Analisis mata pencaharian alternatif nelayan gillnet di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Pangandaran, Jawa Barat

ANALISIS MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF NELAYAN
GILLNET DI DESA BATUKARAS, KECAMATAN CIJULANG,
PANGANDARAN, JAWA BARAT

DEBBY LA ERISSA

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Mata
Pencaharian Alternatif Nelayan Gillnet di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang,
Pangandaran, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Januari 2015
Debby La Erissa
NIM C44100003

ABSTRAK
DEBBY LA ERISSA. Analisis Mata Pencaharian Alternatif Nelayan Gillnet
di Desa Batukaras Kecamatan Cijulang Pangandaran Jawa Barat. Dibimbing oleh
NIMMI ZULBAINARNI dan IIN SOLIHIN.

Nelayan di Desa Batukaras umumnya menggunakan bottom set gillnet.
Kegiatan operasi penangkapan ikan menggunakan sistem hunting dan bergantung
pada musim. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan unit penangkapan
gillnet dan menganalisis usaha yang dilakukan oleh nelayan, baik usaha perikanan
maupun mata pencaharian alternatif (non perikanan). Metode penelitian
menggunakan metode survei dan teknik pengumpulan data dengan metode
purposive sampling. Analisis data yang digunakan berupa analisis unit
penangkapan ikan dan analisis finansial yang meliputi analisis pendapatan dan
revenue cost ratio (R/C). Hasil analisis unit penangkapan ikan menunjukkan
bahwa kontruksi gillnet terdisi atas pelampung, tali ris atas dan bawah, badan
jaring, tali penggantung, dan pemberat. Gillnet dioperasikan oleh 2-3 orang

nelayan menggunkan perahu berukuran panjang (L) 9,00 meter, lebar (B) 1,50
meter, dan dalam (D) 1,00 meter. Usaha yang dilakukan nelayan gillnet adalah
usaha perikanan dan mata pencaharian alternatif. Berdasarkan analisis pendapatan
diperoleh besar rata-rata pendapatan nelayan adalah Rp 693.297 per bulan dan
nilai R/C 1,31 (R/C>1), sehingga usaha perikanan menguntungkan dan layak
untuk dikembangkan. Mata pencaharian alternatif yang dilakukan nelayan antara
lain bidang pertanian, budidaya kayu albasia, pengumpul kayu bakar, pengumpul
kelapa, penjual barang bekas, usaha warung, dan berkebun kapulaga. Berdasarkan
analisis pendapatan diperoleh pendapatan rata-rata yang diperoleh dari mata
pencaharian alternatif sebesar Rp 445.347 per bulan, dengan nilai R/C yang
diperoleh dari semua mata pencaharian alternatif adalah lebih besar dari satu,
sehingga mata pencaharian alternatif menguntungkan dan layak untuk
dikembangkan. Hal ini didukung dengan hasil pola pelaksanaan usaha, dimana
semua mata pencaharian alternatif dilakukan pada waktu paceklik dan sedang,
sehingga tidak mengganggu pekerjaan utama nelayan.
Kata kunci: Desa Batukaras, gillnet, analisis finansial, usaha nelayan gillnet

ABSTRACT
DEBBY LA ERISSA. Analysis of Alternative Livelihoods of Gillnet
Fishermen in Batukaras Village Cijulang District Pangandaran, West Java.

Supervised by NIMMI ZULBAINARNI and IIN SOLIHIN.
Fishermen in Batukaras generally using bottom set gillnets. Activities of
fishing operations using the hunting system and depend on the season. The
purpose of this study is to describe the gillnet fishing unit and analyze the work
done by the fishermen, both fisheries and alternative livelihoods (non-fisheries).
The method of this research using survey methods and data collection techniques
by purposive sampling. Analysis of the data used in the form of analysis of fishing
unit and financial analysis that includes the analysis of income and revenue cost
ratio (R/C). The results of the analysis of fishing unit showed that gillnet
construction consist of buoys, head and ground ropes, net body, neck strap, and
sinker. Gillnet was operated by 2-3 fishermen using the boat which its length (L)
9.00 meters, breadth (B) of 1.50 meters, and depth (D) 1.00 meters. The work
done by gillnet fishermen is fisheries effort and alternative livelihoods. Based on
the financial analysis has result that average of fishermen income is Rp 693.297
per month and the value of R/C of 1.31 (R/C> 1), so fisheries effort is profitable
and feasible to be developed. alternative livelihoods undertaken by the fishermen
including agriculture, albizia wood cultivation, collecting firewood, collecting
coconuts, used goods sellers, kiosk, and gardening cardamom. Based on the
financial analysis has result that average of alternative livelihoods is Rp 445.347
per month and the value of R/C obtained from all alternative livelihoods is more

than one, so the alternative livelihoods businesses profitable and feasible to be
developed. This is supported by the result of the pattern of business
implementation, in which all alternative livelihood done on famine and moderate,
so it does not interfere the main work of the fishermen.
Keywords: Batukaras Village, gillnet, financial analysis, gillnet fishermen
business

ANALISIS MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF NELAYAN
GILLNET DI DESA BATUKARAS, KECAMATAN CIJULANG,
PANGANDARAN, JAWA BARAT

DEBBY LA ERISSA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan

DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini adalah
mata pencaharian alternatif, dengan judul Analisis Mata Pencaharian Alternatif
Nelayan Gillnet Di Desa Batukaras, Kecamatan Cijulang, Pangandaran, Jawa
Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:
1) Dr Nimmi Zulbainarni, SPi MSi dan Dr Iin Solihin, SPi MSi selaku
pembimbing atas bimbingan dan sarannya hingga penulisan skripsi ini dapat
diselesaikan;
2) Bapak Dr Ir Darmawan, MAMA selaku dosen penguji, serta Bapak Dr
Mochammad Riyanto, SPi MSi selaku komisi pendidikan departemen;
3) Prof Dr Ir Ari Purbayanto, MSc dan Bapak Benny Osta Nababan yang telah

banyak memberi saran selama penelitian dilakukan;
4) Bapak Alian (Kepala Dusun Desa Batukaras), Bapak Dede Hadi, serta Bapak
Ade Rukana beserta staff KUD Minarasa, yang telah membantu selama
pengumpulan data;
5) Kedua orang tua, kakak, serta adik atas segala doa, dukungan, dan kasih
sayangnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik;
6) Octa Frida Sania, Luh Sekar Ayuning Tyas, Wienda Justitia Ardiyani, dan
seluruh keluarga besar PSP angkatan 47, atas segala doa dan kasih sayangnya;
7) Seluruh pihak terkait yang tidak bias disebutkan satu per satu.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2015
Debby La Erissa

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN


vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Metode Penelitian

2

Metode Analisis Data

3

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Unit Penangkapan Gillnet

5

Analisis Usaha Nelayan Gillnet

8

Pola Pelaksanaan Usaha Perikanan dan Mata Pencaharian Alternatif
SIMPULAN DAN SARAN

16
18

Simpulan

18


Saran

18

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Perbandingan pendapatan usaha perikanan dan mata pencharian
alternatif (non perikanan)

2 Nilai revenue-cost ratio (R/C) usaha nelayan

14
15

DAFTAR GAMBAR
Kontruksi jaring sirang (bottom set gillnet) di Desa Batukaras
Perahu di Desa Batukaras
Daerah penangkapan nelayan gillnet
Skema usaha nelayan gillnet
Pola waktu penangkapan
Pola pelaksanaan kegiatan bidang pertanian
Pola pelaksanaan kegiatan budidaya albasia (sengon) dan berkebun
kapol (kapulaga)
8 Pola pelaksanaan kegiatan pengumpul kayu bakar
9 Pola pelaksanaan kegiatan pengumpul kelapa, penjualan barang bekas,
dan usaha warung

1
2
3
4
5
6
7

6
6
7
8
8
16
17
17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Data Produksi Perikanan
Perhitungan analisis usaha penangkapan gillnet
Hasil analisis usaha penangkapan gillnet
Perhitungan analisis usaha pertanian
Hasil Perhitungan analisis usaha pertanian
Perhitungan analisis usaha budidaya kayu albasia (kayu sengon)
Hasil perhitungan analisis usaha budidaya kayu albasia (kayu sengon)
Analisis usaha pengumpul kayu bakar
Analisis usaha pengumpul kelapa
Analisis usaha jual beli barang bekas
Analisis usaha warung
Analisis usaha budidaya kapol (kapulaga)

20
23
32
33
36
37
38
39
39
39
40
40

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desa Batukaras merupakan salah satu desa yang terdapat di Kecamatan
Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat. Desa Batukaras lebih dikenal
sebagai desa agraris karena 85,49% luas wilayahnya merupakan sawah, ladang,
dan pegunungan. Selain itu, desa ini terletak di pantai selatan Jawa, sehingga
masyarakat di pesisir pantai pada umumnya bekerja sebagai nelayan. Nelayan
menangkap ikan dengan menggunakan jaring sirang (bottom set gillnet). Kapal
yang digunakan oleh nelayan berukuran kurang dari 5 GT, dengan mesin motor
tempel berkekuatan 15 PK, serta dioperasikan oleh 2-3 orang nelayan. Hasil
tangkapan nelayan didaratkan dan melalui proses pendataan di TPI Minarasa.
Nelayan melakukan kegiatan melaut secara turun temurun hingga saat ini.
Kegiatan operasi penangkapan ikan menggunakan sistem berburu (hunting), hal
ini menyebabkan ketidakpastian hasil tangkapan yang didapatkan. Nelayan
menganggap bahwa penghasilan dari melaut masih menjanjikan. Kondisi ini
membuat keadaan ekonomi nelayan bergantung kepada musim penangkapan,
dimana apabila musim barat pendapatan nelayan tidak menentu dikarenakan
kondisi alam yang tidak menguntungkan untuk operasi penangkapan ikan.
Menurut Statistik Perikanan Tangkap Indonesia (2010), klasifikasi nelayan
berdasarkan waktu kerja adalah nelayan penuh, nelayan sambilan utama, dan
nelayan sambilan tambahan. Nelayan Desa Batukaras sebagian besar tergolong
pada nelayan sambilan utama. Nelayan sambilan utama adalah nelayan yang
seluruh waktu kerja digunakan untuk melakukan operasi penangkapan
ikan/binatang air lainnya/tanaman air, disamping melakukan operasi
penangkapan, nelayan kategori ini dapat pula mempunyai mata pencaharian lain
(Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010). Mata pencaharian alternatif yang
dilakukan oleh nelayan adalah usaha non perikanan. Mata pencaharian alternatif
dilakukan untuk meningkatkan pendapatan nelayan dan mengatasi permasalahan
pendapatan nelayan yang tidak menentu.
Beberapa mata pencaharian alternatif (non perikanan) yang dilakukan oleh
nelayan Batukaras adalah bidang pertanian, budidaya kayu sengon/albasia,
pengumpul kayu bakar, pengumpul kelapa dan lain-lain. Belum ada data yang
menjelaskan seberapa besar pengaruh mata pencaharian alternatif tersebut dalam
peningkatan pendapatan nelayan. Oleh sebab itu penelitian analisis mata
pencahariaan alternatif nelayan gillnet di Desa Batukaras penting dilakukan untuk
mengetahui mata pencaharian alternatif yang mendukung nelayan saat musim
barat agar penghasilan nelayan tetap stabil.

Perumusan Masalah
Nelayan gillnet di Desa Batukaras sebagian besar menggunakan perahu
dengan motor tempel, dimana ukuran perahu kurang dari 5 GT. Kegiatan operasi
penangkapan ikan dengan sistem berburu (hunting). Hal ini menimbulkan
permasalahan hasil tangkapan yang tidak menentu, sehingga pendapatan yang
diperoleh nelayan tidak menentu pula. Permasalahan lain adalah kegiatan operasi

2

penangkapan ikan bergantung terhadap keadaan alam, seperti musim. Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka perla diidentifikasi mata pencaharian alternatif apa saja
yang dapat dilakukan oleh nelayan gillnet Desa Batukaras untuk mengatasi
pendapatan yang tidak menentu dari operasi penangkapan ikan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1) Mendeskripsikan unit penangkapan gillnet di Desa Batukaras;
2) Menentukan pendapatan nelayan gillnet; dan
3) Menentukan pendapatan nelayan gillnet dari mata pencaharian alternatif (non
perikanan).

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1) Pihak pemerintah daerah setempat dalam penyediaan alternatif pekerjaan
nelayan pada saat musim barat;
2) Pihak nelayan dalam mendapatkan informasi mata pencaharian alternatif yang
menguntungkan untuk meningkatkan kesejahteraan ekonomi; dan
3) Pihak-pihak lain seperti peneliti dan mahasiswa untuk memperoleh bahan
informasi.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakuan dua kali pengambilan data yaitu 22-28 Februari 2014
dan 22-28 Maret 2014. Lokasi penelitian bertempat di Pangkalan Pendaratan Ikan
Batukaras, Tempat Pemasaran Ikan Minarasa Desa Batukaras, Kecamatan
Cijulang, Kabupaten Pangandaran, Provinsi Jawa Barat.

Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode
survei adalah metode yang dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejalagejala yang ada dan mencari informasi secara faktual, baik mengenai institusi,
sosial budaya, ekonomi, maupun politik (Nazir 1998). Survei yang dilakukan
adalah mengenai pendapatan nelaya gillnet di Desa Batukaras, baik dari kegiatan
perikanan maupun mata pencaharian alternatif (non perikanan).
Penelitian ini menggunakan dua jenis pengumpulan data, yaitu data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui kegiatan wawancara secara
terstruktur menggunakan daftar pertanyaan (kuesioner) kepada nelayan. Daftar

3

pertanyaan berisi tentang kontruksi unit penangkapan gillnet, metode
pengoperasian gillnet, biaya investasi, biaya operasi penangkapan ikan, dan mata
pencaharian alternatif yang dilakukan. Data sekunder diperoleh dari KUD
Minarasa, TPI Minarasa, Kantor Desa Batukaras, dan lembaga-lembaga yang
terkait lainnya. Data ini mencakup laporan bulanan TPI Minarasa tahun 2012,
laporan rekap raman kotor nelayan KUD Minarasa tahun 2012, dan keadaan
umum Desa Batukaras.
Metode pengambilan contoh (sampling) dilakukan dengan metode
purposive sampling, yang termasuk dalam teknik penarikan sampel non random
sampling. Menurut Narbuko dan Achmadi 2013, metode purposive sampling
berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat tertentu yang diperkirakan mempunyai
sangkut paut erat dengan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang
sudah diketahui sebelumnya. Kegiatan penelitian pendahuluan dilakukan pada 24 Februari 2013, dihasilkan bahwa nelayan pemilik usaha gillnet dan memiliki
mata pencaharian alternatif (non perikanan) yang dijadikan tujuan objek penelitian
ini. Hal ini dikarenakan nelayan pemilik usaha gillnet dan memiliki mata
pencaharian alternatif (non perikanan) dapat memberikan informasi untuk
menjawab tujuan dari penelitian ini. Jumlah responden nelayan gillnet dalam
penelitian ini sebanyak 25 responden.

Metode Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Analisis unit
penangkapan ikan dan analisis finansial.
Analisis unit penangkapan ikan
Analisis unit penangkapan ikan yang digunakan meliputi:
1) Deskripsi perahu dan mesin yang digunakan;
2) Desain dan kontruksi alat tangkap;
3) Metode pengoperasian alat tangkap;
4) Daerah penangkapan ikan; dan
5) Hasil tangkapan.
Analisis finansial
Analisis finanasial adalah analisis terhadap biaya dan manfaat di dalam
suatu usaha yang dilihat dari sudut pandang orang-orang yang menginvestasikan
modalnya atau yang berkepentingan langsung pada suatu kegiatan usaha
(Kadariah et al. 1999). Analisis finansial yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi analisis usaha. Analisis usaha yang dilakukan meliputi analisis
pendapatan usaha (π) dan analisis imbangan penerimaan dan biaya (revenue-cost
ratio). Analisis ini berguna untuk menghitung aspek ekonomi yang dapat
diperoleh dari masing-masing usulan kegiatan baik itu kegiatan perikanan maupun
mata pencaharian alternatif (non perikanan). Menurut Effendi dan Oktariza (2006)
mengatakan bahwa analisis usaha merupakan suatu cara untuk mengetahui tingkat
kelayakan dari suatu jenis usaha. Tujuan analisis usaha adalah untuk mengetahui
tingkat keuntungan, pengembalian investasi, maupun titik impas suatu usaha.
1) Analisis pendapatan usaha
Analisis pendapatan usaha bertujuan untuk mengetahui besarnya
keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan (Djamin 1984). Suatu usaha

4

yang menguntungkan akan memiliki nilai penerimaan lebih besar daripada total
pengeluaran.

π
TR
TC
Py
Y
FC
VC

dengan:
= Keuntungan
= Total penerimaan (Total revenue)
= Total pengeluaran (Total Cost)
= Harga Y (Rp)
= Produksi yang diperoleh (kg)
= Biaya tetap (Fixed cost)
= Biaya variabel (Variabel cost)
Perhitungan nilai keuntungan utama nelayan menggunakan rumus:

dengan:
πUtama = Keuntungan utama (Rp)
TRUtama = Total penerimaa utama (Rp)
TCUtama = Total pengeluaran utama (Rp)
Perhitungan nilai keuntungan mata pencaharian alternatif nelayan
menggunakan rumus:

dengan:
= Keuntungan (Rp)
= Total pendapatan (Rp)
= Total pengeluaran (Rp)
= MPA1, MPA2, …, MPAn
Revenue cost ratio (R/C)
Analisis R/C merupakan alat analisis untuk melihat keuntungan relatif suatu
usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai dalam kegiatan tersebut.
Suatu usaha dikatakan layak bila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Hal ini
menggambarkan semakin tinggi nilai R/C maka tingkat keuntungan suatu usaha
akan semakin tinggi (Effendi dan Oktariza 2006).
π
TR
TC
i
2)

Kriteria:
R/C > 1  Usaha menguntungkan
R/C = 1  Usaha pada titik impas
R/C < 1  Usaha merugi

5

3)

Analisis Keuntungan Total
Analisis keuntungan total adalah menjumlahkan nilai keuntungan nelayan
dari kegiatan perikanan dan mata pencaharian alternatif yang dilakukan.
Perhitungan total keuntungan yang didapat menggunakan rumus:

dengan:
πTotal = Keuntungan total (Rp)
πMPA1 = Keuntungan mata pencaharian alternatif 1 (Rp)
πMPA2 = Keuntungan mata pencaharian alternatif 2 (Rp)
πMPAn = Keuntungan mata pencaharian alternatif n (Rp)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Unit Penangkapan Jaring Insang (Gillnet)
Alat Tangkap Jaring Insang (Gillnet)
Jaring insang adalah salah satu dari jenis alat penangkap ikan dari bahan
jaring monofilament atau multifilament yang dibentuk menjadi empat persegi
panjang, pada bagian atasnya dilengkapi dengan beberapa pelampung (floats) dan
pada bagian bawahnya dilengkapi beberapa pemberat (sinkers) sehingga dengan
adanya dua gaya yang berlawanan memungkinkan jaring insang dapat dipasang di
daerah penangkapan dalam keadaan tegak menghadang biota perairan
(Martasuganda 2008). Nelayan Desa Batukaras menggunakan gillnet yang
menetap di dasar perairan atau bottom set gillnet. Nelayan biasa menyebut alat
tangkap ini dengan nama jaring sirang. Jaring sirang terdiri atas badan jaring, tali
ris atas dan bawah, pelampung, tali penggantung badan jaring, dan pemberat.
Panjang jaring yang dioperasikan nelayan setempat yaitu 10-30 piece, setiap
piece memiliki panjang jaring 30 depa (60 m) dan lebar jaring (jaring kedalam) 3
depa (6 m). Badan jaring terdiri atas satu lapis jaring dengan mesh size yang
bervariasi tergantung terhadap musim. Beberapa variasi ukuran mesh size yang
digunakan adalah 1,75; 2; 4; 4,5; 5; dan 5,5 inci. Jaring ini merupakan jaring
monofilament.
Tali ris pada jaring sirang (bottom set gillnet) terdiri atas tali ris atas dan tali
ris bawah. Tali ris atas mempunyai diameter 5 mm dan tali ris bawah berdiameter
3 mm. Tali ris atas dan tali ris bawah berfungsi untuk memasang atau
menggantungkan badan jaring. Tali penggantung badan jaring terdiri atas tali
penggantung badan jaring bagian atas dan bagian bawah. Tali penggantung
berfungsi untuk menggantungkan badan jaring pada tali ris.
Pelampung yang digunakan terdiri atas pelampung kecil yang terpasang di
tali ris atas dan pelampung tanda. Pelampung terbuat dari bahan plastik. Dalam
setiap piece jaring jumlah pelampung sebanyak 60 buah dan 1 buah pelampung
tanda. Pemberat yang digunakan terbuat dari timah dengan jumlah 200 buah dan
total bobot 2 kg. Kontruksi jaring sirang di Desa Batukaras dapat dilihat pada
Gambar 1.

6

3

Keterangan:
(1) Pelampung: plastik; (2) Tal iris atas: PE Multifilament, 5 mm; (3) Badan
jaring: 5 inci; (4) Tali penggantung; (5) Tal iris bawah: PE Multifilament, 3
mm; (6) Pemberat: Timah, bobot total 2 kg; (7) Pelampung tanda: plastik
Gambar 1 Kontruksi jaring sirang (bottom set gillnet) di Desa Batukaras
Perahu
Perahu yang digunakan oleh nelayan Desa Batukaras adalah perahu dengan
motor tempel dengan ukuran < 5 GT. Tenaga penggerak perahu berasal dari mesin
yamaha berkekuatan 15 PK. Perahu berbahan dasar fiberglass dan memiliki katir
dikanan dan kiri kapal yang terbuat dari bambu. Katir berfungsi sebagai
penyeimbang atau mengurangi efek gerakan oleng perahu. Perahu ini memiliki
ukuran panjang rata-rata 9 m, lebar 1,5 m, dan dalam 1 m.

Gambar 2 Perahu di Desa Batukaras

7

Nelayan
Menurut Pasal 1 UU Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, nelayan
adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Statistik
Perikanan (2010) mendefinisikan nelayan sebagai orang yang secara aktif
melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air
lainnya/tanaman air. Nelayan gillnet di Desa Batukaras masuk kedalam klasifikasi
nelayan berdasarkan waktu kerja yaitu nelayan sambilan utama. Nelayan masih
menganggap bahwa kegiatan penangkapan ikan masih menjanjikan hingga
sekarang, namum mereka juga membutuhkan mata pencaharian alternatif untuk
kestabilan ekonomi. Jumlah nelayan dalam satu unit penangkapan gillnet berbedabeda. Jumlah nelayan umumnya 2-3 orang nelayan.
Daerah penangkapan ikan

Gambar 3 Daerah penangkapan nelayan gillnet
Daerah penangkapan ikan yang dijangkau nelayan Desa Batukaras tidak
terlalu jauh dari pantai sekitar 0-4 mil dari garis pantai. Daerah yang biasa
didatangi oleh nelayan Desa Batukaras adalah Teluk Pangandaran, Teluk
Pananjung Timur, Perairan Parigi, Legok, Pamaeungpeuk, dan Nusakambangan
(Fauzy 2009). Penentuan daerah penangkapan biasanya berdasarkan pengalaman
turun temurun nelayan.
Metode pengoperasian gillnet
Metode penangkapan ikan dengan gillnet dimulai dengan persiapan untuk
perahu, alat tangkap, dan nelayan. Pengecekan dilakukan pada alat tangkap untuk
memastikan tidak ada jaring yang rusak. Pengecekan perahu juga harus dilakukan

8

demi keselamatan nelayan dalam operasi penangkapan. Persiapan ini dilakukan
pada sore hari hingga menjelang malam. Kegiatan operasi penangkapan ikan
dilakukan pada pukul 03.00-09.00. Perjalanan yang ditempuh oleh nelayan hingga
mencapai fishing ground tergantung pada musim. Waktu tempuh pada musim
puncak hanya sekitar 30 menit perjalanan, sedangkan pada musim sedang
membutuhkan waktu 1-2 jam perjalanan.
Tahap pengoperasian gillnet terdiri atas tiga tahap yaitu penentuan fishing
ground, pemasangan jaring (setting), dan penarikan jaring (hauling). Penurunan
jaring diawali dengan penurunan pelampung dan dilanjutkan dengan penurunan
badan jaring dan pemberat. Proses tersebut dilakukan hingga semua badan jaring
telah diturukan dan diakhiri dengan penurunan pemberat ujung. Setelah proses
setting selesai, jaring didiamkan atau direndam selama 2-3 jam dan mesin perahu
dimatikan. Selama menunggu hauling, nelayan biasanya melakukan kegiatan
memancing. Kegiatan penurunan jaring (setting) dilakukan 1-3 kali dalam satu
kali operasi penangkapan.
Tahap terakhir yaitu hauling, yang diawali dengan pengangkatan pelampung
tanda dan dilanjutkan badan jaring serta pemberat. Setelah proses hauling berakhir
nelayan menata kembali alat tangkap dan hasil tangkapan. Sekitar pukul 08.00
nelayan kembali ke fishing base.
Hasil tangkapan
Hasil tangkapan yang tertangkap antara lain kembung (Restrelliger sp.),
selar (Selaroides leptolepis), tengiri (Scomberromo commersoni), manyung (Arius
thalassinus), bawal putih (Stromateus cinereus),bawal hitam (Stromateus niger),
layur (Trichiurus savala), bloso (Saurida tumbill), remang (Congresox talabon),
rajungan (Portunus pelagicus), dan lainnya. Produksi hasil tangkapan dapat
dilihat pada Lampiran 1.

Analisis Usaha Nelayan Gillnet
Perikanan

1. Bidang Pertanian
2. Budidaya Kayu Albasia

Usaha Nelayan Gillnet

3. Pengumpul Kayu Bakar
Mata Pencaharian
Alternatif (Non
Perikanan)

4. Pengumpul Kelapa
5. Penjual Barang Bekas
6. Usaha Warung
7. Berkepun Kapol (Kapulaga)

Gambar 4 Skema usaha nelayan gillnet

9

Nelayan Desa Batukaras sebagian besar tergolong pada nelayan sambilan
utama. Analisis usaha nelayan gillnet terdiri atas dua usaha yaitu usaha perikanan
dan mata pencaharian alternatif (non perikanan). Skema usaha yang dilakukan
nelayan dapat dilihat pada Gambar 4.
1) Analisis Usaha Perikanan
Analisis pendapatan bertujuan untuk mengetahui besarnya keuntungan yang
diperoleh dari usaha yang dilakukan (Djamin 1984). Aspek-aspek yang
mempengaruhi analisis pendapatan yaitu penerimaan, biaya tetap, biaya variabel,
total biaya, dan keuntungan. Menurut Riniwati (2005) diacu dalam Primyastanto
(2011) biaya tetap adalah jumlah biaya yang tetap dibayar perusahaan (produsen)
berapapun tingkat outputnya. Biaya tetap yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain: biaya perawatan (perahu, mesin, dan alat tangkap), biaya administrasi
nelayan, penyusutan (perahu, mesin, dan alat tangkap). Perhitungan pada biaya
tetap dapat dilihat pada Lampiran 2. Berdasarkan hasil olahan data pada Lampiran
3 terlihat bahwa rata-rata biaya tetap yang dikeluarkan oleh nelayan Desa
Batukaras adalah sebesar Rp 5.267.736 per tahun.
Biaya variabel adalah jumlah biaya yang berubah menurut tinggi rendahnya
output yang diproduksikan (Riniwati (2005) diacu dalam Primyastanto (2011)).
Biaya variabel yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: biaya ransum,
bensin dan oli, serta es. Perhitungan biaya tetap dapat dilihat pada Lampiran 2.
Berdasarkan hasil olahan data pada Lampiran 3 terlihat bahwa rata-rata biaya
variabel yang dikeluarkan oleh nelayan Desa Batukaras adalah sebesar Rp
16.225.080 per tahun.
Penerimaan atau Total Revenue (TR) adalah pendapatan kotor yang
didefinisikan sebagai nilai produk total dalam jangka waktu tertentu (Primyastanto
dan Istikharoh 2006). Penerimaan nelayan didapatkan dari data skunder yang
dimiliki oleh KUD Minarasa. Besarnya rata-rata penerimaan nelayan adalah
Rp 36.833.200 per tahun perincian pendapatan setiap nelayan dapat dilihat pada
Lampiran 3.
Biaya total merupakan pengeluaran total usaha yang didefinisikan sebagai
semua nilai masukkan yang habis terpakai atau dikeluarkan didalam produksi,
tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga (Primyastanto dan Istikharoh 2006).
Biaya total yang digunakan terdiri atas: biaya tetap, biaya variabel, dan nilai bagi
hasil. Sistem bagi hasil yang dilakukan oleh nelayan di Desa Batukaras terdapat
beberapa pola yaitu 80%:20%, 75%:25%, 60%:40%, dan 50%:50%. Presentase
bagi hasil berdasarkan kesepakatan antara nelayan pemilik dan nelayan
penggarap. Besar rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh nelayan Desa
Batukaras adalah Rp 29.401.755 per tahun, data biaya total setiap nelayan dapat
dilihat pada Lampiran 3.
Nilai revenue-cost ratio (R/C) rata-rata sebesar 1,31. Nilai ini menunjukkan
bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha penangkapan akan
didapatkan penerimaan sebesar Rp 1,31. Hal ini menunjukkan usaha perikanan
menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Data nilai revenue-cost ratio (R/C)
setiap nelayan dapat dilihat pada Lampiran 3.
Keuntungan usaha atau pendapatan bersih adalah besarnya penerimaan
setelah dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk proses produksi baik tetap

10

maupun tidak tetap (Primyastanto dan Istikharoh 2006). Pendapatan rata-rata yang
diperoleh nelayan selama satu tahun adalah sebesar Rp 8.319.562 per tahun atau
sebesar Rp 693.297 per bulan. Data pendapatan setiap nelayan dapat dilihat pada
Lampiran 3.
2) Analisis Usaha Mata Pencaharian Alternatif
Identifikasi mata pencaharian alternatif (non perikanan) dilakukan dengan
pengumpulan data primer. Pengumpulan data primer dilakukan dengan kegiatan
wawancara terhadap nelayan yang memiliki mata pencaharian alternatif. Hasil
wawancara yang dilakukan memperlihatkan terdapat beberapa mata pencaharian
alternatif yang dilakukan. Antara lain: bidang pertanian dan budidaya kayu albasia
(kayu sengon), pengumpul dan penjual kelapa, penjual barang bekas, pengumpul
kayu bakar, pengusaha warung, serta berkebun tanaman kapol (kapulaga).
Berikut merupakan penjelasan lebih rinci mengenai mata pencaharian alternatif:
Bidang pertanian
Bidang pertanian menjadi salah satu mata pencaharian alternatif yang
banyak dilakukan oleh nelayan. Bidang pertanian yang dimaksud adalah tani padi
di sawah. Minat nelayan terhadap bidang pertanian dikarenakan kegiatan
pertanian biasa dilakukan pada saat musim barat atau saat kegiatan penangkapan
tidak setiap hari dilakukan. Bahan baku atau sumber daya yang diperlukan untuk
usaha pertanian adalah lahan, bibit, alat traktor atau kerbau, pestisida, dan pupuk.
Lahan yang digunakan untuk kegiatan pertanian adalah lahan desa yang
disewakan kepada masyarakat, namun ada pula masyarakat yang memiliki lahan
pribadi. Hal ini didukung dengan ketersedian lahan yang cukup luas sekitar
100,74 ha untuk sawah/ladang. Bahan baku yang diperlukan seperti: bibit, pupuk,
dan pestisida sangat mudah didapatkan, hal ini tergambar dari sebuatan desa
agraris yang diberikan pada Desa Batukaras.
Analisis usaha pertanian
Analisis usaha bidang pertanian tani (padi) secara garis besar sama seperti
analisis usaha perikanan. Terdapat dua komponen pokok dalam analisis ini, yaitu:
penerimaan dan pengeluaran. Dalam penelitian ini nilai penerimaan didapatkan
dari gabah kering panen yang dijual maupun yang dikonsumsi oleh nelayan.
Perhitungan analisis usaha bidang pertanian dapat dilihat pada Lampiran 4. Ratarata hasil yang didapatkan per satu bata adalah 5 kg gabah kering panen. Harga
jual gabah kering panen di Desa Batukaras sebesar Rp 4.500 per kg.
Pengeluaran usahatani meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan
(Soeharjo & Patong 1973). Biaya tunai usahatani (farm payment) adalah jumlah
uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa usahatani (Soekartawi et
al 1986). Biaya tunai yang digunakan antara lain adalah biaya bibit, pupuk, pajak
lahan, dan sewa traktor. Kegiatan membajak sawah biasanya dilakukan
menggunakan traktor atau dengan jasa kerbau. Hampir semua nelayan tidak
memiliki alat untuk membajak sawah sehingga nelayan menyewa traktor atau jasa
kerbau untuk membajak sawah yang digarap. Biaya sewa yang dikeluarkan untuk
membajak sawah untuk traktor sebesar Rp 3.000 per bata, sedangkan jasa kerbau
sebesar Rp 60.000 per setengah hari. Satuan ukuran lahan yang digunakan oleh
masyarakat Desa Batukaras adalah bata, dimana satu bata setara dengan 4m x 4m
(16 m2). Bibit padi yang biasa digunakan adalah bibit padi dengan harga
Rp 45.000 per lima kg. Bibit yang diperlukan berbeda-beda tergantung pada luas

11

lahan yang digarap. Pupuk yang digunakan terdiri atas dua macam pupuk yaitu
pupuk dengan harga Rp 2.500 per kg dan Rp 3.000 per kg. Besar pajak yang
dikenakan terhadap lahan tani sebesar Rp 2.600 per bata. Perhitungan biaya tunai
dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai rata-rata biaya tunai sebesar Rp 780.033
dengan dua kali masa produksi. Nilai biaya tunai setiap nelayan dapat dilihat pada
Lampiran 5.
Biaya diperhitungkan yang digunakan antara lain pestisida, tenaga kerja
(saat penanaman, pemupukan, dan panen), penyusutan, dan sewa lahan. Biaya
pestisida yang dikeluarkan setiap nelayan berbeda-beda, hal ini dikarenakan ada
nelayan yang hanya membeli obat saja tanpa sewa alat penyemprot hama,
biasanya biaya yang dikeluarkan Rp 12.000 per bungkus obat dan ada nelayan
yang menyewa alat untuk pemberian pestisida, biasanya memerlukan biaya
Rp 50.000 per satu kali proses penyemprotan. Tenaga kerja disini terdiri atas dua
macam yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Nelayan
Desa Batukaras umumnya menggunakan jasa tenaga kerja dalam keluarga, hal ini
karena berpengaruh besar terhadap biaya pengeluaran. Biaya yang harus
dikeluarkan untuk tenaga kerja luar keluarga sebesar Rp 20.000 per setengah hari
dan menyediakan makan. Penyusutan yang digunakan hanya sebatas penyusutan
alat cangkul saja sebesar Rp 31.667 per satu cangkul. Biaya sewa lahan yang
dibebankan kepada nelayan adalah sebesar Rp 1.000 per bata. Perhitungan biaya
diperhitungkan dapat dilihat pada Lampiran 4. Nilai rata-rata biaya
diperhitungkan yang dikeluarkan sebesar Rp 283.643. Nilai biaya diperhitungkan
setiap nelayan dapat dilihat pada Lampiran 5.
Nilai revenue-cost ratio (R/C) rata-rata sebesar 1,97. Nilai ini menunjukkan
bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha akan didapatkan
penerimaan sebesar Rp 1,97. Hal ini menunjukkan Mata pencaharian alternatif
bidang pertanian menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Nilai rata-rata
penerimaan selama satu tahun sebesar Rp 4.577.143 yang diperoleh dari harga
gabah kering panen yang dijual maupun yang dikonsumsi. Nilai rata-rata biaya
total yang dikeluarkan sebesar Rp 2.269.114. Pendapatan rata-rata yang
didapatkan dari bidang pertanian sebesar Rp 2.308.029 dalam satu tahun atau
sebesar Rp 192.336 per bulan. Nilai rata-rata penerimaan, biaya total, pendapatan,
dan R/C dapat dilihat pada Lampiran 5.
Budidaya kayu albasia (kayu sengon)
Kayu sengon atau biasa disebut kayu albasia oleh masyarakat Desa
Batukaras merupakan kayu serba guna. Kayu ini dapat dimanfaatkan untuk
kontruksi ringan, kerajinan tangan, kotak cerutu, venir, kayu lapis, korek api, alat
musik, dan pulp. Daun sebagai pakan ayam dan kambing. Di Ambon kulit batang
digunakan untuk penyamak jaring, kadang-kadang sebagai pengganti sabun
(Hidayat 2002). Minat masyarakat terhadap usaha ini adalah karena budidaya
kayu albasia sangat menguntungkan walaupun memerlukan waktu 5-7 tahun
dalam proses produksi. Kegiatan perawatan biasa dilakukan setiap 6 bulan sekali,
sehingga tidak mengganggu mata pencaharian utama. Lahan produksi kayu
albasia biasa dilakukan di daerah pegunungan. Hal ini didukung dengan
ketersediaan lahan pegunungan/daratan yang mencapai 80,54% dari total luas
wilayah Desa Batukaras. Peluang pasar untuk budidaya albasia (kayu sengon)

12

sangat baik karena dengan nilai jual yang tinggi dan mudah mencari pemasok
kayu albasia (kayu sengon) di daerah Desa Batukaras.
Analisis usaha kayu albasia (kayu sengon)
Berdasarkan hasil wawancara terhadap nelayan yang memiliki usaha non
perikanan budidaya kayu albasia (kayu sengon), komponen yang harus
diperhatikan adalah tahap penanaman bibit, tahap perawatan (pemberian pupuk
dan pestisida), serta sistem pembayaran sewa lahan maupun pajak. Perhitungan
komponen dalam analisis usaha budidaya kayu albasia (kayu sengon) dapat dilihat
pada Lampiran 6. Satuan ukuran yang digunakan untuk lahan adalah bata (1 bata
= 4m x 4m).
Tahap penanaman bibit biasa dilakukan oleh nelayan dan keluarga tanpa
bantuan tenaga kerja luar keluarga. Jumlah bibit batang kayu albasia (kayu
sengon) yang digunakan tergantung kepada lahan yang digarap. Harga satu batang
bibit kayu albasia (kayu sengon) adalah Rp 1.000. Pupuk yang biasa digunakan
oleh nelayan adalah pupuk dengan harga Rp 2.500 per kg. Tanaman albasia (kayu
sengon) memerlukan penyemprotan pestisida dengan biaya sebesar Rp 50.000 per
penyemprotan. Kegiatan perawatan membutuhkan tenaga kerja luar keluarga
sehingga nelayan harus mengeluarkan biaya upah tenaga kerja sebesar Rp 50.000
per orang per hari kerja. Biaya sewa lahan yang dikenakan kepada nelayan
umumnya adalah 1/3 bagian dari hasil penjualan kayu albasia (kayu sengon),
sedangkan untuk pajak lahan sama seperti pertanian yaitu sebesar Rp 2.600 per
bata.
Nilai revenue-cost ratio (R/C) rata-rata sebesar 2,25. Nilai ini menunjukkan
bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha akan didapatkan
penerimaan sebesar Rp 2,25. Hal ini menunjukkan usaha budidaya kayu albasia
menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Nilai rata-rata penerimaan selama
satu tahun sebesar Rp 34.283.333 yang diperoleh dari menjual kayu albasia yang
dihargai Rp 100.000 per batang. Nilai biaya total yang dikeluarkan sebesar
Rp 17.619.074. Pendapatan nelayan dari usaha budidaya kayu albasia sebesar
Rp 3.332.852 atau sebesar Rp 277.738 perbulan. Nilai rata-rata penerimaan, biaya
total, pendapatan, dan R/C dapat dilihat pada Lampiran 7.
Pengumpul kayu bakar
Kegiatan pengumpulan kayu bakar biasa dilakukan nelayan di daerah
pegunungan. Setiap minggu banyaknya kayu bakar yang berhasil didapatkan
adalah sebanyak 3 ikat yang dihargai Rp 15.000 per ikat. Pendapatan nelayan dari
kegiatan pengumpul kayu bakar rata-rata sebesar Rp 180.000 per bulan.
Pengeluaran yang dikeluarkan nelayan dalam melakukan kegiatan ini adalah bekal
makan siang sebesar Rp 5.000 per hari, sehingga besarnya pengeluaran rata-rata
sebesar Rp 60.000 per bulan. Nilai revenue-cost ratio (R/C) rata-rata sebesar 3,00.
Nilai ini menunjukan bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha
akan didapatkan penerimaan sebesar Rp 3,00. Hal ini menunjukkan usaha
pengumpulan kayu bakar menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Kayu
bakar yang dikumpulkan akan dijual kepada para wisatawan yang datang ke Desa
Batukaras. Jumlah wisatawan yang semakin meningkat membuat usaha ini layak
untuk dilanjutkan. Nilai penerimaan, pengeluaran dan R/C dapat dilihat pada
Lampiran 8.

13

Pengumpul kelapa
Tumbuhan kelapa banyak terdapat di daerah pesisir pantai Desa Batukaras.
Pengumpulan kelapa dilakukan dalam waktu satu bulan, banyaknya kelapa yang
dikumpulkan sebanyak 2000 butir. Nelayan membeli kelapa kepada petani kelapa
dengan harga Rp 1.600 per butir. Besar biaya rata-rata yang dikeluarkan nelayan
pengumpul kelapa sebesar Rp 3.200.000 per bulan. Harga jual kelapa yang
ditawarkan oleh nelayan sebesar Rp 1.900 per butir. Penerimaan rata-rata nelayan
pengumpul yaitu sebesar Rp 3.800.000 per bulan dari 2.000 butir kelapa.
Pendapatan rata-rata nelayan dari usaha pengumpul kelapa sebesar Rp 600.000
per bulan. Perbandingan penerimaan dengan biaya usaha pengumpul kelapa
sebesar 1,19. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan
nelayan untuk usaha akan didapatkan penerimaan sebesar Rp 1,19. Hal ini
menunjukkan usaha pengumpul kelapa menguntungkan dan layak untuk
dilanjutkan. Nilai penerimaan, pengeluaran dan R/C dapat dilihat pada Lampiran
9.
Penjual barang bekas
Peluang usaha jual beli barang bekas saat ini masih diminati. Barang bekas
yang dijual berupa barang seperti besi, kertas, kerdus, dan barang-barang lainnya.
Berdasarkan hasil wawancara, kegiatan jual barang bekas dapat menghasilkan
rata-rata pendapatan Rp 350.000 per bulan. Perbandingan penerimaan dengan
biaya usaha pengumpul kelapa sebesar 2,75. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap
Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha akan didapatkan penerimaan
sebesar Rp 2,75. Hal ini menunjukkan usaha penjualan barang bekas
menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Nilai penerimaan, pengeluaran dan
R/C dapat dilihat pada Lampiran 10.
Usaha warung
Usaha warung memiliki peluang yang cukup baik dilakukan di Desa
Batukaras, karena letak Desa Batukaras yang jauh dari pusat kota. Penerimaan
yang diambil oleh pemilik warung sebesar 10% dari penerimaan dan sisa
penerimaan dijadikan modal untuk belanja keperluan warung. Besar rata-rata
pendapatan dari usaha warung sebesar Rp 2.400.000 perbulan. Perbandingan
penerimaan dengan biaya usaha pengumpul kelapa sebesar 1,11. Nilai ini
menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan nelayan untuk usaha akan
didapatkan penerimaan sebesar Rp 1,11. Hal ini menunjukkan usaha warung
menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Nilai penerimaan, pengeluaran dan
R/C dapat dilihat pada Lampiran 11.
Berkebun kapol (kapulaga)
Berkebun kapol merupakan usaha yang baru dikembangkan di Desa
Batukaras. Harga satu bibit kapol adalah Rp 2.000. Tahap-tahap yang dilakukan
dalam berkebun kapol (kapulaga) adalah penanaman, pemeliharaan, dan panen.
Tahap penanaman biasa dilakukan sendiri oleh nelayan, dalam tahap ini kapol
(kapulaga) ditanam. Tahap perawatan nelayan melakukan kegiatan pemupukan.
Pupuk yang dibutuhkan adalah 1 kg pupuk untuk satu pohon, dengan harga per
kilogram Rp 2.500. Kegiatan pemupukan dilakukan 2 kali dalam satu tahun.

14

Kegiatan produksi tumbuhan kapol (kapulaga) dalam satu tahun sebanyak 2 kali.
Hasil yang didapatkan setiap 1 pohon kapol adalah 1 kilogram dalam bentuk
kapol (kapulaga) kering dan dihargai sebesar Rp 60.000 per kilogram. Pendapatan
rata-rata yang diperoleh nelayan dari 35 pohon kapulaga adalah sebesar
Rp 309.167 per bulan. Perbandingan penerimaan dengan biaya usaha pengumpul
kelapa sebesar 8,57. Nilai ini menunjukkan bahwa setiap Rp 1,00 yang
dikeluarkan nelayan untuk usaha akan didapatkan penerimaan sebesar Rp 8,57.
Hal ini menunjukkan usaha berkebun kapol (kapulaga) menguntungkan dan layak
untuk dilanjutkan. Perhitungan pendapatan berkebun kapol (kapulaga) dapat
dilihat pada Lampiran 12.
3) Perbandingan Pendapatan Nelayan dari Usaha Perikanan dan Mata
Pencaharian Alternatif (Non Perikanan)
Tabel 1 Perbandingan pendapatan usaha perikanan dan non perikanan
Responden

Sistem Bagi
Hasil

Nelayan 1

50%:50%

Perikanan
(/bulan)
Rp
294.067

Nelayan 2

80%:20%

524.120

Nelayan 3
Nelayan 4
Nelayan 5
Nelayan 6
Nelayan 7
Nelayan 8
Nelayan 9
Nelayan 10
Nelayan 11
Nelayan 12
Nelayan 13
Nelayan 14
Nelayan 15
Nelayan 16
Nelayan 17

50%:50%
80%:20%
50%:50%
60%:40%
60%:40%
80%:20%
75%:25%
80%:20%
80%:20%
60%:40%
80%:20%
50%:50%
80%:20%
60%:40%
80%:20%

718.345
467.274
107.197
186.859
1.470.862
156.449
315.951
1.197.691
334.498
1.838.788
262.934
1.338.259
1.613.124
824.276
2.071.115

Nelayan 18

50%:50%

1.580.924

Nelayan 19
Nelayan 20
Nelayan 21
Nelayan 22

60%:40%
80%:20%
80%:20%
50%:50%

345.418
292.109
182.966
384.321

Nelayan 23

60%:40%

154.339

Nelayan 24
Nelayan 25
Rata-rata

80%:20%
80%:20%

133.734
536.805
693.297

Jenis Usaha
Non Perikanan (/bulan)
Rp
Mata Pencaharian
Pendapatan
Pertanian
59.422
Pertanian
144.444
Budidaya Kayu
359.583
Barang Bekas
350.000
Pertanian
240.556
Usaha warung
1.800.000
Pertanian
188.889
Pertanian
142.889
Pertanian
55.722
Pertanian
680.556
Budidaya Kayu
139.444
Pertanian
243.056
Pertanian
82.056
Budidaya Kayu
232.222
Pertanian
69.722
Pertanian
106.389
Budidaya Kayu
233.056
Budidaya Kayu
641.944
Budidaya Kayu
185.556
Pengumpul Kayu Bakar
180.000
Pertanian
47.222
Budidaya Kayu
162.500
Pengumpul Kelapa
600.000
Budidaya Kayu
127.222
Budidaya Kayu
120.278
Usaha warung
3.000.000
Budidaya Kapol
309.167
Pertanian
59.722
Pertanian
572.056

∑ Pendapatan
59.422

Total
Pendapatan
(/bulan)
Rp
353.489

504.028

1.028.148

350.000
240.556
1.800.000
188.889
142.889
55.722
680.556
139.444
243.056
82.056
232.222
69.722
106.389
233.056
641.944

1.068.345
707.829
1.907.197
375.748
1.613.750
212.171
996.507
1.337.136
577.554
1.920.843
495.156
1.407.981
1.719.512
1.057.332
2.713.059

365.556

1.946.480

47.222
162.500
600.000
127.222

392.640
454.609
782.966
511.543

3.429.445

3.583.783

59.722
572.056
445.347

193.456
1.108.861
1.138.644

Sumber: Diolah dari data primer

Berdasarkan pengolahan data pada Tabel 1. Pendapatan rata-rata nelayan
dari usaha perikanan adalah sebesar Rp 693.297 per bulan. Pendapatan ini
didapatkan dari hasil kegiatan melaut. Usaha yang dilakukan nelayan untuk
meningkatkan pendapatan setiap bulannya dengan melakukan mata pencaharian

15

alternatif (non perikanan). Mata pencaharian alternatif rata-rata akan
menambahkan pendapatan nelayan sebesar Rp 445.347 per bulan.
Nelayan di Desa Batukaras biasa melakukan lebih dari satu mata
pencaharian alternatif. Hal ini dilakukan karena biasanya usaha yang dilakukan
dapat dikerjakan dalam satu waktu, antara lain: nelayan memanfaatkan lahan
untuk usaha pertanian dan budidaya kayu albasia dan nelayan lain melakukan
usaha budidaya kayu albasia dan pengumpul kayu bakar. Total pendapatan
nelayan dari usaha perikanan dan mata pencaharian alternatif rata-rata sebesar
Rp 1.138.644 per bulan. Total pendapatan ini sudah melebihi nilai UMR yang
ditetapkan pemerintah untuk Kabupaten Ciamis sebesar Rp 854.075 per bulan.
Hal ini dapat dikatakan bahwa mata pencaharian alternatif yang dilakukan oleh
nelayan membuat pendapatan nelayan semakin besar.
Tabel 2 Nilai revenue-cost ratio (R/C) usaha nelayan
Jenis Usaha
Perikanan
Non Perikanan

R/C
1,31

Bidang Pertanian

1,97

Budidaya kayu albasia

2,25

Pengumpul kayu bakar

3,00

Pengumpul kelapa

1,19

Penjual barang bekas

2,75

Pengusaha warung

1,11

Berkebun kapulaga
Sumber: Diolah dari data primer

8,57

Analisis revenue-cost ratio (R/C) merupakan alat analisis untuk melihat
keuntungan relatif suatu usaha dalam satu tahun terhadap biaya yang dipakai
dalam kegiatan tersebut. Suatu usaha dikatakan menguntungkan dan dapat
dilanjutkan bila R/C lebih besar dari 1 (R/C > 1). Berdasarkan nilai revenue-cost
ratio (R/C) usaha nelayan gillnet di Desa Batukaras baik perikanan dan mata
pencaharian alternatif adalah menguntungkan dan layak untuk dilanjutkan. Hal ini
dapat dilihat pada nilai R/C yang dihasilkan lebih besar dari satu.
Menurut Effendi dan Oktariza (2006), semakin tinggi nilai revenue-cost
ratio (R/C) maka pendapatan yang diperoleh akan semakin besar. Berdasarkan
data pada Tabel 2 dapat dilihat usaha yang memberikan nilai revenue-cost ratio
(R/C) tertinggi adalah usaha berkebun kapulaga (kapol), sehingga dapat dikatakan
usaha ini sangat menguntungkan dan layak untuk dikembangkan. Terdapat
pertimbangan lain sebagai penentu dapat dikembangkannya suatu usaha. Hal
tersebut didukung oleh Coremap 2006 diacu pada Nababan dan Sari 2013 yang
menyatakan bahwa penentuan usaha non perikanan didasarkan pada pertimbangan
empat variabel teknis yaitu: minat masyarakat, ketersediaan bahan baku,
ketersediaan tenaga kerja, dan peluang pasar.
Mata pencaharian alternatif (non perikanan) yang dilakukan nelayan dan
memiliki keempat variabel teknis di atas adalah bidang pertanian dan budidaya
kayu albasia, sehingga kedua usaha ini dapat dilakukan baik oleh nelayan pemilik
ataupun nelayan buruh. Minat masyarakat terhadap kedua usaha tersebut sangat
tinggi, hal ini dikarenakan usaha non perikanan tersebut dapat dilakukan saat

16

keadaan alam tidak mendukung untuk melakukan kegiatan melaut. Bahan baku
yang digunakan mudah didapatkan karena 64% masyarakat Desa Batukaras
bekerja sebagai petani. Lahan untuk pertanian dan budidaya kayu tersedia begitu
luas dengan harga sewa yang terjangkau. Tenaga kerja yang biasa digunakan
adalah tenaga kerja dalam keluarga. Peluang pasar sangat terbuka untuk kedua
mata pencaharian alternatif (non perikanan) tersebut. Mata pencaharian alternatif
(non perikanan) lain yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan bidang
pertanian dan budidaya kayu antara lain pengumpul kayu bakar dan perternakan
dapat dijadikan usaha untuk memperoleh pendapatan lebih.
Pola Pelaksanaan Usaha Perikanan dan Mata Pencaharian Alternatif
Nelayan Desa Batukaras sebagian besar memiliki dua sumber pendapatan
yaitu dari usaha perikanan dan mata pencaharian alternatif (non perikanan). Usaha
perikanan dibagi menjadi tiga waktu penangkapan yaitu: pada saat paceklik,
sedang, dan puncak. Gambar 5 memperlihatkan bahwa waktu paceklik terjadi
pada bulan Januari-Maret, hal ini memyebabkan nelayan tidak melakukan
kegiatan melaut dikarenakan cuaca yang tidak mendukung, seperti arus kencang
dan gelombang tinggi. Waktu sedang terjadi pada bulan April-Agustus, pada
waktu ini nelayan hanya sesekali saja pergi melaut karena produksi ikan yang
sedikit. Waktu puncak terjadi pada bulan September-Desember, pada waktu ini
produksi ikan di laut sangat tinggi, sehingga nelayan setiap hari melakukan
kegiatan penangkapan.
1

2

3

4

5

6

7
\

8

9

10

Sedang

Paceklik

11

12

Puncak

Gambar 5 Pola Waktu Penangkapan
Mata pencaharian alternatif yang dilakukan nelayan antara lain: bidang
pertanian, budidaya kayu albasia (sengon), pengumpul kayu bakar, pengumpul
kelapa, penjual barang bekas, usaha warung, dan berkebun kapol (kapulaga). Mata
pencaharian alternatif tersebut memiliki pola pelaksanaan kegiatan masingmasing. Kegiatan pada bidang pertanian adalah kegiatan panen dan tanam, dalam
satu tahun dilakukan dua masa panen dan tanam. Kegiatan tanam dilakukan pada
bulan Januari dan Mei, sedangkan kegiatan panen dilakukan pada bulan April dan
Agustus. Pola pelaksanaan bidang pertanian dapat dilihat pada Gambar 6.
1

2

Tanam

3

4

Panen

5

6

Tanam

7
\

8

9

10

11

Panen

Gambar 6 Pola Pelaksanaan Kegiatan Bidang Pertanian

12

17

Budidaya kayu albasia (sengon) dan berkebun kapol (kapulaga) memiliki 2
kegiatan perawatan yang dilakukan dalam satu tahun. Kegiatan tersebut
dilaksanakan pada bulan Januari dan Juli. Pola pelaksanaan kegiatan budidaya
kayu albasia (sengon) dan berkebun kapol (kapulaga) dapat dilihat pada Gambar
7.
1

2

3

4

5

6

7
\

Perawatan

8

10

9

11

12

Perawatan

Gambar 7 Pola Pelaksanaan Kegiatan Budidaya Kayu Albasia (Sengon) dan
Berkebun Kapol (Kapulaga)
Kegiatan pengumpul kayu bakar dilakukan hanya pada saat nelayan berada
pada waktu paceklik dan sedang. Kegiatan ini dilakukan pada bulan JanuariAgustus. Pola pelaksanaan kegiatan pengumpul kayu bakar dapat dilihat pada
Gambar 8.
1

2

3

4

5

6

7
\

8

9

10

11

12

Mengumpulkan Kayu Bakar

Gambar 8 Pola Pelaksanaan Kegiatan Pengumpul Kayu Bakar
Kegiatan pengumpul kelapa, penjualan barang bekas, dan usaha warung
memiliki pola pelaksanaan kegiatan yang sama dalam satu tahun. kegiatan ini
dapat dilaksanakan setiap bulan yaitu Januari-Desember. Pola pelaksanaan ketiga
kegiatan tersebut dapat dilihat pada Gambar 9.
1

2

3

4

5

6

7
\

8

9

10

11

12

Gambar 8 Pola Pelaksanaan Kegiatan Pengumpul Kelapa, Penjualan Barang
Bekas, dan Usaha Warung
Nelayan di Desa Batukaras sebagian besar tergolong dalam nelayan
sambilan utama karena nelayan memiliki mata pencaharian alternatif, namun
pekerjaan utama tetap melaut. Mata pencaharian alternatif yang

Dokumen yang terkait

Analisis Masalah Kemiskinan Nelayan Tradisional Di Desa Padang Panjang Kecamatan Susoh Kabupaten Aceh Barat Daya Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam

4 53 173

Analisis pendapatan dan pengeluaranrumah tangga nelayan gillnet (nylon dan sirang) di kecamatan Pangandaran, kabupaten Ciamis, propinsi Jawa Barat

0 5 202

Studi Kelayakan Finansial Pengembangan Usaha Unit Penangkapan Gillnet (Studi Kasus pada Nelayan Pemilik Unit Penangkapan Gillnet di Desa Gebang Mekar, Kecamatan Babakan, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat)

1 6 278

Tingkat pendapatan usaha nelayan gill net di desa Pangandaran, kecamatan Pangandaran, kabupaten Ciamis, Jawa Barat

0 12 94

Identifikasi Keselamatan Kerja Nelayan Di PPI Batukaras Kabupaten Pangandaran Provinsi Jawa Barat

0 3 50

Analisis Pendapatan dan Kelayakan Usahatani Sawah Apung di Desa Ciganjeng Kecamatan Padaherang Pangandaran Jawa Barat

3 12 101

PERUBAHAN ORIENTASI MATA PENCAHARIAN NELAYAN DI KECAMATAN SUNGAILIAT KABUPATEN BANGKA.

2 8 32

this PDF file STRATEGI PENGEMBANGAN KAWASAN WISATA OLEH UNIT PELAKSANA TEKNIS DINAS (UPTD) PARIWISATA DAN KEBUDAYAAN WILAYAH CIJULANG (Studi Analisis di Objek Wisata Batukaras Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran) | Hastuti | MODERAT (Modern dan Demok

0 0 12

this PDF file PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PELAKSANAAN PEMBANGUNAN FISIK DI DESA BATUKARAS KECAMATAN CIJULANG KABUPATEN PANGANDARAN | Kosmayati | MODERAT (Modern dan Demokratis) 1 PB

0 0 13

Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan

0 1 208