HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA DAN REMAJA DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA
DAN REMAJA DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA

SKRIPSI

Oleh :
Dani Hamdani
201210230311069

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA
DAN REMAJA DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA

SKRIPSI

Diajukan kepada Universitas Muhammadiyah Malang sebagai salah satu persyaratan
untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi


Oleh :
Dani Hamdani
201210230311069

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2016

i

ii

KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan
Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Hubungan
Efektivitas Komunikasi Antara Orangtua dan Remaja Dengan Agresivitas Pada Remaja”,
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana psikologi di Universitas
Muhammadiyah Malang.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan petunjuk
serta bantuan yang bermanfaat dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini

penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Dra. Tri Dayakisni, M.Si selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah
Malang.
2. Zakarija Achmat, S.Psi, M.Si dan Adhyatman Prabowo, S.Psi, M.Psi selaku Pembimbing I
dan Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktu memberikan bimbingan dan arahan
yang sangat berguna, hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Mohammad Shohib, S.Psi., M.Si. selaku dosen wali yang telah memberikan dukungan dan
pengarahan sejak awal perkuliahan hingga selesainya skripsi ini.
4. Bapak Rusnan dan Ibu Muslimah selaku orangtua, Mustiadi, Satriawan, dan Melly Rusnani
beserta seluruh keluarga yang selalu memberikan dukungan, do’a dan kasih sayang sehingga
penulis memiliki motivasi dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Teman-teman terbaik saya yaitu Ahmad Hidayatullah, Ahmad Ulul Azmi, Dewi Ariesca
Fitri, dan Ayu Rindu Lestari yang telah memberikan dukungan, bantuan, pelajaran dan
penyemangat penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teman-temanku yang khusus yaitu Mughny, Nabila, Thoyyib, Faza, Fikrullah, Huda,
Nova, Ekadyanti, Mameng, Zaki, Dea dan Elsa yang memberikan dukungan dan kepada Tia
Safira dan Puput Parama yang selalu setia untuk menjadi bahan tertawaan saya terima kasih
banyak.
7. Sahabat seperjuangan saya dari kontrakan Ahlul Bait yang selalu menjadi keluarga terbaik
saya disini, memberikan banyak pengalaman dan pembelajaran yang sangat berarti dengan

berbagai dukungan, cobaan, canda tawa, keluh kesah, hinaan, dll.
8. Saudara dan kerabat dekat penulis yang telah bersedia menjadi subjek penelitian ini dari
pelaksanaan uji coba instrumen hingga penelitian pasca uji coba instrumen.
9. Teman-teman angkatan 2012 Fakultas Psikologi khususnya kelas B yang sangat
memberikan banyak perubahan kepada saya untuk menjadi lebih baik lagi dari pribadi
sebelumnya.
10. Semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan
bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari tiada satupun karya manusia yang sempurna, sehingga kritik dan saran
demi perbaikan karya skripsi ini sangat penulis harapkan. Meski demikian, penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti selanjutnya dan pembaca pada umumnya.
Malang, 3 Agustus 2016
Penulis

Dani Hamdani

iii

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................

i
SURAT PERNYATAAN ...........................................................................................
ii
KATA PENGANTAR ................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ..............................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ......................................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................................
vi
INTISARI ...................................................................................................................
1
PENDAHULUAN ......................................................................................................
2
LANDASAN TEORI ..................................................................................................
5
Remaja ..............................................................................................................
5
Agresivitas .......................................................................................................

5
Definisi Komunikasi .........................................................................................
6
Efektivitas Komunikasi ………….....................................................................
7
Hubungan Efektivitas Komunikasi Antara Orangtua dan Remaja Dengan Agresivitas
Pada Remaja ......................................................................................................
8
Hipotesis ............................................................................................................
12
METODOLOGI PENELITIAN ..................................................................................
12
Rancangan Penelitian .........................................................................................
12
Subjek Penelitian ...............................................................................................
12
Variabel dan Instrumen Penelitian ....................................................................
12
Prosedur dan Analisa Data ................................................................................
13

HASIL PENELITIAN ................................................................................................
14
DISKUSI ....................................................................................................................
15
KESIMPULAN DAN IMPLIKASI ............................................................................
17
REFERENSI ...............................................................................................................
18
LAMPIRAN ...............................................................................................................
20

iv

DAFTAR TABEL
Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian ....................................
Tabel 2. Data deskripsi subjek ........................................................................................

v

13

14

DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Skala Uji Coba ................................................................................................
Lampiran Blue Print Skala Uji Coba ..............................................................................
Lampiran Skala Penelitian ..............................................................................................
Lampiran Blue Print Skala Penelitian .............................................................................
Lampiran Analisis Uji Coba Skala ..................................................................................
Lampiran Analisis Hasil Penelitian .................................................................................
Lampiran Data Kasar .......................................................................................................

vi

21
24
26
28
30
36
38


HUBUNGAN EFEKTIVITAS KOMUNIKASI ANTARA ORANGTUA
DAN REMAJA DENGAN AGRESIVITAS PADA REMAJA
Dani Hamdani
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
danihamdani.psi@gmail.com

Remaja mengalami berbagai macam perubahan dalam kehidupannya sehingga akan muncul
konflik dalam diri mereka yang membuat remaja berperilaku agresif. Untuk menghindari
perilaku agresif remaja dapat dibantu oleh orang terdekat yakni orangtua. Orangtua dapat
membantu mereka dengan melakukan komunikasi untuk mengetahui masalah yang dihadapi.
Orangtua dapat melakukan komunikasi secara efektif agar mencapai tujuan untuk
menghindari perilaku agresif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan
antara efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif korelasional
dengan teknik pengambilan sampel menggunakan Quota Sampling dengan subjek 300 orang.
Hasil penelitian menunjukkan ada hubungan negatif yang signifikan antara efektivitas
komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja (r = -0,184; p = 0,000
< 0,01). Jadi, semakin tinggi efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja, maka
semakin rendah agresivitas pada remaja yang akan dimunculkan, begitupun sebaliknya.

Efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja mempengaruhi agresivitas pada remaja
sebesar 3,38%.
Kata Kunci : Efektivitas Komunikasi, Orangtua, Agresivitas, Remaja
Adolescence experience a wide range of changes in their lives so it would appear the conflict
within them that makes adolescents behave aggressively. To avoid aggressive behavior of
adolescence can be assisted by the nearest person i.e. parent. Parents can help them by doing
communication to know the problems encountered. Parents can communicate effectively in
order to achieve the goal to avoid aggressive behavior. The purpose of this research is to
know the relationship between the effectiveness of communication between parents and
adolescence with aggressiveness in adolescence. The methods used in this research is
quantitative research method korelasional with the technique of sampling using the Quota
Sampling with the subject of 300 people. The results showed there was a significant negative
relationship between the effectiveness of communication between parents and adolescence
with aggressiveness in adolescence (r =-0.184; p = 0.000 < 0.01). So, the higher the
effectiveness of communication between parents and adolescence, then the lower the
aggressiveness in adolescence that will be presented, as well as vice versa. The effectiveness
of communication between parents and adolescents affected the aggressiveness in
adolescence of 3,38%.
Keyword : The Effectiveness of Communication, Parents, Aggressiveness, Adolescence


1

2

Remaja merupakan bagian dari individu yang akan memajukan bangsa. Remaja memiliki
waktu yang banyak untuk belajar dan membuat banyak perubahan yang positif yang nantinya
dapat dijadikan sebagai langkah merubah bangsa yang lebih baik. Sehingga diharapkan
memiliki pikiran dan perilaku yang dapat membuat bangsa menjadi yang semakin lebih baik.
Pada masa remaja seorang individu memasuki tahap kehidupan yang penuh tantangan karena
dalam dirinya terjadi perubahan fisik, seksual, psikologis dan kognitif. Adanya kebutuhan
sosialisasi, kemandirian, perubahan dengan teman sebaya dan orang dewasa, penyesuaian
seksual, persiapan pendidikan (Monks dkk, 2002).
Menurut Hall (dalam Santrock, 2012), masa remaja yang usianya berkisar antara 12 hingga
23 tahun diwarnai oleh pergolakan. Pandangan badai dan stress (strom and stress view)
adalah konsep dari Hall yang menyatakan bahwa remaja merupakan masa pergolakan yang
dipenuhi oleh konflik dan perubahan susana hati. Ditambahkan juga bahwa meningginya
emosi, intensitasnya tergantung pada tingkat perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.
Pada remaja, agresivitas sering muncul karena pada diri remaja terjadi perubahan fisik dan
hormonal yang menyebabkan suasana hati berubah-ubah, emosi labil dan perasaan rendah
diri. Dengan adanya hal tersebut pada diri remaja maka remaja tersebut berusaha untuk

mencari pengurangan dari perasaan rendah diri tersebut dengan melakukan tindakan agresif.
Remaja dimasa sekarang semakin rentan dengan tindakan kekerasan yang tidak hanya saling
baku hantam sampai saling bunuh satu dengan lainnya. Kasus kekerasan di kalangan pelajar
terjadi di Kota Semarang. Kali ini, menimpa dua pelajar SMK di Kota Semarang. Salah
satunya, bahkan menderita gegar otak akibat penganiayaan yang diduga dilakukan pelajar
SMK lain (SINDOnews, 12 April 2015). Tawuran antar remaja di Jakarta Barat, pecah pada
Minggu (31/5) dini hari. Dua orang remaja tewas terkena bacokan dalam peristiwa berdarah
ini (detikNews, 31 Mei 2015). Seorang pelajar SMK PGRI Bojongmanggu ditemukan tewas
mengenaskan di Lapangan Futsal Komplek Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bekasi,
Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Sabtu 6 Juni 2015. Cecep (16), tewas akibat luka parah
dari senjata tajam disekujur tubuhnya (SINDOnews, 7 Juni 2015). Kejadian tersebut
dipaparkan bahwa penyebab tawuran tidak jelas dan secara tiba-tiba korban masuk dalam
tawuran tersebut. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas Anak) mencatat ada 229
kasus tawuran pelajar sepanjang Januari-Oktober tahun 2013. Jumlah ini meningkat sekitar
44 persen dibanding tahun lalu yang hanya 128 kasus. Dalam 229 kasus kekerasan
antarpelajar SMP dan SMA itu, 19 siswa meninggal dunia (Tempo, 20 November 2013).
Dari fenomena remaja di atas seharusnya tindakan kekerasan yang dilakukan remaja dapat
dihindari. Kekerasan pada remaja seharusnya tidak terjadi karena kekerasan yang dilakukan
remaja merupakan perilaku yang tidak dapat membuat individu menjadi berkembang
melainkan akan memperlambat remaja tersebut. Seharusnya waktu untuk melakukan tindakan
kekerasan dapat dimanfaat untuk hal-hal yang lebih positif. Pada umumnya agresi ini tidak
disertai dengan emosi, bahkan antara pelaku dan korban kadang-kadang tidak ada hubungan
pribadi. Agresi ini hanya merupakan sarana untuk mencapai tujuan lain (Myers, 2010).
Selain itu, perilaku agresi memiliki sisi lain yakni sisi dimana dapat menjadikan individu atau
remaja menjadikan agresif sebagai perilaku yang positif. Menurut Bolman (pada Dayakisni,
2012) perilaku yang timbul pada usia 6-14 tahun adalah berupa kemarahan, kejengkelan, rasa
iri, tamak, cemburu dan suka mengkritik. Perilaku ini dilatarbelakangi adanya keinginan
untuk menang, bersaing, meyakinkan diri, menuntut keadilan dan memuaskan perasaan.
Setelah itu pada usia 14 sampai dewasa, mereka sudah mulai memodifikasi perasaan agresif,
misalnya dalam bentuk aktivitas kerja dan olahraga. Perilaku tersebut terutama bertujuan
untuk keseimbangan emosi, khususnya harga diri.

3

Hurlock (1996) mengatakan bahwa masa remaja adalah masa peralihan atau transisi dari
masa anak-anak menuju dewasa yang diikuti dengan berbagai masalah yang ada karena
perubahan fisik, psikis dan sosial, dengan adanya perubahan-perubahan dalam diri remaja
maka mereka dituntut untuk melakukan penyesuaian antara keinginan dirinya dengan
tuntutan lingkungan.
Perilaku berisiko tergantung pada kualitas relasi orangtua-remaja. Ketika kualitas menurun,
perilaku dan gejala depresi yang terkait testosteron cenderung meningkat (Santrock, 2007).
Faktor-faktor hormonal dianggap dapat menjelaskan minimal sebagian dari meningkatnya
emosi-emosi negatif dan emosi yang berubah-ubah, yang merupakan karakteristik remaja
(Archibald, Grabber, & Brooks-Gunn, 2003; Dorn, Williams, & Ryan, 2002 dalam Santrock,
2007). Relasi remaja orangtua dapat dijadikan alat pencegah perilaku berisiko dimunculkan
oleh remaja. Perubahan hormonal remaja dapat dipengaruhi oleh kualitas hubungan dengan
orangtua.
“Much of the time we spend in interpersonal communication is devoted to establishing and
maintaning social relationship with other”. DeVito (1989) berpendapat bahwa “Sebagian
besar waktu yang kami habiskan dalam komunikasi interpersonal dikhususkan untuk
membangun dan mempertahankan hubungan sosial dengan lain” yang merupakan salah satu
tujuan dari adanya komunikasi interpersonal.
Komunikasi berperan sangat penting dalam kehidupan masyarakat untuk menyatakan suatu
pesan atau tujuan kepada orang lain. Karena komunikasi merupakan peristiwa sosial yang
terjadi ketika manusia berinteraksi dengan orang lain. Proses komunikasi yang berlangsung di
dalam masyarakat dialami oleh semua tingkatan usia dan status dalam keluarga termasuk
anak dan orangtua sebagai bagian dari masyarakat dan lingkungan sosial.
Berkomunikasi dengan orangtua adalah salah satu cara mengatasi masalah dalam remaja.
Sebab dengan berkomunikasi, remaja dapat membagi masalah yang ada dengan orangtua dan
orangtua dapat memberi arahan yang benar kepada remaja sehingga remaja tidak harus
mencari jalan keluar dengan melakukan tindakan kekerasan. Melakukan komunikasi antara
remaja dan orangtua dilakukan dengan dua arah bukan hanya satu arah agar dapat saling
memahami antara satu dengan lainnya.
Dari penelitian Yuniarti (2009) yang dilakukan pada 146 siswa SMA 1 Polanharjo,
menunjukkan hasil analisis data deskriptif bahwa sumbangan efektif komunikasi
interpersonal orangtua dengan penyesuaian diri sebesar 35,2 % dan menujukkan bahwa ada
hubungan positif yang signifikan antara persepsi efektivitas komunikasi interpersonal
orangtua dan penyesuaian diri. Semakin tinggi persepsi efektivitas komunikasi interpersonal
orangtua maka semakin tinggi penyesuaian diri. Hal ini berarti hipotesis yang diajukan
diterima kebenarannya. Jadi, komunikasi orangtua dapat mempengaruhi perilaku remaja.
Interaksi antara orangtua dan anak yang dalam hal ini pada remaja adalah komunikasi.
Komunikasi yang terjalin antara orangtua dan remaja akan membuat remaja merasa diberi
kesempatan untuk menyampaikan pendapat, merasa didengar dan dapat belajar berempati.
Dari sini remaja akan mampu mengembangkan komunikasi yang baik yang akan
membantunya dalam proses penyesuaian diri yang positif.
Pentingnya komunikasi dalam sebuah keluarga juga ditekankan oleh Hurlock (1978). Adanya
komunikasi akan menjadikan seseorang mampu mengemukakan pendapat dan pandangannya
dengan jelas, sehingga orang lain lebih mudah memahami dan mengerti dirinya, dan
sebaliknya. Tanpa adanya komunikasi kemungkinan besar dapat menyebabkan terjadinya
salah paham yang memicu terjadinya konflik.

4

Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih berganti, bisa
dari orangtua ke anak atau anak ke orangtua , atau anak ke anak. Dalam komunikasi keluarga
tanggung jawab orangtua adalah mendidik anak, maka komunikasi yang terjadi dalam
keluarga bernilai pendidikan. Ada sejumlah norma yang diwariskan orangtua kepada anak
misalnya norma agama, norma akhlak, norma sosial, norma etika, dan juga norma moral
(Bahri, 2004). Komunikasi yang diharapkan adalah komunikasi yang efektif, karena
komunikasi yang efektif dapat menimbulkan pengertian, kesenangan, pengaruh pada sikap
hubungan yang makin baik dari tindakan ( Effendy, 2004).
Dalam berkomunikasi terkadang akan muncul perbedaan pendapat. Namun perbedaan suatu
hal yang wajar akan tetapi bagaimana kedua belah pihak dapat memahami perbedaa tersebut
bukan mempertahankan pendapat pribadi. Apabila komunikasi antara remaja dan orangtua
berjalan dengan buruk, maka perhatian dan kasih sayang yang diterima remaja juga tidak
terpenuhi yang dapat mengakibatkan kegelisahan pada remaja, dan selanjutnya kegelisahan
tersebut akan menimbulkan tingkah laku negatif (Hasmanti, 2006).
Dalam penelitian Lambert, S. F., & Cashwell, C. S (2004) yang dilakukan pada 251
mahasiswa SLU sebagai responden tentang komunikasi orangtua-remaja menunjukkan bahwa
untuk nilai PAC (Parent-Adolescent Communication Scale) ibu adalah 66.56 lebih tinggi
dibandingan PAC pada ayah nilainya 63.74. Remaja laki-laki lebih aman sedangkan
perempuan lebih menakutkan dalam kedekatan mereka. Sementara laki-laki lebih berorientasi
prestasi sedangkan perempuan lebih cenderung untuk koneksi intim. Untuk hasil uji regresi
menunjukkan bahwa kedua variabel memiliki korelasi negatif antara persepsi komunikasi
orangtua-remaja dengan agresi yang terjadi disekolah yang artinya semakin tinggi persepsi
komunikasi orangtua-remaja maka semakin rendah agresif remaja disekolah begitu
sebaliknya dan hasil menunjukkan pengaruh sebesar 22% mengungkapkan bahwa remaja
memahami gaya komunikasi orangtua mereka sebagai mencintai.
Penelitian yang dilakukan oleh Moitra, Tanusree, & Mukherjee, Indrani (2009) tentang
Komunikasi Remaja-Orangtua dan Kenakalan menunjukkan hasil bahwa nilai rata-rata
persepsi komunikasi remja yang tidak bermasalah lebih tinggi dibandingankan dengan remaja
yang bermasalah. Hasil uji signifikansi bahwa semakin tinggi kepuasaan komunikasi maka
semakin rendah perilaku kenakalan remaja begitu juga seabaliknya. Untuk hasil kepuasaan
komunikasi dengan ibu tinggi maka nilai kenakalan rendah begitu juga dengan kepuasaan
komunikasi dengan ayah. Untuk tingkatan usia remaja dengan rentang usia 11 – 14 tahun
memiliki nilai kenakalan lebih tinggi dibandingan usia 15 – 18 tahun.
Pengawasan dari orangtua terhadap remaja adalah hal penting untuk menentukan apakah
seorang remaja akan terlibat kenalan atau tidak (Laird dkk dalam Santrock, 2012). Orangtua
memainkan peran penting dalam membentuk persepsi dunia anak-anak melalui cara mereka
berkomunikasi dengan anak-anak mereka. Zajonc & Adelmann (1987) berpendapat bahwa
komunikasi mengirimkan konten mental dan juga menciptakan pemahaman antara manusia
dan hubungan mereka dengan satu sama lain. Menurut Wood (1995) melalui berkomunikasi,
orang-orang membawa tentang ide-ide, nilai-nilai dan identitas yang mempengaruhi siapa
mereka dan bagaimana mereka beroperasi dalam hubungannya dengan satu sama lain (dalam
Maximo, Sally. I. et. all. 2011). Dengan melakukan komunikasi dapat mengurangi resiko
tindakan kekerasan pada remaja. Oleh karena itu, perlu adanya komunikasi yang efektif yang
dilakukan kedua belah pihak. Dengan cara melakukan komunikasi secara intens, mencari
solusi secara bersama ketika memiliki masalah dan adanya perbedaan pendapat. Dengan hal
tersebut maka remaja merasa mendapat perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya.
Memperoleh alternatif solusi dari masalah yang dialami dan tidak mencari solusi di luar

5

dengan melakukan tindak kekerasan. Sehingga komunikasi antara orangtua dengan remaja
dapat saling memberikan informasi satu dengan lainnya dan dapat menjadikan adanya
pemahaman konsep satu dengan yang lainnya.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara efektivitas komunikasi
orangtua dengan agresivitas remaja. Adapun manfaat penelitian ini secara teoritis yang
diberikan adalah adanya pengembangan teori dalam komunikasi dan agresivitas yang bisa
jadi sebagai perluasan dari kedua variabel tersebut. Selain itu juga memberikan gambaran
bagaimana kedua teori saling memiliki hubungan terhadap sebuah peristiwa. Adapun manfaat
praktis yang diberikan dari penilitian ini adalah mengembangkan wawasan terkait tema-tema
yang bersifat psikologis dan memberikan gambaran bagaimana sebuah teori diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan gambaran mengenai efektivitas komunikasi
orangtua yang baik terhadap kehidupan dan pergaulan remaja masa kini terkhusus pada
perilaku agresivitas remaja.
Remaja
Kata “remaja” berasal dari bahasa latin yaitu adolescere yang berarti tumbuh menjadi
dewasa atau dalam perkembangannya menjadi dewasa (Desmita, 2009). Menurut Rumini
(2004) masa remaja merupakan masa peralihan dari masa anak ke masa dewasa yang
mengalami perkembangan semua aspek atau fungsi untuk memasuki masa dewasa.
Monks, dkk (2002) mengemukakan pembagian masa remaja menjadi 3 tahap, yaitu :
a. Remaja awal yaitu usia antara 12 tahun sampai dengan usia 15 tahun.
b. Remaja tengah yaitu usia antara 15 tahun sampai dengan usia 18 tahun.
c. Remaja akhir yaitu yaitu usia antara 18 tahun sampai dengan usia 21 tahun.
Dari uraian di atas maka remaja merupakan peralihan individu dari masa kanak-kanak ke
masa dewasa dengan ditandainya dengan pertumbuhan dan perkembangan menuju dewasa
dengan rentang usia 12 tahun hingga 21 tahun.
Agresivitas
Chaplin (2002) mendefinisikan agresivitas sebagai: a) kecenderungan habitual (yang
dibiasakan) untuk memamerkan permusuhan; b) pernyataan diri secara tegas, penonjolan diri,
penuntutan atau paksaan diri, pengejaran dengan penuh semangat suatu cita-cita dan c)
dominasi sosial, kekuasaan sosial, khususnya yang diterapkan secara ekstrim.
Myers (2010) menjelaskan bahwa agresi adalah perilaku fisik maupun perilaku verbal yang
dimaksudkan untuk menyakiti orang lain.
Menurut Robert Baron (Dayakisni, 2012) menyatakan bahwa agresi adalah tingkah laku
individu yang ditujukan untuk melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak
menginginkan datangnya tingkah laku tersebut.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa agresivitas merupakan suatu bentuk perilaku
yang menunjukkan diri menjadi penguasa, menjadikan orang lain sebagai sasaran untuk
perilaku ketidaksenangan dan bahkan merusak orang lain sebagai bentuk tujuan dominasi.

6

Menurut Willis (2005) faktor-faktor penyebab timbulnya agresivitas pada remaja adalah:
1. Kondisi pribadi, yaitu kelainan yang dibawa sejak lahir baik fisik maupun psikis, lemahnya
kontrol diri terhadap pengaruh lingkungan, kurang mampu menyesuaikan diri dengan
lingkungan dan kurangnya dasar keagamaan.
2. Lingkungan keluarga, yaitu keluarga yang kurang memberi kasih sayang dan perhatian,
sehingga mereka mencarinya dalam kelompok teman sebaya, keadaan ekonomi keluarga
yang rendah, dan keluarga yang kurang harmonis.
3. Lingkungan masyarakat, yaitu lingkungan masyarakat kurang sehat, keterbelakangan
pendidikan, kurangnya pengawasan terhadap remaja, dan pengaruh norma-norma baru yang
ada di luar.
4. Lingkungan sekolah, yaitu kurangnya perhatian guru, kurangnya fasilitas pendidikan
sebagai tempat penyaluran bakat dan minat, dan norma-norma pendidikan kurang diterapkan.
Buss dan Perry (1992) mengelompokkan agresivitas ke dalam empat bentuk agresi, yaitu:
agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger) dan agresi dalam bentuk
kebencian (hostility).
Keempat bentuk agresivitas ini mewakili komponen perilaku manusia, yaitu komponen
motorik, afektif dan kognitif.
1. Agresi fisik
Merupakan komponen perilaku motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain secara
fisik. Misalnya menyerang atau memukul.
2. Agresi verbal
Merupakan komponen motorik, seperti melukai dan menyakiti orang lain melalui verbalis.
Misalnya berdebat, menunjukkan ketidaksukaan atau ketidaksetujuan, menyebarkan gosip
dan kadang bersikap sarkastis.
3. Agresi marah
Merupakan emosi atau afektif, seperti munculnya kesiapan psikologis untuk bersikap
agresif.Misalnya kesal, hilang kesabaran dan tidak mampu mengontrol rasa marah.
4. Sikap permusuhan
Yang juga meliputi komponen kognitif, seperti benci dan curiga pada orang lain, iri hati dan
merasa tidak adil dalam kehidupan.
Menurut Buss dan Perry, bentuk agresi tidak hanya dimunculkan dalam bentuk tindakan
kekerasan secara fisik namun bentuk dalam emosi seseorang seperti marah yang nantinya
bakal muncul dalam bentuk tindakan menjauhi orang lain atau bahkan melukai.
Definisi Komunikasi
Kata komunikasi berasal dari bahasa Latin communicare, berarti berpartisipasi atau
memberitahukan (Liliweri, 1997).
DeVito (1989) mendefinisikan komunikasi adalah “The process of sending and receiving
messages between two person, or among a small group of person, with some effect and some
immediate feedback”

7

Komunikasi adalah pertukaran informasi, ide, sikap , emosi, pendapat atau intruksi antara
individu atau kelompok yang bertujuan untuk menciptakan sesuatu, memahami dan
mengkoordinasikan suatu aktivitas (Liliweri, 2011).
Menurut Wood (2013) komunikasi merupakan sebuah proses sistematis di mana orang
berinteraksi dengan dan melalui simbol untuk menciptakan dan menafsirkan makna.
Menurut uraian di atas maka komunikasi merupakan suatu bentuk interaksi individu satu
dengan lainnya untuk memberikan suatu informasi yang dapat memberikan pemahaman dan
dampak antara kedua belah pihak.
Menurut Pratikto (dalam Prasetyo, dkk., 2000) komunikasi orang tua dan anak didefinisikan
sebagai komunikasi yang terjalin antara orang tua dan anak dalam satu ikatan keluarga di
mana orang tua bertanggung jawab dalam mendidik anak. Hubungan yang terjalin antara
orang tua dan anak di sini bersifat dua arah, disertai dengan pemahaman bersama terhadap
sesuatu hal di mana antara orang tua dan anak berhak menyampaikan pendapat, pikiran,
informasi atau nasehat. Oleh karena itu hubungan yang terjalin dapat menimbulkan
kesenangan yang berpengaruh pada hubungan yang lebih baik. Hubungan komunikasi yang
efektif ini terjalin karena adanya rasa keterbukaan, empati, dukungan, perasaan positif,
kesamaan antara orang tua dan anak.
Efektivitas Komunikasi
Menurut The Liang Gie (dalam Mujiati, 2001), efektivitas adalah keadaan yang mengandung
pengertian tentang terjadinya suatu efek atau akibat yang dikehendaki kalau seseorang
melakukan perbuatan itu dan dikatakan efektif apabila menimbulkan akibat atau dampak
sebagaimana dikehendaki.
Dijelaskan oleh Widjaja (1988), bahwa komunikasi yang efektif terjadi tidak hanya sekedar
saat seseorang telah melekatkan arti tertentu terhadap perilaku orang lain, tetapi persepsi itu
adalah sesuai dengan pemberi pesan atau informasi.
Gordon (dalam Lestari, 1997) memberikan kunci bagi efektivitas komunikasi orangtua
remaja, yaitu dengan cara yang paling aman dalam memberikan tanggapan yang disebut
dengan mendengarkan aktif.
Pendapat Simon (dalam Mujiati, 2001) menjelaskan bahwa efektivitas berasal dari kata
efektif yang berarti bisa mencapai tujuan yang tepat dan baik, jadi efektifitas komunikasi
adalah kemampuan dalam berkomunikasi untuk mencapai tujuan atau hasil guna tentang
suatu tindakan dengan tepat dan baik.
Sokolov dan Hutton menyatakan bahwa komunikasi yang baik selalu memperhatikan adanya
sikap menerima, mempercayai, menghargai, keterbukaan serta kejujuran (Yuniarti, 2009).
Menurut uraian diatas, efektivitas komunikasi antara orang tua dan remaja merupakan sebuah
proses interaksi dalam pemberian informasi serta pemahaman yang baik dan benar untuk
mencapai tujuan kedua belah pihak.
DeVito (1997) efektivitas komunikasi interpersonal mempunyai lima ciri, yaitu :
a. Keterbukaan (openess), yaitu kemauan menanggapi dengan senang hati informasi yang
diterima di dalam menghadapi hubungan antarpribadi. Keterbukaan disini mencakup tiga
aspek, yaitu : terbuka kepada orang yang diajak berinteraksi, kesediaan komunikator untuk

8
bereaksi secara jujur terhadap stimulus yang datang dan menyangkut ”kepemilikan” perasaan
dan pikiran. Terbuka dalam hal ini adalah mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang
dilontarkan adalah memang ”milik” komunikator dan komunikator bertanggung jawab atas
itu (DeVito, 1997).
b. Empati (empathy), yaitu kemampuan untuk dapat merasakan apa yang dirasakan orang
lain. Empati yang akurat melibatkan baik kepekaan perasaan yang ada maupun fasilitas
verbal untuk mengkomunikasikan pengertian ini. Menurut DeVito (1997) langkah-langkah
yang dapat dilakukan untuk mencapai empati adalah pertama, menahan godaan untuk
mengevaluasi, menilai, menafsirkan dan mengkritik.Kedua, semakin banyak untuk mengenal
seseorang terhadap keinginannya, pengalamannya, kemampuannya, ketakutannya sehingga
akan semakin mampu untuk melihat sebab dan akibat mengapa seseorang bersikap tertentu.
Ketiga, mencoba untuk belajar merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain dari sudut
pandangnya.
c. Dukungan (supportiveness). Situasi terbuka untuk mendukung komunikasi berlangsung
efektif.Untuk memperlihatkan dukungan dengan bersikap (1) deskriptif, bukan evaluatif (2)
spontan, bukan strategik (3) profesional dan bukan sangat yakin (DeVito, 1997).
d. Rasa positif (positiveness), yaitu memiliki perasaan positif terhadap diri, mendorong orang
lain lebih aktif berpartisipasi dan menciptakan situasi komunikasi kondusif untuk interaksi
yang efektif. Menurut DeVito (1997), seseorang mengkomunikasikan sikap positif dalam
komunikasi interpersonal dengan menggunakan dua cara, yaitu menyatakan sikap positif dan
secara positif mendorong seseorang berinteraksi. Sikap positif memiliki dua aspek dalam
komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi interpersonal akan terbina jika seseorang
memiliki sikap positif terhadap diri mereka sendiri dan perasaan positif untuk situasi
komunikasi pada umumnya sangat penting untuk berinteraksi yang efektif dalam hal ini
menikmati komunikasi yang sedang dilakukan. Selain sikap, hal yang juga penting dalam
sikap positif ini adalah dorongan.Dorongan dalam hal ini berupa pujian atau penghargaan.
e. Kesetaraan (equality). Pengakuan secara diam-diam bahwa kedua belah pihak menghargai,
berguna, dan mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan.
Hubungan Efektivitas Komunikasi Antara Orangtua dan Remaja Dengan Agresivitas
Pada Remaja
Salah satu karakteristik remaja menurut Moh. Ali dan Moh. Asrori (2004) yakni adanya
pertentangan. Pertentangan yang dimaksudkan adalah remaja berada pada situasi psikologis
antara ingin melepaskan diri dari orangtua dan perasaan masih belum mampu untuk mandiri.
Akibatnya pertentangan yang sering terjadi akan menimbulkan kebingungan dalam diri
remaja itu sendiri maupun pada orang lain. Sehingga orangtua harus mampu membantu
remaja menangani adanya pertentangan dalam dirinya dengan cara berkomunikasi satu
dengan yang lainnya. Masa remaja merupakan masa yang dimana timbul akan banyak
kebimbangan dalam diri remaja sehingga orangtualah yang dapat membatu remaja. Orangtua
merupakan orang terdekat dalam kehidupan remaja. Dalam hal ini orangtua memiliki tugas
bagaimana membimbing seorang remaja dalam menyelesaikan masalah mereka sehingga
tidak terjadinya pertentangan dalam dirinya yang dapat menimbulkan remaja melakukan
tindakan-tindakan agresif yang tidak dapat dikendalikan yang dapat merugikan diri maupun
lingkungannya.
Menurut McAdams (dalam Diana, 2009), sebagian besar penelitian menunjukkan bahwa
kurangnya pemantauan, perhatian dan komunikasi dari orangtua kepada remaja memberikan

9

kontribusi besar pada penyimpangan perilaku remaja.Sependapat dengan McAdams, Parke &
Buriel mengatakan bahwa orangtua dapat berperan sebagai manajer terhadap peluangpeluang yang dimiliki remaja, mengawasi relasi sosial remaja, dan sebagai inisiator dan
pengatur dalam kehidupan remaja (dalam Santrock, 2007). Pendapat yang sama disampaikan
oleh Youniss & Ruth bahwa untuk membantu remaja mencapai potensi yang seutuhnya, salah
satu peran orangtua yang penting adalah menjadi manajer yang efektif, yang menemukan
informasi, membuat kontak, membantu menyusun pilihan-pilihannya, dan memberikan
bimbingan (dalam Santrock, 2007).
Pada permulaan remaja, rata-rata individu tidak memiliki pengetahuan untuk membuat
keputusan yang tepat atau matang di semua bidang kehidupan. Ketika remaja didorong untuk
meraih otonomi, orang dewasa yang bijaksana akan mengurangi kendali dalam bidangbidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk akal. Orang dewasa tetap
membimbing mereka untuk mengambil keputusan di bidang-bidang dimana pengetahuan
remaja masih terbatas (Santrock, 2012).
Maka peran orangtua sangatlah penting dalam membangun kehidupan yang baik bagi remaja.
Komunikasi yang dilakukan secara efektif memberikan dampak yang baik untuk
perkembangan remaja terutama untuk mengontrol perilaku-perilaku yang menuju pada
masalah kenakalan remaja serta dapat membantu memberikan ide untuk alternatif pilihanpilihan untuk masalah yang dialami remaja.
Ada suatu sejarah yang panjang tentang ketertarikan dalam mendifinisikan faktor-faktor
keluarga yang berkontribusi bagi kenakalan, fokus terbaru ialah pada hakekat dukungan
keluarga dan praktek-praktek manajemen keluarga. Gangguan-gangguan atau kelalaiankelalaian orangtua dalam menetapkan dukungan dan praktek-praktek manajemen secara
konsisten berkaitan dengan perilaku antisosial anak dan remaja. Dukungan keluarga dan
praktek-praktek manajemen ini mencakup pemantauan tempat remaja berada, penggunaan
disiplin yang efektif bagi perilaku antisosial, keterampilan-keterampilan pemecahan masalah
yang efektif, dan dukungan bagi pengembangan keterampilan-keterampilan prososial
(Santrock, 2002).
Menurut De Vito (1997) terdapat lima aspek efektivitas komunikasi interpersonal antara
orangtua dan remaja yakni Keterbukaan (openess), Empati (empathy), Dukungan
(supportiveness), Rasa positif (positiveness), dan Kesetaraan (equality). Pada kategori
efektifitas komunikasi tinggi akan memuculkan perilaku keterbukaan antara remaja dengan
orangtua untuk mau saling terbuka dan menanggapi informasi, saling berempati antara satu
dengan yang lainnya, adanya dukungan yang dapat menimbulkan berjalannya komunkasi
dengan efektif, memberikan sikap positif atas apa yang disampaikan kedua belah pihak, dan
adanya penghargaan diri dan orang lain serta mengaggap orang lain berguna dan membagi
apa yang dapat membantu kedua belah pihak. Dimana hal tersebut berdampak dengan adanya
keterbukaan remaja dan orangtua dapat memunculkan rasa saling percaya kepada kedua
pihak serta orang lain, memiliki rasa empati antara orangtua dan remaja dapat menimbulkan
rasa saling memaham diri dengan kondisi orang lain, adanya dukungan antara remaja dan
orangtua menjadikan komunikasi dapat berjalan dengan efektif, sikap positif akan
memuculkan diri yang dapat membantu orang lain, dan memunculkan kesetaraan pada diri
bahwa oranglain juga memiliki penghargaan tentang diri dan orang lain. Kemudian hal
tersebut yang dapat membuat remaja akan yakin dan menghindari perilaku negatif. Sehingga
agresivitas pada remaja rendah.

10

Namun, sebaliknya pada kategori efektifitas komunikasi rendah akan memuculkan perilaku
tidak adanya kemauan untuk terbuka dan menanggapi informasi yang diberikan, tidak adanya
empati antara satu dengan yang lain, tidak adanya dukungan yang menimbulkan berjalannya
komunikasi yang tidak efektif, memberikan sikap negatif atas apa yang disampaikan kedua
belah pihak, dan tidak dapat menghargai dan menganggap orang lain tidak berguna dan tidak
memiliki hal penting yang dapat membantu. Hal-hal ini menimbulkan dampak dimana
tidaknya rasa saling percaya antara remaja dengan orangtua bahkan meluas kepada
lingkungan luar, akan timbul rasa mementingkan diri dibandingkan orang lain, tidak dapat
menjalin komunikasi yang baik antara remaja dan orangtua serta lingkungan luar keluarga,
menimbulkan perselisihan antara remaja dengan orangtua serta lingkungan sekitar, dan tidak
dapat saling memunculkan perilaku yang menghargai diri dan orang lain. Hal tersebut yang
dapat membuat remaja akan yakin dan menimbulkan perilaku negatif. Sehingga agresivitas
pada remaja menjadi tinggi.
Dari uraian di atas, orangtua merupakan tempat remaja untuk belajar dimulai dari usia kanak
- kanak hingga remaja dan salah satu caranya adalah melakukan komunikasi yang efektif
antara keduanya yang dapat menghindari resiko perilaku agresivitas pada remaja.

11
Efektivitas Komunikasi

Tinggi

Munculnya Perilaku Positif

Rendah

Munculnya Perilaku Negatif

Terdapat 5 aspek yang dimunculkan :
1. Keterbukaan antara remaja dengan
orangtua untuk mau saling terbuka dan
menanggapi informasi.
2. Saling berempati antara satu dengan
yang lainnya.
3. Adanya dukungan yang dapat
menimbulkan berjalannya komunkasi
dengan efektif.
4. Memberikan sikap positif atas apa yang
disampaikan kedua belah pihak.
5. Adanya penghargaan diri dan orang
lain serta mengaggap orang lain berguna
dan membagi apa yang dapat membantu
kedua belah pihak.

Terdapat 5 aspek yang dimunculkan :
1. Tidak adanya kemauan untuk terbuka
dan
menanggapi
informasi
yang
diberikan.
2. Tidak adanya empati antara satu
dengan yang lain.
3. Tidak adanya dukungan yang
menimbulkan berjalannya komunikasi
yang tidak efektif.
4. Memberikan sikap negatif atas apa
yang disampaikan kedua belah pihak.
5. Tidak dapat menghargai dan
menganggap orang lain tidak berguna dan
tidak memiliki hal penting yang dapat
membantu.

Dampak dari 5 aspek diatas :
1. Keterbukaan remaja dan orangtua dapat
memunculkan rasa saling percaya kepada
kedua pihak serta orang lain.
2. Memiliki rasa empati antara orangtua
dan remaja dapat menimbulkan rasa saling
memaham diri dengan kondisi oranglain.
3. Adanya dukungan antara remaja dan
orangtua menjadikan komukasi dapat
berjalan dengan efektif.
4. Sikap positif akan memuculkan diri
yang dapat membantu orang lain.
5. Memunculkan kesetaraan pada diri
bahwa
oranglain
juga
memiliki
penghargaan tentang diri dan orang lain.

Dampak dari 5 aspek diatas :
1. Tidaknya rasa saling percaya antara
remaja dengan orangtua bahkan meluas
kepada lingkungan luar.
2. Akan timbul rasa mementingkan diri
dibadingankan oranglain.
3. Tidak dapat menjalin komunikasi yang
baik antara remaja dan orangtua serta
lingkungan luar keluarga.
4. Menimbulkan perselisihan antara remaja
dengan orangtua serta lingkungan sekitar
5. Tidak dapat saling memunculkan
perilaku yang menghargai diri dan orang
lain.

Hal tersebut yang dapat membuat remaja
akan yakin dan menghindari perilaku
negatif

Hal tersebut yang dapat membuat remaja
akan yakin dan menimbulkan perilaku
negatif

Agresivitas Rendah

Agresivitas Tinggi

12

Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Adanya hubungan efektivitas
komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja”
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuantitatif non eksperimen, dengan jenis penelitan kunatitatif
korelasional karena peneliti ingin meneliti korelasi antara satu variabel bebas dengan satu
variabel terikat pada data yang telah dikumpulkan sekaligus menguji signifikansinya
(Winarsunu, 2006).
Subjek Penelitian
Dalam Penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah remaja dengan rentang Usia 1221 tahun (Monks dkk, 2002). Sampel dalam penelitian ini menggunakan Sampling Kuota,
yaitu teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu
sampai jumlah (kuota) yang diinginkan (Sugiyono, 2014). Sampel yang digunakan berjumlah
300 subjek. Roscoe (Sugiyono, 2014) menyatakan ukuran sampel yang layak dalam
penelitian adalah antara 30 sampai dengan 500. Menurut Gay & Diehl (Sigit, 2001) ukuran
sampel minimun untuk penelitian korelasional adalah 30 subjek.
Variabel dan Instrumen Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah efektivitas komunikasi dan agresivitas.
Dimana variabel terikat dari penelitian ini adalah agresivitas dan variabel bebas dalam
penelitian ini adalah efektivitas komunikasi.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah agresivitas. Bahwa agresivitas adalah suatu
bentuk emosi dan tingkah yang membahayakan diri sendiri dan oranglain dengan tujuan
memperoleh sesuatu. Indikator skala pengukuran berdasarkan pada empat bentuk agresi Buss
dan Perry (1992) yaitu: agresi fisik, agresi verbal, agresi dalam bentuk kemarahan (anger)
dan agresi dalam bentuk kebencian (hostility). Skala yang digunakan adalah The Aggression
Questionnaire.
Variabel bebas dalam penelitian ini efektivitas komunikasi adalah memberikan informasi dan
pemahaman yang berupa verbal serta non-verbal yang dapat tersampaikan dengan maksud
yang benar antara komunikator dan komunikan ditandai dengan adanya keterbukaan, empati,
dukungan, sikap positif, kesamaan serta tercapainya tujuan yang diinginkan kemudian
memberikan dampak antara keduanya. Indikator skala pengukuran pada skala efektivitas
komunikasi remaja dengan orangtua ini disusun berdasarkan beberapa aspek efektivitas
komunikasi yang dikemukakan oleh De Vito (dalam Yuniarti, Y. N., 2009), yaitu: 1).
Keterbukaan (opennes), 2). Empati (emphathy), 3). Dukungan (supportiveness), 4). Sikap
positif (positiveness), dan 5). Kesamaan (equality).
Adapun indeks validitas dan reliabilitas dari kedua skala ini dapat dilihat pada tabel 1 di
bawah ini.

13

Tabel 1. Indeks Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian
Alat Ukur
Skala Efektivitas
Komunikasi
Skala Agresivitas

Jumlah Item
Diujikan

Jumlah Item
Valid

Indeks
Validitas

Nilai Reliabilitas
(Cronbach’s Alpha)

45

32

0.313 – 0,554

0,898

29

25

0,304 – 0,600

0,867

Berdasarkan Tabel 1, skala efektivitas komunikasi antara saat sebelum diujikan berjumlah 45
item, dan setelah diujikan didapatkan 32 item yang valid. Indeks validitas skala efektivitas
komunukasi berkisar antara 0.313 – 0,554 dengan nilai reliabilitas 0,898. Sedangkan skala
agresivitas memiliki jumlah 29 item sebelum diujikan dan setelah diujikan didapatkan 25
item yang valid. Untuk indeks validitas skala agresivitas berkisar antara 0,304 – 0,600 dengan
nilai reliabilitas 0,867.
Skala ini disusun dengan menggunakan skala Likert, yaitu metode yang digunakan untuk
mengukur sikap. Skala ini terdiri dari empat alternatif jawaban, yaitu: Sangat Sesuai (SS),
Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). Item-item yang terdapat pada
skala terdiri dari item yang bersifat favourable dan unfavourable terhadap atribut yang
diukur. Sifat dari item tersebut yang menentukan skor yang akan diberikan.
Pemberian skor pada item favourable, yaitu untuk jawaban Sangat Sesuai (SS) diberi skor 4,
Sesuai (S) diberi skor 3, Tidak sesuai (TS) diberi skor 2, Sangat Tidak Sesuai (STS) diberi
skor 1. Sedangkan pada item unfavourable pemberian skornya adalah untuk jawaban Sangat
Sesuai (SS) diberi skor 1, Sesuai (S) diberi skor 2, Tidak sesuai (TS) diberi skor 3, Sangat
Tidak Sesuai (STS) diberi skor 4.
Prosedur dan Analisa Data
Secara umum, penelitian yang akan dilakukan memiliki tiga prosedur secara umum sebagai
berikut :
Persiapan, tahap persiapan ini dimulai dari peneliti melakukan pendalaman materi dan
adaptasi skala alat ukur beserta try out nya. Subjek try out berjumlah 100 orang pada
beberapa orang yang dijumpai peneliti. Setelah data try out terkumpul kemudian peneliti
melakukan uji validitas untuk menemukan item yang valid setelah dilakukan try out.
Pelaksanaan, tahap ini peneliti melakukan penyebaran skala yang telah valid untuk
mengambil data penelitian yang nanti hasilnya dijadikan sebagai hasil sajian dalam
penelitian.
Analisa data, tahap terakhir dalam penelitian adalah analisa data dimana peneliti melakukan
analisa data menggunakan metode Corelation Product Moment Pearson’s. Metode ini
digunakan untuk mencari hubungan variabel independet dan dependent dalam sebuah
penelitian.Secara sederhana penelitian ini mencari “Hubungan Efektivitas Komunikasi
Antara Orang Tua dan Remaja dengan Agresivitas Pada Remaja”. Peneliti menggunakan
program SPSS 21 dalam melakukan analisa data. Untuk memperoleh hasil yang sesuai
peneliti melakukan uji normalitas dan uji liniearitas.

14

HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan terhadap 300 subjek diperoleh beberapa
hasil yang akan dijelaskan dengan tabel – tabel berikut.
Tabel 2. Data Deskripsi Subjek
Kriteria
Kategori Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
Total
Kategori Rentang Usia Remaja
Remaja Awal
Remaja Tengah
Remaja Akhir
Total
Kategori Pendidikan
SMP
SMA
Mahasiswa S1
Total

Frekuensi

Persentase

90
210
300

30%
70%
100%

113
41
146
300

37,7%
13,7%
48,6%
100%

93
45
162
300

31%
15%
54%
100%

Berdasarkan Tabel 2. Dapat dilihat bahwa dari 300 subjek penelitian ini yang disesuaikan
dengan kriteria, kategori jenis kelamin terbagi menjadi subjek laki-laki sebanyak 90 orang
(30%) dan subjek perempuan sebanyak 210 orang (70%). Pada kriteria kategori rentang usia
remaja terbagi menjadi subjek remaja awal yakni sebanyak 113 orang (37,7%), subjek remaja
tengah sebanyak 41 orang (13,7%), dan subjek remaja akhir sebanyak 146 orang (48,6%).
Sedangkan untuk kriteria kategori pendidikan terbagi menjadi subjek SMP sebanyak 93
orang (31%), subjek SMA 45 orang (15%), dan subjek mahasiswa S1 sebanyak 162 orang
(54%).
Berdasarkan hasil uji normalitas kolmogorov-Smirnov pada efektivitas komunikasi dan
agresivitas didapatkan nilai p=0,248 (p>0,05) yang menyatakan bahwa variabel yang diteliti
berdistribusi normal karena nilainya berada di atas 0,05. Jadi hasil uji normalitas dengan
menggunakan metode kolmogorov-Smirnov menunjukkan bahwa variabel yang diteliti yaitu
efektivitas komunikasi dan agresivitas berdistribusi normal.
Berdasarkan hasil uji lineralitas efektivitas komunikasi dan agresivitas didapatkan nilai
p=0,969 (p>0,05) dengan nilai F = 0,635 yang berarti ada linearitas antara efektivitas
komunikasi dengan agresivitas karena nila p lebih besar dari 0,05. Jadi antara efektivitas
komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja memiliki hubungan
yang linear.
Berdasarkan hasil uji korelasi pearson, diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,184
yang berarti efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja memiliki hubungan negatif
dengan agresivitas pada remaja. Selain itu, nilai signifikan (p) dari hasil analisa data
menunjukkan 0.000 < 0.01 yang artinya kedua variable tersebut menunjukkan hubungan yang
signifikan, dengan taraf kesalahan (alpha) 0.01 serta berada pada taraf kepercayaan 99%.
Adapun nilai efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja memiliki hubungan timbal
balik dengan agresivitas pada remaja mempengaruhi agresivitas pada remaja sebesar 3,38%.

15

Hal tersebut dapat dilihat dari koefisien determinasi (r²) sebesar 0,0338 sementara sisanya
96,62% dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti.
DISKUSI
Berdasarkan analisis diperoleh nilai koefisien korelasi (r) sebesar -0,184 dengan nilai
signifikan (p) sebesar 0,000 < 0,05 yaitu ada hubungan negatif yang signifikan anara
efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja dengan agresivitas pada remaja, yang
artinya semakin tinggi efektivitas komunikasi antara orangtua dan remaja maka semakin
rendah agresivitas pada remaja begitupun sebaliknya.
Pada penelitian Lo´ pez, E. E. et.all (2008) menyatakan bahwa lingkungan keluarga positif
tampaknya menjadi faktor pelindung yang kuat untuk gadis-gadis di perkembangan masalah
perilaku di sekolah. Penelitian tersbut menyumbang 40% dari mengurangi agresi di sekolah
untuk anak laki-laki dan 35% untuk anak perempuan. Penelitian lain yang dilakukan oleh
Eka, P. E. (2015) mengenai intensitas komunikasi orangtua dan agresivitas remaja
menunjukkan bahwa ada hubungan negatif antara intensitas komunikasi oran