Introduksi Gen Dengan Perantara Agrobacterium Tumefaciens Dan Performa Rumput Laut Kappaphycus Alvarezii Transgenik Mmcu Zn Sod

INTRODUKSI GEN DENGAN PERANTARA Agrobacterium
tumefaciens DAN PERFORMA RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii TRANSGENIK MmCu/Zn-SOD

ST. HIDAYAH TRIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Introduksi Gen
dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens dan Performa Rumput Laut
Kappaphycus alvareziii Transgenik MmCu/Zn-SOD” adalah benar karya bersama
dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan dan tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2016
St. Hidayah Triana
C 161090031

RINGKASAN
ST. HIDAYAH TRIANA. Introduksi Gen dengan Perantara Agrobacterium
tumefaciens dan Performa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Transgenik
MmCu/Zn-SOD. Dibimbing oleh ALIMUDDIN, UTUT WIDYASTUTI dan
SUHARSONO.
Rumput laut Kappaphycus alvarezii merupakan salah satu komoditas
budidaya laut andalan Indonesia. Masalah serius yang masih sering dihadapi
dalam budidaya Kappaphycus alvarezii adalah penurunan hasil panen yang
disebabkan oleh penyakit ice-ice (bercak putih). Penyakit ini diawali dengan
cekaman sebagai respons terhadap perubahan lingkungan ekstrim yang
berlangsung dalam waktu cukup lama. Tujuan penelitian ini adalah (1)
mendapatkan metode introduksi gen yang optimal pada Kappaphycus alvarezii,
dan (2) menghasilkan K. alvarezii tahan terhadap salinitas rendah dan tinggi
dengan mengintroduksi gen penyandi MmCu/Zn-SOD.

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Penelitian tahap pertama dilakukan
untuk mendapatkan konsentrasi Agrobacterium tumefaciens OD600, lama waktu
inokulasi, dan lama kokultivasi untuk menghasilkan eksplan K. alvarezii
transgenik yang membawa gen penyandi MmCu/Zn-SOD. Hasil penelitian tahap
pertama menunjukkan bahwa eksplan transgenik ditemukan pada metode
transformasi menggunakan OD600 sebesar 0,4 dan 0,5 dengan durasi inokulasi 30
dan 60 menit dan periode kokultivasi 3 dan 4 hari. Efisiensi regenerasi terbesar
(46,67%) ditemukan pada perlakuan OD600 sebesar 0,5 dengan durasi inokulasi 30
menit dan lama waktu kokultivasi 4 hari. Namun demikian, efisiensi transformasi
dan tunas putatif tertinggi diperoleh pada durasi inokulasi 60 menit, lama waktu
kokultivasi 3 hari, dan OD600 sebesar 0,5. Metode tersebut menghasilkan efisiensi
transformasi dan efisiensi tunas putatif masing-masing 100%. Analisis PCR
menunjukkan adanya pita DNA produk amplifikasi pada eksplan transgenik yang
membuktikan bahwa gen penyandi MmCu/Zn-SOD berhasil diintroduksi ke
eksplan K. alvarezii. Pada kontrol non-transgenik, tidak ada produk amplifikasi
PCR dan memiliki efisiensi regenerasi sebesar 33,33%. Jumlah eksplan transgenik
yang diperoleh relatif sedikit, yakni sembilan (9) eksplan.
Pada penelitian tahap kedua, perbaikan metode introduksi gen dilakukan
untuk meningkatkan efektifitas transgenesis dengan menggunakan media kokultivasi, media pemulihan dan lama waktu pemulihan berbeda. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa metode terbaik adalah menggunakan media kokultivasi dan

pemulihan cair dengan lama pemulihan 10 hari. Pada perlakuan tersebut diperoleh
persentase transformasi yang tinggi (90%), efisiensi regenerasi 90%, 100%
efisiensi tunas putatif, dan 100% tunas transgenik. Total jumlah eksplan
transgenik yang diperoleh adalah 75,0% (30 dari 40 eksplan putatif), sedangkan
eksplan non-transgenik rumput laut tidak menunjukkan produk amplifikasi.
Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk menguji kemampuan adaptasi
eksplan transgenik yang membawa gen penyandi MmCu/Zn-SOD terhadap
cekaman salinitas rendah (15 g/L) dan tinggi (45 g/L) selama 14 hari uji tantang.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplan transgenik toleran terhadap salinitas
rendah, dan salinitas tinggi dengan 100% hidup, sedangkan eksplan nontransgenik semuanya mati.

Sebagai kesimpulan adalah optimalisasi metode introduksi gen telah
diperoleh untuk K. alvarezii, dan introduksi gen penyandi MmCu/Zn-SOD dapat
meningkatkan daya adaptasi K. alvarezii terhadap cekaman salinitas. Pada
penelitian selanjutnya, perlu dilakukan analisis ekspresi dan pola integrasi gen
penyandi MmCu/Zn-SOD yang dapat menjelaskan perbedaan kemampuan
adaptasi antar eksplan K. alvarezii transgenik. Selain itu, mekanisme kerja
MmCu/Zn-SOD pada K. alvarezii transgenik juga menarik untuk diteliti.
Kata kunci: Agrobacterium tumefaciens, introduksi, Kappaphycus alvarezii,
performa, transgenik MmCu/Zn-SOD.


SUMMARY
ST. HIDAYAH TRIANA. Transfer and Expression of MmCu/Zn-SOD gene on
the Red Seaweed Kappaphycus alvarezii Mediated by Agrobacterium
tumefaciens. Supervised by ALIMUDDIN, UTUT WIDYASTUTI and
SUHARSONO.
The red seaweed of Kappaphycus alvarezii is one of the mainstay
mariculture commodities in Indonesia. Serious problem that often encountered in
the cultivation of Kappaphycus alvarezii is the declining yields caused by ice-ice
disease (white spots). This disease is commenced by stress response on the
extreme environmental changes that take place in a long time. The goals of study
were: (1) to obtain a suitable transgenesis method for K. alvarezii, and (2) to
produce high tolerant of K. alvarezii to low and high water salinities by
introducing foreign MmCu/Zn-SOD gene.
Research was performed in three steps. First study was performed to
obtain Agrobacterium tumefaciens OD600 level, inoculation duration and cocultivation period to produce K. alvarezii explant transgenic carrying MmCu/ZnSOD gene. The results of the first study demonstrated that the transgenic explants
were found at the transformation method using OD600 of 0.4 and 0.5 with the
inoculation duration of 30 and 60 min and a co-cultivation period of 3 and 4 days.
The highest regeneration efficiency (46.67%) was found on the OD600 of 0.5
treatment, the inoculation duration of 30 minutes and 3 days of co-cultivation

period. However, highest transformation efficiency and putative bud count were
obtained in the inoculation duration of 60 minutes and 3 days of co-cultivation
period with OD600 of 0.5. It produced 100% transformation and putative bud
efficiencies. Results of PCR analyses showed the presence of MmCu/Zn-SOD
gene in the transgenic explants. On the non-transgenic control, the regeneration
efficiency was 33.33%, but no amplification PCR product was found. There were
a few number of transgenic explants obtained relatively, ie nine (9) explants.
Second study was conducted to increase transgenesis effectiveness by
using different co-cultivation media, recovery media, and recovery period. The
results demonstrated that the best method was by using the liquid co-cultivation
media, liquid recovery media and 10 days duration of recovery. Those treatment
allowed higher transformation percentage (90%), regeneration efficiency (90%),
putative bud efficiency (100%), number of buds and explants sprouted, and
transgenic explant (100%). In total, of PCR analyses demonstrated that 75% (30
out of 40 putative explants) were carrying MmCu/Zn-SOD gene), whereas the
non-transgenic explants seaweed showed no amplification product.
Third study was carried out to examine the adaptability of transgenic
explants carrying MmCu/Zn-SOD to low (15 g/L) and high water salinities (45
g/L) for 14 days of challenge test. The results demonstrated that the transgenic
explants were tolerant to low and high salinities with 100% survival, while all the

non-transgenic explants were dead.
As conclusion was an optimization of method of introducing gene has
been obtained for K. alvarezii and the introducing of MmCu/Zn-SOD gene
increased K. alvarezii adaptation to salinity stress. In a further study, it needs to
analyse the expression and integration pattern of MmCu/Zn-SOD gene which can

explain the differences of adaptability among K. alvarezii transgenic explants. In
addition, the working mechanism of MmCu/Zn-SOD in transgenic K. alvarezii is
also interesting to study.
Keywords: Agrobacterium tumefaciens, expression, Kappaphycus alvarezii,
MmCu/Zn-SOD gene, transfer.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTRODUKSI GEN DENGAN PERANTARA Agrobacterium
tumefaciens DAN PERFORMA RUMPUT LAUT Kappaphycus
alvarezii TRANSGENIK MmCu/Zn-SOD

ST. HIDAYAH TRIANA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr Ir Odang Carman, MSc

Dosen Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
2. Dr Drh Angela Mariana Lusiastuti, MSi.
Instalasi Litbang Pengendalian Hama dan
Penyakit Ikan. Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT)
Bogor

Penguji pada Sidang Promosi:1. Dr Ir Odang Carman, MSc
Dosen Departemen Budidaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
2. Dr Drh Angela Mariana Lusiastuti, MSi.
Instalasi Litbang Pengendalian Hama dan
Penyakit Ikan. Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Tawar (BPPBAT)
Bogor

Judul Disertasi : Introduksi Gen dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens
dan Performa Rumput LautKappaphycus alvarezii Transgenik
MmCu/Zn-SOD

Nama

:

St. Hidayah Triana

NIM

:

C161090031

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Alimuddin, SPi, MSc
Ketua

Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Anggota


Dr Ir Utut Widyastuti, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Widanarni, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2011 ini ialah “Introduksi
Gen dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens dan Performa Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Transgenik MmCu/Zn-SOD”.
Disertasi ini memuat hasil dari tiga tahapan riset. Hasil riset tahap pertama
telah dibuat menjadi karya ilmiah berjudul “The method of Agrobacterium
tumefaciens-Mediated MmCu/Zn-SOD Gene Transformation in the Red Seaweed
Kappaphycus alvarezii”, dan telah disubmit ke jurnal Pakistan J Biotechnology.
Hasil riset kedua telah ditulis menjadi manuskrip berjudul “Perbaikan Metode
Introduksi Gen pada Kappaphycus alvarezii”, dan telah disubmit ke Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Alimuddin, SPi MSc; Ibu
Dr Ir Utut Widyastuti, MSi dan Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA selaku
pembimbing yang banyak memberi saran dan masukan selama penelitian dan
penulisan naskah disertasi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada
penguji Bapak Dr Ir Odang Carman, MSc dan Ibu Dr Drh Angela Mariana
Lusiastuti, MSi atas saran dan masukan dalam penulisan disertasi. Selain itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Suharsono, DEA
yang telah memberikan konstruksi pGWB-MmCu/Zn-SOD yang digunakan pada
penelitian ini. Penghargaan yang sama penulis sampaikan kepada Ibu Dra Emma
Suryati, MSi dan Bapak Dr Ir Andi Parenrengi, MSc dari Balai Penelitian dan
Pengembangan Budidaya Air Payau, Maros (Sul-Sel) yang telah mendanai dan
memfasilitasi penelitian ini melalui kerjasama dengan Pusat Penelitian
Sumberdaya Hayati dan Biologi (PPSHB) a.n. Dr Ir Utut Widyasuti, MSi. Ucapan
terima kasih tak terhingga buat Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Biologi
(PPSHB), LPPM IPB, khususnya Laboratorium Biorin dan Laboratorium Biologi
Molekuler dan Seluler Tanaman yang telah menyediakan fasilitas penelitian.
Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Universitas Muslim
Indonesia yang telah memberikan izin untuk menempuh pendidikan S3 ini, juga
kepada Departemen Riset dan Teknologi, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi
RI yang telah memberikan beasiswa melalui Beasiswa Pendidikan Pascasarjana
(BPPS) periode tahun 2009-2013. Juga terima kasih kepada keluarga besar
Laboratorium Biorin dan Laboratorium Biologi Molekuler dan Seluler Tanaman,
Mbak Pepi Elvavina, Mbak Nia Dahniar, SP, Mbak Sarah, Pak Abdul Mulya, Pak
Asep, Pak Iri, Dr Asri P. Paserang, SSi MSi, Alias Rajamuddin, SPi MSi, Siti
Ifadatin, SSi MSi, Ristanti F. Daud, SPi MSi, Ulia Fajriah, SPi MSi, Nurul
Fitriah, SSi MSi, Destik Wulandari, MSi, Tiwi Purbosari, MSi, Hadijah Nadeak,
MSi, Hayatul Fajrie, SSi MSi, Wiwin Widiarti, SP, Ahya Alifuddin, SPi MSi,
Yusdar, SSi, Seni Kurnia, SSi dan seluruh rekan yang tidak bisa saya sebutkan
satu persatu atas segala bantuan dan dukungan selama penelitian dan penyusunan
disertasi ini.
Teriring ucapan terima kasih untuk rekan seperjuangan AKU 2009: Dr Ir
Muhammad, MP, Dr Ir Rini Marlida, MP, Dr Ir Rina MSi, Dr Desy Sugiani, SPi
MSi, Dr Drs Suciantoro, MSc, Dr. Muhaimin Hamzah, SPi MSi, Dr Ir Woro
Hastuti, MSi dan Dr Ir Siti Zubaidah, MSi atas bantuan selama perkuliahan dan

dorongan moril yang diberikan selama ini. Ucapan terima kasih tak terhingga
untuk Hasan Nasrullah, SPi, Marlina Ahmad, SPi MSi, Khaerun Nisa, SPi MSi
atas segala bantuan dan dukungan kepada penulis hingga karya ilmiah ini selesai.
Ungkapan terima kasih sebesar-besarnya juga disampaikan kepada orang
tua Abbah A.R Tassakka (Alm) dan Ummi St. Raehana, saudara-saudaraku Dr
Muh.Asnal, SpBd, Ir Kifaya, MT, Ir Fitriani EC, Ir Muh Amri, MSc dan Asmi
Citra Malina, MAgr PhD, serta pamanku Ir Fikhrin Arfah dan seluruh keluarga
atas bantuannya baik moril maupun material selama studi, dan terima kasih juga
kepada suami Ir Mahir S Gani, MSi beserta putra-putriku ananda Badrul, Aisyah,
Azizah dan Imam yang selalu menemani dan memberikan semangat selama ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2016
St. Hidayah Triana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kebaruan (Novelty)
TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut
Transfer Gen
Kultur In vitro
Bakteri Agrobacterium tumefaciens
Gen Penyandi SOD

1
2
3
3
3
3
5
5
6
6
9
11

EVALUASI EFEK KONSENTRASI Agrobacterium tumefaciens, DURASI
INOKULASI DAN KOKULTIVASI DALAM INTRODUKSI
GEN PENYANDI MmCu/Zn-SOD PADA Kappaphycus alvarezii
14
Abstract
14
Pendahuluan
14
Bahan dan Metode
15
Waktu dan Tempat Penelitian
15
Prosedur Introduksi Gen Dimediasi oleh Agrobacterium tumefaciens
15
Identifikasi Transgenik Menggunakan PCR
17
Parameter Uji dan Analisis Data
17
Hasil
18
Penampilan Visual Eksplan
18
Efisiensi Regenerasi
18
Efisiensi Tunas Putatif
19
Efisiensi Transformasi
20
Identifikasi Eksplan Transgenik
21
Pembahasan
22
Simpulan
24
PENGEMBANGAN METODE INTRODUKSI GEN PADA Kappaphycus
alvarezii
25
Abstract
25
Pendahuluan
25

Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Rancangan Percobaan
Introduksi Gen Penyandi MmCu/Zn-SOD
Identifikasi Eksplan Transgenik
Parameter Uji dan Analisis Data
Hasil
Pengaruh Media Kultur
Pengaruh Lama Waktu Pemulihan
Pengaruh Interaksi Media Kultur dan Lama Waktu Pemulihan
Analisis PCR
Pembahasan
Simpulan

26
26
26
26
27
27
27
27
29
30
32
34
36

PERFORMA RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii TRANSGENIK
MmCu/Zn-SOD TERHADAP CEKAMAN SALINITAS
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur Penelitian
Parameter Uji dan Analisis Data
Hasil
Tingkat Kerusakan Eksplan
Kelangsungan Hidup Eksplan
Pembahasan
Simpulan

37
37
37
38
38
38
39
39
39
40
42
44

PEMBAHASAN UMUM
SIMPULAN UMUM DAN SARAN
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

45
49
49
50
57
67

DAFTAR TABEL
1 Hasil transformasi genetik pada rumput laut K.alvarezii berdasarkan
beberapa sumber
2 Jumlah eksplan bertunas, jumlah tunas dan tunas positif PCR pada
rumput laut Kappaphycus alvarezii

23
33

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12

13

14

15

16

17

Kerangka alur penelitian
Interaksi sel tanaman dengan Agrobacterium...(Sheng & Citovski 1996)
Konstruksi plasmid biner pGWB5 yang membawa gen penyandi
MmCu/Zn-SOD (Hannum 2012)
Penampilan visual dari rumput laut K. alvarezii
Efisiensi regenerasi pada durasi inokulasi 15, 20, 30, dan 60 menit, dan
waktu kokultivasi 3 dan 4 hari pada OD600 0,4 (A) dan 0,5 (B)
Efisiensi tunas putatif pada durasi inokulasi 15, 20, 30 dan 60 menit,
dan waktu kokultivasi 3 dan 4 hari pada OD600 0,4 (A) dan 0,5 (B)
Efisiensi transformasi pada durasi inokulasi 15,20,30 dan 60 menit, dan
waktu kokultivasi 3 dan 4 hari pada OD600 0,4 (A) dan 0,5 (B)
Hasil analisis DNA genom dari Kappaphycus alvarezii menggunakan
PCR dengan 3 set primer
Persentase transformasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi
tunas putatif (ETP) pada media kokultivasi dan pemulihan (KP)
berbeda
Penampilan visual eksplan pada media kokultivasi-pemulihan (KP)
cair-cair (A,B,C), padat-cair (D,E,F), padat-padat (G,H,I)
Persentase transfomasi (PT), efisiensi regenerasi (ER) dan efisiensi
tunas (ETP) pada waktu pemulihan 10, 20, dan 30 hari
Performa eksplan pada media kokultivasi (K) dan pemulihan (P). KP
cair-cair (i), dan padat-padat (ii), dengan lama waktu pemulihan 10 hari
(A, B, C), 20 hari (D, E, F) dan 30 hari (G, H, I)
Interaksi antara pengaruh jenis media kokultivasi dan pemulihan (KP),
dan lama waktu pemulihan (LP) terhadap persentase transformasi (PT),
efisiensi regenerasi (ER), dan efisiensi tunas putatif (ETP)
Elektroforegram produk PCR dengan DNA genom rumput laut
Kappaphycus alvarezii transgenik MmCu/Zn-SOD dan kontrol nontransgenik
Tingkat kerusakan eksplan Kappaphycus alvarezii transgenik
MmCu/Zn-SOD dan non-transgenik pada salinitas berbeda dengan lama
uji tantang 7 hari (atas) dan 14 hari (bawah)
Kelangsungan hidup Kappaphycus alvarezii transgenik MmCu/Zn-SOD
dan non-transgenik pada salinitas berbeda dengan lama uji tantang 7
hari (atas) dan 14 hari (bawah)
Penampilan visual eksplan pada salinitas 15 g/L (A), 30 g/L (B) dan 45
g/L (C) dengan lama cekaman salinitas 14 hari

4
10
16
18
19
20
21
22

28
29
30

31

32

33

40

41
42

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi media Prevasoli Enrichment Seawater (PES)
2 Hasil transformasi gen MmCu/Zn-SOD pada rumput laut K. alvarezii
3 Hasil uji ANOVA dan uji lanjut Duncan’s pada parameter Persentase
Transformasi (PT), Efisiensi Regenerasi (ER) dan Efisiensi Tunas Putatif
(ETP) serta uji korelasi antar parameter
4 Riwayat hidup

58
59

60
67

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu jenis rumput laut yang sudah dibudidayakan secara intensif di
Indonesia adalah Kappaphycus alvarezii (Euchema cottonii). Budidaya rumput
laut K. alvarezii bertujuan untuk meningkatkan hasil dalam jumlah yang cukup
besar dan kontinu dengan kualitas yang baik. Masalah serius dalam budidaya
rumput laut adalah penurunan hasil panen yang disebabkan oleh penyakit ice-ice
(bercak putih). Pengendalian penyakit ice-ice pada K. alvarezii di Indonesia
belum tertangani dengan baik yang berakibat produksi rumput laut menurun
sekitar 70-100 % (Vairappan et al. 2008).
Perubahan lingkungan yang ekstrim yang berlangsung dalam waktu cukup
lama sehingga rumput laut mengalami cekaman. Rumput laut yang mengalami
cekaman akibat perubahan kondisi lingkungan seperti perubahan salinitas, suhu
air, intensitas cahaya dan pH akan memudahkan infeksi patogen dan merupakan
faktor utama yang memacu timbulnya penyakit ice-ice (Arisandi et al. 2011).
Rumput laut yang mengalami cekaman akan membebaskan substansi organik
yang menyebabkan talus berlendir dan merangsang bakteri tumbuh melimpah di
sekitar lokasi budidaya (Santoso dan Nugraha 2008). Tanda awal rumput laut
terserang penyakit ice-ice adalah pertumbuhan yang lambat, perubahan warna
talus menjadi pucat atau warna tidak cerah, dan kemudian sebagian atau seluruh
talus pada beberapa cabang menjadi putih dan membusuk (Parenrengi et al.
2010).
Salah satu upaya menanggulangi penyakit adalah dengan peningkatan
mutu genetik rumput laut melalui pemuliaan. Proses pemuliaan tanaman biasanya
diawali dengan mendapatkan variabilitas genetik yang tinggi, dan melakukan
kegiatan seleksi pada sumber genetik tersebut, melakukan persilangan-persilangan
dan seleksi lanjutan, kemudian masih dilanjutkan dengan proses seperti
pemurnian, uji generasi, percobaan varietas, dan akhirnya pelepasan varietas
(Mangunwidjojo 2003). Banyaknya kegiatan yang harus dilakukan tentunya akan
memerlukan waktu relatif lama untuk mendapatkan kultivar dengan sifat dan
bentuk baru yang diinginkan.
Upaya dalam memperoleh kultivar tanaman dengan sifat dan bentuk baru
yang diinginkan dalam waktu yang lebih singkat diduga dapat dicapai dengan
menggunakan teknik transformasi genetik (transgenesis). Teknik ini dilakukan
dengan cara mengintroduksi gen dari tanaman atau organisme lain (Datta 2007).
Penerapan teknik transgenesis sangat membantu dalam perakitan varietas unggul.
Tanaman hasil transgenesis adalah tanaman yang mengandung gen hasil
transformasi. Keberhasilan dalam transfer gen pada tanaman memerlukan: (a)
ketersediaan gen yang akan diintroduksi, (b) metode introduksi gen yang efektif,
(c) metode regenerasi tanaman secara in vitro yang efektif, dan (d) ekspresi gen
yang diintroduksi pada tanaman (Sudarsono 1994).
Introduksi gen pada rumput laut telah dilakukan pada Laminaria japonica
(Brown algae) menggunakan metode senjata gen dengan gen LacZ (Jiang et al.
2003), dan gen Rt-PA (Zhang et al. 2008). Hasil kedua penelitian tersebut
menunjukkan gen dapat terintegrasi pada genom gametofit. Transfer gen pada

2

Gracilaria changii menggunakan metode senjata gen dengan gen LacZ
menunjukkan bahwa promoter SV40 merupakan promoter yang efektif (Gan et al.
2003). Pada Porphyra yezoensis (red algae) transfer gen dilakukan menggunakan
metode senjata gen dengan gen Gus yang dikendalikan oleh promoter PyAct1
(Hirata et al. 2011). Kuang et al. (1998) juga berhasil mentransfer gen Gus
menggunakan metode elektroporasi pada Porphyra yezoensis. Begitu pula
Cheney et al. (2001) mengintroduksi gen Gus dan GFP dengan promoter 35S
CaMV dengan perantara Agrobacterium pada Porphyra yezoensis memperlihatkan ekspresi gen pada generasi T1 dan T2. Wang et al. (2010a) berhasil
mentransfer gen LacZ pada rumput laut Kappaphycus alvarezii Doty (red algae)
menggunakan metode senjata gen. Perakitan rumput laut K. alvarezii transgenik
telah dilakukan oleh Daud et al. (2013) dengan mengintroduksi gen sitrat sintase,
Handayani et al. (2014) dengan gen lisozim-C, dan Fajriah et al. (2015) dengan
gen metallothionein tipe II. Namun ketiga penelitian tersebut belum mendapatkan
hasil yang memuaskan dan metode optimal dalam mengintroduksi gen
menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Pada penelitian ini, gen yang
diintroduksi adalah gen penyandi superoksida dismutase (SOD) yang berasal dari
tanaman Melastoma malabathricum (MmSOD) hasil konstruksi Hannum (2012).
SOD merupakan enzim yang mengkatalisis dismutase radikal anion superoksida
(O2-) menjadi hidrogen peroksida (H2O2) dan molekul oksigen (O2). Gen ini
memiliki peranan penting dalam sistem pertahanan tubuh, terutama terhadap
aktivitas senyawa oksigen reaktif yang dapat menyebabkan cekaman. Introduksi
gen SOD dilakukan menggunakan metode mediasi A. tumefaciens.

Perumusan Masalah
Perubahan kondisi perairan yang ekstrim dapat menginduksi penyakit iceice pada K. alvarezii. Untuk mencegah serangan penyakit tersebut, maka daya
tahan rumput laut terhadap perubahan ekstrim lingkungan perlu ditingkatkan.
Peningkatan daya tahan rumput laut terhadap perubahan kondisi lingkungan dapat
ditingkatkan melalui aplikasi teknologi transgenesis. Salah satu gen yang
berpotensi mampu meningkatkan adaptasi rumput laut terhadap cekaman adalah
gen SOD. Ekspresi gen SOD meningkat pada tanaman kedelai Glycine max yang
mendapat cekaman kekeringan (Hindarta, 2008). Introduksi gen MmCu/Zn-SOD
membuat tembakau Nicotiana benthamiana dan Nicotiana tabacum toleran
terhadap cekaman aluminium (Hannum 2012). Berdasarkan hasil tersebut, maka
pada penelitian ini dilakukan introduksi gen MmCu/Zn-SOD pada K. alvarezii
yang bertujuan untuk meningkatkan ketahanan terhadap cekaman lingkungan,
khususnya salinitas.
Metode transfer yang digunakan dalam penelitian ini adalah transfer gen
yang dimediasi oleh bakteri A. tumefaciens. Kelebihan dari teknik transformasi
gen melalui Agrobacterium adalah relatif lebih sederhana, dalam beberapa kasus
lebih efisien dan lebih ekonomis dibandingkan teknik protoplas dan senjata gen
(Loedin 1994).
Masalah utama yang sering dihadapi dalam transformasi gen pada tanaman
adalah kesulitan meregenerasikan dalam kultur in vitro (Park et al. 1996). Sistem
regenerasi yang tepat pada kultur in vitro memungkinkan diperolehnya tanaman

3

transgenik dari jaringan atau sel tanaman yang telah ditransformasi. Untuk
memperoleh pertumbuhan optimal dari jaringan yang ditanam secara in vitro
diperlukan media tanam dengan komposisi nutrisi yang tepat. Pada rumput laut
media yang pernah dicobakan di antaranya adalah media PES dan Conwy (Suryati
et al. 2010a). Pada penelitian ini berbagai perlakuan diuji untuk mendapatkan
metode optimal dalam transgenesis K. alvarezii.

Tujuan Penelitian
Penelitian bertujuan untuk: (1) mendapatkan metode introduksi gen yang
optimal pada rumput laut Kappaphycus alvarezii, (2) menghasilkan Kappaphycus
alvarezii tahan terhadap salinitas rendah (15 g/L) dan tinggi (45 g/L).

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, adalah: (1) metode introduksi gen yang diperoleh
dapat menjadi dasar pembuatan transgenik pada rumput laut jenis lainnya, dan (2)
kegagalan budidaya rumput laut akibat cekaman salinitas dapat dicegah dengan
membudidayakan rumput laut transgenik MmCu/Zn-SOD.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap seperti disajikan pada Gambar 1.
Penelitian tahap pertama dilakukan untuk mendapatkan metode introduksi gen
MmCu/Zn-SOD pada rumput laut Kappaphycus alvarezii. Pada penelitian ini
dilakukan introduksi gen MmCu/Zn-SOD, berbeda dengan gen sitrat sintase yang
digunakan oleh Daud et al. (2013). Penelitian tahap pertama dilakukan untuk
mendapatkan konsentrasi OD600 A. tumefaciens, durasi inokulasi dan waktu kokultivasi yang dapat menghasilkan K. alvarezii transgenik. Penelitian tahap kedua
dilakukan untuk mengoptimasi metode introduksi gen MmCu/Zn-SOD. Pada
penelitian tahap ketiga, K. alvarezii transgenik yang telah dihasilkan selanjutnya
diuji tantang dengan salinitas rendah dan tinggi untuk menguji efek introduksi gen
MmCu/Zn-SOD terhadap kemampuan adaptasi K. alvarezii terhadap cekaman
salinitas.

Kebaruan (Novelty)
Kebaruan (novelty) dalam penelitian ini adalah: (1) metode transformasi
genetik rumput laut K. alvarezii yang optimal dapat digunakan untuk merakit
rumput laut transgenik lainnya, dan (2) K. alvarezii transgenik MmCu/Zn-SOD
yang toleran terhadap salinitas rendah dan tinggi.

4

Introduksi Gen dengan Perantara Agrobacterium tumefaciens dan
Performa Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Transgenik MmCu/Zn-SOD

Optimasi introduksi
gen dengan
menggunakan
OD600 : 0,3-0,8
Luaran :
OD600 0,4-0,5

Optimasi introduksi
gen dengan
menggunakan lama
inokulasi : 15, 20, 30
dan 60 menit
Luaran: lama inokulasi
30 dan 60 menit

Pengembangan
introduksi gen dengan
menggunakan media
kultur (kokultivasi dan
pemulihan) : cair-cair,
padat-cair dan padatpadat

Optimasi introduksi gen
dengan menggunakan
waktu kokultivasi : 3
dan 4 hari
Luaran :
waktu kokultivasi 3 dan
4 hari

Pengembangan
introduksi gen dengan
menggunakan lama
pemulihan (recovery) :
10, 20 dan 30 hari

Luaran terbaik:
media cair-cair, 10 hari
hari
Diberikan cekaman
salinitas : 15, 30, dan 45
g/L
Luaran:
Kappaphycus alvarezii transgenik adaptif
salinitas rendah dan tinggi

Gambar 1. Kerangka alur penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut
Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh
melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati;
tetapi hanya menyerupai batang yang disebut talus. Rumput laut tumbuh di alam
dengan melekatkan dirinya pada karang, lumpur, pasir, batu, benda keras lainnya.
Selain benda mati, rumput laut juga dapat melekat pada tumbuhan lain secara
epifitik (Anggadireja et al. 2010). Untuk pertumbuhan, rumput laut mengambil
nutrisi dari sekitarnya secara difusi melalui dinding talusnya.
Perkembangbiakan rumput laut baik dari kelompok Gracilaria maupun
Kappaphycus dikenal dalam dua bentuk reproduksi, yakni seksual (generatif) dan
aseksual (vegetatif). Perbanyakan secara generatif dikembangkan melalui spora,
baik alamiah maupun melalui budidaya. Pertemuan dua gamet membentuk zigot
yang selanjutnya berkembang menjadi sporofit. Individu baru inilah yang
mengeluarkan spora dan berkembang melalui pembelahan dalam sporogenesis
menjadi gametofit. Perbanyakan secara vegetatif dikembangkan dengan cara stek,
yaitu potongan talus yang kemudian tumbuh menjadi tanaman baru (Anggadireja
et al. 2010).
Rumput laut adalah organisme laut yang memiliki syarat-syarat
lingkungan tertentu agar dapat hidup dan tumbuh dengan baik. Semakin sesuai
kondisi lingkungan perairan dengan kebutuhan rumput laut, maka akan semakin
baik pertumbuhan dan hasil yang akan diperoleh. Sulistijo (1996) melaporkan
bahwa kondisi ekologis yang meliputi parameter lingkungan fisika, kimia dan
biologi sangat menentukan keberhasilan budidaya. Parameter fisika dan kimia
perairan yang berperan dalam budidaya rumput laut antara lain suhu, salinitas,
kecerahan, kecepatan arus, kedalaman perairan, kandungan nutrien, jenis substrat,
kekeruhan air dan pH, sedangkan dari parameter biologi yaitu hama dan penyakit
(Syahputra 2005).
Parameter fisika antara lain adalah sarana budidaya dan tanaman terhindar
dari angin kencang, dasar terdiri dari potongan karang mati bercampur dengan
karang pasir, kedalaman pada sistim tali rawe sekitar 200 cm, suhu air berkisar
27-30 oC, kenaikan temperatur membuat rumput laut menjadi pucat kekuningan
dan tidak sehat, kondisi air jernih dengan tingkat transparansi sekitar 1,5 meter
termasuk cukup baik dengan kecepatan arus yang baik sekitar 20-30 cm/detik
(Sulistijo 1996). Parameter kimia antara lain, salinitas berkisar 28-34g/L dengan
nilai optimum 32 g/L. pH berkisar antara 6-9 dengan kisaran optimum adalah 7,58,0, sedangkan pH untuk K. alvarezii adalah 7-9 dengan kisaran optimum 7,3-8,2,
dan kadar nitrat 1,0-3,2 mg/L (Zatnika dan Angkasa 1994). Parameter biologi
antara lain, rumput laut atau alga yang dibudidayakan tidak terlepas dari pengaruh
biologi perairan seperti hama dan penyakit.

6

Penyebab kegagalan budidaya rumput laut adalah masalah hama dan
penyakit sehingga menimbulkan kerusakan dan kematian tanaman. Penyakit yang
sering timbul pada rumput laut, khususnya pada jenis Kappaphycus sp dikenal
dengan nama ice-ice yang menyebabkan tanaman tampak memutih. Hal ini
disebabkan terjadi perubahan lingkungan (arus, suhu, salinitas dan kecerahan)
yang ekstrim sehingga memudahkan bakteri hidup. Oleh karena itu, diperlukan
monitor lingkungan yang cermat untuk mencegah kegagalan budidaya akibat
penyakit ice-ice (Syahputra 2005).
Penyakit pada rumput laut ini ditunjukkan dengan gejala timbulnya
bercak-bercak pada sebagian talus, lama-kelamaan akan kehilangan warna sampai
menjadi putih dan terputus (Amiluddin 2007). Selanjutnya dijelaskan bahwa
penyakit ice-ice pada tanaman rumput laut terjadi karena infeksi mikrob pada saat
tanaman menjadi rentan. Kondisi ini disebabkan karena adanya perubahan
lingkungan yang ekstrim dan tidak dapat ditoleransi sehingga tanaman menjadi
lemah (tidak sehat). Rumput laut yang terkena penyakit ice-ice ini sebelumnya
memperlihatkan adanya gejala pertumbuhan yang lambat, permukaan talus
menjadi kasar dan pucat.

Transfer Gen
Dalam upaya menghasilkan tanaman transgenik ada beberapa faktor yang
berperan, diantaranya adalah metode efisien dalam mengklon gen, ketersediaan
konstruksi gen, teknik transfer, sistem regenerasi tanaman, sistem vektor yang
terus dikembangkan serta promoter yang spesifik untuk ekspresi gen pada organ
tertentu (Aswidinoor 1995). Introduksi gen asing pada tanaman memerlukan suatu
sistem regenerasi tanaman yang efisien dan dapat diulang (Rueb et al. 1994).
Akan tetapi, masalah utama yang sering dihadapi dalam transfer gen pada
beberapa tanaman adalah kesulitan meregenerasikan tanaman dalam kultur in
vitro (Park et al. 1996). Sistem regenerasi yang tepat pada kultur in vitro
memungkinkan diperolehnya tanaman transgenik dari jaringan atau sel tanaman.
Salah satu bahan tanam yang dibutuhkan untuk introduksi gen pada tanaman
melalui Agrobacterium adalah kalus embriogenik. Kemampuan memproduksi
sejumlah kalus embriogenik merupakan salah satu faktor penting untuk
menghasilkan transformasi yang efisien (Hiei et al. 1997).

Kultur In vitro
Regenerasi adalah perbanyakan tanaman yang secara alamiah bertujuan
untuk mempertahankan siklus hidupnya (regenerasi in vivo). Secara in vitro,
regenerasi dapat dilakukan melalui kultur jaringan dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti protoplasma, sel jaringan, dan organ yang ditumbuhkan di
luar habitatnya pada kondisi aseptik sehingga dapat memperbanyak diri serta
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh (planlet) (George dan Sherrington
1984).

7

Perkembangan teori regenerasi in vitro dilandasi oleh teori totipotensi
yang dikemukakan oleh Schwan dan Schleiden (Bhojwani dan Razdan 1983).
Dari teori tersebut dikemukakan bahwa setiap sel tanaman memiliki potensi untuk
tumbuh dan berkembang menjadi tanaman utuh. Hal ini karena sel-sel tersebut
mengandung informasi genetik dan organel-organel yang potensial untuk
beregenerasi. Menurut Wattimena (1992), sekarang ini teknik kultur jaringan telah
berkembang sedemikian rupa sehingga telah dirasakan manfaatnya didalam
budidaya pertanian seperti penyediaan bibit bagi tanaman-tanaman yang sulit
beregenerasi secara in vitro serta dapat menghasilkan bibit yang seragam dalam
jumlah yang besar. Di samping itu, teknik ini juga dapat menyelamatkan plasma
nutfah yang terancam punah.
Ada beberapa metode yang dapat ditempuh dalam regenerasi in vitro, yaitu
melalui induksi organogenesis dan induksi embrio somatik (ES). Organogenesis
adalah regenerasi yang berasal dari organ atau jaringan tanpa terlebih dulu
membentuk ES. Cara ini dapat dikerjakan melalui multiplikasi tunas dari mata
tunas aksilar, dan melalui pembentukan tunas adventif baik secara langsung
maupun tidak langsung (Wattimena 1992). Menurut Bhojwani dan Razdan
(1983), ES adalah suatu proses perkembangan non-seksual yang menghasilkan
suatu embrio bipolar yang berasal dari jaringan somatik.
Regenerasi rumput laut K. alvarezii dapat dilakukan melalui induksi talus
dan induksi embrio somatik (ES). Teknik ini lebih baik dan lebih mudah
perkembangannya karena berasal dari satu sel pada jaringan somatik yang
perkembangannya serupa dengan embrio normal (Suryati et al. 2010a).
Regenerasi ES berkembang melalui beberapa tahapan yang dibedakan
berdasarkan morfologi dan perkembangan organ menghasilkan anak yang
terbentuk pada kondisi media yang berbeda, baik media cair maupun media semisolid (Suryati dan Mulyaningrum 2009).
Untuk memperoleh pertumbuhan optimal dari jaringan yang ditanam
secara in vitro diperlukan media tanam dengan komposisi nutrisi yang tepat.
Umumnya media kultur jaringan dibedakan menjadi media dasar dan media
perlakuan. Media dasar terdiri atas unsur hara makro (N, P, K, Ca, Mg dan S),
unsur hara mikro (Fe, Mn, Zn, Cu dan Mo), vitamin (tiamin, asam nikotinat dan
piridoksin), mio-inositol, asam amino atau suplemen nitrogen lain (casein
hidrosilat, glutamin, asparagin, adenin, dll.) serta gula. Gula yang digunakan
dalam media berfungsi menggantikan energi yang biasanya diperoleh melalui
proses fotosintesis. Vitamin diperlukan dalam sistem enzim (George dan
Sherrington 1984). Tiamin (B1) merupakan vitamin yang mutlak diperlukan
dalam kultur in vitro. Vitamin lain yang sering digunakan adalah niacin,
piridoksin (B6), sedangkan biotin, asam pantotenat dan riboflavin jarang
digunakan (Gunawan 1988).
Media tumbuh dapat berbentuk cair atau padat. Pemilihan jenis media
tergantung dari jenis tanaman, faktor aerasi, bentuk pertumbuhan dan diferensiasi
yang diinginkan (Pierik 1987). Bila digunakan media padat dapat diperoleh
beberapa keuntungan, yaitu eksplan mudah terlihat, eksplan berada di permukaan
media, tunas dan akar tumbuh teratur. Berbagai jenis media telah banyak
digunakan, tetapi media yang umum digunakan adalah MS (Murashige dan Skoog
1962). Pada rumput laut media yang pernah dicobakan diantaranya media PES,
Conwy, dan SSW (Suryati et al. 2010b).

8

Kehadiran zat pengatur tumbuh sangat nyata pengaruhnya pada teknik
kultur jaringan. Torres (1989) menyatakan bahwa tipe morfogenesis pada kultur in
vitro tergantung pada rasio serta kondisi auksin dan sitokinin. Auksin yang paling
banyak digunakan pada kultur in vitro adalah indole-3-acetic acid (IAA), αnaphtalenacetic acid (α-NAA), dan 2,4-dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D).
Sitokinin yang paling banyak digunakan pada kultur in vitro adalah kinetin,
benziladenin (BA atau BAP), dan zeatin.
Faktor lain yang penting diperhatikan adalah derajat kemasaman (pH).
Derajat kemasaman harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu
fungsi membran sel dan fungsi sitoplasma (Gunawan 1992). Diperkuat oleh
George dan Sherrington (1984) bahwa media pH kultur sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur karena pH mempengaruhi
penyerapan nutrisi dan zat tumbuh dari media.
Faktor lingkungan selain pH, seperti cahaya, kelembaban dan suhu juga
harus diperhatikan. Menurut George dan Sherrington (1984), ada tiga unsur
cahaya yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan morfogenesis pada
kultur in vitro adalah lama penyinaran, intensitas dan kualitas cahaya. Pengaturan
ketiga unsur tersebut sangat bergantung pada jenis tanaman uji.
Penggunaan teknik kultur jaringan dalam pembibitan rumput laut
diharapkan mampu menghasilkan bibit yang berkualitas dalam skala massal dan
dalam waktu yang relatif singkat, untuk memenuhi ketersediaan bibit tanpa
dibatasi siklus musiman, menemukan teknik kultur jaringan yang adaptif dan
efisien, sehingga dapat dilakukan oleh seluruh lapisan. Suryati dan Mulyaningrum
(2009) menjelaskan bahwa kultur jaringan rumput laut K. alvarezii menggunakan
media kultur antara lain pupuk yang digunakan pada makroalgae, seperti Conwy
dan SSW sebagai kontrol, dengan zat pengatur tumbuh IAA 1 ppm. Hasil yang
diperoleh rata-rata pertumbuhan panjang tunas dan tingkat kelangsungan hidup
eksplan rumput laut K. alvarezii yang dipelihara selama 8 minggu dengan
menggunakan media Conwy tanpa penambahan IAA lebih tinggi dibandingkan
dengan yang menggunakan media Conwy dengan penambahan IAA. Panjang
tunas eksplan pada media Conwy tanpa IAA relatif lebih tinggi 26,2% dan tingkat
kelangsungan hidup lebih tinggi 17,92%.
Induksi kalus rumput laut K. alvarezii untuk produksi sel ES dengan
beberapa rasio ZPT IAA dan kinetin, dengan konsentrasi agar media induksi
0,6%, 0,8%, 1,0% dan 1,5%, diperoleh hasil rasio IAA:kinetin = 1,0:1,0 mg/L
dengan konsentrasi agar media 0,8% dan 1,0% menghasilkan persentase induksi
kalus tertinggi (90%). Pada media cair, perkembangan sel ES dari single cell
ukuran 3-4 mm menjadi filamen ukuran rata-rata 0,5 mm dapat dicapai dalam satu
bulan kultur (Rajamuddin et al. 2010).
Suryati et al. (2010a) menjelaskan perkembangan embrio somatik rumput
laut K. alvarezii menggunakan media Conwy semi-solid dengan kepadatan agar
0,8% yang diperkaya dengan ZPT IAA 0,4 mg/L dengan pemeliharaan selama 8
minggu memperlihatkan keragaman morfologi yang berbeda pada setiap fase
pertumbuhan sejak induksi hingga menjadi globular embrio yang dipelihara pada
media cair dan semi-solid. Persentase sintasan eksplan dan embrio pada induksi
kalus sekitar 80%, namun filamen dan embrio yang terbentuk dapat diperbanyak
hingga menghasilkan anak yang seragam dalam waktu bersamaan.

9

Kelangsungan hidup rumput laut K. alvarezii yang ditumbuhkan pada
media padat yang diperkaya dengan pupuk PES 1/20 dan Conwy (Liao et al.
1983) memberikan kelangsungan hidup 45-80%. Media kultur yang diperkaya
dengan media PES 1/20 memperlihatkan pertumbuhan dan pembentukan embrio
yang lebih kompak dan filamen yang lebih pendek dibandingkan dengan embrio
yang dihasilkan dari media Conwy (Suryati et al. 2010b).

Bakteri Agrobacterium tumefaciens
Agrobacterium adalah bakteri gram negatif yang bersifat pathogen dan
dapat menyebabkan penyakit crown gall (tumor) atau hairy root (akar rambut)
pada tanaman terinfeksi, terutama pada tanaman dikotil (Glick et al. 2010).
Agrobacterium penyebab penyakit tumor pada tanaman termasuk ke dalam
spesies A. tumefaciens, sedangkan yang menyebabkan penyakit akar rambut
adalah A. rhizogenes.
Analisis molekuler menunjukkan bahwa Ti-plasmid mengandung lima
sekuen penting, di mana dua sekuen berperan dalam pembentukan tumor pada
tanaman, yaitu T-DNA (transferred DNA) dan vir (virulence), sedangkan tiga
sekuen lainnya berperan dalam katabolisme opin, transfer konjugatif dan replikasi
Ti-plasmid dalam Agrobacterium (Old dan Primrose 2003).
T-DNA berukuran 10-20 kb atau 5-10% dari ukuran Ti-plasmid, di mana
daerah ini homolog dengan sekuen target yang ada pada sel tanaman yang
mengalami transformasi. T-DNA dibatasi oleh 25 pb sekuen berulang (repeated
sequence) pada ujung kiri (LB) dan ujung kanan (RB). Peranan sekuen berulang
dalam proses transfer T-DNA telah dipelajari melalui analisis mutasi pada sekuen
nukleotida yang mengaktifkan RB dan LB dan terhambatnya proses transfer TDNA (Wang et al. 1987). Van Haren et al. (1987) mengemukakan bahwa delesi
RB akan mengakibatkan Agrobacterium menjadi tidak virulen, sedangkan delesi
LB tidak berpengaruh terhadap virulensi Agrobacterium.
Sekuen lain yang berperan dalam proses transformasi selain dari T-DNA
adalah vir gen (virulence), akan tetapi sekuen ini tidak ditransfer ke sel tanaman
(Close et al. 1987). Sekuen vir berukuran sekitar 30 kb DNA, yang terdiri atas
enam operon vir, empat operon vir (virA, virB, virD dan virG) sangat diperlukan
dalam proses transformasi, sedangkan dua operon lainnya (virC dan virE)
diperlukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi. Masing-masing operon
memiliki fungsi yang berbeda dalam proses transformasi, misalnya virA berperan
dalam pengenalan proses lingkungan yang diberikan oleh jaringan tanaman yang
luka, sehingga tanaman yang luka akan mengeluarkan senyawa fenol seperti
asetosiringon (AS) dan hidroksi asetosiringon (OH-AS), virG berperan dalam
pemrosesan T-DNA, sedangkan virB diduga berperan pada pembentukan pori-pori
transmembran (Zambryski et al. 1989). Proses ini secara nyata mengilustrasikan
bahwa Agrobacterium dan sel tanaman saling berinteraksi. Sel tanaman yang
mengeluarkan eksudat tanaman akan memberikan sinyal kepada bakteri untuk
melakukan proses eksisi dan transfer T-DNA (Sheng dan Citovski 1996), lebih
jelas dapat dilihat pada Gambar 2.

10

Gambar 2. Interaksi sel tanaman dengan Agrobacterium [Langkah 1 sampai 7
menunjukkan proses yang terjadi selama infeksi Agrobacterium secara
berurutan. Langkah 1: pengikatan Agrobacterium pada reseptor
permukaan sel inang; langkah 2: pengenalan molekul sinyal berasal
dari tanaman oleh bakteri VirA/VirG melalui sistem sensortransduser; langkah 3: aktivasi gen Vir dari bakteri; langkah 4:
produksi salinan T-DNA; langkah 5: pembentukan T-DNA kompleks
dan transportasi ke dalam sitoplasma sel inang; langkah 6: impor Tcomp ke nukleus; dan langkah 7: integrasi T-DNA di inti sel. IM:
membran dalam bakteri; NPC: kompleks pori nuklir; OM: membran
luar bakteri; PP: periplasma bakteri (Sheng dan Citovsky 1996)].
Kemampuan A. tumefaciens untuk membentuk tumor pada tanaman
disebabkan oleh adanya suatu mega plasmid yang berukuran 150-800 kilo pasang
basa (kb), plasmid tersebut dikenal dengan Ti-plasmid (tumor inducing). Pada Tiplasmid terdapat gen-gen onc (oncogen), yaitu tmsl, tms2, tms3. Onkogen tersebut
menyandikan auksin (tmsl, tms2) dan sitokinin (tms3). Selain itu terdapat juga gen
yang menyandikan enzim-enzim yang berperan dalam sintesis opin, yakni
nopalin, oktopin, manopin, agrosinopin dan agropin (Griffiths et al. 1993).
Beberapa karakter Ti-plasmid yang dapat dikembangkan sebagai vektor
dalam transfer gen adalah stabilitas penurunan dalam genom tanaman, di mana TDNA yang terintegrasi pada genom tanaman akan diwariskan dari satu generasi ke

11

generasi berikutnya. Segregasi T-DNA yang terintegrasi pada genom tanaman
terjadi mengikuti segregasi Mendel (Glover 1984).
Perkembangan teknik-teknik molekuler seperti lokalisasi dan delesi gen
onkogen T-DNA, penggunaan marker yang dapat digunakan untuk menyeleksi sel
transforman, pengembangan vektor plasmid dan prosedur yang dapat mengintegrasikan gen target ke dalam T-DNA dan pengembangan teknik-teknik kultur
jaringan yang dapat meningkatkan efisiensi infeksi dan regenerasi sel memungkinkan dapat diintroduksinya gen dengan T-DNA ke dalam sel tanaman dan
gen tersebut dapat berintegrasi dengan genom tanaman sehingga diperoleh
tanaman transgenik (Gelvin 2000).
Pada Gambar 2 terlihat proses transformasi genetik (reaksi utama seluler
dalam transportasi T-DNA) menggunakan Agrobacterium terdiri atas 7 tahap
utama, yakni: (1) pengenalan dan pelekatan Agrobacterium pada sel inang, (2)
penginderaan sinyal tanaman yang spesifik oleh dua komponen sistem transduksi
sinyal pada Agrobacterium yaitu VirA/VirG, (3) ekspresi daerah vir menghasilkan
protein-protein Vir yang memulai proses transfer T-DNA, (4) salinan T-DNA
yang akan dipindahkan ke tanaman diproduksi oleh kerja protein VirD1/D2, (5)
T-DNA dihantarkan dalam bentuk kompleks VirD2-DNA, bersama-sama dengan
beberapa protein Vir lainnya ke dalam sitoplasma sel inang, (6) VirE2 berasosiasi
dengan utas T-DNA dan bergerak menuju sitoplasma sel inang, dan (7) kompleks
T-DNA dimasukkan ke dalam inti sel inang melalui proses impor aktif, setelah
berada di dalam inti sel, T-DNA dibawa menuju ke titik tempat integrasi DNA
pada kromosom, protein-protein pengawal DNA terlepas dan DNA akhirnya
terintegrasi ke dalam genom inang (Sheng dan Citovsky 1996).
Proses transformasi juga dapat berlangsung bila T-DNA dan vir terdapat
pada vektor plasmid yang berbeda dalam satu Agrobacterium (Hoekema 1983).
Temuan tersebut dapat dijadikan sebagai dasar dalam menggunakan sistem vector
binary dengan menggunakan plasmid yang lebih kecil dan lebih mudah untuk
dimanipulasi. Ti-plasmid dari tipe liar (non-disarmed) atau Ti-plasmid yang gen
onkogen sudah didelesi (disarmed) yang membawa regulon vir berfungsi sebagai
helper. T-DNA yang membawa gen yang akan ditransfer memiliki ori (origin of
replication) yang kompatibel dalam Escherichia coli dan Agrobacterium terdapat
pada plasmid yang lain. Dua kategori Ti-plasmid kointegrasi dalam plasmid biner
(Van Wordragen dan Dons 1992).
Penggunaan Agrobacterium tumefaciens sebagai vektor dalam transfer gen
pada mikroalga Schizochytrium telah dilakukan oleh Cheng et al. (2011), pada
jamur/cendawan laut Blastocladiella emersonii oleh Vieira dan Camilo (2011),
pada alga merah Porphyra yezoensis oleh Cheney et al. (2001). Pemakaian
cefotaxime dan kanamisin dalam menghambat proliferasi dan diferensiasi talus
Porphyra dan Agrobacterium tumefaciens telah juga dicobakan oleh Wang et al.
(2010b).

Gen Penyandi Superoksida Dismutase
Superoksida dismutase (SOD) pertama kali diisolasi oleh Mann dan Klein
pada tahun 1938. Enzim ini dikenal sebagai protein yang mengandung Cu dan
diidentifikasi dalam berbagai sebutan, seperti eritrocuprein, indofenol oksidase,

12

dan tetrazolium oksidase (McCord dan Fridovitch 1969). Enzim SOD berfungsi
sebagai katalisator reaksi dismutase dari anion superoksida menjadi hidrogen
peroksida (H2O2) dan oksigen (O2).
Enzim SOD melindungi sel-sel tubuh dan mencegah terjadinya proses
peradangan yang diakibatkan oleh radikal bebas. Enzim ini telah berada dalam
tubuh, agar tembaga bisa bekerja. Enzim SOD terdapat dalam semua organisme
aerob dan sebagian besar berada dalam tingkat subseluler (intraseluler).
Organisme aerob selalu membutuhkan oksigen untuk keberlangsungan hidupnya,
namun dalam setiap aktivitasnya dapat menimbulkan senyawa oksigen reaktif atau
radikal bebas oksigen (Hindarta 2008).
Aktif oksigen spesies (AOS) atau reaktif oksigen spesies (ROS) adalah
merupakan senyawa radikal bebas yang sangat berbahaya bagi makhluk hidup,
contohnya seperti radikal superoksida (O2-), radikal hidroksil (OH-) dan hidrogen
peroksida (H2O2). Pada tanaman senyawa ini terbentuk dalam sel melalui
beberapa cara, yaitu : (1) produksi fotokimia di atmosfer akibat dari pencemaran
udara, (2) penyumbangan elektron langsung ke oksigen ketika terjadi fotosintesis
terutama pada saat kondisi cahaya yang tinggi dan konsentrasi CO2 pada kloroplas
yang rendah, dan (3) respons terhadap kondisi cekaman seperti suhu tinggi,
kekeringan, salinitas, ozon dan serangan mikrob patogen (Pritchard et al. 2000).
Molekul O2- (superoksida) merupakan radikal bebas yang sangat reaktif. Molekul
ini akan berusaha melepaskan elektron bebasnya dan akan bereaksi dengan H+
membentuk H2O2. Proses selanjutnya hidrogen peroksida ini bereaksi dengan
superoksida membentuk radikal hidroksil (OH-). Keberadaan ion besi dan ion
metal lainnya dapat memacu terbentuknya senyawa-senyawa AOS di dalam
tanaman. Ion Fe2+ bila bereaksi dengan peroksida hidrogen akan membentuk
radikal-radikal hidroksil (McKersie et al. 1996).
Untuk menghadapi efek negatif dari akumulasi AOS, tumbuhan memiliki
suatu mekanisme sistem pertahanan antioksidan yang efisien, melibatkan baik