Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pangandaran Raya meliputi kecamatan Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, dan Kalipucang merupakan daerah otonom baru yang strategis di Jawa Barat, dan ditetapkan sebagai pusat pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Berdasarkan peraturan tersebut, dilakukan perlu disusun rencana kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya, dan mengoordinasikan serta mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah Kabupaten/Kota. Pendekatan yang digunakan secara kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Hasil menunjukkan, kondisi 4 sektor (kepariwisataan, kelautan dan perikanan, agrobisnis, agroindustri) di Pangandaran Raya sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Investasi untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali di Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh. Rencana investasi yang potensial bagi kepariwisataan yaitu wisata alam, budaya dan minat khusus berbasis ecotourism. Sektor kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, namun masih terbuka kesempatan untuk budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna serta budidaya rumput laut. Sektor Agrobisnis yang menjadi andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang merupakan mata pencaharian tipikal petani pesisir di Indonesia, dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Sementara itu, untuk agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya. Rencana investasi potensial dikembangkan bagi kepariwisataan yaitu pariwisata berbasis ecotourism, terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional, dan berkelanjutan (sustainable tourism). Untuk itu, perlu program kolaborasi stake holder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media). Sektor kelautan dan perikanan andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar, dan masih terbuka kesempatan budidaya ikan laut, udang, lobster, bandeng, kerapu, ikan tuna, serta budidaya rumput laut. Sektor agrobisnis andalan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang, dan masih terbuka kesempatan investasi budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi seperti honje, dan hata, serta peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun untuk sektor agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang, serta masih terbuka kesempatan investasi untuk pengolahan ikan laut, ikan tangkapan, dan ikan tawar. Titik pusat untuk rencana investasi adalah Kecamatan Cijulang yang dinilai lebih berpotensi dari kecamatan lainnya.

RANGKUMAN

Latar belakang: Kabupaten Pangandaran merupakan Daerah Otonom Baru, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi daerah penting dan jadi kawasan strategis di Jawa Barat. Satu di antara kawasannya adalah Pangandaran Raya yang meliputi

5 Kecamatan (Cijulang, Parigi, Sidamulih, Pangandaran, Kalipucang). Kawasan ini telah ditetapkan sebagai Pusat Pertumbuhan sesuai Perda No 12/2014. Tujuan pekerjaan ini untuk

1) menyusun kajian Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya; 2) mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Landasan pekerjaan: aturan yang berlaku dan teori pemetaan pusat pertumbuhan perekonomian. Metode: menerapkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, dengan metode deskriptif eksplanatori, content analysis, dan studi dokumentasi. Pemetaan dilakukan untuk menggambarkan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya, dan polarisasinya baik untuk pusat pertumbuhan primer, sekunder, maupun tersier bagi sektor pariwisata, kelautan dan perikanan, agrobisnis, dan agroindustri. Hasil pekerjaan: Secara umum kondisi 4 sektor yang dielaborasi sedang memasuki siklus awal pengenalan (introduksi) investasi. Kondisi investasi terkini untuk kepariwisataan masih dapat dikembangkan, kecuali Kecamatan Pangandaran yang mendekati jenuh; Kelautan dan perikanan yang jadi andalan adalah ikan tangkap dan budidaya ikan tawar; Agrobisnis unggulan adalah budidaya kelapa, padi dan pisang yang bersifat tipikal mata pencaharian petani pesisir di Indonesia; Adapun agroindustri andalan adalah pengolahan hasil pertanian dari kelapa, padi dan pisang. Rencana investasi di Pangandaran Raya “titik pusatnya” adalah di Kecamatan Cijulang, karena merupakan kecamatan dengan kepadatan penduduk terendah, dan berpotensi terbuka lebih luas untuk investasi baru daripada 4 kecamatan lainnya. Rencana investasi yang potensial dikembangkan dalam kepariwisataan mencakup wisata alam, budaya dan minat khusus. Rencana investasi atraksi wisata andalannya wisata alam pantai, pesisir, laut, sungai, dan alam pedesaan khususnya desa wisata. Beberapa potensi wisata alam lainnya yang masih dapat dikembangkan di antaranya goa, panorama dan alam pegunungan. Basis investasi perlu dikembangkan berbasis ecotourism. Rencana investasi untuk aksesibilitas yang sangat berperan penting bagi kepariwisataan adalah peningkatan kapasitas Bandara Nusawiru, reaktivasi jalur Kereta Api dari Banjar ke Cijulang, jalan nasional jalur selatan, dan jalan tol Banjar Pangandaran sebagai lanjutan CIGATAS. Rencana investasi layanan ameniti (akomodasi, transfer wisatawan, pemandu wisata) yang tepat di Pangnadaran Raya adalah pengembangan potensi masyarakat lokal khususnya di daerah pedesaan. Beberapa layanan dimaksud adalah penyediaan makanan dan minuman, serta gastronomi, penginapan terutama homestay. Adapun layanan transfer atau transportasi lokal dapat menyediakan bus pariwisata. Investasi berskala besar adalah penyediaan hotel berbintang untuk layanan

meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat adalah pengelola yang berasal dari masyarakat lokal, di mana pariwisata tersebut dikembangkan. Rencana investasi untuk kelautan dan perikanan dapat dirancang untuk Budidaya ikan laut baik yang dikembangkan di laut dengan menggunakan KJAL (Keramba Jaring Apung Laut), maupun di dalam tambak. Pembenihan dan pembesaran yang memungkinkan dikembangkan di Pangandaran Raya di antaranya udang, lobster, bandeng, kerapu, dan ikan tuna. Investasi paling penting adalah berupa penyediaan peralatan dan perlengkapan bagi pembenihan ikan laut, KJAL, dan peralatan bagi nelayan, serta investasi budidaya rumput laut dan budidaya ikan tawar. Peran BPBAPLWS sebagai balai pengembangan sangat berperan penting untuk investasi sektor kelautan dan perikanan. Rencana investasi Agrobisnis yang potensial adalah investasi berbasis budidaya andalan masyarakat setempat yakni kelapa, padi, pisang. Di sisi lain perlu menggali budidaya “tanaman unggulan” lain di antaranya budidaya tanaman langka yang menghasilkan gastronomi misal honje, dan hata. Rencana investasi untuk agroindustri yang tepat diarahkan pada investasi yang berbasis pada pengembangan “kreasi dan inovasi” masyarakat setempat untuk mengolah bahan yang berasal dari hasil budidaya tanaman, dan kelautan setempat. Beberapa potensi besar adalah pengolahan dalam industri hilir dari kelapa, padi, pisang, ikan laut, ikan tangkapan, dan pengolahan ikan tawar. Tindak lanjut: rencana investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya dapat direalisasikan dan terpolarisasi secara optimal bagi daerah sekitarnya, jika kualitas dan kuantitas aksesibilitas ditingkatkan terutama realisasi jalan raya nasional lintas pantai selatan menjadi salah satu jalur utama di Pulau Jawa, reaktivasi jalur KA Banjar-Cijulang, penyiapan Bandara Nusawiru bagi pesawat berbadan lebar, pembangunan pelabuhan laut di Bojong Salawe, dan jalan tol dari CIGATAS hingga Pangandaran. Sektor Pariwisata Pangandaran Raya perlu dibangun secara terpadu dengan sektor kelautan, agrobisnis dan agroindustri, dengan positioning pariwisata pantai, laut dan perikanan berkelas internasional yang berkelanjutan (sustainable tourism ). Diperlukan program kolaborasi stakeholder berbasis Hexa Helix Model (industry, government, local community, business, academia, mass media ). Rencana investasi sektor kelautan perlu menghimpun pemilik modal lokal dan domestik. Adapun arah pengembangannya adalah budidaya ikan laut antara lain KJAL menggunakan pola investasi inti-plasma dengan penduduk setempat. Rencana investasi ikan tawar yang potensial adalah pembudidayaan ikan tawar yang diarahkan untuk swasembada pangan dan pemenuhan kebutuhan kepariwisataan. Sektor agrobisnis perlu peningkatan kuantitas dan kualitas varietas serta budidaya tanaman unggulan, karena budidaya tanaman selama ini masih terbatas pada kelapa, padi dan pisang. Satu di antara prospek budidaya unggulan penghasil gastronomi antara lain honje dan hata. Perlu meningkatkan investasi untuk peternakan sapi potong, sapi perah dan kuda pacu. Adapun investasi sektor agroindustri perlu meningkatkan kreativitas dan kemampuan inovasi masyarakat lokal mengolah hasil pertanian setempat. Tindak lanjut implementasi rencana investasi tersebut dapat lebih terjamin keberhasilannya, jika dilengkapi “Perda” yang khusus mengatur investasi di Pusat Pertumbuhan.

KATA PENGANTAR TIM KAJIAN

Puji syukur ke hadirat ALLAH SWT yang telah melimpahkan berkahnya kepada kita semua. Satu di antara nikmat yang diberikan-NYA adalah kita dapat berkarya untuk melayani masyarakat melalui pengabdian di Pemprov Jabar. Buku ini adalah satu di antara output dari pekerjaan yang berjudul: “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.” Buku laporan ini ditujukan untuk menyajikan hasil kajian. Adapun target pembaca dari buku ini adalah pihak internal BAPPEDA Pemprov Jabar.

“PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan danPencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.

Laporan ini memuat permasalahan, landasan pengerjaan, dan metode pemecahan pekerjaan hingga pembahasan tindak lanjut dari kajian. Isi dari Laporan ini mencakup 8 bab yang meliputi Bab 1 Pendahuluan, Bab 2 Landasan Teori dan Landasan Normatif, Bab 3 Metode Penyelesaian Pekerjaan, Bab 4 Gambaran Umum Pangandaran Raya, Bab 5 Gambaran Investasi Terkini, Bab 6 Rencana Kebutuhan Investasi, Bab 7 Matriks Kebutuhan Investasi dan Bab 8 Kesimpulan serta Tindak Lanjut. Berdasarkan seluruh bab tersebut, laporan ini diharapkan dapat menjabarkan esensi dari kajian kebutuhan Penyusunan Rencana Kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya. Sehingga dapat dicapai tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu. Tim kajian pekerjaan ini menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah turut serta membantu, sehingga dapat dituntaskan pekerjaan ini.

Bandung, Oktober 2016 Kepala BAPPEDA Provinsi Jawa Barat dan Tim

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Pekerjaan

Perencanaan pembangunan daerah adalah suatu proses penyusunan tahapan kegiatan yang melibatkan berbagai unsur pemangku kepentingan di dalamnya. Perencanaan dimaskud guna pemanfaatan dan pengalokasian sumber daya yang ada, dalam rangka meningkatkan kesejahteraan sosial dalam suatu lingkungan wilayah/daerah dalam jangka waktu tertentu. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2008 tentang Tahapan, Tatacara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan Daerah mengamanatkan bahwa perencanaan daerah dirumuskan secara transparan, responsif, efisien, efektif, akuntabel, partisipatif, terukur, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan (RPJMD Jabar, 2014).

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 22 Tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Barat Tahun 2009 – 2029, ditetapkan WP Priatim – Pangandaran, yang mencakup Kabupaten Garut, Kabupaten Tasikmalaya, Kabupaten Ciamis, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar, memiliki potensi pengembangan dalam sektor pertanian, perkebunan, perikanan tangkap, pariwisata, industri pengolahan, pertambangan mineral. Berdasarkan pada Perda tersebut, Kabupaten Pangandaran menjadi 1 di antara 6 (enam) Wilayah Pengembangan (WP).

Kabupaten Pangandaran adalah satu di antara kabupaten di Provinsi Jawa Barat. Kabupaten Pangandaran baru menjadi Pemerintahan Kabupaten sejak tahun 2012. Kabupaten ini berlokasi strategis, karena berada di lintasan jalan provinsi, berada di pinggir pantai dengan panjang pantai 91 Km, dan memiliki beragam potensi untuk dikembangkan. Berdasarkan posisinya, Pangandaran berbatasan dengan Kabupaten Ciamis dan Kota Banjar di utara, Kabupaten Cilacap di timur, Samudera Hindia di selatan, serta Kabupaten Tasikmalaya di sebelah barat.

Kabupaten Pangandaran sebagai Daerah Otonom Baru (DOB), tentu perlu mendapat perhatian khusus. Meskipun Pangandaran baru menjadi daerah otonom, namun Kabupaten Pangandaran sebelumnya sudah menjadi salah satu daerah yang memegang peranan penting, bahkan menjadi kawasan strategis di Jawa Barat. Hal tersebut dapat diketahui dari kebijakan penataan ruang yang telah diatur dalam Peraturan Pemerintah No 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang menjelaskan bahwa Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Kewilayahan (PKW). Sementara berdasarkan Peraturan Daerah No 22 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat 2009-2029, Pangandaran ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional Provinsi (PKNP) masuk kedalam wilayah pengembangan Priangan Timur, dan Pangandaran ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Provinsi (KSP) penanganan ekonomi.

Kabupaten Pangandaran yang berada di Jawa Barat bagian selatan, memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan sebagai pusat pertumbuhan. Karakteristik wilayah Pangandaran ini didominasi oleh kawasan lindung. Berdasarkan pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No 12 Tahun 2004, tentang Pengelolaan Pembangunan dan Pengembangan Metropolitan dan Pusat Pertumbuhan Jawa Barat disebutkan bahwa, Pusat Pertumbuhan merupakan wilayah yang memiliki keunggulan karena lokasi, sejarah dan/atau kebijakan pemerintah yang dimilikinya, sehingga mempunyai wilayah pengaruh yang luas dan dapat dimanfaatkan sebagai penggerak percepatan pembangunan di seluruh wilayah daerah.

Berbeda dengan pendekatan delineasi Wilayah Metropolitan yang dilakukan berdasarkan jumlah penduduk perkotaan, persentase kawasan terbangun dan kondisi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya, maka delineasi Wilayah Growth Center Pangandaran dilakukan dengan melihat potensi perkembangan sektor ekonomi lokal (dalam hal ini pariwisata) yang sudah berkumpul pada suatu lokasi tertentu. Dengan adanya suntikan investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah ini, sektor pariwisata dan perikanan diharapkan dapat berkembang lebih cepat serta menarik berbagai aktivitas ekonomi lainnya untuk bersama-sama mendorong terwujudnya Growth Center Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang sangat potensial. Potensi yang dimiliki adalah di bidang pertanian yaitu kelapa, peternakan Berbeda dengan pendekatan delineasi Wilayah Metropolitan yang dilakukan berdasarkan jumlah penduduk perkotaan, persentase kawasan terbangun dan kondisi aktivitas sosial dan ekonomi masyarakatnya, maka delineasi Wilayah Growth Center Pangandaran dilakukan dengan melihat potensi perkembangan sektor ekonomi lokal (dalam hal ini pariwisata) yang sudah berkumpul pada suatu lokasi tertentu. Dengan adanya suntikan investasi dan percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah ini, sektor pariwisata dan perikanan diharapkan dapat berkembang lebih cepat serta menarik berbagai aktivitas ekonomi lainnya untuk bersama-sama mendorong terwujudnya Growth Center Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan wilayah yang sangat potensial. Potensi yang dimiliki adalah di bidang pertanian yaitu kelapa, peternakan

Pangandaran memiliki potensi yang sangat besar untuk dijadikan sebagai salah satu pusat pertumbuhan di Jawa Barat, dan dipandang mampu untuk merangsang daerah lainnya. Berdasarkan potensi yang ada maka, Pemerintah Jawa Barat mengambil langkah dan inisiatif untuk mengelola pembangunan dan mengembangkan Kabupaten Pangandaran secara efektif dan efisien, agar Pangandaran sebagai pusat pertumbuhan dapat terwujud dengan baik. Berdasarkan kewilayahannya, dan menurut potensi untuk pusat pertumbuhannya, ada beberapa kawasan potensial untuk dijadikan sebagai pusat pertumbuhan. Pangandaran Raya adalah sebuah kawasan yang di antaranya berpotensi tinggi dijadikan pusat pertumbuhan. Karena itulah, perlu kajian mengenai “PENYUSUNAN RENCANA KEBUTUHAN INVESTASI PUSAT PERTUMBUHAN PANGANDARAN RAYA.”

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi:

1. Menyusun kajia n tentang “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pengandaran Raya” yang mencakup:

a. Gambaran umum wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;

b. Kondisi perekonomian Wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;

c. Identifikasi kebutuhan sarana dan prasarana infrastruktur penunjang di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;

d. Rencana kebutuhan nilai investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya;

e. Skema investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya; dan

f. Strategi penciptaan minat investasi di wilayah Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

2. Mengoordinasikan dan mengintegrasikan atau menyinergikan perencanaan pembangunan ekonomi terkait Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya di lingkup OPD Provinsi Jawa Barat, maupun antar wilayah kabupaten/kota, sehingga dapat bersinergi dengan tujuan pembangunan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

Adapun tujuan pengembangan wilayah Jabar Selatan, yaitu mewujudkan wilayah Jawa Barat bagian Selatan menjadi kawasan agrobisnis, agroindustri, industri kelautan dan pariwisata terpadu.

1.3 Indikator Keluaran dan Indikator Kinerja

Kajian ini memiliki indikator keluaran yang diharapkan sebagai berikut:

1. Indikator Keluaran (output yang akan dihasilkan, kualitas dan manfaat) adalah “Tersusunnya dokumen perencanaan kebutuhan investasi pengembangan Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya yang dapat dijadikan sebagai bahan kebijakan dalam pembangunan di Jabar Selatan.”

2. Keluaran (jumlah/volume output yang dihasilkan dan satuan output) adalah berupa

d okumen “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” Adapun indikator kinerja pekerjaan ini adalah: “Tersusunnya dokumen perencanaan

pembangunan Pangandaran Raya, rencana kebutuhan, serta strategi investasi dalam pengembangan Pangandaran Raya. ”

1.4 Batasan Kegiatan

“Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat meliputi fasilitasi Tim Perencana Pembangunan Ekonomi dalam menyusun

Kerangka Ekonomi Daerah, antara lain memfasilitasi Rapat, Penggandaan dan Pencetakan, serta Perjalanan Dinas dalam rangka menginventarisasi data ekonomi perencanaan pembangunan ke Kabupaten Pangandaran dan sekitarnya.

Batasan kegiatan “PPP - Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” TA. 2016 di Jawa Barat lebih difokuskan kepada:

1. Penyusunan dokumen berupa kajian “Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”

2. Koordinasi dan sinergi antar stakehoders terkait perencanaan kebutuhan investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.

3. Melakukan pengumpulan data berupa data sekunder dan primer, serta menghimpun informasi dari berbagai stakeholders terkait kajian tersebut melalui survey lapangan.

1.5 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan

Kegiatan “PPP – Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya” dilaksanakan dari mulai bulan Agustus 2016 sampai dengan November 2016 atau selama 4 bulan. Pelaksanaan Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi dilaksanakan pada bulan Agustus 2016. Adapun matriks jadwal kegiatan sebagai berikut:

Tabel 1.1 Jadwal Kegiatan

November URAIAN 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1. Persiapan 2. Pembahasan Draf Awal 3. Pembahasan Draf Akhir 4. Diseminasi 5. Persiapan Monitoring 6. Rapat Monitoring

Sumber: Hasil Analisis, 2016

Kegiatan Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya Bidang Ekonomi di Jawa Barat dilaksanakan

1. Survey lapangan di daerah Kabupaten Pangandaran, dan pengumpulan dokumen terkait pekerjaan di kantor Kabupaten Pangandaran, serta di beberapa Kantor Kecamatan maupun Kantor Desa di Pangandaran. Data yang dikumpulkan dari Pangandaran mengenai agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun potensi investasi di masa datang.

2. Pengumpulan dokumen di Kantor Provinsi Jawa Barat yang berkenaan dengan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan, baik yang telah ada maupun berupa potensi investasi di masa datang.

3. Survey lapangan pengembangan dan pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di Bappeda Bali, Bappeda Buleleng, dan di lokasi pengembangan serta pengelolaan agrobisnis, agroindustri, kelautan, dan kepariwisataan di daerah bersangkutan.

---agisu--

BAB 2 LANDASAN PENYELESAIAN PEKERJAAN

Pada Bab 2 ini disajikan landasan penyelesaian pekerjaan. Isi dari bab ini mencakup dua bagian besar yang keduanya merupakan landasan pekerjaan dimaksud. Kedua landasan tersebut adalah landasan teori, dan landasan normatif untuk kajian “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya.”

2.1 Perencanaan Kebutuhan Investasi dan Teori Perkembangan Wilayah

Setiap daerah dalam merencanakan pembangunan di wilayahnya tentu memerlukan perhitungan dasar terutama untuk kebutuhan investasi. Besarnya kebutuhan investasi ditentukan oleh kemampuan penyediaan sumber pembiayaan atas dana untuk diinvestasikan, dengan pertimbangan untuk mencapai laju pertumbuhan dan tingkat kesejahteraan yang harus dicapai.

Analisis yang umum dan tepat digunakan untuk menentukan kebutuhan atau rencana investasi pembangunan adalah konsep “Incremental Capital Output Ratio (ICOR).” ICOR ini memiliki manfaat sangat penting dalam teori ekonomi. Rasio ini disebut rasio kenaikan ouput akibat kenaikan kapital yang berarti indikator ekonomi makro yang digunakan untuk menilai kinerja investasi di suatu negara. Perhitungan yang diperoleh berupa angka yang menunjukkan perbandingan antara investasi yang diperlukan untuk dapat meningkatkan tambahan pendapatan atau output. Angka ini dihitung untuk prakiraan kebutuhan secara menyeluruh maupun sektoral. Dengan angka ICOR ini, akan dapat dihitung prakiraan kebutuhan investasi secara total serta alokasi sektoral. Sebuah perencanaan dan khususnya prakiraan kebutuhan investasi dan sumber pembiayaan pembangunan dapat digunakan beragam alat analisis di antaranya:

K = Angka ICOR

I = Investasi pada tahun t

Y = Peningkatan PDRB pada tahun t + 1

Jumlah kebutuhan investasi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan di bawah ini:

I = k*g*Y I = k*g*Y

I = Jumlah investasi k = Angka ICOR

g = Laju pertumbuhan ekonomi Y = Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Khususnya untuk menghitung kebutuhan investasi di sebuah Pemerintahan Daerah, maka sangat bergantung pada kondisi keuangan yang tersedia. Pembangunan daerah yang sejalan dengan era otonomi di Indonesia, membuka peluang bagi setiap daerah untuk melakukan pembangunan di berbagai bidang, industri dan sektor sesuai potensi yang dimiliki daerah tersebut. Permasalahannya antara lain, bagaimana upaya meningkatkan investasi di daerah bersangkutan agar dapat meningkatkan PADS, pendapatan masyarakat setempat yang akhirnya bermuara pada pertumbuhan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Karena itulah, jika Pemda merencanakan investasinya, maka perlu menghitung prakiraan jumlah pendapatan dari investasi tersebut.

Banyak teori yang populer dalam teori perkembangan wilayah. Secara umum dikenal ada

4 kategori teori dalam perkembangan wilayah.

1. Kelompok yang menitikberatkan pada kemakmuran wilayah.

2. Fokus pada sumberdaya alam dan faktor lingkungan yang sangat mempengaruhi keberlanjutan kegiatan produksi atau sustainable development.

3. Menitikberatkan pada kelembagaan dan proses pengambilan keputusan.

4. Memberikan perhatian pada kesejahteraan masyarakat didalam daerah tersebut. Masing-masing kelompok dalam 4 golongan tersebut di atas, ternyata muncul beberapa teori yang popular mengenai pembangunan wilayah di antaranya dikenal:

1. Teori Keynes

2. Teori Neoklasik

3. Teori Inter dan Intra Wilayah

4. Teori Trickle Down Effect

5. Teori Tempat Sentral

6. Teori Von Thunen

7. Teori Biaya Lokasi Minimum

8. Teori Pendekatan Pasar

9. Teori Polarization Effect and Trickle Down Effect

10. Teori Pusat Pertumbuhan

11. Teori Ir. Sutami

12. Teori Kutub Pertumbuhan Pada bahasan dalam bab 2 ini hanya akan disajikan teori yang menjadi landasan dalam kajian pusat pertumbuhan ekonomi. Hal ini tentu menjadi fokus bahasan sesuai dengan judul kajian dalam pekerjaan ini berjudul: “Penyusunan Rencana Kebutuhan Investasi Pusat Pertumbuhan Pangandaran Raya .”

2.2 Pembangunan Pusat Pertumbuhan dan Optimasi Aset Daerah

Pusat pertumbuhan ekonomi di sebuah daerah pada dasarnya dapat dibangun secara sengaja melalui perencanaan dan program pertumbuhan, namun ada pula pusat pertumbuhan itu dapat terjadi secara alami. Pusat pertumbuhan yang sesuai kehendak tentu perlu perencanaan dan program yang terarah.

2.2.1 Pusat Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Berkenaan dengan perencanaan dan program pertumbuhan dimaksud, berikut ini disajikan landasan teori pusat pertumbuhan.

1. Teori Polarisasi Ekonomi

Teori polarisasi ekonomi ini dikemukakan Gunar Myrdal yang secara tegas ia berpendapat bahwa, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran di sekitar daerah bersangkutan. Pusat pertumbuhan tersebut bukan saja terbuka bagi para tenaga profesional terdidik, namun juga menimbulkan daya tarik bagi tenaga terampil, investor, dan beragam barang yang diperdagangkan, sehingga pada tahap selanjutnya mendorong secara terus menerus pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Pertumbuhan tersebut terus makin meningkat dari waktu ke waktu, dan lama-kelamaan semakin pesat, sehingga menjadi “polarisasi pertumbuhan ekonomi” atau “polarization of economic growth”. Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan, akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang kemudian akan Teori polarisasi ekonomi ini dikemukakan Gunar Myrdal yang secara tegas ia berpendapat bahwa, setiap daerah mempunyai pusat pertumbuhan yang menjadi daya tarik bagi tenaga buruh dari pinggiran di sekitar daerah bersangkutan. Pusat pertumbuhan tersebut bukan saja terbuka bagi para tenaga profesional terdidik, namun juga menimbulkan daya tarik bagi tenaga terampil, investor, dan beragam barang yang diperdagangkan, sehingga pada tahap selanjutnya mendorong secara terus menerus pertumbuhan ekonomi di daerah bersangkutan. Pertumbuhan tersebut terus makin meningkat dari waktu ke waktu, dan lama-kelamaan semakin pesat, sehingga menjadi “polarisasi pertumbuhan ekonomi” atau “polarization of economic growth”. Dalam teori menganggap bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan, akan tetapi terdapat sistem polarisasi perkembangan suatu wilayah yang kemudian akan

Pada dasarnya teori polarisasi ekonomi dari Gunar Myrdal adalah berupa penyusunan “konsep pusat-pinggiran atau coreperiphery.” Konsep ini memiliki keistimewaan terutama pertumbuhan sebuah daerah akan sangat cepat. Di sisi lain, ada kelemahan yang sangat sulit diatasi yakni, konsep pusat-pinggiran ini merugikan daerah pinggiran itu sendiri. Ada upaya

yang dapat dilakukan untuk membatasi perpindahan penduduk dari pinggiran ke perkotaan (urbanisasi), misal upaya pembatasan migrasi (urbanisasi), mencegah keluarnya modal dari daerah pinggiran, membangun daerah pinggiran, dan membangun wilayah pedesaan. Rangkaian upaya tersebut umumnya tidak mudah dilakukan karena beragam faktor turut mempengaruhinya.

Setiap pusat pertumbuhan ekonomi yang dirancang tentu diharapkan dapat berdampak dan berpengaruh signifikan pada daerah yang ada di sekitarnya. Dampak dan pengaruh pusat pertumbuhan ekonomi dapat bersifat positif atau negatif. Dampak dan pengaruh positif pada perkembangan daerah di sekitarnya disebut spread effect atau efek menyebar. Umpama terciptanya kesempatan kerja baru bagi penduduk setempat, makin meningkatnya investasi, upah buruk semakin naik, distribusi barang makin cepat, pengolahan bahan mentah menjadi barang setengah jadi dan barang jadi makin meningkat, sehingga pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat bersangkutan. Adapun dampak dan pengaruh negative disebut backwash effect atau efek sampingan. Umpama terjadinya ketimpangan pembangunan antar wilayah terutama wilayah kota dengan pedesaan, makin meningkatnya kriminalitas, kerusakan lingkungan alam dan budaya yang terus menurus meningkat, dan tentu masih banyak lagi potensi efek negatif lainnya.

2. Teori Kutub Pertumbuhan

Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950) mengajukan sebuah konsep “kutub pertumbuhan” atau growth pole concept.” Ia berpendapat bahwa, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pada teori dan konsep ini, proses pembangunan tidak terjadi secara serentak, namun muncul di tempat-tempat Perroux, seorang ahli ekonomi Prancis (1950) mengajukan sebuah konsep “kutub pertumbuhan” atau growth pole concept.” Ia berpendapat bahwa, kutub pertumbuhan adalah pusat-pusat dalam arti keruangan yang abstrak, sebagai tempat menyebarkan dan memancarnya kekuatan-kekuatan sentrifugal dan tertariknya kekuatan-kekuatan sentripetal. Pada teori dan konsep ini, proses pembangunan tidak terjadi secara serentak, namun muncul di tempat-tempat

Menurutnya pertumbuhan ataupun pembangunan tidak dilakukan di seluruh ruang, tetapi terbatas pada beberapa tempat atau lokasi tertentu yang disebut kutub pertumbuhan. Secara esensial teori kutub pertumbuhan dikategorisasikan sebagai teori dinamis. Proses pertumbuhan digambarkan sebagai keadaan yang tidak seimbang karena adanya kesuksesan atau keberhasilan kutub-kutub dinamis. Suatu kutub pertumbuhan dapat merupakan pula suatu kompleks industri, yang berkelompok di sekitar industri kunci. Industri kunci adalah industri yang mempunyai dampak berantai ke depan (forward linkage) yang kuat.

Teori Kutub Pertumbuhan dapat menarik kegiatan lain karena ada tarikan dari industri yang dikembangkan. Sebagai contoh pembangunan industri pariwisata di sebuah daerah dapat memiliki kemampuan menarik atau sentripental pada yang lainnya, di antaranya dapat menarik bahan makanan dan minuman atau restaurant, tumbuhnya sektor perhotelan. Selain itu, pembangunan kepariwisataan secara tidak langsung atau sentrifugal akan mendorong tumbuhnya sektor lain misal sektor pertanian masyarakat setempat. Contoh lain pembangunan industri baja di suatu daerah akan menimbulkan kekuatan sentripetal, yaitu menarik kegiatan- kegiatan yang langsung berhubungan dengan pembuatan baja, baik pada penyediaan bahan mentah maupun pasar. Industri tersebut juga menimbulkan kekuatan sentrifugal, yaitu rangsangan timbulnya kegiatan baru yang tidak berhubungan langsung dengan industri baja. Jika dibandingkan dengan teori Polarisasi Ekonomi tentu memiliki perbedaan terutama pusat pertumbuhan dalam polarisasi lebih cepat, sedangkan dalam teori Kutub Pertumbuhan proses bertumbuh ekonominya lebih lamban.

3. Teori Pusat Pertumbuhan Industri Populasi dari Boudeville

Seorang ahli ekonomi dari Francis bernama Boudeville mengemukakan Teori Pusat Pertumbuhan “Industri Populasi”. Menurut Boudeville, pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat Seorang ahli ekonomi dari Francis bernama Boudeville mengemukakan Teori Pusat Pertumbuhan “Industri Populasi”. Menurut Boudeville, pusat pertumbuhan adalah sekumpulan fenomena geografis dari semua kegiatan yang ada di permukaan Bumi. Suatu kota atau wilayah kota yang mempunyai industri populasi yang kompleks, dapat dikatakan sebagai pusat

4. Teori Tempat Sentral

Teori tempat sentral dikemukakan oleh Walter Christaller (1933), seorang ahli geografi dari Jerman. Teori ini didasarkan pada lokasi dan pola persebaran permukiman dalam ruang. Dalam suatu ruang kadang ditemukan persebaran pola permukiman desa dan kota yang berbeda ukuran luasnya. Teori pusat pertumbuhan dari Christaller ini diperkuat oleh August Losch (1945) seorang ahli ekonomi Jerman. Keduanya berkesimpulan, bahwa cara yang baik untuk menyediakan pelayanan berdasarkan aspek keruangan dengan menempatkan aktivitas yang dimaksud pada hierarki permukiman yang luasnya meningkat dan lokasinya ada pada simpul- simpul jaringan heksagonal. Lokasi ini terdapat pada tempat sentral yang memungkinkan partisipasi manusia dengan jumlah maksimum, baik mereka yang terlibat dalam aktivitas pelayanan maupun yang menjadi konsumen dari barang-barang yang dihasilkannya. Tempat- tempat tersebut diasumsikan sebagai titik simpul dari suatu bentuk geometrik berdiagonal yang memiliki pengaruh terhadap daerah di sekitarnya. Hubungan antara suatu tempat sentral dengan tempat sentral yang lain di sekitarnya membentuk jaringan sarang lebah.

Menurut Walter Christaller, suatu tempat sentral mempunyai batas-batas pengaruh yang melingkar dan komplementer terhadap tempat sentral tersebut. Daerah atau wilayah yang komplementer ini adalah daerah yang dilayani oleh tempat sentral. Lingkaran batas yang ada pada kawasan pengaruh tempat-tempat sentral itu disebut batas ambang (threshold level).

2.2.2 Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal

Pengembangan ekonomi lokal memiliki ciri khas sesuai dengan yang diungkapkan oleh Halena Norberg dan Hodge (dalam Kusumastanto, 2003) sebagai berikut:

1. Terlokalisasi (localized) dengan tujuan untuk mengurangi biaya transportasi

2. Terjadi proses diversifikasi produk yang tinggi (highly diversified) yang menyebabkan terjadinya perdagangan antar satu daerah dengan yang lain karena keragaman produk

3. Berbasis masyarakat (community based) yang di dalamnya termasuk budaya masyarakat (community culture), jati diri, dan pengetahuan lokal (indogenous knowledge). Wilayah pesisir memiliki pilar-pilar penting yang menjadi kekuatan untuk mebangun wilayah tersebut berdasarkan perspektif ekonomi regional. Kekuatan tersebut meliputi (Kusumastanto, 2003):

1. Natural resources advantages atau imperfectfactor mobility Wilayah pesisir memiliki pusat keunggulan-keunggulan yang tidak dimiliki oleh wilayah lainnya, yaitu:

a. Keunggulan sumber daya alam contohnya mangrove, terumbu karang, dan padan lamun

b. Ciri egaliter, inward looking, dan dinamis pada karakteristik kultural

c. Terdapat keterkaitan masyarakat dengan sumber daya wilayah pesisir

2. Economicof concentralion atau imperfect diversibility Pengelompokan industri sejenis (cluster of industry) dilakukan secara spasial berdasarkan skala ekonomi. Pengelompokan tersebut disebabkan oleh faktor-faktor:

a. Biaya produksi yang meliputi biaya buruh dan biaya bahan baku

b. Biaya transaksi

c. Kenyamanan berusaha

3. Mobilitas adalah korban Setiap pergerakan barang dan jasa di asumsikan sebagai “korban”, karena memunculkan biaya transportasi dan komunikasi. Berdasarkan perspektif ekonomi wilayah pergerakan barang dan jasa serta sumber ekonomi lainnya dicerminkan oleh jarak. Oleh karena itu, kebijakan pembangunan di wilayah pesisir diupayakan untuk meminimalkan jarak dan memaksimumkan akses sehingga memerlukan dukungan infrastruktur.

2.2.3 Optimasi Aset

Setiap aset yang direncanakan perlu memperhitungkan optimasi aset bersangkutan. “Optimasi aset adalah rangkaian kegiatan, tindakan, proses, atau cara-cara agar sebuah rancangan, sistem, atau keputusan yang telah ditentukan berfungsi sempurna, lengkap, atau efektif sesuai rencana atau harapan” (Sugiama, 2013:227). Sedangkan menurut Siregar (2004:519) optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk Setiap aset yang direncanakan perlu memperhitungkan optimasi aset bersangkutan. “Optimasi aset adalah rangkaian kegiatan, tindakan, proses, atau cara-cara agar sebuah rancangan, sistem, atau keputusan yang telah ditentukan berfungsi sempurna, lengkap, atau efektif sesuai rencana atau harapan” (Sugiama, 2013:227). Sedangkan menurut Siregar (2004:519) optimasi aset merupakan proses kerja dalam manajemen aset yang bertujuan untuk

2.2.3.1 Highest and Best Use Analysis

Analisis Highest and Best Use penting untuk dilakukan terutama untuk mengestimasi nilai pasar yang digunakan dalam penilaian properti. Berdasarkan The Uniform Standards of Professional Appraisal Practice (Hidayati dan Harjanto, 2014), definisi Highest and Best Use sebagai berikut: “the reasonably probable and legal use of vacant land or an improved property, which is physically possible, appropiately supported, financially feasible, and that results in the highest value. ” Sebuah analisis HBU adalah upaya untuk mencari keyakinan yang paling memungkinkan atas penggunaan tanah atau bangunan yang paling memungkinkan secara fisik, diijinkan secara legal, layak secara keuangan, dan menghasilkan nilai yang paling tinggi. HBU juga dapat didefinisikan sebagai penggunaan yang paling mungkin dan optimal dari suatu properti, yang secara fisik dimungkinkan, telah dipertimbangkan secara memadai, secara hukum diizinkan, secara finansial layak, dan menghasilkan nilai tertinggi dari properti tersebut sebagaimana ditegaskan dalam Kode Etik Penilaian Indonesia (KEPI) dan Standar Penilaian Indonesia (SPI) (MAPPI, 2013).

Tujuan analisis Highest and Best Use adalah untuk mengetahui pengembangan yang tepat atas suatu aset yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Namun tujuan analisis Highest and Best Use akan berbeda pada properti berupa tanah kosong dan properti yang telah dibangun (Hidayati dan Harjanto, 2014) yang ditujukan untuk mengetahui:

1. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik untuk Tanah Kosong Kegunaan tertinggi dan terbaik untuk tanah kosong harus memperhatikan hubungan antara kegunaan yang ada pada saat ini dengan semua kegunaan potensialnya. Penggunaan aset saat ini terkait dengan tupoksi suatu organisasi. Dengan demikian, analisis Highest and Best

Use pada tanah kosong bertujuan mengembangkan potensi tanah kosong tersebut agar dapat dibangun menjadi aset penunjang organisasi untuk melaksanakan kegiatan sesuai dengan tupoksinya.

2. Kegunaan Tertinggi dan Terbaik dari Properti yang telah Terbangun Tujuan analisis Highest and Best Use untuk properti yang telah dibangun adalah untuk mengidentifikasi kegunaan dari properti yang diharapkan dapat menghasilkan tingkat pengembalian tertinggi dari modal yang diinvestasikan. Untuk mengetahui tingkat pengembalian dari investasi diperlukan estimasi atas penggunaan tertinggi dan terbaik atas properti tersebut.

Kriteria analisis HBU sebagaimana dinyatakan dalam KEPI & SPI (MAPPI, 2013) secara umum dikaji berdasarkan empat kriteria yang harus dipenuhi dalam menganalisis kegunaan tertinggi dan terbaik. Keempat aspek tersebut yaitu aspek legal, aspek fisik, aspek finansial, dan aspek produkivitas maksimal. Analisis HBU mencakup 5 aspek yang perlu dikaji. Kelima aspek tersebut:

1. Aspek Legal Aset;

2. Aspek Fisik Aset;

3. Aspek Pemasaran;

4. Aspek Keuangan;

5. Aspek Produktivitas Maksimum. Rangkaian detail pekerjaan tersebut di atas dapat dirangkum secara skematik sebagaimana dicerminkan dalam Gambar 2.10 berikut:

PENINJAUAN

Analisis aspek

Legally

UMUMPOTENSI

Legal permissible

ASET

Physically possible Analisis aspek

fisik

ANALISISKRITIS TINGKAT ASPEK-ASPEK

PENGGUNAAN DALAM

Analisis aspek

Marketable

TERTINGGI DAN HBU_PLUS

Analisis aspek Keuangan

Financially feasible

Maximally productive

Sumber: Sugiama, 2013

Gambar 2. 1 Alur Proses Analisis the Highest and Best Use (HBU) untuk Pemanfaatan Aset

Tertinggi dan Terbaik

1. Analisis Aspek Legal

Secara Hukum Diizinkan (Aspek Legal) yaitu mempertimbangkan batasan/retriks hukum dari penggunaan aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Apabila retriks berbeda dengan peraturan tata kota, maka penilai harus merujuk kepada ketentuan yang lebih membatasi. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan penilai antara lain:

a. Peruntukkan (zoning)

b. Retriksi/ Batasan

c. Peraturan Bangunan

d. Kontrak/ Perjanjian

e. Hak Menggunakan/Status Kepemilikan

f. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) dan Koefisien Lantai Bangunan (KLB)

g. Distrik/ Area Bersejarah

h. Peraturan Lingkungan h. Peraturan Lingkungan

2. Analisis Aspek Fisik

Secara Fisik Dimungkinkan (Aspek Fisik) yaitu mempertimbangkan karakteristik fisik dari aset yang akan dikaji oleh pelaku pasar pada saat penentuan harga aset. Beberapa hal yang menjadi faktor pertimbangan dalam aspek fisik sebagai berikut:

a. Ukuran aset;

b. Bentuk dan Kegunaan aset;

c. Lebar Hadap Jalan (Frontage) dan dimensi;

d. Kemudahan Akses;

e. Ketersediaan dan Kapasitas Utilitas;

f. Lokasi dalam Market Area;

g. Topografi;

h. Water Frontage;

i. Kondisi Tanah dan Lapisan Bawah Tanah; j. Banjir dan Kemungkinan Tanah Longsor.

3. Aspek Pemasaran

Pasar adalah semua pembeli aktual dan potensial dari suatu produk atau jasa, dan pemasaran adalah proses dimana perusahaan menciptakan nilai bagi pelanggan dan membangun hubungan yang kuat dengan pelanggan dengan tujuan untuk menangkap nilai dari pelanggan sebagai imbalannya (Kotler dan Amstrong; 2008:6). Pada analisis kelayakan aspek pemasaran (Sugiama, 2013), aspek pemasaran secara umum dapat mencakup analisis unsur STP (Segmenting, Targeting, dan Positioning) serta analisis bauran pemasaran.

a. STP (Segmenting, Targeting, and Positioning)

Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan membagi pasar kedalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua bahkan lebih segmen, dan mengembangkan produk serta program pemasaran yang dirancang khusus bagi masing-masing Banyak organisasi yang memanfaatkan pemasaran sasaran yaitu dengan membagi pasar kedalam segmen-segmen pasar utama, membidik satu atau dua bahkan lebih segmen, dan mengembangkan produk serta program pemasaran yang dirancang khusus bagi masing-masing

Sumber: Kotler, P. & Amstrong, G., 2003

Gambar 2. 2 Segmenting, Targeting, and Positioning

Penjelasan dari masing-masing tahapan tersebut disajikan sebagaimana di bawah ini:

1) Segmentasi Pasar (Segmenting)

Menurut Kotler dan Armstrong (2003, 285), segmenting (segmentasi pasar) adalah “membagi suatu pasar menjadi kelompok pembeli yang berbeda yang memiliki kebutuhan, karakteristik, atau perilaku yang berbeda yang mungkin membutuhkan produk atau bauran pemasaran yang berbeda”. Pada dasarnya, pasar dapat dibagi menjadi pasar konsumen dan pasar bisnis. Adapun variabel segmentasi untuk pasar konsumen mencakup segmentasi geografis, demografis dan fsikografis (Kotler dan Armstrong; 2003),:

Selanjutnya, segmentasi pasar bisnis menurut Kotler dan Keller (2013) didasarkan pada:

a) Demografis (industri, ukuran, dan lokasi);

b) Variabel operasi (teknologi, status pengguna dan non pengguna);

c) Pendekatan pembelian (organisasi fungsi pembelian, struktur kekuatan, sifat dan hubungan eksisting , kebijakan pembelian umum, dan kriteria pembelian);

d) Faktor situasional (urgensi, aplikasi spesifik, ukuran atau pesanan);

e) Karakteristik pribadi (kemiripan pembeli dan penjual, sikap terhadap risiko, dan loyalitas); Jadi untuk analisis STP ini harus dipetakan untuk segmentasi pasar konsumen dan juga pasar bisnis untuk produk MICE yang akan dipasarkan.

2) Penentuan Target Pasar (Targeting)

Segmentasi pasar mengungkap segmen pasar yang berpeluang bagi suatu perusahaan. Selanjutnya, perusahaan harus mengevaluasi berbagai segmen dan memutuskan berapa banyak dan menuntaskan segmen yang mana yang akan menjadi sasaran. Menurut Munandar (dalam Pradipta, 2014), dalam memilih pasar sasaran yang optimal, perlu diperhatikan beberapa kriteria berikut:

a) Responsif Pasar sasaran harus responsif terhadap produk atau program-program pemasaran yang dikembangkan.

b) Potensi penjualan Potensi penjualan harus cukup luas. Semakin besar pasar sasaran, semakin besar nilainya. Besarnya bukan hanya ditentukan oleh jumlah populasi tapi juga daya beli dan keinginan pasar untuk memiliki produk tersebut.

c) Pertumbuhan yang memadai Pasar tidak dapat dengan segera bereaksi. Pasar tumbuh perlahan-lahan sampai akhirnya meluncur dengan cepat dan mencapai titik pendewasaan.

d) Jangkauan media Pasar sasaran dapat dicapai dengan optimal kalau pemasar tepat memilih media untuk mempromosikan dan memperkenalkan produknya.

3) Penetapan Posisi Pasar (Positioning)

Menurut Kotler dan Armstrong (2003) penetapan posisi pasar (positioning) adalah perumusan pemosisian bersaing dan produk dan menciptakan bauran pemasaran yang lebih rinci. Menurut Kotler dan Armstong (2003) tugas dalam positioning terdiri dari tiga langkah:

a) Mengidentifikasi keunggulan bersaing Suatu keunggulan di atas pesaing dengan menawarkan nilai lebih kepada konsumen, baik melalui harga yang rendah atau dengan menyediakan lebih banyak manfaat yang mendukung penetapan harga lebih mahal.

b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat Secara umum, perusahaan perlu menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah under positioning yaitu gagal dalam memposisikan perusahaan sesungguhnya. Maksudnya b) Memilih keunggulan bersaing yang tepat Secara umum, perusahaan perlu menghindari tiga kesalahan positioning. Pertama adalah under positioning yaitu gagal dalam memposisikan perusahaan sesungguhnya. Maksudnya

c) Mengkomunikasikan dan menyampaikan posisi yang dipilih ke pasar Setelah menetapkan satu posisi yang akan dipergunakan, perusahaan harus membuat gerakan yang tegas dalam menyampaikan dan mengkomunikasikan posisi yang diinginkan kepada pasar sasaran. Pada intinya adalah menjabarkan taktik strategi positioning secara rinci, seperti mendesain bauran pemasaran produk, harga, distribusi, dan promosi.

b. Bauran Pemasaran