak
pidana pembunuhan karena pengaruh dari keadaan mabuk tersebut. Dan selain untuk mengetahui bagaimana pertanggung jawaban pidana
terhadap tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk, penulis juga menampilkan putusan-putusan hakim, seperti putusan Mahkamah
Agung nomor : 908 KPid2006 dan putusan Mahkamah Agung nomor : 59 KMIL2009 yang mana putusan-putusan hakim tersebut dapat mempermudah
bagi penulis untuk melakukan pembahasan sehingga mengetahui putusan hakim mengenai sanksi yang diberikan terhadap tindak pidana pembunuhan
yang dilakukan oleh orang mabuk. Jadi berdasarkan uraian di atas, penulis merasa tertarik untuk
mempelajari dan melakukan kajian yuridis terhadap persoalan, bagaimana
menilai tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk. Oleh karena itu, penulis kemudian menuangkannya dalam penulisan hukum dengan
judul yaitu sebagai berikut :
“ANALISIS TERHADAP PUTUSAN HAKIM DALAM TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ORANG
MABUK”. B.
Perumusan Masalah
Perumusan masalah mrupakan hal yang sangat penting dalam setiap penelitian karena dibuat untuk memecahkan masalah pokok yang timbul
secara jelas dan sistematis sehingga penelitian akan lebih terarah pada sasaran yang akan dicapai. Perumusan masalah dibuat untuk lebih menegaskan
masalah yang akan diteliti, sehingga dapat ditemukan suatu pemecahan masalah yang tepat dan mencapai tujuan.
Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimanakah pertanggung-jawaban pidana terhadap tindak pidana
pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk? 2.
Bagaimanakah putusan hakim mengenai sanksi yang diberikan terhadap
tindak pidana pembunuhan yang dilakukan oleh orang mabuk?