BAB 2 SISTEM PENDIDIKAN PENGEMBANGAN SEMINARI MENENGAH ROH KUDUS TUKA, DALUNG-BALI.

(1)

BAB 2

SISTEM PENDIDIKAN

SEKOLAH MENENGAH DAN

SEMINARI

2.1. Sistem Pendidikan di Indonesia 2.1.1. Sistem Pendidikan Nasional

Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jalur Pendidikan terdiri atas pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jalur Pendidikan Formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Jenis pendidikan mencakup pendidikan umum, kejuruan, akademik, profesi, vokasi, keagamaan, dan khusus.

Pendidikan Dasar merupakan jenjang pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah. Setiap warga negara yang berusia tujuh sampai dengan lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar bagi setiap warga negara yang berusia 6 (enam) tahun pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya. Pendidikan dasar berbentuk Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) atau bentuk lain yang sederajat serta Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), atau bentuk lain yang sederajat.


(2)

Gambar 2.1. Murid Sekolah Dasar Sumber Data: www.google.com tahun 2008

Pendidikan Menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar. Pendidikan menengah terdiri atas pendidikan menengah umum, dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan (SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.

Gambar 2.2. Murid Sekolah Menengah Pertama dan Atas Sumber Data: www.google.com tahun 2008

Pendidikan Tinggi merupakan jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, spesialis, dan doktor yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi. Perguruan tinggi dapat berbentuk akademi, politeknik,


(3)

sekolah tinggi, institut, atau universitas. Perguruan tinggi berkewajiban menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat. Perguruan tinggi dapat menyelenggarakan program akademik, profesi, dan/atau vokasi.

Gambar 2.3. Suasana Belajar di Perguruan Tinggi Sumber Data: www.google.com tahun 2008

Pendidikan keagamaan diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau kelompok masyarakat dari pemeluk agama, sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Pendidikan keagamaan dapat diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Pendidikan keagamaan berbentuk pendidikan diniyah, pesantren, pasraman, pabhaja samanera, dan bentuk lain yang sejenis.

2.1.2. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan

Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebuah kurikulum operasional pendidikan yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP secara yuridis diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun


(4)

2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Penyusunan KTSP oleh sekolah dimulai tahun ajaran 2006/2007 dengan mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk pendidikan dasar dan menengah. Pada prinsipnya, KTSP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SI, namun pengembangannya diserahkan kepada sekolah agar sesuai dengan kebutuhan sekolah itu sendiri. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus.

Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Standar Nasional Pendidikan berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007 terdiri dari :

Standar Kompetensi Lulusan

Standar Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah digunakan sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik. Standar Kompetensi Lulusan tersebut meliputi standar kompetensi lulusan minimal satuan pendidikan dasar dan menengah, standar kompetensi lulusan minimal kelompok mata pelajaran, dan standar kompetensi lulusan minimal mata pelajaran. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 23 Tahun 2006 menetapkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Isi

Standar Isi adalah ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi yang dituangkan dalam persyaratan kompetensi tamatan, kompetensi bahan kajian kompetensi mata pelajaran, dan silabus pembelajaran yang harus dipenuhi peserta didik pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Standar isi tersebut memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum, beban belajar, kurikulum tingkat satuan pendidikan, dan kalender pendidikan. Diatur dalam


(5)

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 14 Tahun 2007.

Standar Proses

Proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yang cukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik. Selain itu, dalam proses pembelajaran pendidik memberikan keteladanan. Setiap satuan pendidikan melakukan perencanaan proses pembelajaran, pelaksanaan proses pembelajaran, penilaian hasil pembelajaran, dan pengawasan proses pembelajaran untuk terlaksananya proses pembelajaran yang efektif dan efisien.

Standar Pendidikan dan Tenaga Kependidikan

Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kualifikasi akademik yang dimaksudkan di atas adalah tingkat pendidikan minimal yang harus dipenuhi oleh seorang pendidik yang dibuktikan dengan ijazah dan/atau sertifikat keahlian yang relevan sesuai ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Kompetensi sebagai agen pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah serta pendidikan anak usia dini meliputi Kompetensi pedagogic, Kompetensi kepribadian, Kompetensi professional dan Kompetensi sosial.

Tenaga kependidikan meliputi kepala sekolah/madrasah, pengawas satuan pendidikan, tenaga administrasi, tenaga perpustakaan, tenaga laboratorium, teknisi, pengelola kelompok belajar, pamong belajar, dan tenaga kebersihan.

Standar Sarana dan Prasarana

Setiap satuan pendidikan wajib memiliki sarana yang meliputi perabot, peralatan pendidikan, media pendidikan, buku dan sumber belajar lainnya, bahan habis pakai, serta perlengkapan


(6)

lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Setiap satuan pendidikan wajib memiliki prasarana yang meliputi lahan, ruang kelas, ruang pimpinan satuan pendidikan, ruang pendidik, ruang tata usaha, ruang perpustakaan, ruang laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang unit produksi, ruang kantin, instalasi daya dan jasa, tempat berolahraga, tempat beribadah, tempat bermain, tempat berkreasi, dan ruang/tempat lain yang diperlukan untuk menunjang proses pembelajaran yang teratur dan berkelanjutan. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).

Standar Pengelolaan Standar

Pengelolaan terdiri dari 3 (tiga) bagian, yakni standar pengelolaan oleh satuan pendidikan, standar pengelolaan oleh Pemerintah Daerah dan standar pengelolaan oleh Pemerintah. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 19 Tahun 2007 tentang Standar Pengelolaan Pendidikan oleh Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah.

Standar Pembiayaan Pendidikan

Pembiayaan pendidikan terdiri atas biaya investasi, biaya operasi, dan biaya personal. Biaya investasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi biaya penyediaan sarana dan prasarana, pengembangan sumberdaya manusia, dan modal kerja tetap. Biaya personal sebagaimana dimaksud pada di atas meliputi biaya pendidikan yang harus dikeluarkan oleh peserta didik untuk bisa mengikuti proses pembelajaran secara teratur dan berkelanjutan. Biaya operasi satuan pendidikan sebagaimana dimaksud di atas meliputi gaji pendidik dan tenaga kependidikan serta segala tunjangan yang melekat pada gaji, bahan atau peralatan pendidikan habis pakai, dan biaya operasi pendidikan tak langsung berupa daya, air, jasa telekomunikasi, pemeliharaan


(7)

sarana dan prasarana, uang lembur, transportasi, konsumsi, pajak, asuransi, dan lain sebagainya.

Standar Penilaian Pendidikan

Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan dan Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah. Penilaian pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi terdiri atas penilaian hasil belajar oleh pendidik, dan penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan tinggi. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia No 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian Pendidikan.

2.2. Sekolah Menengah Atas

Sekolah Menengah Atas (SMA) adalah jenjang pendidikan menengah pada pendidikan formal di Indonesia setelah lulus Sekolah Menengah Pertama (atau sederajat). Sekolah Menengah Atas ditempuh dalam waktu 3 tahun, mulai dari Kelas 10 sampai Kelas 12. Lulusan Sekolah Menengah Atas dapat melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi atau langsung bekerja. Pelajar Sekolah Menengah Atas umumnya berusia 15-18 tahun. Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, pengelolaan Sekolah Menengah Atas Negeri di Indonesia yang sebelumnya berada di bawah Departemen Pendidikan Nasional, kini menjadi tanggung jawab kabupaten/kota. Sedangkan Departemen Pendidikan Nasional hanya berperan sebagai regulator dalam bidang standar nasional pendidikan. Secara struktural, Sekolah Menengah Atas Negeri merupakan Unit Pelaksana Teknis Dinas Pendidikan kabupaten/kota.


(8)

Gambar 2.9. Bagan Jalur Pendidikan Formal Sumber Data: http://polres.multiply.com/journal tahun 2008.

2.2.1. Struktur Kurikulum pada Sekolah Menengah Atas

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada standar nasional pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah, dan peserta didik. Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan, tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agama, dinamika perkembangan global dan persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.

Pada program pendidikan di sekolah menengah pertama (SMA) dan yang setara, jumlah jam mata pelajaran sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran setiap minggu. Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Dalam menyesuaikan dengan alokasi waktu yang tersedia, setiap satuan


(9)

pendidikan dimungkinkan menambah maksimum empat jam pembelajaran per minggu secara keseluruhan. Pemanfaatan jam pembelajaran tambahan mempertimbangkan kebutuhan peserta didik dalam mencapai kompetensi, di samping memanfaatkan mata pelajaran lain yang dianggap penting namun tidak terdapat di dalam struktur kurikulum yang tercantum di dalam Standar Isi. Dengan adanya tambahan waktu, satuan pendidikan diperkenankan mengadakan penyesuaian-penyesuaian. Misalnya mengadakan program remediasi bagi peserta didik yang belum mencapai standar ketuntasan belajar minimal.

Tabel 2.1. Struktur Kurikulum

No. Komponen

Mata Pelajaran

Kelas x Program IPA Program IPS Program Bahasa 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 Pendidikan Agama Pendidikan Kewarganegaraan Bahasa Indonesia Bahasa Inggris Matematika Fisika Kimia Biologi Ekonomi Geografi Sosiologi Sastra Indonesia Antropologi Bahasa Asing X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X X x x x x x X X X

Sumber Data: http://sman1grobogan.com tahun 2008. Tabel lanjutan Struktur Kurikulum

Sumber Data: http://sman1grobogan.com tahun 2008.

2.2.2. Muatan Kurikulum

Mata pelajaran merupakan materi bahan ajar berdasarkan landasan keilmuan yang akan dibelajarkan kepada peserta didik sebagai beban belajar melalui metode dan pendekatan tertentu. Beban belajar

No. Komponen

Mata Pelajaran

Kelas x Program IPA Program IPS Program Bahasa 15 16 17 18 19 Sejarah Seni Budaya Penjaskes

Teknologi Informasi Komunikasi. Keterampilan / Bahasa Asing

a. Bahasa Jerman b. Sain / Astronomi

c. Kewirauahaan – Akuntansi d. Jurnalistik

X X X X X X X X X X X X X X X X X X X x x


(10)

pada mata pelajaran ditentukan oleh keluasan dan kedalaman pada masing-masing tingkat satuan pendidikan. Metode dan pendekatan pada mata pelajaran bergantung pada ciri khas dan karakteristik masing-masing mata pelajaran dengan menyesuaikan pada kondisi yang tersedia di sekolah.

Tabel 2.2. Kelompok Mata Pelajaran

NO. KELOMPOK MATA PELAJARAN MATA PELAJARAN

1 Agama dan Ahlak Mulia Pendidikan Agama

2 Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Pendidikan Kewarganegaraan

3 1. Bahasa Indonesia

2. Bahasa Inggris 3. Matematika 4. Biologi 5. Kimia 6. Fisika 7. Sejarah 8. Ekonomi 9. Geografi 10. Sosiologi 11. Antropologi

12. Teknologi Informasi Komunikasi 13. Keterampilan / Bahasa Asing 14. Sastra Indonesia

4 Estetika Seni & Budaya

5 Jasmani, Olah raga dan Kesehatan Penjaskes

Sumber Data: http://sman1grobogan.com tahun 2008.

Pengembangan diri adalah kegiatan yang bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, bakat, minat, setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatan pengembangan diri di bawah bimbingan konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler. Kegiatan pengembangan diri dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan pelayanan konseling yang berkenaan dengan masalah diri pribadi dan kehidupan sosial, belajar, dan pengembangan karier peserta didik serta kegiatan ekstrakurikuler, seperti kepramukaan, kepemimpinan, kelompok seni-budaya, kelompok tim olahraga, dan kelompok ilmiah remaja. Pengembangan diri bukan merupakan mata pelajaran. Penilaian kegiatan pengembangan diri dilakukan secara kualitatif, tidak kuantitatif seperti pada mata pelajaran.


(11)

Beban belajar ditentukan berdasarkan penggunaan sistem pengelolaan program pendidikan yang berlaku di sekolah. Sistem tersebut terdiri dari sistem paket dan sistem kredit semester (SKS). Adapun pengaturan beban belajar pada kedua sistem tersebut sebagai berikut:

Tabel 2.3. Beban Belajar Sekolah Menengah Atas

Alokasi Waktu Beban Belajar Keterangan

Beban belajar dalam sistem paket.

SMA/MA/SMALB /SMK/MAK kategori standar. Beban belajar dalam sistem

kredit semester (SKS).

SMA/MA/SMALB/SMK/MAK kategori mandiri. Jam belajar untuk setiap mata

pelajaran.

45 menit. Sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran setiap minggu.

Penugasan terstruktur dan kegiatan mandiri tidak terstruktur dalam sistem paket.

0% - 60% Dari waktu kegiatan tatap muka mata pelajaran yang bersangkutan. Waktu untuk praktik.

2 jam kegiatan praktik di sekolah, 4 jam praktik di luar

sekolah.

Setara dengan satu jam tatap muka.

Sumber Data: Kurikulum Tingkat Satuan PendidikanDepartemen Pendidikan Nasional Jakarta, 2006 Ketuntasan belajar setiap indikator yang dikembangkan sebagai suatu pencapaian hasil belajar dari suatu kompetensi dasar berkisar antara 0-100%. Kriteria ideal ketuntasan untuk masing-masing indikator 75%. Sekolah harus menentukan kriteria ketuntasan minimal dengan mempertimbangkan tingkat kemampuan rata-rata peserta didik serta kemampuan sumber daya pendukung dalam penyelenggaraan pembelajaran. Sekolah secara bertahap dan berkelanjutan selalu mengusahakan peningkatan kriteria ketuntasan belajar untuk mencapai kriteria ketuntasan ideal.

2.2.3. Gedung Sekolah Menengah Atas

A. Satuan Pendidikan

• Satu SMA memiliki minimum 3 rombongan belajar dan maksimum 27 rombongan belajar.

• Satu SMA dengan tiga rombongan belajar melayani maksimum 6000 jiwa. Untuk pelayanan penduduk lebih dari 6000 jiwa dapat dilakukan penambahan rombongan belajar di sekolah yang telah ada atau pembangunan SMA baru.

B. Lahan


(12)

Tabel 2.4. Luas Minimum Lahan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Banyak rombongan belajar 3 4-6 7- 9 10-12 13-15 16-18 19-21 22-24 25-27

Luas minimum lantai bangunan (m2) Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai

2170 - -

2570 1420 -

3070 1650 1340

3600 1920 1400

4070 2190 1520

4500 2420 1670

5100 2720 1870

5670 3050 2100

6240 3340 2290

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

Tabel 2.5. Persyaratan Lahan

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas lahan Luas angka 1 dan 2 adalah luas lahan yang dapat digunakan secara efektif untuk membangun prasarana sekolah berupa bangunan gedung dan tempat bermain/berolahraga.

2. Lingkungan lahan • Terhindar dari potensi bahaya yang mengancam kesehatan dan keselamatan jiwa, serta memiliki akses untuk penyelamatan dalam keadaan darurat.

• Terhindar dari gangguan-gangguan pencemaran air, kebisingan, pencemaran udara.

3. Kemiringan lahan Rata-rata kurang dari 15%, tidak berada di dalam garis sempadan sungai dan jalur kereta api.

4. Peraturan – peraturan

lahan •

Sesuai dengan peruntukan lokasi yang diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota atau rencana lain yang lebih rinci dan mengikat, dan mendapat izin pemanfaatan tanah dari Pemerintah Daerah setempat.

• Memiliki status hak atas tanah, dan/atau memiliki izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu minimum 20 tahun.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

C. Bangunan Gedung

Lantai bangunan juga memenuhi ketentuan luas minimum. Tabel 2.6. Luas Minimum Lantai Bangunan

No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Banyak rombongan belajar 3 4-6 7-9 10-12 13-15 16-18 19-21 22-24 25-27

Luas minimum lantai bangunan (m2) Bangunan satu lantai Bangunan dua lantai Bangunan tiga lantai

65o - -

770 840 -

920 990 1020

1080 1150 1180

1220 1310 1360

1350 1450 1500

1530 1630 1680

1700 1830 1890

1870 2000 2060

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007


(13)

Tabel 2.7. Persyaratan Bangunan Gedung

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Keselamatan a. Memiliki struktur yang stabil dan kukuh sampai dengan kondisi pembebanan maksimum dalam mendukung beban muatan hidup dan beban muatan mati, serta untuk daerah/zona tertentu kemampuan untuk menahan gempa dan kekuatan alam lainnya.

b. Dilengkapi sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan menanggulangi bahaya kebakaran dan petir.

2. Kesehatan a. Mempunyai fasilitas secukupnya untuk ventilasi udara dan pencahayaan yang memadai.

b. Memiliki sanitasi di dalam dan di luar bangunan gedung untuk memenuhi kebutuhan air bersih, pembuangan air kotor dan/atau air limbah, kotoran dan tempat sampah, serta penyaluran air hujan.

c. Bahan bangunan yang aman bagi kesehatan pengguna bangunan gedung dan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan.

3. Fasilitas dan Aksesibilitas

Mudah, aman, dan nyaman termasuk bagi penyandang cacat.

4. Kenyamanan a. Bangunan gedung mampu meredam getaran dan kebisingan yang mengganggu kegiatan pembelajaran.

b. Setiap ruangan memiliki temperatur dan kelembaban yang tidak melebihi kondisi di luar ruangan.

c. Setiap ruangan dilengkapi dengan lampu penerangan. 5. Gedung Bertingkat a. Maksimum terdiri dari tiga lantai.

b. Dilengkapi tangga yang mempertimbangkan kemudahan, keamanan, keselamatan, dan kesehatan pengguna.

6. Sistem Keamanan a. Peringatan bahaya bagi pengguna, pintu keluar darurat, dan jalur evakuasi jika terjadi bencana kebakaran dan/atau bencana lainnya.

b. Akses evakuasi yang dapat dicapai dengan mudah dan dilengkapi penunjuk arah yang jelas.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

D. Sarana dan Prasarana

• Ruang Kelas

Fungsi ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus, atau praktek dengan alat khusus yang mudah dihadirkan.

Gambar 2.11. Bagan Struktur Organisasi Sekolah Sumber Data: http://www.sman1-matauli.sch.id tahun 2008


(14)

Tabel 2.8. Persyaratan Ruang Kelas

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Banyak Minimum Sama dengan banyak rombongan belajar. 2. Kapasitas Maksimum 32 peserta didik.

3. Rasio Minimum Luas 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang kelas 30 m2.lebar minimum ruang kelas 5 m.

4. Fasilitas • Pencahayaan yang memadai untuk membaca buku dan untuk memberikan pandangan ke luar ruangan.

• Memiliki pintu yang memadai agar peserta didik dan guru dapat segera keluar ruangan jika terjadi bahaya, dan dapat dikunci dengan baik saat tidak digunakan.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Perpustakaan

Ruang perpustakaan berfungsi sebagai tempat kegiatan peserta didik dan guru memperoleh informasi dari berbagai jenis bahan pustaka dengan membaca, mengamati, mendengar, dan sekaligus tempat petugas mengelola perpustakaan.

Gambar 2.12. Ruang Perpustakaan Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008

Gambar 2.13. Anatomi Ruang Perpustakaan Sumber Data:http://astudioarchitect.com/2008/08


(15)

Tabel 2.9. Persyaratan Ruang Perpustakaan

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas Minimum Sama dengan luas satu ruang kelas. Lebar minimum ruang perpustakaan 5 m. 2. Fasilitas Dilengkapi jendela untuk memberi pencahayaan yang memadai untuk

membaca buku.

3. Letak Di bagian sekolah yang mudah dicapai

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Laboratorium Biologi

Ruang laboratorium biologi berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran biologi secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.

Gambar 2.14. Ruang Lab. Biologi Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008

Tabel 2.10. Persyaratan Ruang Lab. Biologi

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas Ruang Dapat menampung minimum satu rombongan belajar.

2. Rasio Minimum 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar minimum ruang laboratorium biologi 5 m.

3. Fasilitas Memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Laboratorium Fisika

Ruang laboratorium fisika berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran fisika secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.


(16)

Gambar 2.15. Ruang Lab. Fisika

Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008

Tabel 2.11. Persyaratan Ruang Lab. Fisika

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas Ruang Minimum satu rombongan belajar.

2. Rasio Minimum 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar ruang laboratorium fisika minimum 5 m.

3. Fasilitas Memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Laboratorium Kimia

Ruang laboratorium kimia berfungsi sebagai tempat berlangsungnya kegiatan pembelajaran kimia secara praktek yang memerlukan peralatan khusus.

Gambar 2.16. Ruang Lab. Kimia Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008


(17)

Tabel 2.17. Persyaratan Ruang Lab. Kimia

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas Ruang Minimum satu rombongan belajar.

2. Rasio Minimum 2,4 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 20 orang, luas minimum ruang laboratorium 48 m2 termasuk luas ruang penyimpanan dan persiapan 18 m2. Lebar ruang laboratorium kimia minimum 5 m.

3. Fasilitas Memungkinkan pencahayaan memadai untuk membaca buku dan mengamati obyek percobaan.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Laboratorium Komputer

Ruang laboratorium komputer berfungsi sebagai tempat mengembangkan keterampilan dalam bidang teknologi informasi dan komunikasi.

Gambar 2.17. Ruang Lab. Komputer Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008

Tabel 2.13. Persyaratan Ruang Lab. Komputer

NO. PERSYARATAN KETERANGAN

1. Luas Ruang Dapat menampung minimum satu rombongan belajar yang bekerja dalam kelompok @2 orang.

2. Rasio Minimum 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang laboratorium komputer 30 m2. Lebar minimum ruang laboratorium komputer 5 m.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007


(18)

• Ruang Laboratorium Bahasa

Ruang laboratorium bahasa berfungsi sebagai tempat mengembangkan keterampilan berbahasa, khusus untuk sekolah yang mempunyai Jurusan Bahasa.

Gambar 2.18. Ruang Lab. Bahasa

Sumber Data: http://www.ipeka.org/ tahun 2008

Tabel 2.14. Persyaratan Ruang Lab. Bahasa

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Luas Ruang Minimum satu rombongan belajar.

2. Rasio Minimum 2 m2/peserta didik. Untuk rombongan belajar dengan peserta didik kurang dari 15 orang, luas minimum ruang laboratorium 30 m2. Lebar minimum ruang laboratorium bahasa 5 m.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Ruang Pimpinan

Ruang pimpinan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan pengelolaan sekolah, pertemuan dengan sejumlah kecil guru, orang tua murid, unsur komite sekolah, petugas dinas pendidikan, atau tamu lainnya. Luas minimum ruang pimpinan 12 m2 dan lebar minimum 3 m. Ruang pimpinan mudah diakses oleh guru dan tamu sekolah, dapat dikunci dengan baik.


(19)

Gambar 2.19. Ruang Kepala Sekolah Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang Guru

Ruang guru berfungsi sebagai tempat guru bekerja dan istirahat serta menerima tamu, baik peserta didik maupun tamu lainnya. Rasio minimum luas ruang guru 4 m2/pendidik dan luas minimum 72 m2. Ruang guru mudah dicapai dari halaman sekolah ataupun dari luar lingkungan sekolah, serta dekat dengan ruang pimpinan.

Gambar 2.20. Ruang Guru

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang Tata Usaha

Ruang tata usaha berfungsi sebagai tempat kerja petugas untuk mengerjakan administrasi sekolah. Rasio minimum luas ruang tata usaha 4 m2/petugas dan luas minimum 16 m2. Ruang tata usaha mudah dicapai dari halaman sekolah ataupun dari luar lingkungan sekolah, serta dekat dengan ruang pimpinan.


(20)

Gambar 2.21. Ruang Tata Usaha Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Tempat Beribadah

Tempat beribadah berfungsi sebagai tempat warga sekolah melakukan ibadah yang diwajibkan oleh agama masing-masing pada waktu sekolah. Banyak tempat beribadah sesuai dengan kebutuhan tiap satuan pendidikan, dengan luas minimum 12 m2.

Gambar 2.22. Tempat Ibadah, Mushola (kiri) dan Kapel (kanan) Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang Konseling

Ruang konseling berfungsi sebagai tempat peserta didik mendapatkan layanan konseling dari konselor berkaitan dengan pengembangan pribadi, sosial, belajar, dan karir. Luas minimum ruang konseling 9 m2. Ruang konseling dapat memberikan kenyamanan suasana dan menjamin privasi peserta didik.


(21)

Gambar 2.23. Ruang Konseling

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang UKS

Ruang UKS berfungsi sebagai tempat untuk penanganan dini peserta didik yang mengalami gangguan kesehatan di sekolah. Luas minimum ruang UKS 12 m2.

Gambar 2.24. Ruang UKS

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang Organisasi Kesiswaan

Ruang organisasi kesiswaan berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan kesekretariatan pengelolaan organisasi kesiswaan. Luas minimum ruang organisasi kesiswaan 9 m2.


(22)

Gambar 2.25. Ruang OSIS

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Jamban

Jamban berfungsi sebagai tempat buang air besar dan/atau kecil. Gambar 2.26. Kamar Mandi/Jamban

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 Tabel 2.15. Persyaratan Jamban

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Luas Minimum Luas minimum 1 unit jamban 2 m2.

2. Rasio Minimum Minimum terdapat 1 unit jamban untuk setiap 40 peserta didik pria, 1 unit jamban untuk setiap 30 peserta didik wanita, dan 1 unit jamban untuk guru.

3. Banyak Minimum Banyak minimum jamban setiap sekolah 3 unit.

4. Fasilitas • Jamban harus berdinding, beratap, dapat dikunci, dan mudah dibersihkan.

• Tersedia air bersih di setiap unit jamban.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007


(23)

• Gudang

Gudang berfungsi sebagai tempat menyimpan peralatan pembelajaran di luar kelas, tempat menyimpan sementara peralatan sekolah yang tidak/belum berfungsi di satuan pendidikan, dan tempat menyimpan arsip sekolah yang telah berusia lebih dari 5 tahun. Luas minimum gudang 21 m2. Gudang dapat dikunci.

Gambar 2.27. Gudang

Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008 • Ruang Sirkulasi

Ruang sirkulasi horizontal berfungsi sebagai tempat penghubung antar ruang dalam bangunan sekolah dan sebagai tempat berlangsungnya kegiatan bermain dan interaksi sosial peserta didik di luar jam pelajaran, terutama pada saat hujan ketika tidak memungkinkan kegiatan-kegiatan tersebut berlangsung di halaman sekolah.

Gambar 2.27. Ruang Sirkulasi/Selasar Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008


(24)

Tabel 2.16. Persyaratan Sirkulasi

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Luas Berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m.

2. Fasilitas • Dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

• Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.

• Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

3. Jarak Tempuh Terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

4. Ukuran dan Jumlah • Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.

• Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Tempat Bermain/Berolahraga

Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Gambar 2.28. Lapangan Upacara (kiri) dan Lapangan Olahraga (kanan) Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008

Tabel 2.17. Persyaratan Tempat Bermain/Berolahraga

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Rasio Luas Minimum 3 m2/peserta didik. Untuk satuan pendidikan dengan banyak peserta didik kurang dari 334, luas minimum tempat bermain/berolahraga 1000 m2. Luas tersebut terdapat ruang bebas untuk tempat berolahraga berukuran 30 m x 20 m.

2. Fasilitas • Berupa ruang terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan. •

3. Desain • Diletakkan di tempat yang tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas.


(25)

• Tidak digunakan untuk tempat parkir.

• Memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan olahraga.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

2.3. Seminari

2.3.1. Tinjauan Umum Seminari

Seminari adalah tempat pendidikan bagi calon rohaniwan Kristiani,

entah itu Kristen yang mendidik pendeta atau Katolik yang mendidik pastor. Seminari berasal dari kata Seminarium dari bahasa Latin yang terbentuk dari kata dasar semen, artinya benih. Maka, Seminari berarti

tempat penyemaian benih (www.wikipedia.org, tentang seminari).

Maksudnya, benih panggilan rohani yang ada pada seseorang, disemaikan dengan pendidikan di Seminari.

Di dalam Gereja Katolik, fungsi dari seminari adalah sebagai wadah dalam mempersiapkan orang-rang yang menyediakan dirinya bagi tugas keimanan atau suatu tugas dalam masyarakat Katolik di Indonesia. Ada jenjang Seminari Menengah (setingkat SMA) dan Seminari Tinggi (setingkat perguruan tinggi).

Gelar akademik dari seminari-seminari Katolik Roma biasanya diberikan oleh sebuah Universitas Kepausan, sementara di kalangan seminari Protestan di Indonesia, seperti di sekolah-sekolah umum lainnya, pemberian gelar akademiknya diatur oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Meskipun tujuan utama seminari adalah mempersiapkan dan melengkapi mahasiswanya untuk pelayanan keagamaan di gereja atau sinagoga, ada pula orang-orang yang belajar hanya karena ingin lebih mendalami pengetahuan keagamaannya atau memperdalam kehidupan spiritual mereka. Lulusan seminari ada pula yang bekerja di bidang-bidang lain di luar pelayanan di gereja atau sinagoga, seperti misalnya sebagai pekerja sosial, guru, dll.

Dengan berlakunya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional maka kekhasan sekolah katolik jadi semakin redup. Seminarilah satu-satunya sekolah yang tersisa untuk mendidik putera gereja menjadi orang


(26)

katolik sejati. Banyak orang tua tidak melihat nilai lebih ini dan memilih kualitas intelektual semata yang ditawarkan sekolah-sekolah lain bagi anak-anak mereka. Berhasilnya program KB, suami-istri bekerja, fasilitas keluarga yang lengkap, tabungan uang yang banyak, tapi menghasilkan generasi TPA (tempat penitipan anak). Kondisi ini melahirkan perasaan bersalah pada orang tua terhadap anak-anak yang kerap mereka tinggal. Akibatnya, dalam rekreasi, liburan, atau pemilihan sekolah, orang tua cenderung akan menuruti kemauan anak (children driven school). Fakta ini tentu berdampak pada minat masuk seminari. Dulu peran orang tua begitu sentral dalam merekayasa dan mengarahkan anak masuk seminari. Anak disiapkan lewat serangkaian kegiatan. Doa keluarga, misdinar, latihan koor, dan lain-lain, sehingga lahir banyak panggilan. Hal ini perlu diungkap di sini untuk menyadarkan para orang tua. Namun pihak seminari bukan berarti terbebaskan. Seminari harus bisa menjadi sekolah yang diminati oleh anak-anak. Tembok seminari yang tebal dan angker, fasilitas bermain dan olah raga yang terbatas tentu akan menjauhkan para peminat.

Sebenarnya di seminari, para seminaris juga diberikan pendidikan formal seperti siswa-siswa sekolah menengah pada umumnya. Yang berbeda adalah penambahan pada bidang keagamaan khususnya untuk agama Katolik. Lulusan Setelah menjalani proses pembinaan selama kurang lebih 1-7 tahun diharapkan seminaris mencapai kematangan dalam: kepribadian, kerohanian, intelektual, hidup berkomunitas, dan motivasi panggilan untuk melanjutkan pembinaan dan pendidikan ke jenjang seminari tinggi.

A. Kepribadian

- Mengenal diri sebagai pribadi unik, tahu kemana harus berjalan, decision maker

- Memiliki keteraturan hidup dan disiplin

- Mampu bertindak secara bertanggung jawab dan sadar akan nilai - Mempunyai komitmen yang tinggi, gigih memperjuangkan sesuatu

(militan)

- Sehat jasmani dan rohani


(27)

- Memiliki pribadi yang terbuka

- Mempunyai kreativitas untuk mengembangkan potensi-potensi diri

B. Kerohanian

- Mengenal dan mempunyai relasi personal dengan Tuhan – beriman

- Terbiasa berdoa, merayakan ekaristi bermeditasi dan berdevosi - Terbiasa membaca KS dan buku-buku rohani, berefleksi

- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghayati nilai-nilai keutamaan kristiani

C. Intelektual

- Mempunyai kebiasaan dan kebutuhan membaca

- Mampu menuangkan gagasan dalam Bahasa Indonesia secara tertulis dan lesan dengan baik

- Memiliki kemampuan berbahasa Inggris dan komputer yang memadai

D. Hidup berkomunitas

- Terbiasa hidup berkomunitas sebagai saudara sepanggilan - Terbiasa saling melayani

- Terbuka dan semakin terlibat di dalam masyarakat sekitar

- Memiliki kemampuan untuk berelasi dan berkomunikasi dengan baik

E. Panggilan

- Mengenal baik ordo / tarekat / keuskupan yang akan dipilih

- Mempunyai semangat dan motivasi yang jelas untuk menjadi imam

- Semakin merasa menjadi bagian dari Gereja

2.3.1. Kurikulum Seminari

Tabel 2.18. Tabel Kurikulum Seminari

KATEGORI Kurikulum Inti

BIDANG PENDIDIKAN INTELEKTUAL

BIDANG POKOK

Bahasa

RINCIAN BIDANG POKOK

A. Indonesia B. Inggris C. Bahasa Latin

UNSUR FORMASI

Membaca, menangkap isi, meringkas, merumuskan,

mengungkapkan/mengarang. Berbicara , menulis dan membaca

aktif pasif.


(28)

dan ketekunan Pengetahuan

dasar kekatolikan

Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama (PL) –

Perjanjian Baru(PB) Iman Katolik/Kristiani

Liturgi Praktis Pengantar Sejarah

Gereja

Pengenalan umum PL – PB

Pengetahuan dan penghayatan Informasi dan penghayatan Pengetahuan Gereja lokal – Indonesia

KATEGORI Kurikulum Inti BIDANG PENDIDIKAN INTELEKTUAL BIDANG POKOK Kerohanian dan Kepribadian RINCIAN BIDANG POKOK Devosi Bacaan rohani Askese Refleksi Bimbingan rohani Konferensi Retret, triduum, rekoleksi UNSUR FORMASI

Memperkenalkan aneka devosi Pengenalan kisah hidup santo-santa,

perluasan wawasan rohani Memperkenalkan aneka jenis askese Membangun kesadaran akan makna dari kegiatan yang dilakukan dan

pengalaman hidup Pengenalan diri dan arah pengembangan diri, pembiasaan sikap

terbuka pada pembimbing Tema-tema tentang hidup bakti, imamat, seksualitas, kesehatan. Memperdalam motivasi panggilan

secara umum, nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan kristiani,

kemampuan hidup bersama.

Kurikulum Pilihan Ilmu budaya dasar Musik Psikologi Bahasa setempat Musik Liturgi Psikologi perkembangan

Mengenal, menguasai dan menggunakan bahasa setempat dalam

hidup sehari-hari

Informasi tentang musik-musik gereja Memperkenalkan fase-fase perkembangan manusia dan pengaruh

dalam hidupnya. KATEGORI Kurikulum Inti Ketrampilan Penunjang (Soft Skills) BIDANG POKOK RINCIAN BIDANG POKOK Komputer Logika Etiket Kemampuan adaptasi Kemampuan mengungkapkan diri Tanggung jawab UNSUR FORMASI

Kemampuan dasar untuk menulis Berfikir lurus dan benar, recta ratio

dan certa ratio Sopan santun

Kenal diri dalam tata lingkungan, sosialisasi

Lisan, tertulis

Kesadaran akan keputusan yang diambil, daya juang menyelesaikan

hal-hal yang sulit, kerja tangan, menghayati makna dari kegiatan yang dilakukan, kerja sama kelompok, rasa


(29)

Membuat laporan tertulis Cara hidup sehat Kerja tangan (berkebun,

opera, dsb) Metodologi belajar

Public Speaking Kesenian (musik, tari,

olah vocal, teater) Keterlibatan sosial (live

in) Leadership Keterlibatan parokial

(kor di paroki, Bina Iman Anak, Misdinar)

memiliki alat rumah tangga, hidup mandiri

Kemampuan reportase, kemampuan mengumpulkan

data-analisa-kesimpulan Sehat fisik, emosi, kerja sama Mengolah ketrampilan-ketrampilan

praktis, rasa memiliki. Memiliki kemampuan dan kebiasaan belajar yang baik, efisien dan efektif. Memiliki ketrampilan untuk berbicara

di depan umum. Kemampuan dalam humaniora,

berkreasi.

Mengalami hidup bersama dengan orang-orang kecil, sehingga memiliki

jiwa option for the poor. Membentuk karakter kepemimpinan

dan tanggungjawab, latihan berorganisasi

Menumbuhkan keterlibatan dalam bidang parokial. Sumber Data: www.seminari-bali.org/profile.htm


(1)

Tabel 2.16. Persyaratan Sirkulasi

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Luas Berupa koridor yang menghubungkan ruang-ruang di dalam bangunan sekolah dengan luas minimum 30% dari luas total seluruh ruang pada bangunan, lebar minimum 1,8 m, dan tinggi minimum 2,5 m.

2. Fasilitas • Dapat menghubungkan ruang-ruang dengan baik,beratap, serta mendapat pencahayaan dan penghawaan yang cukup.

• Koridor tanpa dinding pada lantai atas bangunan bertingkat dilengkapi pagar pengaman dengan tinggi 90-110 cm.

• Bangunan bertingkat dilengkapi tangga. Bangunan bertingkat dengan panjang lebih dari 30 m dilengkapi minimum dua buah tangga.

3. Jarak Tempuh Terjauh untuk mencapai tangga pada bangunan bertingkat tidak lebih dari 25 m.

4. Ukuran dan Jumlah • Lebar minimum tangga 1,8 m, tinggi maksimum anak tangga 17 cm, lebar anak tangga 25-30 cm, dan dilengkapi pegangan tangan yang kokoh dengan tinggi 85-90 cm.

• Tangga yang memiliki lebih dari 16 anak tangga harus dilengkapi bordes dengan lebar minimum sama dengan lebar tangga.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

• Tempat Bermain/Berolahraga

Tempat bermain/berolahraga berfungsi sebagai area bermain, berolahraga, pendidikan jasmani, upacara, dan kegiatan ekstrakurikuler.

Gambar 2.28. Lapangan Upacara (kiri) dan Lapangan Olahraga (kanan) Sumber Data: http://www.google.com/ tahun 2008

Tabel 2.17. Persyaratan Tempat Bermain/Berolahraga

No. PESYARATAN KETERANGAN

1. Rasio Luas Minimum 3 m2/peserta didik. Untuk satuan pendidikan dengan banyak peserta didik kurang dari 334, luas minimum tempat bermain/berolahraga 1000 m2. Luas tersebut terdapat ruang bebas untuk tempat berolahraga berukuran 30 m x 20 m.

2. Fasilitas • Berupa ruang terbuka sebagian ditanami pohon penghijauan.

3. Desain • Diletakkan di tempat yang tidak mengganggu proses pembelajaran di kelas.


(2)

• Tidak digunakan untuk tempat parkir.

• Memiliki permukaan datar, drainase baik, dan tidak terdapat pohon, saluran air, serta benda-benda lain yang mengganggu kegiatan olahraga.

Sumber Data: Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 Tanggal 28 Juni 2007

2.3. Seminari

2.3.1. Tinjauan Umum Seminari

Seminari adalah tempat pendidikan bagi calon rohaniwan Kristiani,

entah itu Kristen yang mendidik pendeta atau Katolik yang mendidik pastor. Seminari berasal dari kata Seminarium dari bahasa Latin yang terbentuk dari kata dasar semen, artinya benih. Maka, Seminari berarti

tempat penyemaian benih (www.wikipedia.org, tentang seminari).

Maksudnya, benih panggilan rohani yang ada pada seseorang, disemaikan dengan pendidikan di Seminari.

Di dalam Gereja Katolik, fungsi dari seminari adalah sebagai wadah dalam mempersiapkan orang-rang yang menyediakan dirinya bagi tugas keimanan atau suatu tugas dalam masyarakat Katolik di Indonesia. Ada jenjang Seminari Menengah (setingkat SMA) dan Seminari Tinggi (setingkat perguruan tinggi).

Gelar akademik dari seminari-seminari Katolik Roma biasanya diberikan oleh sebuah Universitas Kepausan, sementara di kalangan seminari Protestan di Indonesia, seperti di sekolah-sekolah umum lainnya, pemberian gelar akademiknya diatur oleh Departemen Pendidikan Nasional.

Meskipun tujuan utama seminari adalah mempersiapkan dan melengkapi mahasiswanya untuk pelayanan keagamaan di gereja atau sinagoga, ada pula orang-orang yang belajar hanya karena ingin lebih mendalami pengetahuan keagamaannya atau memperdalam kehidupan spiritual mereka. Lulusan seminari ada pula yang bekerja di bidang-bidang lain di luar pelayanan di gereja atau sinagoga, seperti misalnya sebagai pekerja sosial, guru, dll.

Dengan berlakunya Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional maka kekhasan sekolah katolik jadi semakin redup. Seminarilah satu-satunya sekolah yang tersisa untuk mendidik putera gereja menjadi orang


(3)

katolik sejati. Banyak orang tua tidak melihat nilai lebih ini dan memilih kualitas intelektual semata yang ditawarkan sekolah-sekolah lain bagi anak-anak mereka. Berhasilnya program KB, suami-istri bekerja, fasilitas keluarga yang lengkap, tabungan uang yang banyak, tapi menghasilkan generasi TPA (tempat penitipan anak). Kondisi ini melahirkan perasaan bersalah pada orang tua terhadap anak-anak yang kerap mereka tinggal. Akibatnya, dalam rekreasi, liburan, atau pemilihan sekolah, orang tua cenderung akan menuruti kemauan anak (children driven school). Fakta ini tentu berdampak pada minat masuk seminari. Dulu peran orang tua begitu sentral dalam merekayasa dan mengarahkan anak masuk seminari. Anak disiapkan lewat serangkaian kegiatan. Doa keluarga, misdinar, latihan koor, dan lain-lain, sehingga lahir banyak panggilan. Hal ini perlu diungkap di sini untuk menyadarkan para orang tua. Namun pihak seminari bukan berarti terbebaskan. Seminari harus bisa menjadi sekolah yang diminati oleh anak-anak. Tembok seminari yang tebal dan angker, fasilitas bermain dan olah raga yang terbatas tentu akan menjauhkan para peminat.

Sebenarnya di seminari, para seminaris juga diberikan pendidikan formal seperti siswa-siswa sekolah menengah pada umumnya. Yang berbeda adalah penambahan pada bidang keagamaan khususnya untuk agama Katolik. Lulusan Setelah menjalani proses pembinaan selama kurang lebih 1-7 tahun diharapkan seminaris mencapai kematangan dalam: kepribadian, kerohanian, intelektual, hidup berkomunitas, dan motivasi panggilan untuk melanjutkan pembinaan dan pendidikan ke jenjang seminari tinggi.

A. Kepribadian

- Mengenal diri sebagai pribadi unik, tahu kemana harus berjalan, decision maker

- Memiliki keteraturan hidup dan disiplin

- Mampu bertindak secara bertanggung jawab dan sadar akan nilai - Mempunyai komitmen yang tinggi, gigih memperjuangkan sesuatu

(militan)

- Sehat jasmani dan rohani


(4)

- Memiliki pribadi yang terbuka

- Mempunyai kreativitas untuk mengembangkan potensi-potensi diri

B. Kerohanian

- Mengenal dan mempunyai relasi personal dengan Tuhan – beriman

- Terbiasa berdoa, merayakan ekaristi bermeditasi dan berdevosi - Terbiasa membaca KS dan buku-buku rohani, berefleksi

- Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghayati nilai-nilai keutamaan kristiani

C. Intelektual

- Mempunyai kebiasaan dan kebutuhan membaca

- Mampu menuangkan gagasan dalam Bahasa Indonesia secara tertulis dan lesan dengan baik

- Memiliki kemampuan berbahasa Inggris dan komputer yang memadai

D. Hidup berkomunitas

- Terbiasa hidup berkomunitas sebagai saudara sepanggilan - Terbiasa saling melayani

- Terbuka dan semakin terlibat di dalam masyarakat sekitar

- Memiliki kemampuan untuk berelasi dan berkomunikasi dengan baik

E. Panggilan

- Mengenal baik ordo / tarekat / keuskupan yang akan dipilih

- Mempunyai semangat dan motivasi yang jelas untuk menjadi imam

- Semakin merasa menjadi bagian dari Gereja

2.3.1. Kurikulum Seminari

Tabel 2.18. Tabel Kurikulum Seminari KATEGORI

Kurikulum Inti

BIDANG PENDIDIKAN INTELEKTUAL

BIDANG POKOK

Bahasa

RINCIAN BIDANG POKOK

A. Indonesia B. Inggris C. Bahasa Latin

UNSUR FORMASI

Membaca, menangkap isi, meringkas, merumuskan,

mengungkapkan/mengarang. Berbicara , menulis dan membaca

aktif pasif.


(5)

dan ketekunan Pengetahuan

dasar kekatolikan

Pengantar Kitab Suci Perjanjian Lama (PL) –

Perjanjian Baru(PB) Iman Katolik/Kristiani

Liturgi Praktis Pengantar Sejarah

Gereja

Pengenalan umum PL – PB

Pengetahuan dan penghayatan Informasi dan penghayatan Pengetahuan Gereja lokal – Indonesia KATEGORI Kurikulum Inti BIDANG PENDIDIKAN INTELEKTUAL BIDANG POKOK Kerohanian dan Kepribadian RINCIAN BIDANG POKOK Devosi Bacaan rohani Askese Refleksi Bimbingan rohani Konferensi Retret, triduum, rekoleksi UNSUR FORMASI

Memperkenalkan aneka devosi Pengenalan kisah hidup santo-santa,

perluasan wawasan rohani Memperkenalkan aneka jenis askese Membangun kesadaran akan makna dari kegiatan yang dilakukan dan

pengalaman hidup Pengenalan diri dan arah pengembangan diri, pembiasaan sikap

terbuka pada pembimbing Tema-tema tentang hidup bakti, imamat, seksualitas, kesehatan. Memperdalam motivasi panggilan

secara umum, nilai-nilai dan keutamaan-keutamaan kristiani,

kemampuan hidup bersama. Kurikulum Pilihan Ilmu budaya

dasar Musik Psikologi Bahasa setempat Musik Liturgi Psikologi perkembangan

Mengenal, menguasai dan menggunakan bahasa setempat dalam

hidup sehari-hari

Informasi tentang musik-musik gereja Memperkenalkan fase-fase perkembangan manusia dan pengaruh

dalam hidupnya. KATEGORI Kurikulum Inti Ketrampilan Penunjang (Soft Skills) BIDANG POKOK RINCIAN BIDANG POKOK Komputer Logika Etiket Kemampuan adaptasi Kemampuan mengungkapkan diri Tanggung jawab UNSUR FORMASI

Kemampuan dasar untuk menulis Berfikir lurus dan benar, recta ratio

dan certa ratio Sopan santun

Kenal diri dalam tata lingkungan, sosialisasi

Lisan, tertulis

Kesadaran akan keputusan yang diambil, daya juang menyelesaikan

hal-hal yang sulit, kerja tangan, menghayati makna dari kegiatan yang dilakukan, kerja sama kelompok, rasa


(6)

Membuat laporan tertulis Cara hidup sehat Kerja tangan (berkebun,

opera, dsb) Metodologi belajar

Public Speaking Kesenian (musik, tari,

olah vocal, teater) Keterlibatan sosial (live

in) Leadership Keterlibatan parokial

(kor di paroki, Bina Iman Anak, Misdinar)

memiliki alat rumah tangga, hidup mandiri

Kemampuan reportase, kemampuan mengumpulkan

data-analisa-kesimpulan Sehat fisik, emosi, kerja sama Mengolah ketrampilan-ketrampilan

praktis, rasa memiliki. Memiliki kemampuan dan kebiasaan belajar yang baik, efisien dan efektif. Memiliki ketrampilan untuk berbicara

di depan umum. Kemampuan dalam humaniora,

berkreasi.

Mengalami hidup bersama dengan orang-orang kecil, sehingga memiliki

jiwa option for the poor. Membentuk karakter kepemimpinan

dan tanggungjawab, latihan berorganisasi

Menumbuhkan keterlibatan dalam bidang parokial. Sumber Data: www.seminari-bali.org/profile.htm