PRARANCANGAN PABRIK BUTYNEDIOL DARI ACETYLENE DAN FORMALDEHYDE KAPASITAS 40.000 TON/TAHUN

(1)

ABSTRAK

PRARANCANGAN PABRIK BUTYNEDIOL DARI ACETYLENE DAN FORMALDEHYDE

KAPASITAS 40.000 TON/TAHUN

Oleh

EKA RAHMATIKA

Pabrik butynediol berbahan baku acetylene dan formaldehyde, akan didirikan di Gresik, Jawa Timur. Pabrik ini berdiri dengan mempertimbangkan ketersediaan bahan baku, sarana transportasi yang memadai, tenaga kerja yang mudah didapatkan dan kondisi lingkungan.

Pabrik direncanakan memproduksi butynediol sebanyak 40.000 ton/tahun, dengan waktu operasi 24 jam/hari, 330 hari/tahun. Bahan baku yang digunakan adalah acetylene sebanyak 1.860,7052 kg/jam dan formaldehyde sebanyak 2.981,5789 kg/jam.

Penyediaan kebutuhan utilitas pabrik butynediol berupa: pengadaan air, pengadaan steam, pengadaan listrik, kebutuhan bahan bakar, dan pengadaan udara kering.

Bentuk perusahaan adalah Perseroan Terbatas (PT) menggunakan struktur organisasi line dan staff dengan jumlah karyawan sebanyak 185 orang.

Dari analisis ekonomi diperoleh:

Fixed Capital Investment (FCI) = Rp. 285.666.718.528

Working Capital Investment (WCI) = Rp 50.411.773.858

Break Even Point (BEP) = 34,67 %

Shut Down Point (SDP) = 20,22 %

Pay Out Time after taxes (POT) = 2,59 tahun

Raturn on investment after taxes (ROI) = 28,65 %

Discounted Cash Flow (DCF) = 33,29 %

Mempertimbangkan paparan di atas, sudah selayaknya pendirian pabrik butynediol ini dikaji lebih lanjut, karena merupakan pabrik yang menguntungkan dan mempunyai masa depan yang baik.


(2)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejalan dengan berkembangnya Industri di Indonesia, semakin banyak diversifikasi usaha telah dilakukan. Banyak bahan mentah atau setengah jadi diolah menjadi produk intermediate atau produk jadi, sehingga mengurangi ketergantungan kita pada produk impor. Untuk itu pemerintah memprioritaskan pada pembangunan industri yang dapat merangsang pertumbuhan industri yang lain, sehingga diharapkan pertumbuhan industri – industri tersebut akan semakin pesat.

Pertumbuhan industri kimia di Indonesia patut dibanggakan. Tentu saja banyak alasan mengapa pemerintah begitu bersemangat untuk mengembangkan industri tersebut. Bukan hanya karena jumlah bahan baku yang cukup memadai di tanah air maupun wilayah pemasaran yang luas melainkan prospek dan kelanjutan industri kimia di Indonesia cukup cerah.


(3)

Salah satu industri yang mempunyai kegunaan penting dan mempunyai prospek yang bagus adalah industri butynediol. Butynediol dengan rumus molekul HOCH2C=CCH2OH mempunyai nama IUPAC adalah 2-Butyne-1,4-diol dan sering juga disebut dengan nama butynediol ,1,4-Dihydroxy-2butyne , 2-butyne-1,4-diol , 2-butynediol , dan butyndiol.

Pertimbangan utama yang melatar belakangi berdirinya pabrik Butynediol ini, pada prinsipnya adalah sama dengan sektor-sektor lain yaitu untuk melakukan usaha yang secara sosial-ekonomi cukup menguntungkan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) online (http://www.bps.go.id/exim.php), impor Butynediol dari tahun 2001 ke tahun berikutnya mengalami peningkatan. Karena sifatnya yang prospektif dimasa yang akan datang, dalam pengertian memiliki potensi pasar, mudah memperoleh bahan baku, yakni acetylene dan formaldehyde, teknologi yang dibutuhkan dapat terpenuhi dan terdapatnya tenaga pelaksana, maka keuntungan dapat dicapai dengan adanya pendirian pabrik butynediol

namun sifat prospektif ini akan terlaksana dengan kemampuan modal yang memadai.

Disamping itu dengan mendirikan pabrik butynediol yang merupakan pabrik padat modal dan padat teknologi, diharapkan dapat memacu tumbuhnya industri-industri baru yang memakai butynediol, seperti industri butanediol,

tetrahydrofuran, dan pyrolidine. Dengan memproduksi butynediol diharapkan dapat memenuhi kebutuhan butynediol di dalam negeri. Selama ini untuk


(4)

3

memenuhi kebutuhan butynediol pemerintah mengimpor dari luar negeri, seperti dari negara Jepang, Taiwan, Cina, Brazil, Jerman, dsb. Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas maka pabrik ini layak dipertimbangkan untuk di dirikan di Indonesia.

B. Kegunaan Produk

Butynediol banyak digunakan sebagai bahan intermediate pembuatan butanediol

dan beberapa produk lain. Sebagai bahan-bahan pelindung untuk alat pabrik, pestisida, biocides, bahan tambahan pada industri cat dan texstil. butynediol juga digunakan untuk bahan pencerah warna, bahan pengawet, bahan pembersih, dan juga sebagai inhibitor corrosion.

(http:www.chemicalland21.com/industrialchem/solalc/1,4-BUTYNEDIOL.htm), di akses tanggal 15 Oktober 2009.

C. Tujuan Pendirian Pabrik Butynediol

Di Indonesia kebutuhan akan butynediol cenderung untuk meningkat. Namun untuk memenuhi semua kebutuhan tersebut masih didatangkan butynediol dari luar negeri, sehingga perlu untuk didirikan pabrik pembuatan butynediol di Indonesia.

Pendirian pabrik tersebut selain untuk memenuhi kebutuhan butynediol dalam negeri dan menghilangkan ketergantungan dari luar negeri, juga dimaksudkan


(5)

untuk membuka lapangan kerja baru, menambah perolehan devisa negara serta lebih mendorong perkembangan industri kimia yang berhubungan dengan

butynediol.

Secara ringkas dapat dijabarkan sebagai berikut : 1. Memenuhi kebutuhan dalam negeri.

2. Menghemat pengeluaran negara dalam bentuk import butynediol.

3. Membantu program pemerintah, dalam hal mengurangi pengangguran melalui penyerapan tenaga kerja.

4. Merangsang pertumbuhan industri-industri kimia baru yang menggunakan produk ini, baik sebagai bahan baku utama maupun bahan baku penunjangnya

Selain itu masih terdapat pertimbangan lain yang mendasari pendirian industri

butynediol ini yang pada dasarnya sama dengan prinsip ekonomi yaitu mendapat keuntungan yang optimal. Hal tersebut dapat tercapai jika ada efisiensi kerja dari berbagai aspek baik dalam hal tenaga kerja, teknologi proses yang digunakan, peralatan, struktur organisasi, manajemen, sarana dan prasarana yang baik.

D. Ketersediaan Bahan Baku.

Bahan baku merupakan hal yang paling utama dalam pengoperasian suatu pabrik, karena suatu pabrik akan beroperasi atau tidak sangat tergantung pada ketersediaan bahan baku.


(6)

5

Banyak industri formaldehyde dan acetylene sebagai bahan baku butynediol yang telah didirikan di Indonesia. Untuk bahan baku acetylene (C2H2) diantaranya diproduksi oleh PT. Tirtobuana Aneka industri (Jakarta Pusat), PT. Purnabuana Yudha (Tanggerang, Banten), PT Samator Gas (Gresik Jawa Timur). PT. Mega Sari Bakti Gas (Medan), PT. Iga Murni Sejahtera (D.I. Yogyakarta). Sedangkan bahan baku formaldehyde diproduksi PT. Arjuna Utama Kimia (Surabaya) juga PT. Great Chemindo (Kalimantan Barat).

E. Analisi Pasar.

1. Harga bahan baku dan produk

Bahan baku yang digunakan dalam pabrik ini adalah Acetylene dan Formaldehyde. Sedangkan produknya adalah Butynediol serta produk samping Metanol. Daftar harga bahan baku dan produk ditunjukkan oleh Tabel 1.1

Tabel 1.1. Daftar harga bahan baku dan produk.

No Bahan Harga

(US $ / kg)

1 Acetylene 0,30

2 Formaldehyde 0,13

3 Butynediol 3,27

5 Katalis CuC2 0,21


(7)

2. Kapasitas Perancangan

Penentuan kapasitas rancangan pabrik butynediol didasarkan pada beberapa pertimbangan :

1. Perkiraan kebutuhan butynediol di Indonesia. 2. Ketersediaan bahan baku.

3. Kapasitas minimal.

1. Perkiraan kebutuhan butynediol di Indonesia. Tabel 1.2 Impor Butynediol di Indonesia

Tahun Jumlah (ton/tahun)

2001 12325

2002 23125

2003 23154

2004 23328

2005 24478

2006 25378

2007 26245

2008 27944


(8)

7

Tabel 1.3 Data Perhitungan Ramalan nilai total kebutuhan Butynediol

Tahun X Kebutuhan Y x2 x.y

2001 12325 4004001 24662325

2002 23125 4008004 46296250

2003 23154 4012009 46377462

2004 23328 4016016 46749312

2005 24478 3996001 48931522

2006 25378 4000000 50756000

2007 26245 4004001 52516245

Jumlah :

2008 27944 4008004 55943888

2014 185977 32048036 372233004

= -2.227.552

= 1.126,5

Kebutuhan pada tahun 2014

= 34.460

 

2 2

2

)

(

)

.

(

)

.

(

X

X

n

X

XY

Y

X

A

2

2

 

   X X n y X XY n B

BX

A


(9)

Gambar 1.1. Regresi kebutuhan impor butynediol Indonesia

Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan butynediol di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,6 % per tahun, dengan perolehan nilai R² = 0.969, linier, sehingga diperkirakan kebutuhan butynediol yang harus dipenuhi pada tahun 2014 sebesar 34.460 ton. Karena belum ada pabrik butynediol di Indonesia, maka kebutuhan butynediol yang belum dapat dipenuhi sebesar 34.460 ton. Sehingga dengan didirikan pabrik butynediol dengan kapasitas 40.000 ton/tahun maka diharapkan tidak perlu lagi impor butynediol.

2. Ketersediaan bahan baku

Acetylene dan formaldehyde sebagai bahan baku pembuatan butynediol

dapat diperoleh dari dalam negeri sehingga tidak bergantung pada negara lain. Bahan baku yang digunakan untuk membuat butynediol yaitu acetylene dan

formaldehyde diproduksi oleh PT. Samator Gas dan PT. Arjuna Utama Kimia. Sehingga ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah karena cukup tersedia dan mudah diperoleh.

y = 1126,5x - 2E+06 R² = 0,9699 24000

24500 25000 25500 26000 26500 27000 27500 28000 28500

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Series1


(10)

9

3. Kapasitas Minimal.

Bedasarkan data pabrik butynediol yang sudah berdiri di luar negeri, United State (50.000-100.000 ton/tahun), Eropa (30.000-100.000 ton/tahun) dan Asia (10-50.000 ton/tahun)

(http;//the-innovation group,comchemprofile/butynediol.htm), 1 November 2009.

Dari pertimbangan tersebut maka kapasitas 40.000 ton/tahun sudah cukup menguntungkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan harapan:

 Dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri akan butynediol yang memiliki kecenderungan peningkatan 8,6%

 Memberi kesempatan pada industri-industri yang menggunakan butynediol


(11)

X. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap Prarancangan Pabrik

Butynediol dengan kapasitas 40.000 ton/tahun dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Persen Return on Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 28,65 %. 2. Pay Out Time (POT) sesudah pajak 2,59 tahun.

3. Break Even Point (BEP) sebesar 34,67 % dimana syarat umum pabrik di Indonesia adalah 30 – 60 % kapasitas produksi dan Shut Down Point

(SDP) sebesar 20,22 %, yakni batasan kapasitas produksi sehingga pabrik harus berhenti berproduksi karena merugi.

4. Discounted Cash Flow Rate of Return (DCF) sebesar 33,29 %, lebih besar dari suku bunga bank sekarang yaitu 15% sehingga investor akan lebih memilih untuk berinvestasi ke pabrik ini daripada ke bank.

B. Saran

Dengan mempertimbangkan hasil perhitungan dari hasil analisis di atas maka pabrik butynediol dengan kapasitas 40.000 ton per tahun baik untuk dikaji lebih lanjut.


(1)

Banyak industri formaldehyde dan acetylene sebagai bahan baku butynediol yang telah didirikan di Indonesia. Untuk bahan baku acetylene (C2H2) diantaranya diproduksi oleh PT. Tirtobuana Aneka industri (Jakarta Pusat), PT. Purnabuana Yudha (Tanggerang, Banten), PT Samator Gas (Gresik Jawa Timur). PT. Mega Sari Bakti Gas (Medan), PT. Iga Murni Sejahtera (D.I. Yogyakarta). Sedangkan bahan baku formaldehyde diproduksi PT. Arjuna Utama Kimia (Surabaya) juga PT. Great Chemindo (Kalimantan Barat).

E. Analisi Pasar.

1. Harga bahan baku dan produk

Bahan baku yang digunakan dalam pabrik ini adalah Acetylene dan Formaldehyde. Sedangkan produknya adalah Butynediol serta produk samping Metanol. Daftar harga bahan baku dan produk ditunjukkan oleh Tabel 1.1

Tabel 1.1. Daftar harga bahan baku dan produk.

No Bahan Harga

(US $ / kg)

1 Acetylene 0,30

2 Formaldehyde 0,13

3 Butynediol 3,27

5 Katalis CuC2 0,21


(2)

2. Kapasitas Perancangan

Penentuan kapasitas rancangan pabrik butynediol didasarkan pada beberapa pertimbangan :

1. Perkiraan kebutuhan butynediol di Indonesia. 2. Ketersediaan bahan baku.

3. Kapasitas minimal.

1. Perkiraan kebutuhan butynediol di Indonesia.

Tabel 1.2 Impor Butynediol di Indonesia

Tahun Jumlah (ton/tahun)

2001 12325

2002 23125

2003 23154

2004 23328

2005 24478

2006 25378

2007 26245

2008 27944


(3)

Tabel 1.3 Data Perhitungan Ramalan nilai total kebutuhan Butynediol Tahun X Kebutuhan Y x2 x.y

2001 12325 4004001 24662325

2002 23125 4008004 46296250

2003 23154 4012009 46377462

2004 23328 4016016 46749312

2005 24478 3996001 48931522

2006 25378 4000000 50756000

2007 26245 4004001 52516245

Jumlah :

2008 27944 4008004 55943888

2014 185977 32048036 372233004

= -2.227.552

= 1.126,5

Kebutuhan pada tahun 2014

= 34.460

 

2 2

2

)

(

)

.

(

)

.

(

X

X

n

X

XY

Y

X

A

2

2

 

   X X n y X XY n B

BX

A


(4)

Gambar 1.1. Regresi kebutuhan impor butynediol Indonesia

Pada tabel 1.2 dapat dilihat bahwa kebutuhan butynediol di Indonesia mengalami peningkatan rata-rata sebesar 8,6 % per tahun, dengan perolehan nilai R² = 0.969, linier, sehingga diperkirakan kebutuhan butynediol yang harus dipenuhi pada tahun 2014 sebesar 34.460 ton. Karena belum ada pabrik butynediol di Indonesia, maka kebutuhan butynediol yang belum dapat dipenuhi sebesar 34.460 ton. Sehingga dengan didirikan pabrik butynediol dengan kapasitas 40.000 ton/tahun maka diharapkan tidak perlu lagi impor butynediol.

2. Ketersediaan bahan baku

Acetylene dan formaldehyde sebagai bahan baku pembuatan butynediol dapat diperoleh dari dalam negeri sehingga tidak bergantung pada negara lain. Bahan baku yang digunakan untuk membuat butynediol yaitu acetylene dan formaldehyde diproduksi oleh PT. Samator Gas dan PT. Arjuna Utama Kimia. Sehingga ketersediaan bahan baku tidak menjadi masalah karena cukup tersedia dan mudah diperoleh.

y = 1126,5x - 2E+06 R² = 0,9699 24000

24500 25000 25500 26000 26500 27000 27500 28000 28500

2004 2005 2006 2007 2008 2009

Series1


(5)

3. Kapasitas Minimal.

Bedasarkan data pabrik butynediol yang sudah berdiri di luar negeri, United State (50.000-100.000 ton/tahun), Eropa (30.000-100.000 ton/tahun) dan Asia (10-50.000 ton/tahun)

(http;//the-innovation group,comchemprofile/butynediol.htm), 1 November 2009.

Dari pertimbangan tersebut maka kapasitas 40.000 ton/tahun sudah cukup menguntungkan untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri dengan harapan:

 Dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri akan butynediol yang memiliki kecenderungan peningkatan 8,6%

 Memberi kesempatan pada industri-industri yang menggunakan butynediol untuk berdiri di Indonesia.


(6)

X. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan terhadap Prarancangan Pabrik Butynediol dengan kapasitas 40.000 ton/tahun dapat ditarik simpulan sebagai berikut :

1. Persen Return on Investment (ROI) sesudah pajak sebesar 28,65 %. 2. Pay Out Time (POT) sesudah pajak 2,59 tahun.

3. Break Even Point (BEP) sebesar 34,67 % dimana syarat umum pabrik di Indonesia adalah 30 – 60 % kapasitas produksi dan Shut Down Point (SDP) sebesar 20,22 %, yakni batasan kapasitas produksi sehingga pabrik harus berhenti berproduksi karena merugi.

4. Discounted Cash Flow Rate of Return (DCF) sebesar 33,29 %, lebih besar dari suku bunga bank sekarang yaitu 15% sehingga investor akan lebih memilih untuk berinvestasi ke pabrik ini daripada ke bank.

B. Saran

Dengan mempertimbangkan hasil perhitungan dari hasil analisis di atas maka pabrik butynediol dengan kapasitas 40.000 ton per tahun baik untuk dikaji lebih lanjut.