Introduction of PaCS gene encoding Citrat Synthase to Kappaphycus alvarezii using Agrobacterium tumefaciens

INTRODUKSI GEN PaCS PENYANDI Sitrat Sintase
KE DALAM RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens

RISTANTI FRINRA DAUD

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Introduksi gen PaCS
penyandi sitrat sintase ke dalam rumput laut Kappaphycus alvarezii
menggunakan Agrobacterium tumefaciens”adalah benar karya bersama
saya dengan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis
lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Ristanti Frinra Daud
NIM P051100141

RINGKASAN

RISTANTI FRINRA DAUD. Introduksi Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase ke
dalam Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan Agrobacterium
tumefaciens. Dibimbing oleh UTUT WIDYASTUTI dan SUHARSONO.
Penyakit ice-ice dapat menyebabkan menurunnya kualitas rumput laut.
Penyakit ini kemungkinan besar lebih banyak disebabkan oleh cekaman
lingkungan dari pada serangan patogen. Hal ini didukung dengan ditemukan fakta
bahwa ice-ice lebih menonjol pada lingkungan yang kualitas airnya rendah,
pergantian air sedikit, salinitas rendah dan perubahan suhu air serta kandungan
logam berat yang tinggi di perairan. Sitrat diketahui sebagai asam organik yang
paling kuat dalam mengikat logam berat seperti aluminium. Asam sitrat
mempunyai peranan yang sangat penting di dalam siklus Kreb atau siklus asam
sitrat. Enzim yang terlibat dalam sintesis asam sitrat adalah sitrat sintase.

Gen sitrat sintase asal Pseudomonas aeuginosa (PaCS) telah berhasil
diintroduksikan ke dalam genom tanaman tembakau (Nicotiana tabacum) dan
Jatropha curcas melalui perantaraan Agrobacterium tumefaciens. Tanaman
tembakau transgenik yang mengandung gen PaCS lebih toleran terhadap
cekaman Al dibandingkan dengan tanaman nontransgenik. Penelitian ini bertujuan
untuk mengintroduksikan gen sitrat sintase ke dalam genom tanaman rumput laut
Kappaphycus alvarezii melalui perantara Agrobacterium tumefaciens.
Potongan talus berukuran 0,5 cm digunakan sebagai eksplan. Eksplan
direndam di dalam Agrobacterium tumefaciens selama 15 menit dan dikokultivasi
selama 3 hari di media padat PES dengan agar 0,3% di dalam ruang gelap.
Setelah ditanam pada media pemulihan, talus diseleksi di media selektif padat
PES yang mengandung 10 mg/l higromisin.
Berdasarkan eksplan yang tahan pada media seleksi, efisiensi transformasi
pada K. alvarezii adalah sebesar 7,5 %. Efisiensi regenerasi tunas transgenik
putatif adalah sebesar 100%, sama dengan efisiensi regenerasi tunas non
transgenik. Analisis molekular menggunakan teknik PCR menunjukkan bahwa
satu dari lima K. alvarezii transgenik putatif mengandung transgen PaCS di
bawah kendali promoter 35S CaMV.

Kata kunci : Kappaphycus alvarezii, rumput laut, gen PaCS, transformasi,

Agrobacterium tumefaciens

SUMMARY

RISTANTI FRINRA DAUD. Introduction of PaCS gene encoding Citrat
Synthase to Kappaphycus alvarezii using Agrobacterium tumefaciens. Supervised
by Utut Widyastuti and Suharsono.
Ice-ice is a disease that reduces the quality of seaweed. This disease is
mainly caused by environmental stress rather than pathogen. This is supported by
the fact that ice-ice disease is prevalent in the environment where the water have
low quality, poor circulation, low salinity and changement of temperature, and
high content of heavy metals. Citric acid is known to be a strong chelating agent
for aluminum. Citric acid has a very important role in the Kreb cycle. The enzyme
involved in the synthesis of citric acid is citrate synthase.
Citrate synthase genes from Pseudomonas aeruginosa (PaCS) has been
successfully introduced into genome of tobacco (Nicotiana tabacum) and
Jatropha curcas using Agrobacterium tumefaciens. Tobacco transgenic plants
containing PaCS gene are more tolerant to Al stress compared to non-transgenic
plants. This research aims to introduce the citrate synthase gene into genome of
seaweed Kappaphycus alvarezii by using Agrobacterium tumefaciens.

Cutting Thallus of 0,5 cm were used as explants. Explants were inoculated
by Agrobacterium tumefaciens for 15 minutes and then co-cultivated in PES
media containing 0,3% agar for 3 days in the dark. The selection of putative
transgenic K. alvarezii was carried out in PES agar selective medium containing
10 mg/l hygromicin.
Based on hygromicin resistant explant on hygromicin selective medium, the
transformation efficiency in K. alvarezii was 7.5 %. The efficiency of shoot
regeneration of putative transgenic was 100%, and same as the regeneration
efficiency of non transgenic ones. Molecular analysis by PCR showed that one of
five putative transgenic K. alvarezii was confirmed as transgenic thallus
containing PaCS transgene under the control of 35S CaMV promoter.
Keyword : Kappaphycus alvarezii, seaweed, PaCS gene, Agrobacterium
tumefaciens, transformation

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

INTRODUKSI GEN PaCS PENYANDI Sitrat Sintase
Ke DALAM RUMPUT LAUT Kappaphycus alvarezii
MENGGUNAKAN Agrobacterium tumefaciens

RISTANTI FRINRA DAUD

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Agus Oman Sudrajat, M.Sc

Judul Tesis

Nama
NIM

: Introduksi Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase ke dalam
Rumput Laut Kappaphy cus alvarezii Menggunakan
Agrobacterium tumefaci ens
: Ristanti Frinra Daud
: P051100141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Anggota


Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Tanggal Ujian: 24 Juli 2013

Tanggal Lulus:

2 3 0CT 2013

Judul Tesis

Nama
NIM

: Introduksi Gen PaCS Penyandi Sitrat Sintase ke dalam
Rumput Laut Kappaphycus alvarezii Menggunakan

Agrobacterium tumefaciens
: Ristanti Frinra Daud
: P051100141

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Utut Widyastuti, MS
Ketua

Prof Dr Ir Suharsono, DEA
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Bioteknologi

Dekan Sekolah Pascasarjana


Prof Dr Ir Suharsono, DEA

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 24 Juli 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa
atas
berkat dan limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini dapat terselesaikan
karena adanya bantuan dari berbagai pihak.Penelitian ini didanai atas
kerjasama Balai Riset Keluatan dan Perikanan Air Payau (BRKP) Maros
dan Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi dan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor an. Dr. Ir. Utut
Widyastuti. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
menghaturkan rasa hormat dan terima kasih yang tulus kepada :

1. Ibu Dr. Ir. Utut Widyastuti,M.Si. selaku pembimbing utama dan
Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA selaku anggota pembimbing yang
telah memberikan petunjuk, bimbingan dan bantuan kepada penulis.
2. Kedua Orang tua tercinta, ayahanda Daud Somba, SKM dan ibunda
Netty Rasinan, saudara-saudaraku yang saya kasihi, kakak
Maiercherinra Daud dan adik-adikku Hatri Ninra Daud, Riknal
Christan Daud dan Amrival Hernan Daud, serta Miftah Sudirman
atas doa tulus, kasih sayang dan pengorbanan moril dan materi yang
telah diberikan kepada penulis.
3. Rekan-rekan mahasiswa dan teknisi laboratorium di Pusat
Penenlitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi yang telah
memberikan bantuan dan dukungan selama penulis melakukan
penelitian.
4. Ibu dan Bapak Pimpinan BRAP Maros atas bantuan dan fasilitasnya
selama penulis melakukan magang.
5. Sahabat-sahabat BTK “10” yang tidak disebut satu persatu,
Trimakasih atas dukungannya
Penulis menyadari bahwa tesis
ini masa sangat jauh dari
kesempurnaan, Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun

sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan penulisan selanjutnya.
Akhirnya semoga tesis ini bermanfaat bagi pembaca terutama bagi penulis
sendiri.AMIN.
Bogor,

Oktober 2013

Ristanti Frinra Daud

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

1
1
2

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Sitrat Sintase
Transformasi Genetik Rumput Laut

3
3
5
6

3 BAHAN DAN METODE

8
8
8
8
8
9
9

Waktu dan Tempat
Bahan Penelitian
Persiapan eksplan
Kultur A. tumefaciens
Transformasi Genetik Kappaphycus alvarezii
Analisis Integrasi Gen PaCS di dalam K. alvarezii
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi Genetik Kappaphycus alvarezii dengan Gen PaCS
Analisis Integrasi Gen PaCS di dalam K. alvarezii

10
10
12

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

14
14
14

DAFTAR PUSTAKA

15

RIWAYAT HIDUP

21

DAFTAR TABEL
1 Hasil transformasi dan regenerasi rumput laut Kappaphycus
alvarezii

12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Siklus hidup Kappaphycus alvarezii
Rumput laut yang terserang ice-ice (Tissera & Naguit 2009)
Konstruksi gen PaCS di dalam vektor ekspresi pMSH (Tistama
2012).
Tahapan transformasi genetik rumput laut K. alvarezii
Perkembangan eksplan nontransgenik dan putatif transgenik di
media higromisin
Hasil elektroforesis DNA genom rumput laut K. alvarezii
Hasil analisis integrasi gen PaCS di dalam K. alvarezii dengan
PCR

4
5
8
10
12
13
13

DAFTAR LAMPIRAN

1.
2.

Komposisi Antibiotik Mix
Komposisi media dasar Provasoly enrichment seawater
(PES) dalam 1 liter air laut

19
20

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kappaphycus alvarezii (Doty) merupakan salah satu rumput laut merah
yang bernilai ekonomis penting yang dinding selnya mengandung polisakarida
tinggi, dan menjadi sumber penting karagenan di dunia (Bixler 1996). Indonesia
merupakan salah satu produsen rumput laut dengan rata-rata volume produksi
2.143.126 ton/tahun sejak tahun 2005 hingga 2010. Kebutuhan rumput laut dunia
terus meningkat sekitar 27,63%, namun dalam menghadapi pangsa pasar tersebut
Indonesia belum mampu memanfaatkannya secara optimal (FAO 2010).
Rendahnya produksi dan kualitas rumput laut salah satunya disebabkan
oleh penyakit ice-ice. Penyakit tersebut kemungkinan besar lebih banyak
disebabkan oleh cekaman lingkungan dari pada serangan patogen. Hal ini
didukung dengan ditemukan fakta bahwa ice-ice lebih menonjol pada lingkungan
yang kualitas airnya rendah, pergantian air sedikit, salinitas rendah, perubahan
suhu air serta kandungan logam berat yang tinggi di perairan (Mtolera et al.
1995). Logam berat yang banyak ditemukan di perairan adalah Pb, Mn, Cu, Cd
dan Al (Jickells 1955; De Baar & La roche 2003).
Cekaman logam berat berupa Aluminium (Al) menyebabkan perubahan
struktur sel yang meliputi reduksi jumlah butir pati dalam nukleoplas, inti sel
tersegmentasi, dan adanya kondensasi kromosom pada inti (Nagy et al. 2004),
serta kerusakan pada membran plasma. Cekaman Al mengakibatkan membran
plasma kehilangan integritasnya (Yamamoto et al. 2001), yang selanjutnya
memicu gangguan penyerapan hara dan air sehingga menyebabkan defisiensi
unsur hara. Cekaman logam berat berupa timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada
Halophila ovalis menyebabkan aktivitas metabolisme terhambat sehingga
berdampak pada ukuran daun mengecil (Ambo-Rappe et al. 2011). Oleh karena
itu perlu dilakukan suatu upaya untuk meningkatkan ketahanan rumput laut
terhadap cekaman logam berat, salah satunya adalah dengan meningkatkan
produksi asam sitrat rumput laut K. alvarezii.
Sitrat diketahui sebagai asam organik yang paling kuat dalam mengikat
logam berat seperti aluminium. Asam sitrat dihasilkan dari siklus Kreb atau siklus
asam sitrat. Siklus ini diawali dengan perubahan pirufat menjadi asetil KoA
dengan melepaskan CO2. Asetil KoA akan bereaksi dengan oksaloasetat yang
berkarbon empat menjadi senyawa berkarbon enam yaitu sitrat. Enzim yang
berperan dalam reaksi ini adalah sitrat sintase (Taiz & Zeiger 2002). Beberapa
spesies dari genus Pseudomonas banyak dimanfaatkan sebagai pelarut fosfat,
yaitu melalui sekresi asam organik terutama sitrat (Buch et al. 2008). Gen sitrat
sintase asal Pseudomonas aeruginosa (PaCS) yang berukuran 1287 pb dan
menyandikan 428 asam amino telah berhasil diisolasi dan diintroduksikan
kedalam tanaman Nicotiana tabacum dan Jatropha curcas melalui perantaraan
Agrobacterium tumefaciens. Hasil uji tantang tembakau transgenik dengan
cekaman Al menunjukkan bahwa tanaman transgenik yang mengandung gen
PaCS lebih toleran dibandingkan dengan tanaman nontransgenik (Tistama 2012).
Ekspresi suatu gen memerlukan promoter. Promoter dibagi menjadi dua jenis
berdasarkan ekspresinya yaitu konstitutif dan induktif. Promoter konstitutif
mengekspresikan gen-gen secara terus menerus. Promoter yang dikategorikan

2

sebagai promoter konstitutif adalah 35S CaMV, 35S CaMV omega, Ubiquitin
(UBQ1) dan tionin (BTH6). Promoter 35S CaMV merupakan promoter paling
kuat ekspresinya di antara keempat promoter konstitutif tersebut (Holtorf et al.
1995), sedangkan promoter induktif adalah promoter yang hanya
mengekspresikan gen jika diinduksi oleh kondisi tertentu, misalnya promoter heat
shock (Holtorf et al. 1995).
Untuk meningkatkan dan mempertahankan produksi rumput laut nasional
perlu dilakukan upaya-upaya dalam mengatasi permasalahan dalam budidaya,
rendahnya mutu genetik rumput laut, permasalahan penyakit dan lingkungan
(Largo et al. 1997; Vairappan 2006) melalui beberapa pendekatan teknologi,
antara lain rekayasa genetik melalui transformasi genetik. Beberapa peneliti telah
menggunakan A. tumefaciens sebagai perantara transformasi, seperti yang
dilakukan oleh Cheng et al. (2011) pada mikroalaga Schizochytrium.
Pengembangan teknologi kultur jaringan merupakan salah satu teknologi yang
mendukung rekayasa genetik pada tanaman. Teknik kultur jaringan rumput laut
Kappaphycus alvarezii telah dikembangkan oleh Suryati & Mulyaningrum (2009).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksikan gen PaCS di bawah
kendali promoter p35S CaMV ke dalam genom tanaman rumput laut K. alvarezii
melalui perantara Agrobacterium tumefaciens.

3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Laut (Kappaphycus alvarezii)
Kappaphycus alvarezii merupakan rumput laut merah yang memiliki nilai
ekonomis penting, yang sangat dibutuhkan karena dinding sel nya mengandung
polisakarida dan merupakan sumber penting kappa karagenan. Jumlah kebutuhan
dunia akan rumput laut ini sangat besar dan telah banyak dibudidayakan di
Indonesia serta menjadi sasaran produksi rumput laut prioritas dalam program
revitalisasi perikanan domestikasi dari 2009.
Rumput laut K. alvarezii bila diklasifikasikan berdasarkan pigmentasi
termasuk jenis alga merah (Rhodophyceae). Ganggang merah yang hidup di laut
dan tergolong dalam thallophyta ini tidak memperlihatkan perbedaan akar, batang
dan daun seperti tanaman tingkat tinggi. Keseluruhan tanaman merupakan batang
yang dikenal sebagai talus. Berdasarkan pada bentuk dan anatomi serta karakter
biokimia, dimana derivat kappa carageenan yang lebih dominan dari pada iota
dan beta carageenan yang ditemukan oleh seorang ahli dari Filipina bernama
Alvarez, maka nama ilmiah dari E. cottonii berubah menjadi K. alvarezii
(Atmadja et al. 1996 & Silva et al. 1996).
Ciri ciri rumput laut K. alvarezii adalah talus silindris, permukaan licin,
menyerupai tulang rawan/muda (cartilageneus), serta berwarna hijau terang, hijau
kuning, dan coklat kemerahan. Percabangan keberbagai arah dengan batang
batang utama keluar saling berdekatan didaerah pangkal (basal). Percabangan
talus berujung runcing atau tumpul, ditumbuhi tonjolan-tonjolan (nodulus) dan
duri lunak/tumpul untuk melindungi gametangia. Percabangan bersifat berseling,
(alternatus), tidak teratur, serta dapat bersifat percabangan dua-dua (dichotomus)
atau percabangan tiga-tiga (trichotomus). Tumbuh melekat pada substrat, cabang
cabang pertama dan kedua tumbuh rimbun dan mengarah ke datangnya sinar
matahari (Parenrengi et al. 2010).
Perkembangbiakan rumput laut baik dari kelompok Glacilaria maupun
Kappaphycus/Euchema dikenal dalam dua bentuk reproduksi yakni dengan
seksual (generatif) dan aseksual (vegetatif). Secara generatif, rumput laut diploid
(2n) menghasilkan spora yang haploid (n). Spora ini kemudian menjadi dua jenis
yaitu jantan dan betina yang masing-masing bersifat haploid (n) selanjutnya
rumput laut jantan akan menghasilkan sperma dan rumput laut betina
menghasilkan telur. Apabila kondisi lingkungan memenuhi syarat akan
menghasilkan suatu perkawinan dengan terbentuknya zigot yang akan tumbuh
menjadi tanaman baru (Gambar 1). Reproduksi rumput laut secara vegetatif
adalah proses perbanyakan tanpa melalui perkawinan. Setiap bagian rumput laut
yang dipotong akan tumbuh menjadi rumput laut muda yang mempunyai sifat
seperti induknya. Perkembangbiakan secara vegetatif lebih umum dilakukan
dengan cara stek dari cabang-cabang talus yang muda, masih segar, warna cerah,
dan memiliki percabangan yang rimbun, serta terbebas dari penyakit (Parenrengi
et al. 2010).
Salah satu faktor penting untuk menunjang keberhasilan budi daya rumput
laut adalah pemilihan lokasi, sehingga sering dikatakan kunci keberhasilan budi
daya rumput laut terletak pada ketepatan pemilihan lokasi. Menurut Sudradjat
(2008), penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting, antara

4

lain: (1) terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab rumput laut mudah
patah apabila terus menerus dihantam gelombang; (2) terlindung dari ancaman
predator, seperti ikan buntal, ikan beronang, bintang laut, bulu babi, penyu dan
ikan besar lainnya serta burung laut; (3) terlindung dari ancaman pencemaran
seperti dekat muara sungai, buangan limbah industri, aktivitas pertanian dan
limbah rumah tangga; dan (4) terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena
selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak, solar,
dan lain-lain) akan mencemari area pemeliharaan. Selain faktor tersebut,
ketersediaan bibit alami rumput laut, dasar perairan yang berupa pecahan-pecahan
karang dan pasir kasar, kedalaman sekitar 2 –15 m, kadar garam 28 –34 ppt
dengan nilai optimum 33 ppt, kecerahan lebih dari 1.5 m sangat mempengaruhi
pertumbuhan rumput laut (Akma et al.2008).

Gametofit jantan

Tetrasporofit
Gametofit Betina

Tetraspora

Gambar 1 Siklus hidup Kappaphycus alvarezii
Salah satu kendala dalam budidaya adalah serangan hama dan penyakit
yang dapat menyebabkan kerusakan cukup tinggi. Hama pada tanaman rumput
laut umumnya merupakan organisme laut yang memangsa tanaman yang
menimbulkan kerusakan fisik. Sedangkan penyakit yang paling serius pada
budidaya rumput laut adalah penyakit ice-ice yang diakibatkan oleh kondisi
lingkungan yang ekstrim. Penyakit ini menyebabkan kerusakan jaringan pada
daerah yang terinfeksi pada budidaya rumput laut. Hal ini ditandai dengan
pertumbuhan yang lambat dan jaringan menghijau, kemudian kerusakan bagian
permukaan jaringan diikuti dengan melunaknya bagian percabangan. Kemudian
berkembang bintik putih pada jaringan rumput laut yang mati. Hal ini
mengakibatkan terjadinya fragmentasi dan berkurangnnya biomassa dari hasil
budidaya (Trono 1974; Uyenco et al. 1981 ; Ganzon-Fortes et al. 1993). Ice-ice
lebih menonjol pada lingkungan yang kualitas airnya rendah, pergantian air

5

sedikit, salinitas rendah dan perubahan suhu air serta kandungan logam berat yang
tinggi di perairan (Mtolera et al. 1995). Logam berat yang banyak ditemukan di
perairan adalah Pb, Mn, Cu, Cd dan Al (Jickells 1955; De Baar & La roche
2003).

Gambar 2 Rumput laut yang terserang penyakit ice-ice (Tisera &
Naguit 2009)
Tanaman yang terkena cekaman logam akan memperlihatkan gejala yang
berbeda. Cekaman logam berat berupa aluminium (Al) menyebabkan perubahan
struktur sel yang meliputi reduksi jumlah butir pati dalam nukleoplas, inti sel
tersegmentasi, dan adanya kondensasi kromosom pada inti (Nagy et al. 2004),
serta kerusakan pada membran plasma. Cekaman Al mengakibatkan membran
plasma kehilangan integritasnya (Yamamoto et al. 2001), yang selanjutnya
memicu gangguan penyerapan hara dan air sehingga menyebabkan defisiensi
unsur hara. Cekaman logam berat berupa timbal (Pb) dan tembaga (Cu) pada
seagrass Halophila ovalis menyebabkan aktivitas metabolisme terhambat
sehingga berdampak pada ukuran daun mengecil (Ambo-Rappe et al. 2011).
Penguasaan teknologi sangat mendukung keberhasilan dalam budidaya
rumput laut. Upaya penyediaan bibit rumput laut dapat dilakukan dengan
penerapan bioteknologi dalam menciptakan bibit unggul dengan pendekatan
penyediaan benih melalui kultur in vitro. Propagasi benih merupakan salah satu
alternatif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan performansi benih rumput
laut melalui kultur jaringan rumput laut (Parenrengi et al. 2010). Kultur jaringan
rumput laut telah dikembangkan oleh Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau
(BRPBAP) Maros. Suryati et al (2006) telah berhasil melakukan regenerasi dari
potongan talus menjadi tunas yang mencapai 89.3%.
Sitrat Sintase
Asam sitrat dihasilkan dari siklus asam trikarboksilat (TCA) yang dikenal
dengan Siklus Kreb atau siklus asam sitrat. Siklus ini merupakan pusat jalur
metabolik untuk semua proses aerobik dalam kehidupan organisme. Siklus TCA
diawali dengan pengubahan pirufat menjadi asetil KoA dengan melepaskan CO2.
Asetil KoA akan bereaksi dengan oksaloasetat yang berkarbon empat menjadi
senyawa berkarbon enam yaitu sitrat. Enzim yang berperan dalam reaksi ini

6

adalah sitrat sintase (Taiz & Zeiger 2002). Pada organisme eukariotik, enzim sitrat
sintase ditemukan terutama di dalam mitokondria dan peroksisom pada
perkecambahan. Berat molekul sitrat sintase mitokondria lebih besar
dibandingkan sitrat sintase glioksisom dan masing-masing terdiri dari dua subunit
(Beeckmans 1984).
Asam sitrat banyak digunakan oleh berbagai industri sebagai pengkelat,
pengatur pH, pencucian detergen, dan pembersih kimia (Crolla & Kennedy,
2001). Asam sitrat juga digunakan untuk mengekstrak logam seperti magnesium
(Mn), zeng (Zn), dan aluminium (Al) (Castro et al. 2000). Mekanisme toleransi
tanaman terhadap logam berat pada membran plasma adalah dengan mengurangi
penyerapan logam berat atau dengan stimulasi pompa ion terhadap logam berat
yang masuk ke dalam sitosol. Selain itu pada protoplas juga terdapat mekanisme
toleransi terhadap logam berat diantaranya dengan perbaikan protein yang rusak
dibantu heat shock protein atau metallothionein dan pengkelatan logam berat oleh
asam organik kemudian dibawa ke vakuola (Hall 2002).
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa asam sitrat yang
disekresikan oleh Pseudomonas dimanfaatkan sebagai pelarut fosfat seperti pada
Pseudomonas aeruginosa (Buch et al. 2008). Gen sitrat sintase asal Pseudomonas
aeruginosa (PaCS) yang berukuran 1287 pb dan menyandikan 428 asam amino
telah berhasil diisolasi dan diintroduksikan ke dalam tanaman tembakau
(Nicotiana tabacum) dan Jatropha curcas melalui perantaraan Agrobacterium
tumefaciens. Hasil uji tantang tembakau transgenik dengan cekaman Al
menunjukkan bahwa tanaman transgenik yang mengandung gen PaCS lebih
toleran dibandingkan dengan tanaman nontransgenik (Tistama 2012). Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Wijarnako (2004), menunjukkan bahwa pada
konsentrasi Al yang meracuni tanaman kedelai, pemberian asam sitrat dan P
ternyata mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai serta meningkatkan
penyerapan P,N,K dan Ca.
Transformasi Genetik Rumput Laut
Transformasi genetik tanaman adalah pengubahan genetik sel tanaman
melalui transfer DNA eksogen yang berasal dari spesies yang berbeda atau dari
gen sintetik, yang diikuti dengan penyisipan dan ekspresi DNA tersebut ke dalam
genom tanaman target (Skrritt 2000). Tanaman transgenik adalah tanaman dengan
peningkatan karakteristik, misalnya, resistensi atau toleransi terhadap cekaman
biotik maupun abiotik seperti serangga, patogen, kekeringan, salinitas dan suhu
(Christou & Capell 2007).
Transfer gen pada tanaman dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu
untuk transfer gen secara langsung dilakukan melalui mikroinjeksi, elektroporasi
dan partikel bombardment. Teknik transfer gen tersebut memanfaatkan protoplas
sebagai sel-sel penerima. Transfer gen juga dapat dilakukan melalui perantara
vektor A. tumefaciens. Tanaman transgenik pertama melalui penggunaan
Agrobacterium sebagai media transformasi yang berhasil mengekspresikan gen
asing adalah tanaman tembakau (Gasser & Fraley 1989).
Kebanyakan tanaman transgenik diperoleh melalui perantaraan A.
tumefaciens. A. tumefaciens terbukti sangat efisien digunakan dalam introduksi
gen pada tanaman dan sel tumbuhan. Bakteri ini memiliki sifat patogen yang

7

menyebabkan penyakit tumor mahkota (crown gall) bila menginfeksi tanaman.
Penggunaan bakteri ini sebagai salah satu sistem transfer gen pertama kali diakui
ketika ditemukan fakta bahwa crown gall terjadi sebagai hasil transfer dan
integrasi gen dari bakteri ini ke dalam genom sel tanaman (Gasser & Fraley
1989).
A. tumefaciens memiliki plasmid Ti (tumor inducing) yang bertanggung
jawab untuk mentransfer DNA ke dalam tanaman. Plasmid Ti memiliki beberapa
bagian yang mempunyai fungsi yang berbeda yaitu daerah T-DNA, daerah vir
(virulence), daerah replikasi plasmid (Origin of replication – ORI), dan daerah
katabolisme opin. Daerah vir berukuran 30 – 40 kb dan berada pada Plasmid Ti.
Daerah ini memiliki 6 operon esensial (virA, virB, virC, virD, virE, virG ) dan 2
operon non esensial (virF, virH). Jumlah gen pada setiap operon berbeda beda,
virA, virG dan virF hanya memiliki satu gen; virE, virC, virH memiliki dua gen
sedangkan virD dan virB memiliki empat dan delapan gen (de la Rival et al 1998).
Proses transfer gen dari A. tumefaciens ke dalam sel tanaman terjadi
melalui beberapa tahapan yaitu (1) kolonisasi bakteri, (2) induksi sistem infeksi
bakteri, (3) transfer T-DNA, dan (4) integrasi T-DNA ke dalam tanaman. Proses
infeksi dimulai dari pelukaan yang menyebabkan tanaman mengeluarkan senyawa
fenolik yang akan mengaktifasi gen-gen vir dimulai dengan penerimaan sinyal
oleh virA. VirA merupakan protein sensor trans-membran yang diaktifasi oleh pH
asam dan senyawa fenolik seperti asetosiringon. Selanjutnya virA mengaktifasi
protein virG melalui proses fosforilasi. VirG berfungsi sebagai faktor transkripsi
yang akan mengaktifkan ekpresi gen-gen vir lainnya (de la Riva et al 1998).
Protein virG akan menginduksi ekspresi gen virD1 yang akan memotong utas TDNA sehingga menghasilkan utas tunggal. Protein virD2 akan terfosforilasi oleh
protein virD1. Asosiasi virD2 melindungi T-DNA dari aktifitas endonuklease
pada ujung 5 T-DNA dan juga berfungsi membedakan ujung 5 T-DNA (right
border) sebagai ujung yang akan ditransfer terlebih dahulu ke sel tanaman.
Sintesis utas T-DNA dimulai dari batas kanan T-DNA dan berlangsung dari arah
5’-3’, kompleks utas tunggal T-DNA-virD2 dibungkus oleh protein virE. Asosiasi
protein ini mencegah serangan nuklease dan berfungsi untuk membentangkan utas
kompleks T-DNA sehingga mudah melewati kanal membran dan mengarahkan
daerah T-DNA menuju nukleus tanaman (de la Riva et al 1998).
Transformasi genetik menggunakan Agrobacterium sebagai media transfer
gen telah banyak dilakukan pada tanaman tingkat tinggi diantaranya padi
(Nishimura et al 2006; Hiei et al 2008), Melastoma (Muzuni 2011), jarak pagar
(Yuniati 2012), tembakau (Mayo et al 2006; Tistama 2012) dan kedelai
(Anggraito 2012). Selain itu penggunaan Agrobacterium sebagai media transfer
gen juga telah dilakukan pada khamir (yeast) (Piers et al 1996), pada marine
microalga Schizochytrium (Cheng et al. 2011), marine makroalaga Porphyra
(Cheney et al. 2001) dan Kappaphycus alvarezii (warna hijau) (Handayani 2013).

8

3 BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan September 2011 hingga maret 2013, di
Laboratorium Biotechnology Research Indonesia-Netherland (BIORIN), Pusat
Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi (PPSHB), Institut Pertanian
Bogor.
Bahan Penelitian
Rumput laut merah jenis K. alvarezii yang digunakan sebagai tanaman
yang akan diintroduksikan diperoleh dari laboratorium Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Payau (BRPBAP) Maros. Bakteri A. tumefaciens LBA4404 yang
membawa plasmid pMSH-PaCS digunakan untuk menginokulasi rumput laut K.
alvarezii. Peta fisik daerah T-DNA yang terdapat gen PaCS di bawah kendali
promoter 35S CaMV disajikan pada gambar 3. Primer spesifik PaCS-F
(5’ATGGCTG-ACAAAAAAGCGCAG3’),PaCS-R (5’TCAGCCGCGATCCTTGAGGGC3’) dan 35S-F (5‘AAACCTCCTCGATTCC-ATT3‘) digunakan untuk
mengetahui keberadaan gen PaCS di bawah kendali promoter 35S CaMV.
R
B

Nos P

NPT
II

T

T

HPT

35SP

35SP

PaCS

T

LB

---------1630 bp—
Gambar 3 Konstruksi gen PaCS di dalam vektor ekspresi pMSH (Tistama
2012).
Persiapan Eksplan
Talus K. alvarezii yang diperoleh dari laboratorium Balai Riset Perikanan
Budidaya Air Payau (BRPBAP) digunakan sebagai eksplan. Talus yang sehat dari
penyakit dan bersih dari lumut dipotong sepanjang 5 cm dan dibersihkan dengan
air laut yang disaring dengan filter UV. Talus dibersihkan dengan sikat di bawah
mikroskop, kemudian disterilisasi dengan betadin 1% (v/v) di dalam air laut
steril selama 1 menit, kemudian disterilisasi menggunakan campuran antibiotik
(lampiran 1) untuk menghilangkan mikroba permukaan. Untuk inisiasi dan
penyesuaian pada kondisi laboratorium, talus yang telah dipotong dikultur pada
air laut steril yang diperkaya dengan provasoly enrichment seawater (PES)
dengan foto periode 12 jam. Komposisi media PES disajikan pada lampiran 2.
Kultur A. tumefaciens
A. tumefaciens yang membawa gen PaCS dikultur dalam 3 ml media LB
(20 % Bacto tryptone,10% Bacto yeast, 20 % NaCl) yang mengandung antibiotik
50 µg/ml streptomisin, 50 µg/ml kanamisin, 50 µg/ml higromisin dan diinkubasi
dengan pengocok (shaker) dengan kecepatan 250 rpm, suhu 280C selama 48 jam

9

di ruang gelap. Setelah 48 jam biakan di subkultur lagi di dalam 20 ml LB selama
16 jam dengan kondisi yang sama. Selanjutnya kultur A. tumefaciens dimasukan
ke dalam tabung masing-masing 1,5 ml disentrifugasi dengan kecepatan 4000 rpm
(Jouan centrifuge BR 4i) selama 5 menit, kemudian endapannya diresuspensi
dengan 20 ml media kokultivasi cair (20 ml/l PES; 20 part per thousand (ppt) air
laut steril ;100 µM asetosiringon; 0,05 g/100ml glukosa) hingga nilai optical
density (OD600) 0,5.
Transformasi genetik Kappaphycus alvarezii
Prosedur transformasi pada rumput laut ini dilakukan dengan
menggunakan talus rumput laut yang dipotong - potong dengan ukuran 0.5 cm
dan diadaptasikan terlebih dahulu pada media padat PES 0.8 % selama 3-5 hari.
Transformasi dimulai dengan mencuci potongan talus menggunakan air laut steril
30 ppt, kemudian dikeringkan pada tisu steril. Talus yang telah dicuci, kemudian
diinokulasi dengan cara direndam dalam biakan A. tumefaciens LBA4404 yang
membawa plasmid pMSH-PaCS dalam media inokulasi selama 15 menit. Talus
selanjutnya dikeringkan pada tisu steril dan dipindahkan dalam media ko-kultivasi
padat PES 0,3% dan diinkubasi dalam ruangan gelap selama 2-3 hari.
Selanjutnya talus direndam di dalam air laut steril yang mengandung 200 mg/L
cefotaxim selama 10 menit. Setelah itu talus dibersihkan dan ditanam dalam
media pemulihan (recovery) yaitu PES 0.5%. Setelah 1-2 minggu, talus
dipindahkan ke media seleksi padat PES yang mengandung 10 mg/l higromisin.
Setelah itu talus tersebut kemudian di biakkan di media PES cair tanpa antibiotik
diruang kultur jaringan hingga beregenerasi membentuk tunas.
Analisis integrasi gen PaCS di dalam K. alvarezii
Analisis integrasi gen PaCS di dalam genom K. alvarezii transgenik
dilakukan dengan PCR. DNA genom diisolasi menggunakan teknik isolasi
Joubert dan Fleurence (2005). Reaksi PCR dilakukan dengan mencampurkan 100
ng DNA genom, 0.5 mM kombinasi primer gen spesifik sitrat sintase PaCS-F
dan PaCS-R, serta 0.5 mM kombinasi primer 35s-F dan PaCS-R, 5 µl PCR mix
(Fermentas), ditambah dengan ddH2O hingga volume 10 µl. Kondisi PCR adalah
denaturasi selama 30 detik pada suhu 95oC, annealing selama 30 detik pada suhu
55 0C, dan ekstensi pada suhu 72oC selama 2 menit sebanyak 35 siklus. Sebanyak
5 l hasil PCR dielektroforesis menggunakan gel agarosa 1 % dengan voltase 100
volt selama 30 menit dan selanjutnya gel direndam dalam ethidium bromide 0.5
mg/l selama 20 menit, direndam 20 menit dengan air kemudian divisualisasi
dengan UV transiluminator.

10

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi genetik Kappaphycus alvarezii dengan gen Sitrat sintase
Introduksi gen PaCS ke dalam genom K.alvarezii dilakukan melalui
perantara A. tumefaciens. Transformasi menggunakan A. tumefaciens memiliki
beberapa kelebihan yaitu diantaranya mudah dilakukan (Hiei & Komari 2008).
Kualitas eksplan yang digunakan dalam transformasi merupakan salah satu faktor
yang menentukan keberhasilan transformasi. Eksplan yang digunakan pada
penelitian ini adalah potongan talus yang berwarna coklat tua dan tidak ada
bagian eksplan yang mengalami perubahan warna setelah ditumbuhkan di media
adaptasi. Talus yang mengalami perubahan warna menjadi hijau tidak dapat
digunakan dalam proses transformasi karena talus tersebut tidak mampu
beradaptasi dengan baik dan rentan terhadap kematian. Menurut Hiei & Komari
(2008), eksplan yang mendukung kesuksesan transformasi adalah eksplan yang
segar dan sehat.
Transformasi dilakukan berdasarkan
kemampuan A. tumefaciens
B
A
mentransfer
T-DNA ke dalam kromosom tanaman. Transformasi genetik
menggunakan A. tumefaciens telah dilakukan pada marine makroalaga yaitu
Porphyra yezoensis (Cheney et al. 2001). Pada penelitian ini kokultivasi
dilakukan dengan perendaman talus pada suspensi A. tumefaciens yang
mengandung senyawa asetosiringon 100 µM selama 10 – 15 menit yang
selanjutnya dikeringkan kemudian ditanam pada media kokultivasi padat yang
juga telah mengandung senyawa asetosiringon 100 µM selama 2-3 hari pada
ruang gelap dengan suhu 25oC (Gambar 4). Penambahan asetosiringon pada
media kokultivasi padat maupun cair berfungsi untuk menginduksi A. tumefacien
agar dapat menginfeksi talus dan mentransfer T-DNA A. tumefaciens ke
kromosom K. alvarezii. Senyawa ini meningkatkan ekspresi gen Vir sehingga
dapat meningkatkan frekuensi transformasi (de la Riva et al 1998)

A

C

B

D

Gambar 4 Tahapan transformasi genetik rumput laut K. alvarezii. A=
eksplan pada media kokultivasi padat ; B = eksplan pada
media recovery; C= eksplan pada media seleksi; D=
eksplan pada media aklimatisasi (PES cair).

11

Setelah dibiakkan di media kokultivasi, bakteri yang masih menempel
pada talus dibersihkan dengan perendaman di media yang mengandung
cefotaxim. Cefotaxim ini berfungsi untuk membunuh A. tumefaciens tetapi tidak
untuk rumput laut. Untuk melakukan regenerasi, talus dipindahkan ke media
recovery (Gambar 4). Konsentrasi cefotaxim yang digunakan pada penelitian ini
lebih rendah dari pada penggunaan konsentrasi cefotaxim pada penelitian tanaman
tingkat tinggi. Konsentrasi cefotaxim yang efektif digunakan untuk mengurangi
jumlah bakteri pada tanaman tingkat tinggi berkisar 250-1500 µg/ml (Da silva &
Fukai 2001). Pada konsentrasi yang tinggi, cefotaxim dapat merusak jaringan
tanaman. Hasil penelitian Okkels & Paderson (1988) menunjukkan bahwa
cefotaxim dalam konsentrasi yang tinggi dapat bersifat phytotoxic pada
perkembangan tanaman bit (Beta vulgaris). Pada dosis tertentu penggunaan
cefotaxim pada proses transformasi tidak menghambat regenerasi tanaman
(Koronfel 1998).
Talus yang mampu bertahan hidup pada media seleksi higromisin disebut
talus transgenik putatif. Pada penelitian ini, dari 200 eksplan yang diinokulasi
dengan A. tumefaciens terdapat 15 talus yang tahan terhadap higromisin sehingga
efisiensi transformasi rumput laut berkisar 7,5% (Tabel 1). Efisiensi transformasi
ini lebih rendah jika dibandingkan dengan hasil penelitian Handayani (2013)
yang memperoleh persentase transformasi pada K. alvarezii sebesar 23,56%.
Rendahnya persentase transformasi pada penelitian ini kemungkinan disebabkan
oleh perbedaan strain K. alvarezii yang digunakan. Handayani (2013)
menggunakan K. alvarezii hijau sedangkan pada penelitian ini K. alvarezii yang
digunakan adalah yang berwarna merah. Efisiensi regenerasi talus transgenik
putatif pada penelitian ini sebesar 100% dari jumlah eksplan yang resisten di
media higromisin, dan efisiensi regenerasi talus non transgen ini juga sebesar
100% di media non selektif yang tidak mengandung higromisin (Tabel 1).
Efisiensi regenerasi pada penelitian ini lebih besar jika dibandingkan dengan
efisiensi regenerasi pada penelitian Handayani (2013) sebesar 11,32%. Hal ini
kemungkinan disebabkan penggunaan konsentrasi higromisin yang berbeda pada
media seleksi dimana pada penelitian ini hanya menggunakan higromisin dengan
konsentrasi 10 mg/l sedangkan pada penelitian Handayani (2013) menggunakan
konsentrasi higromisin 20 mg/l. Waktu yang diperlukan untuk regenerasi pada
talus transgenik lebih lama dibandingkan dengan talus non transgenik. Hal ini
kemungkinan disebabkan oleh beberapa faktor seperti perlakuan infeksi A.
tumefaciens dan pengaruh antibiotik higromisin. Dari 15 talus transgenik putatif
yang telah menghasilkan tunas, 3 talus diambil secara acak untuk dianalisis lebih
lanjut. Analisis integrasi gen PaCS terhadap 1 tunas yang diambil secara acak
menunjukkan bahwa tunas tersebut mengandung gen PaCS (Tabel 1).
Perkembangan eksplan pada media selektif dapat dilihat pada Gambar 5.

12

-

Nontransgenik
Hyg
+ Hyg 10 mg/L

Transgenik
+ Hyg 10 mg/L

Minggu
ke-1

Minggu
ke-2

Gambar 5 Perkembangan eksplan nontransgenik dan putatif transgenik di
media higromisin 10 mg/L (+Hyg) dan tanpa hygromisin (Hyg)
Pertumbuhan talus rumput laut K. alvarezii pada media PES non selektif
yang tidak mengandung higromisin memperlihatkan pertumbuhan kristal filamen
di sekitar talus (2 minggu), sedangkan talus non transgenik yang ditanam pada
media selektif menunjukkan hampir keseluruhan talus mengalami kematian. Talus
hasil transformasi yang ditanam pada media selektif menunjukkan pertumbuhan
dimana tunas tumbuh semakin panjang (Gambar 5). Sensitifitas sel tanaman
terhadap agen seleksi bergantung pada genotipe, tipe eksplan dan kondisi kultur
jaringan (Koronfel 1998).
Tabel 1. Hasil transformasi dan regenerasi Rumput Laut Kappaphycus alvarezii
Perlakuan*

Jumlah
Eksplan
Awal

Diinokulasi

200

Tidak diinokulasi

50

Jumlah
Eksplan
Tahan
Higromisin
15
0

Jumlah Eksplan

Efisiensi

Efisiensi
Transformasi

Regenerasi

+ PCR

Regenerasi

7,5 %a)

15

1/1***

100%b)

0
0
0
0
Tidak diinokulasi
50
50**
100 % c)
a) Jumlah eksplan tahan higromisin/jumlah eksplan x 100%
b) Jumlah eksplan yang bertunas/jumlah eksplan tahan higromisin x 100%
c) Jumlah eksplan yang bertunas/jumlah eksplan awal yang ditanam pada media tanpa higromisin
x 100%
*) Dengan A. tumefaciens
**) Di media yang tidak mengandung higromisin
***) Jumlah tunas dari 1 eksplan yang + PCR

Analisis Integrasi gen PaCS di dalam K. alvarezii
Dari 3 eksplan yang menghasilkan tunas transgenik putatif, secara acak 5
tunas diambil untuk diisolasi DNA nya. Hasil isolasi DNA genom dari kelima
tunas K. alvarezii transgenik putatif menunjukkan bahwa DNA tersebut memiliki
kualitas yang baik (Gambar 6). DNA genom dari salah satu tunas transgenik
putatif selanjutnya digunakan untuk analisis integrasi gen PaCS pada K. alvarezii.

13

λ

T0-1

T0-2

T0-3

T0-4

T0-5

Gambar 6 Hasil elektroforesis DNA Genom Rumput laut K. alvarezii
hasil isolasi; T0-1 – T0-5 = Tunas transgenik putatif
Analisis integrasi gen PaCS di dalam rumput laut menggunakan teknik
PCR dengan primer gen F PaCS dan R PaCS menghasilkan pita berukuran 1300
pb, sedangkan pada K. alvarezii non transgenik tidak menghasilkan pita tersebut.
Hal ini menunjukkan bahwa primer tersebut dapat digunakan untuk mengetahui
keberadaan transgen PaCS di K. alvarezii transgenik (Gambar 7a). Hasil ini juga
menunjukkan bahwa gen Cs rumput laut K. alvarezii mempunyai urutan
nukleotida yang berbeda dengan gen PaCS dari Pseudomona aeruginosa. PCR
dengan kombinasi primer 35sF dan R PaCS menghasilkan pita berukuran 1630
pb pada K. alvarezii tetapi tidak menghasilkan amplikon pada K. alvarezii non
transgenik (Gambar 7b). Hasil analisis ini menunjukkan bahwa tanaman K.
alvarezii transgenik tersebut mengandung gen PaCS di bawah kendali promoter
35S CaMV. Jadi, satu tunas K. alvarezii transgenik yang diambil secara acak dari
5 tunas yang telah diisolasi DNA nya adalah transgenik. Kombinasi primer ini
juga digunakan untuk analisis integrasi gen PaCS pada Nicotiana tabacum dan
Jatropha curcas (Tistama 2012).

M

A

7a

P

T0-1

Nt

PaCSF – PaCSR

1500 bp

1300 pb

1000 bp

(A)

M
7b

A

Nt

P

2000 bp
1500 bp

1630 pb

Gambar 7 Hasil analisis integrasi gen PaCS di dalam K. alvarezii dengan
PCR. A= menggunakan kombinasi Primer F PaCS dan R PaCS
B = menggunakan Primer F 35s dan R PaCS , Lajur M=
Marker 1 kb, A = kontrol air, P= kontrol + plasmid, T0-1 =
Rumput laut transgenik putatif, Nt= non transgenik

14

5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gen PaCS telah berhasil diintroduksikan dan terintegrasi di dalam genom
rumput laut K. alvarezii di bawah kendali promoter 35S CaMV.
Saran
Untuk penelitian berikutnya perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan
efisiensi transformasi. Selain itu analisis ekspresi gen perlu dilakukan.

15

DAFTAR PUSTAKA
Akma, Sugeng R, Ilham. 2008. Teknologi Manajemen Budidaya Rumput Laut
(Kapphaphycus alvarezii). Takalar
Ambo-Rappe R, Lajus DL, Schreider MJ. 2011. Heavy metal impact on growth
and leaf asymmetry of seagrass, Halophila ovalis. J. Environ. Chem.
Ecotoxicol. 3(6): 149-159.
Anggraito YU. 2012. Transformasi genetic Nicotiana benthamiana L. dan kedelai
dengan gen MaMt2 penyandi metallothionein tipe II dari Melastoma
malabathricum L. Institut Pertanian Bogor. Bogor. [Disertasi].
Atmadja WS, Kadi A, Sulistijo, Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-Jenis Rumput
Laut Indonesia. Puslitbang Oseanologi – LIPI, Jakarta.

Beeckmans S. 1984. Some structural and regulatory aspects of citrate synthase.
Int. J. Biochem. 16(4): 341-351.
Bixler HJ. 1996. Recent developments in manufacturing and marketing
carrageenan. Hydrobiologia 326/327: 35– 57. doi: 10.1007/978-94-0091659-3_5

Buch AD, Archana G, Naresh Kumar G. 2008. Metabolic channeling of glucose
towards gluconate in phosphate-solubilizing Pseudomonas aeruginosa p4
under phosporous deficiency. Res. Microb. 159:635-642
Castro IM, Fietto JLR, Vieira RX, Tropia MJM, Campos LMM, Paniago EB,
Brandao RL. 2000. Bioleaching of zinc and nickel from silicates using
Aspergillus niger cultures. Hydrometallurgy 57: 39-49.
Cheng R, Ruijuan MA, Ke Li , Hui R, Xiangzhi L, Zhaokai W, Shanjun Y, Yong
M. 2011. Agrobacterium tumefaciens mediated transformation of marine
microalgae
Schizochytrium.
Micres
25421:1-8.
doi:10.1016/j.
micres.2011.05.003
Cheney D, Metz B, Stiller J. 2001. Agrobacterium-mediated genetic
transformationin the macroscopic marine red alga Porphyra yezoensis. J.
Phycol. 37: 11-13
Christou P, Capell T. 2007. Genetically Modified Plants. Encyclopedia of life
sciences, John Wiley & Sons, Ltd. www.els.net
Crolla A, Kennedy KJ. 2001. Optimization of Citric Acid Production from
Candida lipolytica Y-1095 using n-paraffin. J. Biotech. 89: 27- 40.

16

Da Silva JA, Fukasi S. 2001. The impact of carbenicillin, cefotaxime and
vancomycin on chrysanthemun and tobacco
morphogenesis and
Agrobacterium growth. J. Appl. Hort. 3(I):3-12
De Baar HJW, La Roche J. 2003. Metals in the Oceans; Evolution, Biology and
Global Change. Springer Verlag. Berlin (DE):79-105.
De la Riva GA, González-Cabrera J, Vázquez-Padrón R, Ayra-Pardo C. 1998.
Agrobacterium tumefaciens: a natural tool for plant transformation. J.
Biotech. 1(3): 0717-3458.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2010. FAOSTAT database. [online].
http:/faostat.fao.org.
Ganzon-Fortez E T, Azanza-Corales R, Alianza T. 1993. Comparison of
photoshynthetic responses of healthy and ‘diseased’ Kappaphycus
alvarezii (doty) doty using p vs i curve. Botanica Marina 33: 503-506.
doi 10.1515/botm.1993.36.6.503
Gasser C S, Fraley RT. 1989 Genetically engineering
improvemen. J. Science 244( 4910): 1293-1299

plants

for crop

Hall J.L. 2002. Cellular mechanisms for heavy metal detoxification and tolerance.
J. Exper. Bot. 53( 366) : 1–11. doi: 10.1093/jexbot/53.366.1
Handayani T. 2013. Konstruksi vektor biner dan transformasi gen lisozim pada
rumput laut Kappaphycus alvarezii menggunakan perantara
Agrobacterium tumefaciens. Seminar hasil sekolah pasca sarjana.
Bogor(ID). Institut Pertanian Bogor
Hiei Y, Komari T. 2008. Agrobacterium-mediated transformation of rice using
immature embryos or calli induced from mature seed. Nature Protocol
3(5): 824-826. doi:10.1038/nprot.2008.46
Holtrof S, Apel K, Bohlman H. 1995. Comparison of different constituve and
inducible promoters for the overexpression of transgenes in Arabidopsis
thaliana. Plant Mol. Biol. 29(4): 637-646.
Jickells T. 1995. Atmospheric inputs of metals and nutrients to the oceans: their
magnitude and effects. Marine Chem. 48 (3-4):199-214.
Joubert Y, Fleurence J. 2005. DNA isolation protocol for seaweeds. Plant Mol.
Biol. Rep. 23: 197a-197g. doi: 10.1007/BF02772712
Koronfel M. 1998. Effects of the antibiotics kanamycin, cefotaxime, and
carbenicillin on the differentiation of
flax hypocotyls. Arab J.
Biotechnol.1(1): 93-98

17

Largo DB, Faukami K, Adachi M, Nhisijima T. 1997. Direct enumeration of total
bacteria from macroalgae by epifluoresecence microscopy asapllied to the
flashy red algae Kappaphycus alvarezii and Glacilaria Spp (Rhodophyta).
J. Phycol. 33:554-557. doi: 10.1111/j.0022-3646.1997.00554.x
Mayo KJ, Gonzalez BJ, Mason HS. 2006. Genetic transformation of Tobacco
NT1 cell with Agrobacterium tumefaciens. Nature Protocol 1(3): 1105 –
1111. doi: 10.1038/nprot.2006.176
Mtolera MSP, Collén J, Pedersen M, Semesi AK . 1995. Destructive hydrogen
peroxide production in Eucheuma denticulatum (Rhodophyta) during
stress caused by elevated ph, high light intensities and competition with
other species. Eur. J. Phycol. 30:289–297
Muzuni. 2011. Isolasi, pengklonan dan konstruksi RNAi gen penyandi H+ATPase membrane plasma dari Melastoma malabathricum L. [Disertasi].
Bogor (ID). Institut Pertanian Bogor.
Nagy NE, Dalen LR, Jones DL, Swensen B, Fossdal CG, Eldhuset TD. 2004.
Cytologycal an enzymatic responses to aluminum stress in root tips of
norway spruce seedlings. New Phytol. 163 (3): 595-607.
doi: 10.1111/j.1469-8137.2004.01134.x
Nishimura A, Aichi I, Matsuoka M. 2006. A protocol for AgrobacteriumMediated transformation in rice. Nature Protocols 1: 2796-2802.
doi:10.1038/nprot.2006.469
Okkels FT, Padersen MG. 1988. The toxicity to plant tissue and to Agrobacterium
tumefaciens of some antibiotic. Acta. Hort. 255 : 199-207
Parenrengi A, Syah R, Suryati E. 2010. Budidaya rumput laut penghasil
karaginan (Karagenofit). Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan
dan Perikanan Kementrian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia.
Indonesia.
Piers KL, Heath JD, Liang X, Stephenst KM, Nestert EW. Agrobacterium
tumefaciens-mediated transformation of yeast. Proc. Natl. Acad. Sci.
USA 93: 1613-1618
Sea Plant. 2004a. Biologi dasar eeuchema dilengkapi glosari dan bibliografi. Sea
Plant Net Technical Monograph No. 0804-3a. 72 p
Silva PC, Basson PW and Moe RL. 1996. Cataloque of the benthic marine algae
of the India ocean. Univ. Of California Press.
Skerritt JH. 2000. Genetically modified plants: developing countries and the
public acceptance debate. Ag. Biotech. Net. 2:1-8

18

Suryati E, Mulyaningrum SRH. 2009. Regenerasi rumput laut Kappaphycus
alvarezii (Doty) melalui induksi kalus dan embrio dengan penambahan
hormon perangsang tumbuh secara In vitro. J. Ris. Akuakultur 4(1): 39-45
Suryati E, Tenriulo A, Parenrengi A. 2006. Isolasi protoplas rumput laut
Kappaphycus alvarezii menggunakan enzim komersial dan viscera keong
mas (Pila polita). Makalah seminar pengembangan akuakultur dan temu
bisnis kerapu Pusat Riset Perikanan Budidaya, Denpasar, 9 hal.
Taiz L, Zeiger.2002. Plant Physiolgy. 3th edition. Sinauier Associated Inc.
Publishers. Sunderland Massachusetts. 637 p.
Tistama R. 2012. Isolasi dan introduksi gen Sitrat Sintase dari Pseudomonas
aeruginosa ke dalam tanaman untuk meningkatkan toleransi terhadap
cekaman aluminium [Disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Tisera WL, Naguit MRA. 2009. Ice-ice disease occurrence in seaweed farms in
bais bay, Negros oriental and Zamboanga Del Norte. The Threshold 4:1-16
Trono GC. 1974 . Euchema Farming in the Philippines. University of the
Philippines Natural Science Research Center. Diliman. Quezon City
Uyenco FR , Saniel LS, Jacinto GS. 1981. The "Ice-ice" Problem in Seaweed
Farming. Proc. Int. Seaweed Symp. 10: 625-630.
Vairappan CS. 2006. Seasonal accurrecences of epiphytic algae on the
comercially cultivated red algae Kappaphycus alvarezii (Soliriciae,
Gigartinales, Rhodophyta). J. Appl. Phycol. 18: 611-617
Wijarnako A. 2004. Pengaruh asam sitrat dan fosfat terhadap detoksifikasi
aluminium, serapan hara, dan pertumbuhan kedelai. J. Agrikultura 16(2):
89-95. ISSN: 0853-2885.
Yamamoto Y, Kobayashi Y, Matsumoto H. 2001. Lipid peroxidation is an early
symptom triggered by aluminum, but not the primary cause of elongation
inhibition in pea roots. Plant Physiol. 125:199-208.
Yuniati R. 2012. Construction, cloning and exp