Pembangunan Wilayah Berkelanjutan Di Provinsi Jambi Dan Implikasi Model Jamrud

PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN
DI PROVINSI JAMBI DAN IMPLIKASI MODEL JAMRUD

NOVITA ERLINDA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul “Pembangunan
Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi dan Implikasi Model JAMRUD” adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor,

April

2016

Novita Erlinda
NIM H162110071

RINGKASAN

NOVITA ERLINDA. Pembangunan Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi
dan Implikasi Model JAMRUD. Dibimbing oleh AKHMAD FAUZI (Ketua),
SLAMET SUTOMO (Anggota), dan EKA INTAN KUMALA PUTRI (Anggota)

Pembangunan berkelanjutan telah menjadi konsen nasional dan wilayah.
Pencapaian pembangunan yang seimbang antara aspek ekonomi, sosial dan
lingkungan telah menjadi perhatian pengambil kebijakan yakni bagaimana
mencapai pembangunan berkelanjutan tersebut secara terukur dan layak.
Belakangan konsern pembangunan berkelanjutan juga telah bergeser dari sekeder

konsern global atau internasional ke lebih lokal atau regional (Giaoutzi
dan Nijkamp 1993, Nijkamp dan Vreeker 2000, Clement, Hansen, dan Bradley
2003, Patterson dan Theobold 1995). Nijkamp dan Vreeker (2000) menyatakan
bahwa pergeseran ini diperkuat dengan fakta bahwa wilayah lebih memiliki
demarkasi yang jelas sehingga pengukuran empiris pembangunan berkelanjutan
lebih mudah dilakukan dan lebih relevan pada tinggat wilayah.
Perhatian pada integrasi pembanguann berkelanjutan pada tingkat regional
telah memicu perkembangan kaidah pembangunan yang disebut sebagai
Sustainable Regional Development atau SRD. Dengan demikian SRD pada
prinsipnya adalah sebuah konsep yang mengintegrasikan prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan ke dalam praktek pengembangan wilayah (Clement
et al. 2003). Clement et al (2003) lebih jauh menyatakan bahwa SRD melibatkan
berbagai aktivitas dan instrumen yang mendukung pembangunan berkelanjutan di
tingkat wilayah. Sehingga integrasi pembangunan berkelanjutan ke pembangunan
wilayah merupakan unsur yang penting dalam pembangunan wilayah secara
keseluruhan. Schleicher-Tappeser and Lukesch (1999), menyatakan bahwa
pembangunan wilayah bukanlah konsep singular yakni bukan hanya
mementingkan aspek spasial semata, namun juga kebutuhan akan penilaian
kualitatif dan kuantitatif dalam pembangunan wilayah. Dengan demikian SRD
mengacu pada aspek konsep dan instrumen integrasi pembangunan (Haughton dan

Councel 2004).
Situasi seperti ini dihadapi oleh Provinsi Jambi saat ini. Dengan penduduk
lebih kurang 3 juta jiwa dan sebagian besar wilayahnya adalah wilayah
konservasi, Provinsi Jambi memiliki target pembangunan yang cukup ambisius
melalui agenda JAMBI EMAS (Ekonomi Maju Adil dan Sejahtera) dengan target
pertumbuhan ekonomi sekitar 8% per tahun. Namun dalam agenda pembangunan
ini, konsern lingkungan dan aspek pembangunan berkelanjutan belum sepenuhnya
diakomodasi dalam agenda pembangunan. Jambi EMAS sendiri sudah berakhir
pada tahun 2015 dan pada awal 2016, agenda pembangunan Jambi menuju
pembangunan baru dengan pemerintahan yang baru. Dengan demikian menjadi
penting dalam konteks ini bukan hanya untuk mengevaluasi pembangunan
berkelanjutan yang sudah berjalan namun juga bagaimana menawarkan skenario
pembangunan berkelanjutan di masa mendatang.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk melakukan evaluasi
pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi melalui dua pendekatan yang

belum pernah digunakan di Indonesia yakni pendekatan bendera atau FLAG
(Nijkamp dan Ouwersloot 1996), dan pendekatan Imprecise Decision Model atau
IDM yang dikembangkan oleh Danielson et al (2003). Secara khusus penelitian
ini bertujuan untuk 1) mengevaluasi tingkat keberlanjutan pembangunan di

Provinsi Jambi melalui kerangka SRD, 2) mengembangkan model skenario
pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan mempertimbangkan aspek
risiko dan ketidakpastian, dan 3) Memberikan rekomendasi model dan implikasi
kebijakan SRD di Provinsi Jambi bagi pembangunan di masa mendatang.
Evaluasi keberlanjutan dilakukan dengan menggunakan tiga belas indikator yang
meliputi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. Ketiga belas indikator ini
kemudian dievaluasi melalui tiga rejim pembangunan berkelanjutan yakni strong,
moderate dan weak serta empat skenario kebijakan pembanguann yakni Business
as Ususal (BAU), Peningkatan Daya Saing (PDS), Memanfaatkan Sumber Daya
Lokal (MSDL), dan pengembangan Ekonomi Non-Ekstraktif (ENE).
Hasil studi menunjukkan bawah pembangunan di Provinsi Jambi dengan
skenario business as usual cenderung tidak akan berkelanjutan baik dengan
menggunakan basis data perencanaan maupun basis data capaian pembangunan
saat ini. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya frekuensi bendera kuning dan
merah, bahkan hitam pada skenario BAU. Pembangunan berkelanjutan dengan
banyaknya bendera hijau dicapai pada skenario strong progression yang
mengindikasikan kuatnya pengendalian lingkungan. Hasil ini juga diperkuat
dengan hasil analisis IDM yang menunjukkan bahwa skenario BAU cenderung
memiliki risiko yang lebih tinggi, sementara risiko yang lebih kecil akan diperoleh
pada skenario pembangunan dengan MSDL dan ENE. Hasil analisis tornado pada

IDM juga menunjukkan bahwa beberapa variabel seperti pertumbuhan ekonomi,
lahan kritis, hot spot dan kemiskinan cenderung mempengaruhi cukup penting
bagi capaian pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi.
Penelitian ini menawarkan paradigma pembangunan baru bagi pembangunan
berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan menawarkan model pembangunan yang
disebut sebagai model JAMRUD (Jambi Regional sUstainable Development).
Paradigma pembangunan ini didasarkan pada pertumbuhan inklusif yang bersifat
pro poor dan sektor yang lebih luas serta didukung oleh basis ekonomi hijau.
Studi ini menawarkan pula beberapa strategi pembangunan dengan model
JAMRUD untuk mendukung skenario pembangunan PDS, MSDL dan ENE.
Beberapa diantara skenario tersebut antara lain pengembangan skema Pembayaran
Jasa Lingkungan (PJL), penguatan UMKM yang mendorong pengembangan
sumber daya lokal dan ekonomi non-ekstraktif, pengembangan eko-wisata. Selain
itu di sektor primer perlu juga dikembangkan pertanian yang berkelanjutan,
pengembangan solidarity alternative dan berbagai kebijakan yang didasarkan
pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Paradigma
pembangunan yang ditawarakan dari hasil studi ini juga sejalan dengan beberapa
agenda pembangunan yang ditawarkan oleh pemerintah baru Provinsi Jambi yakni
Jambi TUNTAS, dan juga mendukung beberapa tujuan dari agenda global terkait
dengan Sustainable Development Goals (SDGs).

Keywords: Imprecise Decision Model, Model FLAG, Model JAMRUD,
Pembangunan Wilayah Berkelanjutan.

SUMMARY

NOVITA ERLINDA. Sustainable Regional Development in Jambi Province and
Implication JAMRUD Model. Supervised by AKHMAD FAUZI (Chair of
Committee), SLAMET SUTOMO (member), and EKA INTAN KUMALA
PUTRI (member)

Sustainability has been the major concern of development at both the national
and regional level. Achieving balanced economic, social and environmental goals
has prompted policy makers to pursue measurable and feasible sustainable
indicators of sustainable development. In recent years, concern regarding
sustainability has also shifted from mostly national and international agendas
to more local or regional development (Giaoutzi and Nijkamp 1993, Nijkamp and
Vreeker 2000, Clement, Hansen, and Bradley 2003, Patterson & Theobold 1995).
Nijkamp and Vreeker (2000) argue that the shift to a more regional development
notion of sustainability is due to the fact that the region is properly demarcated:
therefore, an empirical or operational measure of sustainability could be

performed. In addition, in a region, control and administrative competence are
usually regulated, making it more relevant to assess the sustainability of the policy
delivered in the region.
Concern about integrating sustainable development into regional development
has raised a new notion: Sustainable Regional Development or SRD. Therefore,
SRD is the concept of development that integrates sustainable development
principles into regional development practice (Celement et al. 2003). Clement
et al (2003) state that SRD encompasses all activities and instruments that
promote sustainable development within regional economic activities. The
integration of sustainable development into regional development is arguably
important for regional development as a whole. Schleicher-Tappeser & Lukesch
(1999), for example, argue that regional development is not a singular concept.
While regional development works at the spatial level, it needs qualitative
assessment that can be filled with sustainable development concepts. Therefore, in
essence, SRD encompasses both integrative concepts and integrative devices
(Haughton and Councel 2004).
Such a situation is faced by the Province of Jambi. Home to 3 million people
and a large proportion of its areas are conservation areas, the provincial
government of Jambi has set an ambitious target of economic development aiming
at an 8% growth rate per year. Such a high target of economic growth might not

be feasible to achieve, but also comes at the cost of environmental degradation,
especially if the local government is also aiming at the conservation areas as a
target for economic growth. During the last five years, the local government of
Jambi has set out a development paradigm, which emphasizes the economic pillar
of sustainable development: Jambi EMAS. The name “Jambi EMAS” literally
means “Jambi Gold,” and it is an acronym for economic prosperity and social
welfare. As implied by such a development jargon, nothing in this paradigm
contains the environmental aspect of sustainability. Jambi EMAS expired at the
end of 2015, and the new provincial administration will take place from March

2016 on ward. Therefore, it is important to not only evaluate the current (existing)
development paradigm, but also to set out several alternative development
agendas that are sustanaible for Jambi Province by taking into account several
constraints of achieving the development targets. In this context, the sustainability
regional development assessment approach is deemed sustainable for regional
development in Jambi Province. It is the objective of this paper to address such an
assessment.
This study aims to assess sustainable regional development in Jambi Province
using two novel approaches i.e FLAG method (Nijkamp and Ouwersloot 1996)
and Imprecise Decision Model (IDM) developed by Danielson et al. (2003).

Specifically the study is aimed 1) to assess the state of sustainability, 2) to
development policy scenarios for sustainable regional development in Jambi
Province, and 3) to provide policy recommendation for suatainable development.
Thirteen indicators which encompass economic, social and environmental
dimensions were evaluated. The assessment was carried using three different
sustainable regime namely strong, moderate and weak, and four policy scenarios
i.e, Business as Usual (BAU), Increase competitiveness (PDS), utilizing local
resources (MSDL), and development based on non-extractive activities (ENE).
Results from study indicate that existing development in Jambi Province both
using planning based data and actual achievement data raised more yellow and red
flags. It indicates that existing development will not be sustainable. The green
flag, which indicates sustainability will be achieved under strong progression
development and this can be achieved if Jambi adopts MSDL and ENE scenarios.
These findings are also strengthened by IDM approach where risk and
uncertainties were incorporated. The development policy using MSDL and ENE
tend to be less riskier than business as usual. Results from Tornado analysis also
indicates that certain economic variables such as economic growth and some
environmental variables such critical land and hot spot are sensitive to the level of
sustainability for Jambi Province.
The study offers new development scenario named as JAMRUD (Jambi

Regional sUstainable Development) as a new development paradigm for Jambi
Province. This paradigm is based on inclusive growth, green economy and low
emission strategies supported by regulation, fiscal and community development.
Several strategies are developed among four priority sectors such as developing
Payment for Environmental Services (PES), developing small-holder enterprises,
eco-tourism, efficient practice of agriculture, sustainable mining, solidarity
alternatives for primary sectors, and many others. This paradigm offered from this
study is also in line with new development paradigm set by the new provincial
government namely, JAMBI TUNTAS and also in line with seventeen goals of
Sustainable Development Goals (SDGs).
Keywords: Imprecise Decision Model, JAMRUD model, FLAG approach,
Sustainable Regional Development.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN
DI PROVINSI JAMBI DAN IMPLIKASI MODEL JAMRUD

NOVITA ERLINDA

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Doktor
pada
Program Studi Ilmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Tertutup: 1. Dr. Henry Bastaman, MES
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan
Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia

Penguji pada Ujian Terbuka: 1. Dr. Henry Bastaman, MES
Kepala Badan Penelitian, Pengembangan, dan
Inovasi Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan
2. Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS
Departemen Sains Komunikasi dan
Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini adalah Keberlanjutan Pembangunan Wilayah, dengan
judul Pembangunam Wilayah Berkelanjutan di Provinsi Jambi dan Implikasi Model
JAMRUD.
Penelitian ini terlaksana dengan baik berkat dukungan dari berbagai pihak,
terutama dari komisi pembimbing. Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak
Prof Dr Ir Akhmad Fauzi, MSc, Bapak Dr. Ir. Slamet Sutomo, MSi, dan Ibu
Dr. Ir. Eka Intan Kumala Putri, MS, selaku pembimbing, yang telah banyak
memberikan bimbingan sejak pembentukan ide, perumusan masalah, membangun
pola pikir, mengarahkan dalam menentukan metode analisis hingga proses sintesis
dan analisis, serta dukungan dan dorongan selama penelitian.
Ucapan terima kasih juga di sampaikan kepada:
1. Prof Dr Ir Bambang Juanda MS selaku Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan
Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD).
2. Gubernur Jambi, atas kesempatan tugas belajar yang diberikan sehingga penulis
dapat menempuh pendidikan doktor.
3. Kepala Biro Administrasi Pembangunan dan Kerjasama, yang telah memberi izin
untuk mengajukan tugas belajar.
4. Ketua Bappeda Provinsi Jambi, yang telah memfasilitasi pelaksanakan FGD di
Kantor Bappeda Provinsi Jambi. Badan Pusat Statistik Provinsi Jambi, Kepala
Badan Lingkungan Hidup Provinsi Jambi, Kepala Dinas Kehutanan Provinsi
Jambi, Kepala Dinas Pertanian Provinsi Jambi, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi
Jambi, yang membantu penulis dalam melengkapi data, dan semua pihak yang
tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah mensukseskan FGD penelitian
penulis di Jambi.
5. Rekan-rekan mahasiswa PWD, khususnya angkatan 2011 atas kerjasama,
kebersamaan dan persahabatan yang terjalin.
6. Seluruh staf sekretariat PWD atas bantuannya selama masa perkuliahan sampai
selesainya disertasi ini.
7. Orang tuaku terkasih, ayahanda A. Karim, ibunda (Almarhumah) Rosmidar, dan
Ibunda Rosmawati atas segala do’a terbaik, kasih sayang, dan dorongan semangat
yang selalu menguatkan langkahku.
10.Adik-adikku terkasih Hendriyanto, SH, Santi Kartika, dan Norvatika, S,kom, atas
pengertian, do’a yang tiada habisnya.
11.Anak-anakku tersayang M. Affif Muttaqin, dan Fajar Khairullah atas segala doa,
pengertian dan kasih yang selalu menjadi penyemangat dan pendorong penulis
dalam menjalani studi ini. Karya ini didedikasikan untuk ananda, semoga menjadi
motivasi dalam menuntut ilmu.
Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas ide-ide para ahli yang
tercantum di dalam daftar pustaka, karena tanpa mereka barangkali ide dan tulisan ini
tidak akan ada. Penulis menyadari bahwa tidak ada sesuatu yang sempurna, namun
penulis tetap berharap semoga karya ini bermanfaat dan menjadi amal baik.
Bogor,

April 2016
Novita Erlinda
Novita Erlinda

i

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Kebijakan Pembangunan Ekonomi Regional
Multicriteria Analysis
Multi Criteria Analysis dengan Imprecise Decision Modeling (IDM)
Penelitian Terdahulu
Penelitian Sustainable Regional Development dan Multi Criteria Analysis
Kebaharuan Penelitian
Kerangka Pemikiran
Hipotesis
3 METODE PENELITIAN
Waktu dan Lokasi Penelitian
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Rancangan Penelitian
Metode Analisis Data
Analisis FLAG
Analisis TOPSIS normalisasi Data
Analisis Imprecise Decision Modeling (IDM)
4 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Kondisi Geografi Provinsi Jambi
Isu-isu Strategis Pembangunan di Provinsi Jambi
Pembangunan Ekonomi Regional Provinsi Jambi
Kondisi Sosial Provinsi Jambi
Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Provinsi Jambi
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Keberlanjutan dengan Pendekatan FLAG
Baseline Aktual
Baseline Perencanaan
Analisis Imprecise Decision Modeling (IDM)
Sensitivity Analysis
Diagram Tornado
Analisis Ambang Batas Keamanan (Security Threshold)
Urutan Prioritas
Sensitifitas Skenario Kebijakan
Analisis Risiko
Diagram Tornado

i
iii
iv
v
1
1
4
8
8
8
9
9
12
14
17
18
18
20
20
24
25
25
25
25
28
28
34
35
37
37
38
41
43
44
48
48
49
55
63
67
69
71
71
73
76
77

ii

6 IMPLIKASI DAN ARAH KEBIJAKAN SUSTAINABLE REGIONAL
DEVELOPMENT (SRD) DI PROVINSI JAMBI
7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

82
90
90
91
93
97
186

iii

DAFTAR TABEL
1 Matriks keputusan
2 Matrik penelitian
3 Deskripsi world cafe pembangunan wilayah Provinsi Jambi
4 Matriks analisis model FLAG
5 Matrik dampak kualitatif
6 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan kuat
7 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan sedang
8 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Aktual skenario keberlanjutan lemah
9 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan kuat
10 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan sedang
11 Nilai CTV, CTVmin, dan CTVmax Perencanaan skenario keberlanjutan lemah
12 FLAG capaian perencanaan dan capaian aktual
13 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan kuat baseline aktual
14 Perbandingan skenario kebijakan strong pada pada baseline aktual
15 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan sedang baseline aktual
16 Perbandingan skenario kebijakan moderate pada baseline Aktual
17 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan lemah baseline aktual
18 Perbandingan skenario kebijakan weak pada baseline aktual
19 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan kuat baseline pencanaan
20 Perbandingan skenario kebijakan strong pada baseline perencanaan
21 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan sedang baseline perencanaan
22 Perbandingan skenario kebijakan moderat pada baseline perencanaan
23 Tabulasi FLAG pada skenario keberlanjutan lemah baseline perencanaan
24 Perbandingan skenario kebijakan weak pada baseline perencanaan
25 Data normalisasi TOPSIS
26 Arahan strategi kebijakan SRD di Provinsi Jambi

14
26
27
30
30
31
32
32
33
33
34
48
50
51
52
53
54
55
56
58
59
60
61
63
64
83

iv

DAFTAR GAMBAR
1 Definisi pembangunan berkelanjutan
2 Tujuan SDGs
3 Tahapan MCA
4 Kerangka pikir penelitian
5 Struktur model penelitian
6 CTVs Model FLAG (Nijkamp dan Vreeker 2000)
7 Peta wilayah administratif Provinsi Jambi
8 Laju pertumbuhan ekonomi Jambi dibandingkan dengan rataan nasional
9 Sebaran FLAG perencanaan (plan) dan aktual (ak)
10 Visualisasi Total FLAG skenario strong dengan baseline aktual
11 Visualisasi sebaran FLAG skenario strong dengan baseline aktual
12 Visualisasi Total FLAG skenario moderat baseline aktual
13 Visualisasi sebaran FLAG skenario moderat baseline aktual aktual
14 Visualisasi Total FLAG skenario weak baseline aktual
15 Visualisasi sebaran FLAG skenario lemah (weak) baseline aktual
16 Visualisasi Total FLAG skenario srtong baseline perencanaan
17 Visualisasi sebaran FLAG skenario strong baseline perencanaan
18 Visualisasi Total FLAG skenario mederat baseline perencanaan
19 Visualisasi sebaran FLAG skenario moderate baseline perencanaan
20 Visualisasi Total FLAG skenario weak baseline perencanaan
21 Visualisasi sebaran FLAG skenario weak baseline perencanaan
22 Struktur model IDM SRD Provinsi Jambi skenario moderate
23 Perbandingan nilai harapan (expected valued) Alt 1 vs Alt 2, Alt 3, Alt 4
24 Perbandingan nilai harapan (expected valued) Alt 2 vs Alt 3, Alt 4, dan
Alt 3 vs Alt 4
25 Sensitifitas pengambilan keputusan pada skenario moderate
26 Profil risiko penuh pada skenario moderate sustainablity
27 Profil risiko alternatif kebijakan (middle graph)
28 Probability Tornado diagram SRD Jambi pada strong skenario
29 Tornado value diagram SRD Jambi pada strong skenario
30 Analisis security threshold SRD Jambi pada strong skenario
31 Rangking ordinal alternatif kebijakan
32 Rangking kardinal alternatif kebijakan SRD Jambi
33 Urutan preferensi dari alternatif dan kriteria kebijakan SRD Jambi
34 Struktur model IDM SRD Jambi skenario keberlanjutan kuat
35 Perbandingan nilai harapan pada strong sustainability (Alt1 vs Alt 2, Alt 3
& Alt 4)
36 Perbandiangan nilai harapan pada strong sustainability (Alt 1 vs lainnya)
37 Sensitivitas pengambilan keputusan pada skenario strong sustainability
38 Profil risiko penuh pada skenario keberlanjutan kuat (strong sustainablity)
39 Profil risiko tengah pada skenario keberlanjutan kuat
40 Tornado peluang sensitivitas alternatif kebijakan pada skenario
41 Tornado nilai sensitivitas alternatif kebijakan pada skenario
42 Security threshold alternatif kebijakan pada skenario keberlanjutan kuat
43 Ranking kardinal Alternatif Kebijakan pada tingkat kepercayaan

10
11
16
23
28
29
37
42
48
50
50
52
52
54
54
56
57
59
59
61
62
65
66
67
67
68
68
69
70
71
71
72
73
74
75
75
76
76
77
78
79
80
80

v

44 Urutan Ordinal hasil sensitivitas alternatif kebijakan pada skenario
45 Urutan preferensi dari alternatif dan kriteria kebijakan SRD
46 Model Jambi Regional sUstainable Development (JAMRUD)
47 Hubungan strategi kebijakan JAMRUD, Jambi TUNTAS, dan SDGs

81
81
85
89

DAFTAR LAMPIRAN
1 Indikator makro pembangunan berkelanjutan
2 Output Multicriteria Analysis : Tools TOPSIS
3 Output tools samisoft Model FLAG
4 Daftar singkatan

98
100
102
185

0

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan pada hakekatnya adalah suatu proses menuju ke arah
perubahan yang lebih baik, dan mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
terdistribusi secara adil dan merata. Paradigma pembangunan saat ini diarahkan
kepada tercapainya pemerataan (equity), pertumbuhan yang efisien (growth
eficiency), dan keberlanjutan (sustainability) yang berimbang dalam pembangunan
ekonomi.
Diantara ketiga aspek di atas, aspek keberlanjutan seringkali menjadi tujuan
jangka panjang karena menyangkut aspek antar generasi. Sebagaimana dicetuskan
oleh World Comission on Economic and Development (WCED) pada tahun 1987,
pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan yang memenuhi kebutuhan
generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk
memenuhi kebutuhannya. Menurut Hersh (2006) pengertian pembangunan
berkelanjutan di atas menyatukan tiga faktor utama yakni : 1) Pembangunan yang
memenuhi kebutuhan manusia; 2) Perlindungan dan konservasi sumber daya alam
dan lingkungan; 3) Pemeliharaan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi
kebutuhan mereka.
Sejak dideklarasikannya konsep pembangunan berkelanjutan melalui Rio
Declaration pada tahun 1992, berbagai negara kemudian mengadopsi kerangka
pembangunan berkelanjutan tersebut dalam agenda pembangunan jangka panjang
mereka, melalui agenda pembangunan yang disepakati secara global yakni Millenium
Development Goals (MDGs) yang merupakan agenda pembanguan lima belas tahun
sejak tahun 2000 sampai tahun 2015. Banyak hal yang telah dicapai dalam agenda
MDGs tersebut namun tidak seluruh negara mampu mencapai target MDGs tersebut
termasuk Indonesia, dimana hanya sebagian dari tujuan MDGs tersebut dapat
dicapai. Dari laporan yang dipublikasi oleh Bappenas terkait dengan capaian
Millenieum Development di Indonesia hanya tujuan 1 (pengurangan separuh bagi
porsi penduduk berpendapatan kurang dari $1 per kapita per hari), tujuan 3 (rasio
APM perempuan terhadap laki-laki) dan tujuan 6 (pengendalian penyebaran dan
penurunan penyakit tuberkolosis) dimana Indonesia sudah mencapai target,
selebihnya merupakan progres yang signifikan dan bahkan belum tercapai
khususnya yang berkaitan dengan aspek lingkungan (Bappenas 2012).
Dengan berakhirnya agenda Millenium Development Goals (MDGs), maka
konsep pembangunan berkelanjutan kini memasuki agenda baru dengan
dideklarasikannya agenda pembangunan baru yakni Sustainable Development Goals
atau SDGs melalui resolusi PBB nomor A/Res/70/1. Agenda pembangunan yang
berlaku sejak 2015 sampai dengan 2030 yang akan datang ini mengedepankan
faktor-faktor kritis dalam kemanusian dan planet yang dikenal dengan prinsip lima P
yakni, People, Planet, Prosperity, Peace, dan Partnership. Agenda pembangunan
yang menjawab aspek People merupakan upaya mengatasi kemiskinan dan
kelaparan, sementara komponen Planet merupakan upaya melindungi planet bumi
dari degradasi lingkungan melalui keberlanjutan konsumsi dan produksi. Di sisi lain
komponen Prosperity merupakan upaya agar umat manusia menikmati kemakmuran
dari kemajuan di bidang ekonomi, sosial dan teknologi, sementara komponen Peace
mengupayakan agar umat manusia terlepas dari rasa ketakutan dan kekerasan.

2

Komponen Partnership merupakan upaya kerjasama global untuk mewujudkan
agenda pembangunan berkelanjutan tersebut. Komponen lima P SDGs ini kemudian
diterjemahkan secara rinci ke dalam 17 agenda pembangunan yang mewakili kelima
aspek di atas.
Agenda pembangunan baru yakni Sustainable Development Goals atau SDGs
yang berlaku sejak 2015 sampai dengan 2030 yang akan datang ini jelas
mengedepankan aspek keberlanjutan dari berbagai dimensi yakni ekonomi, sosial
dan lingkungan. Indonesia sendiri telah berkomitmen untuk mencapai pembangunan
berkelanjutan ini yang telah dituangkan dalam kerangka Rencana Pembangunan
Jangka Panjang Nasional Indonesia (RPJPN) dimana salah satu tujuan
pembangunan Indonesia adalah menuju Indonesia yang hijau dan lestari
(UU 17/2007). Namun demikian tantangan menuju tujuan pembangunan
berkelanjutan itu sendiri tidaklah mudah. Sebagaimana dirilis oleh laporan Status
Lingkungan Hidup Indonesia (SLHI 2014), meski Indonesia mengalami
pertumbuhan ekonomi yang positif, namun kerusakan lingkungan dan deplesi
sumber daya alam masih cukup besar. Laporan SLHI 2014 misalnya menyebutkan
bahwa degradasi lingkungan dan bencana alam menunjukkan kecenderungan yang
meningkat belakangan ini. Pada tahun 2013, Badan Nasional Penanggulan Bencana
(BNPB) mencatat setidaknya 1.387 kejadian bencana di tahun 2013 dengan tidak
kurang dari 800 jiwa meninggal. Sampai akhir Februari 2014 lalu sudah terjadi 372
kejadian bencana dengan 40 diantaranya merupakan bencana banjir. Dari laporan
yang dirilis oleh Leitman et al. 2009 dalam Fauzi (2014) degradasi lingkungan dan
kerusakan sumber daya alam Indonesia telah dan akan menggerus pendapatan
nasional Indonesia antara 0.2% sampai 7% terhadap PDB. Dari beberapa catatan di
atas nampak bahwa mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan pada tingkat
nasional masih banyak menemui tantangan dan hambatan. Namun demikian
komitmen ini tetap menjadi agenda nasional dan bahkan kini telah menjadi agenda
pembangunan di daerah.
Sebagaimana telah disebutkan di atas menerapkan kaidah pembangunan
berkelanjutan adalah suatu keniscayaan dalam rangka mencapai pembangunan yang
berkeadilan. Dalam konteks pembangunan wilayah, kaidah keberlanjutan selain
penting dalam mencapai pembangunan daerah yang berkelanjutan juga telah
menjadi komitmen pemerintah pusat maupun daerah. Sebagaimana dituangkan
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 54 tahun 2010 tentang tata cara
penyusunan, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan rencana pembangunan daerah,
maka baik rencana pembangunan daerah jangka panjang maupun jangka menengah
harus diarahkan untuk mewujudkan kehidupan adil dan makmur tanpa harus
menimbulkan kerusakan lingkungan yang berkelanjutan dalam mengoptimalkan
manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia, dengan cara menserasikan
aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam yang menopangnya
(Permendagri 54/2010 pasal 5 ayat 9). Dari konteks regulasi ini jelas bahwa
pembangunan daerah bukan hanya harus sejalan dengan rencana pembangunan
nasional namun juga tetap harus mengedepankan aspek keberlanjutan dengan
berusaha mengurangi kerusakan lingkungan yang ditimbulkan dari pembangunan
daerah. Dengan demikian pembangunan daerah baik dalam jangka panjang maupun
dalam jangka menengah tetap harus mengedepankan aspek keberlanjutan.
Dari aspek teoritis, konsep pembangunan berkelanjutan yang selama ini hanya
menjadi isu global dan nasional, sebenarnya telah lama pula menjadi perhatian

3

pembangunan daerah dengan konsep yang disebut Sustainable Regional
Development atau SRD (Giaoutzi dan Nijkamp 1993, Clement et al. 2003,
Patterson dan Theobold 1995, Nijkamp dan Vreeker 2000). Penggerakan menuju
SRD ini berdasarkan pertimbangan bahwa daerah atau wilayah memiliki demarkasi
yang jelas dan kompetensi administrasi yang lebih terkelola, sehingga implementasi
pembangunan berkelanjutan bisa lebih oprasional (Nijkamp 1999).
SRD adalah konsep yang mengintegrasikan prinsip-prinsip pembangunan
berkelanjutan dalam praktek-praktek pembangunan dan perencanaan di daerah
(Clement et al. 2003). Integrasi konsep pembanguanan berkelanjutan ke
dalam pembangunan wiayah dan daerah ini sangat penting secara keseluruhan.
Schleicher-Tappeser et al. (1999) menyatakan bahwa pembangunan daerah atau
pembangunan wilayah bukanlah konsep tunggal, karena meski pembangunan
wilayah sering bergerak pada dimensi spasial namun memerlukan assessment
kualitatif dan kuantitatif yang dapat diisi dengan konsep pembangunan
berkelanjutan. Dengan demikian Sustainable Regional Development atau SRD pada
hakekatnya merupakan konsep dan perangkat integratif (Haughton dan Councel
2004).
Namun demikian salah satu tantangan dalam implementasi SRD adalah
kompleksitas pengukuran pembangunan berkelanjutan yang bersifat multi dimensi
dan multi atribut (Fauzi dan Oxtavianus 2014, Lancker dan Nijkamp 2000, Nijkamp
1999, Patterson dan Theobold 1995, Smelev dan Rodriquez-Labajos 2009).
Meskipun berbagai penelitian terkait SRD telah banyak dilakukan, kompleksitas
assessment keberlanjutan di daerah masih menjadi tantangan tersendiri karena
tingkat heterogenitas dan kompleksitas indikator yang harus diukur (Fauzi dan
Oxtavianus 2014, Lacker dan Nijkamp 2010, Nijkamp 2009, Patterson dan
Theobald 1995, Smelev dan Rodriguez-Labajos 2009).
Masalah seperti ini dihadapi oleh hampir semua provinsi di Indonesia. Setiap
daerah mengahadapi berbagai pilihan kebijakan antara pertumbuhan ekonomi,
pertimbangan sosial serta pertimbangan lingkungan. Demikian pula halnya dengan
Provinsi Jambi. Sebagai salah satu provinsi yang memiliki lokasi strategis di Pulau
Sumatera. Provinsi ini menghadapi trade off pambangunan wilayahnya antara
tujuan-tujuan ekonomi, sosial dan lingkungan. Jika dilihat dari IKLH nasional pada
posisi ranking yang menurun dari tahun 2009-2011, masing-masing rangking 7 untuk
tahun 2009, ranking 17 untuk Tahun 2010, dan ranking 18 untuk Tahun 2011. IKLH
Provinsi Jambi berfluktuatif, namun masih berada diatas rata-rata IKLH nasional.
Masing-masing dengan indeks 75,04 (Tahun 2009), 62,82 (Tahun 2010), dan 64,92
(Tahun 2011).
Bila mengamati kontradiksi indikator pembangunan parsial saat ini
sebagaimana dijelaskan oleh Fauzi dan Oxtavianus 2014 (Lampiran 1), IPM Provinsi
Jambi berada pada rangking 22 untuk skala nasional. Pada kasus ini, pertumbuhan
ekonomi di Provinsi Jambi baik, kualitas lingkungan masih relatif baik, dan kondisi
sosial masih rendah. Jika dilihat dari tiga ndikator utama yang mewakili indikator
ekonomi sosial dan lingkungan yakni laju pertumbuhan ekonomi, Indeks
Pembangunan Manusia (IPM) dan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup Jambi
terhadap rata-rata nasonal, maka posisi Jambi sebenarnya tidak terlalu buruk
terhadap nasional. Sebagaimana terlihat pada Lampiran 2, rata-rata pertumbuhan
ekonomi Jambi selama periode 2010 sampai 2014 berada sedikit di atas nasional,

4

bahkan pada tahun 2011 laju pertumbuhan ekonomi Jambi berada 2% di atas
rata-rata nasional.
Demikian juga halnya jika melihat posisi IPM Jambi terhadap rataan nasional,
sebagaimana terlihat pada Lampiran 3 nampak bahwa IPM Jambi selalu berada di
atas rataan IPM nasioanal. Namun demikian jika dilihat dari indeks kualitas
lingkungan hidup (IKLH) posisi Jambi memang berfluktuasi terhadap rataan
nasional, namun pada tahun 2013 IKLH Jambi kembali berada di atas nasional.
Namun demikian perlu dicatat bahwa IKLH ini berfluktuasi karena ada perubahan
metode perhitungan terkait dengan komponen IKLH nasional.
Gambaran indikator parsial di atas belum sepenuhnya menggambarkan
tingkat keberlanjutan pembangunan Provinsi Jambi karena sebagaiman terlihat
bahwa meski laju pertumbuhan ekonomi relatif meningkat selama periode 2010-2014
misalnya, indeks kualitas lingkungan justru cenderung menurun pada periode yang
sama. Demikian juga sebaliknya ketika pertumbuhan ekonomi menurun pada
periode 2011-2012, indeks kualitas lingkungan Jambi justru meningkat pada periode
tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa analisis parsial seperti di atas tidak
sepenuhnya menggambarkan derajat keberlanjutan pembangunan di Provinsi Jambi.
Gambaran ini kemudian diperkuat oleh studi yang dilakukan oleh Fauzi dan
Oxtavianus (2014). Dengan menggunakan indeks komposit yakni menggabungkan
ketiga indikator ekonomi, sosial dan lingkungan di atas melalui indeks yang disebut
Indeks Pembangunan Berkelanjutan (IPB) nampak bahwa Indeks Pembangunan
Berkelanjutan Jambi berfluktuatif dari 66.94 pada tahun 2009 turun menjadi 63.31
pada tahun 2010, dan sedikit naik pada tahun 2011 menjadi 64.66. Dengan kata lain
Indeks Pembangunan Jambi pada dua tahun terakhir berada dibawah rata-rata
nasional yakni 68.09 pada tahun 2010 dan 68.81 pada tahun 2011 (Lampiran 5).
Dari uraian di atas nampak bahwa penggunaan ukuran pembangunan
berkelanjutan secara parsial memiliki kekurangan dan tidak sepenuhnya
menggambarkan tingkat keberlanjutan pembangunan di Provinsi Jambi. Oleh
karenanya analisis pembangunan berkelanjutan yang lebih komprehensif diperlukan
untuk memotret pembangunan Jambi, bukan hanya pada kondisi eksiting namun
juga skenario pembangunan Jambi yang berkelanjutan di masa mendatang.

Rumusan Masalah
Pembangunan berkelanjutan menyangkut aspek multi dimensi dari sisi
ekonomi, sosial, dan lingkungan dengan masing-masing ukuran atau indikator yang
berbeda. Sebagaimana dikemukakan oleh Poveda dan Lipsett (2011) diperlukan
unifikasi kriteria, definisi, dan pengukuran untuk berhasilnya implementasi
pembangunan berkelanjutan. Selama tiga dasa warsa terakhir telah banyak upaya
yang dilakukan untuk mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Namun demikian
sebagaimana telah dikemukakan oleh Shmelev dan Labajos (2009) sifat multi
dimensi dari keberlanjutan tersebut memerlukan pertimbangan yang simultan dari
berbagai aspek yang mewakili ukuran-ukuran atau indikator keberlanjutan. Lebih
jauh Lancker dan Nijkamp (2000) menyatakan bahwa salah satu tantangan besar di
bidang analisis keberlanjutan adalah bagaimana mengembangkan kerangka analisis
keberlanjutan yang mampu menawarkan uji empiris apakah suatu pembangunan bisa
mencapai keberlanjutan atau tidak.

5

Kompleksitas pengukuran tersebut akan dihadapi pula oleh pengambil
kebijakan pada tingkat daerah. Sebagaimana dinyatakan oleh Nijkamp dan Vreeker
(2000) pembangunan daerah sering menghadapi trade off yang tidak mudah antara
fokus pembangunan ekonomi serta sosial dan lingkungan. Pada tatanan daerah,
karakteristik wilayah seperti ketersediaan sumber daya alam, kapasitas sumber daya
manusia dan pada modal sosial sering tidak menunjang satu sama lain dalam
mencapai tujuan pembangunan daerah. Dengan demikian sebagaimana disampaikan
oleh Lancker dan Nijkamp (2000) diperlukan suatu penilaian indikator keberlanjutan
baik secara kuantitatif maupun kualitatif yang mampu membantu pengambil
keputusan tentang apa yang sudah dan sedang terjadi (revealed) dan kemungkinan
skenario pembangunan ke depan yang lebih berkelanjutan. Analisis indikator
keberlanjutan ini juga sejatinya dapat digunakan untuk meramal (forcasting) terkait
dengan hasil-hasil yang telah dicapai sebelumnya dari asessment yang dilakukan.
Situasi tersebut diatas kini dihadapi pula oleh Provinsi Jambi. Secara
ekonomi struktur perekonomian Jambi memang lebih banyak ditunjang oleh sektor
primer. Sebagaiman terlihat pada Lampiran 1, sektor primer berkontribusi antara
35% sampai 46% terhadap PDRB Jambi. Sektor ini lebih mengandalkan sumber
daya alam melalui ekstraksi langsung maupun tidak langsung. Meski sebagian
sumber daya alam ini bersifat dapat diperbaharui namun ekstraksi yang melebihi
daya dukungnya akan mengancam keberlajutan sumber daya alam tersebut dan pada
akhirnya akan berimplikasi pada pertumbuhan ekonomi dan dampak sosial yang
ditimbulkan.
Di sisi lain, Jambi juga memiliki Taman Nasional yang merupakan kawasan
strategis yang berfungsi menjadi ekosistem di Jambi itu sendiri namun juga ekosistim
regional sumatera dan mungkin ekosistim kawasan Asia tenggara. Kawasan taman
nasional ini merupakan kawasan konservasi yang nilai ekonominya sering tidak
terlihat (intangible) sehingga rentan terhadap gangguan berupa illegal loging,
pembakaran lahan dan berbagai gangguan ekosistem lainnya. Dengan demikian
Provinsi Jambi juga selain penting menjaga pertumbuhan ekonominya, juga memiliki
mandat yang cukup berat untuk menjaga kawasan konservasinya.
Selain itu, Jambi memiliki posisi strategis dalam kawasan Sumatera dan
kedekatannya dengan pusat pertumbuhan lain seperti Singapore dan Malaysia.
Dengan berkembangnya pasar bebas ASEAN melalui MEA (Masyarakat Ekonomi
Asean), maka posisi Jambi tentu akan sangat berperan penting ke depan bukan hanya
dalam konteks pembangunan Provinsi Jambi itu sendiri namun juga dalam konteks
pembangunan nasional. Disamping itu Jambi juga harus berkompetisi terhadap
povinsi di wilayah sumatera yang relatif lebih berkembang. Dari hasil studi
Kementrian keuangan tentang indeks daya saing 13 provinsi di Indoensia, nampak
bahwa Indeks Daya Saing Provinsi Jambi masih berada di bawah Riau dan Bangka
belitung, namun sedikit di atas Provinsi Sumatera Utara dan Bengkulu. Dengan
demikian menjadi tantangan tersendiri bagi Provinsi Jambi untuk meningkatkan daya
saing secara ekonomi namun juga memiliki wilayah konservasi yang cukup luas di
antara provinsi lain di wilayah Sumatera.
Selain permasalahan diatas, masalah ekonomi dan lingkungan juga tidak
sekedar yang tercatat dalam laporan Bappeda Jambi semata. Dari berbagai publikasi
media, ada permasalahan-permasalahan sosial ekonomi dan lingkungan lain yang
menyebabkan pembangunan di Jambi belum dikatakan mencapai keberlajutan.

6

Pertama yang menyangkut alih fungsi lahan. Dari sebuah situs lingkugan
hidup , diketahui bahwa pengelolaan lingkungan di Provinsi Jambi masih dikalahkan
oleh ekstraksi sumber daya alam khususnya yang berkaitan alih fungsi lahan untuk
perkebunan sawit. Masalah yang cukup dominan di bidang lingkungan misalnya
terkait dengan pembalakan liar, kebakaran hutan, konflik manusia dengan satwa,
hingga terganggunya hak-hak penduduk asli. Masalah ini terus berlanjut sepanjang
tahun, bahkan sebagaimana diberitakan oleh harian Kompas2 pada tanggal 2 April
2016 lalu, pembukaan jalan yang menembus taman nasional dikhawatirkan akan
menambah permasalahan lingkungan dengan makin terancamnya keaneka ragaman
hayati serta fungsi hutan lindung sebagai penyangga ekosistim, ekonomi, dan
lingkungan.
Salah satu penyebab konlfik ekonomi dan lingkungan di Provinsi Jambi
adalah terjadinya kesenjangan kepemilikan atau penguasaan lahan antara korporasi
dengan masyarakat. Sebagaiamana disebutkan oleh LSM KKI Warsi di Jambi,
pengusaaan lahan di Provinsi Jambi oleh HTI sudah mencapai 687.234 hektar dan
HPH 72.095 hektar. HGU Untuk perkebunan kepala sawit mencapai 171.08,421
hektar. Sedangkan untuk pengakuan hak kelola masyarakat melalui skema hutan desa
yang sudah disahkan menteri baru 54 ribu hektar. Kesenjangan ini yang kemudian
memicu konflik lingkungan di Jambi selain dari berbagai aspek yang diantaranya
seperti disebutkan di atas.
Pembalakan liar misalnya, data yang tercatata sampai tahun 2012 mencapai
38 kasus dengan perkiraan kerugian mencapai Rp 12,1 milyar. Demikian juga halnya
dengan kebakaran hutan dan lahan yang telah mencapai 2282 hotspot dengan luas
kebakaran mencapai 1300 kawasan. Kebakaran hutan ini bukan saja merugikan
ekosistim hutan itu sendiri namun juga menimbulkan kerugian ekonomi dan sosial
yang berdampak lebih luas. Kualitas udara yang buruk menyebabkan meningkatnya
penderita ISPA hingga mencapai 1.685.126 kasus. Demikian juga kerugian ekonomi
yang diderita akibat asap ini melebar ke sektor penerbangan dan kegiatan ekonomi
lainnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya shock pada laju pertumbuhan
ekonomi Provinsi Jambi pada tahun 2015. Walaupun selama kurun waktu empat
tahun terakhir (2011-2014), laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi berada
rata-rata diatas 7%, dan mencapai puncaknya pada tahun 2011 lalu yakni 8.54%.
Namun apa yang terjadi di tahun 2015, diluar dugaan capaian pertumbuhan ekonomi
Jambi yang ditargetkan dalam RPJM 2010-2015 sebesar 8% hanya tercapai sebesar
4.21%. Hal ini diduga terjadinya perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan
nasional . Selain itu kemarau panjang dan bencana asap yang masif di tahun 2015
lalu diduga berpengaruh dalam memperlambat perputaran ekonomi di Provinsi
Jambi. Kejadian ini menunjukkan bahwa perencanaan juga tidak luput dari risiko dan
ketidakpastian (Erlinda, 2016b)3.
Akibat dari permasalahan diatas, pemerintah harus mengeluarkan anggaran
yang cukup besar untuk menangani masalah gangguan terhadap lingkungan. Pada
Tahun 2012 diperkirakan Pemda Jambi mengeluarkan lebih dari Rp 3 milyar untuk
penebaran benih hujan. Dana ini merupakan biaya korbanan yang seharusnya bisa
dimanfaatkan untuk kegiatan produktif lainnya. Permasalah lingkungan lain juga
1

1

www.mongabay.co.id
Arief Tongkagie, Harian Kompas 2 April 2016
3
Harian Jambi Ekspres 15 Maret 2016
2

7

muncul dengan meningkatnya bencana banjir dan longsor yang sampai tahun 2012
tercatat 23 kasus banjir dan 9 kasus losngsor. Sementara konflik manusia dengan
satwa mencapai lebih dari 20 kasus (KK Warsi, 2012).
Dari uraian di atas, nampak bahwa perencanaan yang mengedepankan aspek
ekonomi semata dengan tidak memperhatikan aspek keberlanjutan akan
menimbulkan ongkos pembangunan yang cukup mahal bagi Provinsi Jambi itu
sendiri, yakni berupa ongkos sosial dan lingkungan yang harus dibayar dari uang
pajak. Kesemuanya ini merupakan eksternalitas negatif dari perencanaan
pembangunan yang terlalu mengedepankan aspek ekonomi.
Pada kerangka pembangunan Jangka Menengah 2010-2015, Provinsi Jambi
telah menggulirkan Slogan Pembangunan “JAMBI EMAS” (Ekonomi Maju
Masyarakat Adil dan Sejahtera), namun demikian sampai berakhirnya agenda
pembangunan tersebut, target pertumbuhan ekonomi sebesar 8% sulit dicapai.
Demikian juga dengan indikator sosial seperti tingkat kemiskinan yang masih relatif
besar (7,92%) dan indeks kualitas lingkungan yang tidak tercapai sesuai dengan
target yang diinginkan.
Program JAMBI EMAS sendiri telah berakhir pada tahun 2015 dan agenda
pembangunan baru untuk lima tahun ke depan terbingkai dalam visi Jambi
TUNTAS. Agenda pembangunan baru ini selain harus lebih realistis harus pula
mengacu pada kaidah-kaidah pembangunan berkelanjutan terutama adopsi konsep
SRD ke dalam pembangunan Jambi di masa mendatang. Selain itu kepentingan
pembangunan lima tahun ke depan juga harus didasarkan pada kepentingan stake
holder dan indikator pembangunan berkelanjutan yang lebih komprehensif.
Berdasarkan kerangka pikir tersebut maka analisis tentang pembangunan di Provinsi
Jambi dilakukan. Selain itu meskipun analisis keberlanjutan yang menggunakan
indeks komposit seperti yang telah dilakukan oleh Fauzi dan Oxtavianus (2014),
indeks komposit ini baru menggambarkan tiga indikator utama pilar pembangunan
berkelanjutan yakni pertumbuhan ekonomi, IPM dan IKLH. Dengan demikian
diperlukan pengukuran pembangunan yang lebih komprehensif dengan
menggunakan indikator pembangunan yang lebih luas. Dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi telah dicanangkan
beberapa indikator yang ingin dicapai dari aspek ekonomi, sosial dan lingkungan
serta tata kelola pemerintahan. Indikator-indikator ini perlu di analisis sejauh mana
dapat dicapai dan apakah pencapaiannya (aktual) sesuai dengan apa yang
direncanakan atau tidak. Penelitian semacam ini belum pernah dilakukan baik pada
tingkat nasional maupun pada tingkat regional dan khususnya untuk Provinsi Jambi
sendiri.
Disertasi ini mencoba menjawab permasalah di atas dengan terlebih dahulu
menguji tingkat keberlanjutan dan menawarakan opsi-opsi kebijakan baru yang lebih
berkelanjutan. Penelitian ini dilakukan selain untuk mengetahui tingkat keberlanjutan
pembangunan wilayah di Provinsi Jambi dengan mengunakan indikator dari
pembangunan berkelanjutan juga diharapkan dapat membantu pengambil keputusan
di tingkat provinsi untuk mengembangkan skenario kebijakan pembangunan yang
lebih berkelanjutan di masa mendatang.
Berdasarkan uraian diatas, dilakukan penelitian dengan judul
“PEMBANGUNAN WILAYAH BERKELANJUTAN DI PROVINSI JAMBI DAN
IMPLIKASI MODEL JAMRUD”. Selanjutnya dapat diidentifikasi permasalahan
yang akan dikaji pada penelitian ini, dengan rumusan permasalahan :

8

1. Bagaimana tingkat keberlanjutan pembangunan wilayah di Provinsi Jambi
ditinjau dari Sustainable Regional Development (SRD) framework?
2. Bagaimana skenario pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi dengan
mempertimbangkan aspek risiko dan ketidakpastian?
3. Bagaimana model dan implikasi kebijakan SRD di Provinsi Jambi bagi
pembangunan di masa yang mendatang?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah melakukan assessment pembangunan di
Provinsi Jambi dalam kerangka pembangunan daerah berkelanjutan. Secara khusus,
penelitian ini bertujuan :
1. Mengevaluasi tingkat keberlanjutan pembangunan di Provinsi Jambi melalui
Sustainable Regional Development (SRD) framework.
2. Mengembangkan model skenario pembangunan berkelanjutan di Provinsi Jambi
dengan mempertimbangkan aspek risiko dan ketidakpastian.
3. Memberikan rekomendasi model dan implikasi kebijakan SRD di Provinsi Jambi
bagi pembangunan di masa yang mendatang.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dalam
menentukan arah dan prioritas kebijakan ekonomi regional dalam Sustainable
Regional Development (SRD) framework. Penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan sumbangsih pemikiran kepada :
1. Ilmu Pengetahuan
Sebagai referensi dalam melakukan assessment pembangunan wilayah
berkelanjutan dengan pendekatan Model FLAG, khususnya tentang opsi
kebijakan dalam implementasi Sustainable Regional Development (SRD)
framework. Disamping itu juga perlunya mempertimbangkan risiko dan
ketidakpastian dalam perencanaan dan existing pembangunan wilayah
berkelanjutan dengan pendekatan Imprecise Dicition Modeling (IDM).
2. Praktisi
Sebagai pertimbangan dalam menentukan prioritas aksi untuk memasukkan
biaya kerusakan lingkungan dalam neraca ekonomi regional.
3. Stakeholders
Sebagai sumber informasi dalam memilih kebijakan untuk pembangunan yang
lebih berkelanjutan dimasa yang akan datang.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di level regional Provinsi Jambi sebagai unit analisis.
Cakupan aspek indikator yang diukur dibatasi pada indikator-indikator ekonomi,
sosial dan lingkungan yang telah dicanangkan pada Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Provinsi Jambi selama periode llima tahun
(2010-2015).

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Pembangunan Berkelanjutan
Pembangunan berkelanjutan sudah dikenalkan sejak abad 18 ketika Thomas
Robert Malthus pada tahun 1798 mengajukan hipotesis antara pertumbuhan
penduduk dan keterbatasan lahan. Konsep ini kemudian mengemuka dengan
terbitnya buku “The Limit to Growth” pada tahun 197