Qualitative risk assessment for introduction of avian influenza virus H5N1 into South Kalimantan from poultry and poultry products through quarantine

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN
VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 KE PROVINSI KALIMANTAN
SELATAN DARI UNGGAS DAN PRODUK ASAL UNGGAS
MELALUI KARANTINA

FITRIA KUSUMANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Penilaian Risiko Kualitatif
Pemasukan Virus Avian Influenza H5N1 ke Kalimantan Selatan dari Unggas dan
Produk Asal Unggas melalui Karantina, adalah karya saya sendiri, dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.


Bogor, Juni 2012
Fitria Kusumaningrum
NIM B251100114

ABSTRACT
FITRIA KUSUMANINGRUM. Qualitative Risk Assessment for Introduction of
Avian Influenza Virus H5N1 into South Kalimantan from Poultry and Poultry
Products Through Quarantine. Under direction of TRIOSO PURNAWARMAN
and CHAERUL BASRI.
South Kalimantan is a province with low incidence of avian influenza (AI).
Importation of poultry and poultry products to South Kalimantan from other
endemic AI areas is a high risk for South Kalimantan. South Kalimantan will
eradicate the area from AI in 2014. Qualitative risk assessment conducted in
January to March 2012. Data used in this study were primary and secondary data.
Primary data were obtained through questionnaires to experts related with AI
prevention and control in South Kalimantan. Secondary data were derived from
research or scientific publications, official data surveillance and introduction of
poulltry and poultry pruducts. The results of the risk assessment shows that the
entrance of DOC, DOD, fighting cocks, and hatching eggs have a high risk, while

birds entrance have a moderate risk of HPAI H5N1 virus introduction into South
Kalimantan.
Keywords : risk assessment, poultry, avian influenza, South Kalimantan

RINGKASAN
FITRIA KUSUMANINGRUM. Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus
Avian Influenza H5N1 ke Kalimantan Selatan dari Unggas dan Produk asal
Unggas melalui Karantina. Dibimbing oleh TRIOSO PURNAWARMAN dan
CHAERUL BASRI.
Avian influenza (AI) merupakan penyakit yang sangat menular, sulit dalam
penanganan dan pengendaliannya, serta menyebabkan kerugian besar bagi sektor
perunggasan di Indonesia. Kalimantan Selatan merupakan daerah dengan tingkat
kejadian HPAI rendah. Pemasukan unggas dan produknya dari daerah-daerah
endemis AI menjadi tantangan bagi Provinsi Kalimantan Selatan dalam usaha
pembebasan diri dari AI. Perlu dilakukan suatu tindakan penilaian risiko yang
berbasis ilmu pengetahuan untuk mencegah masuknya penyakit serta mengurangi
dampak buruk yang ditimbulkan.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi alur tapak risiko (risk
pathway) terjadinya infeksi virus HPAI subtipe H5N1 melalui pemasukan unggas
dan produk asal unggas yang dilalulintaskan di Balai Karantina Pertanian Kelas I

Banjarmasin (BKP I Banjarmasin); (2) menduga besarnya risiko pemasukan virus
HPAI subtipe H5N1 dari lalu lintas unggas dan produk asal unggas di BKP Kelas
I Banjarmasin; (3) menentukan urutan besarnya risiko kualitatif pemasukan virus
HPAI subtipe H5N1 dari unggas dan produk asal unggas yang dilalulintaskan
melalui BKP Kelas I Banjarmasin. Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari
sampai dengan April 2012 di Kalimantan Selatan dan di 15 UPT Karantina asal
unggas dan produk unggas.
Penilaian risiko pemasukan virus AI subtipe H5N1 dari unggas dan produk
asal unggas yang dilalulintaskan ke Kalimantan Selatan melalui BKP Kelas I
Banjarmasin, dilakukan dengan mengikuti standar analisis risiko impor Office
International des Epizooties (OIE) yang tercantum dalam Terrestrial Animal
Health Code, serta menggunakan model analisis Covello Merkhoffer. Data
pemasukan unggas dan produk asal unggas dari Sistem Karantina Hewan
(SIKAWAN) milik BKP Kelas I Banjarmasin, serta alur tapak yang telah
diidentifikasi potensinya dalam penularan AI, digunakan sebagai dasar dalam
menentukan alur tapak penilaian risiko. Identifikasi dilakukan bersama para
pemangku kepentingan dalam pengendalian penyakit AI Indonesia, khususnya di
Kalimantan Selatan. Penentuan kesesuaian alur tapak dan tingkat kepentingan
komoditas terhadap risiko pemasukan virus AI, berdasarkan literatur dan penilaian
pakar. Pakar diminta untuk menilai tingkat kepentingan risiko setiap alur tapak

dalam skala 1 sampai 5 (1= tidak penting; 2= kurang penting; 3= cukup penting;
4= penting; 5= sangat penting). Hasil penilaian pakar selanjutnya dilakukan
penghitungan modus. Alur tapak yang memiliki modus tingkat kepentingan lebih
besar atau sama dengan 3 diidentifikasi menjadi alur tapak risiko, sedangkan yang
memiliki tingkat kepentingan 1 dan 2 diabaikan.
Penelitian menggunakan data primer dan sekunder dalam penilaian risiko
pemasukan virus HPAI H5N1 ke Kalimantan Selatan dari pemasukan komoditas
unggas dan produknya di BKP I Banjarmasin. Data primer diperoleh melalui
wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur kepada pakar yang
memiliki pengalaman dalam penanganan dan pengendalian AI di Provinsi

Kalimantan Selatan. Data primer juga diperoleh dari wawancara petugas
fungsional BKP Kelas I Banjarmasin dan 15 UPT karantina asal tentang tindakan
karantina yang dilakukan terhadap unggas dan produknya. Data sekunder
diperoleh dari hasil penelitian atau publikasi ilmiah, data survailans, data
pemasukan unggas dan produk unggas dari BKP Kelas I Banjarmasin.
Risiko pemasukan dan pendedahan penyakit dinilai pada setiap alur tapak
risiko yang telah diidentifikasi. Tahap yang dilakukan selanjutnya adalah
penilaian konsekuensi. Penilaian konsekuensi dilakukan menggunakan kuesioner
kepada para pakar. Hasil penilaian pakar ditafsirkan menggunakan cara klasifikasi

konsekuensi dari Biosecurity Australia, kemudian dicari nilai modusnya. Hasil
penilaian setiap aspek tersebut selanjutnya digabungkan untuk mendapatkan
penilaian konsekuensi keseluruhan berdasarkan kategori penilaian Biosecurity
Australia. Penilaian pelepasan dan pendedahan (likelihood) digabungkan dengan
penilaian konsekuensi untuk menghasilkan suatu estimasi risiko. Perkiraan
besaran risiko selanjutnya ditafsirkan menggunakan pedoman skala Zepeda.
Identifikasi alur tapak risiko pemasukan virus HPAI H5N1 oleh para pakar
menggunakan data pemasukan unggas dan produk asal unggas ke Kalimantan
Selatan. Alur tapak yang diajukan kepada pakar untuk diidentifikasi tingkat
kepentingan risikonya adalah DOC, DOC, ayam aduan, burung, daging unggas,
jeroan unggas, serta sarang walet. Hasil penilaian pakar menunjukkan tingkat
kepentingan pemasukan DOC dan DOD pada skala 5 (sangat penting). Burung,
ayam aduan, dan telur tetas pada skala 4 (penting). Daging ayam beku, daging itik
beku, daging burung dara beku, jeroan ayam beku, dan sarang walet dinilai pada
skala 2 (kurang penting) dan 1 (tidak penting) dalam pemasukan virus HPAI
H5N1. Berdasarkan hasil identifikasi bahaya, maka pemasukan DOC, DOD,
burung kicauan, ayam aduan, dan telur tetas merupakan alur tapak risiko yang
perlu dilanjutkan untuk dilakukan penilaian terhadap pelepasan.
Penilaian pelepasan dilakukan dengan memperhatikan prevalensi penyakit
dan tindakan pengendalian penyakit di daerah asal, jumlah dan frekuensi

komoditas yang masuk, sistem pemeliharaan unggas, serta tindakan pemeriksaan
yang dilakukan di exit/entry point. Nilai prevalensi pada populasi tidak selalu
tetap. Kejadian wabah (epidemik), dapat meningkatkan risiko pelepasan virus
HPAI. Prevalensi AI pada DOC adalah sangat tinggi, sedangkan pada DOD,
burung kicauan, ayam aduan, dan telur tetas diperkirakan sebagai tinggi
berdasarkan beberapa hasil penelitian dan data survailans. Tindakan pemeriksaan
yang dilakukan untuk mendeteksi kasus HPAI dan tindakan pencegahan
penyebaran virus pada daerah asal dan pada exit/entry point, dinilai belum cukup
maksimal. Pengujian penyakit AI menggunakan rapid test pada sebagian besar
daerah asal, memberikan risiko sedang sampai tinggi pada kasus subklinis untuk
tidak terdeteksi. Ringkasan penilaian peluang pelepasan pada semua alur tapak
risiko adalah sedang sampai tinggi, yang berarti tidak dapat diabaikan, dan perlu
dilanjutkan pada penilaian pendedahan.
Pendedahan merupakan tahap pertama transmisi dan inisiasi suatu infeksi.
Terjadi atau tidaknya suatu infeksi bergantung kepada dosis patogen dan derajat
kepekaan dari hospes. Jumlah unggas terinfeksi, tipe pemeliharaan, serta jumlah
kontaminasi di lingkungan, berpengaruh terhadap efisiensi transmisi virus.
Sejumlah kecil debu yang terkontaminasi atau menempel pada alas kaki atau
pakaian, diperkirakan cukup untuk menularkan virus dari satu peternakan ke


peternakan lain. Faktor penting dan berpengaruh terhadap transmisi tidak
langsung dari patogen adalah kemampuan agen tersebut untuk dapat bertahan di
lingkungan. Daya tahan virus dalam jangka waktu tertentu di lingkungan atau
peralatan, merupakan faktor yang dapat mempermudah transmisi ke hewan peka.
Penilaian peluang pendedahan virus HPAI H5N1 pada burung kicauan adalah
sedang, sedangkan pada DOC, DOD, ayam aduan serta telur tetas dinilai tinggi.
Peluang pendedahan sedang pada burung yang terinfeksi disebabkan kontak
langsung dan tidak langsung yang terbatas pada populasi unggas di sekitarnya.
Pemilik biasanya mengandangkan burung di rumah, dengan ada atau tidak ada
unggas lain di sekitar. Transmisi melalui kontak tidak efisien jika hanya 1 atau 2
unggas yang terinfeksi, transmisi akan menjadi efisien jika lebih dari 4 unggas
terinfeksi. Transmisi melalui airborne dari virus HPAI juga bergantung pada
jumlah unggas yang terinfeksi dan tidak begitu efisien jika dibandingkan kontak
langsung.
Sistem pemeliharaan DOC dan DOD dengan kepadatan tinggi serta kondisi
biosekuriti yang kurang, memungkinkan peluang pendedahan yang tinggi.
Pendedahan dari ayam aduan yang diumbar di sekitar lingkungan peternakan
ayam komersial Kalimantan Selatan, memungkinkan unggas tersebut
memberikan peluang pendedahan yang tinggi. Peluang pendedahan tinggi pada
telur tetas yang terinfeksi atau terkontaminasi disebabkan kemungkinan virus

HPAI H5N1 dapat ditularkan secara vertikal. Beberapa penelitian menunjukkan
virus AI lebih banyak terdapat pada kuning telur DOC dibandingkan pada organ.
Telur dapat mengandung virus HPAI H5N1 pada cangkang, serta pada yolk dan
albumin. Kondisi biosekuriti yang kurang ketat memungkinkan tingkat
pendedahan yang tinggi pada lingkungan hatchery.
Penilaian dampak kejadian AI dilakukan menggunakan kuesioner kepada
pakar terhadap dampak langsung bagi peternakan unggas, kesehatan masyarakat,
lingkungan fisik, maupun dampak tidak langsung terhadap ekonomi. Pendapat
para pakar mengenai dampak terjadinya wabah AI di Kalimantan Selatan
digolongkan sebagai tinggi atau signifikan secara nasional, terutama berkaitan
dengan dampak ekonomi dari tindakan penanganan dan pemberantasan penyakit,
dan biaya survailans maupun peningkatan biosekuriti.
Risiko pemasukan virus HPAI H5N1 ke Kalimantan Selatan melalui DOC,
DOD, ayam aduan, dan telur tetas, dinilai sebagai tinggi. Estimasi risiko
pemasukan burung adalah sedang. Hal tersebut disebabkan burung yang
dipelihara di rumah mempunyai kontak terbatas dengan populasi unggas di
sekitarnya. Tingginya estimasi risiko, berhubungan dengan tingginya hasil
penilaian konsekuensi. Estimasi risiko tinggi berarti tidak diizinkan pemasukan
komoditi kecuali tindakan penurunan risiko terbukti efektif dan tersedia prosedur
verifikasi yang memadai untuk penerapannya. Estimasi risiko sedang berarti

sebelum pemasukan diizinkan, perlu dilakukan penilaian seksama atas tindakan
penurunan risiko meliputi efektifitas dan kelayakan penerapannya, serta ada
mekanisme verifikasi.
Kata kunci : penilaian risiko, unggas, avian influenza, Kalimantan Selatan

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian,
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan
suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.

PENILAIAN RISIKO KUALITATIF PEMASUKAN
VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 KE PROVINSI
KALIMANTAN SELATAN DARI UNGGAS DAN PRODUK
ASAL UNGGAS MELALUI KARANTINA


FITRIA KUSUMANINGRUM

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si.

Judul Tesis

Nama
NIM


: Penilaian Risiko Kualitatif Pemasukan Virus Avian
Influenza H5N1 ke Kalimantan Selatan dari Unggas
dan Produk asal Unggas melalui Karantina
: Fitria Kusumaningrum
: B251100114

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si.
Ketua

drh. Chaerul Basri, M.Epid.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. drh. Denny Widaya Lukman, M.Si.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

Tanggal Ujian :

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis
ini. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah Penilaian Risiko Kualitatif
Pemasukan Virus Avian Influenza H5N1 ke Kalimantan Selatan dari Pemasukan
Unggas dan Produk asal Unggas yang Dilalulintaskan melalui Balai Karantina
Pertanian Kelas I Banjarmasin. Penelitian dilakukan bulan Januari sampai dengan
April 2012 di Kalimantan Selatan dan beberapa daerah asal unggas dan
produknya.
Penghargaan dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan
kepada Kepala Badan Karantina Pertanian dan Sekretaris Badan Karantina
Pertanian beserta jajarannya, atas prakarsa dalam pengadaan beasiswa. Kepala
Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak beserta staf, Kepala Balai Besar
Karantina Pertanian Soekarno Hatta beserta staf, Kepala Balai Karantina
Pertanian Kelas I Banjarmasin beserta staf, Kepala Dinas Peternakan Kalimantan
Selatan beserta staf, Kepala BPPV Regional V Banjarbaru beserta staf, yang telah
memfasilitasi penelitian ini.
Ketua Komisi Pembimbing Dr. drh. Trioso Purnawarman, M.Si., dan drh.
Chaerul Basri, M.Epid sebagai Anggota Komisi Pembimbing, atas segala waktu,
dukungan, bimbingan, dan kesabaran terhadap penulis selama penelitian dan
penulisan tesis. Tidak lupa penulis sampaikan ucapan terima kasih kepada Dr. drh.
Denny W. Lukman, M.Si., selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor; drh. Syafrison Idris,
M.Si., Prof. Dr. drh. C.A Nidom, MS., Dr. drh. Sophia Setyawati, MP., drh.
Nurcahyo Nugroho, M.Si., rekan-rekan di BKP I Pontianak, drh. Umar
Suryanaga, drh. Yuswandi, beserta rekan-rekan di BKP I Banjarmasin, drh.
Sulaxono Hadi, drh. Agustia, dan rekan-rekan BPPV Regional V Banjarbaru, drh.
Tris Fadlianto, dan rekan-rekan Dinas Peternakan Kalimantan Selatan, drh.
Suparmi, Bapak Agus Haryanto atas segala bantuannya. Rekan-rekan satu
angkatan Kelas Khusus Karantina ke-2, Program Studi Kesehatan Masyarakat
Veteriner, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, atas kebersamaannya
sehingga program ini dapat kita selesaikan.
Ucapan terima kasih yang dalam kepada Mama, Papa (Alm), Kak Ita, Kak
Dewi, Kak Andi, Mas Armed, Mas Dedi, Mbak Etin, keponakan-keponakanku
tercinta, dan Wawan, beserta keluarga besarku yang telah memberikan dukungan
moral dan material dalam menyelesaikan penulisan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satupersatu yang telah membantu dalam kelancaran studi dan penelitian ini. Pada
kesempatan ini penulis menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
apabila terdapat kesalahan selama penelitian, pembimbingan, dan penulisan tesis.
Atas segala kebaikan yang telah penulis terima semoga Allah SWT berkenan
melimpahkan rahmat dan ridha-Nya kepada kita. Harapan penulis semoga tulisan
ini dapat bermanfaat untuk meningkatkan ilmu pengetahuan kita semua. Aamiin.
Bogor, Juni 2012
Fitria Kusumaningrum

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 2 Agustus
1981, merupakan anak keempat dari pasangan Bapak Siswoyo Kusumo Atmo
Putro dan Ibu Sunyiasih. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar tahun
1993 di SDN Pangengudang, Purworejo, Jawa Tengah, dan pada tahun 1996
menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP Negeri 1
Purworejo. Selanjutnya penulis menyelesaikan Sekolah Menengah Umum di
SMUN 1 Purworejo dan lulus pada tahun 1999. Tahun 2001 penulis melanjutkan
kuliah di Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta dan
meraih gelar Dokter Hewan pada tahun 2006. Tahun 2008 penulis diterima
bekerja di Badan Karantina Pertanian, Departemen Pertanian, dan ditempatkan di
Balai Karantina Pertanian Kelas I Pontianak. Tahun 2011, penulis mendapatkan
beasiswa dari Badan Karantina Pertanian untuk melanjutkan pendidikan ke
jenjang S-2 pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dan ditugaskan di Balai Besar Karantina
Pertanian Soekarno Hatta selama pendidikan.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ..................................................................................

xix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

xxi

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

xxiii

PENDAHULUAN ................................................................................
Latar Belakang ..........................................................................
Tujuan Penelitian ......................................................................
Manfaat Penelitian ....................................................................

1
1
2
3

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................
Avian Influenza ........................................................................
Komposisi, Morfologi, dan Patologi Virus ........................
Sifat dan Daya Tahan Virus AI ..........................................
Kebijakan Pengendalian AI di Indonesia ..................................
Kejadian serta Upaya Pembebasan AI di Kalimantan Selatan
Peran Unggas dan Produk asal Unggas dalam Penyebaran AI
Analisis Risiko ..........................................................................
Peran Analisis Risiko dalam Pengendalian Penyakit
Hewan ................................................................................

5
5
5
7
8
10
11
13

BAHAN DAN METODE ....................................................................
Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................
Kerangka Konsep Penelitian .....................................................
Metode Penelitian .....................................................................
Data Penelitian .................................................................
Penetapan Pakar ..............................................................
Penentuan Alur Tapak Risiko dan Pengumpulan Data ....
Penilaian Risiko Kualitatif ..............................................

17
17
17
18
18
18
19
20

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................
Identifikasi Bahaya ...................................................................
Penilaian Pelepasan (Release Assessment) Virus HPAI Subtipe
H5N1 .........................................................................................
Penilaian Pelepasan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Pemasukan DOC ................................................................
Penilaian Pelepasan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Pemasukan DOD ................................................................
Penilaian Pelepasan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Pemasukan Burung..............................................................
Penilaian Pelepasan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Pemasukan Ayam Aduan/Hobi ..........................................

25
25

15

27
27
31
34
38

xvii

Penilaian Pelepasan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Pemasukan Telur Tetas ......................................................
Ringkasan Penilaian Pelepasan ..........................................
Penilaian Pendedahan (Exposure Assessment) Virus HPAI
Subtipe H5N1 ............................................................................
Penilaian Pendedahan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
DOC Terinfeksi ..................................................................
Penilaian Pendedahan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
DOD Terinfeksi .................................................................
Penilaian Pendedahan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Burung Terinfeksi ..............................................................
Penilaian Pendedahan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Ayam Aduan/Hobi Terinfeksi ............................................
Penilaian Pendedahan Virus HPAI Subtipe H5N1 melalui
Telur Tetas Terinfeksi/Terkontaminasi ..............................
Ringkasan Penilaian Pendedahan .......................................
Penilaian Dampak (Consequence Assessment) ..........................
Estimasi Risiko (Risk Estimation) ............................................
Penggunaan Estimasi Risiko untuk Manajemen Risiko ...........

42
45
46
47
50
53
55
57
59
61
62
63

SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................
Simpulan ...................................................................................
Saran .........................................................................................

69
69
70

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

71

LAMPIRAN ..........................................................................................

81

xviii

DAFTAR TABEL
Halaman
1

Gambaran karakteristik pakar yang menjadi narasumber
penelitian .................................................................................

19

2

Kategori peluang kualitatif dan penafsirannya ......................

21

3

Kategori peluang kualitatif dan skala kuantitatifnya ..............

21

4

Matriks penggabungan risiko pelepasan dan pendedahan .....

22

5

Kategori konsekuensi dan penafsirannya ...............................

22

6

Penilaian konsekuensi secara keseluruhan .............................

23

7

Matriks estimasi risiko ...........................................................

23

8

Kategori ketidakpastian kualitatif ...........................................

24

9

Penilaian pakar mengenai tingkat kepentingan risiko unggas
dan produknya dalam membawa virus HPAI H5N1 .............

25

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI subtipe H5N1
melalui pemasukan DOC .......................................................

28

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI subtipe H5N1
melalui pemasukan DOD .......................................................

33

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI subtipe H5N1
melalui pemasukan burung ...................................................

37

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI subtipe H5N1
melalui ayam aduan/hobi .......................................................

41

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI subtipe H5N1
melalui telur tetas ..................................................................

44

Ringkasan penilaian pelepasan virus HPAI H5N1 melalui
unggas dan produk unggas .....................................................

45

Ringkasan penilaian pendedahan virus HPAI subtipe H5N1
oleh DOC yang terinfeksi .......................................................

49

Ringkasan penilaian pendedahan virus HPAI subtipe H5N1
oleh DOD yang terinfeksi ......................................................

52

10

11

12

13

14

15

16

17

xix

18

19

20

21

22

23

Ringkasan penilaian pendedahan virus HPAI subtipe H5N1
oleh burung yang terinfeksi ....................................................

54

Ringkasan penilaian pendedahan virus HPAI subtipe H5N1
oleh ayam aduan/hobi yang terinfeksi ....................................

56

Ringkasan penilaian pendedahan virus HPAI subtipe H5N1
oleh telur tetas yang terinfeksi atau terkontaminasi ...............

58

Ringkasan penilaian pendedahan dan penularan virus HPAI
H5N1 dari unggas dan produk unggas terinfeksi atau
terkontaminasi ........................................................................

60

Ringkasan penilaian konsekuensi kejadian HPAI H5N1
melalui unggas dan produk asal unggas .................................

61

Estimasi risiko pemasukan virus HPAI H5N1 melalui BKP I
Banjarmasin ............................................................................

62

xx

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Anatomi virus influenza A ...........................................................

6

2

Penilaian risiko model Covello-Merkhoffer ................................

17

xxi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Kuesioner pengumpulan pendapat pakar .....................................

83

2

Kuesioner petugas karantina daerah asal unggas dan produk asal
unggas ...........................................................................................

87

Kuesioner petugas karantina Banjarmasin ...................................

95

3

xxii

xxiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Avian influenza (AI) merupakan penyakit yang sangat menular, sulit dalam
penanganan, serta pengendaliannya. Penyakit ini telah menyebabkan kerugian
yang besar bagi sektor perunggasan di Indonesia. Wibawan (2006), menyatakan
bahwa infeksi virus AI saat ini berbentuk subklinis, yaitu hewan terlihat sehat
tetapi sebenarnya sakit. Adanya kasus penyakit yang tidak terdeteksi dengan tepat
akan menyebabkan meluasnya kasus AI di lapangan. Tingginya tingkat infeksi
virus AI memungkinkan virus ini bertahan dan memunculkan strain virus yang
lebih patogen melalui proses mutasi dan/atau genetic reassortment. Menurut
Takano et al. (2009) virus H5N1 diintroduksi dari Jawa ke Sulawesi, Kalimantan,
dan Sumatera secara berulangkali sejak tahun 2003-2007 dan menyebabkan
penyebaran geografis virus ini di Indonesia, menunjukkan bahwa Jawa merupakan
pusat penyebaran virus H5N1 di Indonesia.
Kalimantan Selatan lebih mampu memproduksi unggas terutama broiler,
dibandingkan ketiga provinsi lain di Kalimantan. Kalimantan Selatan memasok
produk broiler siap potong, ayam buras, telur konsumsi, day old chick (DOC), day
old duck (DOD) ke Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur, namun dalam
beberapa hal masih bergantung dari Jawa Timur dan Jawa Barat untuk DOC
parent stock (PS) dan DOC final stock (FS) pedaging maupun petelur, DOD, telur
tetas, telur konsumsi, dan daging unggas. Status daerah Jawa yang masih endemis
terhadap kasus HPAI dengan kejadian sporadik di beberapa daerah, memberikan
kemungkinan risiko bagi pemasukan virus HPAI H5N1 ke Kalimantan Selatan.
Menurut Surat Edaran Menteri Pertanian Nomor 257/PD.620/M/11/2007
tanggal 5 November 2007 tentang kewaspadaan terhadap penyakit hewan menular
avian influenza (AI), Provinsi Kalimantan Selatan termasuk dalam daerah dengan
risiko rendah terhadap kejadian HPAI. Lalu lintas unggas dan produknya dari
daerah-daerah yang masih endemis terhadap kasus AI, menjadi tantangan dan
risiko tersendiri bagi Provinsi Kalimantan Selatan dalam usaha membebaskan diri
dari AI. Menurut informasi Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan
(Dirjenakeswan), kasus AI di Kalimantan Selatan masih terjadi dan mengalami
fluktuasi. Periode tahun 2009 tercatat 6 kejadian AI di wilayah ini, sedangkan

2

tahun 2010 meningkat menjadi 22 kasus. Hal tersebut menjadi tantangan
tersendiri bagi Kalimantan Selatan dalam usaha pembebasan wilayahnya dari
infeksi HPAI pada tahun 2014.
Indonesia sampai dengan saat ini belum memiliki suatu sistem pengendalian
AI yang benar-benar terpadu dan dapat diandalkan, hal ini terutama disebabkan
oleh berbagai keterbatasan yang ada pada sektor terkait, khususnya kesehatan
hewan. Hal tersebut

diperberat dengan adanya otonomi daerah

yang

mengakibatkan kurangnya komando nasional dalam situasi darurat wabah
penyakit menular. Suatu sistem penanganan penyakit yang berbasis identifikasi
dan penilaian risiko secara ilmiah, obyektif dan transparan terhadap faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian dan penyebaran AI, sangat dibutuhkan agar dapat
dilakukan tindakan-tindakan yang tepat dan efektif untuk mengurangi risiko
tersebut. Penilaian risiko yang berbasis ilmu pengetahuan diperlukan agar
pemenuhan kebutuhan masyarakat terhadap unggas dan produknya tetap
terpenuhi, namun dengan risiko yang minimal. Melalui penilaian risiko, dapat
dilakukan tindakan manajemen risiko yang tepat dan efektif pada faktor-faktor
risiko yang ada untuk mengurangi pelepasan virus HPAI dari daerah asal unggas
dan produknya, maupun pendedahannya di Kalimantan Selatan, sehingga dampak
kejadian AI dapat dikurangi.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi alur tapak risiko (risk pathway) terjadinya infeksi virus
HPAI H5N1 melalui pemasukan unggas dan produk asal unggas yang
dilalulintaskan di Balai Karantina Pertanian Kelas I Banjarmasin (BKP I
Banjarmasin).
2. Menduga besarnya risiko pemasukan virus HPAI H5N1 dari lalu lintas
unggas dan produk asal unggas di BKP Kelas I Banjarmasin.
3. Menentukan urutan besarnya risiko kualitatif pemasukan virus HPAI
H5N1 dari unggas dan produk asal unggas yang dilalulintaskan melalui
BKP Kelas I Banjarmasin.

3

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk:
1. Para pembuat keputusan mengenai risiko pemasukan virus HPAI H5N1 ke
wilayah Kalimantan Selatan yang masuk melalui wilayah kerja BKP I
Banjarmasin.
2. Dinas Peternakan, Karantina, BPPV, dalam melakukan manajemen risiko
terhadap pemasukan unggas dan produknya melalui wilayah kerja BKP I
Banjarmasin yang dapat membawa virus HPAI H5N1 ke wilayah
Kalimantan Selatan.

TINJAUAN PUSTAKA
Virus Avian Influenza
Virus avian influenza (AI) termasuk dalam famili Orthomyxoviridae,
merupakan virus yang beramplop, single stranded RNA. Virus dalam famili ini
terbagi menjadi 5 genus, yaitu virus tipe A, B, C, Isavirus, dan Thogovirus. Virus
influenza tipe A dapat menginfeksi berbagai spesies unggas dan mamalia. Virus
tipe B dan C bersifat patogen pada manusia dan jarang menginfeksi spesies lain
(Suarez 2007). Pengelompokan virus influenza menjadi A, B, dan C berdasarkan
perbedaan nukleoprotein (NP) dan matriks proteinnya (M) (Harder & Werner
2006). Semua virus AI mempunyai delapan segmen RNA berpolaritas negatif
yang mengkode paling sedikit sepuluh protein viral yang berbeda. Virus AI dibagi
menjadi beberapa subtipe berdasar karakterisasi dari hemaglutinin (HA) dan
neuraminidase (NA), serta glikoprotein yang terletak pada lapisan luar amplop.
Berdasar perkembangan terakhir telah ditemukan 16 HA dan 9 NA (Suarez 2007).

Komposisi, Morfologi, dan Patologi Virus AI
Seluruh virus influenza memiliki 8 segmen gen yang berbeda yang dapat
mengkode paling sedikit 10 protein virus yang berbeda pula. Protein struktural
pada virion dewasa dapat dibagi menjadi protein permukaan hemagluntinin (HA),
neuraminidase (NA), protein membran saluran ion (M2), protein internal
nukleoprotein (NP), matriks protein (M1), polymerase basic protein 1 dan 2 (PB
1 dan PB 2), dan polymerase acidic protein (PA). Terdapat 2 protein tambahan
yang diproduksi oleh virus influenza, yaitu non struktural protein 1 dan 2 (NS 1
dan NS 2) atau sering disebut juga dengan nuclear export protein (NEP). Protein
NS 1 merupakan protein non struktural sejati yang tidak ditemukan pada partikel
virus, namun diproduksi dalam jumlah besar di sel hospes, sedangkan protein
NS 2 dapat ditemukan pada sel hospes dan pada virion (Suarez 2007). Morfologi
virus influenza A tersaji pada Gambar 1.

6

Gambar 1 Anatomi virus influenza A (Subbarao & Joseph 2007).
Morfologi virus sangat bervariasi, dari partikel berbentuk spherical dengan
diameter 80–120 nm sampai bentuk filamen dengan panjang beberapa mikron.
Bentuk filamen merupakan bentuk yang mendominasi pada isolat lapangan, namun
setelah pasase pada kultur sel atau telur ayam tertunas, virus dapat berubah bentuk
menjadi spherical. Morfologi virus dikontrol oleh protein M1. Nukleokapsid

berbentuk heliks dan terdapat di dalam amplop virus. Duri HA adalah trimer
bentuk tangkai, sedangkan duri NA adalah tetramer bentuk jamur (Easterday et al.
1997). Membran glikoprotein HA berfungsi sebagai binding receptor pada
sialyloligosaccharide dan fusi membran glikoprotein pada pintu masuk sel,
sedangkan membran glikoprotein NA berfungsi sebagai enzim penghancur
reseptor pada pelepasan virus (Ha et al. 2002). Antibodi melawan HA sangat
penting dalam proses netralisasi dan perlindungan terhadap infeksi virus, aktivitas
enzim neuraminidase bertanggung jawab pada pelepasan virus baru dari sel
melalui aktivitasnya pada reseptor asam neuraminik. Antibodi terhadap NA juga
sangat penting dalam perlindungan, terutama dengan mencegah penyebaran virus
dari sel yang terinfeksi (Easterday et al. 1997).
Virus AI dapat diklasifikasikan berdasar sifat patogenesitasnya pada unggas.
Virus low pathogenic avian influenza (LPAI) menyebabkan infeksi mukosal
dengan gejala sakit pernafasan pada unggas dan menimbulkan mortalitas yang

7

rendah. Virus highly pathogenic avian influenza (HPAI) menyebabkan gejala
penyakit sistemik dengan mortalitas tinggi pada kalkun dan ayam (Suarez 2007).
Infeksi virus HPAI yang mengakibatkan penyakit akut berasal dari subtipe H5 dan
H7, tetapi banyak juga ditemukan isolat asal burung dari subtipe H5 dan H7 yang
memiliki sifat virulensi rendah terhadap peternakan ayam (OIE 2000). Menurut
Spickler et al. (2008), virus HPAI dan LPAI berbeda pada struktur
hemaglutininnya (HA), yaitu protein yang harus dipecahkan oleh virus untuk
dapat masuk ke dalam sel. HA dari virus LPAI dipecahkan oleh enzim tripsin-like
yang ditemukan pada sel epitel dan sekresi pernafasan, sehingga virus LPAI yang
masuk ke dalam tubuh melalui inhalasi akan terlokalisasi di saluran pernafasan
dan gastrointestinal. HA dari virus HPAI dipecahkan oleh enzim famili furin,
yang ditemukan di seluruh tubuh, oleh karena itu infeksi HPAI lebih bersifat
sistemik.

Sifat dan Daya Tahan Virus AI
Virus AI dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama di lingkungan
dengan suhu yang cocok, dapat menyebabkan infeksi melalui aerosol di udara,
yang menempel pada mulut, hidung, wajah, atau terhisap masuk ke paru-paru.
Kontaminan sebanyak satu gram yang mengandung virus, cukup untuk
menginfeksi satu juta unggas. Virus cepat mengalami inaktivasi ketika terjadi
perubahan pH atau kondisi nonisotonik, suhu (panas), dan kekeringan. Telah
dibuktikan bahwa suspensi virus dalam air mampu mempertahankan daya
penularannya selama lebih dari 100 hari pada suhu 17 °C. Virus dapat bertahan
pada suhu di bawah minus 50 °C dalam waktu tidak terbatas (Perez et al. 2005).
Virus HPAI dapat ditemukan pada feses maupun sekresi pernafasan ayam.
Beberapa virus HPAI dikeluarkan pada hari ke-1 atau ke-2 pada ayam dengan
infeksi buatan. Shedding virus jarang terlihat sebelum dua hari, meskipun pada
beberapa kasus, ayam yang diinokulasi secara intranasal dapat mengeluarkan
virus A/chicken/Pennsylvania/1370/83 (H5N2) (Van der Goot et al. 2003;
Swayne & Beck 2004) dan A/chicken/Netherlands/621557/03 (H7N7) (Van der
Goot et al. 2005) pada hari pertama setelah infeksi di sekresi pernafasan maupun
fesesnya. Transmisi virus lebih efisien pada suhu rendah (5 ⁰C) dan kelembaban

8

relatif rendah (20-35%). Transmisi melalui droplet respirasi tidak terjadi pada
kelembaban relatif 80% dan suhu 20 ⁰C, maupun kelembaban relatif 35% dan
suhu 30 ⁰C (Swayne 2008).
Virus HPAI H5N1 akan kehilangan infektivitas dalam waktu 1 hari pada
suhu 28 ⁰C, dan 30 menit pada suhu 56 ⁰C. Virus dapat mempertahankan
infektivitasnya pada suhu 4 ⁰C dalam waktu lebih dari 100 hari meskipun aktivitas
HA yang dimiliki berkurang. Daya tahan virus pada pH 5 virus adalah 18 jam,
pH 7 dapat bertahan lebih dari 24 jam, sedangkan pada pH 1 dan 3, serta pH 11
dan pH 13, virus mati setelah terjadi kontak selama 6 jam. Sinar ultraviolet tidak
begitu efektif untuk membunuh virus, meskipun telah mengalami kontak selama 1
jam. Sabun lifebuoy®, deterjen, dan alkali menghilangkan infektifitas setelah
5 menit pada konsentrasi 0.1, 0.2, dan 0.3%. Formalin pada konsentrasi 0.2, 0.4,
dan 0.6%, efektif menginaktifasi virus setelah kontak selama15 menit. Virkon®- S
dapat menginaktifasi virus pada konsentrasi 0.2% setelah kontak 45 menit, dan
konsentrasi 0.5% serta 1%, setelah kontak selama 15 menit. Disinfektan lain
seperti kristal iodin, CID®20, Zeptin, Kepcide, akan menginaktifasi virus dalam
konsentrasi dan waktu yang direkomendasikan pada kemasan komersial (Shahid
et al. 2009).
Virus dapat ditularkan melalui unggas yang tertular, unggas carrier,
peralatan kandang termasuk sepatu pekerja, alat angkut, rak telur (egg trays),
kontak dengan fomites, feses, atau leleran yang mengandung virus, karkas unggas
terinfeksi, air yang tercemar, rodensia atau hewan liar lainnya, makanan, serta
telur yang tercemar (Jeffrey 1997). Menurut Harder dan Werner (2006), siklus
infeksi antar unggas terjadi melalui melalui kontak langsung dari unggas
terinfeksi, rantai oral-fecal, melalui air, dan benda lain yang tercemar.

Kebijakan Pengendalian AI di Indonesia
Kejadian AI di Indonesia pertama kali terjadi pada bulan Agustus 2003 di
beberapa peternakan ayam petelur di Kecamatan Legok, Tangerang yang
kemudian meluas ke seluruh Pulau Jawa, Bali, dan beberapa daerah di Sumatera
serta Kalimantan. Wilayah Indonesia yang terjangkit AI pada tahun 2003 adalah 9
provinsi, meliputi 51 kabupaten. Akhir tahun 2004 tercatat 17 provinsi yang

9

mencakup 100 kabupaten/kota dan pada Desember 2005 HPAI telah endemis di
25 dari 33 provinsi di Indonesia. Penyakit AI telah menyebar di 27 provinsi
sampai bulan Juli 2006, dan sekitar 20 juta unggas mati atau dimusnahkan, belum
termasuk kematian di peternakan rakyat (sektor 4) karena tidak ada data dukung
yang akurat (Komnas FBPI 2009).
Pemerintah telah mengeluarkan kebijakan yang bersifat strategis dalam
rangka pencegahan penyebaran virus sejak awal tahun 2004, terdiri dari 9
(sembilan) tindakan yang harus dilakukan secara simultan. Kebijakan tersebut
ditetapkan melalui Surat Keputusan Dirjen Bina Produksi Peternakan Nomor
17/Kpts/PD.640/F/02/04 tentang Pedoman Pencegahan, Pengendalian dan
Pemberantasan Penyakit Hewan Menular Avian Influenza (AI) pada unggas. Inti
dari program tersebut adalah pelaksanaan sembilan tindakan strategis yang
mencakup (1) peningkatan biosekuriti; (2) vaksinasi; (3) depopulasi (pemusnahan
terbatas) di daerah tertular; (4) pengendalian lalu lintas unggas, produk unggas
dan limbah peternakan unggas; (5) survailans dan penelusuran; (6) pengisian
kandang kembali (restocking); (7) stamping out (pemusnahan menyeluruh) di
daerah tertular baru; (8) peningkatan kesadaran masyarakat (public awareness);
serta (9) monitoring dan evaluasi (Komnas FBPI 2009).
Kegiatan pengendalian AI dilakukan dengan kerjasama teknis antara
Kementerian Pertanian dan Food and Agricultural Organization (FAO) didukung
oleh negara donor dari United States Agency for International Development
(USAID), Australian Agency for International Development (AUSAID),

dan

Japan Trust Fund (JTF). Dukungan tersebut disalurkan melalui FAO Kementerian
Pertanian melalui

proyek “The Immediate Assistance for Strenghtening

Community based Early Warning and Reaction to Avian Influenza”. FAO
membantu Kementerian Pertanian melalui unit pengendali penyakit avian
influenza-Pusat (UPP-AI Pusat)/campaign management unit (CMU), dan di tahun
pertama untuk unit pengendali penyakit avian influenza-regional (UPP-AI
Regional)/regional management unit (RMU), dan implementasi operasionalisasi
melalui petugas participatory disease surveillance and response (PDSR) yang
dilatih di tingkat kabupaten/kota. UPP-AI Propinsi yang disebut local disease
control centre (LDCC) sebagai implementasi dari rencana strategis nasional

10

dalam pengendalian AI berkedudukan di dinas yang membidangi fungsi
peternakan dan kesehatan hewan. Upaya ini dilakukan untuk percepatan dan fokus
pengendalian AI (Komnas FBPI 2009).
Karantina merupakan pihak berwenang yang melakukan pengawasan dan
pemeriksaan media pembawa HPAI yang akan dilalulintaskan di instalasi
karantina hewan (IKH). Pengawasan dan pemeriksaan media pembawa HPAI di
luar IKH bekerjasama atau berkoordinasi dengan dinas yang membidangi fungsi
peternakan/kesehatan hewan atau kesehatan masyarakat veteriner, dan Balai
Penyidikan dan Pengujian Veteriner (BPPV)/Balai Besar Veteriner (BBVet).
Pelaksanaan tindak karantina di lapangan dilakukan berdasarkan Petunjuk Teknis
Tindakan Karantina Hewan terhadap Media Pembawa HPAI melalui Keputusan
Kepala Badan Karantina Pertanian Nomor 316.a/Kpts/PD.670.320/L/11/06
tanggal 20 November 2006. Petunjuk Teknis ini berfungsi sebagai pedoman bagi
petugas karantina hewan di lapangan dalam melakukan tindakan karantina
terhadap lalu lintas media pembawa HPAI (Barantan 2006).

Kejadian serta Upaya Pembebasan AI di Kalimantan Selatan
Penyakit AI pertama kali dilaporkan kejadiannya di Provinsi Kalimantan
Selatan awal Januari 2004 di peternakan ayam petelur. Penyakit ini yang telah
menyebabkan kematian sebanyak 2800 ekor unggas dari total populasi 15 592
ekor di Desa Nusa Indah, Kecamatan Bati-bati, Kabupaten Tanah Laut. Penyakit
AI juga telah menyerang beberapa jenis ternak unggas lainnya (itik, ayam
pedaging, ayam buras, dan burung puyuh) di Kabupaten Hulu Sungai Tengah,
Hulu Sungai Utara, dan Kota Banjarbaru. Kasus AI kembali ditemukan di
Kabupaten Hulu Sungai Utara sebanyak 5 kasus pada tahun 2005. Kasus kejadian
AI tidak ditemukan kembali setelah tahun 2005. Kasus kembali muncul di
peternakan ayam pedaging di Kabupaten Tanah Laut pada tahun 2009. Hasil
penelusuran tim BPPV dan Dinas Peternakan Kalimantan Selatan pada tahun
2009 menunjukkan terdapat 4 kabupaten/kota yang tertular AI, yaitu Tanah Laut,
Banjarbaru, Banjar, dan Barito Kuala (Hadi et al. 2010).
Tindakan pemusnahan dan disinfeksi telah dilakukan Dinas Peternakan
Kalimantan Selatan di daerah terjadinya wabah. Survailans AI di Provinsi

11

Kalimantan Selatan telah dilakukan sejak penyakit ini ditemukan pada bulan
Januari 2004. Survailans yang dilakukan berupa pengambilan sampel serum dan
usapan kloaka pada unggas, kucing, babi, dan binatang lain yang dapat kontak
langsung dengan manusia. Provinsi Kalimantan Selatan memiliki populasi unggas
cukup tinggi serta memiliki itik alabio yang merupakan plasma nuftah di
Indonesia. Kejadian AI dengan insidensi rendah masih terjadi di Kalimantan
Selatan. Pemerintah daerah setempat membuat kebijakan untuk tidak melakukan
vaksinasi AI pada unggas di sektor peternakan 3 dan 4, serta terus melakukan
survailans kejadian AI bekerja sama dengan BPPV Banjarbaru dalam upaya
pembebasan wilayah tersebut dari AI (Ariani 2007).
Peran Unggas dan Produk asal Unggas dalam Penyebaran Penyakit AI
Lalu lintas unggas (DOC, DOD, unggas dewasa, burung) serta produknya
(telur, daging) mempunyai risiko terhadap penyebaran AI. Menurut Syafrison
(2011), risiko pemasukan virus HPAI H5N1 ke zona yang tertinggi adalah dari
pemasukan ayam pedaging, unggas backyard, dan media pembawa (fomite).
Risiko sedang berkaitan dengan pemasukan itik angonan berpindah, burung liar,
hewan perantara, dan produk unggas, sementara aliran air, manur, bangkai dinilai
berisiko rendah, sedangkan pakan berisiko sangat rendah.
Menurut Setyawati (2010), DOC telah terinfeksi oleh virus AI dengan gejala
subklinis dan berpotensi sebagai salah satu penyebab cepatnya penyebaran AI di
Indonesia, sehingga perlu diwaspadai pendistribusiannya ke daerah yang masih
bebas AI. Penelitian menunjukkan bahwa itik memegang peranan penting dalam
mempertahankan keberadaan virus AI dalam lingkungan. Itik yang terinfeksi
meskipun tidak menunjukkan gejala klinis, mampu mengeluarkan virus dalam
konsentrasi tinggi yang sifatnya patogen bagi spesies unggas lainnya (Chen et al.
2006).
Suatu penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan peranan burung migran
dalam penularan flu burung di wilayah endemik seperti Indonesia dilakukan pada
bulan Oktober 2006 dan September 2007 di lima lokasi Pulau Jawa,. Sejumlah
4067 burung berhasil ditangkap dengan jaring yang terdiri dari 1110 burungburung hasil penangkaran (captive bird), 1417 burung-burung yang menetap
(resident bird), dan 1540 burung-burung yang bermigrasi (migratory bird).

12

Keseluruhan tangkapan yang berhasil dikumpulkan terdiri dari 98 spesies dengan
23 genus berbeda. Hasil pemeriksaan serologi menunjukkan prevalensi antibodi
H5N1 dari semua lokasi adalah 5.3% (215 dari 4067 ekor burung). Persentase
antibodi terhadap paparan virus HPAI H5N1 lebih tinggi secara nyata pada
burung-burung hasil penangkaran (16.2%) dibandingkan dengan burung-burung
migran (1%) atau yang menetap (1%). Pengujian molekuler usap trakea dan
kloaka dari semua lokasi hanya 0.4% (7 dari 1655 ekor burung) yang
menunjukkan hasil RT-PCR positif (Stoops et al. 2009).
FAO

(2008),

melaporkan

kejadian

dan

uji

eksperimental

yang

mengindikasikan bahwa virus AI dapat diisolasi dari kuning dan putih telur ayam
di daerah wabah AI. Penelitian terhadap daging itik yang diimpor dari Cina ke
Korea Selatan menunjukkan gen HA yang diisolasi mempunyai karakteristik yang
relatif sama dengan virus H5N1 Hongkong. Virus dapat bereplikasi dengan baik
dan menghasilkan 100% kematian pada ayam yang diinokulasi, 22% kematian
pada tikus, dan tidak ada gejala klinis pada itik namun terdapat titer tinggi pada
jaringan dan usap trakea (Tumpey et al. 2003).
Penularan AI melalui produk unggas diperkirakan dapat terjadi jika di dalam
komoditas tersebut terdapat virus hidup dalam konsentrasi cukup untuk
menginfeksi hospes. Beberapa kasus AI H5N1 pada manusia disebabkan karena
mengkonsumsi darah segar itik atau produk unggas yang tidak dimasak dengan
sempurna. Percobaan yang dilakukan oleh Tumpey et al. (2002) menunjukkan
bahwa infeksi buatan secara intranasal dengan dosis 106 EID50/0.1 ml virus HPAI
H5N1 isolat

A/duck/Anyang/AVL-1/01 pada ayam

specified pathogen-free

(SPF) umur 4 minggu, menunjukkan keberadaan virus di otot dada pada hari ke-2
dan ke-3 setelah infeksi dengan titer 5.3-5.5 log10 EID50/g. Keberadaan virus
pada organ hati itik peking yang diinfeksi secara oro-nasal menggunakan 0.1
suspensi virus H5N1 HPAI A/chicken/Vietnam/12/2005 yang mengandung
titer 107 EID50, terdeteksi pada hari ke-3 dan ke-5 setelah infeksi (Beato et al.
2007). Efek pemanasan virus HPAI H5N1 (A/chicken/Korea/ES/2003) pada
daging ayam memberikan hasil pada daging sayap dan dada ayam masih terdapat
virus dengan titer yang tidak banyak berubah pada suhu

30 ⁰C, 40 ⁰C, 50 ⁰C,

60 ⁰C , namun setelah perlakuan dengan suhu 70⁰C selama 1, 5, 10, 30, dan 60

13

detik menggunakan thermocycler virus mengalami inaktivasi secara sempurna
(Swayne 2006).
Analisis Risiko
Analisis risiko adalah suatu proses untuk mengevaluasi risiko yang
ditimbulkan oleh adanya bahaya (hazard) dan dilakukan oleh seorang penilai
risiko (Dirkeswan 2000). Menurut Marks dan Coleman (1998), analisis risiko
merupakan suatu proses yang berbasis ilmu pengetahuan untuk memperkirakan
suatu kemungkinan (likehood) dan tingkat keparahan. Proses analisis risiko
diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti hal apa yang dapat
menyimpang,

seberapa

besar

peluang

penyimpangan,

konsekuensi

dari

penyimpangan, serta tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi peluang
dan atau konsekuensi dari penyimpangan itu.
Analisis risiko dapat bersifat kualitataif maupun kuantitatif. Menurut Vose
(2001), secara umum direkomendasikan seluruh analisis risiko diawali dengan
kualitatif. Analisis secara kuantitatif bergantung pada dua faktor utama, yaitu
apakah hasil kualitatif sudah cukup untuk pembuatan keputusan, serta tersedianya
sumber daya maupun data yang diperlukan untuk melakukan analisis secara
kuantitatif. Pendekatan kualitatif digunakan secara luas dalam bidang kesehatan
hewan karena hasilnya dianggap sudah cukup memadai dalam membuat
keputusan,

maupun keterbatasan data untuk melakukan penilaian secara

kuantitatif.
Analisis risiko menurut OIE (2004) terdiri dari empat komponen, yaitu
identifikasi bahaya (hazard identification), penilaian risiko (risk assessment),
manajemen

risiko

(risk

management),

dan

komunikasi

risiko

(risk

communication). Identifikasi bahaya merupakan langkah pertama dalam analisis
risiko untuk menilai secara efektif risiko yang berkaitan dengan komoditas yang
akan dimasukkan ke suatu daerah. Masing-masing agen patogen dinilai menurut
suatu kajian dan diskusi ilmiah. Proses ini memerlukan pengetahuan mengenai
penyakit hewan, pola penyebaran penyakit, dan sifat agen patogen. Pengetahuan
mengenai status kejadian penyakit terbaru dari negara pengekspor sangat
dibutuhkan. Informasi dapat diperoleh dari OIE maupun instansi yang berwenang

14

dalam penanganan penyakit hewan di negara tersebut (OIE 2004). Proses analisis
risiko yang digunakan oleh OIE adalah model Covello dan Merkhoffer (Covello
& Merkhofer 1993), seperti pada Gambar 2.

Identifikasi
bahaya

Penilaian risiko :

Pengelolaan risiko:

- Pelepasan

- Evaluasi risiko

- Pendedahan

- Evaluasi pilihan

- Dampak

- Penerapan

- Perkiraan
risiko

- Pemantauan & kaji ulang

Komunikasi risiko

Gambar 2

Penilaian risiko model
Merkhoffer 1993).

Covello-Merk

Dokumen yang terkait

Qualitative risk assessment for introduction of avian influenza virus H5N1 into South Kalimantan from poultry and poultry products through quarantine

2 50 324

The Pattern of Occurance and Risk Factors of Avian Influenza Outbreaks on Backyard Poultry Farm in Lampung Province

0 3 179

Qualitative Risk Assessment on the Entering of Avian Influenza Virus (H5N1) into Pramuka Bird Market Jakarta through Birds.

0 14 70

Spatial and Temporal Analysis of Avian Influenza on Poultry Sector IV in Daerah Istimewa Yogyakarta Province

0 6 62

The Pattern of Occurance and Risk Factors of Avian Influenza Outbreaks on Backyard Poultry Farm in Lampung Province

0 2 96

Poultry and Poultry Products Policy Update Seoul Korea Republic of 8 23 2017

0 0 4

Isolasi dan Identifiicasi Serologis Virus Avian Influenza Dari Sampel Unggas Yang Diperoleh di D.I. Yogyakarta dan Jawa Tengah = Isolation and Serological Identification of Avian Influenza Virus From Poultry Sample ... | Wibowo | Jurnal Sain Veteriner 346

0 0 7

Poultry and Products Annual Pretoria South Africa Republic of 10 20 2017

0 0 11

Triwibowo Ambar Garjito Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) AVIAN INFLUENZA VIRUS H5N1 : MOLECULAR BIOLOGY AND ITS TRANSMISSION POTENTIAL FROM POULTRY TO HUMAN Abstrak - VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 : BIOLOGI MOLEKULER DAN POTENSI PE

0 0 13

Detection of Markers of Increased Virulence Non Structural protein (NS I) Avian Influenza Virus H5N1 from Indonesia=DETEKSI PENANDA PENINGKATAN VIRULENSI NON STRUKTURAL PROTEIN (NS1) VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 ASAL INDONESIA

0 0 8