Introduksi Gen Metallothionein Tipe II ke dalam Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Agrobacterium tumefaciens.

INTRODUKSI GEN METALLOTHIONEIN TIPE II
KE DALAM RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens

ULIA FAJRIAH

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Introduksi Gen
Metallothionein Tipe II ke dalam Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Menggunakan Agrobacterium tumefaciens adalah benar karya saya bersama
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Ulia fajriah
NRP P051100241

RINGKASAN
ULIA FAJRIAH. Introduksi Gen Metallothionein Tipe II ke dalam Rumput Laut
Kappaphycus alvarezii Menggunakan Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing
oleh UTUT WIDYASTUTI dan SUHARSONO.
Kappaphychus alvarezii (DOTY) atau Eucheuma cotonii merupakan
spesies alga merah yang sangat penting bagi industri makanan, farmasi, dan
kosmetik yang produksinya semakin meningkat setiap tahun. Suatu lingkungan
yang memiliki tingkat kandungan logam berat melebihi jumlah yang diperlukan
dapat mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat. Metallothionein (MT)
merupakan protein dengan kemampuan mengikat atom logam dengan membentuk
ikatan logam-Cys (thiolate). Sintesis metallothionein tidak hanya diinduksi logam
berat seperti Cd, Zn, dan Cu, tetapi juga menjadi mediator pada stress fisiologis,
termasuk hormon dan Reactive Oxygen Spesies (ROS). Gen MaMt2 diisolasi dari
Melastoma affine D. Don yang ekspresinya diinduksi oleh stres aluminium.
Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksi gen MaMt2 ke dalam genom

rumput laut K. alvarezii melalui perantara Agrobacterium tumefaciens.
Transformasi genetik K. alvarezii dilakukan pada potongan talus yang
ditumbuhkan pada media PES cair. Sebanyak 423 eksplan diinfeksi dengan A.
tumefaciens LBA4404 yang mengandung plasmid pIG6 yang membawa gen
MaMt2 dibawah kendali promoter Ubiquitin dan terminator Nos. Kokultivasi
dilakukan pada media PES cair yang mengandung 100 µM acetosyringone selama
3 hari pada kondisi gelap dan digoyang pada shaker dengan kecepatan 100 rpm.
Setelah kokultivasi selanjutnya eksplan dipindahkan pada media pemulihan yaitu
media PES cair yang mengandung 0,1 mg/l NAA dan 0,5 mg/l BAP selama 2
minggu. Setelah pemulihan selama 2 minggu, eksplan transgenik diseleksi di
dalam media PES cair yang mengandung higromisin 10 mg/l selama 7 hari dan
selanjutnya meningkat menjadi 20 mg/l selama 2 minggu. Regenerasi eksplan
yang masih hidup pada media seleksi di lakukan pada media pemulihan hingga
eksplan menghasilkan tunas. Analisis DNA dilakukan pada DNA genom dari
tunas yang tumbuh.
Jumlah eksplan yang tahan higromisin 20 mg/l dan dipindahkan pada
media regenerasi adalah 116 eksplan sehingga efisiensi transformasi putatifnya
adalah 27,4%. Jumlah eksplan bertunas adalah sebanyak 32 eksplan yang
menghasilkan 135 tunas sehingga efisiensi regenerasi eksplan transgenik adalah
27,6% dengan rata-rata regenerasi 4,2 tunas tiap eksplan. Analisis PCR terhadap

43 tunas transgenik putatif dengan primer Smt2F-NosTR1 yang mengamplifikasi
450 pb dan UbiqF-NosTR2 yang mengamplifikasi 431 pb, menunjukkan bahwa
13 tunas mengandung transgen. Hal ini menunjukkan bahwa hanya 3,1% dari
tunas yang tumbuh dari eksplan adalah transgenik.
Kata Kunci: gen MaMt2, Kappaphychus alvarezii, transformasi genetik.

SUMMARY
ULIA FAJRIAH. Introduction of Metallothionein Type II Gene to Kappaphycus
alvarezii using Agrobacterium tumefaciens. Under direction by: UTUT
WIDYASTUTI and SUHARSONO.
Kappaphychus alvarezii (Doty) or Eucheuma cotonii is species of red
algae that very important for the food industry, pharmaceuticals, and cosmetics
whose production is increasing every year. An environment that has a heavy metal
content exceeds the required amount can
blocked growth of algae.
Metallothionein (MT) is a protein with the ability to bind the metal atoms form a
bond with the metal-Cys (thiolate). Production of metallothionein not only
induced by heavy metals such as Cd, Zn, and Cu, but also a mediator in
physiological stress, including hormones and Reactive Oxygen Species (ROS).
MaMt2 gene was isolated from M. affine D. Don whose expression is induced by

aluminum stress. This study aims to introduce MaMt2 genes into the genome
seaweed K. alvarezii through Agrobacterium tumefaciens intermediaries.
Genetic transformation of K. alvarezii using pieces of the thalus were
grown in liquid PES medium. 423 explants infected with A. tumefaciens
LBA4404 containing plasmid pIG6 carrying MaMt2 gene under control of
Ubiquitin promoter and Nos terminator. Co-cultivation was performed on liquid
PES medium containing 100 µ m acetosyringone for 3 days in dark conditions and
shaking on a shaker at 100 rpm. After co-cultivated then explants transferred to
the recovery medium is liquid PES medium with 0.1 mg/l NAA and 0.5 mg/l BAP
for 2 weeks. After recovery for 2 weeks, selected transgenic explants in liquid
PES medium containing hygromycin 10 mg/l for 7 days and then increased to 20
mg/l for 2 weeks. Regenerating explants were still alive in the selection medium
transfer to the recovery medium until produce shoots. DNA analysis performed on
genomic DNA from shoots that grow.
The number of explants were resistant on hygromycin 20mg/l transferred
to regeneration medium was 116 explants, which putative transformation
efficiency was 27.4%. The number of explants was 32 that produced shoots 135
so that the efficiency regeneration of transgenic explants were 27.6% with an
average of shoots per explant regeneration 4.2. PCR analysis of the 43 putative
transgenic shoots with primers Smt2F-NosTR1 that amplify 450 bp and UbiqFNosTR2 which amplify 431 bp, showed that 13 shoots containing transgenes. This

indicates that only 3.1% of the shoots that grow from the explants were
transgenic.
Keyword: MaMt2 gene, Kappaphychus alvarezii, genetic transformation.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTRODUKSI GEN METALLOTHIONEIN TIPE II
KE DALAM RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens

ULIA FAJRIAH


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc.

Judul Tesis

: Introduksi Gen Metallothionein Tipe II ke dalam Rumput
Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Agrobacterium
tumefaciens.

Nama


: Ulia Fajriah

NRP

: P051100241

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Utut Widyastuti, MSi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Ketua

Anggota

Diketahui oleh
Ketua Program Studi


Dekan Sekolah Pascasarjana

Bioteknologi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Tanggal Ujian: 6 Juni 2014

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia
dan rahmat-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2011 hingga
bulan April 2013 ini ialah introduksi gen Metallothionein tipe II ke dalam genom
rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium tumefaciens.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini dapat diselesaikan dengan
bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada:
1. Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Si. selaku Ketua Komisi Pembimbing,

Bapak Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku Anggota Komisi Pembimbing
yang telah memberi bimbingan dan petunjuk selama melakukan penelitian
dan penulisan karya ilmiah ini, juga Bapak Dr. Agus Oman Sudrajat.
2. Proyek penelitian kerjasama antara Balai Riset Kelautan dan Perikanan
Air Payau (BRKP) Maros dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi (PPSHB) IPB, atas nama Dr. Utut Widyastuti, M.Si. yang
telah mendanai penelitian ini.
3. Ibu Emma Suryani yang telah mengajarkan mengenai kultur jaringan
rumput laut.
4. Mbak Peppy dan Mbak Nia beserta bapak-ibu staf laboratorium Biorin dan
Laboratorium Kultur Jaringan PPSHB, teman-teman Lab. Biorin yang
telah memberikan bantuan serta dukungan selama penelitian hingga
penyelesaian karya ilmiah ini.
5. Teman-teman BTK 10, yang sama-sama berjuang dan saling mendukung
selama menjadi mahasiswa PS Bioteknologi.
6. Suami Wawan A. Setiawan, Bapak dan Ibu serta seluruh keluarga atas
doa, dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Terima Kasih.
Bogor, Mei 2014


Ulia Fajriah

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Halaman
ix

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR TABEL

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii


PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Logam Berat di Perairan
Gen Metallothionein
Transformasi Genetik Tanaman dengan Agrobacterium tumefaciens

3
3
3
4
5

BAHAN DAN METODE
Bahan
Persiapan Rumput Laut
Kokultivasi
Seleksi
Regenerasi
Isolasi DNA Genom
Analisis Tanaman Transgenik

7
7
7
8
8
8
8
9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi K. alvarezii dengan Gen MaMt2
Analisis Integrasi Gen MaMt2 pada K. alvarezii
Morfologi Rumput Laut Transgenik Putatif

10
10
12
13

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

15
15
15
16
21
22

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta fisik daerah T-DNA yang terdapat di dalam plasmid pIG6-MaMt2
7
2. Tahap inokulasi talus K. alvarezii

10

3. Perkembangan eksplan pada media seleksi

12

4. Hasil analisis PCR

13

5. Pertumbuhan tunas transgenik putatif dan non transgenik putatif pada
14

eksplan yang sama

DAFTAR TABEL

1. Perkembangan eksplan selama transformasi dan seleksi

Halaman
11

DAFTAR LAMPIRAN

1. Prosedur pembuatan media PES cair

Halaman
21

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumput laut merupakan salah satu komoditas strategis dalam bidang
kelautan. Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, Indonesia
memiliki luas area untuk kegiatan budidaya rumput laut mencapai 1.110.900 ha,
tetapi baru termanfaatkan 20% dari luas areal potensial (BPPT 2010).
Berdasarkan data yang dirilis oleh kementerian kelautan dan perikanan (KKP
2013) produksi rumput laut tahun 2012 meningkat menjadi 6,2 juta ton
dibandingkan dengan produksi tahun 2011 yang mencapai 5,1 juta ton.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) juga menargetkan bahwa pada tahun
2014 produksi rumput laut bisa mencapai 10 juta ton.
Kappaphychus alvarezii (DOTY) atau Eucheuma cotonii merupakan spesies
alga merah (Rhodophyta, Gigartinales, Areschougiaceae) yang mengandung
karagenan jenis kappa yang merupakan jenis phycocolloid yang sangat penting
bagi industri makanan, farmasi, dan kosmetik (Schmidt et al. 2010; Bindu dan
Levine 2011; Hayashi et al. 2011). Produksi spesies ini umumnya masih
menggunakan metode budidaya tradisional oleh masyarakat di pesisir pantai.
Metode budidaya ini sangat tergantung oleh kondisi lingkungan seperti suhu, pH
(Hurtado and Biter 2007), pasang surut dan perubahan salinitas (Hayashi et al.
2011). Menurut Bindu dan Levine (2011) budidaya K. alvarezii pada kawasan
pantai Vietnam dapat mereduksi kadar amoniak, nitrit, nitrat, phospat dan fosfor
pada kolom air hingga 10-80%.
Pada lingkungan perairan pantai, polusi menjadi masalah yang serius yang
berakibat langsung terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme
pantai khususnya pada makroalga (Mamboya 2007). Efek toksisitas logam berat
seperti Cu pada alga sama dengan tanaman tingkat tinggi, menyebabkan
fotoinhibitor pada photosystem II yang berakibat pada terbentuknya Reactive
Oxygen Species (ROS) dan disfungsi kloroplas (Owen et al. 2012). ContrerasPorcia et al. (2011) mengidentifikasi 18 gen yang terekspresi pada Ulva
compressa yang diberi cekaman tembaga antara lain ascorbate peroxidase,
peroxiredoxin, thioredoxin, glutathione-S-transferase 2, metallothionein,
calmodulin, ubiquitin, calcium-dependent protein kinase.
Metallothionein (MT) merupakan protein dengan berat molekul rendah (4 –
8 kDa), kaya akan sistein dengan kemampuan mengikat atom logam. Sintesis
metallothionein tidak hanya diinduksi oleh beberapa logam berat seperti Cd, Zn,
dan Cu, tetapi juga menjadi mediator pada stress fisiologis, termasuk hormon dan
Reactive Oxygen Spesies (ROS). Penelitian pada hewan diperkirakan bahwa MTs
dapat mendetoksifikasi logam berat dengan homeostasis ion logam pada
intraseluler (Laplaze et al. 2002).
Sintesis metallothionein meningkat akibat adanya stress oksidatif. Sistein
pada metallothionein mengikat ikatan hydroxil pada group SH dan mengurangi
kerusakan oksidatif pada molekul penting seperti protein dan DNA (Shestivska, et
al. 2011). Gen MaMt2 menyandi protein metallothionein tipe II yang diisolasi dari
Melastoma affine D. Don yang ekspresinya diinduksi oleh stres aluminium
(Trisnaningrum 2009). Gen MaMt2 memiliki ukuran 250 bp yang terdiri dari 81

2

residu asam amino dengan 14 residu sistein (Suharsono et al. 2009). Ekspresi gen
MT2 cenderung lebih tinggi di akar dibandingkan di daun pada tanaman M. affine
yang mendapat cekaman Al‾ (Trisnaningrum 2009). Anggraito (2012) telah
berhasil melakukan transformasi genetik tanaman Nicotiana benthamiana L. dan
kedelai dengan menggunakan gen MaMt2 yang berasal dari M. affine.
Rekayasa genetik merupakan teknologi yang penting pada rumput laut untuk
peningkatan mutu genetik rumput laut. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan
dengan kultur jaringan, fusi protoplas dan transformasi genetik pada rumput laut
Porphyra yezoensis (Cheney 2000). Untuk rumput laut jenis Kappaphycus
khususnya K. alvarezii, perbanyakan embrio melalui induksi kalus secara in vitro
telah dilakukan dengan menggunakan media semi solid PES 1/20 (Suryati et al.
2011). Transformasi genetik sering digunakan pada tanaman tingkat tinggi.
Transfer gen pada tanaman tingkat tinggi dapat dilakukan melalui metode: 1)
Transfer gen menggunakan Agrobacterium, 2) Biolistik atau Microparticle
Bombardment, dan 3) elektroporasi (Cheney 2000). Teknologi rekayasa genetik
telah banyak dilakukan pada rumput laut menggunakan metode elektroporasi dan
biolistik seperti pada alga merah (Porphyra, Glacilaria, Grateloupia, Ceramium,
dan Kappaphycus) dan pada alga coklat (Ulva, Laminaria dan Undaria) (Qin et
al. 2005).
Agrobacterium tumefaciens merupakan bakteri tanah patogen yang
menginfeksi tanaman dan mentransfer T-DNA kedalam genom inang
menggunakan Ti (Tumor inducing) plasmid, sehingga mengakibatkan tumbuh
tumor atau disebut dengan crown galls. Kemampuan transfer gen ini yang
digunakan untuk mentransfer gen asing ke dalam tanaman (Cheney 2000).
Transformasi genetik pada alga menggunakan Agrobacterium telah banyak
dilakukan yaitu pada Porphyra yezoensis (Cheney 2000), Chlamydomonas
reinhardtii (Kumar et al. 2004), Haematococcus pluvialis (Kathiresan et al.
2009), Dunaliella bardawil (Anila et al. 2011) dan K. alvarezii (Handayani 2012
dan Daud 2013).
Untuk meningkatkan toleransi rumput laut K. alvarezii terhadap kondisi
lingkungan perairan yang tercemar logam berat maka perbaikan genetik dapat
dilakukan dengan mengintroduksikan gen MaMt2 dibawah kendali promotor
ubiquitin ke dalam genom K. alvarezii menggunakan perantara A. tumefaciens.
Peningkatan ekspresi gen MaMt2, diharapkan akan meningkatkan ketahanan
rumput laut terhadap kondisi lingkungan yang ekstrim, sehingga rumput laut K.
alvarezii dapat tumbuh pada kondisi lingkungan yang tercemar logam berat.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksi gen MaMt2 ke dalam genom
rumput laut Kappaphycus alvarezii melalui perantara Agrobacterium tumefaciens.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Rumput Laut Kappaphychus alvarezii
Secara komersial rumput laut Kappaphychus alvarezii (DOTY) pertama kali
dibudidayakan di Philipina pada tahun 1967 (Thirumaran & Anantharaman 2009).
Kappaphychus alvarezii (DOTY) atau Eucheuma cotonii merupakan spesies alga
merah (Rhodophyta) yang mengandung karagenan jenis kappa. Jenis phycocolloid
ini berfungsi pada industri makanan, farmasi, dan kosmetik. Produksi spesies ini
menggunakan metode budidaya tradisional oleh masyarakat di pesisir pantai.
Metode budidaya ini sangat tergantung oleh kondisi lingkungan seperti suhu, pH
(Thirumaran & Anantharaman 2009), pasang surut dan perubahan salinitas
(Hayashi et al. 2011). K. alvarezii yang ditumbuhkan pada salinitas 15 ppm
mengakibatkan talus terserang ice-ice dan mati setelah 3 hari kultur (Hayashi et
al. 2011). Selain itu lingkungan perairan yang bebas dari bahan pencemar juga
merupakan parameter kimia yang perlu diperhatikan dalam budidaya rumput laut
K. alvarezii. Bahan pencemar di dalam perairan berbahaya bagi pertumbuhan bibit
rumput laut (Pong_masak et al. 2011).
Perbanyakan rumput laut K. alvarezi dilakukan dengan teknik kultur
jaringan yang menghasilkan mikropropagul dari strain yang terbaik secara in vitro
(Hayashi, et al. 2011). Suryati et al. (2011) telah melakukan perbanyakan embrio
melalui induksi kalus secara in vitro dengan menggunakan media semi solid PES
1/20. Hurtado & Biter (2007) menyatakan metode kultur jaringan saat ini
digunakan sebagai alat memproduksi tanaman yang menyediakan propagul untuk
pembenihan dan budidaya secara komersil.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah penurunan kualitas
bibit K. alvarezii di masa mendatang adalah melalui teknologi peningkatan mutu
genetik dari rumput laut. Peningkatan mutu genetik dapat dilakukan dengan kultur
jaringan, fusi protoplas dan transformasi genetik. Transformasi genetik sering
digunakan pada tanaman tingkat tinggi (Cheney 2000). Masalah utama pada
transformasi genetik adalah efisiensi transfer gen. Transfer gen pada tanaman
tingkat tinggi dapat dilakukan dengan beberapa metode, yaitu: 1) Transfer gen
menggunakan Agrobacterium, 2) Biolistik atau Microparticle Bombardment, dan
3) elektroporasi.

Logam Berat Di Perairan
Secara global, aktifitas yang dilakukan oleh manusia akan berakibat pada
lingkungan perairan di sekitarnya. Laut sering dijadikan sebagai tempat yang luas
untuk membuang limbah. Limbah yang dihasilkan dalam rumah tangga dan
industri akan merusak habitat di sekitar pesisir pantai. Banyak zat pencemar
berbahaya termasuk bahan organochlorine, herbisida, limbah domestik dan limbah
perkotaan, limbah produksi minyak dan logam berat yang merugikan lingkungan
laut, walaupun dilepaskan dalam jumlah sedikit. Bahan toksik dan polutan tidak
hanya ditemukan pada lingkungan perairan tapi juga pada level sedimen (Torres

4

et al. 2008). Atau secara langsung diserap oleh organisme hidup yang ada di laut
(Perez-Lopez et al. 2003).
Kadar logam berat (Fe2O3, Zn dan Cu) dan nutrien (N dan P2O5) pada
sedimen dan air di muara sungai teluk Banten memiliki konsentrasi yang lebih
tinggi bila dibandingkan dengan bagian tengah teluk. Hal ini membuktikan
material organik dan anorganik didistribusikan melalui aliran air sungai dan
akhirnya sampai ke perairan laut disekitar teluk Banten (Suwandana et al. 2011).
Tingkat toksisitas logam berat pada ekosistem akuatik dipengaruhi oleh
struktur kimianya. Beberapa logam berat merupakan unsur yang esensial bagi
kehidupan organisme seperti Mn, Cu dan Fe tetapi dalam jumlah berlebih sangat
beracun bagi kehidupan organisme (Rohyatun et al. 2005). Logam berat yang
teroksidasi akan mempengaruhi tingkat toksisitas dan ketersediaannya
(Rajamohan et al. 2010). Efek negatif yang ditimbulkan menjadi bukti tidak
hanya menurunkan keragaman spesies akuatik tapi juga secara langsung dapat
masuk ke dalam rantai makanan yang dapat menyebabkan gangguan kesehatan
bagi manusia (Perez-Lopez et al. 2003).
Flora dan fauna laut seperti tanaman lamun (seagrass), ikan dan bivalvia
memiliki kemampuan menyerap logam berat dan nutrien dari air dan sedimen laut
(Suwandana et al. 2011), sehingga dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap
akumulasi logam berat yang ada di lingkungan perairan (Perez-Lopez et al. 2003).
Alga juga dapat digunakan sebagai bioindikator terhadap logam berat,
karena dalam pertumbuhannya beberapa jenis logam merupakan nutrien alami
seperti Cu, Fe dan Zn dalam jumlah yang sedikit. Suatu lingkungan yang memiliki
tingkat kandungan logam berat melebihi jumlah yang diperlukan dapat
mengakibatkan pertumbuhan alga terhambat, sehingga dalam keadaan ini logam
menjadi polutan bagi alga (Bactiar 2007; Pong_Masak et al. 2011).
Gen Metallothionein
Beberapa logam berat seperti tembaga (Cu) dan zinc (Zn) merupakan
mikronutrien yang esensial bagi proses fisiologi tanaman dimana Cu dan Zn
merupakan kofaktor enzim. Ion logam berat non esensial seperti cadmium (Cd),
timbal (Pb), dan mercury (Hg) sangat reaktif dan dapat menjadi toksik bagi sel
organisme. Tanaman dan organisme hidup lainnya memiliki mekanisme untuk
mengkontrol dan merespon peningkatan dan akumulasi logam berat esensial dan
non esensial. Ada dua kelompok protein pengikat logam pada sel tanaman yaitu
phytochelatins (PCs) dan Metallothionein (MT) (Cobbett & Goldsbrough 2002).
Metallothionein (MT) merupakan protein dengan berat molekul rendah (4 –
8 kDa), kaya akan residu sistein dengan kemampuan mengikat atom logam
dengan membentuk ikatan logam-Cys (thiolate). Protein ini banyak terdapat pada
organisme akuatik dengan konsentrasi MT tertinggi pada saluran pencernaan dan
insang (Morris et al. 1999; Mir et al. 2004; Bernal-Herna´ndez, et al. 2010).
Residu sistein pada metallothionein mengikat berbagai jenis logam dengan ikatan
mercaptide.
MT berpotensi dalam mendetoksifikasi logam berat. MT juga terlibat dalam
mekanisme toleransi dan homeostasis ion logam esensial di dalam sel (Cobbett &
Goldsbrough 2002), mengurangi radikal oksigen yang menganggu (Mir et al.
2004) dan perlindungan terhadap stres oksidatif (Omidvar et al. 2010).

5

Cobbett & Goldsbrough (2002) mengklasifikasikan MT pada tanaman ke
dalam empat tipe berdasarkan urutan asam aminonya. Tipe 1 terdiri dari 6 motif
Cys-Xaa-Cys (dimana Xaa merupakan asam amino lain) tersebar secara merata
dalam dua domain. Tipe II terdiri atas dua domain yang kaya sistein, bagian
pertama sistein memiliki motif Cys-Cys pada asam amino ke 3 dan 4 dari protein
tersebut. Tipe III atau juga disebut dengan Phytochelatin (PC), hanya terdiri atas
empat asam amino Cys pada ujung-N. Tiga Cys pertama membentuk motif CysGly-Asn-Cys-Asp-Cys. Sedangkan Cys ke empat membentuk motif sendiri yaitu
Gln-Cys-X-Lys-Lys-Gly. Tipe IV berbeda dengan MT tipe yang lain, memiliki
tiga domain kaya sistein, masing-masing memiliki 5 atau 6 residu cys yang
terkonservasi.
Morris et al. (1999) telah berhasil mengidentifikasi gen MT dari
makroalga Fucus vesiculosus yang ekspresinya diinduksi oleh tembaga (Cu).
Protein MT yang dihasilkan berfungsi sebagai “lalu lintas” logam, mengarah pada
protein pengikat logam ke dalam bagian intraseluler, dan atau juga termasuk
dalam penyimpanan jangka panjang ion logam pada makroalga. Makroalga
mampu mengasingkan logam pada kompartemen selular yang disebut physodes,
yang mengandung tembaga dan sulfur dengan konsentrasi yang tinggi.
Gen MaMt2 merupakan penyandi metallothionein tipe II yang diisolasi dari
Melastoma malabathricum atau Melastoma affine D. Don yang ekspresinya
diinduksi oleh stres aluminium. Gen MaMt2 memiliki ukuran 250 bp yang terdiri
dari 81 residu asam amino dengan 14 residu sistein (Suharsono et al. 2009). Pada
konsentrasi aluminium 3,2 mM ekspresi gen MT2 cenderung lebih tinggi di akar
dibandingkan di daun pada tanaman M. affine (Trisnaningrum 2009).

Transformasi Genetik Tanaman dengan Agrobacterium tumefaciens
Saat ini transformasi genetik yang banyak dilakukan pada microalga,
umumnya menggunakan metode transformasi genetik secara langsung seperti
elektroporasi, agitasi dengan glass beads dan particle bombartment. Metode
transformasi menggunakan Agrobacterium memiliki beberapa keuntungan dalam
metode transfer gen secara langsung. Keuntungan tersebut meliputi kemungkinan
dapat mentransfer DNA yang berukuran besar, jumlah kopi transgen yang
terintegrasi rendah, transgen dengan penyusunan kembali sedikit, secara sempurna
dapat bergabung pada sisi aktif transkripsi dan sangat sederhana (San et al. 2011).
Pada tahap transformasi embrio pemberian acetosyrngone dan glukosa pada tahap
inokulasi dan media kokultivasi sangat penting untuk efisiensi transfer T-DNA,
dan jumlahnya tergantung tipe dan genotipe eksplan yang digunakan (He et al.
2010).
Transformasi genetik pada N. benthamiana dengan gen MaMt2 melalui
Agrobacterium yang dilakukan oleh Anggraito (2012) menggunakan potongan
daun dengan teknik kokultivasi. Efisiensi transformasi pada tanaman N.
benthamiana lebih tinggi yaitu sebesar 29,59% dibandingkan pada tanaman
kedelai yang memiliki efisiensi transformasi sebesar 12,50%.
Transformasi genetik pada alga menggunakan Agrobacterium telah
dilakukan yaitu pada Porphyra yezoensis (Cheney 2000), Chlamydomonas

6

reinhardtii (Kumar et al. 2004), Haematococcus pluvialis (Kathiresan et al.
2009), Chlorella dan Nannochloropsis (San et al. 2011), Dunaliella bardawil
(Anila et al. 2011), serta K. alvarezii (Handayani 2012 dan Daud 2013).
Cheney (2000) melakukan transformasi genetik pada makroalga P. yezoensis
dengan gen GUS (beta- glucuronidase) menggunakan perantara A. tumefaciens
strain LBA 4404. Setelah 2 – 4 minggu inkubasi dengan Agrobacterium, potongan
rumput laut mulai melepaskan monospore, yang menandai potongan tumbuh
menjadi potongan baru. Selanjutnya potongan yang memproduksi monospore
dipindahkan pada media seleksi geneticin dengan konsentrasi 125 ug/ml selama 7
– 10 hari. Potongan yang bertahan hidup pada media seleksi merupakan
transforman putatif dan mulai menunjukkan sel berwarna biru yang
mengiindikasikan bahwa gen GUS terekspresi.
Transformasi K. alvarezii dengan gen lisozim melalui A. tumefaciens LBA
4404 yang dilakukan oleh Handayani (2012) menghasilkan talus transgenik
dengan efisiensi transformasi 23,56% dan efisiensi regenerasi 11,32%. Sedangkan
pada transformasi K. alvarezii dengan gen PaCS dengan A. tumefaciens LBA
4404, telah menghasilkan talus transgenik dengan efisiensi transformasi 7,5% dan
efisiensi regenerasi 100% (Daud 2013).

7

BAHAN DAN METODE
Bahan
Bahan percobaan yang digunakan meliputi talus rumput laut K. alvarezii
yang diperoleh dari BRBAP (Balai Riset Budidaya Air Payau) Maros. Media
pertumbuhan rumput laut Provasoli Enrichment Seawater (PES) (Lampiran 1.)
digunakan untuk menumbuhkan rumput laut, Agrobacterium tumefaciens strain
LBA4404 mengandung plasmid pIG6-MaMt2 yang membawa gen MaMt2
dibawah kendali promotor ubiquitin dan terminator Nos (Anggraito 2012)
digunakan untuk mentransformasi rumput laut. Peta plasmid pIG6-MaMt2 yang
membawa gen MaMt2 di sajikan pada Gambar 1. Pasangan primer UbiQF (5’TGATGGCC
CTGCCTTCATACG-3’)
dan
NosTR2
(5’TGCCGGTCTTGCGATGATTA-3’),
primer
SMt2UF
(5’TCATGGATCCATGTCTTGCTGTGGAGG-3’)
dan
NosTR1
(5’CTCATAAATAACGTCATGCAT TACA-3’), digunakan untuk mendeteksi
keberadaan gen MaMt2 di dalam genom rumput laut transgenik.

Gambar 1. Peta fisik daerah T-DNA yang terdapat di dalam plasmid pIG6-MaMt2
(Anggraito 2012)

Persiapan Rumput Laut
Perbanyakan dan pemeliharaan anakan rumput laut menggunakan metode
yang dilakukan oleh Suryati et al. (2011) yang telah dimodifikasi. Talus rumput
laut yang akan digunakan sebagai eksplan diperoleh dari BRBAP Maros. Talus
yang sehat dipotong sepanjang 5 cm dan dibersihkan dari kotoran yang
menempel. Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan 1% larutan iodine dan
0,05% larutan antibiotik. Eksplan yang telah disterilisasi ditumbuhkan pada media
PES cair, digoyang menggunakan shaker kecepatan 100 rpm dengan suhu 23°C
selama 1 minggu. Eksplan yang bertahan hidup selanjutnya dipotong sepanjang 2
cm dan dikultur selama 1 bulan dengan subkultur dilakukan setiap 2 minggu
sekali. Eksplan siap diinokulasi dengan A. tumefaciens.
Kokultivasi
Transformasi genetik pada rumput laut K. alvarezii menggunakan metode
Cheney (2000) dan Anggraito (2012) yang telah dimodifikasi. Bakteri A.
tumefaciens strain LBA 4404 yang mengandung plasmid pIG6-MaMt2
ditumbuhkan pada 5 ml media LB yang mengandung antibiotik (100 mg/l
streptomisin, 50 mg/l kanamisin, 50 mg/l higromisin) pada suhu ruangan,

8

digoyang dengan kecepatan 220 rpm selama 2 hari. Suspensi bakteri yang tumbuh
selanjutnya disubkultur pada media yang sama selama 18 jam. Bakteri yang
tumbuh selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 5 menit.
Endapan bakteri yang diperoleh diresuspensi dengan media PES cair dan
ditambahi 100 µM Acetosyringone hingga mencapai OD600= 0,5-1.
Eksplan yang siap ditransformasi sebelumnya dilukai dengan menggunakan
jarum steril di seluruh permukaan, selanjutnya eksplan dimasukkan ke dalam
media infeksi berupa media PES cair yang telah diresuspensi dengan bakteri
selama 15-60 menit pada shaker dengan kecepatan 100 rpm. Eksplan yang telah
diinfeksi dipindahkan pada media kokultivasi berupa media PES cair yang diberi
100 µM Acetosyringone dan diinkubasi selama 3 hari pada kondisi gelap dan
digoyang pada shaker dengan kecepatan 100 rpm.
Seleksi
Setelah dikokultivasi selama 3 hari eksplan selanjutnya dibilas dengan air
laut steril sebanyak 3 kali dan dipindahkan pada media pemulihan yaitu media
PES cair yang mengandung ZPT 0,1 mg/l NAA dan 0,5 mg/l BAP selama 2
minggu. Eksplan yang tumbuh pada media pemulihan dipindahkan pada media
seleksi yaitu media PES cair yang mengandung higromisin 10 mg/l (seleksi I) dan
diinkubasi selama 7 hari. Eksplan yang hidup pada media seleksi I dipindahkan
pada media seleksi II (higromisin 20 mg/l) dan diinkubasi selama 14 hari.
Regenerasi
Eksplan yang tetap hidup pada media seleksi II selanjutnya dipindahkan
pada media regenerasi yang sama dengan media pemulihan hingga tumbuh tunas.
Pergantian media dilakukan setiap satu bulan sekali.
Isolasi DNA Genom
DNA diisolasi dari 0,1 g tunas yang tumbuh pada media regenerasi
menggunakan metode CTAB oleh Doyle and Doyle (1990) dengan modifikasi.
Tunas dimasukkan ke dalam tabung mikrotube ukuran 1,5 ml dan ditambah
dengan buffer 2 x CTAB (1 M Tris pH 7.5, 5 M NaCl, 0.5 M EDTA pH 8.0) dan
β-merkaptoetanol (0,2%), kemudian digerus hingga halus. Tabung selanjutnya
dibolak-balik dan diinkubasi pada suhu 370C selama 1 jam. Tabung disimpan di
dalam es selama 20 menit, selanjutnya ditambah kloroform-isoamil alkohol (24:1)
sebanyak 1 kali volume larutan dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm
selama 10 menit. Supernatan dipindahkan ke dalam tabung mikrotube baru dan
ditambah phenol-chlorofoam-isoamil alkohol (25:24:21) sebanyak 1 kali larutan,
dibolak-balik dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit.
Supernatan yang dipindahkan ke tabung mikrotube baru dan ditambah dengan 2M
NaOAc pH 5,2 sebanyak 0,1 kali volume larutan dan etanol absolut sebanyak 2
kali volume larutan, dibolak-balik dan disimpan dalam freezer selama semalam.
Kemudian tabung disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 25 menit.
Supernatan dibuang dan endapan yang terbentuk ditambah dengan 1 ml etanol
70% dan disentrifugasi dengan kecepatan 10000 rpm selama 10 menit. Endapan

9

DNA dikeringkan dan diberi ddH2O dan RNAse (1 mg/ml), kemudian diinkubasi
pada suhu 370C selama 60 menit. Inaktivasi RNAse dilakukan pada suhu 700C
selama 10 menit.
Analisis Tanaman Transgenik
DNA hasil isolasi selanjutnya digunakan sebagai cetakan untuk analisis
PCR dengan menggunakan pasangan primer UbiQF dan NosTR2 dan pasangan
primer Smt2UF dan NosTR1. Campuran reaksi yang digunakan adalah 100 ng
DNA genom ; 0,5 µM masing-masing pasangan primer (10 pmol/µ l); 1x buffer;
0,2 mM dNTPmix; 1.25 U Tag DNA Polymerase dan ditambah dengan ddH 2O
hingga volume total reaksi 20 µl. PCR dilakukan dengan kondisi: pra PCR 950C,
5 menit; denaturasi 940C, 30 detik; penempelan primer 600C, 30 detik;
pemanjangan 720C, 30 detik dan reaksi dilakukan sebanyak 30 siklus; dan diakhiri
dengan pasca PCR 200C, 10 menit. Hasil PCR dielektroforesis di dalam 1% gel
agarosa pada 100 volt selama 28 menit. Gel divisualisasi di atas UV
transiluminator setelah diwarnai dengan 0,5 mg/l ethidium bromide.

10

HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi K. alvarezii dengan Gen MaMt2
Pada penelitian ini transformasi genetik K. alvarezii dilakukan
menggunakan potongan talus yang ditumbuhkan pada media PES cair.
Permukaan talus yang akan ditransformasi sebelumnya dilukai dengan
menggunakan jarum steril seperti yang dilakukan oleh Cheney (2000) terhadap sel
P. yezoensis. Kokultivasi dilakukan pada media PES cair yang mengandung 100
µM acetosyringone sama dengan yang dilakukan oleh Cheney (2000) pada
transformasi rumput laut P. yezoensis. Penambahan acetosyringone pada media
kokultivasi menyebabkan peningkatan frekuensi transformasi secara signifikan
pada C. reinhardtii (Kumar et al. 2004). Sedangkan pada D. bardawil, pemberian
acetosyringone tidak berpengaruh terhadap jumlah sel yang resisten higromisin
(Anila et al. 2011). Pada penelitian ini infeksi eksplan dengan suspensi bakteri
dilakukan selama 15-60 menit pada media PES cair dengan penambahan
acetosyringone. Perendaman eksplan pada suspensi bakteri dimaksudkan untuk
memberi kesempatan kontak antara bakteri Agrobacterium dengan eksplan di
media infeksi (Cheney 2000).
Talus yang ditumbuhkan di media pemulihan setelah kokultivasi dapat
dikelompokkan menjadi: 1) talus yang tidak mengalami perubahan bentuk dan
warna yaitu coklat tua dan 2) talus yang mengalami perubahan warna menjadi
coklat muda serta pada bagian ujung terdapat warna kemerahan dan terdapat
kerutan pada dinding talus. Eksplan yang mengalami perubahan warna umumnya
tidak bertahan lama pada media pemulihan yang ditandai dengan perubahan talus
menjadi berwarna putih transparan dan akhirnya mati (Gambar 2d).

Gambar 2. Tahap inokulasi talus K. alvarezii; a) Eksplan yang telah dipotong dan siap

diadaptasikan pada media PES cair; b) Eksplan yang siap ditransformasi; c)
Eksplan pada media kokultivasi; d) Eksplan pada media pemulihan. Bar=1
cm.

11

Untuk mengetahui eksplan yang mengandung gen MaMt2 maka eksplan
diseleksi menggunakan media PES cair yang mengandung higromisin. Higromisin
dan kanamisin adalah agen seleksi yang umum digunakan untuk menentukan
keberhasilan dari transformasi (Torregrosa et al. 2000). Seleksi terhadap sel atau
jaringan yang resisten higromisin pada penelitian ini dilakukan secara bertingkat,
yaitu pada seleksi I dengan konsentrasi higromisin 10 mg/l selama 7 hari dan
seleksi II dengan konsentrasi higromisin 20 mg/l selama 14 hari. Menurut
Anggraito (2012) seleksi bertingkat dimaksudkan untuk mendapatkan tanaman
transgenik dengan persentase yang lebih tinggi dan mengurangi adanya tanaman
transgenik palsu. Pada penelitian transformasi K. alvarezii, Daud (2013)
melakukan seleksi menggunakan higromisin dengan konsentrasi 10 mg/l pada
media PES padat dan Handayani (2012) menggunakan higromisin dengan
konsentrasi 20 mg/l pada media PES cair. Menurut Anila et al. (2011),
kemampuan toleransi D. bardawil transgenik terhadap higromisin pada media
cair lebih tinggi dibandingkan media padat. Oleh karena itu pada penelitian ini
menggunakan higromisin yang lebih tinggi dari pada yang dilakukan oleh Daud
(2013).
Setelah tujuh hari di dalam media seleksi I, hanya 146 dari 423 eksplan
bertahan hidup, persentase eksplan yang hidup sebesar 34,5% (tabel 1). Setelah 14
hari ditumbuhkan di dalam media seleksi II dengan konsentrasi higromisin yang
ditingkatkan menjadi 20 mg/l dari 146 eksplan yang hidup di media seleksi I
hanya 116 eksplan yang dapat bertahan hidup, sehingga persentase eksplan yang
hidup di media seleksi II adalah sebesar 27,4% (tabel 1). Persentase eksplan yang
hidup pada media seleksi higromisin ini lebih tinggi dibandingkan dengan
persentase hasil seleksi higromisin pada penelitian transformasi K. alvarezii yang
dilakukan oleh Handayani (2012) sebesar 23,56% dan penelitian yang dilakukan
oleh Daud (2013) sebesar 7,5%. Eksplan yang hidup di dalam media seleksi II
merupakan eksplan transgenik putatif.
Tabel 1. Perkembangan Eksplan Selama Transformasi dan Seleksi.
Perlakuan

Jumlah
Eksplan

Inokulasi*

423

Tidak
Diinokulasi**
Tidak
Diinokulasi***

30

32

135

27,6%

-

116
(27,4%)
-

Ratarata
tunas
per
eksplan
4,2

-

-

-

-

-

-

-

-

34

186

70,8%

5,5

Seleksi I
Hidup
Mati
277

46

146
(34,5%)
-

48

-

Seleksi II
Hidup
Mati

Jumlah
eksplan
bertunas

Jumlah
tunas

%
eksplan
bertunas

*diinokulasi dengan A. tumefaciens
**di tumbuhkan pada media hiromisin 20 mg/l
***ditumbuhkan pada media yang tidak mengandung higromisin

Eksplan yang resisten terhadap higromisin selanjutnya ditumbuhkan pada
media regenerasi yang sama dengan media pemulihan yaitu media PES cair yang
mengandung 0,1 mg/l NAA dan 0,5 mg/l BAP. Suryani (2009) menyatakan
bahwa kombinasi ZPT dari golongan auxin dan sitokinin pada media
pertumbuhan akan menghasilkan kristal filamen dan embrio sebagai anakan
rumput laut. Anakan rumput laut pada penelitian ini berupa tunas-tunas yang
tumbuh pada eksplan yang ditransfomasi. Tunas-tunas yang tumbuh selanjutnya

12

disebut sebagai tunas transgenik putatif. Perkembangan eksplan pada media
seleksi disajikan pada Gambar 3.
Dari 116 eksplan yang ditumbuhkan di media regenerasi, 32 eksplan
menghasilkan 135 tunas sehingga efisiensi regenerasi eksplan transgenik putatif
adalah 27,6% dan rata-rata regenerasi tunas per eksplannya adalah 4,2. Efisiensi
regenerasi eksplan transgenik ini lebih rendah dibandingkan dengan efisiensi
regenerasi eksplan non transgenik yang tidak di inokulasi yaitu sebesar 70,8%
dengan rata-rata jumlah tunas per eksplan sebesar 5,5. Efisiensi regenerasi pada
penelitian ini lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi regenerasi yang
diperoleh
Handayani (2012) yaitu sebesar 11,32%, dan lebih rendah
dibandingkan dengan yang diperoleh Daud (2013) yaitu sebesar 100%.

Gambar 3. Perkembangan eksplan pada media seleksi. a). Eksplan transforman di media
seleksi I (higromisin 10 mg/l); b). Eksplan transforman di media seleksi II
(higromisin 20 mg/l); c). Eksplan transforman di media regenerasi; d).
Eksplan non transforman di media seleksi I (higromisin 10 mg/l); e). Eksplan
non transforman di media seleksi II (higromisin 20 mg/l); 2b). Eksplan non
transforman di media regenerasi. Bar= 1 cm.

Analisis Integrasi Gen MaMt2 pada K. alvarezii
Analisis integrasi gen MaMt2 di dalam genom tunas transgenik putatif yang
tumbuh pada eksplan di media regenerasi dilakukan dengan PCR. Dari 135 tunas
yang tumbuh, 43 tunas diambil secara acak untuk dianalisis. Hasil PCR dengan
menggunakan pasangan primer UbiqF dan NosTR2 atau pasangan primer Smt2F
dan NosTR1 terhadap 43 galur tunas transgenik putatif menunjukkan bahwa 13
galur adalah transgenik atau 3,1%. Hal ini menunjukkan bahwa walaupun galur-

13

galur tersebut resisten terhadap higromisin tetapi tidak semuanya mengandung
transgen MaMt2. Hasil analisis PCR terhadap beberapa galur transgenik dapat
dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Hasil analisis PCR. 1-4 = hasil PCR dengan primer UbiqF-NosTR2; 5-10 =
hasil PCR dengan primer Smt2F-NosTR1; 1&10 = plasmid pIG6; 2&9 =
rumput laut non transgenik; 3-8 = rumput laut transgenik; M= marker 1 Kb
ladder.

Analisis PCR terhadap tunas transgenik putatif yang menggunakan
pasangan primer UbiQF dan NosTR2, menghasilkan pita berukuran 431 pb, sesuai
dengan pasangan dengan ukuran sisipan pada plasmid pIG6-MaMt2. Hasil PCR
dikonfirmasi ulang dengan menggunakan pasangan primer Smt2F dan NosTR1
berukuran 450 pb yag sesuai dengan ukuran DNA sisipan pada plasmid pIG6MaMt2 (Gambar 4). Hasil PCR tersebut menunjukkan bahwa tunas rumput laut
yang dianalisis adalah tanaman transgenik yang mengandung gen MaMt2 dibawah
promoter ubiquitin dan terminator NosTR.
Untuk konfirmasi bahwa DNA yang diamplifikasi tersebut adalah transgen
MaMt2, PCR dengan pasangan primer yang sama dilakukan terhadap DNA
rumput laut non transgenik. Hasil PCR terhadap rumput laut non trangenik tidak
menghasilkan pita DNA. Hal ini menunjukkan bahwa primer yang digunakan
untuk PCR adalah spesifik terhadap promoter ubiquitin dan terminator Nos serta
gen MaMt2.

Morfologi Rumput Laut Transgenik Putatif
Eksplan yang mengandung tunas transgenik putatif selanjutnya
ditumbuhkan pada media pertumbuhan yaitu media PES dengan penambahan 0,5
mg/l BAP dan 0,1 mg/l NAA, namun tunas tersebut mengalami pertumbuhan
yang lebih lambat jika dibandingkan dengan tunas non transgenik pada media
yang sama. Tunas transgenik putatif yang berumur 3 bulan memiliki panjang
tunas kurang dari 1 mm, sedangkan tunas non transgenik dengan umur yang sama
memiliki panjang tunas 5 mm (Gambar 5). Hal ini mungkin disebabkan karena
stres akibat pemotongan pada tunas dan masuknya gen asing ke dalam genom
sehingga menganggu pertumbuhan tunas transgenik putatif.
Menurut Qin et al. (2005) transformasi genetik pada protoplas
menggunakan Agrobacterium mengalami kesulitan dalam regenerasi protoplas
menjadi talus baru. Kemungkinan yang terjadi adalah material yang digunakan
berbeda-beda karakter genetik dan tahapan reproduksinya. Ekspresi gen asing
yang tidak stabil sering ditemukan pada regenerasi talus transgen sehingga

14

menghasilkan talus yang abnormal. Pertumbuhan protoplas transgenik Glacilaria
gracilis pada media yang diberi penambahan PES mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan protoplas yang ditumbuhkan pada media air laut steril,
karena protoplas sangat sensitif terhadap ammonium dan nitrat yang terdapat pada
media PES (Huddy, 2011). Kemungkinan hal ini dapat terjadi pada tunas
transgenik putatif di penelitian ini dimana media pertumbuhan dan zat pengatur
tumbuh yang diberikan dapat menghambat regenerasi pada tunas transgenik
putatif.

Gambar 5. Pertumbuhan tunas transgenik putatif (tanda panah) dan non transgenik
putatif (tanda panah putus-putus) pada eksplan yang sama. Bar = 1 mm.

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gen MaMt2 telah berhasil diintroduksikan ke dalam genom rumput laut K.
alvarezii melalui perantara A. tumefaciens. Efisiensi transformasi adalah sekitar
27,4% dan rata-rata tunas yang dihasilkan per eksplan sebesar 4,2. Analisis
integrasi gen MaMt2 dengan PCR menghasilkan 13 tunas transgenik yang
mengandung gen MaMt2 di bawah promoter ubiquitin dan terminator Nos.
Saran
Untuk mengetahui kestabilan gen MaMt2 dari tanaman transgenik perlu
dilakukan analisis PCR lebih lanjut pada anakan rumput laut transgenik putatif.
Uji tantang pada anakan rumput laut transgenik terhadap cekaman logam berat
untuk mengetahui fungsi gen MaMt2 yang diintroduksikan perlu dilakukan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Anggraito YU. 2012. Transformasi genetik Nicotiana benthamiana L. dan kedelai
dengan gen MaMt2 penyandi Metallothionein Tipe II dari Melastoma
malabathricum L. [Desertasi]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana. Institut
Pertanian Bogor.
Anila N, Chandrashekar A, Ravishankar GA and Sarada R. 2011. Establishment
of Agrobacterium tumefaciens-mediated genetic transformation in
Dunaliella
bardawil.
Eur
J
Phycol.
46
(1):3644.doi:10.1080/09670262.2010.550386.
Bactiar E. 2007. Penelusuran sumber daya hayati laut (alga) sebagai biotarget
industri. Makalah. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas
Padjadjaran: Jatinangor. 21 hal.
Bernal-Herna´ndez YY, Medina-Dı´az IM, Robledo-Marenco ML, Vela´zquezFerna´ndez JB, Giro´n-Pe´rez MI, Ortega-Cervantes L, MaldonadoVa´zquez WA, Rojas-Garcı´a EA. 2010. Acetylcholinesterase and
metallothionein in oysters (Crassostrea corteziensis) from a subtropical
Mexican Pacific estuary. Ecotoxicology. 19:819–825. DOI 10.1007/s10646009-0459-2.
Bindu MS and Levine IA. 2011. The commercial red seaweed Kappaphycus
alvarezii an overview on farming and environment. J Appl Phycol. 23:789–
796.doi:10.1007/s10811-010-9570-2.
BPPT. 2010. BPPT Produk olahan rumput laut Indonesia rendah. Berita. Website
Resmi KKP.htm. http://www.kkp.go.id/index.php/BPP-Produk-OlahanRumput-Laut-Indonesia-Rendah-Berita-Website-Resmi-KKP.htm. [tanggal
akses 24 Juli 2011].
Cheney DP. 2000. Agrobacterium-mediated genetic transformation of
multicellular marine algae, resultant strains and their products. International
classes. Northeastern University (Huntington Avenue Boston) US.
http://ip.com/patfam/en/22440221. [tanggal akses 20 september 2012].
Cheng R, Ma R, Li K, Rong H, Lin X, Wang Z, Yang S, Ma Y. 2012.
Agrobacterium tumefaciens mediated transformation of marine microalgae
Schizochytrium.
Microbiol
Res.167
(3):179

186.doi:10.1016/j.micres.2011.05.003.
Cobbett C dan Goldsbrough P. 2002. Phytochelatins and Metallothioneins: Roles
in heavy metal detoxification and homeostasis. Annu Rev Plant Biol. 53:
159-182. Doi:10.1146/annurev.arplant.53.100301.135154.

17

Contreras-Porcia L, Dennett G, González A, Vergara E, Medina C, Correa JA,
Moenne A. 2011. Identification of copper-induced genes in the marine alga
Ulva compressa (Chlorophyta). Mar Biotechnol. 13:544–556.
Doi:10.1007/s10126-010-9325-8.
Daud RF. 2013. Introduksi gen Sitrat Sintase ke dalam rumput laut Kappaphycus
alvarezii menggunakan Agrobacterium tumefaciens.[Tesis]. Bogor [ID]:
Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12:1315.
Handayani T. 2012. Konstruksi vektor biner dan transformasi gen lisozin pada
rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan Agrobacterium
tumefaciens.[Tesis]. Bogor [ID]: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian
Bogor.
Hayashi L, Faria GSM, Nunes BG, Zitta CS, Scariot LA, Rover T, Felix MRL,
Bouzon ZL. 2011. Effects of salinity on the growth rate, carrageenan yield,
and cellular structure of Kappaphycus alvarezii (Rhodophyta, Gigartinales)
cultured in vitro. J Appl Phycol. 23:439–447. Doi:10.1007/s10811-0109595-6.
He Y, Jones HD, Chen S, Chen XM, Wang DW, Li KX, Wang DS and Xia LQ.
2010. Research Paper. Agrobacterium-mediated transformation of durum
wheat (Triticum turgidum L. var. durum cv Stewart) with improved
efficiency. J Exp Bot. 61 (6) : 1567–1581. Doi:10.1093/jeb/erq035.
Huddy SM. 2011. Development of a transformation protocol and cell culture
system for the commercially important species of red macroalga, Glacilaria
gracilis. [thesis]. Cape town [SA]: Departement of Molecular and Cell
Biology, Faculty of Science, University of Cape Town.
Hurtado AQ and Biter AB. 2007. Plantlet regeneration of Kappaphycus alvarezii
var. adik-adik by tissue culture. J Appl Phycol. 19:783–786.
Doi:10.1007/s10811-007-9269-1.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan. 2013. Ekspor rumput 2013, US$230
Juta. J Nas. Tanggal 17 Januari 2013 Hal.10. info media. Website Resmi
KKP.htm.
http://www.kkp.go.id/index.p...mobile/arsip/?categori_id=58
[tanggal akses 12 Maret 2013].
Kumar SV, Misquitta RW, Reddy VS, Rao BJ, Rajam MV. 2004. Genetic
transformation of the green alga-Chlamydomonas reinhardtii by
Agrobacterum
tumefaciens.
Plant
Sci.
166:
731

738.
Doi:10.1016/j.plantsci.2003.11.012.

18

Kathiresan S, Chandrashekar A, Ravishankar GA, and Sarada R. 2009.
Agrobacterium-mediated transformation in the green alga Haematococcus
pluvialis (Chlorophyceae, Volvocales). J Phycol. 45 : 642–649.
DOI: 10.1111/j.1529-8817.2009.00688.x.
Laplaze L, Gherbi H, Duhoux E, Pawlowski K, Auguy F, Guermache F, Franche
C and Bogusz D. 2002. Symbiotic and non-symbiotic expression of cgMT1,
a metallothionein-like gene from the actinorhizal tree Casuarina glauca.
Plant Mol Biol. 49: 81–92. Kluwer academic publishers.
Mamboya, FA. 2007. Heavy metal contamination and toxicity: studies of
macroalgae from the Tanzania coast. Stockholm [US]: Stockholm
University library. pp. 1–48.ISBN 91-7155-374-6. http://www.divaportal.org/smash/get/diva2:197112/FULLTEXT01.pdf
Mir G, Dome`nech J, Huguet G, Guo WJ, Goldsbrough P, Atrian S, Molinas M.
2004. A plant type 2 metallothionein (MT) from cork tissue responds to
oxidative stress. J Exp Bot. 55 (408): 2483–2493.doi:10.1093/jxb/erh254.
Moilanen, Lori H., Fukushige T, Freedman JH. 1999. Identification of upstream
regulatory elements and transcription factors responsible for cell-specific
expression of the metallothionein genes from Caenorhabditis elegans. J
Biol
Chem.
274
(42),
Issue
of
October
15:
29655–
29665.doi:10.1074/jbc.274.42.29655.
Morris CA, Nicolaus B, Sampson V, Harwood JL and Kille P. 1999.
Identification and characterization of a recombinant metallothionein protein
from a marine alga, Fucus vesiculosus. Biochem J. 338: 553 – 560.
Omidvar V, Abdullah SNA, Izadfard A, Ling Ho C, Mahmood M. 2010. The oil
palm metallothionein promoter contains a novel AGTTAGG motif
conferring its fruit-specific expression and is inducible by abiotic factors.
Planta. 232:925–936. Doi:10.1007/s00425-010-1220-z.
Owen JR, Morris CA, Nicolaus B, Harwood JL, Kille P. 2012. Induction of
expression of a 14-3-3 gene in response to copper exposure in the marine
alga, Fucus vesiculosus. Ecotoxicol. 21:124–138.doi:10.1007/s10646-0110772-4.
Perez-Lopez M, Alonso J, Novoa-Valinas MC and Melgar MJ. 2003. Assessment
of heavy metal contamination of seawater and marine limpet, Patella
vulgata L., from Northwest Spain. J Environ Sci Health A. 38(12) : 2845–
2856. Doi:10.1081/ESE-120025835.
Pong_Masak PR, Parenrengi A, Tjaronge M, Rusman. 2011. Protokol seleksi
varietas bibit unggul rumput laut. Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Air Payau. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan
Budidaya. Kementrian Kelautan dan Perikanan. 27 hal.

19

Qin S, Jiang P and Tseng C. 2005. Transforming kelp into a marine bioreacto