HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES NARAPIDANA WANITA

(1)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES

NARAPIDANA WANITA

SKRIPSI

Oleh:

Devinta Elen Windistiar

201210230311270

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

2016


(2)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN STRES

NARAPIDANA WANITA

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu

persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Devinta Elen Windistiar

201210230311270

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG


(3)

(4)

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Hubungan Dukungan Sosial dengan Stres Narapidana Wanita” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas Muhammadiyah Malang. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ibu Dra. Tri Dayakisni, S.Psi., M.Si., selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang.

2. Yuni Nurhamida, S.Psi., M.Si., selaku Ketua Program Studi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang dan selaku dosen pembimbing I yang telah meluangkan waktu disela-sela kesibukan sekaligus banyak memberikan masukan dan juga arahan dalam proses penyelesaian skripsi ini dari awal penyusunan penulisan karya ilmiah (PKI) hingga penyelesaian akhir skripsi ini.

3. Diana Savitri Hidayati, M.Psi., selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan waktunya disela-sela kesibukan mengajar untuk memberikan bimbingan kepada penulis, sekaligus motivasi, masukan, arahan dan banyak inspirasi seputar penelitian penulis sehingga penulis mendapat banyak referensi maupun ide dan gagasan untuk menyelesaikan penelitiannya.

4. Kedua orang tua, ayah dan ibu, Yusuf Kamarrudin dan Heni Purwanti yang selalu

memberikan motivasi, semangat, dan kasih sayang yang tiada henti dan semua do’a

yang dipanjatkan untuk penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai persyaratan mendapatkan gelar sarjana.

5. Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Surabaya-Jawa Timur yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian di Lembaga Pemasyarakatan Wanita II A Malang.

6. Kepala Lembaga Pemasyarakatan Wanita II A Malang, yang telah mengijinkan penulis untuk melakukan penelitian, membantu peneliti dalam proses pengambilan data serta mengurus surat-surat yang terkait penelitian dan juga para napi wanita yang telah membantu dalam pengisian skala peneliti.

7. Sahabatku Priska Purnamawati yang selama 10 tahun ini menjadi teman baik sekaligus kakak bagi penulis yang telah memberikan masukan dan motivasi bagi penulis serta mau meluangkan waktunya untuk bolos kerja demi menemani penulis mencari Kantor Wilayah Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Surabaya-Jawa Timur.

8. Teman-teman Fakultas Psikologi khususnya angkatan 2012 kelas E yang selalu memberikan semangat dan teman bertukar pikiran.

9. Pusat Layanan Psikologi UMM, khususnya untuk big bos PLP yaitu pak jek, beserta kedua staf cantik PLP mbak Ifa dan mbak Dilla, serta teman-teman asisten Septa, Okky, Daus, Rafi, Yunda, Intan, Riris, Nyimas, Putri, dan Ovy yang senantiasa memberikan dukungan, masukan, teman berbagi pikiran, keluh kesah dan canda tawa. 10.Kepada semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah banyak


(6)

Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti khususnya dan pembaca pada umumnya.

Malang, 21 April 2016

Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

Surat Pernyataan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Daftar Isi ... v

Daftar Tabel ... vi

Daftar Lampiran ... vii

ABSTRAK ... 1

PENDAHULUAN ... 2

Dukungan Sosial ... 5

Stres ... 7

Dukungan Sosial dan Stres Narapidana Wanita ... 8

METODE PENELITIAN ... 10

Rancangan Penelitian ... 10

Subjek Penelitian ... 10

Variabel dan Instrumen Penelitian ... 10

Validitas Instrumen ... 11

Reliabilitas Instrumen ... 11

Prosedur dan Analisa Data Penelitian ... 11

HASIL PENELITIAN ... 12

Karakteristik Subjek Penelitian... 12

Kategori Dukungan Sosial dan Stres ... 13

Uji Normalitas ... 13

Uji Liniearitas ... 13

Uji Hipotesis Penelitian ... 13

DISKUSI ... 14

SIMPULAN DAN IMPLIKASI ... 17

REFERENSI ... 18


(8)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Indeks Reliabilitas Skala Asli 11

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Skala Hasil Tryout 11

Tabel 3. Indeks Validitas Skala Hasil Tryout 11

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian 12


(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I. Skala Tryout Dukungan Sosial dan Stres ... 22

Lampiran II. Blueprint Skala Tryout A dan Skala Tryout B ... 28

Lampiran III. Rekapitulasi Hasil Tryout ... 30

Lampiran IV. Hasil Analisis Validitas dan Reliabilitas ... 37

Lampiran V. Skala Penelitian ... 43

Lampiran VI. Blueprint Skala Penelitian ... 48

Lampiran VII. Rekapitulasi Data Skala Dukungan Sosial ... 50

Lampiran VIII. Rekapitulasi Data Skala Stres ... 55

Lampiran IX. Output SPSS Hasil Penelitian ... 64


(10)

HUBUNGAN DUKUNGAN SOSIAL DENGAN

STRES NARAPIDANA WANITA

Devinta Elen Windistiar

Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang

Elwindist@gmail.com

Berlebihnya narapidana dari kapasitas rumah tahanan membuat banyaknya tempat pemberdayaan masyarakat yang ada di Indonesia menjadi overload dan overcrowded,

sehingga seringkali menyebabkan berbagai permasalahan psikologis. Kurangnya adaptasi dengan lingkungan baru, membuat para narapidana mengalami berbagai tekanan yang berujung pada stres. Stres diduga bisa diminimalisir dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitar LAPAS. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan stres pada narapidana wanita. Subjek dari penelitian ini merupakan narapidana wanita yang berjumlah seratus orang pada Lembaga Pemasyarakatan Wanita II A Malang. Teknik pengambilan sample menggunakan purposive sampling. Instrumen pengumpulan data menggunakan skala dukungan sosial dan skala stres. Sedangkan teknik analisa data menggunakan uji korelasi product moment. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan negatif antara dukungan sosial dengan stres terhadap narapidana wanita (r= -0.424; p= 0.000<0.01). Yang itu berarti semakin tinggi dukungan sosial maka semakin rendah stres yang dialami narapidana wanita.

Kata Kunci : Dukungan sosial, stres, narapidana wanita.

The large numbers of prisoners makes many prisons in Indonesia become overload and overcrowd, this condition creates many psychological problems. They seem hard to adapt with the new environment and makes them underpressure and also become stress. Stress can be reduced by social support from another prisoners and from the environment. The purpose of this correlation research is to know the correlation between social support and stress toward female prisoners. Subject for this research which are 100 female prisoners in female prison II A Malang. This research uses purposive sampling technique. Data is collected using support social scale and stress scale, analyzed using Product Moment. The result shows the negative correlation between social support and stress toward the female prisoners (r=-0,424 ; p= 0,000<0,01). This means that the higher social support, the tower of stress will be gotten by female prisoners.


(11)

Menyandang status sebagai narapidana dan menjalani hukuman dengan rentang waktu yang cukup lama seringkali menimbulkan permasalahan psikologis bagi para narapidana, khususnya narapidana wanita. Ditambah dengan adanya pandangan dari masyarakat yang masih memberikan label negatif pada mereka sebagai penjahat meskipun narapidana tersebut telah menunjukkan perubahan sikap yang baik dan lebih positif (Maryatun,2011). Setelah dibebaskan, stigma pernah dipenjara atau menjadi mantan narapidana lebih berat ditanggung oleh wanita daripada laki-laki. Di beberapa negara, wanita didiskriminasikan dan tidak dapat kembali ke komunitasnya setelah bebas dari Lapas (United Nations Office on Drugs and Crime, 2008).

Beberapa kekhawatiran yang sering dirasakan oleh narapidana diantaranya yaitu jauh dari keluarga dan orang-orang yang disayangi, memikirkan bagaimana nasib keluarga yang ditinggalkannya, serta bagaimana dengan nasibnya sendiri setelah bebas, ditambah dengan berbagai peraturan yang ada dalam Lapas yang membuatnya merasa semakin dibatasi ruang geraknya terlebih untuk narapidana yang baru pertama kali berada dalam tahanan yang belum terbiasa dengan lingkungan sekitarnya dan membutuhkan waktu untuk dapat beradaptasi dengan baik (Ekasari dan Susanti, 2009).

Menurut Cooke, Baldwin,& Howison (dalam Silawaty dan Ramdhan, 2007) menyebutkan bahwa permasalahan yang dihadapi oleh seorang narapidana tidak hanya dari dalam Lapas, namun juga dari luar Lapas. Permasalahan-permasalahan yang berasal dari luar Lapas diantaranya orang tua yang sakit parah, pasangan yang berselingkuh, dan anak-anak yang bermasalah dengan polisi. Masalah-masalah tersebut pada akhirnya akan membawa kesulitan bagi para narapidana. Secara umum, permasalahan-permasalahan yang dihadapi oleh narapidana adalah kehilangan kebebasan fisik, kehilangan kontrol atas hidup, kehilangan keluarga, kehilangan barang dan jasa, kehilangan keamanan, kehilangan hubungan heteroseksual, dan gangguan psikologis seperti kecemasan, depresi, bunuh diri, menyakiti diri sendiri, dan membatasi diri untuk berkomunikasi.

Ketika harus tinggal di Lembaga Pemasyarakatan, segala ruang gerak pada narapidana menjadi terbatas dan terisolasi dari masyarakat. Keadaan yang terisolasi dan terbatasi menjadi stressor tersendiri bagi para narapidana yang akhirnya menyebabkan stres. Status yang berubah menjadi narapidana itu saja juga sudah menjadi stressor yang berat bagi pelakunya. Perasaan sedih yang dialami narapidana setelah menerima hukuman serta berbagai perasaan lainnya seperti rasa bersalah, hilangnya kebebasan, perasaan malu, sangsi ekonomi, dan sosial serta kehidupan dalam Lembaga Pemasyarakatan yang penuh dengan tekanan psikologis semakin menambah stressor yang dialami para narapidana wanita, begitu juga dengan lamanya masa tahanan yang semakin menambah stressor itu sendiri (Segarahayu,2013).

Kurangnya adaptasi dengan lingkungan baru juga menjadi salah satu pemicu para narapidana mengalami berbagai tekanan yang berujung pada stres. Terlebih untuk narapidana wanita yang lebih rentan terhadap masalah psikologis, seperti yang dikemukakan Butterfield (dalam Ardilla dan Herdiana, 2013) yang menyebutkan bahwa narapidana wanita lebih rentan mengalami mental illnes dibandingkan dengan narapidana laki-laki. Meskipun terkadang laki-laki juga sama pernah mengalami depresi, namun wanita tampak lebih banyak mengalami kesulitan. Jika dibuat perbandingan antara laki-laki dan wanita dari segi beban permasalahan psikologis yang dialami perbandingannya 1: 2 (Hawari, dalam Ardilla dan Herdiana, 2013).


(12)

Seperti yang telah diulas diatas munculnya perasaan tertekan akibat terpisahnya narapidana dengan orang-orang terdekatnya menimbulkan beberapa permasalahan psikologis. Hal ini seperti yang ditunjukkan pada data peristiwa kehidupan yang menyebutkan bahwa beberapa hal yang dapat menjadi stresor diantaranya yaitu penahanan di penjara atau lembaga lain yang menduduki urutan keempat dari 43 peristiwa yang memungkinkan menjadi stresor (Holmes&Rahe, dalam Taylor, 2003).

Perubahan hidup menjadi sumber stres bila perubahan hidup tersebut menuntut individu untuk menyesuaikan diri. Perubahan hidup ini dapat berupa peristiwa menyenangkan seperti pernikahan, maupun kenaikan jabatan, dan peristiwa yang menyedihkan dapat berupa meninggalnya orang yang dikasihi, serta terpisahnya dengan orang-orang terdekat (Nevid, Rathus, Greene, 2003).

Dengan begitu, banyak hal yang bisa menyebabkan seseorang mengalami tekanan atau stres, khususnya bagi wanita yang berada dalam sel atau tahanan yang senantiasa mendapat pengawasan dari pihak sipir. Kadhiravan&Kumar (2012) menyebutkan bahwa stres merupakan bagian dari kehidupan, meningkatnya angka stres sering terjadi pada beberapa tahun belakangan ini. Hal tersebut terjadi dikarenakan oleh berbagai faktor seperti meningkatnya tekanan, persaingan, berkurangnya sumber penghasilan, kurangnya dukungan keluarga, terungkapnya kekerasan pada media dan peningkatan penggunaan alkohol maupun obat-obatan.

Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Huang, Phinney, Lochner, dan Murphy (dalam Nevid,Rathus,&Greene,2003) menyebutkan bahwa orang Asia-Amerika atau para imigran yang menutup diri dan memisahkan diri dari kultur masyarakat setempat lebih memiliki kecenderungan stres yang tinggi dibandingkan dengan mereka yang membina hubungan dengan kultur mayoritas sambil mempertahankan identitas etnik pada tempat tinggalnya. Para penyelidik percaya, dengan memiliki kontak sosial yang luas dapat membantu melindungi sistem kekebalan tubuh terhadap stres.

Dalam studi terhadap orang Swedia, ditemukan orang-orang yang mengalami stres berat yang disebabkan oleh masalah keuangan maupun masalah serius dengan anggota keluarga yang tidak mendapatkan dukungan sosial kemungkinan terancam kematian 3 kali lipat lebih besar dibandingkan dengan mereka yang mengalami stres berat namun mendapatkan dukungan emosional dalam kehidupannya (Goleman, dalam Nevid,Rathus,&Greene,2003). Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Segarahayu (2013) mengemukakan bahwa meskipun seorang narapidana mengalami stres namun setiap narapidana yang mengalami stres tersebut memiliki tingkatan stres yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan oleh kemampuan coping tiap narapidana yang berbeda serta cara pandang narapidana terhadap suatu permasalahan yang dihadapinya, apakah dipandang sebagai suatu tantangan ataukah justru dianggap sebagi sebuah ancaman yang akan berujung pada stres.

Hal ini sejalan dengan pendapat yang dikemukakan oleh Nevid, Rathus, dan Greene (2003) yang menyatakan bahwa dalam menghadapi stres, setiap individu memiliki reaksi yang berbeda tergantung dari berbagai faktor psikologis seperti bagaimana cara pandang individu terhadap peristiwa yang menimbulkan stres tersebut. Faktor-faktor psikologis yang mengurangi stres diantaranya yaitu (1) Cara coping stres meliputi apa yang akan dilakukan individu dalam mengatasi masalahnya; (2) Harapan akan Self-Efficacy

berhubungan dengan harapan individu terhadap kemampuan diri dalam mengatasi tantangan yang dihadapi, dan harapan terhadap kemampuan diri untuk menghasilkan


(13)

perubahan hidup yang positif; (3) Ketahanan Psikologis merupakan sekumpulan trait individu yang dapat membantu dalam mengelola stres yang ditandai dengan adanya komitmen, tantangan dan pengendalian; (4) Optimisme, dengan adanya sikap yang optimis terhadap berbagai tekanan yang dihadapi membuat individu lebih dapat mengatasi segalanya dengan baik; (5) Dukungan sosial, dengan adanya dukungan dari orang-orang sekitar akan membantu individu yang sedang mengalami stres/tekanan untuk dapat menemukan cara coping dalam menghadapi stresor, atau setidaknya mendapatkan dukungan emosional yang dibutuhkan selama masa-masa sulit; (6) Identitas Etnik, memiliki dan memelihara kebanggan terhadap identitas etnik dan warisan budaya dapat membantu orang-orang Afrika-Amerika dan etnik minoritas yang lain dalam menghadapi stres yang terkait dengan rasisme.

Sedangkan bagi narapidana wanita, salah satu faktor eksternal yang memungkinkan dapat meminimalisir stres yang dialami adalah dengan menerima dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya, karena dukungan sosial menunjukkan hubungan interpersonal yang melindungi seseorang maupun kelompok dari perilaku negatif (Gaster dalam Nur & Shanti, 2011). Menurut Smet (1994) dukungan sosial merujuk pada hubungan interpersonal yang melindungi seseorang dari konsekuensi negatif stres. Jika seorang narapidana merasa didukung oleh lingkungan sekitarnya, segala sesuatu dapat menjadi lebih mudah pada waktu menjalani kejadian-kejadian yang menegangkan seperti saat masuk ke Lapas. Dukungan sosial memungkinkan individu yang mempunyai masalah dapat menyatakan masalahnya ke orang lain sehingga mambuat seorang narapidana dapat menemukan jalan keluar untuk permasalahannya serta dapat melepaskan beban mental yang disebabkan permasalahannya tersebut.

Dagun (dalam Nur & Shanti, 2011) mengemukakan bahwa dukungan sosial akan menimbulkan ketenangan batin dan perasaan senang dalam diri individu. Bagi seorang narapidana yang yakin bahwa dirinya memiliki teman dan dukungan dari lingkungan sekitarnya maka akan memandang setiap permasalahan secara lebih positif. Jika faktor eksternal seorang narapidana telah terpenuhi dengan menerima dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya, maka faktor penentu berhasil tidaknya dukungan sosial tersebut dalam meminimalisir permasalahan yang sedang dihadapi yaitu dari faktor internal narapidana itu sendiri. Jika dukungan sosial yang didapat telah sesuai namun narapidana tidak mempersepsikan dengan baik dukungan sosial tersebut, bisa jadi dukungan sosial yang diterima tidak akan efektif dalam penanggulangan permasalahannya. Sehingga, faktor eksternal dan internal pada diri seorang narapidana sangatlah penting untuk menentukan keefektifan sebuah dukungan sosial.

Dikutip dari buku Gurung (2006) fakta-fakta penting terkait dukungan sosial menunjukkan bahwa kurangnya hubungan sosial meningkatkan kemungkinan seseorang untuk melakukan bunuh diri. Hubungan antara dukungan sosial dengan kesehatan yang telah diteliti selama kurang lebih 9 tahun di Alameda County, CA pada studi epidemiological

menunjukkan wanita dan pria yang hubungan secara sosialnya baik memiliki kehidupan atau umur yang lebih panjang. Faktanya, pada wanita dan pria dengan hubungan sosial yang rendah hampir dua kali lebih tinggi beresiko kemungkinan kematiannya dibandingkan dengan mereka yang memiliki hubungan sosial yang kuat pada hubungan penikahan, hubungan dengan anggota keluarga dan teman dekat, serta hubungan antar anggota religi dan anggota sukarelawan organisasi.


(14)

Dukungan sosial itu sendiri bisa didapatkan dari orang tua, teman sebaya, maupun pasangan. Lingkungan sosial juga berperan penting dalam membantu seseorang untuk menurunkan stres yang dialami. Penelitian pada orang-orang yang terinfeksi HIV menunjukkan dukungan sosial dari teman sebaya maupun dukungan dari keluarga merupakan faktor yang penting yang dapat memberikan kebahagiaan untuk penderita HIV (Gurung, 2006).

Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan oleh LaRocco, House, dan Perancis (dalam Van Breda, 2001) menunjukkan keefektifan dari dukungan sosial yang dirasakan oleh para karyawan saat mengalami stres kerja yang berdampak langsung terhadap kesehatan fisik dan gejala kecemasan, depresi maupun gangguan lainnya. Sekitar 64% dari 482 karyawan Naval Afrika Selatan menunjukkan bahwa mereka bisa mengandalkan orang lain di tempat kerjanya untuk mendapatkan dukungan terhadap masalah pribadi maupun masalah keluarga yang sedang dihadapinya. Para karyawan tersebut, bila dibandingkan dengan karyawan lain yang merasa tidak bisa mengandalkan siapa pun saat masa-masa sulit menghadapi permasalahan, cenderung memiliki pernikahan yang lebih sehat, fungsi sosial yang baik, kepuasan lebih dengan pekerjaan, keuangan yang terkendali, persahabatan dan kehidupan keluarga yang harmonis, masalah kesehatan yang lebih sedikit dan suasana hati yang cenderung stabil (Van Breda, 2001).

Pada penelitian yang dilakukan William et al (dalam Trull dan Phares, 2001) yang diikuti kira-kira 1400 pasien dengan penyakit serangan pembuluh jantung, ditemukan bahwa pasien yang mendapat banyak dukungan sosial menunjukkan penurunan kematian selama beberapa periode belakangan ini.

Dalam jurnal penelitian Sarason (1983) yang berjudul “Assesing Social Support : The Social Support Questionnare” menyebutkan bahwa definisi dari dukungan sosial itu sendiri

adalah ada atau tersedianya seseorang yang dapat kita percaya, seseorang yang menghargai, mencintai, dan peduli kepada kita. Seperti hasil dalam penelitiannya yang melaporkan bahwa pasien penderita asma dengan dukungan sosial yang baik memerlukan penurunan level pengobatan untuk kemajuan hasil klinis daripada penderita asma dengan dukungan sosial yang buruk.

Dari beberapa ulasan yang telah disebutkan diatas, peneliti menyimpulkan bahwa setiap orang pasti tidak bisa terlepas dengan yang namanya stres atau tekanan yang muncul dalam kehidupan. Tekanan atau stresdapat di minimalisir dengan berbagai cara. Salah satunya yaitu dengan adanya dukungan sosial yang diterima. Dukungan sosial itu sendiri bisa didapatkan dari keluarga, pasangan, teman, maupun jaringan komunitas. Namun bagi seorang narapidana, dukungan sosial yang didapat tidak seluas orang-orang bebas pada umumnya. Dukungan sosial yang sekiranya dapat diterima oleh narapidana diantaranya yaitu dukungan sosial dari petugas Lapas, teman sesama narapidana, dan keluarga yang berkunjung. Dukungan sosial berperan dalam meminimalisir stres diantaranya yaitu ketika seorang narapidana mengalami suatu permasalahan dan ia menerima cukup dukungan sosial dari keluarga, teman sesama narapidana, maupun petugas Lapas di masa-masa sulit hal tersebut sedikit banyak membuat narapidana merasa tidak sendiri dalam menghadapi permasalahan yang dialaminya, karena ada seseorang yang dapat memberikannya nasihat, kasih sayang, maupun solusi untuk permasalahan-permasalahan yang ada. Walaupun saat menceritakan permasalahannya tidak ditemukan titik terang atau solusi, namun dukungan sosial dapat membantu meringankan beban perasaan tertekan yang dialaminya. Sehingga


(15)

perasaan tertekan tersebut setidaknya dapat terminimalisir dan tidak membuat perasaan tertekan yang ada akibat permasalahannya semakin menumpuk dan berkembang, meskipun belum ada solusi yang jelas untuk permasalahannya. Meskipun banyak dukungan sosial yang diterima, namun hal teresebut sangat tergantung pada reaksi napi wanita tersebut terhadap kepedulian maupun dukungan yang diberikan orang-orang sekitarnya.

Dari yang sudah dijabarkan diatas, dapat dirumuskan masalah yang akan diangkat dalam penelitian yaitu bagaimana hubungan dukungan sosial dengan stres yang dialami narapidana wanita? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan dukungan sosial dengan stres yang dialami narapidana wanita. Sedangkan manfaat dari penelitian yang dilakukan yaitu diharapkan dengan penelitian ini dapat menambah wawasan dan informasi pada masyarakat khususnya narapidana terkait dengan penerimaan dukungan sosial yang ada. Selain itu, dukungan sosial sekiranya juga dapat menjadi salah satu alternatif sebagai pereduksi stres.

Dukungan Sosial

Dukungan sosial dapat didefinisikan sebagai informasi yang didapat dari orang lain yang mencintai, perhatian, dan menghargai diri kita yang merupakan bagian dari jaringan komunikasi yang merupakan kewajiban bersama dari orang tua, pasangan, sanak saudara, teman-teman, dan komunitas sosial (Taylor,2003). Seseorang dengan dukungan sosial yang tinggi biasanya memiliki pengalaman untuk menghadapi stres yang baik, sehingga jika pengalaman menghadapi stres itu dibutuhkan untuk menghadapi situasi yang memicu timbulnya stres, kemungkinan mereka akan dapat menghadapi stres dengan lebih baik. Secara umum dukungan sosial didefinisikan sebagai alat, informasi, maupun emosi yang diberikan oleh orang lain, emosi yang diberikan bisa berupa perhatian, kasih sayang, penerimaan diri dari orang lain. Selain itu, dukungan sosial juga mampu membuat kesehatan seseorang menjadi lebih baik, dengan adanya dukungan sosial yang diterima dapat membantu proses penyembuhan menjadi lebih cepat dan menurunkan angka kemungkinan kematian pada individu. Gurung (2006) membagi komponen-komponen utama dari dukungan sosialmenjadi empat garis besar, diantaranya yaitu melalui :

1. Jaringan

Yang dimaksud dukungan jaringan yaitu berupa adanya hubungan atau peranan individu pada struktur sosial masyarakat pada lingkungannya. Dari dukungan jaringan tersebut dapat dilihat bagaimana frekuensi hubungan yang terjalin antara teman, keluarga, maupun rekan kerja. Serta dukungan yang diterima. Misalnya jika sesuatu terjadi, siapa saja yang dapat membantu atau seseorang yang pasti ada disana saat dibutuhkan. Dari situlah seseorang dapat merasa dicintai, memiliki nilai dimata orang lain, dan berharga. Dengan adanya dukungan berupa jaringan ini, seseorang dapat merasa bagaimana tingkat kepuasan yang ia terima dari dukungan tersebut, dan saat sesuatu terjadi berapa banyak dukungan dari jaringan ini yang ia peroleh. Dari dukungan berupa jaringan ini dapat disimpulkan beberapa hal utama dari dukungan jaringan, diantaranya yaitu ; frekuensi hubungan, penerimaan dukungan, dan tingkat kepuasan.


(16)

2. Sumber

Maksud dari sumber dukungan yang diperoleh yaitu, dukungan dari siapa saja yang didapat oleh individu. Sumber dukungan yang utama disini ialah ; hubungan antar pasangan, hubungan dengan keluarga, teman, rekan kerja.

3. Tipe atau macam

Macam-macam bentuk dukungan sosial diantaranya yaitu :(1) Dukungan Emosional; (2) Dukungan Penghargaan; (3) Dukungan Instrumental; (4) Dukungan Informasi

4. Specificity atau pengkhususan

Maksud dari specificity disini ialah secara global apa yang menjadi pemicu stres seseorang, apakah pemicu stres itu disebabkan oleh orang lain ataukah situasi yang beresiko menjadi sumber stres seseorang. Seperti hubungan dengan seseorang yang terganggu atau pada kejadian-kejadian tertentu. Dengan mengetahui penyebab stres itu sendiri, sehingga dukungan sosial yang diberikan dapat disesuaikan.

Dukungan sosial yang efektif tidak selalu dapat dilakukan, hal ini membutuhkan sebuah keahlian dalam pemberian bentuk dukungan. Ketika dukungan sosial diberikan oleh orang yang salah, kemungkinan dukungan sosial yang diberikan justru tidak membantu. Dukungan sosial bisa jadi tidak efektif jika bentuk dukungan sosial yang diberikan tidak tepat pada seseorang sehingga pemberian dukungan sosial menjadi kurang bermakna.

Sumber Dukungan Sosial

McCubbin & McCubbin (dalam Van Breda, 2001) menjelaskan terdapat empat sumber utama dari dukungan sosial yaitu :

1. Neighbourhoods

Peranan dari lingkungan setempat atau komunitas memberikan pembelajaran dan menunjukkan bagaimana memberikan bantuan untuk permasalahan-permasalahan yang dihadapi antar individu.

2. Family & Kinship Networks

Keluarga besar merupakan sumber utama dari sebuah bentuk dukungan sosial, tidak hanya dari keluarga inti namun juga jaringan kekeluargaan yang ada.

3. Intergeneration Supports

Dukungan timbal balik antar generasi merupakan sumber kepuasan untuk banyak keluarga. Seperti kualitas dan frekwensi sebuah komunikasi antara orang tua, anak, kakek nenek dan sanak saudara yang lain.

4. Mutual Self-help Groups

Mutual Self-help Groups dapat didefinisikan sebagai perkumpulan individu atau kesatuan sebuah keluarga yang saling bertukar pikiran dengan permasalahan yang sama dalam keadaan maupun situasi yang sulit yang bertujuan untuk saling membantu. Bantuan dalam kelompok seperti ini sering ditemukan dapat meningkatkan kualitas hiduppara anggotanya.


(17)

Fungsi Utama Dukungan Sosial

Dua fungsi utama dari dukungan sosial menurut McCubbin & McCubbin (dalam Van Breda, 2001) yakni :

1. Melindungi keluarga dari efek penyebab stres atau tekanan, dalam hal ini sistem dari sebuah dukungan berperan sebagai penahan stres yang muncul. Secara teori, individu maupun keluarga yang memiliki sistem dukungan yang baik lebih sedikit mengalami tekanan daripada individu maupun keluarga dengan sistem dukungan yang kurang. 2. Sebuah sistem dukungan memungkinkan individu dan keluarga untuk dapat

menanggulangi stres lebih cepat. Individu maupun keluarga yang memiliki sistem dukungan yang baik akan dapat menanggulangi masa-masa sulit dengan lebih cepat.

Stres

Taylor (2003) menjelaskan para psikolog selama beberapa dekade ini mempelajari stres dan pengaruhnya terhadap keadaan psikologis dan kesehatan fisik. Stres merupakan pengalaman emosional negatif yang disertai dengan perubahan fisiologis, kognitif, dan perubahan tingkah laku yang terjadi akibat efek dari peristiwa yang penuh tekanan dan ketegangan (Baum, dalam Taylor, 2003). Stres diawali dengan sebuah situasi yang berpotensi menjadi stresor seperti kejadian-kejadian dari luar seperti penilaian utama individu terhadap suatu kejadian. Apakah kejadian tersebut dinilai sebagai sesuatu yang positif, netral, maupun negatif. Pandangan-pandangan seseorang terhadap suatu peristiwa tersebutlah yang nantinya akan mempengaruhi kondisi fisiologis, kognitif, emosional, dan respon perilaku seseorang terlebih pada peristiwa/kejadian yang menegangkan.

Komponen-Komponen Pemicu Stres

Taylor (2003) mengelompokkan beberapa hal yang memicu timbulnya suatu peristiwa yang menegangkan, diantaranya yaitu :

1. Negative Events

Banyak peristiwa yang berpotensi untuk menjadi suatu tekanan maupun ketegangan, terutama untuk persitiwa-peritiwa yang negatif. Pada peristiwa-peristiwa negatif menunjukkan hubungan yang kuat antara gangguan fisik dan kondisi psikologis seseorang saat berada pada keadaan yang sulit. Dengan demikian, saat peristiwa-peristiwa negatif terjadi hal tersebut sangat berpotensi mempengaruhi kondisi psikologis dan kesehatan seseorang.

2. Uncontrollable Events

Uncontrollable Events atau kejadian yang tidak terkendali, seperti yang sering terjadi misalnya kebisingan, keramaian, atau kegelisahan tampaknya menjadi hal yang tak terpisahkan dengan tekanan yang terjadi pada diri seseorang. Suatu penelitian menemukan, untuk dapat mengantisipasi kejadian yang menegangkan atau hal yang mengarah pada stres salah satunya yaitu dengan mengendalikan dan kesanggupan menyesuaikan diri terhadap kejadian negatif yang berlangsung.

3. Ambiguous Events

Peristiwa ambigu merupakan kejadian yang tidak terprediksi sebelumnya yang membuat individu tidak memiliki kesempatan untuk melakukan suatu tindakan


(18)

antisipasi. Pada akhirnya yang dapat dilakukan seseorang pada kejadian tersebut ialah mengerahkan kemampuannya untuk dapat memahami situasi yang sedang terjadi, namun hal tersebut justru menjadi sumber pelemahan tugas atau aktivitasnya.

4. Overload

Orang dengan beban yang terlalu berat lebih merasa tertekan daripada orang dengan beban yang lebih sedikit. Orang-orang yang memiliki tugas terlalu banyak dikehidupannya melaporkan mengalami stres dengan level yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang mempunyai tugas lebih sedikit.

Aspek-aspek Stres

Taylor (2003) membagi stres kedalam empat aspek, yaitu : 1. Aspek Emosional (Perasaan)

Pada aspek ini individu yang merasa tertekan seringkali perasaannya merasa cemas, ketakutan, mudah marah, suka murung, dan merasa tidak mampu menanggulangi. 2. Aspek Kognitif (Pikiran)

Meliputi harga diri rendah, takut gagal, tidak mudah konsentrasi, khawatir akan masa depan, mudah lupa, dan emosi tidak stabil.

3. Aspek Perilaku Sosial

Individu yang sedang merasa tertekan biasanya pada aspek ini seringkali bertindak impulsif, mudah kaget atau terkejut, enggan bekerja sama, dan kehilangan nafsu makan atau selera makan yang berlebihan.

4. Aspek Fisiologis

Pada aspek ini, stres yang dirasakan individu lebih berdampak pada kesehatannya, meliputi mudah berkeringat, detak jantung meningkat, sering buang air kencing, sakit kepala, tekanan darah tinggi, dan merasa gelisah atau gugup sehingga memiliki masalah dengan pola tidurnya.

Dukungan Sosial dan Stres Narapidana Wanita

Diketahui dari pembahasan sebelumnya bahwa dukungan sosial bisa didapat dari keluarga, teman, pasangan, maupun rekan kerja. Dengan adanya dukungan sosial seseorang bisa mencapai kebahagiannya karena merasa dicintai, dihargai, dan diperhatikan. Gurung (2006) mengemukakan bahwa dukungan sosial mampu menurunkan angka bunuh diri. Definisi dari dukungan sosial itu sendiri merupakan sesuatu yang kita terima dari orang lain disekitar kita yang dapat digunakan sebagai salah satu strategi coping dengan begitu tidak mengejutkan jika dukungan sosial menjadi salah satu faktor terpenting pada penelitian stres dan coping (Gurung,2006). Sedangkan Sarafino (1994) mendefinisikan dukungan sosial yaitu perasaan nyaman, dicintai, dan dihargai atau menerima bantuan dari seseorang maupun kelompok. Dukungan ini didapat dari banyak sumber yang berbeda seperti dari pasangan suami atau istri, kelurga, teman, rekan kerja, dokter, ataupun komunitas organisasi. Orang dengan dukungan sosial percaya bahwa mereka dicintai, diperhatikan, dihargai dan bernilai, dan merupakan bagian dari jaringan sosial yang ada pada keluarga atau organisasi komunitas yang memberikan layanan yang baik dan saling


(19)

mendukung saat dibutuhkan terlebih disaat-saat yang berbahaya atau pada situasi yang menegangkan.

Seseorang dengan dukungan sosial yang baik seringkali dapat mengubah stres yang dihadapi sebagai suatu tantangan bukan ancaman. Mengapa demikian karena saat seseorang mengalami stres namun memiliki dukungan sosial yang baik, ia mampu menghadapi setiap permasalahan yang ada dengan berbagai dukungan yang diberikan oleh orang lain berupa informasi, penghargaan, emosi, maupun dukungan langsung seperti yang telah dijelaskan diatas. Dukungan sosial juga dapat mengurangi distress atau suatu

keadaan yang sulit atau membahayakan kondisi seseorang secara psikologis selama keadaan stres sedang berlangsung. Dokumen dari studi epidemiological menunjukkan bahwa meningkatnya depresi seseorang dikarenakan kurangnya dukungan sosial yang diterima dari lingkungan sekitarnya (Gurung,2006).

Pertalian sosial dan hubungan dengan orang lain secara emosional memberikan kepuasan tersendiri dalam kehidupan. Selain itu, dukungan sosial juga dapat menurunkan kemungkinan terjadinya penyakit yang beresiko pada kematian. Seperti yang telah dikemukakan beberapa peneliti sebelumnya diatas. Dari hasil penelitian yang dilakukan Fleming, et. al. (dalam Taylor, 2003) manfaat dari ketersediannya dukungan sosialitu sendiri yaitu bahwa dukungan sosial efektif dapat menurunkan permasalahan psikologis seperti depresi atau kecemasan, dan selama masa-masa stres. Peneliti menyatakan orang dengan dukungan sosial yang tinggi lebih mampu mengatasi keadaan tertekan yang dihadapinya dibandingkan dengan mereka yang kurang mendapatkan dukungan sosial (dalam Taylor, 2003). Penelitian lain juga menemukan bahwa dukungan sosial dapat mengurangi permasalahan psikologis (Taylor, 2003). Sebaliknya, kekurangan dukungan sosial selama waktu yang dibutuhkan dapat membuat diri seseorang sangat tertekan, terutama untuk orang dengan kebutuhan tinggi terhadap dukungan sosial namun tidak mendapatkan cukup peluang untuk mendapatkannya dalam menghadapi berbagai situasi yang menegangkan seperti kejadian dalam hidup yang tidak terkontrol yang terjadi secara tiba-tiba seperti menjadi korban dalam berbagai macam kejadian buruk (Taylor,2003). Dalam menghadapi stres setiap orang tentunya memiliki cara yang berbeda-beda. Dalam berbagai peristiwa yang bisa dikategorikan dalam kejadian positif, negatif, maupun netral tentunya akan dipandang dengan cara yang berbeda pula. Terkadang kejadian negatif dalam hidup yang memicu stres bisa dipandang seseorang sebagai suatu tantangan dalam hidup yang harus diselesaikan untuk mendapatkan jalan keluarnya, namun ada pula yang menganggapnya sebagai tekanan yang berujung terhadap kesehatan biologis dan psikologisnya (Taylor,2003). Begitu juga dengan rasa tertekan atau stres yang dialami para narapidana yang baru memasuki sel atau tahanan, perasaan tertekan yang muncul seringkali ditimbulkan karena terpisahnya narapidana dengan orang-orang terdekatnya dan lingkungan baru yang ditinggalinya yang masih terasa asing. Hal tersebut semakin memicu perasaan tertekan yang dialami oleh narapidana.

Seperti penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ardila dan Herdiana (2013) yang meneliti

tentang “Penerimaan Diri pada Narapidana Wanita”menyebutkan bahwa narapidana yang

baru masuk LAPAS mengalami perubahan emosi. Perubahan emosi yang terjadi diantaranya yaitu ada beberapa narapidana mengalami perubahan temperamen yang tinggi, dan narapidana lainnya yang menjadi pendiam dan merasa tidak bahagia, ada pula narapidana yang menganggap dirinya tidak berharga lagi setelah masuk LAPAS. Namun tidak semua penghuni baru yang mengalami perubahan emosi negatif, ada beberapa


(20)

narapidana yang mengalami perubahan secara religiusitas, lebih dapat menerima keadaannya sekarang, dan dapat lebih mengontrol emosinya saat beribadah. Faktor penting lainnya yang dapat membuat narapidana tidak mengalami perubahan emosi negatif adalah dengan adanya dukungan dari keluarga secara konsiten. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang diterima narapidana hal tersebut dapat membuat narapidana memandang dirinya lebih positif dan tidak merasa tertekan dengan apa yang dialaminya sekarang yang akan berujung pada stres jika hal tersebut dibiarkan berlarut-larut.

Hipotesa

Ada hubungan negatif antara dukungan sosial dan stres pada narapidana wanita.Yaitu Semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka semakin rendah stres yang dialami narapidana wanita.

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif korelasional yaitu penelitian yang bertujuan untuk melihat hubungan antara beberapa variabel dengan variabel lain.

Subjek Penelitian

Subjek yang digunakan untuk penelitian ini adalah para narapidana wanita di Lembaga Pemasyarakatan II A Sukun, Malang. Untuk pengambilan subjek digunakan purposive sampling, yang mana pengambilan sample nantinya ditentukan berdasarkan kriteria-kriteria tertentu yang sudah ditetapkan oleh peneliti. Adapun kriteria-kriteria yang dimaksud ialah berjenis kelamin wanita dan berstatus sebagai narapidana. Jumlah subjek yang digunakan dalam penelitian sebanyak 100 narapidana. Seperti yang dijelaskan Arikunto (2010) dalam pengambilan jumlah sampel untuk penelitian korelasi, jika subjek penelitian sebesar 100 orang maka sebaiknya digunakan semua saat penelitian. Namun jika subjek berjumlah lebih dari 100 maka dapat digunakan 10-15% populasi atau 20-25% dari populasi yang ada. Sedangkan jumlah narapidana wanita yang ada pada LAPAS II A Malang ± 300 orang. Sehingga jika diambil 25% dari jumlah total napi wanita yaitu 75 orang, namun disini peneliti mengambil 100 subjek dalam penelitiannya.

Variabel dan Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat dua variabel yang terdiri dari variabel bebas (X) dan variabel terikat (Y). Adapun yang menjadi variabel terikat (Y) dalam penelitian ini adalah stres. Stres merupakan perasaan tertekan yang dialami napi wanita dalam kurun waktu tertentu yang terjadi karena suatu permasalahan yang belum teratasi dengan baik yang mengakibatkan terganggunya kondisi fisik dan psikologis para napi wanita. Sedangkan variabel bebasnya (X) adalah dukungan sosial. Dukungan sosial merupakan suatu alat, informasi, maupun emosi yang berupa perhatian, kasih sayang, nasihat, maupun bantuan dalam bentuk langsung yang berupa barang maupun jasa yang diterima napi wanita dari teman sesama Lapas, keluarga yang berkunjung, maupun petugas Lapas.


(21)

Adapun data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah hasil dari pengisian skala atau instrumen. Instrumen yang digunakan yaitu instrumen yang mengukur penerimaan dukungan sosial dan instrumen yang mengukur skala stres napi wanita. Padainstrumen yang mengukur dukungan sosial digunakan skala milik Mc Cubbin, Patterson, dan Glynn (1996) yang bernama Social Support Index (SSI) yang berjumlah 17 item yang telah dimodifikasi sesuai dengan keadaan narapidana wanita. Skala tersebuttersusun atas 4 sumber dukungan sosial, 4 sumber dukungan sosial tersebut ialah neighbourhoods, family and kinship networks, intergeneration supports, dan mutual self help groups. Sedangkan skala untuk mengukur tingkat stres narapidana digunakan skala milik peneliti terdahulu Segarahayu (2013) yang disusun berdasarkan teori stres dari Taylor (2003) yang mencakup 4 aspek (aspek fisiologis, behavior, kognitif dan afektif) yang tersusun dalam bentuk skala likert yang berisi 38 item.

Tabel 1. Indeks Reliabilitas Skala Asli

Skala Nilai Reliabilitas Keterangan

Social Support Index 0,83 Reliabel

Stres 0,88 Reliabel

Pada skala Social Support Index yang asli total item berjumlah 17 item, namun karena skala tersebut dimodifikasi oleh peneliti agar sesuai dengan kondisi narapidana wanita terdapat banyak perubahan pada item, dan peneliti menambahkan 1 item sehingga total skala yang digunakan untuk dukungan sosial berjumlah 18 item. Sedangkan untuk pilihan jawaban pada skala asli terdapat 5 pilihan jawaban yaitu sangat tidak setuju=0, tidak setuju=1, netral=2, setuju=3, sangat setuju=4. Namun pada skala yang telah dimodifikasi pilihan jawaban netral dihilangkan agar subjek penelitian dapat menentukan pilihan jawabannya dengan tegas dan jelas (tidak mengambil pilihan jawaban tengah/netral). Sedangkan pada skala stres asli pada pilihan jawabannya tidak mengalami perubahan, namun pada beberapa item ada yang diubah oleh peneliti.

Tabel 2. Indeks Reliabilitas Skala Hasil Try out

Skala Nilai Reliabilitas Keterangan

Social Support Index (SSI) 0,85 Reliabel

Stres 0,92 Reliabel

Tabel 3. Indeks Validitas Skala Hasil Try out

Skala Jumlah item yang diuji Jumlah item valid Indeks Validitas

SSI 18 12 0,26-0,75

Stres 38 24 0,25-0,75

Dari hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat bahwa beberapa item banyak yang dieliminasi karena rentangan validitasnya yang dibawah 0,21. Sedangkan menurut Azwar (2014) suatu item dapat dikatakan valid dan dapat digunakan jika rentangan angkanya


(22)

0,21-0,35 ke atas. Setelah beberapa item yang tidak memenuhi syarat dieliminasi didapat item valid berjumlah 12 item untuk skala SSI dan 24 item untuk skala Stres.

Prosedur dan Analisa Data Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan terdiri dari beberapa prosedur maupun tahapan, diantaranya yaitu sebagai berikut :

Pada tahap pertama atau tahap awal ini, sebelum melakukan uji coba atau try outpeneliti melakukan pendalaman materi dengan memahami setiap isi instrumen yang diadaptasi dan kemudian dilakukan uji coba instrumen. Instrumen yang diberikan selama masa uji coba atau try out ada 2 instrumen, yaitu instrumen yang mengukur tingkat stres napi wanita dan instrumen yang mengukur penerimaan dukungan sosial. Pemberian uji coba terhadap kedua instrumen ini diberikan kepada 50 narapidana untuk mengetahui butir mana saja yang valid maupun reliabel. Setelah melakukan uji coba instrumen, peneliti melakukan revisi-revisi terhadap setiap butir yang sekiranya kurang dapat digunakan karena kurang valid maupun kurang reliabel. Setelah instrumen selesai direvisi, selanjutnya peneliti meminta ijin kepada petugas Lembaga Pemasyarakatan Wanita (LPW) II A Malang untuk melakukan penelitian terhadap stres yang berkaitan dengan adanya dukungan sosial dari lingkungan sekitarnya.

Setelah mendapatkan ijin dari petugas LAPAS, peneliti melakukan pengambilan data dengan menggunakan 2 instrumen yaitu, instrumen yang mengukur penerimaan dukungan sosial serta instrumen yang menjadi alat ukur stres. Pemberian instrumen ini dilakukan secara klasikal atau bersama-sama. Para narapidana wanita yang menjadi subjek penelitian diberikan instrumen untuk diisi bersama-sama yang dilakukan pada waktu dan tempat yang sama.

Pada tahap terakhir, setelah memberikan kedua instrumen kepada para narapidana wanita yang menjadi subjek penelitian langkah berikutnya yaitu melakukan analisa data. Pada tahap analisa data, peneliti menganalisa hasil dari keseluruhan proses intervensi. Selanjutnya, hasil dari kedua instrumen yang diberikan dilakukan analisa data dengan cara menginput data-data dari kedua instrumen yang diolah dengan menggunakan program SPSS for windows ver. 20, yaitu analisis yang menghubungkan 2 variabel dengan menggunakan analisis uji korelasi product moment pearson (Winrsunu,2004). Setelah semua proses analisa data yang menggunakan program SPSS for windows ver. 20 telah diselesaikan, tahap berikutnya yaitu membahas keseluruhan hasil analisa tersebut serta mengambil kesimpulan dari keseluruhan kegiatan yang dilakukan berdasarkan hasil analisa data yang diperoleh.

HASIL PENELITIAN

Dari hasil penyebaran 100 skala yang dilakukan peneliti, didapatkan hasil mengenai jumlah dan karakteristik subjek yang terdiri atas usia, pendidikan, lamanya subjek berada di Lapas, dan kasusnya. Untuk penjelasan lebih rincinya, akan dijelaskan pada tabel dibawah ini :


(23)

Tabel 4. Karakteristik Subjek Penelitian

Karakteristik Jumlah (%)

Usia

20-40 tahun 70 subjek (70%) 41-60 tahun 30 subjek (30%)

Pendidikan

SD 11 subjek (11%)

SMP 25 subjek (25%)

SMA/SMK 55 subjek (55%)

D3 3 subjek (3%)

S1 6 subjek (6%)

Lama di LAPAS

≤ 1 Tahun 66 subjek (66%)

>1 Tahun 34 subjek (34%)

Kasus

Narkoba 75 subjek (75%)

Tipikor 9 subjek (9%)

Pembunuhan 5 subjek (5%) Penipuan dan uang palsu 4 subjek (4%)

Lain-lain 7 subjek (7%)

Dari tabel diatas diketahui bahwa dari pengisian 100 skala, yang banyak mengisi skala atau mendominasi pengisian skala adalah subjek yang berusia direntangan 20-40 tahun, dengan pendidikan terakhir SMA/SMK dan yang sudah berada di Lapas ≤ 1 Tahun. Sedangkan kasusnya yang paling banyak mengisi skala yaitu pada kasus narkoba.

Tabel 5. Kategori Dukungan Sosial dan Stres

Variabel Tinggi Persentase Rendah Persentase Jumlah Dukungan Sosial 55 55% 45 45% 100% Stres 40 40% 60 40% 100%

Berdasarkan dari mean (rata-rata) yang diperoleh dari pengisian skala dukungan sosial didapatkan hasil mean sebesar (36,7) dan hasil dari pengisian skala stres (58,9), diperoleh keterangan bahwa (55%) dari subjek penelitian memiliki dukungan sosial yang tinggi dan (45%) dalam kategori rendah. Sedangkan subjek penelitian dengan skor stres tinggi sebesar (40%) dan yang dalam kategori rendah (60%).

Uji Normalitas

Berdasarkan perhitungan uji normalitas yang telah dilakukan dengan menggunakan SPSS 20 didapatkan hasil probabilitas sebesar 0,022. Dengan begitu, dapat dikatakan hasil tersebut lebih besar dari taraf signifikansi 0,05 yang berarti data yang diperoleh berdistribusi normal dan mewakili populasi yang ada. Sehingga untuk pengujian selanjutnya dapat menggunakan uji parametrik, karena salah satu syarat pengujian parametrik ialah data harus berdistribusi normal.


(24)

Uji Linieritas

Dari hasil perhitungan uji linieritas yang menggunakan SPSS 20, diperoleh hasil probabilitas sebesar 0,225 sehingga dapat dikatakan jika hasil tersebut lebih besar dari taraf signifikansi >0,05. Sedangkan pada hasil linearity diperoleh hasil 0,000 yang mengindikasikan bahwa hasil tersebut lebih kecil dari taraf signifikansi 0,05. Dengan begitu dapat dikatakan jika data yang telah diuji memiliki hubungan yang linier.

Uji Hipotesis dengan Korelasi Pearson Product Moment

Berdasarkan hasil pengujian dengan SPSS 20, diketahui bahwa nilai R (-0,424) dengan nilai signifikansi P (0,000) dan lebih kecil dari taraf signifikansi 0,01 (0,000<0,01) yang menunjukkan bahwa terdapat korelasi negatif yang sangat signifikan antara dua variabel yang telah diujikan. Yang berarti ada hubungan antara dukungan sosial dan stres pada narapidana wanita, yaitu ketika semakin tinggi dukungan sosial yang diterima maka akan semakin rendah stres yang dialami para narapidana wanita. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah dukungan sosial yang diterima, maka akan semakin tinggi pula stresnya. Sedangkan sumbangan efektif dukungan sosial terhadap stres narapidana wanita sebesar 18% (r²=0,180) yang itu berarti sebesar 82% stres para narapidana wanita dipengaruhi oleh variabel lain selain dukungan sosial.

DISKUSI

Dari hasil penelitian yang telah dijelaskan diatas, diketahui bahwa penelitian ini menunjukkan adanya hubungan negatif antara variabel dukungan sosial terhadap stres narapidana wanita. Yaitu semakin tinggi dukungan sosial yang diterima narapidana wanita maka semakin rendah stres yang dialaminya. Hal tersebut dibuktikan dengan angka korelasi yang dihasilkan dengan menggunakan SPSS dengan nilair (-0,424). Sehingga dapat dikatakan jika variabel dukungan sosial memberikan respon yang berbeda pada setiap narapidana wanita dalam menghadapi stres sesuai dengan dukungan sosial yang diterima, yaitu jika dukungan sosial yang diterima para narapidana wanita rendah maka hal tersebut akan membuat tingkat stres yang dialami tinggi begitu pula sebaliknya saat narapidana wanita mendapatkan dukungan sosial yang baik atau tinggi maka hal tersebut akan membuat stres yang dialaminya menurun atau dapat terminimalisir dengan baik sebagai hasil dari penerimaan dukungan sosial selama di LAPAS.

Hal tersebut seperti penelitian yang telah dilakukan oleh Nur dan Shanti (2011) yang menyebutkan bahwa narapidana dengan dukungan sosial yang rendah lebih rentan mengalami kesepian dibanding dengan mereka yang memiliki dukungan sosial tinggi, karena LAPAS merupakan suatu tempat yang tertutup dengan beberapa hal yang dibatasi dengan aturan tertentu yang memungkinkan setiap penghuninya mengalami perasaan kesepian. Terlebih lagi jika narapidana tersebut kurang memiliki kemampuan untuk menyesuaikan diri dalam LAPAS maupun cara untuk bertahan dalam menghadapi berbagai tekanan yang muncul, perasaan kesepian yang dirasakannya bisa berujung pada gangguan psikologis. Sedangkan hasil penelitian Riza dan Herdiana (2013) menyebutkan narapidana dengan dukungan sosial yang baik dapat dengan mudah membentuk resiliensi atau kemampuan bertahan dan beradaptasi terhadap kejadian yang berat dan menimbulkan tekanan, selain karena adanya tingkat religiusitas yang tinggi serta sikap optimism yang berguna untuk pembentukan resiliensi pada narapidana.


(25)

Dukungan sosial itu sendiri merujuk pada hubungan interpersonal yang dapat mengantisipasi terjadinya negatif stres pada individu. Jika individu mendapatkan dukungan sosial yang tepat, maka pada saat-saat suatu permasalahan muncul yang mengakibatkan tekanan-tekanan maupun ketegangan pada individu, hal tersebut dapat dilaluinya dengan baik. Dukungan sosial memungkinkan individu untuk dapat mengungkapkan segala permasalahan yang dihadapinya kepada orang lain, sehingga orang lain pun dapat memberikan solusi maupun masukan, kalaupun tidak didapatkan solusi atas permasalahan yang telah diungkapkannya setidaknya dengan dukungan sosial seseorang dapat melepaskan beban mentalnya dengan jalan bercerita kepada orang lain (Smet,1994).

Secara umum menurut Khosla (2006) stres merupakan respon maupun reaksi tubuh terhadap segala kejadian yang mengganggu dalam kehidupan, yang kemudian diproses seseorang dengan menanggulanginya sebagai suatu tantangan atau ancaman kehidupan. Kejadian dalam kehidupan yang menyebabkan seseorang stres disebut dengan stressor.

Dengan adanya stressor, hal tersebut akan berdampak pada perubahan reaksi fisiologis, kognitif, emosi, dan tingkah laku seseorang. Stres itu sendiri terdiri menjadi beberapa bagian, stres yang dapat diolah dengan baik dan digunakan sebagai pembelajaran didalam hidup disebut dengan good stresss, sedangkan stres yang menekan maupun yang menghambat seseorang disebut bad stress yang harus dicegah maupun dihindari oleh individu (Yusoff,2010). Cara untuk mengolah stres menjadi stres yang positif atau good stress itu sendiri bisa dengan menggunakan strategi coping.

Compas, et. al. (dalam Miller dan Kaiser,2001) menyebutkan bahwa stres dan cara copingnya berguna untuk mengatur respon suatu individu terhadap stigma yang berkaitan dengan stres. Sebagai salah satu contoh dari coping yaitu dengan mencari dukungan sosial, dalam pembahasan mengenai coping, dukungan sosial menjadi salah satu figur yang menonjol karena dapat membantu seseorang menyelesaikan masalahnya, memberikan cara bagi individu untuk mengekspresikan segala bentuk emosi termasuk melepaskan kemarahan, membantu individu untuk mendefinisikan ulang makna dari kejadian-kejadian penuh tekanan maupun mengalihkan pemikiran-pemikiran negatifnya tentang peristiwa penuh tekanan yang dialaminya.

Sedangkan hasil penelitian diatas menunjukkan sumbangan efektif dukungan sosial terhadap stres narapidana wanita sebesar 18% (r²=0,180) yang dapat dikatakan bahwa sekitar 82% stres narapidana wanita bisa diakibatkan oleh faktor atau variabel lain selain variabel dukungan sosial. Seperti kejenuhan dengan kegiatan di LAPAS terutama untuk para narapidana yang telah berada lama di LAPAS, keterpisahan dengan keluarga atau pasangan, isolasi sosial yang meningkatkan kecemasan pada saat fase awal berada di LAPAS, perasaan takut ditolak oleh teman sesama narapidana, kesesakan penghuni sesama tahanan terlebih untuk LAPAS yang berada dalam kategori overload dan kurangnya privasi yang membatasi ruang gerak para narapidana (Sholichatun,2011).

Hal tersebut sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh Sarafino (1994) yang menyebutkan bahwa terdapat 3 sumber utama stres yaitu, (1) peristiwa bencana besar seperti gempa bumi, banjir maupun tsunami yangg mengakibatkan seseorang mengalami tekanan yang besar akibat adanya bencana yang dialaminya yang memungkinkan individu tersebut banyak kehilangan sesuatu, baik dari segi materi maupun immateri yang menghadapkan individu tersebut pada situasi yang memicu timbulnya stres atau stressor, (2) peristiwa penting dalam hidup, peristiwa penting disini yang dapat memicu timbulnya


(26)

stres yaitu saat seseorang kehilangan pekerjaan yang ia senangi maupun pekerjaan yang menjadi tumpuan hidupnya, kehilangan orang yang dicintai entah karena orang tersebut meninggal atau karena penyebab yang lain, maupun kehilangan harta benda akibat pencurian, penipuan, atau perampokan yang menyebabkan hilangnya harta benda dalam sekejap dan tanpa diduga yang mengakibatkan seseorang terkejut dan menjadi stres apabila tidak bisa mengatasinya, (3) penyebab stres berikutnya yaitu adanya tekanan terus-menerus yang dialami. Diantaranya seperti memiliki tempat tinggal yang dekat dengan keramaian dan suara bising yang ditimbulkan oleh berbagai kendaraan, pembangunan, maupun keadaan macet yang setiap hari dilaluinya.

Dari penjelasan teori diatas, yang paling sesuai dengan keadaan stres yang dialami narapidana wanita ialah pada faktor peristiwa penting dalam hidup dan adanya tekanan terus menerus. Pada fakor peristiwa penting disini, narapidana mengalami perpisahan dengan keluarga dan orang-orang terdekatnya. Terlebih bagi narapidana yang telah berkeluarga, pasti akan sangat berat untuk berpisah dengan suami maupun dengan anak-anaknya. Begitupula bagi yang belum menikah, memiliki status sebagai narapidana nantinya juga pasti menjadi beban psikologis yang akan mempengaruhinya dalam mendapatkan pasangan. Selain terpisahnya dengan orang-orang terkasihi, menjadi seorang narapidana berarti juga harus meninggalkan segala kebebasan dan aktifitas yang dilakukannya selama ini. Seperti putusnya hubungan kerja karena masa hukuman yang harus dilaluinya didalam LAPAS. Begitupula pada faktor keadaan terus menerus, narapidana juga harus membiasakan diri dalam lingkungan LAPAS yang senantiasa sama dengan rutinitas yang sama dan orang-orang yang sama pula, meskipun tidak menutup kemungkinan akan ada teman sesama LAPAS yang baru. Namun keadaan yang terus menerus seperti hal ini, juga dapat berdampak pada tekanan yang dialami para narapidana. Hilangnya kebebasan dan hidup dalam LAPAS dengan peraturan tertentu juga dapat menambah ketegangan tersendiri bagi narapidana.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, menunjukkan dukungan sosial yang diterima narapidana wanita 55% lebih didominasi pada kategori tinggi, yang itu artinya narapidana dengan dukungan sosial rendah sebesar 45%. Sedangkan narapidana wanita dengan kategori stres tinggi sebesar 40% dan yang berkategori rendah 60%. Dengan demikian dapat dikatakan jika stres yang dialami narapidana lebih banyak masuk kategori rendah, hal tersebut sejalan dengan dukungan sosial yang diterima yang lebih banyak masuk dalam kategori tinggi. Hal itu dapat terjadi dengan melihat berbagai macam bentuk dukungan sosial yang diterima para narapidana. Dukungan sosial yang diterima narapidana wanita diantaranya dukungan dari sesama teman LAPAS, petugas LAPAS, maupun keluarga yang datang berkunjung.

Di dalam LAPAS pun setiap minggunya diadakan acara kerohanian, hal tersebut bertujuan untuk mengarahkan narapidana pada jalan yang lebih baik agar tidak mengulang kesalahan yang telah dilakukan sebelumnya, atau setidaknya memberikan ketenangan batin bagi para narapidana yang mengikuti kegiatan kerohanian tersebut. Bentuk dukungan maupun kepedulian pihak LAPAS terhadap para narapidana juga tidak hanya dengan memberikan kegiatan kerohanian tiap minggunya, namun juga menyediakan bengker (bengkel kerja) untuk para narapidananya sebagai penyaluran kreatifitas yang memiliki nilai jual. Seperti berbagai jenis tas hasil kerajinan yang dibuat oleh para narapidana maupun beberapa benda lainnya, yang hasil dari benda-benda tersebut dipamerkan pada etalase depan LAPAS agar bisa dilihat masyarakat umum sekaligus diperjual belikan. Dari ketrampilan itulah


(27)

diharapkan para narapidana memiliki bekal kemampuan untuk dapat mandiri setelah keluar LAPAS nantinya. Selain memberikan kegiatan kerohanian dan menyediakan bengker (bengkel kerja) pada saat awal-awal narapidana masuk LAPAS, para petugas juga memberikan bimbingan dan arahan seputar dunia LAPAS dan hal-hal yang harus dpatuhi. Dari hasil yang telah dijabarkan diatas, sejalan dengan penelitian terdahulu yang menyatakan bahwa dengan adanya pembinaan mental pada para narapidana berupa bimbingan dan penyuluhan, kegiatan dalam bidang keagamaan, kesadaran berbangsa dan bernegara, pendidikan umum, kesegaran jasmani dan kesenian, maupun latihan keterampilan dapat menumbuhkan sikap mental yang lebih sehat. Dengan adanya sikap mental yang sehat, mampu menumbuhkan pemikiran yang positif yang berguna sebagai antisipasi kerusakan mental yang dapat berujung pada gangguan psikologis (Astuti, 2011). Dari penjelasan mengenai hasil diatas, bisa diketahui dukungan sosial cukup efektif untuk mengalihkan setiap tekanan atau stres yang dialami para narapidana wanita. Salah satunya yaitu dengan dukungan sosial dari lingkungan sekitar LAPAS. Dukungan sosial itu sendiri bisa dalam berbagai bentuk. Seperti kegiatan-kegiatan yang dilakukan di LAPAS maupun dalam bentuk pengungkapan diri melalui perasaan dan pikiran kepada seseorang, entah kepada teman sesama LAPAS maupun keluarga yang datang berkunjung. Hal ini seperti yang diungkapkan Gurung (2006) yang menyatakan bentuk-bentuk dukungan sosial terdiri dari (1) dukungan emosional yang berupa perhatian dari seseorang, empati dan belas kasih. Bentuk dari dukungan ini mengutamakan perasaan seseorang dalam penyampainnnya, agar seseorang yang mendapatkan bentuk dari dukungan emosional ini mengerti dan merasa bahwa dirinya dicintai, diperhatikan, dan dihargai oleh orang lain. (2) Dukungan Penghargaan, dukungan ini meliputi pembangunan kepercayaan diri dan dorongan-dorongan positif yang dapat berguna untuk membantu seseorang dalam mengembangkan potensi pada dirinya. (3) Dukungan Instrumental atau bentuk nyata yang berupa bantuan secara langsung maupun dalam bentuk materi (uang) terhadap seseorang. (4) Dukungan Informasi, bentuk dari dukungan informasi ini yaitu meliputi pengarahan, nasihat, dan umpan balik terhadap tindakan seseorang terhadap permasalahan yang sedang dihadapinya. Meskipun penelitian ini sesuai dengan hipotesa awal yang telah diajukan dan sesuai dengan teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli, namun bukan berarti penelitian ini tidak memiliki kekurangan. Berbagai keterbatasan juga dialami oleh peneliti, salah satunya yaitu kurang dapat mengontrol jalannya pengisian skala yang dilakukan oleh para narapidana wanita, karena banyaknya penghuni LAPAS dengan berbagai aktifitas yang berbeda-beda sehingga sulit mengumpulkan subjek secara keseluruhan untuk mengisi skala peneliti di satu tempat. Maka dari itu dalam pengontrolan pengisian skala,peneliti dibantu oleh pihak LAPAS untuk memantau jalannya pengisian skala yang disebar.

SIMPULAN DAN IMPLIKASI

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa ada hubungan negatif antara dukungan sosial dengan stres pada narapidana wanita dengan angka korelasi (r) sebesar -0,424. Penelitian ini membuktikan bahwa dengan adanya dukungan sosial yang baik dari lingkungan sosial seperti keluarga, teman sesama LAPAS, maupun lingkungan sekitar LAPAS mampu membuat para narapidana wanita meminimalisir tekanan-tekanan yang dialami dari berbagai permasalahannya sehingga stres yang dialaminya dapat dikelola dengan baik.


(28)

Implikasi dari penelitian ini untuk para narapidana wanita yang kurang mendapatkan dukungan sosial sekiranya dapat lebih aktif dalam setiap kegiatan yang diadakan oleh LAPAS guna mengembangkan potensi diri, selain aktif dalam setiap kegiatan LAPAS, para narapidana wanita juga bisa mendapatkan dukungan sosial dengan lebih membuka diri kepada orang lain, membaur dengan sesama teman LAPAS dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar LAPAS. Dengan membuka diri dan membaur pada lingkungan sosial di LAPAS, dapat memudahkan jalan bagi para narapidana untuk mendapat dukungan sosial karena dengan adanya sosialisasi tersebut membuat para narapidana secara tidak langsung menjadi bagian dari suatu komunitas yang ada di lingkungan LAPAS. Dengan menjadi bagian dari suatu jaringan atau komunitas yang ada di lingkungan LAPAS, dapat memudahkan para narapidana mendapat dukungan sosial karena adanya perasaan saling menyayangi, menghargai, dan perhatian antar teman dalam suatu komunitas tersebut. Sedangkan implikasi untuk peneliti selanjutnya diharapkan penelitian ini mampu memberikan inspirasi dan wawasan serta referensi bagi penelitian selanjutnya dengan melakukan pengembangan variabel-variabel yang lain serta peneliti selanjutnya diharapkan lebih dapat mengontrol setting waktu dengan baik pada saat proses intervensi berlangsung.

REFERENSI

Ardila, F., & Herdiana, I. (2013). Penerimaan diri pada narapidana wanita. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2, (01).

Arikunto, S. (2010). Prosedur penelitian: Suatu pendekatan praktik (Ed. revisi). Jakarta: Rineka Cipta.

Astuti, A. (2011). Pembinaan mental narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Wirogunan Yogyakarta. Jurnal Citizenship, 1, (01).

Azwar, S. (2014). Reliabilitas dan validitas. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Ekasari, A., & Susanti, N. (2009). Hubungan antara optimisme dan penyesuaian diri dengan stress pada narapidana kasus napza di lapas Kelas IIA Bulak Kapal Bekasi. Jurnal Soul, 2, (2).

Gurung, R. A. R. (2006). Health psychology : A cultural approach. Canada: Thomson Wadsworth

Kadhiravan, S., & Kumar, K. (2012). Enhancing stress coping skills among college students.

Researchers World - Journal of Arts, Science & Commerce, 3.

Khosla, M. (2006). Positive affect and coping with stress. Journal of the Indian Academy of Applied Psychology, 32, (3).

Maryatun, S. (2011). Pengaruh logoterapi terhadap perubahan harga diri narapidana perempuan dengan narkotika di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Palembang.


(29)

Miller, C. T., & Kaiser, C. R. (2001). A theoritical perspective on coping with stigma. Journal of Social Issues, 57 (01).

Nevid, J. S., Rathus, S. A., & Greene, B. (2002). Psikologi abnormal (Terjemahan). Jakarta : Erlangga

Nur, A. L., & Shanti, L. P. (2011). Kesepian pada narapidana di Lembaga Pemasyarakatan Kedungpane Semarang ditinjau dari dukungan sosial keluarga dan status perkawinan.

Jurnal Psikologi, 4, (2).

Riza, M., & Herdiana, I. (2013). Resiliensi pada narapidana laki-laki di Lapas Kelas 1 Medaeng. Jurnal Psikologi Kepribadian dan Sosial, 2, (01)

Sarafino, E. P. (1994). Health Psychology : Biopsychosocial interactions. Canada: John Wiley and Sons Inc.

Sarason, I. G., Levine, H. M., Basham, R. B., & Sarason, B. R. (1983). Assessing social support: the social support questionnaire. Journal of Personality and Social Psychology, 44, 127- 139.

Segarahayu, R. D. (2013). Pengaruh manajemen stres terhadap penurunan tingkat stres pada narapidana di Lpw Malang. Skripsi, Fakultas Psikologi Universitas Negeri Malang, Malang.

Silawaty, I., & Ramdhan., M. (2007). Peran agama terhadap penyesuaian diri narapidana di dalam lembaga pemasyarakatan. JPS, 13, (03).

Sholichatun, Y. (2011). Stres dan strategi coping pada anak didik di Lembaga Pemasyarakatan Anak. Psikoislamika, Jurnal Psikologi Islam (JPI), 8, (01).

Smet, B. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta: Grasindo.

Taylor, S. E. (2003). Health Psychology. New York: McGraw Hill Companies

Trull, T. J., & Phares, E. J. (2001). Clinical psychology. USA: Wadsworth, Thomson Learning Inc.

United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC).(2008). Perempuan dan HIV dalam Lingkungan Lapas

VanBreda, A. D. (2001). Resilience theory: a literature review. Pretoria: South African Military Health Service, Military Psychological Institute, Social Work Research & Development.

Winarsunu, T. (2004). Statistik : dalam penelitian psikologi dan pendidikan. Malang: UMM Press


(30)

Yusoff, M. S. B. (2010). Stress, stressors and coping strategies among secondary school students in a Malaysian Government Secondary School: Initial Findings. ASEAN Journal of Psychiatry,11, (2).


(31)

LAMPIRAN I


(32)

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG

Jl. Raya Tlogomas No. 246. Telp. 464318 – 21 Pes. 233, 168 Malang 65144 http : //psikologi.umm.ac.id

Assalamualaikum, Wr.Wb Salam sejahtera bagi kita semua.

Dalam rangka memenuhi persyaratan kelulusan untuk meraih gelar S1 (Strata 1), maka saya sebagai mahasiswi Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Malang bermaksud melakukan penelitian pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II A Malang. Sehubungan dengan hal tersebut, saya memohon kesediaan saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini dengan cara mengisi skala sesuai dengan petunjuk.

Tidak ada jawaban benar atau salah dalam pengisian skala ini. Oleh karena itu, saudara diharapkan menjawab semua pernyataan dengan jujur dan sesuai dengan kondisi yang paling menggambarkan diri saudara. Data yang saudara isikan nantinya akan saya jamin kerahasiaannya dan hanya akan digunakan untuk keperluan penelitian ini. Dalam setiap pernyataan, saudara diharapkan menjawab secara cermat dan teliti, sehingga tidak ada pernyataan yang terlewat atau dikosongkan agar data dapat diolah dengan baik.

Atas kesediaan dan partisipasi saudara, saya sampaikan terima kasih.

Hormat saya,

Devinta Elen Windistiar

Nama (inisial) :

Usia :

Tanggal Masuk Lapas : bulan tahun


(33)

PETUNJUK SKALA 1

Pilihlah salah satu diantara jawaban yang tersedia dengan melingkari jawaban yang sesuai : a. SS : jika Sangat Sering terjadi dan sangat mengganggu

b. S : jika Sering dan mengganggu

c. JT : jika Jarang Terjadi dan mengganggu

d. TP : jika Tidak Pernah terjadi dan tidak mengganggu

Perhatikan contoh berikut ini:

No Pernyataan Pilihan Jawaban

1 Saya merasa takut saat dimasukkan

Lapas SS S JT TP

SKALA 1

No Pernyataan Pilihan Jawaban

1. Akhir-akhir ini saya suka murung karena

permasalahan saya yang berlarut-larut SS S JT TP

2. Saya merasa sudah gagal ketika saya divonis

masuk Lapas SS S JT TP

3. Saya menjadi mudah letih, ketika ada banyak hal

yang saya pikirkan SS S JT TP

4. Intensitas buang air kecil saya normal, saat saya

merasa tegang maupun gelisah SS S JT TP

5. Saat menemui seseorang diruang kunjungan,

saya tetap santai SS S JT TP

6. Meskipun tertekan karena keadaan yang dibatasi,

konsumsi merokok saya tetap seperti biasanya SS S JT TP 7. Saat teringat kebersamaan saya dengan keluarga

maupun teman-teman, saya menjadi mudah marah karena tidak bisa menemui mereka sebebas dulu

SS S JT TP

8. Ketika saya merasa tekanan yang saya alami semakin bertambah, tanpa sadar saya meledakkan kemarahan saya

SS S JT TP

9. Saya merasa mudah berkeringat saat saya memikirkan masa depan saya setelah keluar dari Lapas

SS S JT TP

10. Saya masih optimis dapat membaur dengan

masyarakat ketika saya keluar nanti SS S JT TP

11. Pencernaan saya tetap sehat meskipun saya

sangat merindukan keluarga SS S JT TP

12. Saya berpikir bahwa teman-teman sesama Lapas merasa jika saya bukanlah orang yang cukup baik dalam membantu penyelesaian permasalahan mereka

SS S JT TP


(34)

apa yang saya takutkan

14. Saya tetap dapat tersenyum dan tertawa dengan yang lain meskipun perasaan saya sedang tertekan

SS S JT TP

15. Tindakan saya tetap terkendali meskipun saya sedang berselisih paham maupun berbeda pendapat tentang sesuatu hal dengan teman sesama Lapas

SS S JT TP

16. Konsumsi air minum saya tetap seperti biasa,

meskipun masalah saya tak kunjung selesai SS S JT TP

17. Saya tetap semangat dalam beraktifitas meskipun

saya dalam keadaan merindukan keluarga SS S JT TP

18. Saat saya merasa kurang baik dalam beraktifitas, emosi saya menjadi kurang stabil dan mudah marah

SS S JT TP

19. Meskipun saya divonis masuk Lapas, saya

percaya masih akan tetap sukses SS S JT TP

20. Perhatian saya tetap dapat fokus, meskipun

banyak yang sedang saya pikirkan SS S JT TP

21. Saat bangun tidur, punggung atau leher saya

terasa kram, kaku, dan berat SS S JT TP

22. Saat permasalahan yang datang bertubi-tubi,

saya merasa tidak dapat menanggulanginya SS S JT TP

23. Saat banyak masalah, saya tetap dapat

berhati-hati terhadap barang yang saya pegang SS S JT TP

24. Saya menjadi mudah kaget atau terkejut saat

beraktifitas ketika saya sedang banyak pikiran SS S JT TP 25. Meskipun saya menyendiri, bukan berarti karena

saya ingin menjauhi teman-teman Lapas SS S JT TP

26. Saat dipanggil oleh petugas lapas, saya menjadi

gugup dalam berbicara SS S JT TP

27. Pola tidur saya tetap teratur dan tidak terganggu meskipun saya tinggal dalam satu ruangan dengan banyak teman sesama Lapas

SS S JT TP

28. Saya ingat dimana barang yang baru saja saya

letakkan SS S JT TP

29. Saya tetap nyaman, meskipun ada teman sesama

Lapas yang mengancam SS S JT TP

30. Saat memikirkan permasalahan yang belum menemukan jalan keluar, pikiran saya tetap stabil dan emosi tetap terkontrol

SS S JT TP

31. Detak jantung saya tetap normal, meskipun

memikirkan keadaan keluarga SS S JT TP

32. Kepala saya masih tetap sehat, meski

memikirkan lamanya masa pidana SS S JT TP

33. Meskipun permasalahan yang sedang saya hadapi belum mendapatkan solusinya, namun saya tetap merasa tenang


(35)

34. Saat ada masalah, saya tetap bergabung dengan

teman saya seperti biasanya SS S JT TP

35. Saat terlibat konflik maupun kesalahpahaman dengan salah satu teman di Lapas, tekanan darah saya meninggi

SS S JT TP

36. Meskipun banyak masalah, porsi makan saya

sama seperti biasanya SS S JT TP

37. Rasanya biasa saja saat saya memikirkan

keadaan keluarga di rumah SS S JT TP

38. Masa depan saya akan baik-baik saja

SS S JT TP

PETUNJUK SKALA 2

Pilihlah salah satu diantara :

a. STS : jika Sangat Tidak Setuju dengan pernyataan yang ada dan lingkari STS

b. TS : jika Tidak Setuju dengan pernyataan yang ada dan lingkari TS

c. S : jika Setuju dengan pernyataan yang ada dan lingkari S

d. SS : jika Sangat Setuju dengan pernyataan yang ada dan lingkari SS

Contoh :

No. Pernyataan Pilihan Jawaban

1. Saya mempunyai teman yang sangat dekat meskipun mereka bukan anggota keluarga maupun saudara saya, dan saya tahu mereka perhatian dan mengasihi saya.

STS TS S SS

SKALA 2

No. Pernyataan Pilihan Jawaban

1. Saat saya merasa tertekan dan mengalami suatu hal yang kurang menyenangkan, kebanyakan dari orang-orang di sekitar saya tidak terlalu peduli maupun mengkhawatirkan keadaan saya.

STS TS S SS

2. Saya sering bertemu dan berbincang dengan keluarga

atau teman yang berkunjung membesuk saya. STS TS S SS

3. Tidak hanya anggota keluarga saya saja yang datang menjenguk ke Lapas, namun juga saudara-saudara jauh saya datang menjenguk.

STS TS S SS

4. Jika saya dalam keadaan yang benar-benar sulit atau dalam keadaan darurat, saya tahu akan ada teman-teman sesama Lapas yang membantu saya.

STS TS S SS

5. Dalam komunitas pertemanan yang ada, teman-teman

sesama Lapas dapat mempercayai satu sama lain. STS TS S SS 6. Saudara-saudara saya selalu menyempatkan waktunya


(36)

7. Saat keluarga datang berkunjung, saya merasa antara saya dan keluarga menjadi sedikit canggung dan tidak bisa mengobrol sesantai dulu.

STS TS S SS

8. Ketika saya membutuhkan saran tentang bagaimana menyelesaikan permasalahan yang ada, saya tahu ada seseorang yang dapat membantu saya.

STS TS S SS

9. Anggota keluarga saya berusaha untuk menunjukkan

cinta dan kasih sayangnya kepada saya. STS TS S SS

10. Ketika datang menjenguk saya ke Lapas,

saudara-saudara saya seringkali membawakan makanan-makanan kesukaan saya beserta kebutuhan lainnya.

STS TS S SS

11. Saat mengalami suatu permasalahan, teman-teman dalam kelompok tahu mereka dapat memperoleh bantuan dari komunitas pertemanan yang ada.

STS TS S SS

12. Tidak ada seorang pun yang datang membantu saya, saat

saya kesulitan menyelesaikan tugas harian Lapas. STS TS S SS 13. Saya merasa anggota keluarga saya kurang dapat

memahami keadaan saya selama saya berada di Lapas. STS TS S SS 14. Saya selalu merasa saya tidak termasuk dalam kelompok

pertemanan yang ada di sekeliling saya. STS TS S SS

15. Saudara-saudara yang lebih tua dari saya seringkali memberikan nasihat-nasihat dan motivasi kepada saya ketika datang berkunjung.

STS TS S SS

16. Saya mempunyai teman yang sangat dekat meskipun mereka bukan anggota keluarga maupun saudara saya, dan saya tahu mereka perhatian dan mengasihi saya.

STS TS S SS

17. Ada seseorang yang dapat memberikan nasihat kepada

saya tentang rencana kehidupan mendatang. STS TS S SS

18. Jika saya membutuhkan suatu barang, ada seseorang yang akan memberikan pinjaman barang tersebut kepada saya.

STS TS S SS


(37)

LAMPIRAN II


(38)

Blue Print Stres

No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

1 Kognitif 10,19,20,28,30, 38 2,8,12 9

2 Afektif 14,17,29,33,37 1,7,13,18,22 10

3 Behavior 5,6,15,16,23,25,34,36 24 9

4 Fisiologis 4,11,27,31,32 3,9,21,26,35 10

Jumlah 38

Blue Print Dukungan Sosial

No. Aspek Favourable Unfavourable Jumlah

1 Sumber Dukungan Sosial

(Neighbourhoods)

8,17,18, 1,12 5

2 Sumber Dukungan Sosial

(Family & Kinship Networks)

2,16,9 7,13, 5

3 Sumber Dukungan Sosial

(Intergeneration Supports)

3,6,10,15 - 4

4 Sumber Dukungan Sosial

(Mutual Self-help Groups)

4,5,11 14 4

Jumlah 18

Kode Jawaban

Kode Favourable Unfavourable

STS (Sangat Tidak Setuju) 1 4

TS (Tidak Setuju) 2 3

S (Setuju) 3 2

SS (Sangat Setuju) 4 1

Kode Favourable Unfavourable

SS (Sangat Sering) 1 4

S (Sering) 2 3

JT (Jarang Terjadi) 3 2


(39)

LAMPIRAN III


(1)

ITEM11 ITEM12 ITEM13 ITEM14 ITEM15 ITEM16 ITEM17 ITEM18 ITEM19 ITEM20 ITEM21 ITEM22 ITEM23 ITEM24 SUM MEAN

4

1

4

4

4

3

4

3

3

3

3

4

2

4

75

T

1

3

4

2

1

2

4

2

2

1

2

2

4

4

52

R

3

4

4

3

4

3

3

3

4

4

4

4

3

3

82

T

3

3

2

2

3

3

4

2

2

4

4

3

4

3

74

T

1

3

4

1

1

2

4

2

2

1

2

2

4

3

51

R

1

3

4

1

1

2

4

2

2

1

2

2

4

4

56

R

1

1

4

4

4

2

4

4

4

4

4

4

4

4

76

T

1

2

4

4

4

2

4

4

4

4

4

4

4

1

74

T

4

3

4

4

4

4

4

3

3

4

4

3

4

4

82

T

2

2

2

2

1

1

2

3

1

1

2

1

1

1

43

R

1

2

4

4

4

2

4

4

4

4

4

3

4

4

80

T

2

1

2

4

1

1

4

3

1

1

2

1

1

1

50

R

2

2

4

4

4

2

4

4

4

4

4

3

4

4

80

T

4

2

4

4

4

2

3

3

1

1

2

1

1

1

61

T

2

2

2

4

2

2

1

1

3

2

2

3

2

2

52

R

2

2

4

2

2

2

4

2

3

3

4

1

1

1

59

T

1

1

1

1

3

1

3

2

3

3

2

1

1

1

44

R

2

3

3

2

2

3

2

2

2

2

3

2

1

2

56

R

4

2

4

4

4

4

3

2

3

4

2

4

3

4

79

T

2

2

2

2

2

3

2

2

2

2

2

2

2

1

48

R


(2)

Lampiran IX


(3)

Hasil Perhitungan Mean Dukungan Sosial dan Stres

Statistics

STRESY DUKSOSX

N Valid

100 100

Missing 0 0

Mean 58,91 36,74

Std. Deviation 12,905 5,651

Skewness ,573 -,578

Std. Error of Skewness ,241 ,241

Kurtosis -,478 ,128

Std. Error of Kurtosis ,478 ,478

Hasil Perhitungan Uji Normalitas dengan SPSS

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test

Unstandardized Residual

N 100

Normal Parametersa,b Mean

,0000000 Std. Deviation 11,11552538

Most Extreme Differences

Absolute ,150

Positive ,150

Negative -,062

Kolmogorov-Smirnov Z 1,498


(4)

Hasil Perhitungan Uji Linearitas dengan SPSS

ANOVA Table

Sum of Squares

df Mean Square

F Sig.

STRESS * DUKSOS

Between Groups

(Combined) 6090,992 24 253,791 2,158 ,006 Linearity 2681,064 1 2681,064 22,793 ,000 Deviation from

Linearity

3409,927 23 148,258 1,260 ,225

Within Groups 8822,008 75 117,627

Total 14913,000 99

Hasil Perhitungan Uji Korelasi dengan SPSS

Correlations

STRESS DUKSOS

STRESS

Pearson Correlation 1 -,424**

Sig. (2-tailed) ,000

N 100 100

DUKSOS

Pearson Correlation -,424** 1 Sig. (2-tailed) ,000

N 100 100

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

Sumbangan Efektif fariabel X ke Y

Measures of Association

R R Squared Eta Eta Squared STRESS * DUKSOS -,424 ,180 ,639 ,408


(5)

Lampiran X


(6)