Triwibowo Ambar Garjito Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) AVIAN INFLUENZA VIRUS H5N1 : MOLECULAR BIOLOGY AND ITS TRANSMISSION POTENTIAL FROM POULTRY TO HUMAN Abstrak - VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 : BIOLOGI MOLEKULER DAN POTENSI PE
ARTIKEL VIRUS AVIAN INFLUENZA H5N1 : BIOLOGI MOLEKULER DAN POTENSI PENULARANNYA KE UNGGAS DAN MANUSIA
Triwibowo Ambar Garjito
Balai Besar Litbang Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) AVIAN INFLUENZA VIRUS H5N1 : MOLECULAR BIOLOGY AND ITS TRANSMISSION POTENTIAL FROM POULTRY TO HUMAN
Abstrak
Dengan adanya kejadian luar biasa yang pertama virus avian influenza H5N1 tahun 1997, semakin jelas bahwa potensi virulensi virus H5N1 telah meluas ke manusia. Review ini disusun untuk memahami karakteristik virus, siklus replikasi virus, mekanisme virus masuk ke dalam hospes, peran hemaglutinin sebagai determinan patogenisitas, urutan basa hemaglutinin yang berperan dalam memicu peningkatan virulensi dan fungsi dari
6 segmen gen lainnya pada virus avian influenza. Review juga dibuat untuk memahami gambaran patologis dalam hubungannya dengan manifestasi klinis baik pada unggas maupun manusia. Identifikasi karakteristik molekuler avian influenza virus H5N1 sangat penting dilakukan untuk mengetahui penularan secara efisien dan replikasi virus avian influenza pada manusia, sehingga penularan selanjutnya dapat diantisipasi dengan baik. Kerja sama lintas sektor antara kementerian kesehatan, kementerian koordinator kesejateraan rakyat, kementerian lain, universitas dan organisasi yang berkompeten sangat dibutuhkan untuk mendukung pencegahan penyebaran virus avian influenza H5N1 di Indonesia.
Kata kunci : Karakteristik molekuler, Avian Influenza virus, H5N1
Abstract
With the first documented outbreak of human case with highly patogenic Avian influenza viruses H5N1 infection in 1997, It became clear that the virulence potential of these viruses extended to humans. Here I review current knowledge on the molecular characteristic of the viruses, the mechanism of viruses entering the host, replication cycle of the virus, hemagglutinin as a determinant of pathogenicity, sequence requirement for high hemagglutinin cleavability and virulence and possible function of others 6 segment genes of the virus. I also review pathologic illustration in its relation with clinical manifestation in both of poultry and human. It will be critical to identify the molecular characteristics of the avian influenza virus H5N1 that allow efficient transmission and replication of avian influenza viruses in humans, so that next transmission can be anticipated well. The inter-sectoral collaboration between Ministry of Health, Ministry of Agriculture , others ministry, universities and organization is needed to prevent the spread of avian influenza viruses H5N1 in Indonesia.
Key words : Molecular characteristics, Avian Influenza virus, H5N1 Submitted : 08 Mei 2013, Review 1 : 02 Juni 2013, Review 2 : 07 Juli 2013, Eligible article 10 September 2013
PENDAHULUAN
diantaranya meninggal dunia pada tahun 1997. Seluruh Suatu virus avian influenza berpatogenisitas
virus yang berhasil diisolasi dari pasien diketahui tinggi subtipe H5N1 dilaporkan telah menginfeksi
hanya mengandung gen virus avian influenza (VAI)
18 orang di Hongkong dan menyebabkan 6 penderita dan tidak menunjukkan adanya percampuran dengan
Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 85 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 85
HASIL DAN PEMBAHASAN
virus yang berpatogenisitas tinggi ini sudah mampu
A. Genom Virus Avian Influenza
melintasi barier dan dapat beradaptasi terhadap hospes Virus influenza diklasifikasikan dalam tipe A, B baru. Kasus tahun 1997 itu kasus pertama kali adanya
atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nu- penularan langsung virus avian influenza dari species
kleoprotein dan matriks proteinnya. Pada virus influ- unggas ke manusia yang berakibat fatal (Muramoto, et.
enza A dan B, faktor penentu antigenik terutama beru- al., 2006; Maines, et. al., 2005; Gabriel, et. al, 2005;
pa glikoprotein transmembran hemaglutinin (HA) Mounts, et. al., 1999; Peiris, et. al., 2004; Subbarao, et.
dan neuroaminidase (NA) yang mampu menimbulkan al., 1998; Vines, et. al., 1998).
respons imun dan respons yang spesifik terhadap subtipe Virus tersebut kemudian menyebar tidak hanya di
virus. Hemagglutinin (HA) mempunyai aktifitas dalam kawasan Asia, akan tetapi juga di kawasan Eropa dan
pelekatan reseptor, sedangkan neurominidase (NA) Afrika. Berdasarkan data dari WHO sampai 10 Desember
mempunyai aktifitas sialidase yang dibutuhkan untuk 2013 total kasus avian influenza pada manusia berjumlah
melepas progeni virus dari permukaan sel (Gurtler, 648 kasus dengan 384 kematian yang keseluruhannya
2006; Pattnaik, et. al., 2006; WHO, 2002; Muramoto, terjadi pada 15 negara. Sementara di Indonesia terdapat
et. al., 2006; UGM, 2005).
195 kasus dengan 163 orang meninggal (WHO, 2013; Virus avian influenza (VAI) merupakan virus in- Wong, et al., 2008).
fluen za A terdiri atas 8 potongan RNA berpilin negatif Review ini disusun untuk dapat menjelaskan pe-
dan termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus ran biologi molekuler dalam mengidentifikasi karak-
ini pada permukaannya diselubungi oleh sekitar 500 te ristik virus Avian Influenza H5N1 dalam tujuan un-
glikoprotein. Kedelapan potongan RNA virus tersebut tuk mengetahui potensi penularannya pada manusia
berukuran 13,5 kilobasa (kb) yang diselubungi oleh dan untuk dapat memahami peran masing-masing gen
protein nukleokapsid, dengan panjang segmen berkisar penyusun virus, sehingga tindakan pencegahan dan
antara 890 sampai dengan 2341 nukleotida dan terdiri pe nanganan terhadap infeksi virus yang dapat me nim-
dari 20-45 nukleotida non coding pada ujung 3’ dan bulkan potensi pandemik ini dapat dilakukan dengan
23-61 nukleotida pada ujung 5’. Tiap-tiap segmen cepat dan tepat.
yang ada akan mengkode suatu protein fungsional yang penting yang terdiri atas protein polimerase B2
BAHAN DAN METODA
(PB2), protein polimerase B1 (PB1), protein polimerase Dalam penyusunan review ini, koleksi data dilaku-
A (PA), Hemaglutinin (HA), Protein nukleokapsid, kan dengan mengumpulkan berbagai jurnal, ulasan, pre-
Neuraminidase (NA), Protein Matriks (M) dan pro- sentasi dalam seminar ilmiah mengenai Avian influenza
tein non-sruktural (NS). Dari seluruh komponen yang berasal dari berbagai sumber dari tahun 1997 sam-
yang ada, kemudian bersama-sama akan membentuk pai 2013. Seluruh data dikompilasi dan disusun secara
ribonukleoprotein (RNP) (Werner & Harder, 2006; sistematis deskriptis untuk memberikan gambaran seca-
Gurtler, 2006; Ghedin, et. al., 2005; WHO, 2002; ra menyeluruh mengenai virus Avian Influenaza H5N1
Muramoto, et. al., 2006; UGM, 2005). dan potensi penularannya pada manusia.
Tabel 1. Segmen, ukuran, gen dan protein virus influenza A H5N1 Segmen
Ukuran (nukleotida) Polipeptida
Transkriptase : cap binding
PB1
Transkriptase : elongation
PA
Transkriptase : aktivitas protease
HA Hemaglutinin
NP
Nukleoprotein: berikatan dengan RNA; bagian dari kompleks trans- kriptase; pemindahan vRNA ke nukleus/sitoplasma
NA
Neuraminidase : pelepasan virus
M1
Protein matriks : komponen utama virion
Menghubungkan protein membran dengan jalur ion 8 890
M2
NS1
Non struktural : nukleus; berperan pada transport RNA, splicing, translasi, protein anti interferon
Non struktural : diduga sebagai perantara pemindahan ribonukleoprotein
NS2
baru dari nukleus
(Steinhauer & Skehel, 2002)
86 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
Segmen Ukuran
Polipeptida Fungsi
(nukleotida)
cap binding elongation
Segmen Ukuran
Polipeptida Fungsi
(nukleotida)
cap binding elongation
tetapi NS2 diketahui merupakan komponen virion. NS1 mempunyai berbagai macam fungsi antara lain mengatur sambungan dan translasi mRNA serta berperan penting terhadap respon interferon terhadap infeksi virus. Fungsi NS2 adalah sebagai perantara pemindahan ribonukleoprotein baru dari nukleus melalui interaksi dengan M1. NS2 dikenal juga sebagai nuclear export protein (NEP) (Steinhauer & Skehel, 2002; Horimoto & Kawaoka, 2001).
Sampai saat ini, 16 subtipe HA dan 9 subtipe NA telah diisolasi dari unggas air, reservoir alami dari virus
influenza A. Meskipun demikian, adanya infeksi virus , influenza A pada unggas air (virus avian influenza) se ring kali tidak menunjukkan adanya gejala klinis, namun dalam keadaan tertentu virus avian influenza akan dapat melintas ke spesies hewan lainnya termasuk mamalia dan dapat menimbulkan wabah penyakit yang serius. Diantara subtype virus influenza A, sub- type H5, H7 dan kadang-kadang H9 telah diketahui
Gambar 1. Struktur virus influenza A (Sumber: mempunyai patogenisitas yang tinggi (HPAI) dan
sering menimbulkan penyakit serius pada ternak unggas
Gurtler, 2006 atas ijin Dr. Markus
(Alexander, 2000; Tumpey, et. al., 2002; Fouchier, et.
Eickmann, Institute for Virology, Marbug,
al., 2005; Asmara, 2006; Pattnaik, et. al., 2006).
Germany)
B. Mekanisme Virus Avian Influenza Masuk ke
Tiga segmen gen paling besar mengkode subunit
polimerase virus yaitu PB2, PB1 dan PA. Polimerase ini
dalam sel Hospes
berperan dalam transkripsi mRNA, sintesis untai positif
1. Pelekatan virus pada permukaan sel
antigenomik RNAs (cRNAs) dan untuk menerjemahkan
Virus influenza akan melekat dengan permukaan
cRNA menjadi segmen gen (vRNA) yang dirakit ke
sel setelah terjadi percampuran antara bagian ujung
dalam calon virus baru. Segmen 4 mengkode glikoprotein
terluar HA dengan asam sialat dari suatu sel glikoprotein
hemaglutinin (HA) yang berperan dalam perlekatan virus
dan glikolipid. Asam sialat kemudian akan berikatan
dengan asam sialat, bagian dari reseptor permukaan sel
dengan galaktose α 2-3 (pada unggas) atau α 2-6 (pada
hospes dan untuk penggabungan virus dengan membran
manusa) untuk mendeterminasi spesifisitas hospes.
sel hospes. HA ini juga merupakan target utama untuk
Se jak diketahuinya asam sialat yang terkandung pada
menimbulkan antibodi pada sel hospes (Steinhauer &
karbohidrat di beberapa sel organisme, kapasitas ikatan
Skehel, 2002; Horimoto & Kawaoka, 2001).
dari HA akan dapat menjelaskan mengapa berbagai tipe
Segmen 5 menghasilkan nukleoprotein (NP) yang
sel dalam suatu organisme dapat terinfeksi (Werner &
menyelubungi cRNA dan vRNA agar dikenal sebagai
Harder, 2006).
ce takan oleh enzim polimerase. Segmen 6 mengkode neu raminidase yang berfungsi memecah asam sialat
2. Masuknya Virus ke dalam sel hospes
virus dan glikokonjugasi sel hospes pada akhir siklus
Virion akan masuk dan menyatu ke dalam sebuah
hidup virus ketika virus matang akan dilepaskan dari
ruang endosom sel hospes melalui mekanisme yang
sel hospes yang terinfeksi. Segmen 7 menghasilkan dua protein yaitu M1 dan M2. M1 membentuk komponen
tergantung dan tidak tergantung kepada clathrin sete- lah berhasil melekat pada reseptor yang sesuai (Rust,
utama virion dan berperan penting pada pembentukan
et. al., 2004
cit. Werner & Herder, 2006). Dalam ruang ini virus tersebut mengalami degradasi dengan ca ra
vi rus kembali. M2 merupakan protein transmembran
ber ukuran kecil derivat dari sambungan mRNA. M2
menyatukan membran virus dengan membran endo-
mempunyai aktivitas pada pembongkaran virus selama fase awal infeksi.
some. Proses ini dimediasi oleh pemindahan proton me lalui terowongan protein dari matrix-2 (M2) virus,
Segmen 8 mengkode 2 protein yaitu NS1 dan
pada nilai pH di endosom sekitar 5,0. Selanjutnya akan
NS2. Meskipun dikenal sebagai protein non struktural,
terjadi serangkaian penataan ulang protein matrix-1
Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
(M1) dan kompleks glikoprotein homotrimerik HA.
4. Pelepasan virus
Sebagai hasilnya, tersingkap ranah yang sangat lipofilik Sel yang menghasilkan foci virus terkelompok di dan fusogenik dari setiap monomer HA yang masuk
dalam suatu lapisan mukosa dari saluran mukosa pada ke dalam membran endolisomal, dan dengan demikian
saluran pernapasan, pada usus, pada lapisan endotelium, mengawali terjadinya fusi antara membran virus dengan
miokardium dan otak. Melalui sekresi nasal, jutaan par- membran lisomal (Haque, et. al., 2005 & Wagner, et.
ti kel virus tiap ml akan dilepas, dimana 0,1 μl partikel al., 2005 cit. Werner & Herder, 2006).
aerosol mengandung lebih dari 100 partikel virus. Pa-
da saat awal terjadinya infeksi virus influenza, virus
3. Pelepasan Selubung Virus serta Sintesis RNA
juga dapat ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya (Werner & Harder, 2006).
dan Protein Virus
Infektifitas partikel virus dipengaruhi oleh suhu, pH, Dalam proses ini, tahapan penting bagi keberhasilan salinitas air dan radiasi ultra violet. Pada suhu 4 o
C waktu virus hidup dalam hospes adalah pelepasan selubung paruh infektivitasnya berkisar antara 2-3 ming gu dalam virus dan kedelapan segmen RNA genomik dari virus, air. Infektivitas partikel virus influenza secara mudah yang terbungkus dalam lapisan pelindung dari protein dapat diaktivasi menggunakan seluruh jenis alkohol (ribonucleoprotein complex, RNP) nukleokapsid (N), sebagai desinfektan, krom dan aldehida. Temperatur dilepaskan ke dalam sitoplasma. Di sini mereka disalur-
C juga dikatakan dapat merusak infektivitas kan ke nukleus untuk melakukan transkripsi mRNA vi rus dalam waktu beberapa detik (Werner & Harder, 2006). dan replikasi RNA genomik melalui proses yang rumit
diatas 70 o
yang secara cermat diatur oleh faktor virus dan fak tor sel (Whittaker, et. al., 1996 cit Werner & Herder, 2006).
C. Hemaglutinin Virus Avian Influenza
Polimerase bergantung RNA (RdRp) dibentuk
1. Struktur Hemaglutinin
oleh kompleks dari PB1, PB2 dan protein PA virus, Hemaglutinin merupakan suatu glikoprotein mem- dan memerlukan RNA (RNP) yang terbungkus. Ribo-
bran yang berbentuk homotrimetrik, bersifat antigenik nukleoprotein (RNPs) akan diangkut ke dalam nukleus,
dan berperan untuk berikatan dengan reseptor sel hos- dimana kompleks polimerase berikatan dengan RNA
pes. Hemaglutinin dapat mengalami glikosilasi dan asi- virus, yang kemudian melalui aktivitas endonuklease,
lasi yang terdiri dari 562-566 asam amino yang terikat RNA virus akan terbelah dan secara simultan akan
dalam sampul virus dengan berat molekul 76.000. Ke- memicu terjadinya pemanjangan. Produksi RNA virus
pa la membran distalnya berbentuk bulat, daerah eks- ini akan dibatasi oleh adanya nukleoprotein (NP) bagi
ternal berbentuk seperti tombol dan mempunyai ke- mRNA (Rott, et. al., 1979; Werner & Harder, 2006).
mampuan berikatan dengan reseptor sel serta terdiri Keduanya kemudian diangkut ke dalam sitoplasma,
dari oligosakarida yang menyalurkan derivat asam neuroaminat diamana protein virus akan diproduksi pada ribosom.
neuroaminat ( Harder & Werner, 2006). Bagian dari RNA virus ini kemudian dibelah oleh sua tu enzim seluler, sehingga pada akhirnya protein virus, seperti M1 dan M2 akan dapat disintesis tanpa Receptor binding site (RBS)
membutuhkan pemecahan lebih lanjut (Werner & Harder, 2006).
Beberapa protein virus yang baru saja disintesis kemudian diangkut ke dalam nukleus dimana mereka akan berikatan dengan RNA virus untuk membentuk
Segmen HA1
RNPs. Protein virus hasil sintesis baru lainnya dipro- ses di dalam retikulum endoplasma dan perangkat
Segmen HA1
gol gi dimana glikosilasi terjadi. Protein yang telah termodifikasi tersebut kemudian diangkut ke dalam membran sel dimana mereka akan melekat pada lipid bilayer. Ketika konsentrasi pada membran plasma telah mencapai konsentrasi tertentu, RNPs dan protein M1 akan mengelompok membentuk partikel virus, kemudian partikel ini akan dikeluarkan dari membran dan akan
Gambar 2. Struktur Haemaglutinin Virus Avian Influ-
dibebaskan dengan bantuan aktivitas neurominidase
enza H5N1 (diilustrasikan oleh Triwibowo
(Werner & Harder, 2006).
A, Garjito dengan menggunakan data base protein 1 jsm)
88 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
2. Peran Hemaglutinin Virus Avian Influenza
yang spesifik dari spesies hospes tertentu merupakan Pada awal infeksi hemaglutinin VAI akan berikatan
prasyarat bagi terjadinya replikasi yang efisien (Ito, et. dengan reseptor sel dan melepaskan ribonukleoprotein.
al., 1999; Banks, et. al., 2001; Mastrovich, et. al. 1999; Hemaglutinin sebagai glikoprotein permukaan utama
2001; Suzuki, et. al., 2000; Gambaryan, et. al., 2004). virus influenza ditranslasi sebagai protein tunggal,
Berdasarkan kondisi tersebut, terjadi perubahan
bentuk unit pengikat dari protein HA setelah terjadi teraktivasi. Pengaktifan hemagglutinin dilakukan oleh
HA 0 . HA 0 harus dibagi menjadi HA 1 dan HA 2 agar virus
pe nularan antar spesies (Gambaryan 2006). Virus enzim proteolitik endoprotease serine dari hospes di
influen za unggas biasanya menunjukkan afinitas ting- tempat spesifik yang secara normal dikode oleh asam
gi terhadap sialic acids yang terkaitkan dengan α2-3 amino dasar tunggal (biasanya arginin). Protein HA 1 karena unsur ini merupakan tipe reseptor yang paling
akan berikatan dengan reseptor pada sel hospes dan dominan di jaringan epitel endodermik (usus, paru- merupakan target utama untuk respon imun. Sedangkan
paru) pada unggas yang menjadi sasaran virus-virus
tersebut (Gambaryan, et. al., 2005a; Kim, et. al., memfasilitasi fusi antara amplop virus dengan membran
protein HA 2 dengan bagian fusigenik di ujung HA 2 akan
2005). Sebaliknya, virus influenza yang beradaptasi endosomal hospes. Oleh karena itu, aktivasi proteolitik
pada manusia terutama berikatan dengan residu terkait protein hemaglutinin merupakan faktor penting untuk
2-6 yang mendominasi sel-sel epitel tanpa silia dalam infektivitas dan penyebaran virus ke seluruh tubuh.
saluran pernafasan manusia. Sifat-sifat dasar reseptor Perbedaan kepekaan protein HA VAI terhadap protease
seperti ini menjelaskan sebagian dari sistem pertahanan hospes akan berhubungan dengan tingkat virulensi
suatu spesies, yang membuat penularan influenza (Shangguan et al, 1998; Callan et al 1997; Puthavathana,
unggas ke manusia tidak mudah terjadi (Suzuki, et. al., 2005).
2000, Suzuki, et. al., 2005).
Selain berperan dalam sifat antigenik dan tingkat Akhir-akhir ini ditemukan sejumlah sel epitel patogenisitas virus, protein hemaglutinin juga berperan
bersilia dalam manusia yang juga memiliki konjugat dalam spesifisitas hospes VAI. Salah satu faktor yang
glikoprotein serupa reseptor unggas dengan densitas berperan dalam infeksi VAI ini adalah adanya kecocokan
yang rendah (Matrosovich, et. al., 2004b). Dijumpai antara virus dengan reseptor pada permukaan sel hospes.
pula adanya sel-sel ayam yang membawa reseptor sialil Untuk terjadinya infeksi, maka virus avian influenza
yang serupa dengan yang ada pada manusia dengan akan berikatan dengan glikoprotein atau glikolipid per-
konsentrasi yang rendah (Kim, et. al., 2005). Hal ini mu kaan sel yang mengandung gugus terminal sialil-
mungkin dapat menjelaskan mengapa manusia tidak
ga lactosa [Neu5Ac(a2-3)Gal] atau [Neu5Ac(a2-6) sepe nuhnya kebal terhadap infeksi virus influensa Gal]. Virus avian influenza isolat asal ayam cenderung
unggas strain tertentu (Beare and Webster, 1991). Pa- berikatan dengan [Neu5Ac(a2-3)Gal] sedangkan vi-
da babi dan juga burung balam, reseptor dijumpai rus avian influenza isolat asal manusia mempunyai
dalam densitas yang lebih tinggi yang membuat kedua spesifisitas terhadap Neu5Ac(a2-6)Gal]. Kondisi ikatan
hewan ini mempunyai potensi untuk menjadi tempat ini ikut berperanan dalam spesifisitas virus terhadap
pencampuran bagi strain virus unggas dan manusia hospes (Harvey et al, 2004).
(Kida, et. al., 1994; Ito, et. al., 1998; Scholtissek, et. al., 1998; Peiris, et. al., 2001; Perez, et. al., 2003; Wan and
Perez ,2005).
a. Receptor Binding Site
Kemampuan VAI menginfeksi sel hospes dipe- ngaruhi oleh dua hal, yaitu: 1). melalui glikoprotein HA
b. Cleavage site (Tempat pemotongan HA)
virus. Pelekatan tersebut didasarkan pada pengenalan Pemecahan hemaglutinin virus avian influenza di- asam sialat spesies (N-Asam asetilneuraminik (NeuAc)
per lukan untuk aktivitas penggabungan dan masuknya dan N-Asam glycolylneuramik (NeuGc)); 2). Tipe
virus ke dalam sel hospes melalui endositosis yang hubungan glikosidik ke galaktosa paling ujung (Ac α2-
diperantarai oleh reseptor. Selama virus masuk ke da- 3Gal atau Ac α2-6Gal) dan susunan fragmen yang terletak
lam sel, hemaglutinin mengubah bentuknya di dalam lebih dalam dari sialil-oligosakharida yang terdapat di
endosome yang mempunyai lingkungan asam (Callan et permukaan sel hospes (Roger & Paulson, 1983; Herrier,
al, 1997).
1995; Gambaryan, 2005; Neumann & Kawaoka, 2006). Hemaglutinin sebagai glikoprotein fungsional Sebuah varietas dari sialil-oligosakharida yang lain
utama bagi virus influenza dihasilkan oleh prekursor HA 0 diekspresikan dengan pembatasan (restriksi) ke jaringan
yang memerlukan pemecahan setelah terjadi translasi dan asal spesies di dalam hospes VAI lainnya. Adaptasi
oleh protease hospes. Pemecahan ini terjadi untuk glikoprotein HA maupun NA virus ke jenis reseptor
Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 89 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 89
tonjolan HA. Oleh karena itu, efisiensi replikasi VAI
sa ngat tergantung pada kerjasama protein HA dan NA rendah di peternakan hanya terbatas dipecah oleh
prekursor protein HA 0 VAI yang mempunyai virulensi
dari virus. Apabila ada 2 atau lebih strain VAI meng- protease hospes seperti tripsin dan enzim mirip tripsin
infeksi suatu sel secara bersama-sama, akan sangat di- serta replikasi virus terbatas pada tempat-tempat di
mungkinkan terjadinya pengacakan segmen virus ( ge- dalam hospes dimana enzim-enzim tersebut ditemukan
netic reassortment), termasuk gen penyandi NA dan misalnya dalam traktus respiratorius dan intestinalis. Hal
HA, yang akan berakibat munculnya strain baru dengan ini berbeda dengan VAI yang virulen. Pada virus virulen,
kombinasi genom yang baru dan spesifisitas hospes pemecahan hemaglutinin dilakukan oleh protease yang
yang berbeda dengan virus asalnya (Asmara, 2006). berada di berbagai tempat sel di dalam hospes, dimana furin sebagai kandidat (Alexander, 2000).
E. Peran Protein Non Struktural Virus Avian
Pemecahan molekul prekursor HA dengan massa
Influenza
molekul 75 kDa (HA 0 ) oleh protease sel hospes
Di dalam upaya mencegah terjadinya infeksi virus ke
menjadi sub unit HA 1 (massa molekul 55 kDa) dan HA 2
(massa molekul 25 kDa) yang terikat disulfida akan dalam tubuh, pada dasarnya terdapat 2 sistem pertahanan tubuh, yaitu innate immune system dan
mengaktifkan infektivitas virus dan berperan penting adaptive immune
response. Diantara komponen innate immune response paa patogenisitas virus influenza pada manusia dan akibat infeksi virus pada manusia adalah IFN-α/β. hospes avian (Puthavathana et al, 2005; Zhirnov et al, Efek utama induksi IFN-α/β setelah berikatan dengan
2002). Tempat pemecahan HA 0 berada pada tempat
yang spesifik dan secara normal dikode untuk asam reseptor adalah signal STAT1 dan STAT2 yang akan
amino dasar tunggal, biasanya arginin dan terletak antara syntetase/RNAse L dan
berakibat pada aktivasi 2-5(A)
p68 kinase, yang akan menimbulkan domain HA
blocking replikasi
1 dan HA 2 (Taubenberger, 1998). Ujung N
virus (Asmara, 2006).
dari sub unit HA 2 yang baru saja terbentuk membawa Protein non-struktural dapat berperan di dalam peptida fusogenik, yang terdiri dari kawasan (domain) yang sangat lipofilik. Domain ini sangat vital diperlukan resistensi terhadap anti viral tersebut. Resistensi ini
diduga ditentukan oleh adanya sam amino 92 protein selama proses fusi antara membran virus dan membran non struktural. Apabila posisi asam amino 92 protein lisomal karena akan mengawali proses penetrasi segmen non struktural berupa glutamat, maka akan dapat me- genomik virus ke dalam sitoplasma sel hospes (Harder nyebabkan VAI tersebut resisten terhadap IFN dan and Werner, 2006). TNFα, sedangkan apabila posisi 92 berupa asam as-
par tat VAI menjadi lebih sensitif terhadap IFN dan
TNFα. Analisis protein NS dari beberapa isolat VAI di Neuraminidase berperan di dalam spesifisitas VAI
D. Peran Neuraminidase Virus Avian Influenza
Indonesia menunjukkan adanya asam amino glutamat terhadap hospes, yaitu berperan untuk menghidrolisis
pada posisi 92 (Nidom, 2005 cit Asmara, 2006). Data ikatan antara galaktosa dan N-acetylneraminic pada
tersebut memberikan indikasi adanya potensi virus ran tai ujung oligosakharida-glikoprotein. Fungsi NA
yang perlu diwaspadai, meskipun variasi virulensi VAI ini harus berada dalam posisi seimbang dengan HA.
tidak hanya ditentukan oleh protein non struktural saja Kondisi ini bertujuan agar aktivitas enzimatik dalam
(Asmara, 2006).
melepaskan Sialic acid dari sel yang terinfeksi tidak menyebabkan penurunan efisiensi infeksi sel berikutnya
F. Peran Protein Matriks
(Asmara, 2006). Sialiloligosacharid yang terdapat pada mukosa di Gen Matriks VAI menyandi 2 macam protein,
yai tu protein M1 dan protein M2. Protein matriks ini saluran respirasi mempunyai peran pada pembatasan mempunyai peran di dalam menyusun virion VAI. hospes terhadap VAI. Neuraminidase VAI isolat asal Bersamaan dengan protein HA dan NA, protein M2 ayam tidak dapat memecah 4-0- acetyl Sialic acid, se- menyusun struktur amplop virus dan berperan sebagai hingga oligosacharida ini dapat berperan sebagai inhi- saluran ion. Protein M1 tidak hanya berperan sebagai bitor analog reseptor dalam saluran respirasi manusia. komponen struktural virus saja, namun juga berperan Oleh sebab itu, VAI siolat asal ayam tidak dapat dengan pada awal infeksi dalam pemisahan protein M1 mudah menginfeksi saluran respirasi pada manusia. dari RNP untuk masuk ke dalam sitoplasma dan sel Fungsi lain dari NA adalah untuk melepaskan partikel tropisme. Pemisahan ini dipicu oleh danya pemindahan virus yang sudah selesai bereplikasi di dalam sel, ion hidrogen melewati membran virus oleh protein M2. mencegah virion yang sudah terbentuk tersebut untuk
90 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
Pada protein M1, diketemukan paling tidak adanya 2 keadaan tersebut dapat terjadi melalui dua cara yaitu domain yang conserved, yaitu antara asam amino 148
shift dan drift. Antigenic Shift dapat timbul akibat dari sampai 162 yang membentuk struktur zinc finger motif
meluasnya wabah avian influenza yang bersifat epidemik dan residu palindromik pada posisi 101 sampai 105.
dan hanya ditemukan pada virus influenza tipe A. Protein M2 ini juga menjadi target kerja Amantadine
Virus avian influenza A mampu mengubah konfigurasi (Asmara, 2006).
genetiknya sehingga memungkinkan muncul strain baru Zhou, et. al., (1999) cit. Asmara (2006) melaporkan
yang memungkinkan manusia belum memiliki imunitas bahwa terdapat perbedaan beberapa asam amino protein
terhadap virus tersebut. Perubahan ini disebut genetic M antara virus avian influenza H5N1 dengan human
reassortment. Perubahan struktur virus yang terjadi influenza H5N1. Pada kasus di Hongkong, protein M
pada glukoprotein eksternal, neuraminidase (NA) dan isolat asal manusia mempunyai asam amino glycine,
hemaglutinin (HA) menyebabkan mutasi genetik RNA valine, dan fenilalanine berturut-turut pada posisi 16, 28
(Monto, 2005; Fergusson, et. al., 2003 cit. Werner & dan 55. Penelitian pada protein M isolat asal Indonesia
Herder, 2006).
juga ditemukan susunan asam amino yang conserved Antigenic Shift merupakan suatu perubahan ge- untuk membentuk zinc finger motif dan polindromic
ne tis yang ekstrim pada struktur virus. Proses ini sequence sebagai NLS. Namun demikian, menurut
mengandung genetic reassortment dimana segmen gen Nidom (2005) cit. Asmara (2006), posisi asam amino 16,
dari virus influenza tipe A dapat digantikan oleh segmen
28 dan 55 berturut-turut diisi dengan proline dan leucine lain yang berasal dari tipe virus influenza berbeda yang yang berbeda dengan susunan asam amino protein M
dibawa oleh hospes lainnya. Virus baru yang terbentuk isolat asal manusia di Hongkong. Sehubungan dengan
mengandung komponen yang berasal dari kedua virus informasi tersebut, VAI isolat asal ayam di Indonesia
asal dan dapat sangat virulen bagi manusia. Tipe dari tidak berpotensi menimbulkan kefatalan pada manusia
variasi antigenetik ini lebih jarang dibandingkan (Asmara, 2006).
anti genic drift, namun mempunyai potensi untuk menyebabkan pandemi influenza (Belshe, 2005).
Antigenic Drift merupakan suatu proses dimana Gen Polymerase Basic (PB) berperan di dalam me-
G. Peran Polymerase Basic
terjadi perubahan kecil bertahap pada genetik virus nyandi transcriptase, diantaranya di dalam cap-binding
influenza yang melibatkan secara acak tahapan mutasi dan elongation. Mutasi pada PB2 tepatnya pada kodon
pada segmen RNA dengan kode N dan H. Perubahan minor 667 menjadi lysine (667K) menyebabkan virus dapat
pada struktur protein virus ini menyebabkan perubahan bereplikasi pada suhu sekitar 36 o
antigenisitas yang samar namun dapat berpengaruh pada memungkinkan bagi virus avian influenza untuk dapat
C. Keadaan ini sangat
saat terjadi replikasi. Antigenic Drift berlangsung lambat, bereplikasi di dalam tubuh manusia, atau memiliki
tetapi progresif dan cenderung menimbulkan penyakit kapabilitas untuk menginfeksi manusia (Asmara, 2006)
yang terbatas pada suatu kawasan. Mutasi pada materi genetik dapat menimbulkan perubahan polipeptida virus
H. Variasi Antigenik Virus Avian Inflenza yaitu sekitar 2-3 kali substitusi asam amino per tahun. Pada
virus influenza tipe A dan B, antigenic drift dapat terjadi Akibat aktivitas RdRp virus yang mudah mengalami setiap tahun sehingga para ahli kesulitan mengontrol kekeliruan, terjadi mutasi dengan kecepatan tinggi, yaitu perkembangannya. Populasi manusia hanya mempunyai > 5 x 10 perubahan nukleotida per nukleotida dan juga sedikit atau bahkan tidak memiliki kekebalan sama sekali terjadi percepatan siklus replikasi. Dengan demikian terhadap strain baru tersebut. Terdapat 2 subtipe virus terjadi hampir satu pertukaran nukleotida per genom per
influenza A yang sekarang berkembang yaitu H3N2 dan replikasi di antara virus-virus influensa (Drake, et. al.,
1993 cit. Werner & Herder, 2006). Virus influenza pada unggas dilaporkan lebih Kalau ada tekanan selektif (misalnya antibodi yeng
H1N1 (Monto, 2005).
mentralkan, ikatan reseptor yang tidak optimal, atau Antigenic drift dibandingkan virus
jarang mengalami
influenza pada mammalia. Pengaturan kembali struktur obat antiviral) yang bekerja selama proses replikasi
genetik dari virus influenza pada unggas dan mammalia virus dalam penjamu atau dalam populasi, dapat terjadi diperkirakan merupakan mekanisme timbulnya strain ada mutan-mutan dengan keunggulan selektif (mis. ”baru” virus influenza pada manusia yang bersifat lepas dari proses netralisasi, membentuk unit pengikat pandemik. Virus influenza pada unggas dapat berperan reseptor baru) dan kemudian menjadi varian yang pada perubahan struktur genetik virus influenza pada dominan dalam quasi-spesies virus di dalam tubuh manusia dengan menyumbangkan gen pada virus hospes atau dalam populasi. Pada virus avian influenza,
influenza galur manusia.
Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 91
Telah terjadi pandemi influenza pada abad ke-20, mempunyai hemaglutinin yang sangat peka terhadap yaitu :1).Pandemi tahun 1918 disebut “Spanish Flu“
protease endogen seluler hospes dan dapat dipecah yang disebabkan virus sub tipe H1N1; 2). Pandemi
pada berbagai tipe sel yang perbedaannya sangat besar tahun 1957 “Asian influenza“ oleh virus sub tipe H2N2;
sehingga mempunyai kemampuan untuk menyebabkan 3). Pandemi tahun 1968 ” Hongkong influenza” oleh
infeksi sistemik yang mematikan di peternakan. Peme- virus sub tipe H3N2 (Monto, 2005; Belshe, 2005). cahan hemaglutinin pada LPAI membutuhkan protease
Spanish influenza telah menewaskan 20-40 juta ekstra seluler aktif spesifik seperti tripsin dan dipecah orang dengan angka mortalitas 10.000/100.000 populasi.
hanya pada tipe sel tertentu sehingga virus hanya me- Pandemi tahun 1957 dan 1968 disebabkan virus sub tipe
nye babkan infeksi lokal di traktus respiratorius atau baru yang mempunyai komponen virus manusia yang
gastrointestinalis atau keduanya sehingga infeksi yang sama banyak dengan komponen virus burung. Genom
ditimbulkan bersifat sedang bahkan asimptomatis RNA virus influenza terdiri dari 8 segmen dan termasuk
(Horimoto & Kawaoka, 2001).
strand negative. Diduga telah terjadi reassortment gen Virus avian influenza yang mempunyai patogenisitas virus influenza avian dan virus influenza manusia ketika
tinggi dan rendah mempunyai perbedaan pada urutan terjadi koinfeksi dalam satu hospes oleh 2 virus yang
asam amino pada tempat pemecahan hemaglutinin. Pa- berbeda dan menghasilkan virus influenza sub tipe baru
da virus dengan patogenisitas tinggi mempunyai mul- yang menyebabkan pandemi influenza tahun 1957 dan
tiple basic amino acid residue yang berdekatan de ngan 1968. Meskipun demikian, berdasar penelitian terkini
tempat pemecahan HA 1 dan HA 2 sedangkan pada virus virus penyebab pandemi influenza “Spanish flu” diduga
dengan patogenisitas rendah biasanya hanya mempunyai bukan hasil dari reassortment tetapi berasal dari mutasi
asam amino dasar tunggal (arginin/R) (Tumpey et al, gen virus avian original (Hien et al, 2005; Klepmner et
2002; Zambon, 2001). Suatu urutan pemecahan yang al, 2004; Monto, 2005; Belshe 2005).
mengandung banyak asam amino dasar akan lebih siap diaktifkan oleh protease seluler pada berbagai jenis sel
yang terdistribusi luas di dalam tubuh dibandingkan Patogenesis merupakan sifat umum virus dan da-
I. Patogenesis Virus Avian Influenza
dengan suatu urutan pemecahan (cleavage sequence) lam virus avian influenza merupakan bakat pilogenik
yang hanya mengandung asam amino dasar tunggal yang sangat tergantung pada sebuah konstelasi gen yang
yang hanya dapat dipecah oleh protease seluler yang optimal yang mempengaruhi tropisme (reaksi ke arah
terbatas. Hal ini menunjukkan bahwa virus influenza atau menjauhi stimulus) dari jaringan dan reservoir,
yang mengandung banyak asam amino dasar mempunyai efek tifitas replikasi dan mekanisme penghindaran imu-
banyak tempat untuk replikasi virus pada berbagai tipe nitas. Selain itu faktor spesifik untuk setiap species juga
sel sehingga menghasilkan infeksi yang lebih berat mempunyai peranan terhadap hasil suatu infeksi yang
dengan mortalitas tinggi pada burung dan mammalia ( terjadi setelah penularan antar species sehingga akibat
Zambon, 2001).
dari penularan tersebut tidak dapat diduga sebelumnya. Sebagian besar virus avian influenza mempunyai
Bentuk virus avian influenza yang sangat patogen sampai arginin (R) pada ujung karboksil HA 1 dan glisin (G) saat ini secara eksklusif ditimbulkan oleh subtipe H5
pada ujung amino HA 2 , dan sebagian besar mempunyai dan H7. Biasanya virus-virus H5 dan H7 bertahan stabil
lisine (K) pada posisi HA 1 . Di antara glutamine (Q) dalam hospes alamiahnya dalam bentuk berpatogenisitas
dan glisin (G) terletak daerah yang dirancang untuk rendah. Dari hospes alamiahnya, virus avian influenza
berhubungan dengan peptida (-P-Q-X-.....-X-R//G-, dapat ditularkan ke kawanan unggas ternak. Setelah
dima na // menunjukkan tempat pemecahan antara HA 1 mengalami masa sirkulasi yang bervariasi dan tidak
dan HA 2 dan X merupakan beberapa asam amino yang pasti serta mengalami adaptasi dalam populasi unggas
tidak dasar (non basic). Urutan asam amino pada daerah yang rentan, maka virus avian influenza tersebut dapat
ini bervariasi dan jumlah asam amino yang terkandung mengalami mutasi menjadi bentuk yang patogen (Harder
di dalam urutan tersebut tergantung pada strain virus. and Werner, 2006).
Semua isolat alamiah virus H5 avirulen mempunyai Virus avian influenza dapat diklasifikasikan ke dalam
4 asam amino pada ikatan peptida dan sebagian besar dua kelompok yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza
mempunyai R-E-T-R (sangat jarang K-Q-T-R, R-E- (HPAI) dan Low Pathogenic Avian Influenza (LPAI).
T-K, I-G-E-R dan R-E-A-R). Hemaglutinin tipe virulen Hemaglutinin HPAI dan LPAI berbeda kepekaannya
mengandung B-X-B-R (dimana B merupakan berbagai terhadap protease hospes. Virus yang termasuk HPAI
asam amino dasar) dan tidak adanya rantai samping karbohidrat (Horimoto & Kawaoka, 2001)
92 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
Tabel 2. Urutan tempat pemecahan hemaglutinin isolat virus avian influenza Isolat AIV (sub tipe H5)
susunan asam amino
LPAIV: - Umumnya PQ _ _ _ _ RETR*GL - Isolat dari Amerika
PQ _ _ _ _ RKTR*GL - A/chicken/Pennsylvania/I/83 (H5N2)
PQ _ _ _ _ KKTR*GL HPAIV:
- A/chicken/Scotland/59 (H5N1) PQ _ _ _ _ RKKR*GL - A/Tern/S.Africa/61 (H5N3)
PQ R E T RRQKR*GL - A/turkey/Ontario/66 (H5N9)
PQ _ _ (R)RRKKR*GL - A/turkey/England/50-92/91 (H5N1)
PQ _ _ R RRKTR*GL - A/chicken/HongKong/258/97 (H5N1)
PQ R E R RRKKR*GL - A/HongKong/156/97 (H5N1)
PQ R E T RRKKR*GL (Horimoto & Kawaoka, 2001)
J. Gambaran Patologis pada Unggas
di mukosa proventrikulus, yang sering disebut-sebut
1. LPAI ( Low Pathogenic Avian Influenza)
dalam buku teks di masa lalu, secara khusus dijumpai Kerusakan jaringan (lesi) yang terjadi bervariasi
pada unggas yang terinfeksi H5N1 garis Asia (Elbers tergantung kepada strain virus dan spesies serta umur
penjamu. Pada umumnya, hanya kalkun dan ayam yang Berbagai lesi histologik bersama-sama dengan menunjukkan terjadinya perubahan mikroskopik yang
anti gen virus dapat dideteksi di berbagai organ (Mo besar terutama dengan strain yang sudah beradaptasi
1997). Pertama-tama virus ditemukan di sel endotelial. dengan penjamu ini (capua and Mutinelli 2001). Pada
Berikutnya sel-sel yang terinfeksi oleh virus dijumpai di kalkun, terjadi sinusitis, trakheitis dan aisacculitis,
myokardium, kelenjar adrenal dan pankreas. Neuron dan meskipun kemungkinan ada juga peranan infeksi bakteri
juga sel glia di otak juga terinfeksi. Secara patogenesis, sekunder. Pernah juga dilaporkan terjadinya pankreatitis
diduga perjalanan penyakitnya serupa dengan infeksi pada kalkun. Pada ayam, yang paling sering dijumpai
virus endoteliotropik lainnya, ketika aktivasi leukosit adalah radang ringan di saluran pernafasan. Selain
dan endotel mengakibatkan pelepasan sitokin secara itu, lesi juga terjadi pada organ reproduktif (ovarium,
sistemik dan tidak terkoordinasi dan menjadi predisposisi saluran telur, peritonitis kuning telur) dari unggas
kegagalan jantung-paru dan kegagalan multiorgan petelur (Muhammad, 2006).
(Feldmann 2000, Klenk 2005).
Perubahan pathologis pada hewan yang kedua adalah adanya gejala-gejala awal muncul yang sangat lambat
2. HPAI ( Highly Pathogenic Avian Influenza)
dan penyakit berlangsung lama, gejala-gejala neirologik Perubahan patologik dan histopatologik yang he bat yang secara histologik menimbulkan terjadinya lesi pada HPAI menunjukkan ketergantungan yang seru pa non-suppuratif di otak (Perkins and Swayne 2002a, dengan yang nampak pada gambaran klinis. Ada em- Kwon 2005). Perjalanan penyakit semacam ini pernah pat kelas perubahan patologik yang dipostulasikan diuraikan terjadi pada angsa, bebek, emu dan spesies lain (Perkins and Swayne 2003). Yang pertaman adalah yang secara eksperimental diinfeksi dengan HPAI strain bentuk perakut (kematian terjadi dalam waktu 24-36 H5N1 garis Asia. Pada unggas petelur, peradangan dapat jam setelah infeksi, terutama terlihat pada beberapa ditemukan di kandung telur, dan saluran telur. Setelah spe sies galliformis) dan akut dari penyakit ini tidak folikel pecah, terjadi peradangan yang disebut sebagai menunjukkan terjadinya perubahan patologik yang
peritonitis kuning telur.
besar; terjadi hidroperikardium yang tidak jela, kongesti Perubahan pathologis yang ketiga terjadi pada usus yang ringan dan adakalanya dijumpai perdarahan bebek, burung camar dan burung gereja teridentifikasinya petekhial pada selaput serosa mesenteri dan perikardium dijumpai replikasi virus yang terbatas. Pada unggas- meskipun tidak selalu (Mutinelli 2003a, Jones and unggas tersebut timbul adanya penumonia interstisial Swayne 2004). yang ringan, radang kantung udara dan adakalanya Ayam yang terinfeksi oleh H5N1 garis Asia kadang miokarditis limfositik dan histiositik (Perkins and kala menunjukkan adanya bercak-bercak hemorrhagik Swayne 2002a, 2003). Perubahan pathologis yang ke dan dijumpai lendir di trakhea dalam jumlah yang empat diidentifikasi dalam percobaan yang dilaporkan signifikan (Elbers 2004). Dapat juga dijumpai pem- oleh Perkins dan Swayne (2003), yaitu burung dara dan beng kakan serosa ( serous exudation) dalam rongga- walet terbukti kebal terhadap infeksi H5N1. Meskipun rongga tubuh dan paru-paru. Bintik-bintik perdarahan
Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 93 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 93
3 hari; sementara itu masa infektif pada manusia adalah gangguan neurologik yang berkepanjangan akibat
sekitar 1 hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah gejala adanya ensefalitis non-suppuratif (Klopfleisch 2006),
timbul. Pada anak dapat sampai 21 hari (WHO, 2004, pada 5/16 burung dara dengan menggunakan isolat
Santoso et al, 2005; Beigel et al, 2005). HPAI H5N1 baru dari Indonesia.
Pada keadaan penyakit yang awal atau ringan, gejala sulit dibedakan dengan penyakit ISPA (infeksi saluran
pernapasan akut) lainnya ataupun ILI ( Influenza Like Illness), sedangkan pada keadaan berat sulit dibedakan
K. Patogenesis Virus pada manusia dan gejala
klinis yang ditimbulkannya
dari Pneumonia tipikal/bakterial ataupun ARDS pada Pada manusia, infeksi penyakit ini dimulai dengan umumnya. Riwayat kontak dengan unggas yang sakit, infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini spesimen maupun sumber penularan lainnya sangat kemudian memperbanyak diri dengan sangat cepat, penting untuk diketahui meskipun seringkali tidak dapat sehingga akan dapat mengakibatkan lisis sel epitel ditetapkan dengan jelas (Giriputro, 2006). dan terjadi deskuamasi lapisan epitel saluran napas.
Replikasi virus tersebut akan merangsang pembentukan proinflammatory cytokine, termasuk IL-2, IL-6 dan
L. Upaya Preventif Dan Kuratif Terhadap Infeksi
TNFα yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik
Virus Avian Influenza
dan pada gilirannya akan dapat menyebabkan gejala Penularan virus ke manusia melalui kontak langsung sistemik influenza seperti demam, malaise, myalgia,
maupun tidak langsung dengan unggas yang terinfeksi dll. Pada kondisi sistem imun yang menurun, virus akan
telah banyak dilaporkan, dengan resiko kematian yang dapat lolos dan masuk ke dalam sirkulasi darah dan ke
relatif tinggi. Angka kematian yang masih sangat ting- organ tubuh lainnya (Giriputro, 2006).
gi akibat infeksi VAI ini telah mendorong berbagai Apabila virus subtipe baru mempunyai tingkat
pihak untuk melakukan upaya baik pencegahan mau- viru lensi ataupun pathogenisitas yang sangat tinggi
pun pengobatan. Meskipun demikian, keberhasilan sepeti halnya virus H5, imunitas terhadap virus subtipe
tera pi umumnya masih jauh dari yang diharapkan baru tersebut sama sekali belum terbentuk dan dapat
(Dwiprahasto, 2006).
menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat. Keadaan Di dalam perjalanannya, di tengah situasi yang tidak ini disebabkan sistem imunitas tubuh manusia belum
menentu mengenai efikasi dari berbagai pendekatan memiliki immunological memory terhadap virus baru
pengobatan, Amantadine dan Oseltamivir muncul (Giriputro, 2006).
seba gai terapi utama untuk mengatasi infeksi VAI ini. Pada infeksi virus influenza A H5N1, terjadi pem-
Meskipun demikian, dari berbagai obat yang termasuk ben tukan sitokin yang berlebihan ( cytokine storm) un-
di dalam golongan neuraminidase inhibitor, hanya tuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini dapat
Oseltamivir yang tampaknya memberikan efikasi yang menyebabkan kerusakan jaringan paru yang lebih luas
memadai untuk VAI walapun pertimbangan penetapan dan berat. Pada tahap selanjutnya terjadi pneumonia
terapi ini umumnya didasarkan pada berbagai uji klinik virus berupa pneumonitis interstitial. Proses kemudian
Oseltamivir untuk mengatasi infeksi influenza A secara berlanjut dengan terjadinya eksudasi dan edema intra
umum, tidak spesifik pada H5N1 (Dwiprahasto, 2006). alveolar, mobilisasi sel-sel radang dan juga eritrosit dari
Berdasarkan gambaran farmakologi, mekanisme kapiler sekitar, pembentukan membran hyaline dan juga
aksi, data in vivo maupun data klinik yang lain, pemberian fibroblast. Sel radang kemudian akan memproduksi
Oseltamivir menjadi pilihan pertama saat ini hingga uji banyak sel mediator peradangan, yang secara klinis
klinik acak terkendali yang lebih spesifik dilakukan. keadaan ini disebut sebagai ARDS ( Acute Respiratory
Pada dewasa, pemberian dosis 2 x 75 mg sehari selama Distress Syndrome). Difusi oksigen akan terganggu,
5 hari dikatakan cukup untuk mengatasi infeksi ringan terjadi hipoksia/anoksia yang dapat merusak organ lain
H5N1. Dosis perlu digandakan untuk keadaan yang ( anoxic multiorgan disfunction). Proses ini biasanya
lebih berat dan lama terapi dapat diperpanjang hingga terjadi secara cepat dan penderita akan dapat meninggal
7-10 hari (Dwiprahasto, 2006).
dalam waktu singkat oleh karena proses yang irreversible (Giriputro, 2006).
KESIMPULAN
Gejala akibat infleksi virus influenza A H5N1
1. Pengetahuan mengenai seluruh aspek virus Avian pada dasarnya sama dengan flu biasa lainnya, hanya
Influenza H5N1 perlu diketahui untuk dapat me ma- cenderung lebih sering dan cepat menjadi parah. Masa
hami mekanisme penularan sehingga upaya pence-
94 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013 94 Jurnal Vektora Vol. V No. 2, Oktober 2013
5. Dharmayanti, N.L.P.I., Damayanti, R., Indriani, R., virus Avian Influenza dapat dilakukan dengan baik,
Wiyono, A., Adjid, R.M.A., 2005. Karakterisasi efektif dan efisien.
Molekuler Virus Avian Influenza Isolat Indonesia.
2. Karakterisasi ke delapan segmen gen virus Avian
JITV 10(2): 127-133.
Influenza H5N1 baik yang berasal dari manusia
6. Depkes, RI., 2006. Satu Lagi Penderita Flu Burung maupun unggas, terutama Hemaglutinin dan Neu-
Meninggal Dunia. Website Depkes, http://www. ra minidase perlu dilakukan secara cepat, terus-
depkes.go.id/index.php?option=news&task=v menerus dan berkelanjutan untuk dapat me-
iewarticle&sid=2258#,di download tanggal 29 ngetahui karakteristik virus terkait mutasi gen
September 2006.
yang memicu peningkatan potensi penularan antar
7. Fouchier, R.A., Schneeberger, P.M., Rozendaal, manusia, resistensi terhadap obat Ozeltamivir dan
F.W., Broekman, J.M., Kemink, S.A., Munster, V., pengembangan vaksin untuk mencegah penyebaran
2004. Avian Influenza A Virus (H7N7) Associated virus avian influenza secara lebih luas.
with Human Conjuctivitis and A Fatal Case of Acute Respiratory Distress Syndrome. Proc. Natl.
Acad. Sci. 101: 1356-1361.
SARAN
1. Perlu dilakukan update informasi mengenai karak-
8. Fouchier, R.A., Munster, V., Wallensten, A., 2005. teristik virus Avian Influenza H5N1 secara cepat dan
Characterization of a Novel Influenza A Virus menyeluruh baik yang menginfeksi pada manusia
Hemagglutinin Subtype (H16) Obtained from maupun unggas untuk dapat dimanfaatkan baik oleh
Black-headed Gulls. J Virol 2005; 79: 2814-22. Kementerian Kesehatan, kementerian pertanian,
9. Gabriel, G., Dauber, B., Wolff, T., Planz, O., kemen terian lainnya, universitas maupun organisasi
Klenk, H.D., Stech, J., 2005. The Viral Polymerase yang berkopenten di dalam pengendalian avian