Teori Maqāṣidusy-Syarī‘ah
3. Teori Maqāṣidusy-Syarī‘ah
Maqāṣidusy-Syarī„ah berkaitan dengan penetapan tujuan-tujuan syariah sebagai kriteria yang harus diperhatikan dalam penetapan hukum Islam. menurut Asy-Syathibi tujuan itu diketahui melalui sejumlah dalil yang dihimpun dan diteliti secara induktif. Dari penelitian para ulama terhadap sejumlah ayat Alquran dan hadis yang dijadikan landasan hukum, diketahui bahwa tujuan Allah dalam menyariatkan suatu hukum adalah untuk mewujudkan kemaslahatan bagi manusia di dunia dan di akhirat. Adapun Al- Qardhawi mengartikan Maqāṣidusy-Syarī„ah sebagai asrār asy-syarīʻah atau rūh asy-syarīʻah, yang tersimpan di balik nas. 28 Dalam hal ini menurut Asy- Syathibi ada lima tujuan atau hikmah fundamental ( ḥikmat asāsiyyah) yang harus diketahui seorang mujtahid dalam penetapan hukum, yaitu menjaga agama ( ḥifẓud-dīn), menjaga jiwa (ḥifẓun-nafs), menjaga akal (ḥifẓul-„aql), menjaga keturunan ( 29 ḥifẓun-nasl), dan menjaga harta (ḥifẓul-māl), yang dibedakan dalam tiga peringkat secara hirarkis yaitu ḍarūriyyat, ḥajiyyat, dan
ta 30 ḥsiniyyat. Pada hakikatnya, baik kelompok ḍarūriyyat, ḥajiyyat, maupun
28 Badri Khaeruman, Hukum Islam dalam Perubahan Sosial, cet. I, Bandung: Pustaka Setia, 2010, h. 91-92.
29 Menurut Asy-Syathibi, penetaapan kelima pokok di atas didasarkan atas dalil-dalil Alquran dan hadis. Dalil-dalil tersebut berfungsi sebagai Al- Qawāidul-Kulliyat dalam penetapan
Al-Kulliyatul-Khams. 30 Yang dimaksud dengan memelihara kelompok ḍarūriyyat adalah memelihara kebutuhan-
kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan yang esensial itu adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, dalam batas jangan sampai eksistensi kelima kebutuhan yang bersifat esensial bagi kehidupan manusia. Kebutuhan yang esensial itu adalah memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta, dalam batas jangan sampai eksistensi kelima
sama lain. 31 Kebutuhan dalam kelompok pertama dapat dikatakan sebagai
kebutuhan primer, yang apabila kelima pokok itu diabaikan, akan berakibat terancamnya eksistensi kelima pokok itu. Kebutuhan dalam kelompok kedua dapat dikatakan sebagai kebutuhan sekunder. Artinya apabila kebutuhan kelompok ini diabaikan, maka tidak akan mengancam eksistensinya, melainkan akan mempersulit dan mempersempit kehidupan manusia. Sedangkan dalam kelompok ketiga erat kaitannya dengan upaya untuk menjaga etiket sesuai dengan kepatutan, dan tidak akan mempersulit, apalagi mengancam eksistensi kelima pokok itu. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kebutuhan dalam kelompok ketiga lebih bersifat komplementer, pelengkap. Adanya pengklasifikasian peringkat itu dimaksudkan untuk melerai konflik apabila suatu ketika masing-masing peringkat satu sama lain
bertentangan. 32 Berdasarkan uraian teori Maqāṣidusy-Syarī„ah di atas, maka dalam
penelitian ini teori tersebut digunakan untuk menganalisis dan menjelaskan
pokok itu terancam. Tidak sepenuhnya atau tidak terpeliharanya kebutuhan-kebutuhan itu akan berakibat terancamnya eksistensi kelima pokok itu. Berbeda dengan ḥajiyyat, tidak termasuk kebutuhan yang esensial, melainkan kebutuhan yang dapat menghindarkan manusia dari kesulitan hidupnya. Tidak terpeliharanya kelompok ini tidak mengancam eksistensi kelima pokok di atas, tetapi hanya akan menimbulkan kesulitan bagi mukalaf. Kelompok ini erat kaitannya dengan rukhsah atau keringanan dalam ilmu fikih. Sedangkan kebutuhan dalam kelompok ta ḥsiniyyat adalah kebutuhan yang menunjang peningkatan martabat seseorang dalam masyarakat dan di hadapan Tuhannya, sesuai dengan kepatutan.
31 Imam Syaukani, Rekonstruksi Epistemologi Hukum Islam di Indonesia dan Relevansinya bagi Pembangunan Hukum Nasional , Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, h. 50-51.
32 Ibid. , h. 51-52.
konsep penghapusan kekerasan dalam rumah tangga dan relevansi prinsip mu„āsyarah bil-ma„rūf dengan pasal-pasal UU Nomor 23 Tahun 2004.